Topik
Tanggal Kasus
Nama Pasien
3 Januari 2016
By. D
Nomor RM : 20 53 02
Tanggal Presentasi
22 Januari 2015
Pendamping
Objektif Presentasi
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Tujuan
Bahan Bahasan :
Cara Membahas :
Presentasi dan
Kasus
Email
Audit
Pos
Diskusi
By. D
Data pasien
Nama:
No.Reg
20 53 02
Data Utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/Gambaran Klinis
- Demam sejak 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit, terus menerus, tidak
-
: 0 bulan 20 bulan
: 4 bulan - 8 bulan
Nasi Tim
: 8 bulan 10 bulan
Nasi Biasa
DPT
Polio
Hepatitis B
Campak
: umur 9 bulan
Lain-lain:
Status Generalisata
Keadaan umum
: sakit sedang
Kesadaran
: sadar
Tekanan Darah
: 100 / 60 mmhg
: 120 x /menit
Frekuensi nafas
: 30 x/ menit
2
Suhu
: 39.5 oC
Berat badan
: 8 kg
Status gizi :
: 90.2 %
Kesan
: Gizi Baik
Kepala
Kulit
Mata
THT
Leher
Thoraks
Abdomen
Pulmo : simetris, vesikuler normal, rongkhi - / - , wheezing - /: distensi (-), Supel, H/L tidak teraba, NT (-), NL (-), BU (+)
Ekstrimitas
normal.
: Akral hangat, perfusi baik.
Pemeriksaan Penunjang:
Laboratorium (9/1/2016)
Darah
Hemoglobin
: 10.1 mg/dl
Leukosit
: 5.200 /mm3
Hematokrit
: 30 %
Trombosit
Urin : Protein
Bilirubin
: 244.000 /mm3
: (-)
Reduksi
: (-)
Urobilin
: (-)
: (+)
Pemeriksaan penunjang, berupa pemeriksaan darah rutin, urin rutin, dan fese rutin
menunjukkan hasil dalam batas normal.
4
Assessment:
Pasien adalah seorang bayi laki-laki usia 11 bulan, datang dengan keluhan demam disertai
dengan kejang seluruh tubuh. Kejang terjadi sebanyak 3 kali, dengan lama masing-masing 1
menit dan 2 menit, dan anak sadar setelah kejang. Dari keluhan ini, yang patut dipikirkan antara
lain adalah kejang demam, namun tidak menutup kemungkinan adanya proses lain seperti infeksi
sistem saraf pusat ataupun epilepsi yang bersamaan dengan demam. Dari pemeriksaan fisik
pasien, suhu aksila 39.5 0C.
Secara definisi, kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Kejang demam
biasanya terjadi pada usia antara 3 bulan - 5 tahun dan tidak terbukti adanya infeksi intrakranial
atau penyebab tertentu. 1,2
Infeksi intrakranial dapat berupa meningitis, ensefalitis, atau meningoensefalitis. Infeksi
SSP secara umum ditandai demam, sakit kepala, kejang, penurunan kesadaran, kelumpuhan
anggota gerak, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial yang ditandai dengan hipertensi,
bradikardi, nyeri kepala, papil edema, dan muntah proyektil, serta adanya tanda iritasi meningeal
yang dapat dilihat dengan adanya kaku kuduk dan tanda brudzenski.3 Pada pasien, hampir semua
tanda-tanda tersebut tidak ditemukan, sehingga diagnosis infeksi sistem saraf pusat untuk
sementara dapat disingkirkan.
Kemungkinan epilepsi untuk sementara juga dapat disingkirkan, karena kejang yang
terjadi pada pasien didahului oleh demam, serta pasien tidak pernah mengalami kejang tanpa
demam sebelumnya.
Kejang demam terdiri dari kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang
demam sederhana adalah kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum, tonik atau klonik, tanpa gerakan fokal
dan tidak berulang dalam waktu 24 jam.1
Kejang demam kompleks adalah kejang demam dengan salah satu ciri berikut :1
1. Kejang lama > 15 menit. Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15
menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak
sadar.
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial.
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
Berdasarkan klasifikasi tersebut, pasien dapat diklasifikasikan mengalami kejang demam
kompleks, karena kejang terjadi berulang lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
Kejang demam sering berhubungan dengan infeksi virus penyebab demam pada anak,
seperti herpes simpleks-6 (HHSV-6), Shigella, dan influenza A.4 Penyakit yang mendasari demam
berupa infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih.
Risiko berulangnya kejang demam akan meningkat pada anak dengan riwayat orangtua dan
5
saudara kandungnya juga pernah menderita kejang demam. Kejang demam diturunkan secara
autosomal dominan sederhana.2
Kejang demam kompleks berhubungan dengan banyak faktor, seperti gejala klinisnya,
infeksi virus, faktor genetik dan metabolik, serta kemungkinan adanya abnormalitas struktur otak.
Gurner et al baru-baru ini berhasil memetakan suatu lokus genetik di kromosom 12 yang
berhubungan dengan peningkatan risiko kejang demam kompleks.5
Dalam kasus ini, pasien mengalami keluhan saluran pernapasan seperti batuk dan pilek.
Tidak ada keluhan di saluran pencernaan seperti mual, muntah, dan BAB encer; saluran kemih
seperti nyeri perut bawah atau nyeri saat BAK. Dari pemeriksaan fisik ditemukan pembengkakan
pada kelenjar submandibula dextra, sehingga pada pasien ini fokus infeksi adalah parotitis atau
ISPA.
Pemeriksaan penunjang jarang atau tidak rutin dilakukan dalam penegakan diagnosis
kejang demam. Pemeriksaan penunjang tersebut antara lain pemeriksaan laboratorium, pungsi
lumbal, Elektroensefalografi (EEG), dan pencitraan.
Pemeriksaan laboratorium tidak rutin dilakukan pada kasus kejang demam, tetapi dapat
dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam. Pemeriksaan yang dapat
dilakukan misalnya darah perifer, elektrolit, dan gula darah. 1
Pungsi lumbal (pemeriksaan cairan serebrospinal) dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan terjadinya meningitis, karena pada bayi kecil manifestasi meningitis
cenderung tidak jelas. Pungsi lumbal sangat dianjurkan pada bayi kurang dari 12 bulan. Pada bayi
antara 12-18 bulan dianjurkan, tetapi tidak rutin pada bayi usia > 18 bulan. Bila yakin bukan
meningitis secara klinis, pungsi lumbal tidak perlu dilakukan.1
Sementara itu, EEG tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau perkiraan terjadinya
epilepsi pada pasien kejang demam, serta EEG abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga
kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang demam berulang di kemudian hari, sehingga EEG ini
tidak direkomendasikan untuk dilakukan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan
kejang demam yang tidak khas. Misalnya: kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6
tahun, atau kejang demam fokal. 1
Pencitraan seperti foto rontgen kepala, CT-Scan, atau MRI jarang dikerjakan dan tidak
rutin, hanya atas indikasi adanya kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis), paresis
nervus VI, atau papil edema.1
Penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan, yaitu: (1) pengobatan
fase akut; (2) mencari dan mengobati penyebab; dan (3) pengobatan profilaksis terhadap
berulangnya kejang demam. 1
1. Pengobatan fase akut. Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien
dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar
oksigenisasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu,
6
pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air dingin
dan pemberian antipiretik.
Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan intravena
atau intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2
mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. Bila kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan
penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut.
Bila diazepam intravena tidak tersedia atau pemberiannya sulit, gunakan diazepam
intrarektal 5 mg (BB < 10 kg) atau 10 mg (BB > 10 kg). Bila kejang tidak berhenti dapat diulang
selang 5 menit kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20
mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBB/menit. Setelah pemberian fenitoin, harus
dilakukan pembilasan dengan NaCl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan
iritasi vena.
Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital diberikan langsung
setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan-1 tahun 50 mg dan umur 1 tahun ke atas
75 mg secara intramuskular. Empat jam kemudian berikan fenobarbital dosis rumat. Untuk 2
hari pertama dengan dosis 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya
dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat diberikan
secara suntikan dan setelah membaik per oral. Perhatikan bahwa dosis total tidak melebihi 200
mg/hari. Efek sampingnya adalah hipotensi, penurunan kesadaran, dan depresi pernapasan.
Bila kejang berhenti dengan fenitoin, lanjutkan fenitoin dengan dosis 4-8 mg/kgBB/ hari,
12-24 jam setelah dosis awal.
Pengobatan profilaksis. Ada 2 cara profilaksis, yaitu (1) profilaksis intermiten saat
2x40 mg selama 2 hari, dilanjurkan luminal 2x20 mg selama 3 hari. Pengobatan profilaksis jangka
panjang tidak diperlukan pada pasien ini karena tidak memenuhi 2 kriteria dari 4 kriteria yang
disebut diatas. Namun, karena ada 1 kriteria yang dipenuhi pasien, yaitu terjadinya kejang
multipel dalam satu episode kejang, profilaksis intermiten berupa pemberian diazepam disamping
antipiretik perlu diberikan.
Pasien juga diberikan obat Immunos sirup 1 x 1 sendok teh, Farmadol infus 90 mg (tiap
demam di atas 390 C),
Plan
Diagnosis: Kejang Demam Kompleks
ISPA
Parotitis Submandibula Dextra
Pengobatan :
-
Pendidikan
1. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.
2. Memberitahukan cara penanganan kejang.
a. Tetap tenang dan tidak panik
b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher
c. Bila tidak sadar, pastikan anak tidur terlentang dengan kepala miring.
d. Bersihkan muntahan atau lendir di mulut dan hidung.
e. Walaupun ada kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam
mulut.
f. Ukur suhu tubuh, observasi bentuk kejang dan lama waktu kejang
g. Tetap berada bersama pasien selama kejang
h. Berikan diazepam rektal. Diazepam tidak diberikan bila kejang telah berhenti.
i. Bawa ke dokter/ rumah sakit bila kejang berlangsung lebih dari 5 menit.
3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.
4. Jika anak demam lagi, sebaiknya segera berobat ke dokter atau dokter spesialis anak.
Konsultasi
Konsultasi dilakukan dengan spesialis anak untuk penatalaksanaan selanjutnya.
Rujukan
Saat ini pasien belum perlu dirujuk.
DAFTAR PUSTAKA
10