Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Lean


Lean dalam bahasa Inggris berarti ramping atau kurus. Lean berarti
manufaktur tanpa waste (pemborosan). Waste yang dimaksud disini adalah segala
sesuatu selain sejumlah minimum perlengkapan, material, komponen, dan waktu
kerja yang sangat penting untuk produksi. Dalam hal lainnya suatu perusahaan
dikatakan lean Jika semua aktivitas yang dilakukan hanya aktivitas yang bersifat
value-added atau aktivitas yang memberikan nilai tambah dilihat dari sudut
pandang konsumen.( (Jeffrey K. Liker, 2006)
2.2 Lean Manufacturing
Lean pertama kali ditemukan di lantai produksi sebuah manufaktur di Jepang
yaitu Toyota Motor Corporation. Lean manufacturing adalah suatu filosofi
manufaktur yang bertujuan untuk memperpendek waktu sejak terjadi pesanan
pelanggan sampai pengiriman barang dengan menghilangkan berbagai jenis
pemborosan (waste). Pendekatan Lean awalnya difokuskan pada eliminasi waste
dan aliran yang berlebih pada Toyota. Taiichi Ohno sebagai penemu Toyota
Production System dalam bukunya Taiichi Ohno-Beyond Large Scale Production
(1995), mengatakan Lean manufacturing adalah suatu filosofi jangka panjang
yang menyatukan seluruh elemen menjadi suatu sistem manajemen yang
bertujuan menghilangkan pemborosan secara menyeluruh. . Womack dan Jones
(2002), memiliki pendapat yang hampir sama dengan Taiichi Ohno, yaitu Lean
manufacturing merupakan suatu proses dimana semua orang dalam seluruh
organisasi bekerja sama untuk mengeliminasi waste (Womack,J.and Jones,D.
(2002)).

II-2

Lean manufacturing untuk dapat mengidentifikasi dan menghilangkan waste


atau aktivitas yang tidak memiliki nilai tambah. Tujuan dari diterapkan lean
manufacturing adalah untuk meningkatkan kinerja dari industri manufaktur.
Terdapat delapan waste yang ada dalam lean manufacturing (Liker,2006), yaitu :
1. Overproduction: Memproduksi barangbarang yang belum dipesan.
2. Waiting: Pekerja yang menggangur karena kehabisan material,
keterlambatan proses, mesin rusak dan bottle neck.
3. Transportation: Memindahkan material, komponen atau barang jadi dalam
jarak yang terlalu jauh.
4. Over processing: Melakukan langkah yang tidak diperlukan untuk
memproses komponen.
5. Inventory: Persediaan yang berlebih menyebabkan masalah seperti
keterlambatan pengiriman dan produk cacat yang disebabkan karena
peramalan tidak akurat.
6. Motion waste: Gerakan pekerja yang sia-sia saat melakukan pekerjaannya.
7. Defect: Memproduksi barang yang cacat atau mem-butuhkan perbaikan.
Tujuan lean adalah meningkatkan terus-menerus customer value melalui
peningkatan terus-menerus rasio antara nilai tambah terhadap waste (the value-towaste ratio). Suatu perusahaan dapat dianggap lean apabila the value-to-waste
ratio telah mencapai minimum 30%. Apabila perusahaan tersebut belum lean,
perusahaan tersebut dapat dikategorikan sebagai un-lean enterprise dan
dikategorikan sebagai perusahaan tradisional.(Gaspersz, 2011).
APICS Dictionary (2005) dalam (Gaspersz, 2011) mendefinisikan lean
sebagai suatu filosofi bisnis yang berlandaskan pada minimasi penggunaan
sumber-sumber daya (termasuk waktu) dalam berbagai aktivitas perusahaan.Lean
berfokus pada identifikasi dan eliminasi aktivitas-aktivitas tidak bernilai tambah
(non-value-adding activities) dalam desain, produksi (untuk bidang manufaktur)
atau operasi (untuk bidang jasa) dan supply chain management, yang berkaitan
langsung dengan pelanggan dengan cara mengalirkan produk (material, work-inprocess, output) dan informasi menggunakan sistem tarik (pull system) dari
customer

internal

maupun

eksternal

kesempurnaan. (Gaspersz, 2011).

untuk

mengejar

keunggulan

dan

II-3

Menurut (Gaspersz, 2011) terdapat lima dasar lean dan diantaraya adalah :
1. Mengidetifikasi nilai produk (barang dan jasa) berdasarkan perspektif
pelanggan, dimana pelanggan menginginkan produk (barang dan jasa)
berkualitas superior dengan harga yang kompetitif da penyerahan tepat
waktu.
2. Mengidetifikasi value stream process mapping (pemetaan proses pada
valuestream) untuk setiap produk (barang dan jasa). (catatan: kebanyakan
manajemen perusahaan industry di Indonesia hanya melakukan pemetaan
proses bisnis atau proses kerja, bukan melakukan pemetaan proses
produk). Hal ini berbeda dengan pendekatan lean.
3. Menghilangkan pemborosan yang tidak bernilai tambah dari semua
aktivitas sepanjang proses value stream itu.
4. Mengorganisasikan agar material, informasi, dan produk itu mengalir
secara lancar dan efisien sepanjang proses value stream menggunakan
sistem tarik (pull system).
5. Terus

menerus

mencari berbagai teknik dan

alat

peningkatan

(improvement tools dan techniques) untuk mencapai keunggulan dan


peningkatan terus-menerus.
2.3 Tahapan dalam Lean Manufacturing
Implementasi lean manufacturing terbagi menjadi empat tahap, yaitu:
a. Berusaha melihat waste yang ada di perusahaan dan melakukan eliminasi
terhadap waste yang ada. Apabila perusahaan tidak mengatasi
pemborosan tersebut maka masalah tersebut akan muncul terus menerus.
b. Mengidentifikasi waste yang sering terjadi, dengan value stream
mapping dimana tahap ini membantu untuk membantu menganalisa
penyebab waste terjadi.
c. Menghilangkan Pemborosan yang tidak bernilai tambah dari semua
aktivitas sepanjang proses value stream mapping dengan menggunakan
tabel VALSAT

II-4

d. Menemukan solusi untuk mengatasi permasalahan waste yang telah


diidentifikasi. Dengan melihat permasalahan secara keseluruhan maka
dapat membuat sebuah solusi untuk mengurangi waste yang ada.
e. Melakukan implementasi dari solusi yang telah dibuat, tahap ini
memerlukan waktu yang lama dan diperlukan proses pelatihan pekerja
agar dapat menerapkan solusi yang dipilih. Selain itu perlu adanya
perbaikan secara kontinu agar waste dapat dievaluasi dan dikurangi
(Gaspersz, 2011).

Berikut adalah tahapan untuk mengidentifikasi waste dengan menggunakan


pembobotan :
1. Kuisioner disusun berdasarkan kondisi dan karakteristik sistem
terhadap kemungkinan waste yang terjadi (Environment, Healty
and Safety (EHS), Defect / Rework, Overproduction, Waiting Time,
Not Utilizing Employee Knowledge, Skill and Ability, Excessive
Transportation, Unnecessary Inventories, Unnecessary Motion,
Inappropriate Processing) dan melakukan pembobotan terhadap
waste dengan kriteria skor terhadap peringkat dari tingkat keseringan
yang terjadi dengan skala sebagai berikut :
a) Peringkat 0 jika tingkat keseringan terjadi = 0%
b) Peringkat 1 jika tingkat keseringan terjadi = 10%
c) Peringkat 2 jika tingkat keseringan terjadi = 20%
d) Peringkat 3 jika tingkat keseringan terjadi = 30%
e) Peringkat 4 jika tingkat keseringan terjadi = 40%
f) Peringkat 5 jika tingkat keseringan terjadi = 50%
g) Peringkat 6 jika tingkat keseringan terjadi = 60%
h) Peringkat 7 jika tingkat keseringan terjadi = 70%
i) Peringkat 8 jika tingkat keseringan terjadi = 80%
j) Peringkat 9 jika tingkat keseringan terjadi = 90%
k) Peringkat 10 jika tingkat keseringan terjadi = 100%
2. Sampel dari populasi yang ditujukan pada kuisioner ini adalah
pihak-pihak yang terkait langsung dengan sistem operasi, Contoh:
1) Manajer plant
(1 responden)
2) PPC
(1 responden)
3) QC/QA
(1 responden)
4) Manajer departemen produksi
(1 responden)

II-5

5) Personalia produksi
(1 responden)
3. Pembobotan waste dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi
waste yang terjadi pada sistem dengan mengetahui tingkat
keseringan dari munculnya waste yang terjadi dengan menggunakan
kuisioner yang ditujukan kepada pihak-pihak operasi sistem
produksi. Jumlah dari pembobotan dari 7 waste harus 35 point.
Berikut adalah contoh dari pembobotan waste :
Tabel 2.1 Pembobotan Waste

NO
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

JENIS PEMBOROSAN
Over Production
Waiting
Transportasi
Process
Inventory
Motion
Defect
TOTAL SKOR

SKOR
0
3
8
6
7
6
5
35
(Nurudin,2013)

2.4 Jenis-Jenis Pemborosan (Waste)


Waste merupakan segala sesuatu yang meningkatkan biaya namun tidak
memberikan nilai tambah pada produk. Jenis-jenis waste menurut (Liker, The
Toyota Way 272 dalam Sulastama, 2012) adalah sebagai berikut :
1. Pemborosan berupa kelebihan hasil produksi (over production)
Memproduksi produk yang tidak sesuai dengan permintaan yang
dibutuhkan.Seharusnya kegiatan produksi dilakukan untuk mengerjakan
produk yang dapat segera djual bukan disimpan. Produksi berlebih
mengakibatkan meningkatnya resiko barang disimpan yang akan
menimbulkan penumpukan yang memerlukan biaya perawatan dan
tempat penyimpanan yang lebih besar.
2. Waiting
Menunggu membuat semua aktifitas terhenti, baik pada mesin maupun
pekerjaan

sehingga

menimbulkan

pemborosan.Contoh

material datang.
3. Pemborosan berupa transportasi (transportasi waste)

menunggu

II-6

Perpindahan produk antara proses merupakan kegiatan yang tidak


menambah nilai. Perpindahan yang tidak perlu dapat membahayakan dan
mengurangi kualitas dari produk.Transportasi yang efisien adalah
perpindahan yang dilakukan langsung menuju tempat dimana produk
tersebut langsung digunakan.
4. Pemborosan terhadap produk cacat (defect product waste)
Produk cacat dapat disebabkan oleh kesalahan manusia pada proses
produksi namun dapat juga disebabkan oleh proses transportasi dan
penyimpanan.Pemborosan terjadi terhadap perbaikan produk cacat dan
penggantian material baru yang mengakibatkan semakin panjangnya
waktu tunggu manufaktur dan meningkatkan biaya produksi.Cacat
produk akibat kesalahan manusia dapat dikurangi atau dihilangkan
dengan

menambahkan

peralatan

pencegah

cacat

pada

prose

produksi,sebaliknya cacat produk yang diakibatkan oleh proses


transportasi sulit untuk dideteksi.
5. Inventory
Merupakan simpanan cadangan yang berlebih.Inventory dapat berupa
bahan baku, work in process, dan produk jadi yang berlebih. Adanya
inventory berlebih membutuhkan perlakuan ekstra yang semestinya dapat
diminimalkan seperti penyimpanan, administrasi, dan biaya.
6. Pemborosan proses (over processing waste)
Pemborosan terjadi karena melakukan proses yang tidak diperlukan
misalnya

mengencangkan

putus,menggunakan
menggunakan

baut

peralatan

peralatan

yang

secara

dengan

tingkat

mengakibatkan

tidak

tepat

keakuratan

baut

guna,seperti
rendah

dan

pembebanan peralatan yang berlebihan sehingga mengakibatkan


kerusakan alat.Pemborosan ini juga dapat terjadi karena mengubah atau
melakukan proses ulang terhadap produk yang tidak standar menjadi
produk yang dapat digunakan lagi.
7. Pemborosan gerakan (motion waste)

II-7

Pemborosan dapat terjadi karena melakukan gerakan yang tidak perlu


atau melakukan gerakan yang tidak menambah nilai seperti gerakan
menyusun dan merapikan produk,memindahkan hasil produksi,mencari
peralatan,dan sebagainya.Gerakan-gerakan ini tidak akan meningkatkan
kapasitas produk yang dihasilkan melainkan semakin sering dilakukan
maka waktu yang diperlukan untuk membuat satu produk semakin
meningkat dibandingkan dengan cycle time standar,sehingga target hasil
produksi sulit tercapai.
Waste(Gaspersz, 2011)didefinisikan sebagai segala aktivitas kerja yang tidak
memberikan nilai tambah dalam proses transformasi input menjadi output
sepanjang valuestream.Menurut (Gaspersz, 2011) pada dasarnya dikenal dua
kategori utama pemborosan, yaitu type one waste dan type two waste.
Type one waste adalah aktivitas kerja yang tidak menciptakan nilai tambah
dalam proses transformasi input menjadi output sepanjang valuestream, namun
aktivitas itu pada saat sekarang tidak dapat dihindarkan karena berbagai alasan.
Misalnya aktivitas inspeksi dan penyortiran dari perspektif lean merupakan
aktivitas tidak bernilai tambah sehingga merupakan waste, namun pada saat
sekarang kita masih membutuhkan inspeksi dan penyortiran karena mesin dan
peralatan yang digunakan sudah tua sehingga tingkat keandalannya berkurang.
Demikian pula pengawasan terhadap orang, misalnya merupakan aktivitas tidak
bernilai tambah berdasarkan perspektif lean, namun pada saat sekarang kita masih
harus melakukannya karena orang tersebut baru saja direkrut oleh perusahaan
sehingga belum berpengalaman. Dalam konteks ini aktivitas inspeksi, penyortiran,
dan pengawasan dikategorikan sebagai type one waste.Dalam jangka panjang type
one waste harus dapat dihilangkan atau dikurangi.Type one waste ini juga sering
disebut sebagai Incidential Activity atau Incidential Work yang termasuk kedalam
aktivitas tidak bernilai tambah (non-value-adding-work or activity).
Type two waste merupakan aktivitas yang tidak menciptakan nilai tambah
dan dapat dihilangkan dengan segera.Misalnya menghasilkan produk cacat
(defect) atau melakukan kesalahan (error) yang harus dapat dihilangkan dengan
segera.Type two waste ini sering disebut sebagai waste saja karena benar-benar

II-8

merupakan pemborosan yang harus dapat diidentifikasi dan dihilangkan dengan


segera.
Tabel 2.2 Seven Plus Type of Waste
Type

Type

Waste
Overproduction : memproduksi
lebih dari pada kebutuhan
pelanggan internal dan eksternal,
atau memproduksi lebih cepat atau
lebih awal dari pada waktu
kebutuhan pelanggan internal dan
eksternal
Delay : keterlambatan yang tampak
melalui orang-orang yang sedang
menunggu mesin, peralatan, bahan
baku, supplies,
perawatan/pemeliharaan
(maintenance), dll. Atau mesin yang
sedang menunggu perawatan,
orang-orang, bahan baku, peralatan,
dll.

Akar penyebab (RootCause)


Ketiadaan komunikasi, sistem
balas jasa dan penghargaan yag
tidak tepat, hanya berfokus pada
kesibukan kerja, bukan untuk
memenuhi kebutuhan pelanggan
internal da eksternal.

Inkonsistensi metode kerja,


waktu penggantian produk yang
panjang (long changeover times),
dll.

Transportation : proses pemindahan


atau memindahkan material atau
produk oleh orang atau mesin dalam
jarak yang sangat jauh dari satu
proses ke proses berikutnya yang
dapat mengakibatkan waktu
penanganan material bertambah

Tata letak yang buruk (poor


layout), ketiadaan koordinasi
dalam proses house keeping,
organisasi tempat kerja yang
buruk (poor work place
organization), lokasi
penyimpanan material atau
produk yang banyak dan saling
berjauhan (multiple and long
distance storage locations)

Processes : mencakup proses-proses


tambahan atau aktivitas kerja yang
tidak perlu atau tidak efisien

Ketidak tepatan penggunaan


peralatan, pemeliharaan yang
buruk, gagal mengkombinasi
operasi-operasi kerja, proses
kerja dibuat serial padahal
proses-proses itu tidak saling
tergantung satu sama lain, yang
semestinya dapat dibuat parallel.

Tabel 2.2 Seven Plus Type of Waste (Lanjutan)


Waste
Akar penyebab (RootCause)

II-9

Inventories : pada dasarnya


inventories menyembunyikan
masalah dan menimbulkan aktivitas
penanganan tambahan yang
seharusnya tidak diperlukan.
Inventories juga megakibatkan
extra paper work, extra space,dan
extra cost.

Motions : setiap gerakan atau


pergerakan dari orang atau mesin
yang tidak menambah nilai kepada
barang dan jasa yang akan
diserahkan kepada pelanggan tetapi
hanya menambah biaya dan waktu

Defective products : scarp, rework,


customersreturns,
customerdissatisfactions.

7+1

Defective products : desain yang


tidak
memenuhi
kebutuhan
pelanggan, penambahan features
yang tidak perlu.

Peralatan yang tidak andal


(unrealiable equipment), aliran
kerja yang tidak seimbang
(unbalance flow), pemasok yang
tidak kapabel (incapable
suppliers), peramalan kebutuhan
yang tidak akurat, ukuran batch
yang besar (large batch size), log
change over times.
Organisasi tempat kerja yang
buruk (poor work place
organization), tata letak yang
buruk (poor layout), metode
kerja yang tidak konsisten
(inconsistent work methods),
poor machine design.
Incapable processes, insufficient
training, ketiadaan prosedur
operasi standar.
Lock of customers input in
design, over design.

(Sumber : Gaspersz, 2011)


Berikut adalah sumber-sumber pemborosan dalam suatu sistem bisnis dan
industri (Gaspersz, 2011):
1. Pemborosan pada input
a. Kelebihan persediaan (overstocking).
b. Material-material yang tidak terpakai (cacat, usang).
2. Pemborosan pada proses
a. Scrap dan pekerjaan ulang.
b. Proses yang tidak efisien.
c. Proses yang kuno/usang.
d. Proses tidak andal.

3. Pemborosan pada output


a. Kelebihan produksi yang tidak terjual (overproduction).

II-10

b. Produk cacat.
c. Produk usang.
d. Produk usang/ketinggalan mode.
4. Pemborosan dalam lini produksi
a. Pekerjaan ulang.
b. Scrap.
c. Pekerjaan jelek.
d. Hasil-hasil yang rendah.
e. Inventori untuk pengaman (buffer inventories).
f. Lini produksi terhenti karena kegagalan mesin dan/atau
peralatan.
g. Lini produksi terhenti karena kekurangan material.
h. Kerusakan mesin dalam waktu lama.
i. Perubahan-perubahan rekayasa (engineering changes).
j. Tambahan penggunaan input (tenaga kerja, material,dll) karena
desain produk yang jelek.
k. Kekurangan peralatan yang sesuai.
l. Prosedur dan instruktur kerja yang tidak jelas.
m. Tingkat absensi tinggi karyawan bagian produksi.
n. Ketiadaan pelatihan bagi karyawan bagian produksi.
o. Tata letak pabrik yang jelek.
p. Waktu set up mesin lama.
q. Kualitas material rendah.
r. Kelebihan kertas kerja (paperwork).
s. Waktu terbuang dari pekerja (worker idle time).
5. Pemborosan dalam departemen material
a. Invetori pengaman (buffer inventories).
b. Kelebihan material.
c. Material yang usang.
d. Waktu inspeksi kedatangan material yang lama.

II-11

e. Kehilangan inventori.
f. Terlalu banyak pemasok.
g. Terlalu banyak pesanan pembelian (purchase orders).
h. Keterlambatan pengiriman.
i. Fasilitas yang besar atau luas untuk menyimpan inventori.
j. Selisih perhitungan material yang datang dengan pesanan
pesanan pembelian.
k. Perencaaan material dan peramalan yang jelek.
l. Kelebihan penggunaan kertas kerja (paperwork).
6. Pemborosan yang terkait dengan pemasok
a. Kualitas part yang jelek.
b. Keterlambatan pengiriman.
c. Pengiriman dalam jumlah besar.
d. Selisih perhitungan material yang dikirim dengan pesanan
pembelian.
e. Pekerjaan ulang.
f. Ongkos-ongkos yang tinggi.
g. Kesalahan-kesalahan dalam pengiriman.
7. Pemborosan dalam rekayasa desain (design engineering)
a. Dokumentasi yang jelek.
b. Desain yang jelek
c. Terlalu banyak parts dalam desain.
d. Terlalu banyak pemasok yang berbeda untuk parts yang
digunakan dalam desain.
e. Desain terlalu kompleks sehingga membutuhkan proses
manufacturing yang kompleks.
f. Keterlambatan penyerahan desain produk.
g. Desain menggunakan komponen yang tidak andal.
h. Desain menggunakan material dengan ongkos tinggi.
i. Terlalu banyak konfigurasi dalam produk.

II-12

j. Terlalu banyak perubahan rekayasa dan pekerjaan ulang


(engineering chages and rework).
k. Struktu produk (bill of material) yang kompleks dan memiliki
tingkat yang terlalu banyak.
l. Keandalan mesin yang rendah.
m. Desain memasukkan features yang tidak diinginkan oleh
pelanggan.
2.5 Value Stream Mapping
Value Stream Mapping adalah suatu alat yang secara visual menggambarkan
segala aktifitas baik berupa aliran proses,material,dan informasi (value added
maupun non value added) yang terjadi selama siklus hidup lengkap produk atau
jasa yaitu dari saat lahirnya produk atau jasa tersebut sampai ke titik ketika
disampaikan ke konsumen. Value adalah apa yang menjadi keinginan konsumen
yang pada umumnya meliputi kualitas tinggi,ketepatan waktu,dan harga yang
murah. Berikut ini kategori aktifitas yang dipetakan pada VSM.
a) Value added (VA) activities
Value added (VA) activities adalah segala aktivitas atau proses yang
membawa perubahan atau menambah fungsi pada suatu produk seperti
merubah bahan baku menjadi finished goods. VA activities juga sering
didefinisikan sebagai proses utama yang merubah bentuk produk atau
jasa menjadi lebih bernilai, dimana konsumen bersedia membayar atas
nilai tersebut.
b) Non value added (NVA) activities
Non value added (NVA) activities adalah segala aktivitas yang tidak
memberikan perubahan bentuk dan nilai tambah apapun pada produk
namun meningkatkan biaya. NVA sering disebut sebagai waste yang
harus dieliminasi. Misalnya kegiatan menunggu material atau informasi,
rework, transpotasi yang tidak efisien dan lain-lain.
c) Required non valueadded (RNVA) activities

II-13

Required non valueadded (RNVA) activities adalah aktifitas yang tidak


memberikan nilai tambah namun perlu untuk dilakukan, misalnya proses
operasi,akuntansi,dan lain-lain. Manajemen value stream adalah proses
meningkatkan rasio value terhadap non value dengan mengidentifikasi
dan mengeliminasi sumber waste (Breyfogle, 2003 padaKhatijah, 2012).
APICS Dictionary (2005) dalam (Gaspersz, 2011) mendefinisikan value stream
sebagai proses-proses untuk membuat, memproduksi, dan menyerahkan produk
(barang dan/atau jasa) ke pasar. Untuk proses pembuatan barang (good), value
stream mencakup pemasok bahan baku, manufaktur dan perakitan barang, serta
jaringan pendistribusian kepada pengguna barang itu. Untuk proses jasa (service),
value stream terdiri atas pemasok, personel pendukung dan teknologi, produser
jasa, dan saluran-saluran distibusi jasa itu.

Gambar 2.1 Bentuk Dasar Value Stream Mapping

Simbol yang biasa digunakan dalam penggambaran aliran proses value stream
mapping pada tahap ini dapat dilihat pada tabel 2.3
Tabel 2.3 Simbol untuk Proses Value Stream Mapping
No

1.

Nama

Customer/Supplier

Lambang

Fungsi
Merepresentasikan supplier bila diletakkan
di kiri atas, yakni sebagai titik awal yang
umum digunakan dalam penggambaran
aliran material. Sementara gambar akan
mereprentasikan customer bila ditempatkan
di kanan atas, biasanya sebagai titik akhir
aliran material.

II-14

Tabel 2.3 Simbol untuk Proses Value Stream Mapping (Lanjutan)


No

Nama

Lambang

Fungsi

Menyatakan proses, operasi mesin


atau departemen yang melalui aliran
material.

Secara

menghindari
2.

Dedicated Proses

langkah

untuk

pemetaan

proses

diinginkan,
biasanya

khusus,

setiap

yang

maka

tidak

lambing

ini

merepresentasikan

satu

departemen dengan aliran internal


yang kontinu.
Lambang ini memiliki lambanglambang
3.

Data Box

di

dalamnya

yang

menyatakan informasi / data yang


dibutuhkan untuk menganalisis dan
mengamati sistem.
Menunjukkan
inventory

keberadaan

diantara

dua

suatu
proses.

Ketika memetakan current state,


jumlah inventory dapat diperkirakan
dengan satu perhitungan cepat, dan
jumlah tersebut dituliskan dibawah
4.

Inventory

gambar segitiga. Jika terdapat lebih


dari

satu

gunakan

akumulasi
satu

inventory,

lambang

untuk

masing-masing inventory. Lambang


ini juga dapat digunakan untuk
mereprentasikan penyimpanan bagi
raw material dan finished goods.

II-15

Tabel 2.3 Simbol untuk Proses Value Stream Mapping (Lanjutan)


No

Nama

Lambang

Fungsi

Lambang
5.

Operator

ini

merepresentasikan

operator. Lambang ini menunjukkan


jumlah operator yang di butuhkan
untuk melakukan suatu proses
Merepresentasikan pergerakan raw
material dari supplier hingga menuju

6.

Shipments

gudang

penyimpanan

akhir

di

pabrik, atau pergerakan dari produk


akhir di gudang penyimpanan pabrik
hingga sampai ke konsumen.
Merepresentasikan

pergerakan

material dari satu proses menuju


proses berikutnya. Push memiliki
7.

Push Arrows

arti

bahwa

memproduksi

proses

dapat

sesuatu

tanpa

memandang kebutuhan cepat dari


proses yang bersiat downstream.
Melambangkan

pengiriman

yang

dilakukan dari supplier ke konsumen


8.

External Shipments

atau pabrik ke konsumen dengan


menggunakan

pengangkutan

eksternal (di luar pabrik)


Merepresenatsikan
9.

Production Control

penjadwalan

produksi utama atau departemen


pengontrolan, orang, atau operasi.

II-16

Tabel 2.3 Simbol untuk Proses Value Stream Mapping (Lanjutan)


No

Nama

Lambang

Fungsi

Manual Info

Gambar anak panah yang lurus dan tipis


menunjukkan aliran informasi umum yang
bisa diperoleh melalui catatan, laporan
ataupun percakapan. Jumlah dan jenis
catatan lain bisa jadi relevan.

11.

Electronic Info

Merepresentasikan aliran elektronik seperti


melalui :Electronic Data Interchange (EDI),
internet, intranet, LANs (Local Area
Network), WANs (Wide Area Network).
Melalui anak panah ini, maka dapat
diindikasikan jumlah informasi atau data
yang dipertukarkan, jenis media yang
digunakan seperti fax, telepon, dan lain-lain
dan juga jenis data yang dipertukarkan itu
sendiri

12.

Other

Menyatakan informasi atau hal lain yang


peting

Timeline

Menunjukkan waktu yang memberikan nilai


tambah (cycle times) dan waktu yang tidak
memberikan
nilai
tambah
(waktu
menunggu). Lambang ini digunakan untuk
menghitung Lead Time dan Total Cycle
Time.

10.

13.

(Sumber :Gaspersz, 2011)


Terdapat 7 macam detail mapping tools yang biasa digunakan, antara lain sebagai
berikut :
1. Process Activity Mapping
Tool ini memetakan proses secara detail langkah demi langkah. Gambar ini
menggunakan simbol-simbol yang berbeda untuk mempresentasikan
aktivitas operasi, menunggu, transportasi, inspeksi dan penyimpanan. Peta
ini berguna untuk mengetahui berapa persen kegiatan yang dilakukan
merupakan kegiatan nilai tambah dan berapa persen bukan nilai tambah,
baik yang bisa dikurangi maupun yang tidak. Perluasan dari tool ini dapat
digunakan untuk mengidentifikasikan lead time dan produktivitas baik

II-17

aliran fisik maupun aliran informasi. Lima tahap pendekatan dalam


Process Activity Mapping secara umum adalah :
a) Memahami aliran proses
b) Mengidentifikasi pemborosan
c) Mempertimbangkan apakah proses dapat di arrange ulang pada
rangkaian yang lebih effisien.
d) Mempertimbangkan aliran yang lebih baik, melibatkan aliran
layout dan rute transportasi yang berbeda.
e) Mempertimbangkan apakah segala sesuatu yang telah dilakukan
pada tiap-tiap stage benar-benar perlu dan apa yang akan terjadi
jika hal-hal yang berlebihan tersebut dihilangkan.
Tujuan dari pemetaan ini adalah untuk membantu memahami aliran proses,
mengidentifikasikan adanya pembororsan, mengidentifikasikan apakah
suatu

proses

dapat

diatur

kembali

menjadi

lebih

efisien,

mengidentifikasikan perbaikan aliran penambahan nilai.


2. Supply Chain Response Matrix
Merupakan sebuah grafik yang menggambarkan hubungan antara
inventory dengan lead time yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi
dan mengevaluasi kenaikan atau penurunan tingkat persediaan dan panjang
lead time pada tiap area dalam supply chain. Dari fungsi yang diberikan,
selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan manajemen
untuk menaksir kebutuhan stock apabila dikaitkan pencapaian lead time
yang pendek. Tujuan penggunaan tool ini untuk menjaga dan
meningkatkan service level kepada konsumen pada tiap jalur distribusi
dengan biaya yang rendah.
3. Production Variety Funnel
Merupakan suatu teknik pemetaan secara visual dengan cara melakukan
plot pada sejumlah variasi produk yang dihasilkan dalam setiap tahap
proses manufaktur. Teknik ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi titik
mana sebuah produk generic diproses menjadi beberapa produk yang
spesifik, dapat menunjukkan area bottleneck pada desain proses. Yang
selanjutnya dapat digunakan untuk perbaikan kebijakan inventory, dalam
bentuk bahan baku, produk setengah jadi atau produk jadi.
4. Quality Filter Mapping

II-18

Merupakan tool yang memetakan di mana problemproblem kualitas


muncul dalam supply chain. Problem kualitas yang dimaksud bisa berupa
produk cacat (yang tidak terdeteksi oleh proses inspeksi ), internal scrap
(kecacatan yang diproduksi dan terdeteksi oleh bagian inspeksi ), dan
sevice defect yang merupakan masalah pada jasa yang menyertai produk,
seperti keterlambatan pengiriman atau kekurangan dokumen, kesalahan
proses

packing

maupun

labeling,

kesalahan

jumlah

(quantity),

permasalahan faktur dan sebagainya


5. Demand Amplification Mapping
Merupakan tool yang digunakan untuk memetakan pola permintaan di tiap
titik pada supply chain. Pada umumnya, variabilitas permintaan meningkat
semakin ke hulu posisi dalam supply chain
6. Decision Point Analysis
Merupakan tool yang mempunyai nama lain decoupling point, yaitu titik di
mana terjadi perubahan pemicu kegiatan produksi yang tadinya
berdasarkan ramalan menjadi berdasarkan pesanan.
7. Physical Stucture
Merupakan tool baru yang dapat digunakan untuk memahami sebuah
kondisi supply chain di industri. Hal ini diperlukan untuk mengerti
bagaimana industri itu sendiri, bagaimana operasinya dan khususnya
dalam

mengarahkan

perhatian

pada

area

yang

mungkin

belum

mendapatkan perhatian yang cukup. Alat ini membantu mengapresiasikan


apa yang terjadi dalam industri.
Pemakaian tools yang tepat didasarkan pada kondisi perusahaan itu sendiri dan
dilakukan dengan menggunakan value stream mapping tool yaitu
Tabel 2.4 Value Stream Mapping Tools
Waste/ Structure

Process

Supply

Prod.

Quality

Demand

Decisio

Physical

Activity

Chain

Variet

Filter

Amplificatio

n Point

Structur

Mappin

Respones

Mappin

n Mapping

Analysis

e Matrix

Funne

l
OverProductrio
n
Waiting

L
L

II-19

Transport
Inappropriate
Processing
Unncessary
Inventory
Unnecessary
Motion
Defect
Overall

L
L

Structure

L
H

H
L

(Hines & Rich, 1997)

Catatan :
H (high correlation and usefulness) faktor pengali = 9
M (Medium correlation and usefulness) faktor pengali = 3
L (Low correlation and usefulness) faktor pengali = 1
2.6 Process Cycle Efficiency (PCE)
Process Cycle Efficiency atau biasa disingkat dengan PCE, adalah suatu
metode yang digunakan untuk menganalisa suatu masalah yang akan dieliminasi.
Metode ini sangat membantu mempermudah untuk menentukan apakah proses
yang ada pada suatu sistem tersebut bernilai tambah atau value-added. Untuk
mengaplikasikan metode PCE membutuhkan beberapa hal, yaitu :
1. Memetakan proses
2. Mengidentifikasi langkah-langkah value added activity (VA) , necessary
but nonvalue added (NNVA) atau tidak bernilai tambah tetapi diperlukan
untuk mendukung value added activity dan non value added (NVA) atau
tidak bernilai tambah.
3. Menstratakan maping sesuai point nomer 2
4. Tambahkan dimensi waktu pada langkah-langkah proses.
Setelah langkah-langkah tersebut selesai, kemudian dapat menghitung
seberapa banyak persentasi dari value-add. Waktu dari keseluruhan proses disebut
cycle time. Untuk mengidentifikasi PCE. Adapun rumus untuk mendapatkan nilai
PCE dalam suatu sistem produksi yaitu membagi waktu value-add time dengan
cycle time.

II-20

Process Cycle Efficiency (PCE) digunakan untuk menghitung nilai efisiensi


dari suatu proses. Menurut George (2002), Nilai efisiensi suatu proses dapat
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Process

Cycle

Efficiency

(PCE)

Value Added Time


Total Lead Time

.(2.1)
2.7 Pengertian Manufacturing Cycle Effectiveness (MCE)
Manufacturing cycle effectiveness (MCE) adalah persentase value added
activities yang ada dalam aktivitas proses produksi yang digunakan oleh
perusahaan untuk menghasilkan value bagi customer (Saftiana,2007). MCE
merupakan ukuran yang menunjukkan persentase value added activities yang
terdapat dalam suatu aktivitas yang digunakan oleh seberapa besar non value
added activities dikurangi dan dieliminasi dari proses pembuatan produk
(Mulyadi , 2003).
Manufacturing cycle effectiveness merupakan alat analisis terhadap aktivitas
aktivitas produksi, misalnya berapa lama waktu yang dikonsumsi oleh suatu
aktivitas mulai dari penanganan bahan baku, produk dalam proses hingga produk
jadi (cycle time). MCE dihitung dengan memanfaatkan data cycle time atau
throughput time yang telah dikumpulkan. Pemilihan cycle time dapat dilakukan
dengan melakukan activity analysis (Saftiana, 2007). Cycle time terdiri dari value
added

activity

dan

non

value

added

activities.

Value added activity yaitu processing time dan non value added activities yang
terdiri dari waktu penjadwalan (schedule time), waktu inspeksi (inspection time),
waktu pemindahan (moving time), waktu tungggu (waiting time), dan waktu
penyimpanan (storage time). Cycle time yang digunakan untuk menghitung MCE
dapat diformulasikan sebagai berikut (Mulyadi,2003) :

II-21

MCE=

Processing Time
...............................................................................
cycle time

(2.2)
Analisis MCE dapat meningkatkan kinerja dan efisiensi perusahaan melalui
perbaikan yang bertujuan untuk mencapai cost effectiveness (Saftiana, dkk 2007).
Analisis dilakukan langsung terhadap aktivitas-aktivitas perusahaan yang
dirumuskan dalam bentuk data waktu yang dikonsumsi oleh setiap aktivitas.
Waktu aktivitas tersebut mencerminkan berapa banyak sumber daya dan biaya
yang dikonsumsi oleh aktivitas tersebut dan dapat dijadikan sebagai dasar untuk
menilai kinerja dan efektivitas pada perusahaan. Analisis MCE yaitu keputusan
dilakukan untuk menurunkan biaya produksi. Suatu proses pembuatan produk
menghasilkan cycle effectiveness sebesar 100%, maka aktivitas bukan penambah
nilai telah dapat dihilangkan dalam proses pengolahan produk, sehingga customer
produk tidak dibebani dengan biaya-biaya untuk aktivitasaktivitas yang bukan
penambah nilai (Mulyadi, 2003). Apabila proses pembuatan produk menghasilkan
cycle effectiveness kurang dari 100%, maka proses pengolahan produk masih
mengandung aktivitas-aktivitas yang bukan penambah nilai bagi customer. proses
produksi yang ideal adalah menghasilkan cycle time sama dengan processing time
(Saftiana, dkk 2007).
2.8 Root Cause Analys (RCA)
Keandalan didefenisikan sebagai probabilitas dari suatu item untuk dapat
melaksanakan fungsi yang telah ditetapkan, pada kondisi pengoperasian dan
lingkungan tertentu untuk periode waktu yang telah ditentukan. Analisa keandalan
berhubungan dengan distribusi probabilitas dengan waktu sebagai variabel
random. Parameter yang akan diukur misalnya laju kegagalan komponen, lama
waktu mereparasi, adalah variabel yang bervariasi secara random terhadap waktu.
Data perawatan tentang jam operasi suatu peralatan untuk mengalami perawatan
(diasumsikan mengalami kegagalan), kemudian dianalisa untuk mencari bentuk
kurva distribusi probabilitasnya.

II-22

Root Cause Analysis (RCA) merupakan metode yang terstruktur untuk


menemukan secara pasti awal kesalahan yang menjadi akar penyebab dari
kegagalan sebuah sistem atau peralatan. Tujuan utama RCA adalah meningkatkan
keandalan sebuah sistem sehingga akan meningkatkan faktor ketersediaan sistem
tersebut. Setiap munculnya penyebab kegagalan diinvestigasi dan dilaporkan
adalah agar sedapat mungkin kita dapat mengidentifikasi langkah perbaikan guna
mencegah munculnya kejadian yang sama dan lebih jauh dapat melindungi
kesehatan dan keselamatan, pekerja dan lingkungan (DOE, 1992).
RCA memberikan petunjuk bagaimana mengidentifikasi penyebab kegagalan
sebuah sistem hingga berbagai level yang menjadi penyebab kritisnya kondisi
sistem. Teknik Root Cause Analysis mengeksploitasi keterkaitan hubungan yang
umumnya terjadi antara sistem dan subsistem. Root Cause sering kali digunakan
dalam hubungannya analisa sebuah kegagalan dan proses analisa dilakukan
setelah terjadi kegagalan (Moubray, 1997).
Untuk menyelesaikan sebuah masalah, pertama kali harus dikenali dan
dimengerti apa yang menjadi penyebab masalah tersebut. Akar penyebab masalah
merupakan penyebab yang paling mendasar terhadap sebuah kondisi yang tidak
diinginkan. Jika penyebab sebenarnya tidak diidentifikasi, maka seseorang
biasanya hanya menunjukkan gejalanya saja dan masalah tersebut akan terus
berlanjut. Oleh karena itu, mengidentifikasi dan memilah akar penyebab dari
masalah sangat penting dilakukan. Proses Root Cause Analysis menurut Rooney
(2004) terdiri dari 4 langkah utama yaitu :
1. Pengumpulan data
2. Rekonstruksi faktor penyebab
3. Identifikasi akar penyebab
4. Rekomendasi dan impelementasi

Anda mungkin juga menyukai