: Tn. H
Kelamin
: Laki-laki
: 133779
Alamat
Ruang perawatan
: Aminah 205
No. Telp/Hp
: 0852415793**
Lahir tanggal
: 11-08-1964
: 23:21:00
Umur
: 52 tahun
Agama
: Islam
1.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis
pukul 14.00 WITA di ruang perawatan aminah lantai 2 Rumah Sakit Ibnu Sina
Makassar.
I.
Keluhan utama
Nyeri perut
II.
Anamnesis
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang dengan keluhan nyeri di seluruh bagian perut sejak 3 bulan
yang lalu SMRS. Nyeri perut semakin lama semakin memberat. Nyeri perut dirasa
terus menerus dikatakan seperti mules dan perut terasa kaku. Awalnya rasa tidak
nyaman timbul di sekitar daerah pusar sampai akhirnya terasa nyeri di seluruh
bagian perut. Awalnya perut dikatakan tidak nyaman kemudian lama-kelamaan
terasa sakit. Nyeri pada perut tidak membaik dengan makanan ataupun diberikan
minyak angin oleh pasien. Perut juga dikatakan kembung sudah sejak 4 hari yang
lalu.
Keluhan mual dan muntah juga dirasakan pasien. Muntah dikatakan hanya
sekali, keluar cairan. Keluhan demam disangkal oleh pasien. Riwayat BAB pasien
dikatakan baik sebelum 4 hari yang lalu, BAB warna kekuningan teratur tanpa
darah dan lendir, namun setelahnya dikatakan sama sekali tidak bisa BAB. Pasien
tidak bisa kentut juga sejak 4 hari yang lalu. BAK dikatakan baik warna
kekuningan, 2-3x sehari. Nafsu makan dan minum dikatakan berkurang karena
keluhan ini.
Saat ini pasien sudah bisa buang angin, nyeri perut berkurang, muntah (-),
namun masih mual, dan belum buang air besar. Pasien sementara mengkonsumsi
obat OAT 2 bulan.
Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat sakit yang sama (-), riwayat operasi (-), Riwayat HT (-), riwayat DM (-),
riwayat sakit jantung (-), riwayat sakit ginjal (-).
Riwayat alergi : Pasien mengaku tidak memiliki alergi terhadap obat-obatan
tertentu ataupun makanan
Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada keluarga pasien yang mengeluhkan hal serupa.
Riwayat pribadi dan sosial :
Pasien seorang buruh. Biaya pengobatan menggunakan BPJS. Kesan ekonomi
kurang.
pukul 14.00 WITA di ruang perawatan aminah lantai 2 Rumah sakit Ibnu Sina
Makassar.
III.
Kesadaran
: compos mentis
TD
: 130/70 mmHg
Nadi
: 88 x/menit
Respirasi
: 24x/menit
Suhu aksila
: 37,8C
THT
Leher
Thoraks
Paru
Inspeksi : bentuk simetris, ukuran normal, pergerakan dinding dada
simetris, pelebaran sela iga (-), retraksi sela iga (-), penggunaan otot
bantu nafas (-)
Palpasi : pergerakan dan fremitus raba simetris
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : tak tampak iktus kordis
Palpasi : iktus kordis teraba
Perkusi :- batas kanan jantung : SIC II linea parasternal dekstra
- batas kiri jantung : SIC V linea midklavikula sinistra
Auskultasi : S1S2 reguler, tunggal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : kulit tampak normal, distensi (-), luka operasi (-)
Auskultasi : bising usus (+) menurun
Perkusi : timpani pada semua lapang abdomen
Palpasi : nyeri tekan (+), hepar & lien tidak teraba
Extremitas
Ekstremitas atas: akral hangat (+/+), edema (-/-), pembesaran KGB (-/-)
Ekstremitas bawah: hangat (+/+), edema (-/-)
Hasil
3,13 x 106/mm3
Nilai Rujukan
4,00-6,20 x 106/mm3
HGB
8,3 g/dL
11-17 g/Dl
HCT
25,6%
35-55 %
MCV
81,8 m3
80-100 m3
MCH
26,5 pg
26-34 pg
MCHC
32,4 g/dL
31-35 g/Dl
RDW
14,1%
10-16 %
PLT
295 x 103/mm3
150-400 x 103/mm3
MPV
6,0 m3
7-11 m3
PCT
0,237 %
0,200-0,500 %
PDW
10,5 %
11-18 %
WBC
20,5x 103/mm3
4-10 x 103/mm3
LYM
1,4
1,0-1,0^103/L
MON
1,6
0,1-1,0^103/L
GRA
17,7
2,0-8,0^103/L
Hasil
37 U/L
Nilai Rujukan
0-38
GLUCOSE_WAKTU
82 mg/dL
0-140
ALT/SGPT
8 U/L
0-41
ALBUMIN
2,0 g/dl
3,5-5
Hasil
29 mg/dL
Nilai Rujukan
10-50
CREATININE
1,2
0-1,3
Hasil
Distribusi usus sampai ke distal, loop usus tidak berdilatasi
Tidak ada bayangan batu opak sepanjang traktus urinarius
Tampak gambaran air fluid level yang sejajar pada beberapa loop
usus, tidak ada gambaran hearing bone
Preperitoneal fat line baik dengan psoas line sulit di nilai
Tidak ada udara bebas sub diafragma
Tulang-tulang intak
Kesan : Ileus Paralitik
Hasil
Hasil
Distribusi udara usus sampai ke distal, loop usus tidak berdilatasi
Tampak gambaran air fluid level yang sejaja beberapa loop usus,
tidak ada gambaran heraing bone
Properitoneal fat line baik dengan psoas line sulit di nilai
9
Foto Thorax PA
Gambar 4 Foto Thorax PA
Hasil
Corakan bronchovascular paru kasar, bercak infiltrate terutama di
hemithorax kanan disertai perselubungan di apex paru kanan
dengan trachea shift ke kanan
Cor: bentuk dan ukuran dalam batas normal
Sinus costophrenicus normal dan diafragma kanan elevasi
Tulang-tulang tervisualisasi intak
Kesan : TB lama aktif dengan atelektasis segmental lobus atas paru
kanan
10
1. DIAGNOSIS KERJA
Ileus paralitik
2. PENATALAKSANAAN
IP.Tx :
-
Pasang kateter
Pasang NGT
IP.Mx : Keadaan umum, tanda vital, perbaikan tanda dan gejala, pola
makan, hasil pemeriksaan penunjang.
IP.Ex :
Penjelasan mengenai penyakit dan prognosisnya, minum obat teratur,
cukup istirahat.
3. PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad sanam
Quo ad functionam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
FOLLOW UP
11
Tanggal
Perjalanan Penyakit
10/02/2016
Perawatan Hari I
mmHg
N : 82 x/i
Instruksi Dokter
IVFD RL 32 tpm
Inj.Cefriaxone 1gr/12jam/iv
(Skin test )
Metronidazole
P : 24 x/i
S : 370C
500mg/8jam/iv
Ranitidine 50mg/8jam/iv
Pasang NGT
O: SS/GK/CM
Kepala: Anemis (+), ikterus (-)
Leher : MT (-), NT (-), DVS R1
cmH2O
Pasang Kateter
Pmon : Pem. Radiologi
Foto Thorax dan Foto BNO
3 posisi
Thorax:
BP : Br. Vesikuler, BT : Rh -/- Wh -/Cor: BJ I/II murni reg
Abd: Peristaltik (+) kesan menurun ;
Ext: edema (-/-)
Lab : WBC 20.5, RBC 3.13, HGB
8.9, MON 1.6, GRA 17.5, HCT 25.6,
AST/SGOT 37, GLUCOSE_Waktu
82, ALT/SGPT 8, ALBUMIN 2.0,
UREA UV 29, CREATININE 1.2
12
TB
11/02/2016
Perawatan Hari II
T : 120/780
KU : Nyeri perut
N : 88 x/i
IVFD RL , 28 tpm
Inj.Ranitidine
50mg/8jam/iv
P : 24 x/i
S : 39 0C
Inj.Metronidazole
0,5/8jam/IV
Transfusi 2 bg PRC
O: SS/GK/CM
Kepala: Anemis (-), ikterus (-),
sianosis (-), lidah kotor
Leher : MT (-), NT (-), DVS R1
cmH2O
Thorax:
BP : Vesikuler, Rh -/- Wh -/Cor: BJ I/II murni reg
Abd: Peristaltik (+) kesan menurun
Ext: edema (-/-)
Rad BNO 3 posisi : Mendukung
suatu ileus Paralitik
Rad Foto Thorax : TB lama aktif
dengan atelektasis segmental lobus
atas paru kanan
13
IVFD RL 20 tpm
mmHg
Inj
Ranitidine
amp/12jam/iv
Inj.Metronidazole0,5
N : 92 x/i
P : 24 x/i
S : 36,6 0C
BAB
biasa,
warna
kuning
mg/8jam/IV
kecoklatan
mTransfusi 2 bg PRC
Premedikasi dexamethasone
O: SS/GC/CM
1 amp
Tanggal
Perjalanan Penyakit
13/02/2016
Perawatan Hari IV
Instruksi Dokter
14
mmHg
N : 82 x/i
P : 24 x/i
S : 370C
Pasang Kateter
Infus albumin 20% perhari
Koreksi kalium
A: Ileus Paralitik
Resume
dikatakan seperti mules dan perut terasa kaku. Awalnya rasa tidak nyaman timbul di
sekitar daerah pusar sampai akhirnya terasa nyeri di seluruh bagian perut. Awalnya
perut dikatakan tidak nyaman kemudian lama-kelamaan terasa sakit. Nyeri pada
perut tidak membaik dengan makanan ataupun diberikan minyak angin oleh pasien.
Perut juga dikatakan kembung sudah sejak 4 hari yang lalu.
Keluhan mual dan muntah juga dirasakan pasien. Muntah dikatakan hanya
sekali, keluar cairan. Keluhan demam disangkal oleh pasien. Riwayat BAB pasien
dikatakan baik sebelum 4 hari yang lalu, BAB warna kekuningan teratur tanpa
darah dan lendir, namun setelahnya dikatakan sama sekali tidak bisa BAB. Pasien
tidak bisa kentut juga sejak 4 hari yang lalu. BAK dikatakan baik warna
kekuningan, 2-3x sehari. Nafsu makan dan minum dikatakan berkurang karena
keluhan ini.
Saat ini pasien sudah bisa buang angin, nyeri perut berkurang, muntah (-),
namun masih mual, dan belum buang air besar. Pasien sementara mengkonsumsi
obat OAT 2 bulan. Riwayat sakit yang sama (-), riwayat operasi (-), Riwayat HT
(-), riwayat DM (-), riwayat sakit jantung (-), riwayat sakit ginjal
(-). Pasien
16
Mendukung suatu ileus Paralitik dan Rad Foto Thorax : TB lama aktif dengan
atelektasis segmental lobus atas paru kanan
DIAGNOSIS KERJA
Ileus paralitik
PENATALAKSANAAN
IP.Tx :
-
Pasang kateter
Pasang NGT
BAB I
PENDAHULUAN
17
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Ileus Paralitik
18
Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan dimana usus gagal atau tidak
mampu melakukan kontraksi peristaltic untk menyalurkan isinya. Ileus merupakan
kondisi dimana terjadi kegagalan neurogenic atau hilangnya peristaltik usus tanpa
adanya obstruksi mekanik.(1)
2.2 Anatomi Usus(2)
duodenum dan
19
Kira-kira 2/5 dari sisa usus halus adalah jejenum, dan 3/5 nya adalah ileum. Jejenum
terletakdi region abdominalis media sebelah kiri, sedangkan ileum enderung terletak di
region abdominalis bawah kanan. Jejenum mulai pada junctura denojejunalis dan ileum
berakhir pada juncture ileocaecalis.
Lekukan-lekukan jejenum dan ileum melekat pada dinding posterior abdomen
dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berebentuk kipas yang dikenal sebagai
mesenterium usus halus. Pangkal lipatan yang pendek melanjutkan diri sebagai
peritoneum parietal pada dinding posterior abdomen sepanjang garis berjalan ke bawah
dan ke kanan dari kiri vertebra lumbalis kedua ke daerah articulatio sacroiliaca kanan.
Akar mesenterium memungkinkan keluar dan masuknya cabang-cabang arteri vena
mesenterica superior antara kedua lapisan peritoneum yang membentuk mesenterium.
Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang sekitar 5
kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus
besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5
cm), tetapi makin dekat anus makin kecil.
Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon, dan rectum. Pada sekum terdapat
katup ileocaecal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati
sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileocaecal mengontrol aliran
kimus dari ileum ke sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon asendens, transversum,
desendens, dan sigmoid. Kolon asendens berjalan keatas dari sekum ke permukaan
inferior lobus kanan hati, menduduki region iliaca dan lumbalis kanan. Setelah
mecapai hati, kolon asendens membelok ke kiri, membentuk fleksura koli dekstra
(fleksura hepatic). Kolon transversum menyilang abdomen pada region umbilikalis
dari fleksura koli sinistra. Kolon transversum, waktu mencapai daerah limpa,
membengkok ke bawah, membentuk fleksura koli sinistra (fleksura lienalis) untuk
kemudian menjadi kolon desendens. Kolon sigmoid mulai pada pintu atas panggul.
Kolon sigmoid merupakan lanjutan kolon desendens. Ia tergantung pada ke dala
rongga pelvis dalam bentuk lengkungan. Kolon sigmoid bersatu dengan rectum di
depan sacrum. Rektum menduduki bagian posterior rongga pelvis. Rektum ke atas
dilanjutkan oleh kolon sigmoid dan berjalan turun di depan sekum, meninggalkan
20
pelvis dengan menembus dasar pelvis. Disini rectum melanjutkan diri sebagai anus
dalam perineum.
2.2.1Histologi Usus(5)
(a)
(b)
Gambar 2. (a) Histologi Usus halus dan usus besar
(b) Histologi Usus besar
Dinding usus halus dibagi kedalam empat lapisan:
1. Tunica serosa. Tunica serosa atau lapisan peritoneum tak lengkap diatas
duodenum, hampir lengkap didalam usus halus mesenterica peritoneum
bersatu pada tepi usus.
2. Tunica muscularis. Dua selubung otot polos tak bergairs membentuk
tunica muscularis usus halus. Ia paling tebal didalam duodenum dan
berkurang tebalnya kearah distal. Lapisan luarnya stratum longitudinale dan
21
22
otot longitudinalis usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga pita yang
dinamakan taenia koli. Taenia bersatu pada sigmoid distal dengan demikian rectum
mempunyai satu lapisan otot longitudinal yang lengkap. Panjang taenia lebih pendek
dari usus, hal ini menyebabkan usus tertarik dan berkerut membentuk kantong-kantong
kecil peritoneum yang berisi lemak dan melekat sepanjang taenia. Lapisan mukosa
usus besar jauh lebih tebal dari usus halus dan tidak mengandung vili atau rugae
Krypte Lieberkhunn terletak lebih dalam dan mempunyai lebih banyak sel goblet
daripada usus halus.
2.2.2 Vaskularisasi(5)
Pada usus halus, a. mesentericus superior dicabangkan dari aorta tepat dibawah
arteri seliaka. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali duodenum yang sebagian
atas duodenum adalah a. pancreaticoduodenalis superior, suatu cabang arteri
gastroduodenalis. Sedangkan setengah bawahduodenum divaskularisasi oleh a.
pancreaticoduodenalis inferior, suatu cabang a. mesenterica superior. Pembuluhpembuluh darah yang memperdarahi jejenum dan ileum dan beranastomosis satu sama
lain untuk membentuk serangkaian arcade. Bagian ileum yang terbawah juga
diperdarahi oleh a. ileocolica. Darah dikembalikan lewat v. mesentericus superior yang
menyatu dengan v. lienalis membentuk vena porta.
Pada usus besar, a. mesenterica superior memperdarahi belahan bagian kanan
(sekum, kolon asendens, dan dua pertiga proksimal kolon tranversum): (1) ileocolica,
(2) kolika dekstra, (3) kolika media, dan arteri mesenterika inferior memperdarahi
bagian kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon desendens, sigmoid, dan bagian
proksimal rectum): (1) kolika sinistra, (2) sigmoidalis, (3) rektalis superior.
2.2.3Pembuluh limfe(5)
Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan mengalirkan aliran limfe ke
atas
melalui
nodi
lymphatici
pancreaticoduodenalis
ke
nodi
lymphatici
23
Pembuluh limfe jejenum dan ileum berjalan melalui banyak nodi lymphatici
mesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici mesentericus superior yang
terletak sekitar pangkal a. mesentericus superior.
Pembuluh
limfe
sekum
berjalan
melewati
banyak
nodi
lymphatici
24
25
dari saraf vagus. Saraf ini memberi inervasi yang luas pada esophagus, lambung,
pancreas dan sedikit ke usus sampai separuh pertama bagian usus besar. Parasimpatis
sacral berasal dari segmen sacral medula spinalis kedua, ketiga, keempat dari medulla
spinalis serta berjalan melalui saraf pelvis ke separuh bagian distal usus besar. Area
sigmoid, rectum dan anus dari usus besar diperkirakan mendapat persarafan
parasimpatis yang lebih baik daripada bagian usus lainnya.
Persarafan
simpatis.
Serat-serat
simpatis
yang
berjalan
ke
traktus
gastrointestinal berasal dari medulla spinalis antara segmen T5 dan L2. Sebagian besar
preganglionic yang mempersarafi usus sesudah meninggalkan medulla, memasuki
rantai simpatis dan berjalan melalui rantai ke ganglia yang letaknya jauh, seperti
ganglion mesenterikus. Ujung-ujung saraf simpatis mensekresikan norepinefrin.
Pada umumnya, perangsangan system saraf simpatis menghambat aktivitas
dalam traktus gastrointestinal, menimbulkan banyak efek yang berlawanan yang
ditimbulkan oleh system parasimpatis.
2.2.4.3 Refleks-refleks gastrointestinal(7)
1. Refleks-refleks yang seluruhnya terjadi di dalam system saraf enteric.
Refleks-refleks tersebut mengatur sekresi gastrointestinal, peristaltic, kontraksi
campuran, efek penghambatan local dan sebagainya.
2. Refleks-refleks dari usus ke ganglia ke simpatis prevertebral dan kemudian
ke traktus gastrointestinal. Refleks ini mengirim sinyal untuk jarak yang jauh
dalam traktus gastrointestinal, seperti sinyal dari lambung untuk menyebabkan
pengosongan kolon (refleks gastrokolik), sinyal dari kolon dan usus halus
untuk menghambat motilitas lambung dan sekresi lambung (refleks
enterogastrik) dan refleks dari kolon untuk menghambat pengosongan isi ileum
ke dalam kolon (refleks kolonoileal).
3. Refleks-refleks dari usus ke medulla spinalis atau batang otak dan kemudian
kembali ke traktus gastrointestinal. Meliputi refleks mengatur aktifitas motoric
dan sekresi lambung, refleks nyeri yang menimbulkan hambatan umum pada
seluruh traktus gastrointestinal dan refleks defekasi.
26
27
30
elektrolit
(hypokalemia,
hiperkalsemia,
hipomagnesemia,
31
Trauma abdomen
32
1. Hipoalemia
2. Hiponatermia
3. Hipomagnesemia
4. Hipermagnesemia
a. Narkotika
b. Fenotiazin
c. Verapamil
d. Clozapine
e. Obat Antikolinergik
2.5 Patofisiologi
Patofisiologi dari ileus paralitik merupakan manifestasi dari terangsangnya
system saraf simpatis dimana menghambat aktifitas dalam traktus gastrointestinal,
menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan ditimbulkan oleh system
parasimpatis. Sistem simpatis menghasilkan pengaruhnya melalui dua cara: (1) pada
tahap yang kecil melalui pengaruh langsung norepinefrin pada otot polos (kecuali
muskularis mukosa, dimana ia merangsangnya), dan (2) pada tahap yang besar melalui
pengaruh inhibitorik dari norepinefrin pada neuron-neuron system saraf evterik. Jadi,
perangsangan yang kuat pada system simpatis dapatmenghambat pergerakan makanan
melalui traktus gastrointestinal.(7)
Hambatan pada system saraf parasimpatis di dalam system saraf enteric akan
menyebabkan terhambatnya pergerakan makanan pada traktus gastrointestinal, namun
tidak semua pleksus mesenterikus yang dipersarafi serat saraf parasimpatis bersifat
eksitatorik, beberapa neuron bersifat inhibitorik, ujung seratnya mensekresikan suatu
transmitter inhibitor, kemungkinan peptide intestinal vasoaktif dan beberapa peptide
lainnya.
Menurut bebrapa hipotesis, ileus pasca operasi dimediasi melalui aktivitas
hambat busur refleks tulang belakang. Secara anatomis, 3 refleks berbeda yang terlibat;
ultrashort refleks terbatas pada dinding usus, refleks pendek yang mengakibatkan
34
ganglia prevertebral, dan refleks panjang melibatkan sumsum tulang belakang. Refleks
panjang yang paling signifikan.
Respon stress bedah mengarah ke generasi sistemik endokrin dan mediator
inflamasi yang juga mempromosikan perkembangan ileus.
Penyakit/keadaan yang menimbulkan ileus paralitik dapat diklasifikasikan
seperti tercantum dibawah ini:
Refleks inhibisi dari saraf afferent; insisi pada kulit dan usus pada
operasi abdominal
35
antikolinergik,
katekolamin,
feotiazin,
antihistamin.
Opioid menurunkan akivitas dari neuron eksitatorik dan inhibisi dari
pleksus myenterikus. Selain itu, opioid juga meningkatkan tonus otot
polos usus dan menghambat gerak peristaltic terkoordinasi yang
diperlukan untuk gerakan propulsi.(8)
Opioid: efek inhibitor, blockade excitatory neurons yang mempersarafi
otot polos usus.
e) Infeksi/inflamasi. Pneumonia, emphyema, peritonitis, infeksis sistemik
berat lainnya.
-
36
2.7 Diagnosa
Pada ileus paralitik ditegakkan dengan auskultasi abdomen berupa silent
abdomen yaitu bising usus menghilang. Pada gambaran foto polos abdomen
didapatkan pelebaran udara usus halus atau besar.
a. Anamnesa
Pada anamnesa ileus paralitik sering ditemukan keluhan distensi usus, rasa
mual, dan dapat disertai muntah. Pasien kadang juga mengeluhkan tidak
bisa BAB ataupun flatus, rasa tidak nyaman di perut tanpa disertai nyeri.
b. Pemeriksaan Fisik
-Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup
kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen
harus dilihat adanya distensi, perut abdomen, hernia dan massa abdomen.
Pada pasien yang kurus tidak terlihat gerakan peristaltik.
37
-Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau
nyeri tekan, yang mencakup defence muskular involunter atau rebound
dan pembengkakan atau massa yang abnormal untuk mengetahui penyebab
ileus.
-Perkusi
Hipertimpani
-Auskultasi
Bising usus lemah atau tidak ada sama sekali (silent abdomen) dan
borborigmi.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium mungkin dapat membantu mencari kausa
penyakit. Pemeriksaan yang penting untuk dimintakan adalah leukosit
darah, kadar elektrolit, ureum, glukosa darah, dan amylase.
Radiologi
Untuk mendiagnosis pasien ileus paralitik, perlu dilakukan pemeriksaan
radiologi sebagai berikut:(9)
a. Foto polos abdomen
Ileus merupakan penyakit abdomen akut yang dapat muncul secara
mendadak yang memerlukan tindakan sesegera mungkin. Maka dari itu
38
b. Barium Enema
Barium
enema
adalah
sebuah
pemeriksaan
radiologi
dengan
39
40
tanpa titik transisi, terlihat air-fluid level. Bersifat akut, kronik, atau
intermitten. Dengan etiologi seperti gangguan neural, humoral,
metabolik, trauma, perdarahan retroperiotenal, dan fraktur spinal atau
pelvis.
Pada ileus paralitik terdapat dilatasi usus secara menyeluruh dari gaster
sampai rektum. Dilatasi usus halus dan usus besar sampai rektum
disertai retensi udara dan cairan yang banyak. Air-fluid level yang
panjang-panjang. Tidak tampak herring bone appearance.11
41
2.8 Penatalaksanaan(12)
Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif. Tindakannya
berupa dekompresi, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, mengobati kausa dan
penyakit primer dan pemberian nutrisi yang adekuat.(1) Prognosis biasanya baik,
keberhasilan dekompresi kolon dari ileus telah dicapai oleh kolonoskopi berulang .
Beberapa obat-obatan jenis penyekat simpatik (simptolitik) atau parasimpatomimetik
pernah dicoba, ternyata hasilnya tidak konsisten. Untuk dekompresi dilakukan
pemasangan pipa nasogastric (bila perlu dipasang juga rectal tube). Pemberian cairan,
koreksi gangguan elektrolit dan nutrisi parenteral hendaknya diberikan sesuai dengan
kebutuhan dan prinsip-prinsip pemberian nutrisi parenteral. Beberapa obat yang dapat
dicoba yaitu metoklopramid bermanfaat untuk gastroparesis, sisaprid bermanfaat untuk
ileus paralitik pasca operasi, dan klonidin dilaporkan bermanfaat untuk mengatasi ileus
paralitik karena obat-obatan.(1) Neostigmin juga efektif dalam kasus ileus kolon yang
tidak berespon setelah pengobatan konservatif.
a. Konservatif
b.
-
Penderita dipuasakan
c. Farmakologis
-
42
d. Operatif
-
43
di tempat tidur dengan gambaran penyakit intestinal serius atau pada pasien
trauma. Agen farmakologis, aerophagia, sepsis, dan perbedaan elektrolit juga
dapat berkontribusi untuk kondisi ini.
Kondisi kronis pada pseudo-obstruksi usus juga diamati pada pasien dengan
penyakit kolagen-vaskuler, miopati visceral, atau neuropati. bentuk kronis dari
pseudo-obstruksi melibatkan dismotilitas baik dari usus besar dan kecil.
Dismotilitas ini disebabkan hilangnya kompleks motoric yang berpindah dan
bakteri berlebih, semua hal ini bermanifestasi klinis obstruksi usus kecil.
Pemeriksaan fisik biasanya tanda perut kembung tanpa rasa sakit, namun pasien
juga bisa mempunyaigejala mirip obstruksi. Radiografi dari foto polos
abdomen mengungkapkan adanya keadaan yang terisolasi, dilatasi usus
proksimal yang membesar.
44
b. Obstruksi Mekanik(8)
Obstruksi mekanik usus dapat disebabkan oleh adhesi, volvulus, hernia,
intususepsi, benda asing, atau neoplasma. Pasien datang dengan nyeri kram
perut yang parkosismal. Pemeriksaan fisik ditemukan borborygmi betepatan
dengan kram perut. Pada pasien yang kurus, gelombang peristaltic dapat
divisualisasikan. Dengan auskultasi dapat terdengar suara bernada tinggi,
denting suara bersamaan dengan aliran peristaltic. Jika obstruksi total, pasien
mengeluhkan tidak bisa BAB. Muntah mungkin terjadi tetapi bisa juga tidak
jika katup ileocaecal kompeten dalam mencegah refluks. Tanda peritoneal
terlihat nyata jika pasien mengalami strangulasi dan perforasi.
Menegakkan diagnosis dari obstruksi usus mekanik dapat dibantu dengan
pencitraan endoskopi menggunakan kontras.
45
46
Gejala
Ileus Paralitik
Pseudo-obstruksi
Obstruksi Mekanik
Sakit perut,
kembung, mual,
konstipasi,
konstipasi, obstipasi,
muntah, konstipasi
obstipasi, mual,
mual, muntah,
muntah, anoreksia
anoreksia
Temuan
Silent abdomen,
Borborygmi,
Borborygmi,
Pemeriksaan
kembung, timpani
timpani,
timpani, gelombang
gelombang
peristaltic, bising
peristaltic, bising
usus hiperaktif,
hipoaktif, distensi,
distensi, nyeri
nyeri terlokalisasi
Fisik
terlokalisasi
Gambaran
Dilatasi usus
Bow-shaped loops in
Radiologi
dan besar,
besar yang
ladder pattern,
diafragma
terlokalisir,
berkurangnya gas
meninggi
diafragma
kolon di distal,
meninggi
diafragma agak
tinggi, air fluid level
Nyeri Usus
Distensi
Nyeri
Obstruksi
simple tinggi
Obstruksi
++
Muntah
Bising
Ketegangan
borborygmi
Usus
abdomen
+++
Meningkat
+++
Meningkat
(kolik)
+++
47
simple rendah
(kolik)
Obstruksi
++++
strangulasi
Lambat, fekal
++
+++
Tak tentu
biasanya
(terus-
meningkat
menerus
terlokalisir)
Paralitik
++++
Menurun
Oklusi
+++++
+++
+++
Menurun
Vaskuler
2.10 Prognosis(4)
Prognosis dari ileus bervariasi tergantung pada penyebab ileus itu sendiri. Bila
ileus hasil dari operasi perut, kondisi ini biasanya bersifat sementara dan berlangsung
sekitar 24-72 jam. Prognosis memburuk pada kasus-kasus tertentu dimana kematian
jaringan usus terjadi; operasi menjadi perlu untuk menghapus jaringan nekrotik. Bila
penyebab primer dari ileus cepat tertangani maka prognosis menjadi lebih baik.
48
DAFTAR PUSTAKA
1. Syamsuhidajat, R.; Dahlan, Murnizat; Jusi, Djang. Gawat Abdomen. Dalam Buku Ajar
Ilmu Bedah. Ed 2. Jakarta: EGC, 2003. Hlm. 181-192.1
2. R. Putz dan R. Pabst. Editor: Anatomi sistem pencernaan dalam Atlas Anatomi
Manusia, Sobotta Jilid 1 Edisi 21. Jakarta: EGC, 2007 h. 14
3. Indriyani M.N, Diagnosis dan Tatalaksana Ileus Obstruktif. Bagian Ilmu Bedah FK
Udayana.
4. Sudoyo A.W, Setiyohadi B. Edtor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1 Edisi ke-5.
Jakarta: Internal Publishing; 2009 h. 307
5. Guyton, A.C., Hall. J,E. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-9. Jakarta:
EGC.
6. Chahine, A.A: Intussusception. Editor: Nazer, H., Windle, M.L., Li,B.Uk., Schwarz,S.
and Altschuler, S. http://www.emedicine.com. Last updated: June 10, 2004
7. Shukia, P.C: Volvulus. Editor: DuBois, J.J, Konop, R. Picolli, D., Schwarz, S. dand
Altschuler, S. http://www.emedicine.com. Last updated: May 18, 2005
8. Price, S.A. Patofisiologi: Konsep Klinis proses-proses Penyakit. Editero: Price, S.A,
McCarty, L., Wilson. Editor terjemahan: Wijaya, Caroline. Jakarta: EGC, 1994.
9. Sutton, David. Text Book Radiology dan Imaging. Vol. 1, Second edition. Churchill
Livingstone: 2003.
49
Bandung.
50