PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Tonsil atau yang lebih sering dikenal dengan amandel adalah massa yang
terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus
didalamnya, bagian organ tubuh yang berbentuk bulat lonjong melekat pada kanan
dan kiri tenggorok. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil
palatina, dan tonsil faringal yang membentuk lingkaran yang disebut cincin
Waldeyer. Tonsil terletak dalam sinus tonsilaris diantara kedua pilar fausium dan
berasal dari invaginasi hipoblas di tempat ini.
Tonsillitis sendiri adalah inflamasi pada tonsila palatine yang disebabkan
oleh infeki virus atau bakteri. Saat bakteri dan virus masuk ke dalam tubuh
melalui hidung atau mulut, tonsil berfungsi sebagai filter/ penyaring menyelimuti
organisme yang berbahaya tersebut dengan sel-sel darah putih. Hal ini akan
memicu sistem kekebalan tubuh untuk membentuk antibody terhadap infeksi
yang akan datang. Tetapi bila tonsil sudah tidak dapat menahan infeksi dari
bakteri atau virus tersebut maka akan timbul tonsillitis. Dalam beberapa kasus
ditemukan 3 macam tonsillitis, yaitu tonsillitis akut, tonsillitis membranosa, dan
tonsillitis kronis. Oleh karena itu penting bagi perawat untuk mempelajari
patofisiologi, manifestasi klinis, prosedur diagnostik dan asuhan keperawatan
yang komprehensif pada klien tonsilitis beserta keluarganya.
1.2. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat secara nyata dalam memberikan
asuhan keperawatan anestesi
2. Tujuan khusus
a. Di harapkan mampu mengetahui tentang pengertian Adeno tonsilitis
b. Di harapkan mampu membuat asuhan keperawatan mengenai penyakit
adeno tonsilitis
1.4 METODE PENULISAN
Metode yang di gunakan dalam penulisan laporan ini yaitu pengamatan langsung
pada pasien dan orang tua mengenai penyakit. Perawatan dan pengobatan.
1.4.1 Waktu
Waktu pengkajian kasus di lakukan pada tanggal 23 juli 2015 pukul 07.30 WIB
1.4.2 Tempat
Pengumpulan data pengkajian di lakukan di OK 509 GBPT RSUD Dr Soetomo
Surabaya
1.5 SISTEMATIKA PENULISAN
1.5.1 bab 1 : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penyusunan,
metode penulisan dan sistematika penulisan.
1.5.2 bab 2 Tinjawan pustaka yang terdiri dari konsep dasar, pengertian, faktot
faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah, anatomi dan fisiologi,
patofisiologi, dampak masalah,dan konsep asuhan keperawatan.
1.5.3 bab 3 : tinjawan kasus yang memuat asuhan keperawatan, pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.
1.5.4 bab 4 : pembahasan yang memuat tentang prosedur penatalaksanaan anestesi
yang terdiri dari manajement pre operatif, intra opratif dan post opratif
1.5.5 bab 5 : penutup terdiri dari kesimpulan dan sar
2
BAB 11
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KONSEP DASAR
2.1.1. PENGERTIAN
Tonsilitis adalah suatu penyakit yang dapat sembuh sendiri berlangsung
sekitar lima hari dengan disertai disfagia dan demam (Megantara, Imam, 2006).
Tonsilitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh kuman streptococcus beta
hemolyticus, streptococcus viridons dan streptococcus pygenes, dapat juga
disebabkan oleh virus (Mansjoer, A. 2000). Tonsilitis kronik merupakan hasil dari
serangan tonsillitis akut yang berulang. Tonsil tidak mampu untuk mengalami
resolusi lengkap dari suatu serangan akut kripta mempertahankan bahan purulenta
dan kelenjar regional tetap membesar akhirnya tonsil memperlihatkan pembesaran
permanen dan gambaran karet busa, bentuk jaringan fibrosa, mencegah pelepasan
bahan infeksi (Sacharin, R.M. 1993).
Tonsilitis adalah radang yang disebabkan oleh infeksi bakteri kelompok A
streptococcus beta hemolitik, namun dapat juga disebabkan oleh bakteri jenis lain
atau oleh infeksi virus (Hembing, 2004).
Tonsil merupakan kumpulan jaringan limfoid/ getah bening yang terletak di
rongga mulut. Tonsil terdiri dari Tonsila Palatina yang sering disebut amandel,
yang terletak di kiri kanan rongga mulut; tonsila faringea yang disebut Adenoid
terletak di dinding belakang nasofaring dan tonsila lingulis terletak di pangkal
lidah. Ketiganya membentuk seperti cincin yang disebut cincin Waldeyer terletsak
pada daerah yang merupakan pintu masuk saluran nafas dan saluran pencernaan.
Dalam kondisi normal ketiganya berfungsi untuk melindungi tubuh terhadap
infeksi baik melalui udara maupun makanan secara imunologis.
Virus
Adenovirus
ECHO
2.1.4 Patofisiologi
Bakteri dan virus masuk dalam tubuh melalui saluran nafas bagian atas, akan
menyebabkan infeksi pada hidung atau faring kemudian menyebar melalui
system limfa ke tonsil. Adanya bakteri dan virus pathogen pada tonsil
menyebabkan terjadinya proses inflamasi dan infeksi sehingga tonsil
membesar dan dapat menghambat keluar masuknya udara. Infeksi juga
mengakibatkan kemerahan dan odema pada faring serta di temukan eksudat
berwarna putih keabuan pada tonsil sehingga menyebabkan timbulnya sakit
tenggorokan, nyeri telan, demam tinggi, bau mulut serta otalgia, yaitu nyer
yang menjalar ke telinga. ( Nurbaiti 2001 ).
2.1.5 WOC
dan os petrosus.
Abses retrofiring merupakan kumpulan pus dalam ruang
retrofiring biasanya terjadi pada anak pada usia 3 bulan sampai
2. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan fisik dilakukan pada saat pasien masuk, dan diulang kembali
2.
3.
4.
5.
1. B 1 : Breathing (Pernafasan/Respirasi)
10
o Sputum.
Sputum yang keluar harus dinilai warnanya, jumlah dan
konsistensinya. Mukoid sputum biasa terjadi pada bronkitis kronik
dan astma bronkiale; sputum yang purulen (kuning hijau) biasa
terjadi pada pnemonia, brokhiektasis, brokhitis akut; sputum yang
mengandung darah dapat menunjukan adanya edema paru, TBC,
dan kanker paru.
o Selang oksigen
peningkatan
volume
tidal
secara
mendadak
menurunkan PCO2.
Kapasitas Vital : Normal 50 60 cc / kg BB
Minute Ventilasi
Forced expiratory volume
Peak inspiratory pressure
3. B 3 : Brain (Persyarafan/Neurologik)
12
o Tingkat kesadaran
Penurunan tingkat kesadaran pada pasien dengan respirator dapat terjadi
akibat penurunan PCO2 yang menyebabkan vasokontriksi cerebral.
menjadi :
Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,
13
Tingkat kesadaran ini bisa dijadikan salah satu bagian dari vital sign.
GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai
tingkat kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak)
rangsang nyeri)
(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi
stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada &
dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : tidak ada respon
14
EVM
Selanjutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15
hipoksia cerebral.
Kontraksi pupil dapat disebabkan oleh kerusakan batang otak, penggunaan
narkotik, heroin.
b. Rongga mulut
Penilaian pada mulut adalah ada tidaknya lesi pada mulut atau perubahan
15
e.
f.
g.
h.
16
3. Persiapan Alat
1. Mesin Anestesi
a) Selalu pastikan mesin berfungsi dengan baik dengan cara:
b) Hubungkan kabel listik dengan sumber listrik.
c) Hubungkan pipa oksigen dari mesin anestesi dengan Outlet sumber
oksigen
d) Pasang Currogated + bag sesuai kebutuhan.
e) Cek apakan ada kebocoran dengan cara tutup valve, kembangkan bag
dengan
f) flash O2 atau putar O2 10 lpm, lalu coba pompa bag dan cari apakah
ada
kebocoran dari bag, sambungan, atau currogated.
g) Soda lime (bila warna sudah berubah harus diganti)
h) Vaporizer harus di cek apakan agent inhalasi sudah terisi.
2. Peralatan untuk Airway.
1.Suction :
a. Sambungkan dengan sumber listrik
b. Cek Kelengkapannya meliputi: selang
suction,
tabung
penampung
c. kateter suction dengan diameter 1/3 diameter ETT, ujungnya
harus
d. tumpul dan lubang lebih dari satu.
e. Atur kekuatan penghisapan sesuai kebutuhan (Adult 200
mmHg
f. pediatric 100 mmHg dan bayi 60 mmHg )
2.Oropharingeal
a. Cara mengukur
1. Dari sudut bibir sampai ke tragus.
2. Dari tengah bibir sampai angulus mandibula.
b. Dipakai sebagai bite block sekaligus untuk mencegah jatuhnya
pangkal lidah terutama pada pasien yang tidak sadar (reflek
muntah tidak ada)
3. Nasopharingeal
a.Cara mengukur:
Dari ujung hidung sampai tragus.
Diameter sebesar jari kelingking kanan penderita.
17
n.
o.
p.
q.
18
6. Set Krikotirotomy
Disiapkan bila diperkirakan intubasi akan sulit dilakukan per oral/
nasal dan airway akan sulit dikuasai.
3.Peralatan Breathing.
a. Sungkup muka (masker) sesuai kebutuhan.
b. Bag-valve-mask (BVM) / jakson rees
4. Peralatan Sirkulasi
a. Peralatan untuk pemasangan infus :
1.
20
Dewasa
: 2 2,5 mg/ KgBB
Orang tua : 1,25 2 mg/KgBB
e. Etomidate
Sediaan 2 mg/cc sediakan dalam spuit 10 cc.
Dosis 0,2 -0,6 mg/ KgBB IV
f. Ketalar (ketamine)
Sediaan dalam vial 100 mg/cc
Sediakan 10 mg/cc dalam spuit 10 cc.
Dosis induksi 1 4 mg/KgBB IV
Dosis IM 6 -13 mg/ KgBB
4. Obat Relaxant.
a. Golongan Depolarisasi ( Succinylcholine)
1.
Sediaan 20mg/cc sediakan dalam spuit 5 cc
2.
Dosis 1 2 mg/KgBB durasi 3-10 menit.
3.
Bisa terjadi fasiculasi pada pemberian terlalu cepat
4.
Dosis ulangan bisa menyebabkan bradicardia.
b. Golongan non depolarisasi.
1. Atracurium (Tracrium)
a) Merupakan golongan Nondepol intermediate acting.
b) Sediaan 10 mg/cc dalam spuit 5cc
c) Dosis Intubasi 0,5 0,6 mg/Kg BB durasi 20-45 menit.
d) Dosis Maintenance 0,1 mg/KgBB
2. Vecuronium (Norcuron).
a) Merupakan golongan Nondepol intermediate acting
b) Sediaan 4 mg/cc dalam spuit 3cc
c) Dosis intubasi 0,1 0,2 mg/KgBB durasi 25-45 menit.
d) Dosis Maintenance 0,015-0,02 mg/KgBB
3. Rocuronium (Esmeron, Roculax)
a) Merupakan golongan Nondepol intermediate acting dengan onset
yang cepat.
b) Sediaan 10 mg/cc dalam spuit 5cc.
c) Dosis Intubasi 0,6 1,0 mg/ KgBB durasi 30-60 menit.
d) Dosis maintenance 0,10-0,15 mg/kg BB
4. Pancuronium (Pavulon)
a) Merupakan golongan Nondepol long acting.
b) Sediaan 2 mg/cc dalam spuit 3 cc.
c) Dosis intubasi 0,08 0,12 mg/KgBB
d) Dosis Maintenance 0,15-0,20 mg/KgBB
e) 5. Obat inhalasi.
21
6. Obat analgetik.
a. NSAID (Nonsteroidal anti Inflammatory Drugs).
Seperti: Ketorolac, Novalgin, Antrain, Tramadol
b. Opioid.
Seperti: Petidine, Morphin fentanyl.
7. Obat lainnya.
a. Anti emetik
b. H2 Blocker dan antasida.
8. Persiapan pasien di dalam OK
Tata Kerja :
1. Meja mesin anestesi dialasi dengan kasa bersih
2. Alat untuk intubasi disiapkan di atas meja tersebut
3. Obat-obat ditempatkan dalam tempat semprit, diletakkan di meja tersebut
4. Pipa oksigen dari mesin anestesi dipasang pada outlet sumber oksigen
5. Pipa penghisap dipasang pada alat penghisap
6. Monitor EKG dipasang pada sumber listrik
7. Pasang elektroda, manset, saturasi dan EKG
8. pastikan IV line berjalan dengan lancar
9. Beri tau pasien bahwa tindakan pembiusan akan segera di mulai, minta
pasien berdoa
Perhatian :
1. Semua alat dan obat yang disediakan harus siap pakai
22
2.
3.
23
alat
Persiapan alat :
1. Alat penghisap dengan kateternya (steril)
24
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
25
Pelaksanaan :
1.
2.
3.
4.
26
bersih
dari
sekret/cairan/muntah.
8. Sisa kotoran di mulut dibersihkan dengan kassa/tissue.
9. Pasien dikembalikan ke posisi yang nyaman
10. Alat-alat dibersihkan dan petugas mencuci tangan.
Perhatian :
Penghisapan harus dilakukan dengan hati-hati, tidak terlalu dalam karena
dapat merangsang refleks muntah. Pada pasien sadar dapat menyebabkan
bahaya aspirasi.
H. Pembahasan obat-obat Anestesi
Pada syok anafilaktik untuk mengatasi gangguan sirkulasi dan menghilangkan
bronchospasme
Pada syok ringan dosis 0,3 - 0,5 mg sub cutan dalam larutan 1: 1000 (1 cc = 1
mg)
Pada syok berat dapat diulang atau ditingkatkan 0,5 - 1 mg
Pada RJP diharapkan merangsang reseptor alfa agar terjadi vasokonstriksi
perifer dan merangsang reseptor beta di jantung agar pembuluh darah koroner
dilatasi hingga aliran darah ke myokard jadi lebih baik
Adrenalin mengubah Fine Ventricular Fibrillation menjadi Coarse
Ventricular Fibrillation yang lebih mudah disembuhkan dengan DC Shock
(defibrilasi) dosis anjuran 0,5 - 1 mg dalam larutan 1 : 10.000 (1mg dilarutkan
menjadi 10 cc) kalau perlu diulang tiap 5 menit karena masa kerjanya pendek
Suntikan intra kardial tidak dianjurkan karena menyebabkan pneumothorak,
kerusakan koronaria atau nekrosis miocard.
EPHEDRINE
Obat simpatomimetik
Kerja ganda : secara langsung pada reseptor adrenergik dan secara tidak
langsung dengan merangsang pengeluaran katekolamin
27
Efeknya sama dengan adrenalin potensinya lebih lemah tapi masa kerjanya 7 10 kali lebih panjang
Selama anestesi untuk mengatasi hipotensi akibat blok spinal atau depresi
Halothan
Dosis 10 - 50 mg IM atau 10 - 20 mg IV
DOPAMINE
LIDOKAIN
Obat pilihan untuk aritmia ventrikuler
Efek segera dan masa kerjanya pendek. IV bolus memberi kadar puncak
dalam 10 detik dan berlangsung sampai 30 menit
Dosis IV 1 - 1,5 mg / kgbb. Dosis pemeliharaan dalam tetesan infus 15 - 50
mikrogram / kg BB
28
Obat golongan glukokortikoid yang memiliki efek anti inflamasi dan anti
edema yang sangat kuat
Digunakan untuk mengurangi edema otak pasca trauma dan pasca RJP (pada
fase dini) dan untuk mengatasi edema laring pasca intubasi.
Dosis 0,2 mg / kg BB IV dapat diulangi tiap 6 jam.
FUROSEMIDE
29
NARKOTIK
Morphin dosis 0,1 - 0,2 mg / kg BB
Pethidine dosis 1 - 2 mg / kg BB
Dosis pada orangtua dan anak-anak diberikan lebih kecil (setengah dosis
dewasa)
Keuntungan
Memudahkan induksi
Kerugian
Menyebabkan vasodilatasi perifer
Menghasilkan
analgesia
pra
dan
pasca bedah
BENZODIAZEPIN
Keuntungan
Kerugian
30
Kadang
menyebabkan
Tidak
menimbulkan
sedasi
Tidak
mendepresi
tertentu
sedasi
tidak
napas,
orang
berkepanjangan
yang
berlebihan,
pada
pemberian IM
MIDAZOLAM
Keuntungan
Larut dalam air.
Kerugian
Kemungkinan terjadi depresi respirasi
BUTYROPHENON
Droperidol (DHBP) dosis 2,3 - 5 mg IM dan dosis IV 1 - 1,25 mg
Digunakan kombinasi dengan narkotik.
Hindari pemakaian pada pasien dengan riwayat alergi / rhinitis vasomotorika.
Kerugian
Keuntungan
Bekerja
secara
sentral
pada
pusat
muntah di medulla
efek
blokade
thd
dapat
extrapyramidal
normal.
pada
pasien
hipertermia
sebelum
menimbulkan
pada
pasien
antagonis
menyebabkan
relatif hipovolemia.
31
gejala
yang
ringan
yg
vasodilatasi
ANTIHISTAMIN
ANTICHOLINERGIC
Atropin dosis 0,25 mg IM dewasa. Anak-anak dosis 0,01 0,05 mg/kg BB
Punya efek kompetitif inhibitor terhadap mukarinik dari acethylcholine.
Dapat menembus barier lemak seperti blood-barin, placenta dan GI
Kerugian
Keuntungan
Kenaikan suhu.
scopolamin)
Nadi meningkat.
Midriasis.
Cycloplegia
agitasi.
BARBITURAT
Contoh Luminal
Merupakan hipnotik
Diberikan peroral sebelum waktu tidur sehari pre op.
Kontraindikasi pada pasien intermitten porphyria.
Keuntungan
Menimbulkan sedasi
Kerugian
Tidak adanya efek anlgesia
ANTASIDA
Contoh Gelusil
32
kemampuan
histamin
dalam
meningkatkan
sekresi
cairan
Epolarisasi
Relaksasinya pendek.
Non Depolarisasi
Relaksasinya lama
Efek
menurun
bersamaan
dg
diberikan
bila
golongan
non
turun,
bila
dengan
diberikan
bersamaan
anticholinesterase
atau
Tidak
mempunyai
serta hipotermia
antidotum.
asetilcholine.
Antagonisnya
anticholinesterase
33
Pelumpuh otot depolarisasi jangka pendek, mula kerja cepat dan lama kerja
singkat.
Untuk mempermudah intubasi trachea.
Mulai kerja 1 - 2 menit dengan lama 3 - 5 menit.
Dosis untuk intubasi 1 - 2 mg / kg BB / IV.
Dosis pemeliharaan relaksasi otot 1 - 2 mg / menit.
Untuk pemakaian kontinue per infus buat larutan dengan konsentrasi 1 mg / 1
cc (250 mg dalam 250 cc larutan).
Efek samping dan komplikasi.
a.
b.
c.
penyakit
hati
parenkimal,
kaheksia dan
anemia
(hipoproteinemia)
d.
e.
f.
g.
34
Dosis sangat besar bersifat inotropik negatif. Berikatan kuat dengan globulin
plasma.
Dosis intubasi trachea 10 - 15 mg IV
Dosis paralisis otot abdominal 10 - 15 mg
Lama paralisis bervariasi antara 15 hingga 50 menit
GALAMIN (FLAXEDIL)
Obat pelumpuh otot non depolarisasi sintetik
Lama kerja obat 15 - 20 menit
Mula kerja sangat berhubungan dengan aliran darah otot. Mempunyai efek
yang lemah pada ganglion saraf dan tidak menyebabkan pelepasan histamin
Memiliki sifat seperti Atropin yaitu menyebabkan tachicardi walaupun pada
dosis kecil (20 mg). Dapat menembus sawar utero plasenta tetapi tidak sampai
mempengaruhi kontraksi uterus.
Dosis untuk intubasi trachea 80 - 100 mg IV tunggu 2 - 3 menit.
Dosis untuk pembedahan 2 mg / kg BB / IV. Pada dosis sebesar 40 mg jarang
sampai menimbulkan paralisis diafragma dan pasien tetap masih bernapas
spontan.
Digunakan sebagai profilaksis bradikardi selama anestesi umum (pembedahan
bola mata).
Hindari pemakaian pada pasien dengan takikardi dan fungsi ginjal buruk atau
ancaman gagal ginjal.
ALKURONIUM KLORIDA (ALLOFERINE)
Merupakan sintetik toksoferin, suatu alkaloida tanaman Strychnos Toksifera.
Mula kerja pada menit ke-3 selama 15 - 20 menit
Tidak bersifat pelepas histamin jaringan. Dapat menghambat ganglion
simpatik sehingga dapat menimbulkan hipotensi terutama pada pasien
penyakit jantung.
Efek meningkat bila pemberian bersama dengan N2O, Tiopental, Narkotik.
Dosis intubasi trachea 0,3 mg / kg BB / IV
Dosis relaksasi pembedahan dewasa 0,15 mg / kg BB / IV, anak-anak 0,125 0,2 mg / kg BB / IV
35
36
37
ANESTESI PARENTERAL
THIOPENTAL (THIOPENTONE SODIUM, PENTOTHAL)
Merupakan golongan barbiturat yang waktu bekerjanya sangat singkat
Induksi IV berjalan cepat dalam 30 - 60 detik pasien sudah tidak sadar.
Pemberian IV harus secara perlahan sambil melihat respon pasien, sampai mata tertutup dan
reflek bulu mata hilang.
Dosis 3 - 5 mg / kgbb
Dosis yang lebih banyak terjadi depresi pusat pernapasan di medulla oblongata.
Pasien cepat kembali sadar dalam 3 - 5 menit akibat adanya redistribusi obat dari otak ke
jaringan lain, bukan karena cepatnya metabolisme dihati atau ekskresi di ginjal.
Sangat sesuai untuk tindakan singkat.
Sebagai obat induksi yang dilanjutkan dengan halothan akan berjalan lancar.
Bila dilanjutkan dengan ether akan mengalami banyak kendala sebab thiopental menaikkan
kepekaan reflek napas sedangkan ether merangsang jalan napas.
Khasiat analgesia dan relaksasi otot bergaris kurang
Tidak menyebabkan mual atau muntah.
KETAMINE (KETALAR)
Dapat diberikan secara IM, IV bolus atau drip per infus.
Dosis IM untuk permulaan 8 - 10 mg / kgbb dengan dosis ulang separuhnya
Dosis IV untuk permulaan 1 - 2 mg / kgbb dengan dosis ulang 1 mg / kgbb
Dosis dapat diperkecil dengan pemberian drip infus 2 - 4 mg / kgbb.
Ketalar dilarutkan dalam NaCl 0,9 % atau RL dibuat larutan 10 % (1mg / cc).
Tidak boleh digunakan untuk operasi mata dan pasien dengan trauma kepala atau dicurigai
adanya proses di otak.
12
Kerugian
Keuntungan
Penyimpanan mudah.
kranial
mahal.
Menggunakannya mudah.
Dapat
digunakan
untuk
Menyebabkan nystagmus.
induksi
Stimulasi
ringan
kardiovaskuler
ANESTESI INHALASI
MAC (Minimum alveolar concentration):
Kadar minimal zat tersebut dalam alveolus pada tekanan satu atmosfer yang diperlukan
untuk mencegah gerakan pada 50% yang dilakukan insisi standar
NITROUS OXIDE (N2O, DINITROGEN OKSIDA)
MAC 10,4 10,5%
Gas hampir tidak berbau, tidak mudah terbakar tapi dapat memudahkan terbakar dan
meledaknya obat anestesi yang mudah terbakar.
Khasiat anestesinya lemah sehingga dapat dipakai pada operasi kecil atau membantu
mempercepat induksi
Penggunaan N2O dilakukan dengan campuran oksigen dalam perbandingan kadar N 2O : O2
50% : 50% atau maksimal 70% : 30% (min 25% disertai O2)
Khasiat analgesianya digunakan sebagai kombinasi dengan obat anestesi lain yang tidak
memiliki khasiat analgesia seperti Halothan, Enfluran, Isofluran
Tidak memiliki khasiat relaksasi.
Setelah selesai N2O dihentikan dan diteruskan O2 100% selama 5-10 menit lagi untuk
mencegah diffusion hypoxia.
ETHER (DIETHYL-ETHER)
Cairan tak berwarna, mudah menguap, mudah terbakar dan mudah meledak lebih-lebih jika
digunakan bersama O2
Mudah teroksidasi menjadi perokside dan dengan alkohol membentuk asetaldehid.
Mempunyai bau yang merangsang. Sekresi bronchus dan ludah meningkat.
Menyebabkan mual dan muntah baik pada waktu induksi maupun pulih sadar melalui
mekanisme rangsang lambung dan efek sentral.
Mempunyai khasiat narkosis baik, analgesia kuat dan relaksasi otot bergaris sangat baik serta
mempunyai batas keselamatan sangat lebar.
Dosis maksimal yang diberikan waktu induksi 15 - 20 vol %
Dosis pemeliharaan 2 - 4 vol %Untuk memudahkan induksi digunakan Ethyl chloride dengan
tetes terbuka (open drop) atau ketamin IV / IM
14
HALOTHANE
MAC 0,75%
Cairan tak berwarna, berbau enak, tak mudah terbakar atau meledak, harus diawetkan dengan
Timol 0,01%
Khasiat anestesia cukup kuat tetapi sifat analgesia kurang baik, tidak melemaskan otot
bergaris kecuali otot masester.
Induksi cepat dengan kadar 2 - 3 vol % pemeliharaan 0,5 - 2 vol%.
Selain untuk induksi dapat juga digunakan untuk laringoskopi intubas, asalkan anestesianya
cukup dalam, stabil dan sebelum tindakan diberikan anlgesia semprot lidokain 4% atau 10%
di sekitar faring laring.
Kombinasi dg adrenalin sering menyebabkan disritmia. Adrenalin dianjurkan dengan
pengenceran 1:1200.000 (5ug/ml) dan maksimal penggunaannya 2 ug/ml
Tekanan darah menurun karena kontraktilitas otot jantung menurun dan adanya vasodilatasi
perifer. Pada overdosis mudah terjadi cardiac arrest.dan bradikardi karena aktivitas saraf
vagus relatif meningkat. Mudah terjadi extra sistole dan aritmia ventrikuler karena myokard
mudah peka terhadap katekolamin.
Pada seksio sesarea dibatasi maksimal 1 vol%.
Penggunaan berulang harus dihindari sebelum jarak waktu 12 minggu karena dapat
menyebabkan kerusakan hepar (nekrosis sentrilobuler) melalui makanisme sensitisasi).
ENFLURAN (CHF2 OCF2 CHFCI)
Hidrokarbon halogen yang kuat. MAC 1,68% (1,63 1,70%) didalam oksigen
Hindari penggunaan pada pasien dengan riwayat epilepsi.
15
Kombinasi dengan andrenalin 3 kali lebih lebih aman dibanding dengan halothane.
Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibanding halothane.
Efek depresi napas lebih kuat dibanding halothane dan enfluran, lebih iritatif dibanding
halothane.
Depresi terhadap sirkulasi lebih kuat dibanding halothane, tetapi jarang menimbulkan aritmia
Efek relaksasi terhadap otot lurik lebih baik dibanding halothane.
ISOFLURAN (FORANE, AERRANE)
MAC 1.15 - 1.20%
Merupakan halogenasi eter yang pada dosis anestetik atau subanestetik menurunkan laju
metabolisme otak terhadap oksigen.
Meninggikan aliran darah otak dan tekanan intra kranial hal ini dapat dikurangi dengan
tehnik anestesi hiperventilasi sehingga banyak digunakan untuk bedah otak.
Efek terhadap jantung dan curah jantung minimal. Sehingga digemari untuk tehnik anestesi
hipotensi pada bedah gangguan koroner.
Dosis pelumpuh otot dapat dikurangi sampai 1/3 dosis biasa.
Konsentrasi > 1% terhadap uterus hamil menyebabkan relaksasi dan kurang responsif jika
diantisipasi dengan oksitosin sehingga menyebabkan perdarahan pasca persalinan.
DESFLURAN (SUPRANE)
Merupakan halogenasi eter yg rumus bangun dan efek klinisnya mirip isofluran.
Sangat mudah menguap sehingga perlu menggunakan vaporizer khusus TEC-6, titik didih
mendekati suhu ruangan (23,5 oC)
Potensinya rendah (MAC 6,0%)
Bersifat simpatomimetik menyebabkan takikardi dan hipertensi.
Efek depresi napasnya seperti isofluran dan ethran.
Merangsang jalan napas atas sehingga tidak digunakan untuk induksi anestesi.
SEVOFLURAN (ULTANE)
MAC 1.80 - 2.0%
Merupakan halogenasi eter.
Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan dengan isofluran.
Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas.
16
I. TAHAP ANESTESI
Tahap I (stadium analgesia)
Tidak ada pola tertentu dari pernapasan, gerak bola mata maupun lebar pupil.
Napas tidak teratur baik irama maupun amplitudonya. Napas kadang-kadang cepat, pelan
atau berhenti sebentar
Pupil lebar
Muntah terjadi pada akhir tahap II pada waktu induksi juga pada waktu akan siuman
Mulai dari berakhirnya tahap 2 sampai berhentinya napas spontan (arrest napas).
Pembedahan dapat dilakukan.
Napas jadi teratur ( dapat dinilai dari gerak dan suara napas) seperti orang tidur nyenyak.
Plane 1
Napas teratur, dalam (amplitudo besar) gerak dada dan perut serentak (waktu dada
naik perut ikut naik)
Amplitudo gerak dada dan perut sama atau hampir sama
Pernapasan dada sangat nyata.
17
1) Premedikasi
2) Jenis Anestesi
3) Posisi Operasi
Memberitahu pasien
Mencuci tangan
Tempatkan pasien dalam posisi terlentang di tempat tidur
Letakkan bantal dibawah kepala, leher dan bahu atas
Merapikan tempat tidur
Mencuci tangan
4) Intubasi Jam WIB
Tehnik intubasi :
Tehnik Induksi : IV
Laringoskop
: No
Oksigenasi
Laringoskop
dimasukkan
menyusuri
tepi
kanan
19
Auskultasi
Fiksasi
6) Inhalasi
: Isoflurane %
7) Ventilasi
: Circuit, O2 : 3 lpm
Urine
Darah
EBV
: 80 cc x BB
20
BAB III
TINJAUAN KASUS
1. Pengkajian
Hari / Tgl
: Kamis, 23 Juli 2015
Tempat
: Ruang OK GBPT Lt V / 509
Diagnosa
: ATE
Register
: 12430092
Rencana Tindakan: Adeno tonsilektomy
1. Identitas
a) Identitas pasien
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Agama
Diagnosa
Alamat
Status ASA
:
:
:
:
:
:
:
An A
8 Th
Laki -laki
Islam
Tonsilitis Kronis
Jln. MT. Haryono, Gg.6, Rt.8, No.89, Samarinda
I ( Satu )
b) Penanggung jawab
Nama
Umur
Jenis kelamin
Alamat
:
:
:
:
Ny. R
48 Th
Perempuan
Jln. MT. Haryono, Gg.6, Rt.8, No.89, Samarinda
21
Hub. Pasien
Ibu Pasien
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan saat ini
Susah menelan, jika menelan terasa sakit pada daerah tenggorokkan. Pasien sering
mengeluh batuk.
b. Riwayat penyakit sekarang.
Pasien mengatakan jika penyakitnya ini sudah lama, namun hilang timbul, namun
pada tanggal 20 Juli 2015 pasien berobat ke poli THT, dan atas saran dokter pasien
dirawat pada tanggal 21 Juli 2015, dan akan menjalani operasi tonsilektomy pada
tanggal 23 Juli 2015.
c. Riwayat anestesi/ operasi sebelumnya
Pasien mengatakan bahwa belum pernah menjalani operasi sebelumnya dan baru ini
akan menjalani operasi.
d. Riwayat kesehatan pasien
Pasien mengatakan tidak pernah sesak nafas, hanya batuk pilek biasa, tidak ada alergi
obat maupun makanan.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Ibu pasien mengatakan di keluarga pasien hanya dirinya yang mengalami penyakit
seperti ini.
Ibu pasien mengatakan bahwa pasien tidak ada kesulitan untuk beristirahat. Pasien
bisa tidur baik di rumah maupun di rumah sakit.
4. Pemeriksaan fisik
Kesadaran
GCS
Vital Sign
BB
: Compos Mentis
: 15
: TD : 110/ 60 mmHg, N : 90 x/ mnt, RR : 22 x/ mnt, Suhu : 36,5oC.
: 35 kg
a. Sistem pernafasan
Suara nafas vesikuler, tidak ada batuk dan pilek, tidak ada asma, ronch i -/ -, ekspansi
dada ( + ), wheezing -/ -.
b. Sistem kardiovaskular
BJ I dan BJ II normal, tidak ada penyakit jantung, mur mur ( - ), gallop ( - ), nadi
dapat teraba dengan jelas.
c. Sistem urologi
BAK teratur, tidak ada nyeri waktu BAK, sumbatan ( - ), warna kuning.
d. Sistem pencernaan
Mulut bersih, dapat membuka lebar mulut, mukosa bibir terlihat kering, terlihat
tonsil membesar, nyeri menelan ada, peristaltik ( + ), nyeri tekan pada lambung ( - ).
e. Sistem neurologis dan muskuloskeletal
Ekstremitas atas dan bawah dapat digerakkan, sudah terpasang infus pada tangan kiri
dengan cairan infus Ringer laktat 20 tetes/menit.
f. Sistem integument
Kulit terlihat bersih, tidak anemis, tidak ada gatal gatal, pasien mengatakan tidak
pernah mengalami alergi sehabis minum obat , turgor kulit baik.
g. Sistem penglihatan
Konjunctiva tidak anemis, tidak ada odema palpebra, pupil isokor.
23
h. Sistem pendengaran
Pendengaran baik, dapat menjawab semua pertanyaan yang diberikan.
i. Sistem endokrin
Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, peningkatan JVP ( - ).
5. Data psikososial
a. Body image
Pasien mengatakan siap untuk menjalani operasi.
b. Harga diri
Pasien mengatakan kalau dia dan keluarganya tidak malu menjalani operasi seperti
ini.
c. Ideal diri
Pasien berharap operasinya semoga berjalan lancar dan cepat selesai.
d. Identitas diri
Setelah sembuh nanti pasien mengatakan akan menjaga dirinya agar selalu sehat.
e. Intelektual
Pasien mengatakan belum pernah dioperasi sebelumnya, dan mengatakan apakah
operasinya akan berjalan lama, dan akan dibius apa.
f. Support sistem
Ibu ( keluarga) pasien selalu menemani pasien.
g. Mekanisme koping
Pasien mengatakan semoga operasinya berjalan lancar dan cepat sembuh, dan pasien
terlihat cemas dan ekspresi wajah tegang sebelum operasi dimulai.
6. Pemeriksaan penunjang
Data laboratorium tanggal 29 Oktober 2011
Leukosit
: 9,5 10-3 / uL
Hemoglobin
: 14,5 gr/ dL
Hematokrit
: 43 %
Eritrosit
: 4,8 10-3/uL
Trombosit
: 303 10-3/uL
24
(5-10)
(12-15)
(37-45)
(3,8-5,2)
(150-440)
Golongan darah : O
CT
: 3,30 Menit
BT
: 3,00 menit
GDS
: 91,0 mg/dl
(3-6)
(2-4)
(100-150)
7. Status Anastesi
1. Pre Operatif, tgl 22 Juli 2015
a. Informed consent
b. Dilakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik yang hasilnya adalah :
1) TD
: 100/60 mmHg
2) N
: 90 x/menit
3) RR
: 22 x/menit
4) BB
: 35 kg
: Supine
2. Durante Operatif
d. Persiapan Pasien
1) Informed Concent
2) Memasang monitor, (EKG, Tensi, SpO2, RR)
3) Memastikan IV line terfiksasi dengan baik
dengan lancar
e. Persiapan Obat
1) Obat Emergency :
25
40mg/cc
c) Ephedrine
5mg/cc
2) Obat Induksi :
a) Midazolam 1mg/cc
b) Fentanyl 10mcg/cc
c) Propofol 10mg/cc
d) Atracurium 5mg/c
f.
Persiapan Alat
1) Alat untuk General Anastesi :
a) Mesin anastesi yang siap pakai
b) Bag Valve Mask
c) Bag and mask + selang O2 dan sumber O2
d) Chateter suction dan mesin suction pastikan berfungsi baik
e) Xyllocain spray
f) ETT Non kink no 5. 5,5. 6
g) Stilet
h) Magyll Forceps
i) Laryngoscope lengkap dengan blade sesuai ukuran dan
pastikan lampu menyala dengan terang.
j) Oropharingeal tube
k) Stetoskop
l) Spuit 20cc
m) Plester untuk fixasi ETT
n) Bantal Intubasi, donat
g. Penatalaksanaan Anastesi
5) Premedikasi
: midazolam 3mg
6) Jenis Anestesi
7) Posisi Operasi
: Supine
Memberitahu pasien
Mencuci tangan
26
: No 2
Oksigenasi
Laringoskop
dimasukkan
menyusuri
tepi
kanan
27
Auskultasi
Fiksasi
6) Inhalasi
: Isoflurane 1 %
7) Ventilasi
: Circuit, O2 : 3 lpm
TD
110/70
110/63
110/69
120/69
123/70
123/72
126/73
110/73
113/70
113/70
116/72
116/70
110/70
118/68
118/67
118/65
116/63
116/68
Nadi
96
98
90
92
92
90
90
98
96
96
95
94
92
95
95
99
97
97
SpO2
99 %
99 %
99 %
99 %
99 %
99 %
99 %
99 %
99 %
99 %
99 %
99 %
99 %
99 %
99 %
99 %
99 %
99 %
Urine
: spontan
Darah
: 50 cc
EBV
: 80 cc x BB
28
: 80 cc x 35 = 2800 cc
EBL
Hb : 14.5 g/dl
Hb : 8.7 g/dl
: 40 % x 2800= 1120 cc
Hb : 7.25 g/dl
: 50 % x 2800 = 1400 cc
Hb : 5.8 g/dl
minum
sedikit sedikit
Bila mual (+),muntah(+), miringkan kepala
bersihkan, kalau
perlu suction
Observasi TTV dan perfusi tiap 15 menit, produksi urine 60 menit
Lapor dokter bila :
ND > 100 atau ND < 60 x/m
RR > 25 atau RR < 12 x/m
T
> 38
atau T
< 36 0C
c. Post Operasi
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b/d discontinuitas jaringan dan syaraf akibat
trauma
3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN
a. preOperasi
Dx: Cemas b/d kurang pengetahuan tentang penyakit, prosedur anestesi dan
operasi
Tujuan tercapai dalam 1 x 30 menit dengan kriteria :
Intervensi :
a. Kaji ulang tingkat kecemasan
R/ Identifikasi tingkat kecemasan yang tepat sebagai dasar
pemilihan intervensi tepat, termasuk untuk menentukan
alternative tindakan
b. Berikan penjelasan kepada pasien mengenai hal-hal yang
akan dialami selama pra operasi dan paska operasi
R/ Informasi dan penjelasan yang baik menghindarkan
terjadinya kesalahan pemahaman pasien terhadap prosedur
operasi dan pembiusan
c. Ciptakan lingkungan yang tenang dan kenalkan
personil
yang tenang
dan
pengenalan
30
terhadap
duduk dekat
ketenangan hati
e. kolaborasi dengan dokter
untuk
Pola
pernafasan
Neuromuskuler
dampak
tidak
adekuat
sekunder
dari
b/d
disfungsi
pemberian
obat
Anestesi
Tujuan tercapai dalam 1 x 30 menit dengan kriteria :
Mudah bernafas
Tidak sianosis
Intervensi
a. Jaga jalan nafas tetap bebas
R/ Dengan jalan nafas yang terjaga maka nafas akan adekuat
b. Pasang peralatan oksigen
R/ Membantu memberi suplai oksigen pasien
Agar
terdeteksi
jika
terjadi
apneu
atau
gangguan
pernafasan
Dx 2
Perdarahan minimal
Intervensi :
a. Kaji tanda-tanda vital
R/ Menetapkan data dasar pasien, untuk mengetahui dengan cepat penyimpangan
dari keadaan normalnya
b. Observasi adanya tanda tanda syock
R/ Agar dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani syock yang dialami
pasien
Intervensi :
1. Kaji skala nyeri dengan memantau perubahan tanda vital pada monitor selama
durante operasi.
R/ Mengetahui secara dini perubahan yang terjadi pada pasien.
2. Monitor tanda-tanda vital
R/ Deteksi dini terhadap perkembangan hemodinamik pasien.
3. Pertahankan kenyamanan pasien dengan memberi analgetik pada pasien.
R/ Menghilangkan rasa nyeri pada pasien agar tidak mempengruhi hemodinamik
pasien.
4. Memberi O2 dan sedasi yang adekuat selama durante operasi.
R/ O2 dan sedasi yang adekuat memberi efek relaksasi pada pasien.
5. Kolaborasi pemberian terapi post op setelah durante operasi hamper selesai.
33
JAM
08.00
Melakukan
TINDAKAN
komunikasi
terapeutik
dengan
08.20
25 Mei 2015
08.30
TD = 130/70 mmHg,
ND
= 88 x/mnt, SPO2 = 99 %
Memulai induksi dengan Midazolam 2mg, Fentanyl
25mcg, propofol 50 + 10mg, Atracurium15mg
Obat sudah diberikan, pasien apneu, TD = 110/70
08.35
08.40
ventilasi
dipasang pengaman
Mengobservasi TTV tiap 5 menit selama durante
08.50
09.00
00.35
09.40
09.45
E. EVALUASI
1. Tanggal 23 juli2015, Jam 09.50WIB
S
:O
: * SPO2 99 %
* Pasien tidak mendengkur
* ETT terlihat bersih
A
: Pola nafas adekuat
P
: Lanjutkan Observasi
2. Tanggal 23 juli 2015, Jam 10.00 WIB
S
:O
: * TD 118/65 mmHg
* HR 98 x/m
* SPO2 99%
* Perdarahan minimal
A
: tidak terjadi perdarahan
P
: Lanjutkan Observasi
35
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengkajian sampai pada tahap evaluasi pada asuhan
keperawatan terhadap pasien An. A diruang GBPT lantai 05 RSUD dr.Soetomo
Surabaya
dengan
diagnose
tonsillitis
akut,
dilakukan
tindakan
Adeno
infus
juga
perlu
dilakukan
36
agar
pasien
tidak
mengalami
kekurangan
cairan
akibat
puasa
maupun
pembedahan.
1.3 PENATALAKSANAAN POST OPERASI
Ruang pemulihan atau Recovery room (RR) disebut juga unit
perawatan
pascaanestesi
atau postanesthesia
caru
unit
pasien
pemberian
dapat
intruksi
dipindahkan
postoperatif
ke
ruangan
menilai
dengan
keadaan
umum
score untuk
anak
orang
dengan
dewasa
berbagai
dan steward
kriteria
penilaian.
37
Kriteria
er
-
Score
Merah muda
Warna
Pucat
Sianosis
Mampu bernafas dalam dan batuk
Dangkal namun pertukaran udara
adekuat
- Apnoe atau ada sumbatan jalan nafas
- Tekanan darah menyimpang<20% pre
Pernapasa -
Sirkulasi
op
- Tekanan darah menyimpang<20-50%
pre op
- Tekanan darah menyimpang<50% pre
op
- Bangun, sadar penuh dan orientasi
baik
Kesadaran - Beraksi bila dipanggil namun cepat
Aktivitas -
tertidur
Tidak berespon
Mampu menggerakkan 4 ekstremitas
Dapat menggerakkan 2 ekstremitas
Tidak begerak
38
1
0
2
1
0
2
1
0
2
1
0
2
1
0
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
ATE terjadi pada semua usia mulai dari bayi sampai orang
dewasa.
dinding posterior dan nasofaring, fungsi utama dari adenoid adalah sebagai
pertahanan tubuh, dalam hal ini apabila terjadi infeksi bakteri melalui hidung
yang menuju ke nasofaring, maka sering terjadi infeksi sistem pertahanannya
berupa sel-sel leukosit. Apabila sering terjadi infeksi kuman maka adenoid
semakin lama akan membesar karena sebagai kompensasi bagian atas maka
dapat terjadi hiperplasi adenoid, akibat dari hiperplasi ini akan timbul.
Akibat hiperplasia adenoid juga akan menimbulkan gangguan tidur, tidur
ngorok,
retardasi
mental
dan
pertumbuhan
fisik
berkurang.(2)
Pada tonsillitis kronis karena proses radang yang berulang maka epitel
mukosa dan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan
mengalami pengerutan sehingga kripte melebar.
Pembedahan
dapat
dilakukan
terencana,
tidak
harus
5.2 SARAN
1. Seorang perawat anestesi sebaiknya harus senantiasa
menunjukkan totalitas dalam bekerja, misalnya dalam
asuhan keperawatan perioperatif, mulai dari pasca, intra
hingga post operatif, sehingga tercapai pelayanan yang
maksimal dan professional. Guna tercapainya tindakan
anestesi yang aman dan efisien.
2. Agar mencapai tindakan yang aman dan efisien, sangat
penting adanya kerjasama antara klien, dokter anestesi,
perawat, unit bedah, serta unit terkait.
3. Seorang perawat sebaiknya mampu
dengan
mengubah
metode
membekali
pemberian
diri
asuhan
pengetahuan,
keterampilan,
dan
40
DAFTAR PUSTAKA
42