Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Organ penglihatan manusia terdiri atas banyak elemen yang saling
bersinergi untuk menjalankan fungsinya dengan baik. Salah satu organ yang
berperan penting dalam melaksanakan fisiologis dari penglihatan ini adalah
suatu lapisan vaskular pada mata yang dilindungi oleh kornea dan sklera disebut
uvea1. Uveitis adalah peradangan (-itis) pada uvea yang terdiri dari iris, badan
siliar, dan koroid2. Beberapa penelitian terhadap uveitis telah dilakukan di
beberapa negara dengan tujuan untuk menentukan insiden dan penyebab
tersering kasus uveitis di negara tersebut. Seperti halnya di northern California
incidence rate kasus uveitis adalah 52.4 / 100,000 orang-tahun. Angka ini tiga
kali lebih tinggi dibandingkan incidence rate yang didapat dari penelitian di
United State. Tidak hanya itu, insidensi dan prevalensi terendah ada pada
kelompok umur pediatri dan tertinggi pada kelompok umur > 65 tahun. Secara
keseluruhan, data menunjukkan bahwa penyebab idiopatik sering ditemukan
pada anterior uveitis sedangkan penyebab infeksi lebih sering pada posterior
uveitis3.
Uveitis adalah penyakit yang dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa
hal, seperti anatomi yang terlibat, perjalanan klinis, etiologi dan histopatologi.
Walaupun penyebab uveitis seringkali idiopatik, genetik, trauma, atau
mekanisme infeksi4. Uvea merupakan lapisan vaskular mata yang tersusun atas
banyak pembuluh darah yang dapat memberikan nutrisi kepada mata. Adanya
peradangan pada area ini dapat mempengaruhi elemen mata yang lain seperti
kornea, retina, sklera, dan beberapa elemen mata penting lainnya. Sehingga
kadang gejala yang dikeluhkan pasien mirip dengan penyakit mata yang lain.
Adapun gejala yang sering dikeluhkan pasien uveitis secara umum yaitu mata
merah (hiperemis konjungtiva), mata nyeri, fotofobia, pandangan mata
menurun, kabur, dan epifora1.
Belum pernah dilaporkan adanya kematian karena kasus uveitis. Namun,
penyakit ini dapat menimbulkan komplikasi yang cukup serius. Komplikasi
yang mungkin terjadi adalah katarak, glaukoma, CME (Cystoid Macular
Edema) , hypotony, calcific band shaped keratopathy, vitreous opacification
1

and vitritis, retinal detachment, retinal and koroidal neovascularization 3.


Penatalaksanaan uveitis tergantung pada penyebabnya. Biasanya disertakan
kortikosteroid topikal atau sistemik dengan obat-obatan sikloplegik-midriatik
dan/atau imunosupresan non kortikosteroid. Jika penyebabnya adalah infeksi
diperlukan terapi antibiotik.
1.2.

Batasan Masalah
Pembahasan referat ini dibatasi pada anatomi Traktus uvealis dan penjabaran
dari penyakit uveitis anterior, non-granulomatosa.

1.3.

Tujuan Penulisan
Referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan memahami tentang
penyakit uveitis anterior, non-granulomatosa.

1.4.

Metode Penulisan
Referat ini merupakan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada berbagai
literatur.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi dan Fisiologi
Uvea adalah lapis vaskuler di dalam bola mata yang terdiri atas iris,
badan siliar, dan koroid. Perdarahan uvea dibedakan antara bagian anterior dan
posterior. Bagian anterior uvea diperdarahi oleh dua buah arteri siliar posterior
longus yang masuk menembus sclera di temporal dan nasal dekat tempat masuk
saraf optik dan tujuh buah arteri siliar anterior yang terdapat dua pada setiap
otot superior, medial, dan inferior, serta satu pada otot rektus lateral. Sedangkan
bagian posterior uvea mendapat perdarahan dari lima belas hingga dua puluh
buah arteri siliar posterior brevis yang menembus sklera di sekitar tempat masuk
saraf optik. Persarafan uvea didapatkan dari ganglion siliar yang menerima tiga
akar saraf di bagian posterior. Akar saraf pertama adalah saraf sensoris yang
mengandung serabut sensoris untuk kornea, iris, dan badan siliar. Akar saraf
kedua adalah saraf simpatis yang mempersarafi pembuluh darah uvea dan untuk
dilatasi pupil. Akar saraf yang ketiga adalah akar saraf motor yang akan
memberikan saraf parasimpatis untuk mengecilkan pupil2.

Gambar 1. Struktur mata manusia


a. Iris

Iris adalah bagian paling anterior uvea, merupakan lanjutan dari badan siliar ke
anterior yang membagi bola mata menjadi 2 segmen, yaitu segmen anterior dan
segmen posterior, ditengah-tengahnya berlubang yang disebut pupil. Sehingga
membagi bilik mata depan (camera oculi anterior) dan bilik mata posterior (camera
oculi posterior)5. Iris berfungsi untuk mengatur secara otomatis masuknya sinar ke
dalam bola mata. Hal ini menjadi indikator untuk fungsi simpatis (midriasis) dan
parasimpatis (miosis) pupil.2 Iris terdiri dari stroma, pembuluh darah, saraf, lapisan
berpigmen anterior dan posterior, otot dilator dan otot sphincter. Otot sphincter iris
mendapat persarafan dari saraf parasimpatis yang berasal dari nucleus CN. III. Otot
sphincter ini memberikan respon farmakologis terhadap stimulasi muskarinik. 3
Secara histologis terdiri atas stroma diantaranya terdapat lekukan-lekukan di
permukaan anterior yang berjalan radier dinamakan kripta. Di dalam stroma
terdapat sel-sel pigmen bercabang, banyak pembuluh darah dan saraf. Didalam iris
terdapat otot spingter pupil (M.Sphincter pupillae) yang berjalan sirkuler, letaknya
didalam stroma dekat pupil dan dipersarafi oleh saraf parasimpatis, N III. Selain itu
juga terdapat otot dilatator pupil (M. Dilatator papillae) yang berjalan radier dari
akar iris ke pupil, letaknya di bagian posterior stroma dan dipersarafi oleh saraf
simpatis. Vaskularisasi iris dari circulus mayor iris dan inervasinya melalui seratserat didalam nervus siliaris5.

Gambar 2. Tampilan posterior


b. Badan Siliar

Badan siliar berfungsi untuk menghasilkan cairan bilik mata (aqueous humour)
yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris di batas kornea
dan sklera. Tidak hanya itu, ia juga berfungsi untuk akomodasi lensa. Badan siliar
terdiri atas epithelium, stroma, dan otot siliar. Epithelium dan stroma terdiri atas
pars plana (bagian posterior, tidak bergerigi, panjang 4mm) dan pars plicata
(bagian anterior, bergerigi, panjang 2mm). Pars plana adalah bagian avaskular di
badan siliar yang membentang dari ora serata hingga prosesus siliaris. Sedangkan
pars plicata adalah bagian yang kaya pembuluh darah dan terdiri dari prosesus
siliaris. Otot siliar terdiri dari 3 macam otot (longitudinal, radial, dan circular) yang
menjalankan fungsinya sebagai satu unit. Otot ini dipersarafi oleh serabut
parasimpatis yang berasal dari CN. III. Sedangkan serabut simpatisnya berperan
dalam relaksasi otot siliar. Otot ini dipengaruhi oleh obat kolinergik yang akan
menyebabkan kontraksi otot sehingga ruang ruang trabekular meshwork terbuka.
Hal ini menyebabkan peningkatan aliran aqueous humour.3 Badan siliar banyak
mengandung pembuluh darah dimana pembuluh darah baliknya mengalirkan darah
ke V. Vortikosa

Gambar 3. Sudut bilik mata depan dan struktur disekitarnya


c. Koroid
Koroid berfungsi untuk menutrisi bagian luar retina. Ia terdiri dari 3 lapis pembuluh
darah, yaitu choriocapillaris, lapisan tengah pembuluh darah kecil, dan lapisan luar
pembuluh darah besar. Pencampuran dari choriocapillaris koroid dengan basal
lamina dari retinal pigment epithelium (RPE) menghasilkan PAS-positif lamina

yaitu membrane Bruch.3 Darah dari pembuluh darah koroid dialirkan melalui 4 vena
kortex, satu di masing-masing kuadran posterior.

Gambar 4. Potongan melintang koroid

2.2. Definisi Uveitis


Uveitis menunjukkan suatu peradangan pada iris (iritis, iridosiklitis), corpus
siliar (uveitis intermediet, siklitis, uveitis perifer atau pars planitis), dan koroid
(koroiditis)1.
Uveitis anterior adalah peradangan mengenai iris dan jaringan badan siliar
(iridosiklitis) biasanya unilateral dengan onset akut.2
2.3. Klasifikasi Uveitis
Berdasarkan patologi dapat dibedakan 2 jenis besar uveitis, yaitu nongranulomatosa (lebih umum) dan granulomatosa. Pada jenis non granulomatosa
umumnya tidak dapat ditemukan organisme patogen dan karena berespon baik
terhadap terapi kortokosteroid diduga peradangan ini semacam fenomena
hipersensitivitas. Uveitis ini timbul terutama dibagian anterior traktus yakni iris
dan korpus siliaris.
Sedangkan pada uveitis granulomatosa umumnya mengikuti invasi mikroba
aktif ke jaringan oleh organisme penyebab (misal Mycobacterium tuberculosis
atau Toxoplasma gondii). Meskipun begitu patogen ini jarang ditemukan dan
diagnosis etiologi pasti jarang ditegakkan. Uveitis granulomatosa dapat
mengenai sembarang traktus uvealis namun lebih sering pada uvea posterior.1
Tabel 1. Perbedaan uveitis non-granulomatosa dan granulomatosa

Onset

Non granulomatosa
Akut

Granulomatosa
Tersembunyi

Sakit
Fotofobia
Penglihatan kabur
Merah

Nyata
Nyata
Sedang
Nyata

Tidak ada atau ringan


Ringan
Nyata
Ringan

sirkumkorneal
Perisipitat keratik
Pupil
Sinekia posterior
Noduli iris
Tempat
Perjalanan
Rekurens

Putih halus
Kecil dan tak teratur
Kadang-kadang
Tidak ada
Uvea anterior
Akut
Sering

Kelabu besar (mutton fat)


Kecil dan tak teratur (bervariasi)
Kadang-kadang
Kadang-kadang
Uvea anterior, posterior atau difus
Kronik
Kadang-kadang

2.4. Etiologi Uveitis Anterior, Non-granulomatosa


Penyebab uveitis anterior, non-granulomatosa, adalah sebagai berikut :
1. Autoimun
Artritis idiopatik juvenilis
Spondilitis ankilosa
Sindrom Reiter
Inflammatory bowel disease (Kolitis ulserativa dan Penyakit Crohn)
Psoriasis artritis
2. Infeksi
Herpes simpleks
Adenovirus
Parotitis
Influenza
klamidia
3. Keganasan
Sindroma Masquerade
4. Lain-lain
Trauma
Iridosiklitis heterokromik Fuchs
Krisis glaukomatosiklitik (sindrom Posner-Schlossman)1,2
2.5 Patogenesis Uveitis Anterior
Radang akut pada jaringan ini diawali dengan dilatasi pembuluh darah kecil yang
akan menimbulkan gejala hiperemia silier (hiperemi perikorneal / pericorneal
vascular injection). Peningkatan permeabilitas ini akan menyebabkan eksudasi.
Eksudasi fibrin dan sel radang masuk ke bilik mata depan (BMD) sehingga akuos
humour menjadi keruh. Pada pemeriksaan slit lamp hal ini tampak sebagai akuos
flare sel (+) yaitu partikel-partikel kecil dengan gerak brown (efek Tyndall).
Kedua gejala tersebut menunjukkan proses peradangan akut. Pada proses
7

peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-sel radang di dalam
BMD yang disebut hipopion. Apabila proses radang berlangsung lama (kronis)
dan berulang, maka sel-sel radang dapat melekat pada endotel kornea, disebut
sebagai keratic precipitate (KP). Keratic precipitate ada 2 jenis :
1. Punctate KP : kecil, putih, terdiri atas sel limfosit dan sel plasma, terdapat
pada jenis non granulomatosa.
2. Mutton fat KP : besar, kelabu, terdiri atas makrofage dan pigmen-pigmen yang
difagosit, biasanya dijumpai pada jenis granulomatosa.
Apabila tidak mendapatkan terapi yang adekuat, proses peradangan akan berjalan
terus dan menimbulkan berbagai komplikasi. Sel-sel radang, fibrin dan fibroblast
dapat menimbulkan perlekatan antara iris dengan kapsul lensa bagian anterior
yang disebut sinekia posterior, ataupun dengan endotel kornea yang disebut
sinekia anterior. Dapat pula terjadi perlekatan pada bagian tepi pupil, yang
disebut seklusio pupil, dapat pula seluruh pupil tertutup oleh sel-sel radang,
disebut oklusio pupil.
Perlekatan-perlekatan tersebut, ditambah dengan tertutupnya trabekular oleh selsel radang, akan menghambat aliran akuos humor dari bilik mata belakang ke
bilik mata depan sehingga akuos humor tertumpuk di bilik mata belakang dan
akan mendorong iris ke depan yang tampak sebagai iris bombans. Gangguan pada
humor akuos terjadi akibat hipofungsi badan siliar menyebabkan tekanan bola
mata turun. Adanya eksudat protein, fibrin dan sel-sel radang dapat berkumpul di
sudut camera okuli anterior sehingga terjadi penutupan kanal schlemm sehingga
terjadi glukoma sekunder. Pada uveitis anterior juga terjadi gangguan
metabolisme lensa, yang menyebabkan lensa menjadi keruh dan terjadi katarak
komplikata. Apabila peradangan menyebar luas, dapat timbul endoftalmitis
(peradangan supuratif berat dalam rongga mata dan struktur di dalamnya dengan
abses di dalam badan kaca) ataupun panoftalmitis (peradangan seluruh bola mata
termasuk sklera dan kapsul tenon sehingga bola mata merupakan rongga abses).
Bila uveitis anterior monokuler dengan segala komplikasinya tidak segera
ditangani, dapat pula terjadi symphatetic ophtalmia pada mata sebelahnya yang
semula sehat. Komplikasi ini sering didapatkan pada uveitis anterior yang terjadi
akibat trauma tembus, terutama yang mengenai badan silier.
2.6.

Manifestasi Klinis
8

Keluhan subyektif yang menyertai uveitis anterior adalah nyeri, terutama di


bulbus okuli, sakitnya spontan atau pada penekanan di daerah badan siliar, sakit
kepala di kening yang menjalar ke temporal, fotofobia, bervariasi dan dapat
demikian hebat pada uveitis anterior akut, lakrimasi yang terjadi biasanya
sebanding

dengan

derajat

fotofobia,

gangguan

visus

dan

bersifat

unilateral. Riwayat yang berhubungan dengan uveitis adalah usia, kelamin, suku
bangsa penting untuk di catat karena dapat memberikan petunjuk ke arah
diagnosis uveitis tertentu. Riwayat tentang mata didapatkan apakah pernah
terserang uveitis sebelumnya atau pernah mengalami trauma tembus mata atau
pembedahan.2
Tabel 2 . Pembagian uveitis anterior secara klinis6
Ringan

Sedang

Berat

Keluhan ringan - sedang


VA 20/20 - 20/30
Kemerahan sirkumkornel

Keluhan sedang - berat


VA 20/30 - 20/100
Kemerahan sirkumkornel

Keluhan sedang - berat


VA < 20/100
Kemerahan sirkumkornel

superficial
Tidak ada KP
1+ cells and flare
tekanan intraokuler

dalam
Tampak KP
1-3+ cells and flare
Miosis, refleks pupil lambat
Sinekia posterior ringan
Udem iris ringan
TIO berkurang 3-6 mm Hg
Anterior virtreous cells

dalam
Tampak KP
3-4+ cells and flare
Pupil terfiksir
Sinekia posterior (fibrous)
Tidak tampak kripte pada iris
TIO meningkat
Cells anterior sedang - berat

berkurang < 4 mmHg

Pemeriksaan Fisik
- Injeksi siliar
- Miosis karena spasme otot sphincter memungkinkan predisposisi sinekia
-

posterior
Endothelial dusting, muncul diawal dan memberikan kesan 'kotor';
keratic precipitates biasanya muncul setelah beberapa hari dan biasanya

non-granulomatosa
Aqueous cell menunjukkan aktivitas penyakit dan jumlah mereka
mencerminkan keparahan penyakit.
Tabel 3. Grading anterior chamber cell

Aqueous flare mencerminkan adanya protein karena kerusakan pada


sawar darah-aqueous

Tabel 4. Grading anterior chamber flare

Eksudat fibrin biasanya terjadi pada HLA-B27


Hipopion adalah peradangan intens di mana sel-sel menetap di bagian
inferior ruang anterior dan berbentuk horisontal
Pada AAU dengan HLA-B27 hipopion memiliki fibrin tinggi yang

membuatnya padat, bergerak dan lambat untuk menyerap.


Pada pasien dengan sindrom Behcet, hipopion memiliki fibrin
minimal dan bergeser sesuai dengan posisi kepala pasien dan dapat

hilang dengan cepat.


Posterior sinekia dapat berkembang cukup cepat dan harus diatasi

sebelum mereka menjadi permanen.


Tekanan intraokular rendah adalah sebagai akibat dari penurunan sekresi
air oleh epitel siliaris.

10

Gambar 5. Gejala uveitis anterior akut a) injeksi siliar, b) miosis, c) Endothelial


dusting, d) aqueous cell dan flare, e) eksudat fibrin, f) hipopion, g) sinekia posterior 7
2.7.

Pemeriksaan Penunjang
11

Pemeriksaan laboratorium umumnya tidak diperlukan pada :


- Serangan tunggal uveitis anterior akut unilateral ringan tanpa saran dari
-

penyakit yang mungkin mendasari.


Sebuah bentuk uveitis tertentu seperti ophthalmitis simpatik dan Fuchs uveitis

syndrome..
Ketika diagnosis sistemik sesuai dengan uveitis yang sudah jelas seperti
sindrom Behcet
Pemeriksaan penunjang disesuaikan dengan temuan yang didapat pada pada
anamnesis atau pemeriksaan fisik, antara lain seperti :
Antibodi antinuclear
Antibodi Antinuclcar (ANA) terutama digunakan untuk mengidentifikasi anak
dengan JIA yang berisiko tinggi berkembang menjadi uveitis anterior.
Uji antigen histokompatibilitas HLA B-27 untuk pasien artritis, psoriasis,
uretheritis, atau dengan gejala yang sesui dengan inflamattory bowel disease

Tabel 5. Anjuran Pemeriksaan Untuk Mengetahui Penyebab Sistemik Uveitis


Anterior Non-granulomatosis 8
Penyakit

Hasil

Pemeriksaan

yang

Laboratorium

Radiologi

Ankylosing

ESR,(+)

Sacroiliac x-

spondylitis
Inflammatory

HLA-B27
HLA-B27 (+)

Rays

Konsultasi

Pemeriksaan
lainnya

dicurigai
berdasarkan
riwayat dan
pemeriksaan
fisik

Rheumatologist
Internist or

bowel disease

gastroenterologis

Reiters

ESR,

Joint x-

t
Internist,

Cultures;

syndrome

HLA-B27 (+)

Rays

urologist,

conjunctival,

rheumatologist

urethral,

12

prostate
Psoriatic

HLA-B27 (+)

Rheumatologist,

arthritis
Herpes

Diagnosis

dermatologist
Dermatologist

Behcets

klinis
HLA-B27 (+)

Internist or

Behcets skin

Rheumatologist

puncture

disease

test
Juvenile

ESR,ANA (+),

rheumatoid

Rheumatoid

or

arthritis

factor (-)

pediatrictian

2.8.

Joint x- rays

Rheumatologist

Diagnosis Banding
Mata merah disertai penurunan tajam penglihatan memiliki diagnosis
diferensial yang sangat luas. Beberapa kelainan yang sering dikelirukan dengan
uveitis adalah konjungtivitis, dibedakan dengan adanya sekret dan kemerahan
pada konjungtiva palpebra maupun bulbaris; keratitis, dibedakan dengan adanya
pewarnaan atau defek pada epitel, atau adanya penebalan atau infiltrat pada
stroma; dan glaukoma akut sudut tertutup, ditandai dengan peningkatan tekanan
intraokuler, kekeruhan dan edema kornea, dan sudut bilik mata depan yang
sempit, yang sering kali terlihat lebih jelas pada mata yang sehat.

2.9.

Komplikasi Uveitis Anterior


Glaukoma sekunder tertutupnya trabekular oleh sel-sel radang, akan
menghambat aliran akuos humour dari bilik mata belakang (BMB) ke bilik
mata depan (BMD). Hal ini mengakibatkan akuos humour yang tertumpuk di
bilik mata belakang akan mendorong iris ke depan (iris bombans) dan terjadi

peningkatan tekanan bola mata, pada akhirnya terjadi glaucoma sekunder.


Katarak komplikata pada uveitis anterior juga dapat terjadi gangguan
metabolisme lensa yang menyebabkan lensa menjadi keruh dan terjadi katarak

komplikata.
Endoftalmitis apabila peradangan menyebar luas (peradangan supuratif
berat) dalam rongga mata dan struktur di dalamnya dengan abses didalam
badan kaca.

13

Panoftalmitis apabila terjadi peradangan seluruh bola mata termasuk sclera

dan kapsul tenon sehingga bola mata merupakan tempat rongga abses.
Ablasi retina dapat timbul akibat tarikan pada retina oleh benang-benang

vitreus.
Symphatetic ophtalmia pada mata yang sehat bila uveitis anterior
monokuler dengan segala komplikasinya tidak segera ditangan. Komplikasi ini
sering terjadi pada uveitis anterior akibat trauma tembus, terutama yang
mengenai badan siliar.

2.10. Terapi Uveitis Anterior, Non-granulomatosa


Terapi
utama
uveitis
pemberian
kortiostreroid

dan

agen

midriatik/siklopegik
Untuk mengontrol peradangan anterior diberikan terapi kortikosteroid
topikal, terapi topikal yang agresif dengan prednisolone acetate 1%, satu

atau dua tetes pada mata yang terkena setiap 1 atau 2 jam saat terjaga
Pemberian midriatik/ siklopegik bertujuan agar otot-otot iris dan badan
silier rileks, sehingga meredakan rasa tidak nyaman akibat spasme siliaris
dan mempercepat penyembuhan. Mata menjadi nyaman dan mencegah

terjadinya sinekia.
Sulfas Atropin 1% 1x tetes/hari
Homatropin 2-5% 2-4x tetes/hari
Analgetika sistemik secukupnya untuk rasa sakit
Penggunaan kacamata gelap untuk fotofobia.1

BAB III

14

KESIMPULAN
Uveitis menunjukkan suatu peradangan pada iris (iritis, iridosiklitis), corpus
siliar (uveitis intermediet, siklitis, uveitis perifer atau pars planitis), dan koroid
(koroiditis). Uveitis anterior adalah peradangan mengenai iris dan jaringan badan
siliar (iridosiklitis) biasanya unilateral dengan onset akut. Berdasarkan patologi dapat
dibedakan 2 jenis besar uveitis, yaitu non-granulomatosa (lebih umum) dan
granulomatosa. Pada jenis non granulomatosa umumnya tidak dapat ditemukan
organisme patogen dan karena berespon baik terhadap terapi kortokosteroid diduga
peradangan ini semacam fenomena hipersensitivitas. Uveitis ini timbul terutama
dibagian anterior traktus yakni iris dan korpus siliaris. Terdapat reaksi radang dengan
terlihatnya infiltrasi sel-sel limfosit dan sel plasma dalam jumlah cukup banyak dan
sedikit sel mononuclear. Pada kasus berat dapat terbentuk bekuan fibrin besar atau
hipopion didalam kamera okuli anterior. Pemeriksaan laboratorium umumnya tidak
diperlukan.

Terapi

utama

uveitis

pemberian

kortiostreroid

dan

agen

midriatik/siklopegik.

DAFTAR PUSTAKA

15

1. Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Edisi 17.
Jakarta: EGC; 2015.
2. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. 4th ed. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI; 2012.
3. Intraocular Inflammation and Uveitis. Singapore: American Academy of
Ophthalmology; 2007
4. Tsang,
Keith.

Iritis

and

Uveitis.

Available

at

http://www.emedicine.medscape.com
5. George
R.
Uveitis,
Nongranulomatous.

Available

at

http://www.emedicine.co.id
6. Catania LJ. Primary care of the anterior segment. 2nd ed. Norwalk, CT:
Appleton & Lange, 1995:371
7. Kanski JJ. Retinal Vascular Disorders in Clinical Ophthalmology: A
Systematic Approach. 6th ed. Oxford: Butterworth-Heinemann Ltd; 2007.
8. Cullen
RD,Chang
B,eds.The
Wills
eye
manual.
Philadelphia:JBLippincott,1994:354-5.

16

Anda mungkin juga menyukai