BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Struktur Anatomi dan Fisiologi Sistem Urinaria Bagian Bawah
Sistem urinaria bagian bawah terdiri atas buli-buli dan uretra yang
keduanya harus bekerja secara sinergis untuk dapat menjalankan fungsinya dalam
menyimpan (storage) dan mengeluarkan (voiding) urine. Buli-buli dan uretra
dapat dipandang sebagai suatu kesatuan dengan pertumbuhannya yang berasal
dari jaringan sekitar sinus urogenitalis. Oleh karena itu lapisan otot polos
keduanya sama, lapisan dalam merupakan lapisan longitudinal dan lapisan luar
membentuk anyaman sirkuler yang mengelilingi lubang urethra. Anyaman
sirkuler ini yang berperan pada keadaan tekanan istirahat atau tekanan penutupan
dalam uretra.
Anyaman otot vesika ini menjadi satu lapisan dengan kelanjutan serabutserabutnya ditemukan pula di dinding uretra sebagai otot-otot uretra, dikenal
sebagai muskulus sfingter vesicae internus atau muskulus lisosfingter. Otot-otot
tersebut terletak di bawah lapisan jaringan yang elastis dan tebal dan disebelah
luar dilapisi jaringan ikat. Di dalam lapisan elastis yang tebal ditemukan lapisan
mukosa dengan jaringan submukosa yang spongius.
Disamping muskulus sfingter vesikae internus dan lebih ke distal
sepanjang 2 cm, uretra dilingkari oleh suatu lapisan otot tidak polos dikenal
sebagai muskulus sfingter uretra eksternus atau muskulus rabdosfingter eksternus.
Otot ini dapat meningkatkan fungsi sfingter vesika dengan menarik uretra ke arah
proksimal sehingga urethra lebih menyempit. Otot-otot polos vesika dan uretra
berada dibawah pengaruh saraf para simpatis dan dengan demikian berfungsi
serba otonom. Muskulus rabdosfingter merupakan sebagian dari otot-otot dasar
panggul sehingga kekuatannya dapat ditingkatkan dengan latihan-latihan dasar
panggul tertentu. Muskulus bulbokaver-norsus dan ishiokavernosus juga dapat
aktif ditutup bila vesika penuh dan ada perasaan ingin berkemih, sehingga tidak
terjadi inkontinensia.
parauretra. Posisi uretra proksimal dan leher vesika adalah mobil dan dipengaruhi
oleh muskulus dan relaksasinya pada waktu miksi menghilangkan sudut
vesikouretra bagian posterior. Secara klinis hubungan uretra proksimal yang mobil
dan dipengaruhi oleh levator ani dengan uretra distal yang terfiksasi terdapat pada
separoh panjang uretra dan disebut lutut uretra. Daerah ini tempat masuk uretra
ke dalam membran perinei dan terfiksasi pada struktur tersebut.
Mekanisme yang berperan dalam penyanggaan leher vesika dan uretra proksimal
meliputi 3 struktur yaitu arkus tendineus fasia pelvis, otot levator ani dan fasia
endopelvik yang mengelilingi uretra dan vagina.
cepat pada keadaan batuk, akan tetapi karena tekanan batuk diteruskan oleh
kontraksi otot lurik thorakoabdominopelvik, kontraksi diagfragma pernafasan,
interkostal dan otot dinding perut adalah mungkin.
Peningkatan tekanan intraabdominal bisa meningkatkan atau menurunkan
aliran urine. Hal ini tergantung pada berkontraksi tidaknya otot levator ani. Posisi
leher vesika akan berubah dengan kontraksi dan relaksasi levator ani. Terjadi
penebalan jaringan ikat endopelvis yang terletak disekitar leher vesika, disebut
ligamen pubovesikal, yang menunjukkan kombinasi muskulus pubovesikal
dengan jaringan fibrous yang menyertainya. Leher vesika dan uretra proksimal
turun pada saat mulai miksi. Perubahan posisi ini menyebabkan lig. Pubovesikal
menarik leher vesika ke arah lebih anterior, sehingga mempermudah pembukaan.
Penutupan leher vesika dapat terjadi dengan kompresi leher vesika melawan lig.
pubovesikal ketika posisi retropubik normal. Pada sfingter interna terdapat
beberapa struktur yang dapat mempengaruhi penutupannya. Cekungan bentuk U
dari muskulus detrusor (the detrussor loop) mengelilingi bagian anterior leher
vesika dan membantu terjadinya penutupan. Di antara lapisan ini dan lumen uretra
terdapat cincin otot polos dan elastis yang dikenal sebagai trigonal ring, yang
berfungsi membantu mekanisme penutupan leher vesika.
Aktifitas sfingter eksterna berasal dari 3 elemen yang berbeda. Otot polos,
otot lurik dan elemen vaskuler menyokong tekanan penutupan uretra pada
keadaan istirahat. Lapisan luar urethra distal dibentuk oleh otot lurik sfingter
urethrovaginal atau ke dalam daerah di atas membran perineal sebagai kompresor
uretra. Otot ini memelihara tonus kontinensia. Otot polos uretra terdiri dari lapisan
longitudinal dan sirkuler dan terletak di dalam otot lurik sfingter urogenital,
terdapat pada 4/5 bagian uretra proksimal. Konfigurasi otot ini berperan dalam
konstriksi lumen. Di dalam uretra juga terdapat pleksus vaskuler, yang
mempunyai beberapa AV anastomose. Hal ini membantu penutupan uretra.
10
11
buli). Miksi kemudian terjadi jika terdapat relaksasi sfingter uretra eksterna dan
tekanan intravesikal melebihi tekanan intrauretra.
Kelainan pada unit vesiko-uretra dapat terjadi pada fase pengisian atau pada
fase miksi. Kegagalan buli-buli dalam menyimpan urin menyebabkan urin tidak
sempat tersimpan di dalam buli-buli dan bocor keluar buli-buli, yaitu pada
inkontinensia urin sedangkan kelainan pada fase ,miksi menyebabkan urin
tertahan di dalam buli-buli sampai terjadi retensi urin.
12
13
uretra posterior tetap terbuka meskipun tidak ada kontraksi otot destrusor
sehingga uretra proksimal tidak lagi berfungsi sebagai sfingter.
Inkontinensia Paradoksa
Inkontinensia paradoksa (over flow) adalah keluarnya urine tanpa dapat
dikontrol pada keadaan volume urine di buli-buli melebihi kapasitasnya.
Detrusor mengalami kelemahan sehingga terjadi atonia atau areffleksia.
Keadaan ini ditandai dengan overdistensi buli-buli (retensi urine), tetapi
karena buli-buli tidak mampu lagi mengosongkan isinya, tampak urine
selalu menetes dari meatus uretra. Kelemahan otot ini dapat disebabkan
karena obstruksi uretra, neuropati diabetikum, cedera spinal, defisiensi
vitamin B12, efek samping pemakaian obat, atau pasca bedah daerah pelvic.
Inkontinensia Kontinua atau Continuos Incontinence
Inkontinensia urine kontinua adalah urine yang selalu keluar setiap saat dan
dalam berbagai posisi. Keadaan ini paling sering disebabkan oleh fistula
sistem urinaria yang menyebakan urine tidak melewati sfingter uretra. Pada
fistula vesikovagina terdapat lubang yang menghubungkan buli-buli dan
vagina. Jika lubangnya cukup besar, buli-buli tidak pernah terisi oleh urine,
karena urine yang berasal dari kedua ureter tidak sempat tertampung di bulibuli dan keluar melalui fistula ke vagina. Fistula vesikovagina seringkali
disebabkan oleh operasi ginekologi, trauma obstetric, atau pasca radiasi di
daerah pelvik. Fistula sistem urinaria yang lain adalah fistula uretrovagina
yaitu terdapat hubungan antara ureter dan vagina, hal ini juga dapat
disebabkan oleh cedera ureter pasca operasi daaerah pelvic. Penyebab lain
dari inkontinensia urin kontinua adalah muara urter ektopik pada anak
perempuan. Gejala khas muara ureter ektopik sama dengan gejala
ureterovagina, yaitu urine selalu merembes keluar tetapi pasien masih bisa
buang air kecil secara normal.
Inkontinensia Urine Fungsional
14
pempersnya
Adakah faktor pencetus seperti batuk, bersin, atau aktifitas lain yang
mendahului inkontinensia
Adakah riwayat diabetes mellitus
Adakah riwayat infeksi saluran kemih berulang
Riwayat operasi-opserasi sebelumnya
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan menyeluruh tetap dilakukan untuk melihat kondisi pasien
15
penigkiatan sensitifitas buli-buli dan uretra yang dapat terlihat pada inkontinensia
urge. Pada inspeksi regio genitalia kita juga harus menetukan adanya sisa-sia atau
rembesan urin yang keluar. Pemeriksaan palpasi bimanual untuk mencari massa
pada uterus atau adneksa. Mintalah pasien untuk melakukan maneuver valsava,
jika terdapat penurunan leher buli-buli-uretera dan dijumpai urine yang keluar,
kemungkinan penderita mangalami gangguan SUI.
Pemeriksaan neurologis yang dilakukan adalah pemeriksaan pada korda spinalis
saraf S2-4. Segmen ini dapat diperiksa dengan cara ankle jerk lefrek, fleksi toe
dan arch feet dan tonus sfingter ani atau reflex bulbokavernosus. Keadaan spingter
ani yang flaksid menunjukkan adanya kelemahan kontraksi dari otot detrusor.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan urinalisis, kultur urin dan kalau perlu sitologi urin diperlukan
untuk menyingkirkan adanya proses inflamasi/infeksi/keganasan pada saluran
kemih
Pemeriksaan Penunjang
Pada kasus inkontinensia urin pemeriksaan yang baik untuk dilakukan
adalah pemeriksaan urodinamik yang terdiri atas pemeriksaan uroflowmetri, tes
valsava, pemeriksaan pencitraan yang meliputi pielograf intravena, maupun
sistografi miksi yang diperlukan untuk mencari kemungkinan adanya fistula
uretrovagina, muara ureter ektopik, an penurunan leher buli-buli uretra pada
sistografi. Pemeriksaan residu urine dilakukan untuk mengetahui kemungkinan
adanya obstruksi infravesika atau kelemahan otot detrusor.
2.3.6 Penatalaksanaan
Tujuan terapi pada inkontinensia urin adalah mengobati penyebabnya,
disamping
dilakukan
usaha-usaha
untuk
mengatasi
problematika
akibat
16
paradoks yang disebabkan adanya obstruksi infravesika, terapi yang tepat adalah
desobstruksi. Pada inkontinensia urin stress ataupun urge, pilihan terapi
tergantung dari derajat keparahan inkontinensia. Terapi yang dilakukan bisa
berupa latihan/rehabilitasi, medikamentosa, dan operasi.