Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Nenas diyakini berasal di Selatan Brazil dan Paraguay kemudian
menyebar ke seluruh benua dengan perantara penduduk asli. James Drummond
Dole adalah orang pertama yang mempelopori perusahaan yang memproduksi
nenas komersial, Dole Hawaii Pineapple Co. (kemudian menjadi Dole Food Co.).
Sampai dengan sekarang ini perdagangan nenas dunia berkembang dan
didominasi oleh empat perusahaan agribisnis multinasional, Dole Food Company,
Del Monte Foods, Fyffes dan Chiquita. Perusahaan-perusahaan besar ini masingmasing mempertahankan kepemilikan tanah yang luas di Amerika Latin dan Asia
Tenggara untuk produksi nenas dan meningkatkan persediaan dengan mengontrak
petani atau menyewa tanah. Selain mempertahankan basis pasokan yang beragam,
perusahaan-perusahaan-perusahaan

ini

juga

memiliki

operasional

yang

terintegrasi, termasuk rumah pengemasan, ruang pendingin dan transportasi,


fasilitas pengolahan, serta distribusi dan pemasaran (Anonim, 2012).
Negara-negara tropis memiliki agroklimat yang cocok, tanah dan tenaga
kerja melimpah. Pemerintah mendorong pertumbuhan industri ini melalui insentif
investasi dan kebijakan liberal atas investasi asing yang memungkinkan akuisisi
mudah modal dari luar negeri dan akses ke pasar luar negeri. Sebagian besar
komoditas nenas dikalengkan dan diekspor ke negara-negara zona sedang
berkembang (Asopa, 2003).

Sebagai negara yang berada di wilayah tropik ketersediaan varietas lokal


yang potensial untuk komersialisasi, potensi agroklimat dan luas lahan yang
tersedia sangat memadai untuk mendukung peran Indonesia dalam pasar global
nenas. Apabila potensi tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal maka nenas
dapat dijadikan buah andalan baik untuk ekspor maupun konsumsi dalam negeri
sehingga meningkatkan pendapatan devisa negara dan selanjutnya akan terkait
dengan peningkatan pendapatan pelaku-pelaku agribisnis tanaman nenas (Sobir et.
al, 2002).
Sejak tahun 1960, produksi nenas di seluruh dunia telah meningkat sebesar
400%. Dengan diperkenalkannya varietas "Gold", dikembangkan dan dipatenkan
oleh Del Monte Fresh pada 1990-an, produksi nenas telah tumbuh hampir 50%
sejak tahun 1998. Perdagangan nenas dunia bentuk segar, jus, dan kaleng hampir
meningkat dua kali lipat dalam 10 tahun terakhir (Anonim, 2008). Nenas
mempunyai kontibusi 8% terhadap produksi buah segar dunia (Hidayati, 2004).
Sekarang ini, satu dari dua nenas ditanam untuk dijual di pasar ekspor. Dengan
peningkatan permintaan konsumen untuk nenas segar dan jus sebesar hampir 1.4
juta ton per tahun, industri ekspor nenas telah berkembang menjadi sebuah rantai
pasok yang kompleks (Anonim, 2008).
Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di
dunia. Hasil panen buah nenas terpenting kedua setelah buah pisang mencapai
20% produksi buah tropika dunia. Berdasarkan data statistik tahun 2000,
perdagangan nenas mencapai 51% dari total 2,1 juta ton seluruh perdagangan
buah. Di Indonesia, nenas merupakan produk hortikultura urutan ke tiga yang

paling banyak diproduksi. Pada tahun 2006 produksinya mencapai 1.427,781 ton
dan meningkat hampir dua kali lipat pada tahun 2007 mencapai 2.237, 858 ton
(BPS, 2007).

Gambar 1. Grafik Volume Ekspor Nenas Indonesia (Sumber:


http://faostat.fao.org)
Buah nenas dapat dikonsumsi dalam bentuk segar atau diolah menjadi
produk seperti jus, selai, dan keripik. Selain daging buah, kulit buah dapat diolah
menjadi sirup dengan mengkstraksi cairannya. Limbah yang dihasilkan dari
proses ini dapat digunakan sebagai pakan ternak. Serat terutama pada daun dapat
dimanfaatkan sebagai bahan kertas dan tekstil (Hidayati, 2004).
Sejauh ini, sebagian besar produksi nanas di dunia adalah nenas
kaleng. Nenas iris adalah produk yang paling bernilai; berikutnya adalah jus,
nenas potongan dan dadu; produk lainnya adalah salad buah, sirup nanas, alkohol

dan asam sitrat. Baru-baru ini ekspor nenas segar ke pasar di negara-negara
beriklim sedang meningkat pesat (Samsons, 1989).
Menurut Benni (2007), produk nenas kaleng mempunyai peluang besar
untuk dikembangkan karena memberikan kontribusi pada peningkatan nilai
ekspor non migas nasional dan menduduki peringkat pertama pada nilai ekspor
Indonesia untuk buah dalam kaleng yaitu sebesar 90 persen. Nenas kaleng
merupakan pengolahan lebih lanjut dari buah nanas segar adalah produk utama
buah kalengan dan hampir seluruh produksinya ditujukan untuk ekspor.
PT Great Giant Pineapple merupakan perkebunan pertama di Indonesia
yang mengembangkan riset secara intensif dalam membudidayakan tanaman
nenas jenis smooth cayenne yang cocok untuk dikalengkan. Dengan luas 32.200
ha, kebun nenas PT Great Giant Pineapple merupakan perkebunan nenas
terintegrasi yang terbesar di dunia dan menjadi pemimin produsen nenas olahan di
Indonesia. PT Great Giant Pineapple telah mengekspor nenas ke lebih dari 50
negara dan mensuplai 15-20% total kebutuhan nenas dunia, 40% diantaranya ke
Eropa, 35% ke Amerika Utara, dan 25% lainnya ke Asia Pasifik (Didin dan Sobir,
2009).
Perusahaan ini berskala internasional dalam industri pengalengan nanas
dan terintegrasi vertikal penuh (full integration). Menurut Hasibuan (1993)
perusahaan yang terintegrasi vertikal penuh mengusahakan komoditas pertanian
dari hulu ke hilir, yaitu mulai dari pengelolaan perkebunan, pabrik pengolahan,
sampai dengan pemasaran.

Nenas dalam bentuk olahan mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan


dalam bentuk buah segar diantaranya lama masa simpan lebih panjang dan
distribusi lebih mudah karena produk nenas sudah dalam kemasan. Pemasaran
sepenuhnya untuk tujuan ekspor turut menyumbang devisa negara dari sektor nonmigas sekaligus memperluas penyerapan tenaga kerja mengingat pengelolaan
perkebunan yang dimiliki bersifat semi makanisasi. Histogram produksi nenas PT
Great Giant Pineapple ditmapilkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Histogram Produksi Nenas PT Great Giant Pineapple


Sebagai sentra produksi nenas yang cukup diandalkan, PT Great Giant
Pineapple belum mempunyai hubungan dengan produsen nenas skala kecil atau
melibatkan petani dalam pengadaan bahan baku. Hal ini disebabkan oleh sulitnya
koordinasi antara petani dengan pihak industri yang dapat menyebabkan jadwal
kerja pabrik terganggu karena masa panen nanas tidak seragam, ukuran buah

bervariasi, dan pengangkutan tidak efisien karena kebun petani luasannya sempit,
terpencar-pencar, dan jauh dari lokasi pabrik pengalengan nenas.
Bahan baku buah nenas segar yang digunakan untuk pengolahan buah
kaleng diperoleh dari hasil perkebunan sendiri. Hal ini dilakukan untuk menjaga
kualitas, kontinuitas, dan efisiensi suplai bahan baku. Buah nenas segar hasil dari
perkebunan diproses kurang dari 24 jam menjadi produk nenas olahan. Output
yang dihasilkan selanjutnya disalurkan kepada konsumen melalui perusahaan lain
baik yang terintegrasi dengannya atau tidak. Melihat luasnya pasar hasil produk
nenas olahan maka berbagai penelitian tentang peluang peningkatan produksi
buah nenas akan berguna dan sangat dibutuhkan.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Tanaman nenas dibudidayakan oleh PT Great Giant Pineapple pada lahan
perkebunan seluas 20.000 ha. Perkebunan ini dikelola secara semi mekanisasi
menggunakan alat mesin pertanian dan sebagian aktivitasnya menggunakan
tenaga kerja manual. Pengolahan tanah, penanaman tanaman, perawatan, sampai
panen telah direncanakan dengan baik dalam organisasi yang telah terstruktur
berdasarkan tugas dan tanggung jawab masing-masing. Pengelolaan perkebunan
di PT Great Giant Pineapple merupakan gambaran pertanian modern yang dapat
menjadi contoh bagi praktek pertanian secara umum di Indonesia.
Produksi buah nenas dapat ditingkatkan dengan mengombinasikan faktor
produksi yang digunakan sebagai input. Terdapat banyak faktor yang terlibat
dalam proses produksi di perkebunan PT Great Giant Pineapple. Permasalahan

yang dihadapi adalah bagaimana mengidentifikasi faktor produksi dominan untuk


kemudian secara fokus dievaluasi pengaruhnya terhadap produksi nenas. Dalam
penelitian ini identifikasi faktor dominan dilakukan dengan Analytic Hierarchy
Process sedangkan penentuan pola hubungan faktor produksi perkebunan dan
pengaruhnya terhadap produksi nenas digunakan analisa six sigma. Hubungan
antara faktor dari proses produksi diakomodasi dalam fungsi produksi. Hasil dari
penelitian ini akan memberikan informasi dan evaluasi proses produksi
perkebunan nanas yang dilakukan di PT Great Giant Pineapple, menentukan
peningkatan rerata produksi dan penghematan yang memungkinkan untuk
dilakukan melalui perbaikan proses produksi sehingga dapat menjadi referensi
bagi perkebunan konvensional.
1.3. BATASAN MASALAH
1. Penelitian ini berfokus pada penentuan faktor produksi dominan perkebunan
dan pola hubungannya pada perkebunan PT Great Giant Pineapple yang
mewakili faktor produksi perkebunan nenas skala luas yang dikelola secara
intensif dengan sistem semi-mekanisasi pertanian.
2. Responden dalam penelitian ini adalah Manajemen PT Great Giant Pineapple
sebagai pengambil keputusan dalam operasional perkebunan.
3. Data sekunder yang digunakan diambil dari Sistem Informasi Plantation
(SIP) tahun produksi 2010-2011 pada tanaman Plant Crop (PC). Plant Crop
adalah tanaman nenas yang langsung ditanam dari bagian vegetatif tanaman
nenas sedangkan tanaman nenas yang dipelihara dari tunas sucker/slip asal
tanaman Plant Crop populer dikenal dengan istilah Ratoon Crop (RC).

1.4. TUJUAN
1. Memahami proses produksi nenas di perkebunan yang dikelola secara
intensif dan modern beserta faktor-faktor produksi yang berpengaruh.
2. Mengidentifikasi faktor produksi perkebunan yang dominan di PT GGP
dengan metode Analytic Hierarchy Process (AHP)
3. Menentukan pola hubungan antar faktor produksi terhadap produksi nenas
yang digambarkan dalam fungsi produksi.
4. Menentukan peningkatan produksi nenas dan penghematan biaya yang dapat
tercapai dari alternatif solusi yang diperoleh dengan analisa six sigma.
1.3 MANFAAT PENELITIAN
1. Digunakan sebagai informasi mengenai agroindustri nenas secara umum dan
khususnya perkebunan PT Great Giant Pineapple.
2. Memberikan gagasan kepada pelaku agroindustri untuk memahami
permasalahannya dalam meningkatkan produksi dan menghemat biaya
produksi.
3. Penelitian ini dapat menjadi rujukan dalam pelaksanaan penelitian-penelitian
berikutnya yang sejenis.

Anda mungkin juga menyukai