Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Melihat kebebasan berpendapat di masa sekarang ini sudah tidak asing lagi bila
dibandngkan dengan pada masa Orde Baru dimana kebebasan berpendapat begitu
dikekang. Pada masa Orde Baru tidak semua orang bisa mengeluarkan pendapatnya
terutama bila pendapat itu mengkritik pemerintahan zaman itu. Namun, pada masa
sekarang ini kebebasan berpendapat sudah dapat dilaksanakan oleh semua orang tanpa
memandang batasan. Ditambah lagi dengan perkembangan teknologi pada masa sekarang
ini sudah sangat maju sehingga semua orang sudah dapat mengemukakan pendapatnya di
berbagai media yang dapat diakses oleh banyak orang. Meskipun begitu, kebebasan itu
harus dilaksanakan dengan bertanggung jawab dan tidak mengganggu kebebasan orang
lain.
Seperti yang telah disampaikan, kebebasan berpendapat harus dilaksanakan
dengan bertanggung jawab. Contohnya kita tidak boleh menyebarkan fitnah terhadap
seseorang sehingga merusak citra orang tersebut. Sebaiknya kebebasan berpendapat itu
dilakukan dengan tujuan yang baik. Tujuan yang baik itu misalnya mengemukakan
pendapat untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan rakyat, atau seperti pers yang
mngemukakan berita sesuai dengan fakta agar dapat diketahui oleh semua orang.
Kebebasan berpendapat tersebut tidak hanya merupakan hak dari sebagian orang
saja melainkan merupakan hak semua orang tanpa membeda-bedakan. Kebebasan tersebut
sudah diperoleh bahkan dari sejak lahir dan tidak dapat dicabut atau diambil oleh orang
lain. Sehingga kita harus menghormati kebebasan berpendapat setiap orang dan
memperjuangkan kebebasan berpendapat kita masing-masing.
Pancasila sebagai pandangan hidup,dasar negara, dan pemersatu bangsa Indonesia
yang majemuk sangat menjunjung tinggi kebebasan warga negaranya untuk bebas
mengemukakan pendapatnya. Maka, kebebasan berpendapat itu dinilai sangat penting.
1

Dengan pertimbangan permasalahan tersebutlah, kami menyusun makalah Kebebasan


Berpendapat Berdasarkan Pancasila
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan topik tentang Kebebasan Berpendapat Berdasarkan Pancasila,
beberapa hal yang perlu diungkapkan dalam makalah ini sebagai berikut.
1.
2.
3.
4.

Mengapa kebebasan berpendapat dinilai penting?


Bagaimana hubungan antara kebebasan berpendapat dengan Pancasila?
Bagaimana relasi antara opini dengan sikap?
Bagaimana sikap kita dalam menghadapi kebebasan berpendapat?

1.3. Tujuan Penelitian


Berkenan dengan permasalahan pada rumusan masalah di atas, tujuan makalah
tentang Kebebasan Berpendapat Berdasarkan Pancasila adalah
1. Ingin menjelaskan pentingnya kebebasan berpendapat;
2. Ingin menjelaskan kebebasan berpendapat berdasarkan sila-sila dalam
Pancasila;
3. Ingin menjelaskan hubungan antara opini dengan sikap;
4. Ingin menjelaskan sikap apa yang harus kita kembangkan dalam kebebasan
berpendapat.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Kebebasan Berpendapat di Indonesia
Di Indonesia kebebasan berpendapat bukan merupakan hal asing lagi. Kebebasan
berpendapat itu diatur dalam UUD 1945 pasal 28. Kemerdekaan berserikat dan
berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan
dengan undang-undang (KawanPustaka, 2004:26). Maka berdasarkan undang-undang
diatas kebebasan berpendapat adalah kebebasan yang di miliki oleh setiap orang untuk
menyampaikan informasi baik lisan maupun tulisan. Selain itu kebebasan berpendapat
didukung juga oleh pasal 28F yaitu Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan
memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta
berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jeis saluran yang tersedia (KawanPustaka,
2004:28), dimana pasal ini menyatakan kebebasan setiap orang untuk menyampaikan
informasi (pendapat) sekaligus juga untuk menerima informasi secara bebas.
Tidak hanya dalam isi UUD1945 saja, dalam bagian pembukaan ditegaskan dalam
paragraf ketiga Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh
keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia
menyatakan dengan ini kemerdekaannya (KawanPustaka, 2004:1). Dari paragraf ketiga
pembukaan UUD 1945 dapat dikatakan bahwa pembentukan negara Indonesia diharapkan
dapat menciptakan kehidupan kebangsaan yang bebas termasuk kebebasan dalam
mengeluarkan pendapat.
Seperti yang kita ketahui, negara Indonesia merupakan negara yang menganut
sistem demokrasi. Seorang penulis buku yang bernama H. Muladi (2009:76) menuliskan
prinsip-prinsip yang menunjukkan ciri sebuah negara demokrasi yang salah satunya adalah
Adanya partisipasi efektif yang menunjukkan adanya proses dan kesempatan yang sama
bagi rakyat untuk mengekspresikan preferensinya dalam keputusan-keputusan yang
diambil. Maka negara Indonesia sebagai negara demokrasi sangat menjunjung tinggi
3

kebebasan dan kesempatan yang sama dalam segala hal. Pada negara demokrasi juga
menekankan kepada rakyatnya untuk mengekspresikan diri mereka seperti salah satunya
adalah mengemukakan berpendapat.
2.2. Sejarah Kebebasan Berpendapat di Indonesia
Zaman orde baru adalah salah satu masa yang berpengaruh di Indonesia. Masa
orde baru berlangsung selama 32 tahun dari tahun 1966 sampai pada masa reformasi tahun
1998. Semasa kepemimpinan Presiden Soeharto ini, kebebasan berpendapat di Indonesia
terutama pers atau media massa sangat dikekang oleh kekuasaan pemerintahan. Beritaberita yang bersifat menjatuhkan pemerintahan dilarang penerbitannya dan media penerbit
berita tersebut dicabut izin penerbitnya oleh pemerintah. Selain itu juga, Isu-isu mengenai
pemerintahan yang buruk disamarkan oleh pemerintah agar tidak memunculkan reaksi
masyarakat yang menolak pemerintahan pada saat itu. Kegelapan rezim saat pemerintahan
itu, tak hanya sampai di situ saja , Contonya seperti yang dikutip dalam buku David T. Hill
(2011:37).
Di bulan Januari 1974, terjadi lautan demonstrasi selama beberapa hari di sejumlah
tempat di Jakarta. Aksi ini disebabkan ketidakpuasan terhadapa kebijakan
pemerintah di bidang sosial dan ekonomi. Unjuk rasa ini berawal dari rasa tidak
percaya masyarakat terhadap sederetan pihak yang dikenal dekat dengan para
pemimpin negara, termasuk perempuan-perempuan simpanan mereka. Sebanyak
470 orang ditahan akibat berdemonstrasi, termasuk di antaranya Enggak
Bahauddin (masuk tahanan

selama hampir 11 bulan) dan Mochtar Lubis

(dipenjara sepanjang dua setengah bulan). Beberapa minggu setelah aksi unjuk rasa
tersebut ada 12 penerbitan kehilangan surat izin terbit dan sura izin cetak.

Di masa Orde baru pers tidak dapat seenaknya memberitakan artikel yang
diinginaknnya. Apa yang ditulis pers seringkali ditentukan oleh keinginan pihak-pihak dari
pemerintah.

Pada praktiknya, apa yang boleh dan yang tidak boleh diterbitkan oleh pers
Indonesia tidak ditentukan lewat serangkaian aturan resmi, namun lewat Budaya
Telepon. Telepon kepada para pemimpin reaksi lazimnya berupa imbauan yang
datang dari seorang pejabat senior di pemerintahan. Seringkali telepon semacam ini
cukup berhasil untuk memadamkan pemberitaan-pemberitaan sensitif. Apabila
sebuah surat kabar dinilai membangkan, maka tak lama kemudian koran tersebut
akan mendapat surat peringatan. Kemungkinan terhakhir yang paling buruk adalah
pemberedelan atau pencabutan izin terbit (Hill, 2011:49).
Begitulah yang terjadi pada masa Orde Baru, kebebasan berpendapat adalah suatu yang
dikekang. Apa yang tertulis di media massa kebanyakan bukanlah pendapat dari pers, namun
merupakan tulisan-tulisan yang dimanipulasi terlebih dahulu agar kebobrokan pemerintahan pada
Orde Baru tidak terungkap. Seandainya jika pers memuat berita-berita yang tidak enak di mata
publik maka, media massa itu akan mengalami pembredelan, dan bahkan kemungkinan terburuk
pencabutan izin terbit surat kabar tersebut.

Namun, zaman sekarang kebebasan berpendapat sudah lebih dihargai oleh semua
orang. Zaman sekarang ini jalur informasi mudah dijangkau dimana saja, kapan saja, oleh
siapa saja dengan perkembangan teknologi yang ada sekarang. Orang yang ingin
mengemukakan pendapatnya dapat dengan mudah menyampaikannya lewat teknologiteknologi yang ada seperti internet. Tidak seperti pada masa Orde Baru, sekarang
kebebasan pers sudah lebih terbuka, bahkan pers sudah dapat mengungkap kritik-kritik
kepada pemerintah dengan cepat melalui media-media internet seperti yang kita ketahui
detik.com, okezone.com, kompas.com ataupun situs-situs lainnya.
2.3. Kebebasan Berpendapat Berdasarkan Pancasila
Seperti yang kita ketahui negara Indonesia didasari oleh Pancasila. Pancasila di
Indonesia merupakan ideologi, pandangan hidup dan sumber dari segala sumber hukum.
Sehingga segala hal yang kita lakukan harus berpedoman pada Pancasila, termasuk dalam
hal kebebasan berpendapat. Pengimplementasian Pancasila dalam kebebasan berpendapat
dapat dijabarkan sebagai berikut.

2.3.1. Berdasarkan Sila Pertama


Sila pertama Pancasila yaitu yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa
memberikan makna bahwa negara Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi
nilai ajaran agama. Keharusan memeluk agama berbeda-beda disetiap negara, contohnya di
negara asing mengharuskan memeluk agama yang sama, adapun yang tidak mengharuskan.
Indonesia mengharuskan setiap orang memeluk agama secara bebas dengan kepercayaan
sendiri bukan dengan paksaan. Hal ini dikarenakan bervariasinya agama yang mempunyai
ajaran berbeda, namun pada dasarnya inti ajaran agama adalah sama pada setiap agama.
Sehingga segala bentuk penyelenggaraaan kehidupan baik ekonomi, politik, sosial, budaya,
dan sebagainya tidak boleh menyimpang dari ajaran agama termasuk dalam kebebasan
berpendapat.
Dengan anggapan bahwa manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan merupakan
makhluk yang memiliki hak dasar. Hak dasar adalah hak yang diperoleh dari Tuhan sejak
manusia lahir, diperoleh semua orang dan tidak dapat direbut oleh siapapun. Maka, rakyat
Indonesia sebagai bangsa yang meyakini adanya keberadaan Tuhan harus menghargai hak
dasar yang dimiliki setiap orang. Hak-hak dasar itu diantaranya adalah hak hidup, hak
untuk memilih agama, hak untuk mendapat pekerjaan, dan sebagainya termasuk hak untuk
mengemukakan pendapat atau kebebasan berpendapat.
Atas dasar tersebut maka, dengan mengharagai kebebasan berpendapat orang lain
sama saja dengan kita melaksanakan sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Jika kita tidak
menghargai kebebasan berpendapat, itu sama saja artinya kita melanggar Pancasila yang
merupakan dasar negara kita. Maka pengimplementasian sila pertama Pancasila dapat
dilakukan dengan cara yang sederhana, salah satunya adalah dengan menghargai kebebasan
berpendapat.

2.3.2. Berdasarkan Sila Kedua


Sila kedua yang berbunyi kemanusiaan yang adil dan beradab memiliki arti bahwa
masyarakat Indonesia harus berbuat adil serta dalam setiap tindakannya melakukan
perbuatan yang beradab atau bersikap sesuai dengan nilai-nilai moral yang berlaku di
masyarakat. Pelaksanaan sila kedua dalam kehidupan bernegara di Indonesia dapat
dilakukan dengan berbagai cara seperti berlaku adil, menghargai hak asasi orang lain juga
dapat dilakukan dengan menghargai kebebasan berpendapat setiap orang.
Untuk melaksanakan sila kedua Pancasila ini maka, masyarakat Indonesia harus
berlaku adil. Tidak memandang siapa yang mengemukakan pendapat tersebut. Setiap
pendapat haruslah dihargai dan dianggap penting ,karena dari siapapun dapat muncul
pendapat hebat. Selain itu, dengan menghargai kebebasan berpendapat setiap orang maka
akan mengwujudkan masyarakat yang berkeadilan seperti yang diharapkan dalam sila
kedua ini.
Sila kedua Pancasila juga mengharapkan terciptanya bangsa Indonesia sebagai
mahkluk yang beradab. Maskud dari mahkluk yang beradab itu adalah manusia yang
memiliki moral dan sopan santun dalam tindakannya. Tidak mungkin manusia dapat
menjadi mahkluk yang bermoral jika manusia tidak dapat menghargai kebebasan
berpendapat orang lain. Maka dengan menghargai kebebasan mengemukakan pendapat kita
telah mengimplementasikan sila kedua Pancasila dalam upaya mewujudkan kehidupan
berbangsa yang adil dan beradab.
2.3.3. Berdasarkan Sila Ketiga
Sila ketiga Pancasila menghendaki terciptanya persatuan dan kesatuan di
Indonesia. Persatuan itu bukanlah suatu hal yang mudah dicapai. Selama berabad-abad
Indonesia telah berada dibawah penjajahan bangsa asing hingga akhirnya dapat
mempersatukan diri melalui proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Salah satu factor
yang mendukung terciptanya kemerdekaan itu adalah kebebasan berpendapat, misalnya

pengemukaan pendapat lewat puisi-puisi perjuangan, pidato-pidato dari para pemimpin


bangsa yang membakar semangat perjuangan. Dengan kata lain perjuangan kemerdekaan
Indonesia tidak lepas dari faktor kebebasan berpendapat.
Tidak hanya pada masa perjuangan kemerdekaan saja, melainkan kebebasan
berpendapat pada masa sekarang juga diperlukan untuk mempersatukan bangsa Indonesia
seperti pada saat terjadi bencana alam, Tsunami Aceh misalnya melalui pemberitaan dan
penyampaian informasi yang cepat, bangsa Indonesia pun bersatu dalam membantu salah
satu provinsi yang berada di Sumatera tersebut. Seandainya saja berpendapat itu tidak
bebas, mungkin saja rakyat Indonesia tidak akan tahu tentang bencana tersebut sehingga
pertolongan tidak akan sampai di Aceh. Pemberitaan-pemberitaan tentang sesuatu yang
kurang baik dari Indonesia juga akan membakar semangat rakyat untuk bersatu dan
memperbaiki Indonesia menjadi lebih baik.
Sila ketiga juga menghendaki kita agar mempunyai sikap rela berkorban demi
kepentingan persatuan negara. Bahkan dalam mengemukakan pendapatnya, seseorang
dapat berada dalam ancaman bahaya seperti contohnya ketika kita menjadi seorang saksi
kunci dalam sebuah kasus pembunuhan. Biasanya nyawa saksi tersebut akan menjadi
incaran para orang-orang yang tidak ingin pelaku yang tertuduh mendapatkan tuduhan
bersalah, sehingga akan melakukan berbagai cara untuk melenyapkan saksi mata. Dalam
kasus ini, hanya dengan mengungkapkan pendapatnya saksi itu bisa membahayakan
nyawanya. Sila ketiga Pancasila mengharapkan agar kita memiliki keberanian untuk
mengungkapkan pendapat agar mencapai persatuan Indonesia meskipun dengan pendapat
itu bisa saja mengancam nyawa kita. Dari penjabaran-penjabaran tersebut dapat kita lihat
bahwa dengan mengemukakan pendapat kita bisa mempersatukan Indonesia sesuai dengan
apa yang dicita-citakan sila ketiga.
Selain itu negara Indonesia adalah negara yang memiliki penduduk yang beraneka
ragam. Untuk menciptakan persatuan sebagaimana yang dicita-citakan pada sila ketiga
maka demi tercapainya persatuan tersebut diperlukan sikap toleransi tanpa membedabedakan. Termasuk juga dalam kebebasan berpendapat, kebebasan berpendapat tidak hanya
8

dimiliki sekelompok suku ataupun ras tertentu saja, melainkan milik semua manusia.
Sehingga dalam peimplementasikan sila persatuan ini janganlah kita membeda-bedakan
siapa yang boleh mengemukakan pendapat.
2.3.4. Berdasarkan Sila Keempat
Sila keempat yang berbunyi kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat/kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan memiliki makna bahwa suatu keputusan bukan
merupakan hasil dari pendapat atau kata-kata oleh satu orang atau satu pihak saja
melainkan hasil dari keputusan bersama yang dilakukan dengan berbagai cara, baik dengan
perundingan ataupun dengan perdebatan.Melalui perundingan atau perdebatan, kedua pihak
atau lebih melantarkan pendapat yang menurut kepercayaan pihak tersebut benar dan
menguntungkan pihak tersebut tanpa mengambil resiko. Dengan penyatuan pendapat dalam
langkah tersebut, dihasilkan suatu konklusi atau penyimpulan untuk tujuan bersama.
Perundingan atau perdebatan mempunyai peluang besar untuk publik bebas
mengeluarkan aspirasi atau pendapat yang dapat meningkatkan daya suatu objek yang
dibicarakan dalam perundingan ataupun perbedatan. Dengan arti lain, bukan dengan
perundingan atau perbedatan yang dapat diklasifikasikan dengan permusyawaratan
mempunyai peran penting dalam peningkatan mutu serta sebagai sarana kebebasan publik
mengaspirasikan, berkreasi bahkan ikut terlibat dalam sistem pemerintahan atau yang
berlaku dalam jabatan tertentu.
2.3.5. Berdasarkan Sila Kelima
Sila kelima yang berbunyi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang
mengandung makna untuk menciptakan keadilan yang merata bagi seluruh masyarakat
Indonesia. Layaknya realita kehidupan, ada kaya dan ada pula miskin. Berdasarkan hal itu,
bukan berarti bentuk dalam segi ekonomi saja melainkan dalam segala bentuk. Untuk itu
demi mengwujudkan keadilan sosial diperlukan pemerataan kebebasan pendapat
mempunyai dampak penting dalam kehidupan berpolitik ataupun dalam bidang lainnya.

Pada dasarnya tak ada suatu pemerintahan terpusat yang akan bertahan selamanya,
karena tidak ada pemerintahan yang tanpa adanya konflik-konflik baik internal maupun
eksternal dan pada klimaksnya jatuhlah pemerintahan tersebut. Seperti yang tertulis di atas,
hak asasi manusia juga dilatarbelakangi terjadinya hal tersebut, salah satunya adalah hak
untuk menyatakan pendapat. Kebebasan berpendapat itu merupakan suatu hal yang sangat
berharga karena kebebasan berpendapat sempat direnggut dari masyarakat. Maka dari itu,
kebebasan berpendapat adalah hak dari segala golongan masyarakat atau publik dan
didukung dengan keseimbangan value dalam mengungkapkan pendapat di publik.
Bukan hanya itu saja, sehubungan dengan diberikannya hak, akan pula tercapainya
kewajiban yang merata. Dengan tercapainya kebebasan berpendapat oleh setiap orang atau
individu akan menghasilkan apa yang ia akan lakukan sehubungan dengan apa yang
diucapkannya. Dengan begitu, membuat bangsa Indonesia akan mampu bekerja keras
bersikap adil dan mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur serta mencerminkan
sikap dan suasana kekeluargaan dan gotong royong sehingga menciptakan kehidupan
Indonesia yang berkeadilan merata.
2.4. Opini dan Sikap
Dalam setiap aksi terdapat reaksi, begitu juga dari penyampaian pendapat atau
opini akan menghasilkan suatu sikap. Selantasnya relasi antara opini dan sikap berbeda
dengan argumentasi, argumentasi adalah suatu bentuk retorika yang berusaha untuk
mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain, agar mereka itu percaya dan akhirnya
bertindak dengan apa yang diinginkan oleh penulis atau pembaca (Keraf, 1983:3).
Argumentasi mempunyai usaha untuk mengajukan bukti-bukti atau menentukan
kemungkinan-kemungkinan untuk menyatakan sikap atau pendapat mengenai suatu hal.
Dengan kemungkinan-kemungkinan tersebut dapat dilakukan penalaran sebuah bukti atau
fakta yang mempunyai dua sisi, yakni benar atau tidak. Dari argumentasi yang dilantarkan
dalam sebuah ucapan ataupun kalimat, harus faktual sebagai akibat dari pengalaman atau

10

pengetahuan seseorang mengenai sesuatu hal dan proposisi dapat juga merupakan pendapat
atau kesimpulan seseorang mengenai sesuatu hal.
Semua pernyataan dan kesimpulan dikemukakan sangat penting untuk menyusun
suatu argumentasi. Tak hanya dengan sebuah pernyataan, argumentasi lebih terkait dalam
pernyataan-pernyataan persuasif yang mengajak pendengar atau pembaca untuk mengikuti
apa yang dipercayai oleh sumber. Namun, kedua istilah yakni persuasi dan argumentasi
terdapat perbedaan ciri diantaranya, argumentasi adalah suatu proses untuk mencapai suatu
kesimpulan. Sedangkan, persuasi adalah proses meyakinkan orang lain supaya orang itu
menerima apa yang diinginkan pembicara atau penulis.
Dalam hal ini, baik argumentasi ataupun persuasi dapat dilakukan sebuah
penolakan bilamana tidak sesuai dengan penalaran pribadi. Penolakan diharuskan
mempunyai fakta-fakta atau bukti-bukti yang kuat atau melebihi bukti sumber, dan setiap
orang harus berlaku jujur serta sumber atau lawan pihak menerima setiap penolakan yang
berupa kritik dan penilaian dari orang yang melakukan penolakan tersebut. Setiap
penolakan dianggap sebagai sebuah proses untuk menyerang keyakinan orang lain, maka
tidak ada alasan untuk tidak mempergunakan proses-proses yang sama buat menguji sikap
atau gagasan sumber.
Adapun cara untuk menguji fakta atau bukti-bukti dengan dilakukan penilaian
seperti, apakah data-data atau informasi itu merupakan kenyataan atau hal yang
sungguh-sungguh terjadi?. Penilaian tersebut diarahkan untuk mendapatkan keyakinan,
bahwa semua bahan itu adalah fakta. Dan penilaian itu akan dilanjutkan dengan, yang
mana dari semua fakta itu digunakan sehingga benar-benar memperkuat kesimpulan
yang akan diambil?. Sehingga, dapat diartikan bahwa harus diadakan seleksi untuk
menentukan fakta-fakta mana yang dapat dijadikan evidensi dalam argumentasi itu.
Seperti yang dijelaskan di atas, berbeda pula dengan penyampaian opini. Dalam
sebuah opini, terdapat pembagian berdasarkan pihak yang menyampaikan yakni opini
individu dan opini publik Dalam suatu opini individu, dapat diartikan bahwa opini tersebut
11

didapatkan dari hasil penelitian atau pengamatan individu tersebut. Sedangkan opini publik
merupakan penilaian tentang sesuatu yang pada umumnya mempunyai satu landasan kuat
bagi keadilan.
Opini publik atau pendapat publik adalah produk yang kompleks dari suatu
interaksi antar pendapat individu-individu yang timbul di dalam kelompok yang
menghadapi suatu isue yang bersifat kontroversial. Hal ini disebutkan oleh Canfield
(1959;26) seperti berikut.
Opini publik adalah lebih dari sekadar kumpulan dari pendapat-pendapat
perseorangan. Nampaknya ada terjadi sesuatu terhadap pendapat-pendapat
perseorangan pada waktu mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok.
Transformasi/pemindahan pendapat seseorang ini adalah sebagai akibat dari
interaksinya dengan pendapat orang lain di dalam kelompok. Beberapa ahli
psikologi berkeyakinan bahwa seolah-olah terdapat satu pendapat kelompok atau
suatu kekuatan gaib yang menstransformasikan pandangan-pandangan para
individu itu ke dalam suara pendapat publik.

Di balik arti kata yang biasa saja, opini publik mempunyai kekuatan dalam suatu
masyarakat yang diantaranya, yakni opini publik dapat melestarikan norma sosial. Yang
artinya, sebuah opini publik mengharuskan setiap orang mengikuti aturan atau norma yang
berlaku sesuai jalannya sebuah acara seperti mengantri di tempat umum atau pernikahan
untuk mendapatkan restu dari teman ataupun keluarga terdekat.
Kedua, opini publik dapat mempertahankan atau menghancurkan suatu
kebudayaan. Misalnya, seperti opini individu suatu anak pada masa modern yang memilih
menonton drama tv ketimbang menonton wayang golek kebudayaan setempat. Hal tersebut
dengan seiringnya waktu berjalan, akan menjadi suatu kebiasaan yang akibatnya
kebudayaan tradisional tersebut ditinggalkan atau punah. Ketiga, opini publik dapat
mempertahankan eksistensi suatu lembaga atau bahkan bisa juga menghancurkan suatu
lembaga. Dengan kata lain, suatu isue yang buruk mengenai lawan pihak dapat

12

menjatuhkan keberadaan pihak itu, bahkan dapat pula menghancurkan lembaga pihak
tersebut.
Keempat, opini publik sebagai pendukung bagi kelangsungan berlakunya norma
sopan santun dan susila. Dalam hal ini, sudah menjadi kebudayaan dalam suatu masyarakat
yang bisa saja diwariskan turun-temurun. Seperti contohnya, bersilahturahmi pada saat hari
raya lebaran dengan meminta maaf sesama atau dengan mengucapkan salam kepada guru
sebelum memulai pelajaran di kelas. Kelima, opini publik dapat menjadi suatu hukuman
sosial terhadap orang atau sekelompok orang yang terkena hukuman tersebut. Hukuman
sosial dapat berupa rasa malu, rasa dikucilkan, rasa dijauhi, rasa rendah diri, rasa tak berarti
lagi dalam masyarakat, menimbulkan frustasi sehingga putus asa, dan bahkan ada yang
karena itu lalu bunuh diri atau mengundurkan diri dari jabatannya.
Segala bentuk kekuatan opini tersebut, jika diamati mempunyai indikator suatu
tindakan walaupun berbeda bentuknya. Tindakan-tindakan tersebut kemudian dibentuk
dalam suatu opini, jadi dapat disimpulkan bahwa opini merupakan bentuk dari
pengekspresian tindakan atau sikap.
Lantas, bagaimanakah sikap kita menghadapi suatu opini dalam sebuah
permasalahan?. Sikap atau attitude dalam suatu opini adalah cara pandangan dalam
menghadapi suatu permasalahan. Biasanya sikap atau attitude diajarkan dalam pendidikan
keagamaan, seperti opini yang menyatakan bahwa dilarang membunuh makhluk hidup,
maka kita pun menghindari hal tersebut. Dengan demikian, sikap juga merupakan proses
kepercayaan dalam setiap diri manusia. Adanya sikap-sikap menyebabkan bahwa manusia
akan bertindak secara khas terhadap objek-objeknya. Sehubungan hal tersebut, sikap dapat
dibedakan kedalam sikap sosial dan sikap individual. Sikap sosial dinyatakan oleh cara-cara
kegiatan yang sama dan berulang-ulang terhadap objek sosial, sehingga menyebabkan
terjadinya cara-cara tingkah laku yang dinyatakan berulang-ulang salah satu objek sosial.
Misalnya seperti penghormatan berkali-kali dinyatakan dengan cara khidmat oleh
sekelompok orang terhadap benderanya menunjukkan adanya attitude kelompok itu
terhadap benderanya.
13

Berbeda dengan sikap sosial, sikap individual terdiri atas kesukaan/ ketidaksukaan
pribadi atas objek-objek, dan hal-hal tertentu. Misalnya sikap ketidaksukaan terhadap
seorang saingan ataupun terhadap binatang-binatang tertentu. Sikap-sikap individual itu
terjadi karena sifat-sifat pribadi individu itu sendiri. Jadi, baik sikap sosial ataupun sikap
individual mempunyai peran penting dalam interaksi antar manusia
Dalam suatu sikap, dapat dipelajari pula beberapa ciri-ciri sikap tersebut yang
diantaranya,

Sikap bukan bawaan sejak lahir, melainkan sikap dibentuk melalui


perkembangan hidup seseorang. Suatu perkembangan mempunyai peristiwaperistiwa dalam kehidupan seseorang, dan akan berdampak terhadap sikap.
Misalnya pada saat bayi, manusia itu akan bersikap meminta makan dengan
menangis atau reaksi lainnya, sedangkan saat berusia lebih dapat makan
makanan sendiri.

Sikap itu berubah-ubah. Pola pikir manusia selalu berubah-ubah sesuai


dengan kondisi dan situasi. Dengan hal tersebut, maka sikap seseorang dapat
berubah kapan saja, dimana saja dan untuk siapa saja.

Sikap itu tidak dapat berdiri sendiri, tetapi mempunyai hubungan dengan
suatu objek. Dalam hal ini, suatu sikap mempunyai bentuk dan memiliki
objek yang dapat dirumuskan dengan jelas.

Objek sikap itu dapat merupakan hal-hal tertentu, dan dapat juga merupakan
dkumpulan dari hal-hal tersebut. Dengan mengambil satu objek dalam
kumpulan hal-hal tertentu, dapat diasumsikan sikap kumpulan objek itu
sama dengan satu objek tersebut.

Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sifat sikap ini
mempunyai makna mendalam dalam praktiknya, daripada kecakapankecapakan pengetahuan-pengetahuan yang dimliki orang.

14

2.5. Dampak Kebebasan Berpendapat


Dalam mengemukakan pendapat akan menimbulkan dampak-dampak positif
maupun dapat berupa dampak negatif. Dampak yang sering kita lihat adalah bagaimana
setiap orang bebas dalam berekspresi. Kebebasan berepkspresi dapat berupa pendapat
dalam mengungkapkan apa yang dipikirkannya tanpa ada hambatan. Dengan adanya
kebebasan berpendapat setiap orang, maka konflik-konflik yang ada dapat diselesaikan
dengan musyawarah dengan setiap orang di dalamnya dapat dengan bebas berpendapat.
Dengan demikian akan dicapai suatu hasil yang tidak menguntungkan satu pihak saja.
Selain itu dengan adanya kebebasan berpedapat, maka arus informasi akan dengan
mudah tersampaikan oleh semua orang. Sehingga, dimanapun dan kapanpun dapat
mengetahui informasi yang sedang berlangsung. Selain mempercepat arus informasi,
dengan adanya kebebasan berpendapat maka respon atau reaksi masyarakat mengenai
informasi akan lebih cepat ditanggapi. Misalnya ketika bencana alam melanda suatu
wilayah, dengan adanya kebebasan berpendapat maka informasi akan cepat diketahui oleh
masyarakat dan dengan semakin cepat diketahui maka bantuan yang datang pun menjadi
semakin cepat.
Selain itu, dengan adanya kebebasan berpendapat maka kita dapat menimbulkan
perkembangan-perkembangan menuju ke arah yang lebih baik. Tidak seperti di masa orde
baru dimana kritik-kritik terhadap pemerintah sulit diungkapkan, namun di masa sekarang
ini kritik-kritik itu dapat dengan bebas diungkapkan. Sehingga dengan demikian para
pemerintah akan terpacu untuk berusaha menjalankan negara dengan sebaik-baiknya.
Selain itu, dengan adanya kebebasan berpendapat maka segala bentuk ketidakadilan yang
terjadi akan terekspos ke publik sehingga pelaku-pelaku ketidakadilan dapat berkurang.
Dengan kata lain kebebasan berpendapat bisa menjadi suatu alat kontrol sosial dalam
mengawasi tindakan-tindakan yang terjadi di masyarakat.
2.6. Sikap Kita dalam Menghadapi Kebebasan Berpendapat
Dengan adanya kebebasan berpendapat, setiap masyarakat dapat dengan bebas
mengemukakan pendapatnya, namun kebebasan tersebut haruslah disertai dengan tanggung
jawab. Masih banyak masyarakat yang mengemukakan pendapat tanpa rasa tanggung
jawab seperti menyebarkan gosip-gosip ataupun fitnah ke masyarakat luas, namun
meskipun begitu kita tidak boleh ikut-ikutan berpendapat tanpa tanggung jawab terhadap

15

apa yang kita ungkapkan. Pendapat yang kita keluarkan haruslah pendapat yang benar atau
faktual dan tidak bersifat menjelek-jelekan orang lain.
Selain memiliki rasa tanggung jawab kita juga harus menghargai kebebasan
berpendapat orang lain, tanpa perasaan bahwa pendapat kitalah yang terbaik dan merenggut
kebebasan berpendapat milik orang lain. Kita harus memiliki pemikiran bahwa bukan
hanya kita saja yang punya kebebasan berpendapat, sehingga dengan adanya sikap seperti
itu kita tidak akan berpikir pendapat kitalah yang terbaik. Meskipun kita harus mengetahui
kebebasan berpendapat orang lain bukan berarti kita tidak boleh mengemukakan pendapat,
kita tetap harus berani mengeluarkan pendapat kita jika pendapat kita memang benar
namun tetap mendengarkan pendapat orang lain.

16

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pendapat adalah pengucapan kata-kata dalam sebuah ungkapan yang dilantarkan
langsung oleh individu. Dalam penyampaiannya, sebuah pendapat diharuskan melihat
aspek-aspek dalam pelaksanaan setiap sila dalam Pancasila. Aspek-aspek tersebut
diantaranya adalah aspek analogi, yang merupakan makna dalam setiap sila Pancasila.
Kemudian, aspek histori yang dijelaskan di bab sebelumnya mengenai kekuasaan pada
masa Orde Baru sampai Reformasi. Dan yang terakhir adalah resiko atau dampak dari
penyampaian tersebut.
Kebebasan pendapat individu tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun, karena
pada dasarnya merupakan hak dasar setiap manusia dan diatur dalam sila Pancasila yang
khususnya adalah sila keempat. Berkenaan tersebut, bukanlah kebebasan tersebut tidak
adanya batasan. Setiap individu harus mempertimbangkan dan menghormati setiap
pendapat yang muncul dimana saja, karena setiap pendapat bisa saja merupakan dasar yang
konstruktif bagi seseorang individu ataupun menjadi destruktif yang seperti bom yang akan
meledak kapan saja. Hal tersebut dapat dilihat dalam perkembangan pendapat yang telah
dibahas.
Keberadaan sebuah pendapat merupakan masalah yang masih berangsur dalam
perkembangan negara Indonesia ini. Kekuasaan dapat juga menjadi faktor pemicu
keberadaan sebuah pendapat. Pendapat yang muncul dari pihak yang tidak terpandang atau
tidak diakui, dalam keseharian dianggap omong kosong ataupun hanya dihiarukan. Hal
tersebut sudah sering terlihat dalam keseharian baik dalam pemerintahan ataupun
lingkungan sekitar, yang secara tidak langsung telah menyimpang dengan hak asasi
manusia. Dengan demikian, setiap individu mempunyai kebebasan berpendapat yang
berdasarkan hak asasi manusia dan sila dalam Pancasila dengan pembatasnya adalah reaksi
publik atau massa.

17

3.2. Kritik dan Saran


Pengambilan suara merupakan contoh singkat sebuah pendapat. Dalam prakteknya
sehari-hari, hal tersebut sering terjadi penyimpangan dalam berbagai bentuk. Hal ini harus
segera ditindak lanjuti guna mempertahankan dimana keberadaan Pancasila. Bukan hanya
dalam bingkai dan kemudian dipajang antara foto presiden dan wakil presiden Republik
Indonesia saja, Pancasila berperan sebagai pondasi dasar perjuangan kebebasan
berpendapat di tanah air ini. Dengan pertimbangan itulah, tak ada yang dapat mengambil
hak berpendapat seseorang sekalipun dengan alasan diwakilkan dan pada hakikatnya semua
orang mempunyai kewajiban untuk menyatakan pendapat demi kemajuan dirinya sendiri
dan bangsanya sendiri.
Kami menyarankan kepada semua orang yang membaca makalah ini agar
menghargai adanya kebebasan berpendapat dan menggunakannya untuk hal-hal yang baik
sehingga dapat memperbaiki tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Kebebasan
berpendapat haruslah kita lakukan dengan bertanggung jawab tanpa merugikan orang lain.

18

Anda mungkin juga menyukai