Anda di halaman 1dari 50

IDENTITAS KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN


Nama

: Tn. H

Kelamin

: Laki-laki

No. Rekam Medik

: 133779

Alamat

: Wabuburo kabupten Bombana

Ruang perawatan

: Aminah 205

No. Telp/Hp

: 0852415793**

Lahir tanggal

: 11-08-1964

Tanggal masuk : 10 Februari 2016


Pukul

: 23:21:00

Umur

: 52 tahun

Agama

: Islam

1.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis

pada tanggal 11 Februari 2016

pukul 14.00 WITA di ruang perawatan aminah lantai 2 Rumah Sakit Ibnu Sina
Makassar.
I.

Keluhan utama
Nyeri perut
II.

Anamnesis
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang dengan keluhan nyeri di seluruh bagian perut sejak 3 bulan
yang lalu SMRS. Nyeri perut semakin lama semakin memberat. Nyeri perut dirasa
terus menerus dikatakan seperti mules dan perut terasa kaku. Awalnya rasa tidak
nyaman timbul di sekitar daerah pusar sampai akhirnya terasa nyeri di seluruh
bagian perut. Awalnya perut dikatakan tidak nyaman kemudian lama-kelamaan
terasa sakit. Nyeri pada perut tidak membaik dengan makanan ataupun diberikan

minyak angin oleh pasien. Perut juga dikatakan kembung sudah sejak 4 hari yang
lalu.
Keluhan mual dan muntah juga dirasakan pasien. Muntah dikatakan hanya
sekali, keluar cairan. Keluhan demam disangkal oleh pasien. Riwayat BAB pasien
dikatakan baik sebelum 4 hari yang lalu, BAB warna kekuningan teratur tanpa
darah dan lendir, namun setelahnya dikatakan sama sekali tidak bisa BAB. Pasien
tidak bisa kentut juga sejak 4 hari yang lalu. BAK dikatakan baik warna
kekuningan, 2-3x sehari. Nafsu makan dan minum dikatakan berkurang karena
keluhan ini.
Saat ini pasien sudah bisa buang angin, nyeri perut berkurang, muntah (-),
namun masih mual, dan belum buang air besar. Pasien sementara mengkonsumsi
obat OAT 2 bulan.
Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat sakit yang sama (-), riwayat operasi (-), Riwayat HT (-), riwayat DM (-),
riwayat sakit jantung (-), riwayat sakit ginjal (-).
Riwayat alergi : Pasien mengaku tidak memiliki alergi terhadap obat-obatan
tertentu ataupun makanan
Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada keluarga pasien yang mengeluhkan hal serupa.
Riwayat pribadi dan sosial :
Pasien seorang buruh. Biaya pengobatan menggunakan BPJS. Kesan ekonomi
kurang.

1.3 PEMERIKSAAN FISIK


Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis

pada tanggal 11 Februari 2016

pukul 14.00 WITA di ruang perawatan aminah lantai 2 Rumah sakit Ibnu Sina
Makassar.
III.

Pemeriksaan Fisik General


Tanda vital

Keadaan umum : baik

Kesadaran

: compos mentis

TD

: 130/70 mmHg

Nadi

: 88 x/menit

Respirasi

: 24x/menit

Suhu aksila

: 37,8C

Pemeriksaan fisik umum


Kepala Leher
Kepala : Normochepali, deformitas (-), tampak makula hiperpigmentasi pada
kedua pipi, batas tegas, tidak tertutup skuama tipis
Mata

: Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterus (-/-), pupil isokor,


refleks pupil (+/+)

THT

: Rhinorea (-), polip (-), othorea (-)

Leher

: Massa (-), pembesaran KGB (-)

Thoraks
Paru
Inspeksi : bentuk simetris, ukuran normal, pergerakan dinding dada
simetris, pelebaran sela iga (-), retraksi sela iga (-), penggunaan otot
bantu nafas (-)
Palpasi : pergerakan dan fremitus raba simetris
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : tak tampak iktus kordis
Palpasi : iktus kordis teraba
Perkusi :- batas kanan jantung : SIC II linea parasternal dekstra
- batas kiri jantung : SIC V linea midklavikula sinistra
Auskultasi : S1S2 reguler, tunggal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : kulit tampak normal, distensi (-), luka operasi (-)
Auskultasi : bising usus (+) menurun
Perkusi : timpani pada semua lapang abdomen
Palpasi : nyeri tekan (+), hepar & lien tidak teraba

Extremitas
Ekstremitas atas: akral hangat (+/+), edema (-/-), pembesaran KGB (-/-)
Ekstremitas bawah: hangat (+/+), edema (-/-)

1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Hasil pemeriksaan darah lengkap tanggal 10 Februari 2016
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap
Parameter
RBC

Hasil
3,13 x 106/mm3

Nilai Rujukan
4,00-6,20 x 106/mm3

HGB

8,3 g/dL

11-17 g/Dl

HCT

25,6%

35-55 %

MCV

81,8 m3

80-100 m3

MCH

26,5 pg

26-34 pg

MCHC

32,4 g/dL

31-35 g/Dl

RDW

14,1%

10-16 %

PLT

295 x 103/mm3

150-400 x 103/mm3

MPV

6,0 m3

7-11 m3

PCT

0,237 %

0,200-0,500 %

PDW

10,5 %

11-18 %

WBC

20,5x 103/mm3

4-10 x 103/mm3

LYM

1,4

1,0-1,0^103/L

MON

1,6

0,1-1,0^103/L

GRA

17,7

2,0-8,0^103/L

Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Faal Hati


Parameter
AST/SGOT

Hasil
37 U/L

Nilai Rujukan
0-38

GLUCOSE_WAKTU

82 mg/dL

0-140

ALT/SGPT

8 U/L

0-41

ALBUMIN

2,0 g/dl

3,5-5

Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Faal Ginjal


Parameter
UREA UV

Hasil
29 mg/dL

Nilai Rujukan
10-50

CREATININE

1,2

0-1,3

Hasil Pemeriksaan Radiologi ( Tanggal 11 Februari 2016)


Foto BNO 3 Posisi

gambar 1. Foto BNO posisi Supine

Hasil
Distribusi usus sampai ke distal, loop usus tidak berdilatasi
Tidak ada bayangan batu opak sepanjang traktus urinarius
Tampak gambaran air fluid level yang sejajar pada beberapa loop
usus, tidak ada gambaran hearing bone
Preperitoneal fat line baik dengan psoas line sulit di nilai
Tidak ada udara bebas sub diafragma
Tulang-tulang intak
Kesan : Ileus Paralitik

gambar 2. Foto BNO posisi Erect

Hasil

Distribusi udara usus sampai ke distal, loop usus tidak berdilatasi


Tampak bayangan air fluid level yang sejajar pada beberapa loop
usus, tidak ada gambaran hearing bone

Kesan : Mendukung suatu Ileus Paralitik


gambar 3. Foto BNO posisi RLD

Hasil
Distribusi udara usus sampai ke distal, loop usus tidak berdilatasi
Tampak gambaran air fluid level yang sejaja beberapa loop usus,
tidak ada gambaran heraing bone
Properitoneal fat line baik dengan psoas line sulit di nilai
9

Tidak ada udara bebas sub diafragma


Tulang-tulang intak
Kesan : Ileus paralitik

Foto Thorax PA
Gambar 4 Foto Thorax PA

Hasil
Corakan bronchovascular paru kasar, bercak infiltrate terutama di
hemithorax kanan disertai perselubungan di apex paru kanan
dengan trachea shift ke kanan
Cor: bentuk dan ukuran dalam batas normal
Sinus costophrenicus normal dan diafragma kanan elevasi
Tulang-tulang tervisualisasi intak
Kesan : TB lama aktif dengan atelektasis segmental lobus atas paru
kanan

10

1. DIAGNOSIS KERJA
Ileus paralitik

2. PENATALAKSANAAN
IP.Tx :
-

Terapi cairan: infus RL 20 tpm

Pasang kateter

Pasang NGT

Inj Ranitidine 1amp/12jam/iv

Inj cefriaxone 1gr/12jam/iv (Skin Test )

IP.Mx : Keadaan umum, tanda vital, perbaikan tanda dan gejala, pola
makan, hasil pemeriksaan penunjang.
IP.Ex :
Penjelasan mengenai penyakit dan prognosisnya, minum obat teratur,
cukup istirahat.
3. PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad sanam
Quo ad functionam

: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam

FOLLOW UP

11

Tanggal

Perjalanan Penyakit

10/02/2016

Perawatan Hari I

mmHg
N : 82 x/i

100/80 KU : Nyeri seluruh perut


S : demam (+) kadang-kadang.
Mual(+) , Muntah (+)

Instruksi Dokter

IVFD RL 32 tpm
Inj.Cefriaxone 1gr/12jam/iv
(Skin test )
Metronidazole

P : 24 x/i

BAB : Tidak Bab sejak 4 hari yll

S : 370C

BAK : kesan lancar

500mg/8jam/iv
Ranitidine 50mg/8jam/iv
Pasang NGT

O: SS/GK/CM
Kepala: Anemis (+), ikterus (-)
Leher : MT (-), NT (-), DVS R1
cmH2O

Pasang Kateter
Pmon : Pem. Radiologi
Foto Thorax dan Foto BNO
3 posisi

Thorax:
BP : Br. Vesikuler, BT : Rh -/- Wh -/Cor: BJ I/II murni reg
Abd: Peristaltik (+) kesan menurun ;
Ext: edema (-/-)
Lab : WBC 20.5, RBC 3.13, HGB
8.9, MON 1.6, GRA 17.5, HCT 25.6,
AST/SGOT 37, GLUCOSE_Waktu
82, ALT/SGPT 8, ALBUMIN 2.0,
UREA UV 29, CREATININE 1.2

A: Susp.Ileus Paralitik ec Peritonitis

12

TB
11/02/2016

Perawatan Hari II

T : 120/780

KU : Nyeri perut

N : 88 x/i

S : demam (+) , mual (+), muntah (+)

IVFD RL , 28 tpm
Inj.Ranitidine
50mg/8jam/iv

P : 24 x/i

BAB : Belum Bab

S : 39 0C

BAK : kesan lancar

Inj.Metronidazole
0,5/8jam/IV
Transfusi 2 bg PRC

O: SS/GK/CM
Kepala: Anemis (-), ikterus (-),
sianosis (-), lidah kotor
Leher : MT (-), NT (-), DVS R1
cmH2O
Thorax:
BP : Vesikuler, Rh -/- Wh -/Cor: BJ I/II murni reg
Abd: Peristaltik (+) kesan menurun
Ext: edema (-/-)
Rad BNO 3 posisi : Mendukung
suatu ileus Paralitik
Rad Foto Thorax : TB lama aktif
dengan atelektasis segmental lobus
atas paru kanan

13

A: Ileus paralitik ec peritonitis TB


12/02/2016

Perawatan Hari III


KU : Nyeri perut kanan atas

IVFD RL 20 tpm

:120/60 S: Demam (-) kadang-kadang, mual

mmHg

dan muntah ada tetapi berkurang

Inj

Ranitidine

amp/12jam/iv
Inj.Metronidazole0,5

N : 92 x/i
P : 24 x/i
S : 36,6 0C

BAB

biasa,

warna

kuning

mg/8jam/IV

kecoklatan

mTransfusi 2 bg PRC

BAK : kesan lancar

Premedikasi dexamethasone

O: SS/GC/CM

1 amp

Kepala : Anemis (-), ikterus (-),


sianosis (-)
Leher : MT(-), NT (-), DVS R-1
cmH2O
Thorax :
BP : Br.vesikuler, BT : Rh (-), Wh (-)
Cor: BJ I/II murni reguler
Abd: peristaltik (+) menurun,
Ext: edema (-/-)
A : Ileus paralitik

Tanggal

Perjalanan Penyakit

13/02/2016

Perawatan Hari IV

Instruksi Dokter

14

100/80 KU : Nyeri seluruh perut

mmHg

S : demam (+) kadang-kadang.

N : 82 x/i

Mual(+) , Muntah (+)

IVFD RL : DS= 1:1 28 tpm


Inj.Cefriaxone 1gr/12jam/iv
Metronidazole
500mg/8jam/iv

P : 24 x/i
S : 370C

BAB : sudah Bab sekali warna Ranitidine 50mg/8jam/iv


kuning, konsistensi encer
Pasang NGT
BAK : kesan lancar
O: SS/GK/CM

Pasang Kateter
Infus albumin 20% perhari
Koreksi kalium

Kepala: Anemis (+), ikterus (-)


Leher : MT (-), NT (-), DVS R1
cmH2O
Thorax:
BP : Br. Vesikuler, BT : Rh -/- Wh -/Cor: BJ I/II murni reg
Abd: Peristaltik (+) kesan menurun ;
Ext: edema (-/-)

A: Ileus Paralitik

Resume

Pasien atas nama Tn Hasimu, umur 52 tahun datang ke RS Ibnu sina


dengan keluhan nyeri di seluruh bagian perut sejak 3 bulan yang lalu SMRS.
Nyeri perut semakin lama semakin memberat. Nyeri perut dirasa terus menerus
15

dikatakan seperti mules dan perut terasa kaku. Awalnya rasa tidak nyaman timbul di
sekitar daerah pusar sampai akhirnya terasa nyeri di seluruh bagian perut. Awalnya
perut dikatakan tidak nyaman kemudian lama-kelamaan terasa sakit. Nyeri pada
perut tidak membaik dengan makanan ataupun diberikan minyak angin oleh pasien.
Perut juga dikatakan kembung sudah sejak 4 hari yang lalu.
Keluhan mual dan muntah juga dirasakan pasien. Muntah dikatakan hanya
sekali, keluar cairan. Keluhan demam disangkal oleh pasien. Riwayat BAB pasien
dikatakan baik sebelum 4 hari yang lalu, BAB warna kekuningan teratur tanpa
darah dan lendir, namun setelahnya dikatakan sama sekali tidak bisa BAB. Pasien
tidak bisa kentut juga sejak 4 hari yang lalu. BAK dikatakan baik warna
kekuningan, 2-3x sehari. Nafsu makan dan minum dikatakan berkurang karena
keluhan ini.
Saat ini pasien sudah bisa buang angin, nyeri perut berkurang, muntah (-),
namun masih mual, dan belum buang air besar. Pasien sementara mengkonsumsi
obat OAT 2 bulan. Riwayat sakit yang sama (-), riwayat operasi (-), Riwayat HT
(-), riwayat DM (-), riwayat sakit jantung (-), riwayat sakit ginjal

(-). Pasien

mengaku tidak memiliki alergi terhadap obat-obatan tertentu ataupun makanan.


Tidak ada keluarga pasien yang mengeluhkan hal serupa. Pasien seorang buruh.
Biaya pengobatan menggunakan BPJS. Kesan ekonomi kurang.
Pada pemeriksaan fisis di dapatkan keadaan umum baik, kesadaran
composmentis, TD 130/70 mmHg, Nadi 88 x/menit, Respirasi 24x/menit, Suhu
aksila 37,8C. Pemeriksaan Kepala-Leher dan Thorax dalam batas normal.
Pemeriksaan abdomen pada auskultasi di dapatkan bising usus (+) menurun dan
palpasi di dapatkan neyri tekan (+).

Pemeriksaan penunjang laboratorium darah lengkap di dapatkan : WBC


20.5, RBC 3.13, HGB 8.9, MON 1.6, GRA 17.5, HCT 25.6, AST/SGOT 37,
GLUCOSE_Waktu 82, ALT/SGPT 8, ALBUMIN 2.0, UREA UV 29, CREATININE
1.2. Pemeriksaan radiologi Foto BNO 3 posisi di dapatkan, Rad BNO 3 posisi :

16

Mendukung suatu ileus Paralitik dan Rad Foto Thorax : TB lama aktif dengan
atelektasis segmental lobus atas paru kanan

DIAGNOSIS KERJA
Ileus paralitik

PENATALAKSANAAN
IP.Tx :
-

Terapi cairan: infus RL 20 tpm

Pasang kateter

Pasang NGT

Inj Ranitidine 1amp/12jam/iv

Inj cefriaxone 1gr/12jam/iv (Skin Test )

BAB I
PENDAHULUAN

17

Ileus paralitik adalah keadaan dimana usus gagal/tidak mampu melakukan


kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya. Ileus paralitik ini bukan suatu penyakit
primer usus melainkan, akibat dari berbagai penyakit primer, tindakan (operasi) yang
berhubungan dengan rongga perut, toksin, dan obat-obatan yang dapat mempengaruhi
kontraksi otot polos usus.
Gerakan peristaltik merupakan suatu aktifitas otot polos usus yang
terkoordinasi dengan baik, dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti keadaan otot polos
usus, hormon-hormon intestinal, sistem saraf simpatik dan parasimpatik, keseimbangan
elektrolit dan sebagainya.
Ileus paralitik hampir selalu dijumpai pada pasien pasca operasi abdomen.
Keadaan ini biasanya hanya berlangsung antara 24-72 jam. Beratnya ileus pasca
operasi bergantung pada lamanya operasi, seringnya manipulasi usus dan lamanya usus
berkontak dengan udara luar. Pencemaran peritoneum dengan asam lambung, isi kolon,
enzim pancreas, darah, dan urin juga akan menimbulkan paralisis usus. Kelainan
peritoneal seperti retroperitoneal, terlebih lagi bila disertai fraktur vertebra sering
menimbulkan ileus paralitik yang berat. Demikian pula kelainan pada rongga dada
seperti pneumonia paru bagian bawah, empyema, dan infark miokard dapat disertai
paralisis usus. Gangguan elektrolit terutama hypokalemia merupakan penyebab yang
cukup sering.(1)

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Ileus Paralitik
18

Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan dimana usus gagal atau tidak
mampu melakukan kontraksi peristaltic untk menyalurkan isinya. Ileus merupakan
kondisi dimana terjadi kegagalan neurogenic atau hilangnya peristaltik usus tanpa
adanya obstruksi mekanik.(1)
2.2 Anatomi Usus(2)

Gambar 1. Anatomi Usus


Usus halus merupakan tabung yang kompleks, berlipat-lipat yang membentang
dari pylorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang usus halus sekitar 12
kaki (22 kaki pada cadaver akibat relaksasi). Usus ini mengisi bagian tengah dan
bawah abdomen. Ujung proksimalnya bergaris tengah sekitar 3,8 cm, tetapi semakin
kebawah lambat laun garis tengahnya berkurang sampai menjadi sekitar 2,5 cm.
Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum, dan ileum. Pembagian ini agak
tidak tepat dan didasarkan pada sedikit perubahan struktur, dan yang relative lebih
penting berdasarkan perbedaan fungsi. Duodenum panjangnya sekitae 25 cm, mulai
dari pylorus sampai kepada jejenum. Pemisahan duodenum dan jejunum ditandai oleh
ligamentum treitz, suatu pita muskulofibrosa yang berorigoa pada krus dekstra
diafragma dekat hiatus esophagus dan berinsersiopada perbatasan

duodenum dan

jejenum. Ligamentum ini berperan sebagai ligamentum suspensorium (penggantung).

19

Kira-kira 2/5 dari sisa usus halus adalah jejenum, dan 3/5 nya adalah ileum. Jejenum
terletakdi region abdominalis media sebelah kiri, sedangkan ileum enderung terletak di
region abdominalis bawah kanan. Jejenum mulai pada junctura denojejunalis dan ileum
berakhir pada juncture ileocaecalis.
Lekukan-lekukan jejenum dan ileum melekat pada dinding posterior abdomen
dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berebentuk kipas yang dikenal sebagai
mesenterium usus halus. Pangkal lipatan yang pendek melanjutkan diri sebagai
peritoneum parietal pada dinding posterior abdomen sepanjang garis berjalan ke bawah
dan ke kanan dari kiri vertebra lumbalis kedua ke daerah articulatio sacroiliaca kanan.
Akar mesenterium memungkinkan keluar dan masuknya cabang-cabang arteri vena
mesenterica superior antara kedua lapisan peritoneum yang membentuk mesenterium.
Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang sekitar 5
kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus
besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5
cm), tetapi makin dekat anus makin kecil.
Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon, dan rectum. Pada sekum terdapat
katup ileocaecal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati
sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileocaecal mengontrol aliran
kimus dari ileum ke sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon asendens, transversum,
desendens, dan sigmoid. Kolon asendens berjalan keatas dari sekum ke permukaan
inferior lobus kanan hati, menduduki region iliaca dan lumbalis kanan. Setelah
mecapai hati, kolon asendens membelok ke kiri, membentuk fleksura koli dekstra
(fleksura hepatic). Kolon transversum menyilang abdomen pada region umbilikalis
dari fleksura koli sinistra. Kolon transversum, waktu mencapai daerah limpa,
membengkok ke bawah, membentuk fleksura koli sinistra (fleksura lienalis) untuk
kemudian menjadi kolon desendens. Kolon sigmoid mulai pada pintu atas panggul.
Kolon sigmoid merupakan lanjutan kolon desendens. Ia tergantung pada ke dala
rongga pelvis dalam bentuk lengkungan. Kolon sigmoid bersatu dengan rectum di
depan sacrum. Rektum menduduki bagian posterior rongga pelvis. Rektum ke atas
dilanjutkan oleh kolon sigmoid dan berjalan turun di depan sekum, meninggalkan

20

pelvis dengan menembus dasar pelvis. Disini rectum melanjutkan diri sebagai anus
dalam perineum.
2.2.1Histologi Usus(5)

(a)

(b)
Gambar 2. (a) Histologi Usus halus dan usus besar
(b) Histologi Usus besar
Dinding usus halus dibagi kedalam empat lapisan:
1. Tunica serosa. Tunica serosa atau lapisan peritoneum tak lengkap diatas
duodenum, hampir lengkap didalam usus halus mesenterica peritoneum
bersatu pada tepi usus.
2. Tunica muscularis. Dua selubung otot polos tak bergairs membentuk
tunica muscularis usus halus. Ia paling tebal didalam duodenum dan
berkurang tebalnya kearah distal. Lapisan luarnya stratum longitudinale dan

21

lapisan didalamnya stratum circulare. Yang terakhir membentuk massa


dinding usus. Pleksus myentericus saaf (Auerbach) dan saluran limfe
terletak diantara kedua lapisan otot.
3. Tunica submucosa. Tunia submucosa terdiri dari jaringan ikat longgat
yang terletak diantara tunika muskularis dan lapisan tipis lamina muskularis
mukosa yang terletak dibawah mukosa. Dalam ruangan ini berjalan jalinan
pembuluh darah halus dan pembuluh limfe. Di samping itu, ditemukan pula
neuroplexus meissner.
4. Tunica mucosa. Tunica mukosa usus halus kecuali pars superior duodenum
tersusun dalam lipatan sirkular tumpang tindih yang berinterdigitasi seara
transversa. Masing-masing lipatan ini ditutup dengan benjolan dan villi.
Usus halus ditandai oleh adanya tiga struktur yang sangat menambah luas
permukaan dan membantu fungsi absorpsi yang merupakan fungsi utamanya:
1. Lapisan mukosa dan submukosa membentuk lipatan-lipatan sirkular yang
dinamakan valvula conniventes (lipatan Kerckringi) yang menonjol ke dalam
lumen sekitar sampai 10 mm. Lipatan-lipatan ini nyata pada duodenum dan
jejenum dan menghilang dekat pertengahan ileum. Adanya lipatan-lipatan ini
menyerupai bulu pada radiogram.
2. Vili merupakan tonjolan-tonjolan seperti jari-jari dari mukosa yang jumlahnya
sekitar 4 atau 5 juta dan terdapat di sepanjang usus halus. Villi panjangnya 05
sampai 1 mm (dapat dilihat dengan mata telanjang) dan menyebabkan
gambaran mukosa menyerupai beludru.
3. Mikrovili merupakan tonjolan menyerupai jari-jari dengan panjang sekitar 1
pada permukaan luar setiap villus. Mikrovili terlihat dengan mikroskop
electron dan tampak sebagai brush-border pada mikroskop cahaya.
Bila lapisan permukaan usus halus ini rata maka luas permukaannya hanyalah
sekitar 2 cm2. Valvula konniventes, vili, dan mikrovili bersama-sama menambah luas
permukaan absorpsi sampai 2 juta cm2 yaitu meningkat seribu kali lipat.
Usus besar memiliki empat lapisan morfologik seperti juga bagian usus
lainnya. Akan tetapi ada beberapa gambaran yang khas pada usus besar saja. Lapisan

22

otot longitudinalis usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga pita yang
dinamakan taenia koli. Taenia bersatu pada sigmoid distal dengan demikian rectum
mempunyai satu lapisan otot longitudinal yang lengkap. Panjang taenia lebih pendek
dari usus, hal ini menyebabkan usus tertarik dan berkerut membentuk kantong-kantong
kecil peritoneum yang berisi lemak dan melekat sepanjang taenia. Lapisan mukosa
usus besar jauh lebih tebal dari usus halus dan tidak mengandung vili atau rugae
Krypte Lieberkhunn terletak lebih dalam dan mempunyai lebih banyak sel goblet
daripada usus halus.
2.2.2 Vaskularisasi(5)
Pada usus halus, a. mesentericus superior dicabangkan dari aorta tepat dibawah
arteri seliaka. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali duodenum yang sebagian
atas duodenum adalah a. pancreaticoduodenalis superior, suatu cabang arteri
gastroduodenalis. Sedangkan setengah bawahduodenum divaskularisasi oleh a.
pancreaticoduodenalis inferior, suatu cabang a. mesenterica superior. Pembuluhpembuluh darah yang memperdarahi jejenum dan ileum dan beranastomosis satu sama
lain untuk membentuk serangkaian arcade. Bagian ileum yang terbawah juga
diperdarahi oleh a. ileocolica. Darah dikembalikan lewat v. mesentericus superior yang
menyatu dengan v. lienalis membentuk vena porta.
Pada usus besar, a. mesenterica superior memperdarahi belahan bagian kanan
(sekum, kolon asendens, dan dua pertiga proksimal kolon tranversum): (1) ileocolica,
(2) kolika dekstra, (3) kolika media, dan arteri mesenterika inferior memperdarahi
bagian kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon desendens, sigmoid, dan bagian
proksimal rectum): (1) kolika sinistra, (2) sigmoidalis, (3) rektalis superior.

2.2.3Pembuluh limfe(5)
Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan mengalirkan aliran limfe ke
atas

melalui

nodi

lymphatici

pancreaticoduodenalis

ke

nodi

lymphatici

gastroduodenalis ke nodi lymphatici mesentericus superior sekitar pangkal a.


mesenterica superior.

23

Pembuluh limfe jejenum dan ileum berjalan melalui banyak nodi lymphatici
mesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici mesentericus superior yang
terletak sekitar pangkal a. mesentericus superior.
Pembuluh

limfe

sekum

berjalan

melewati

banyak

nodi

lymphatici

mesentericusdan akhirnya mencapai nodi lymphatici mesentericus superior.


Pembuluh limfe untuk kolon mengalirkan cairan limfe ke kelenjar limfe yang
terletak di sepanjang perjalanan arteri vena kolika. Untuk kolon asendens dan dua
pertiga dari kolon transversum cairan limfenya akan masuk ke nodi lymphatici
mesentericus superior, sedangkan yang berasal dari sepertiga distal kolon transversum
dan kolon desendens akan masuk ke nodi lymphatici mesentericus inferior.
2.2.4. Persarafan Usus(5)
Saraf-saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus) dari
pleksus mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Sedangkan saraf untuk jejenum
dan ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus) dari pleksus
mesentericus superior. Rangsangan parasimpatis merangsang aktivitas sekresi dan
pergerakan sedangkan rangsangan simpatis menghambat pergerakan usus. Serabutserabut sensorik system simpatis menghantarkan nyeri, sedangkan serabut-serabut
parasimpatis mengatur reflex usus. Suplai saraf instrinsik, yang menimbulkan fungsi
motoric, berjalan melalui pleksus Auerbach yang terletak dalam muskularis dan
pleksus Meissner di lapisan submukosa.
Persarafan usus besar dilakukan oleh system saraf otonom dengan pengecualian
sfingter eksterna yang berada dibawah control volunteer. Sekum, appendiks, dan kolon
asendens dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan parasimpatis nervus vagus dari
pleksus saraf mesentericus superior. Pada kolon transversum dipersarafi oleh saraf
simpatis nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan dari pleksus mesentericus superior
dan inferior. Serabut-serabut nervus vagus hanya mempersarafi duapertiga proksimal
kolon transversum; sepertiga distal dipersarafi oleh saraf parasimpatis nervus pelvikus.
Sedangkan pada kolon descendens dipersarafi serabut-serabut simpatis dari pleksus
saraf mesentericus inferior dan saraf parasimpatis nervus pelvikus. Perangsangan

24

simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi, serta perangsangan


sfingter rectum, sedangkan perangsangan parasimpatis mempunyai efek berlawanan.
2.2.4.1Kontrol saraf terhadap fungsi gastrointestinal(7)
Sistem gastrointestinal memiliki system persarafan sendiri yang disebut system
saraf enteric. Sistem ini seluruhnya terletak di dinding usus, mulai dari esophagus dan
memanjang sampai ke anus. Jumlah neuron pada system enteric ini sekitar 100 juta,
hampir sama dengan jumlah keseluruhan pada medulla spinalis; hal ini menunjukkan
pentingnya system enteric untuk mengatur fungsi gastrointestinal.
Sistem enteric terutama terdiri atas dua pleksus, satu pleksus bagian luar yang
terletak diantara lapisan otot longitudinal dan sirkular, disebut pleksus Mienterikus
atau pleksus Auerbach, dan pleksus bagian dalam, disebut pleksus submukosa atau
pleksus Meissner, yang terletak di dalam submukosa. Pleksus Mienterikus terutama
mengatur pergerakan gastrointestinal dan pleksus submukosa terutama mengatur
sekresi gastrointestinal dan aliran darah local.
Kedua pleksus tersebut berhubungan dengan serat-serat simpatis dan
parasimpatis. Walaupun system saraf enteric dapat berfungsi dengan sendirinya, tidak
bergantung pada saraf-saraf ektrinsik ini, perangsangan oleh system parasimpatis dan
simpatis dapat mengaktifkan atau mengambat fungsi gastrointestinal lebih lanjut.
Ujung-ujung saraf simpatis berasal dari epithelium gastrointestinal atau dinding
usus dan kemudian mengirimkan serat-serat afferent ke kedua system enteric juga ke
ganglia paravertebral dari system saraf simpatis, beberapa berjalan melalui saraf
simpatis ke medulla spinalis dan yang lainnya berjalan melalui saraf vagus ke batang
otak. Saraf-saraf sensoris ini mengadakan refleks-refleks local didalam usus itu sendiri
dan refleks-refleks lain yang disiarkan kembali ke usus baik dari ganglia pravertebra
maupun dari daerah basal system saraf pusat.
2.2.4.2 Pengaturan otonom traktus gastrointestinal(7)
Persarafan parasimpatis. Persarafan parasimpatiss ke usus dibagi atas divisi
cranial dan divisi sacral. Kecuali untuk beberapa serat parasimpatis di regio mulut dan
faring dari saluran penernaan, parasimpatis divisi cranial hampir seluruhnya berasal

25

dari saraf vagus. Saraf ini memberi inervasi yang luas pada esophagus, lambung,
pancreas dan sedikit ke usus sampai separuh pertama bagian usus besar. Parasimpatis
sacral berasal dari segmen sacral medula spinalis kedua, ketiga, keempat dari medulla
spinalis serta berjalan melalui saraf pelvis ke separuh bagian distal usus besar. Area
sigmoid, rectum dan anus dari usus besar diperkirakan mendapat persarafan
parasimpatis yang lebih baik daripada bagian usus lainnya.
Persarafan

simpatis.

Serat-serat

simpatis

yang

berjalan

ke

traktus

gastrointestinal berasal dari medulla spinalis antara segmen T5 dan L2. Sebagian besar
preganglionic yang mempersarafi usus sesudah meninggalkan medulla, memasuki
rantai simpatis dan berjalan melalui rantai ke ganglia yang letaknya jauh, seperti
ganglion mesenterikus. Ujung-ujung saraf simpatis mensekresikan norepinefrin.
Pada umumnya, perangsangan system saraf simpatis menghambat aktivitas
dalam traktus gastrointestinal, menimbulkan banyak efek yang berlawanan yang
ditimbulkan oleh system parasimpatis.
2.2.4.3 Refleks-refleks gastrointestinal(7)
1. Refleks-refleks yang seluruhnya terjadi di dalam system saraf enteric.
Refleks-refleks tersebut mengatur sekresi gastrointestinal, peristaltic, kontraksi
campuran, efek penghambatan local dan sebagainya.
2. Refleks-refleks dari usus ke ganglia ke simpatis prevertebral dan kemudian
ke traktus gastrointestinal. Refleks ini mengirim sinyal untuk jarak yang jauh
dalam traktus gastrointestinal, seperti sinyal dari lambung untuk menyebabkan
pengosongan kolon (refleks gastrokolik), sinyal dari kolon dan usus halus
untuk menghambat motilitas lambung dan sekresi lambung (refleks
enterogastrik) dan refleks dari kolon untuk menghambat pengosongan isi ileum
ke dalam kolon (refleks kolonoileal).
3. Refleks-refleks dari usus ke medulla spinalis atau batang otak dan kemudian
kembali ke traktus gastrointestinal. Meliputi refleks mengatur aktifitas motoric
dan sekresi lambung, refleks nyeri yang menimbulkan hambatan umum pada
seluruh traktus gastrointestinal dan refleks defekasi.

26

2.3 Fisiologi Usus(5)


Usus halus mempunyai dua fungsi utama: pencernaan dan absorpsi bahanbahan nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung oleh kerja
ptyalin, asam klorida, dan pepsin terhadap makanav yang masuk. Proses dilajutka di
dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim prankreas yang menghidrolisis
karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Adanya
bikarbonat dalam secret pancreas membantu menetralkan asam dan memberikan pH
optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi empedu dari hati membantu proses
pencernaan dengan mengemulsi lemak sehingga memberikan permukaan lebih luas
bagi kerja lipase pancreas.
Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah usus
(sukus enterikus). ba). baak diantara enzim-enzim ini terdapat pada brush-border vili
dan mencernakan zat-zat makanan sambil diabsorpsi.
Isi usus digerakkan oleh peristalsis yang terdiri atas dua jenis gerakan yaitu
segmental dan peristaltic yang diatur oleh system saraf otonom dan hormone.
Pergerakan segmental usus halus mencampur zat-zat yang dimakan dengan secret
pancreas, hepatobiliar, dan sekresi usus, dan pergerakanperistaltik mendorong isi dari
salah satu ujung ke ujung lain dengan kecepatan yang sesuai untuk absorpsi optimal
dan suplai kontinu isi lambung.
Dalam proses motilitas terjadi dua gerakan yaitu:
1. Gerakan propulsive, yaitu gerakan mendorong atau memajukan isi saluran
pencernaan sehingga berpindah tempat ke segmen berikutnya, dimana
gerakan ini pada setiap segmen akan berbeda tingkat kecepatannya sesuai
dengan fungsi dari regio saluran pencernaan, contohnya gerakan propulsive
yang mendorong makanan melalui esophagus berlangsung cepat tapi
sebaliknya di usus halus tempat utama berlangsungnya pencernaan dan
penyerapan makanan bergerak sangat lambat.

27

2. Gerakan mencampur, gerakan ini mempunyai 2 fungsi yaitu mencampur


makanan dengan getah pencernaan dan mempermudah penyerapan pada
usus.
Absorpsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pencernaan karbohidrat,
lemak, dan protein (gula sederhana, asam-asam lemak dan asam-asam amino) melalui
dinding usus ke sirkulasi darah dn limfe untuk digunakan ke seluruh sel pada tubuh.
Selain itu, air, elektrolit, dan vitamin juga diabsorpsi. Absorpsi berbagai zat
berlangsung dengan mekanisme transport aktif dan pasif yang sebagian kurang
dimengerti.
Lemak dalam bentuk trigliserida dihidrosa oleh ezim lipase pankreas:
hasilnya bergabung dengan garam empedu membentuk misel. Misel kemudian
memasuki membrane sel secara pasif dengan difusif, kemudian mengalami disagregasi,
melepaslkan garam empedu yang kembali ke dalam lumen usus dan asam lemak serta
monogliserida ke dalam sel. Sel kemudian membentuk kembali trigliserida dan
digabungkan dengan kolesterol, fosfolipid, dan apoprotein untuk membentuk
kilomikron, yang keluar dari dari sel dan memasuki lacteal. Asam lemak kecil dapat
memasuki kapiler dan secara langsung menuju ke vena porta. garam empedu
diabsorbsi ke dalam sirkulasi enterohepatik dalam ileus distalis. Dari kumpulan 5 gram
empedu yang memasuki kantong empedu, sekitar 0,5 gram hilang setiap hari;
kumpulan ini bersirkulasi ulang 6 kali dalam 24 jam.
Protein oleh asam lambung di denaturasi, pepsin memulai proses
proteolisis. Enzim protease pancreas (tripsinogen yang diaktifkan oleh enterokinase
menjadi tripsin, dan endopeptidase, eksopeptidase) melanjutkan proses pencernaan
protein, menghasilkan asam amino dan 2 sampai 6 residu peptide. Transpor aktif
membawa dipeptide dan tripeptida ke dalam sel untuk diabsorpsi.
Karbohidrat, metabolisme awalnya dimulai dengan menghidrolisis pati
menjadi maltose (atau isomaltosa), yang merupakan disakarida. Kemudian disakarida
ini, bersama dengan disakarida utama lain, laktosa dan sukrosa, dihidrolisis menjadi
monosakarida glukosa, galaktosa, dan fruktosa. Enzim lactase, sukrase, maltase, dan
28

isimaltase untuk pemecahan disakarida terletak di dalam mikrovili brush-border sel


epitel. Disakarida ini dicerna menjadi monosakarida sewaktu berkontak dengan
mikrovili ini sewaktu mereka berdifusi ke dalam mikrovili. Produk pencernaan,
moosakarida, glukosa, galaktosa, dan fruktosa, kemudion segera diabsorpsi ke dalam
darah porta.
Air dan elektrolit, cairan empedu, cairan lambung, saliva, dan cairan
duodenum menyokong sekitar 8-10 L/hari cairan tubuh, kebanyakan diabsorpsi. Air
secara osmotic dan secara hidrostatik diabsorpsi atau melalui difusi pasif. Natrium dan
klorida diabsorbsi dengan pemasangan zat terlarut organic atau secara transportas aktif.
Bikarbonat diabsorpsi secara pertukaran natrium/hydrogen. Kalsium diabsorpsi melalui
transportasi aktif dalam duodenum dan jejenum, dipercepat oleh hormon parathormon
dan vitamin D. kalium diabsorpsi difusi pasif.
Usus besar mempunyai beragai fungsi yang semuanya berkaitan dengan
proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorpsi air
dan elektrolit, yang sudah hampir lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon sigmoid
berfungsi sebagai reservoir yang menampuvg massa feses yang sudah dehidrasi sampai
defekasi berlangsung.
Kolon mengabsorpsi air, natirum, klorida, dan asam lemak rantai pendek
serta mengeluarkan kalium dan bikarbonat. Hal tersebut membantu menjaga
keseimbangan air dan elektrolit dan mencegah dehidrasi. Menerima 900-1500 ml/hari,
semua, kecuali 100-200 ml diabsorpsi, paling banyak di proksimal. Kapasitas sekitar 5
liter/hari.
Gerakan retrograde dari kolon memperlambat transit materi dari kolon
kanan, meningkatkan absorpsi. Kontraksi segmental merupakan pola yang paling umu,
mengisolasi segmen pendek dari kolon, kontraksi ini menurun oleh antikolinergik,
meningkat oleh makanan, kolinergik. Gerakan massa merupakav pola yang kurang
umum, pendorong antegrad melibatkan segmen panjang 0,5-1 cm/detik, 20-30 detik
panjang, tekanan 100-200 mmHg, toga sampai empat klai sehari, terjadi dengan
defekasi.
29

Sepertiga berat feses kering adalah bakteri; 10 11-1012/gram. Anaerob >


aerob. Bakteriodes paling umum, Escherichia coli berikutnya. sumber penting vitamin
K. Gas kolon berasal dari udara yang ditelan, difusi dari darah, produksi intralumen.
Nitrogen, oksigen, karbon dioksida, hydrogen, metan. Bakteri membentuk hydrogen
dan metan dari protein dan karbohidrat yang tidak tercerna. Normalnya 600 ml/hari.
Fungsi motorik pada saluran pencernaan tergantung pada kontraksi sel otot
polos dan integrasi dan modulasi oleh saraf enteric dan ektrinsik. Kontraksi yang,
terjadi sepanjang saluran pencernaan dikendalikan oleh myogenic, mekanisme saraf
dan kimia. Kekacauan mekanisme yang mengatur fungsi motoric pencernaan dapat
menyebabkan motilitas usus berubah.
1. Neurogenik. Modulator modilitas gastrointestinal meliputi system saraf
pusat (SSP), saraf otonom, dan system saraf enteric (ENS). ENS
merupakan cabang bebas dari system saraf perifer, terdiri dari sekitar
100 juta neuron dibagi dalam dua pleksus ganglion. Pleksus myenteric
yang lebih besar, juga dikenal sebagai pleksus Auerbach, terletak
diantara lapisan otot longitudinal dan sirkluer dari externa muskulasis;
pleksus ini berisi neuron yang bertanggung jawab atas motilitas
gastrointestinal dan regulasi output enzimatik dari organ-organ yang
berdekatan. Pleksus submukosa yang lebih kecil disebut sebagai pleksus
Meissner. ENS berhubungansung dengan sel otot polos, tetapi juga
memainkan eran penting dalam fungsi aferen visceral.
2. Myogenic. Mekanisme kontrol termasukfaktor yang terlibat dalam
mengatur aktivitas listrik dihasilkan oleh sel otot polos pada saluran
pencernaan. Sebuah komponen penting dari system control myogenic
adalah kegiatan pacu listrik yang berasal dari sel-sel intertisiel dari
Cajal (ICC). ICC membentuk system alat pacu jantung nonneural
terletak diantara lapisan otot sirkuler dan longitudinal dari usus kecil.
Yang mana-mana gelombang lambat dari usus kecil, biasanya disebut
sebagai aktivitas control listrik (ECA) dan potensi perintis (PP), berasal

30

dari jaringan ICC berhubungan dengan pleksus Auerbach. Selain


mengahasilkan alat pacu jantung kegiatan, ICC tamak berfungsi sebagai
perantara antara neurogenic (ENS) dan myogenic system control karena
mereka secara luas dipersarafi dan berada di dekat sel otot polos
gastrointestinal.
3. Kimia.

Kontrol mengacu pada pengamatan kontraksi otot polos

gastrointestinal selama periode depolarisasi dari membrane potensial,


hanya terjadi jika ada neurotransmitter seperti asetilkolin. Jarak
terjadinya kontraksi tergantung dari banyaknya panjang dari segmen
neurokimia bersebelahan yang diaktifkan.
4. Kontrol saraf ekstrinsik dari fungsi motoric gastrointestinal dapat
dibagi lagi menjadi aliran parasimpatis kranial dan sacral dan pasokan
torakolumbalis simpatik. Saraf kreanial terutama melalui saraf vagus,
yang mempersarafi saluran pencernaan dari lmabung ke usus besar
kanan dan terdiri dari serat preganglionic kolinergik yang bersinaps
dengan ENS. pasokan serat simpatis ke perut dan usus kecil muncul dari
tingkat T5 sampai T10 dari kolon intermediolateral sumsum tulang
belakang. Celiac prevertebral, mesenterika superior, dan mesenterika
inferiorganlia simpatis memainkan peran penting dalam integrasi impuls
aferen antara usus dan SSP.

2.4 Etiologi Ileus Paralitik(8)


Ileus pada pasien rawat inap ditemukan pada: (1) proses intraabdominal
seperti pembedahan perut dan saluran cerna atau iritasi dari peritoneal (peritonitis,
pankreatitis, perdarahan); (2) sakit berat seperti pneumonia, gangguan pernafasan yang
memerlukan intubasi, sepsis, atau infeksi berat, uremia, diabetes ketoasidosis, dan
ketidakseimbangan

elektrolit

(hypokalemia,

hiperkalsemia,

hipomagnesemia,

hipofosfatemia); dan (3) obat-obatan yang memperngaruhi motilitas usus (opioid,

31

antikolinergik, fenotiazine). Setelah pembedahan, usus halus biasanya pertama kali


yang kembali normal (beberapa jam), diikuti lambung (24-48 jam) dan kolon (48-72
jam.
Ileus terjadi karena hipomotilitas dari saluran pencernaan tanpa adanya
obstruksi usus mekanik. Diduga, otot dinding usus terganggu dan gagal untuk
mengangkut isi usus. Kurangnya tindakan pendorong terkoordinasi menyebabkan
akumulasi gas dan cairan dalam usus. Meskipun ileus disebabkan banyak faktor,
keadaan pasca operasi adalah keadaan umum untuk terjadinya ileus. Memang, ileus
merupakan konsekuensi yang diharapkan dari pembedahan perut. Fisiologisnya ileus
kembali normal spontan dalam 2-3 hari, setelah motilitas sigmoid kembali normal.
Ileus yang berlangsung selama lebih dari 3 hari setelah operasi dapat disebut ileus
adynamic atau ileus paralitik pasca operasi. Sering, ileus terjadi setelah operasi
intraperitoneal, tetapi mungkin terjadi setelah pembedahan retroperitoneal dan
extraabdominal. Durasi terpanjang dari ileus tercatat terjadi setelah pembedahan kolon.
Laparoskopi reseksi usus dikaitka dengan jangka waktu yang lebih singkat daripada
reseksi kolon ileus terbuka.
Konsekuensi klinis pasca operasi dapat mendalam. Pasien dengan ileus
merasa tidak nyaman dan sakit, dan akan meningkatkan resiko komplikasi paru. Ileus
juga meningkatkan katabolisme karena gizi buruk. Secara keseluruhan, ileus
meningkatkan biaya perawatan medis karena memperpanjang rawat inap di rumah
sakit.(8)

Beberapa penyebab terjadinya ileus:

Trauma abdomen

Pembedahan perut (laparotomy)

Serum elektrolit abnormalitas

32

1. Hipoalemia
2. Hiponatermia
3. Hipomagnesemia
4. Hipermagnesemia

Infeksi, inflamasi atau iritasi (empedu, darah)


1. Intrathorax
a. Pneumonia
b. Lower lobus tulang rusuk patah
c. Infark miokard
2. Intrapelvic (misalnya PID)
3. Rongga perut
a. Appedicitis
b. Divertikulitis
c. Nefrolithiasis
d. Kolesistitis
e. Pankreatitis
f. Perforasi ulkus duodenum
4. Iskemia usus (mesenterika emboli, thrombosis iskemia)
5. Cedera tulang
6. Pengobatan
33

a. Narkotika
b. Fenotiazin
c. Verapamil
d. Clozapine
e. Obat Antikolinergik

2.5 Patofisiologi
Patofisiologi dari ileus paralitik merupakan manifestasi dari terangsangnya
system saraf simpatis dimana menghambat aktifitas dalam traktus gastrointestinal,
menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan ditimbulkan oleh system
parasimpatis. Sistem simpatis menghasilkan pengaruhnya melalui dua cara: (1) pada
tahap yang kecil melalui pengaruh langsung norepinefrin pada otot polos (kecuali
muskularis mukosa, dimana ia merangsangnya), dan (2) pada tahap yang besar melalui
pengaruh inhibitorik dari norepinefrin pada neuron-neuron system saraf evterik. Jadi,
perangsangan yang kuat pada system simpatis dapatmenghambat pergerakan makanan
melalui traktus gastrointestinal.(7)
Hambatan pada system saraf parasimpatis di dalam system saraf enteric akan
menyebabkan terhambatnya pergerakan makanan pada traktus gastrointestinal, namun
tidak semua pleksus mesenterikus yang dipersarafi serat saraf parasimpatis bersifat
eksitatorik, beberapa neuron bersifat inhibitorik, ujung seratnya mensekresikan suatu
transmitter inhibitor, kemungkinan peptide intestinal vasoaktif dan beberapa peptide
lainnya.
Menurut bebrapa hipotesis, ileus pasca operasi dimediasi melalui aktivitas
hambat busur refleks tulang belakang. Secara anatomis, 3 refleks berbeda yang terlibat;
ultrashort refleks terbatas pada dinding usus, refleks pendek yang mengakibatkan

34

ganglia prevertebral, dan refleks panjang melibatkan sumsum tulang belakang. Refleks
panjang yang paling signifikan.
Respon stress bedah mengarah ke generasi sistemik endokrin dan mediator
inflamasi yang juga mempromosikan perkembangan ileus.
Penyakit/keadaan yang menimbulkan ileus paralitik dapat diklasifikasikan
seperti tercantum dibawah ini:

Kausa Ileus Paralitik


a) Neurogenik. Pasca operasi, kerusakan medulla spinalis, keracunan
timbal, kolik ureter, iritasi persarafan splanknikus, pankreatitis.
-

Refleks inhibisi dari saraf afferent; insisi pada kulit dan usus pada
operasi abdominal

Refleks inhibisi dari saraf efferent; menghambat pelepasan


neurotransmitter asetilkolin(8)

b) Metabolik. Gangguan keseimbangan elektrolit (terutama hypokalemia),


uremia, komplikasi DM, penyakit sistemik seperti SLE, sclerosis
multipel.
c) Hormonal. Kolesistokinin, disekresi oleh sel I dalam muksa duodenum
dan jejenum terutama sebagai respon terhadap adanya pemecahan
produk lemak, asam lemak, dan monogliserida di dalam usus.
Kolesistokinin mempunya efek yang kuat dalam meningkatkan
kontraktilitas kandung empedu, jadi mengeluarkan empedu kedalam usus
halus dimana empedu kemudian memainkan peranan penting dalam
mengemulsikan substansi lemak sehingga mudah dicerna dan diabsorpsi.
Kolesistokinin juga menghambat motilitas lambung secara sedang. Oleh
karena itu disaat bersamaan dimana hormon ini menyebabkan

35

pengosongan makanan dari lambung untuk memberi waktu yang adekuat


supaya terjadi pencernaan lemak di traktus gastrointestinal bagian atas.
Hormon lainnya seperti sekretin dan peptide penghambat asam lambung
juga memiliki fungsi yang sama seperti kolesistokinin namun sekretin
berperan sebagai respons dari getah asam lambung dan peptide
penghambat asam lambung sebagai respons terhadap asam lemak dan
asam amino.(7)
d) Obat-obatan.Narkotik,

antikolinergik,

katekolamin,

feotiazin,

antihistamin.
Opioid menurunkan akivitas dari neuron eksitatorik dan inhibisi dari
pleksus myenterikus. Selain itu, opioid juga meningkatkan tonus otot
polos usus dan menghambat gerak peristaltic terkoordinasi yang
diperlukan untuk gerakan propulsi.(8)
Opioid: efek inhibitor, blockade excitatory neurons yang mempersarafi
otot polos usus.
e) Infeksi/inflamasi. Pneumonia, emphyema, peritonitis, infeksis sistemik
berat lainnya.
-

Makrofag: melepaskan proinflammatory cytokines (NO)

Prostaglandin inhibisi kontraksi otot polos usus

2.6 Manifestasi klinik(10,12)


Ileus paralitik ditandai oleh tidak adanya gerakan usus yang disebabkan oleh
penghambatan neuromuskuler dengan aktivitas simpatik yang berlebihan. Sangat
umum, terjadi setelah semua prosedur, gerakan usus akan kembali normal pada: usus
kecil 24 jam, lambung 48 jam, kolon 3-5 hari.

36

Pasien ileus paralitik akan mengeluh perutnya kembung (abdominal distention),


anoreksia, mual, dan obstipasi. Muntah munkin ada, mungkin pula tak ada. Keluhan
perut kembung pada ileus paralitik ini perlu dibedakan dengan keluhan perut kembung
pada ileus obstruksi. Pasien ileus paralitik mempunyai keluhan perut kembung, tidak
disertai nyeri kolik abdomen yang paroksismal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya distensi abdomen, perkusi timpani
dengan bising usus yang lemah dan jarang bahkan dapat tidak terdengar sama sekali.
Pada palpasi, pasien hanya menyatakan perasaan tidak enak pada perutnya. Tidak
ditemukan adanya rekasi peritoneal (nyeri tekan dan nyeri lepas negative). Apabila
penyakit primernya peritonitis, manifestasi klinis yang ditemukan adalah gambaran
peritonitis.(1)

2.7 Diagnosa
Pada ileus paralitik ditegakkan dengan auskultasi abdomen berupa silent
abdomen yaitu bising usus menghilang. Pada gambaran foto polos abdomen
didapatkan pelebaran udara usus halus atau besar.
a. Anamnesa
Pada anamnesa ileus paralitik sering ditemukan keluhan distensi usus, rasa
mual, dan dapat disertai muntah. Pasien kadang juga mengeluhkan tidak
bisa BAB ataupun flatus, rasa tidak nyaman di perut tanpa disertai nyeri.
b. Pemeriksaan Fisik
-Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup
kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen
harus dilihat adanya distensi, perut abdomen, hernia dan massa abdomen.
Pada pasien yang kurus tidak terlihat gerakan peristaltik.
37

-Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau
nyeri tekan, yang mencakup defence muskular involunter atau rebound
dan pembengkakan atau massa yang abnormal untuk mengetahui penyebab
ileus.
-Perkusi
Hipertimpani
-Auskultasi
Bising usus lemah atau tidak ada sama sekali (silent abdomen) dan
borborigmi.

c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium mungkin dapat membantu mencari kausa
penyakit. Pemeriksaan yang penting untuk dimintakan adalah leukosit
darah, kadar elektrolit, ureum, glukosa darah, dan amylase.
Radiologi
Untuk mendiagnosis pasien ileus paralitik, perlu dilakukan pemeriksaan
radiologi sebagai berikut:(9)
a. Foto polos abdomen
Ileus merupakan penyakit abdomen akut yang dapat muncul secara
mendadak yang memerlukan tindakan sesegera mungkin. Maka dari itu

38

pemeriksaan abdomen harus dilakukan secara segera tanpa perlu


persiapan. Pada kasus abdomen akut diperlukan pemeriksaan 3 posisi,
yaitu posisi terlentang (supine): sinar dari arah vertikal, dengan proyeksi
AP duduk atau setengah duduk atau berdiri, bila memungkinkan,
dengan sinar horizontal proyeksi AP. Tiduran miring ke kiri (left lateral
decubitus), dengan arah horizontal, proyeksi AP. Sebaiknya pemoteretan
dibuat dengan memakai kaset film yang dapat mencakup seluruh
abdomen beserta dindingnya.
Hal-hal yang penting dapat dinilai dari foto abdomen:
1. Posisi terlentang (supine)

Dinding abdomen: lemak preperitoneal kanan dan kiri baik


atau menghilang

Psoas line kanan dan kiri: baik, menghilang atau adanya


pelembungan (bulging)

Batu yang radioopak, kalsifikasi atau benda asing yang


radioopak.

Kontur ginjal kanan dan kiri.

Gambaran udara usus: normal, pelebaran lambung, usus


halus dan kolon, penyebaran dari usus-usus yang melebar,
keadaan dinding usus, jarak antara dua dinding usus yang
berdampingan.

2. Posisi duduk atau setengah duduk atau tegak (erect)

Gambaran udara bebas subdiafragma

3. Posisi tiduran miring ke kiri (left lateral dekubitus)

Hampir sama dengan posisi duduk, hanya udara bebas


letaknya antara hati dengan dinding abdomen

b. Barium Enema
Barium

enema

adalah

sebuah

pemeriksaan

radiologi

dengan

menggunakan kontras positif. Kontras positif yang biasanya digunakan

39

dalam pemeriksaan radiologi alat cerna adalah barium sulfat (BaSO4).


Bahan ini adalah suatu garam berwarna putih, berat, dan tidak udah
larut dalam air. Garam tersebut diaduk dengan air dalam perbandingan
tertentu sehingga menjadi suspensi. Suspensi tersebut diminum oleh
pasien pada pemeriksaan esophagus, lambung, dan usus halus atau
dimasukkan lewat kliasma pada pemeriksaan kolon (lazim disebut
enema). Sinar rontgen tidak dapat menembus barium sulfat tersebut,
sehingga menimbulkan bayangan dalam foto rontgen. Setelah pasien
meminum suspensi tersebut, dengan florouskopi diikuti kontrasnya
sampai masuk ke lambung, kemudian dibuat foto-foto dalam posisi
yang diperlukan.
Pemeriksaan radiologi dengan barium enema mempunyai suatu peran
terbatas pada pasien dengan obstruksi usus halus. Pengujian barium
enema terutama sekali bermanfaat jika suatu obstruksi letak rendah
yang tidak dapat pada pemeriksaan foto polos abdomen.(13)
c. CT-Scan Abdomen
CT(Computed Tomography) merupakan metode body imaging dimana
sinar X yang sangat tipis mengitari pasien. Detektor kecil akan
mengatur jumlah sinar X yang diteruskan kepada pasien untuk
menyinari targetnya. Komputer akan segera menganalisa data dan
mengumpulkan dalam bentuk potongan cross-sectional. Foto ini juga
dapat disimpan, diperbesar, maupun dicetak dalam bentuk film.
Pemeriksaan ini dikerjakan jika secara klinis dan foto polos abdomen
dicurigai adanya strangulasi. CT-Scan akan mempertunjukkan secara
lebih teliti adanya kelainan-kelainan dinding usus, mesenterikus, dan
peritoneum. CT-Scan harus dilakukan dengan memasukkan zat kontras
ke dalam pembuluh darah. Pada pemeriksaan ini dapat diketahui derajat
dan lokasi obstruksi.
Ileus paralitik merupakan gangguan aktivitas motorik sehingga udara
dan cairan berkumpul dalam usus yang dapat mengakibatkan distensi
abdomen. Ditemukan dilatasi usus (usus halus >3cm, usus besar > 8cm)

40

tanpa titik transisi, terlihat air-fluid level. Bersifat akut, kronik, atau
intermitten. Dengan etiologi seperti gangguan neural, humoral,
metabolik, trauma, perdarahan retroperiotenal, dan fraktur spinal atau
pelvis.
Pada ileus paralitik terdapat dilatasi usus secara menyeluruh dari gaster
sampai rektum. Dilatasi usus halus dan usus besar sampai rektum
disertai retensi udara dan cairan yang banyak. Air-fluid level yang
panjang-panjang. Tidak tampak herring bone appearance.11

Gambar 3. Ileus Paralitik. Terlihat distensi usus yang general sehingga


susah membedakan antara usus halus dan usus kecil.

41

2.8 Penatalaksanaan(12)
Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif. Tindakannya
berupa dekompresi, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, mengobati kausa dan
penyakit primer dan pemberian nutrisi yang adekuat.(1) Prognosis biasanya baik,
keberhasilan dekompresi kolon dari ileus telah dicapai oleh kolonoskopi berulang .
Beberapa obat-obatan jenis penyekat simpatik (simptolitik) atau parasimpatomimetik
pernah dicoba, ternyata hasilnya tidak konsisten. Untuk dekompresi dilakukan
pemasangan pipa nasogastric (bila perlu dipasang juga rectal tube). Pemberian cairan,
koreksi gangguan elektrolit dan nutrisi parenteral hendaknya diberikan sesuai dengan
kebutuhan dan prinsip-prinsip pemberian nutrisi parenteral. Beberapa obat yang dapat
dicoba yaitu metoklopramid bermanfaat untuk gastroparesis, sisaprid bermanfaat untuk
ileus paralitik pasca operasi, dan klonidin dilaporkan bermanfaat untuk mengatasi ileus
paralitik karena obat-obatan.(1) Neostigmin juga efektif dalam kasus ileus kolon yang
tidak berespon setelah pengobatan konservatif.
a. Konservatif
b.
-

Perawatan dirawat dirumah sakit.

Penderita dipuasakan

Kontrol status airway, breathing, and circulation

Dekompresi dengan nasogastric tube

Intravenous fluids and electrolyte

Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan

c. Farmakologis
-

Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob

42

Analgesik apabila nyeri

Prokinetik; Metaklopromide, Cisapride

Parasimpatis stimulasi: adrenergic 2 antagonis

d. Operatif
-

Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai


dengan peritonitis.

Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric


untuk mencegah sepsis sekunder atau rupture usus.

Operasi diawali dengan laparotomy kemudian disusul dengan teknik


bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi melalui laparotomi.

Pintas usus: ileostomy, kolostomi.

Reseksi usus dengan anastomosis

2.9 Diagnosis Banding


a. Pseudo-obstruksi(8)
Pseudo-obstruksi didefinisikan sebagai penyakit akut, ditanda dengan distensi
dari usus besar. Seperti ileus, itu terjadi didefinisikan karena tidak adanya
gangguan mekanik. Beberapa teks dan artikel cenderung menggunakan ileus
sinonim dengan pseudo-obstruksi. Namun, kedua kondisi itu adalah hal yang
berbeda. Pseudo-obstruksi ini jelas terbatas pada usus besar saja, sedangkan
ileus melibatkan usus kecil dan usus besar. Usus besar kanan terlibat dalam
klasik pseudo-obstruksi, yang biasanya terjadi pada pasien yang terbaring lama

43

di tempat tidur dengan gambaran penyakit intestinal serius atau pada pasien
trauma. Agen farmakologis, aerophagia, sepsis, dan perbedaan elektrolit juga
dapat berkontribusi untuk kondisi ini.
Kondisi kronis pada pseudo-obstruksi usus juga diamati pada pasien dengan
penyakit kolagen-vaskuler, miopati visceral, atau neuropati. bentuk kronis dari
pseudo-obstruksi melibatkan dismotilitas baik dari usus besar dan kecil.
Dismotilitas ini disebabkan hilangnya kompleks motoric yang berpindah dan
bakteri berlebih, semua hal ini bermanifestasi klinis obstruksi usus kecil.
Pemeriksaan fisik biasanya tanda perut kembung tanpa rasa sakit, namun pasien
juga bisa mempunyaigejala mirip obstruksi. Radiografi dari foto polos
abdomen mengungkapkan adanya keadaan yang terisolasi, dilatasi usus
proksimal yang membesar.

44

Gambar 4. Ogilvie pseudo-obstruksi pad pasien dengan infeksi.


Perhatikan besar dilatasi kolon terutama kolon kanan dan caecum.

b. Obstruksi Mekanik(8)
Obstruksi mekanik usus dapat disebabkan oleh adhesi, volvulus, hernia,
intususepsi, benda asing, atau neoplasma. Pasien datang dengan nyeri kram
perut yang parkosismal. Pemeriksaan fisik ditemukan borborygmi betepatan
dengan kram perut. Pada pasien yang kurus, gelombang peristaltic dapat
divisualisasikan. Dengan auskultasi dapat terdengar suara bernada tinggi,
denting suara bersamaan dengan aliran peristaltic. Jika obstruksi total, pasien
mengeluhkan tidak bisa BAB. Muntah mungkin terjadi tetapi bisa juga tidak
jika katup ileocaecal kompeten dalam mencegah refluks. Tanda peritoneal
terlihat nyata jika pasien mengalami strangulasi dan perforasi.
Menegakkan diagnosis dari obstruksi usus mekanik dapat dibantu dengan
pencitraan endoskopi menggunakan kontras.

45

Gambar 5. Obstruksi mekanik usus disbebakan karsinoma kolon kiri. Perhatikan


tidak adanya gas usus sepanjang usus besar.
Tabel berikut menyajikan perbedaan antara ileus, pseudo-obstruksi, dan
obstruksi mekanik.

Tabel 1. Karakteristik Ileus, Pseudo-obstruksi, dan Obstruksi Mekanik (6)

46

Gejala

Ileus Paralitik

Pseudo-obstruksi

Obstruksi Mekanik

Sakit perut,

Nyeri kram perut,

Nyeri kram perut,

kembung, mual,

konstipasi,

konstipasi, obstipasi,

muntah, konstipasi

obstipasi, mual,

mual, muntah,

muntah, anoreksia

anoreksia

Temuan

Silent abdomen,

Borborygmi,

Borborygmi,

Pemeriksaan

kembung, timpani

timpani,

timpani, gelombang

gelombang

peristaltic, bising

peristaltic, bising

usus hiperaktif atau

usus hiperaktif,

hipoaktif, distensi,

distensi, nyeri

nyeri terlokalisasi

Fisik

terlokalisasi
Gambaran

Dilatasi usus kecil

Dilatasi usus

Bow-shaped loops in

Radiologi

dan besar,

besar yang

ladder pattern,

diafragma

terlokalisir,

berkurangnya gas

meninggi

diafragma

kolon di distal,

meninggi

diafragma agak
tinggi, air fluid level

Tabel 2. Perbandingan Klinis bermacam-macam Ileus(6)


Macam

Nyeri Usus

Distensi

Nyeri
Obstruksi
simple tinggi
Obstruksi

++

Muntah

Bising

Ketegangan

borborygmi

Usus

abdomen

+++

Meningkat

+++

Meningkat

(kolik)
+++

47

simple rendah

(kolik)

Obstruksi

++++

strangulasi

Lambat, fekal
++

+++

Tak tentu

biasanya

(terus-

meningkat

menerus
terlokalisir)
Paralitik

++++

Menurun

Oklusi

+++++

+++

+++

Menurun

Vaskuler

2.10 Prognosis(4)
Prognosis dari ileus bervariasi tergantung pada penyebab ileus itu sendiri. Bila
ileus hasil dari operasi perut, kondisi ini biasanya bersifat sementara dan berlangsung
sekitar 24-72 jam. Prognosis memburuk pada kasus-kasus tertentu dimana kematian
jaringan usus terjadi; operasi menjadi perlu untuk menghapus jaringan nekrotik. Bila
penyebab primer dari ileus cepat tertangani maka prognosis menjadi lebih baik.

48

DAFTAR PUSTAKA
1. Syamsuhidajat, R.; Dahlan, Murnizat; Jusi, Djang. Gawat Abdomen. Dalam Buku Ajar
Ilmu Bedah. Ed 2. Jakarta: EGC, 2003. Hlm. 181-192.1
2. R. Putz dan R. Pabst. Editor: Anatomi sistem pencernaan dalam Atlas Anatomi
Manusia, Sobotta Jilid 1 Edisi 21. Jakarta: EGC, 2007 h. 14
3. Indriyani M.N, Diagnosis dan Tatalaksana Ileus Obstruktif. Bagian Ilmu Bedah FK
Udayana.
4. Sudoyo A.W, Setiyohadi B. Edtor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1 Edisi ke-5.
Jakarta: Internal Publishing; 2009 h. 307
5. Guyton, A.C., Hall. J,E. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-9. Jakarta:
EGC.
6. Chahine, A.A: Intussusception. Editor: Nazer, H., Windle, M.L., Li,B.Uk., Schwarz,S.
and Altschuler, S. http://www.emedicine.com. Last updated: June 10, 2004
7. Shukia, P.C: Volvulus. Editor: DuBois, J.J, Konop, R. Picolli, D., Schwarz, S. dand
Altschuler, S. http://www.emedicine.com. Last updated: May 18, 2005
8. Price, S.A. Patofisiologi: Konsep Klinis proses-proses Penyakit. Editero: Price, S.A,
McCarty, L., Wilson. Editor terjemahan: Wijaya, Caroline. Jakarta: EGC, 1994.
9. Sutton, David. Text Book Radiology dan Imaging. Vol. 1, Second edition. Churchill
Livingstone: 2003.

49

10. Siegenthaler W., Differential Diagnosis in Internal Medicine: From Symptom to


Diagnosis, Thieme: 2011
11. Eisenberg L.R, Gastrointestinal Radiology. 4th Edition. USA: Lippincot William &
Wikins. 2003
12. Indriyani M.N, Diagnosis dan Tatalaksana Ileus Obstruktif. Bagian Ilmu Bedah FK
Udayana.
13. Schwars. N,T et al., Pathogenesis of Paralytic Ileus Intestinal: Manipulation Opens a
Transient Pathway Between the Intestinal Lumen and Leukocytic Infiltrate of the
Jejunal Muscularis. Vol 235 (1). Department of Surgery University of Pitsburgh
Medical Centre: 2002
14.

Djumhana.A, Ileus Paralitik. Bagian Ilmu Penyakit Dalam RS Hasan Sadikin

Bandung.

50

Anda mungkin juga menyukai