Anda di halaman 1dari 14

TUGAS FIQIH

PEREKONOMIAN DALAM ISLAM

D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
1. Ade Wardana
2. Antonio Syafei
3. Dea Fauziah
4. Fadia Salsabila
5. Miftahul Hidayati
6. Trigitha Melintika
MADRASAH ALIYAH NEGERI 2 MODEL PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2015/2016
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. Wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat ilahi robbi atas limpahan nikmat dan karunianya.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan pada baginda rasullullah muhammad saw beserta
keluarga. Aamiin. Selama ini, mungkin kita mengira urusan fiqih, hanyalah urusan mengenai
ibadah semata. Selain mengatur tata cara ibadah, fiqih juga mengatur mengenai harta manusia.
Materi yang akan kami sampaikan ini mengenai sistem perekonomian dalam islam.
Pada bab ini, kami akan memperkenalakan dan menjelaskan tentang perekonomian dalam
islam, serta jual beli dan khiyar, kerjasama bidang pertanian, syirkah, musaqah, murabahah,
mudharabah, salam , dan hikmahnya. Dengan meenggunakan berbagai sumber ilmu fiqih, kami
mencoba mengemasnya dalam sebuah konsep makalah fiqih ini, dalam rangka untuk memenuhi
tugas kami, maka dari itu makalah ini kami buat, dan berharap semoga dapat menambah hasanah
berfikir kita.
Akhirnya, dengan memohon petunjuk Allah swt, semoga kita selalu mendapat petunjuk
ke jalan yang benar. Dan menyadari segala kekurangan yang melekat pada konsep makalah fiqih
ini, untuk itu kritik dan saran dari semua guru agama dan teman-teman merupakan suatu hal
yang di harapkan jika kita melakukan kesalahan atau kurang benar yang berhubungan dengan
makalah ini. `
Wassalamualaikum wr.wb.
Palembang, 5 Februari 2016
Hormat kami

Penyusun

BAB I

PENDAHULUAN

I. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana tata cara pelaksanaan perekonomian dalam islam?
2. Bagaimana mempraktikkan cara pelaksanaan ekonomi islam dengan
benar?
3. Apa saja hikmah perekonomian islam dengan baik?

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


1. Dapat menjelaskan tata cara pelaksanaan ekonomi islam
2. Dapat mempraktikkan cara pelaksanaan ekonomi islam dengan benar
3. Dapat menjelaskan hikmah perekonomian islam dengan baik

BAB II
PEMBAHASAN

I. JUAL BELI
A. PENGERTIAN
1. Menurut bahasa
Jual beli ( )secara bahasa merupakan masdar dari kata diucapkan - bermakna
memiliki dan membeli. Kata aslinya keluar dari kata karena masing-masing dari dua orang
yang melakukan akad meneruskannya untuk mengambil dan memberikan sesuatu. Orang yang
melakukan penjualan dan pembelian disebut .
Jual beli diartikan juga pertukaran sesuatu dengan sesuatu. Kata lain dari al-bai adalah asysyira, al-mubadah dan at-tijarah.
2. Menurut syara
Pengertian jual beli ( )secara syara adalah tukar menukar harta dengan harta untuk memiliki
dan memberi kepemilikan (Mughnii 3/560).
Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa jual beli ialah suatu perjanjian tukar
menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara ridha di antara kedua belah pihak, yang
satu menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan
yang telah dibenarkan syara dan disepakati.
B. DASAR HUKUM
1. Al-Quran

Allah Swt berfirman, mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama
dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (Q.S.
Al-Baqarah 2 : 275)

Allah Swt berfirman, Dan persaksikanlah, apabila kamu berjual beli. (Q.S. Al-Baqarah
2 : 282)

2. As-Sunnah
Nabi Saw ditanya tentang mata pencaharian yang paling baik. Beliau Saw menjawab, Seseorang
bekerja dengan tangannya dan setiap jual beli yang mabrur. (HR. Bazzaar, dishahihkan oleh
Hakim dari Rifaah ibn Rafi)

Maksud mabrur dalam hadits di atas adalah jual beli yang terhindar dari usaha tipu menipu dan
merugikan orang lain.
Rasulullah Saw bersabda, Jual beli harus dipastikan saling meridhai. (HR Baihaqi dan Ibnu
Majah).
Rasulullah Saw bersabda, Jual beli harus dengan suka sama suka (saling ridha) dan khiyar
adalah sesudah transaksi, dan tidak halal bagi seorang muslim menipu muslim lainnya. (HR
Ibnu Jarir).
Rasulullah Saw bersabda, Pedagang yang jujur (terpercaya) bersama (di akhirat) dengan para
nabi, Shiddiqin dan syuhada. (HR Tirmidzi)
C. RUKUN JUAL BELI
Menurut jumhur ulama, rukun jual beli itu ada empat :
1) Akad (ijab qabul)
Ialah ikatan kata antara penjual dan pembeli. Jual beli belum dikatakan sah sebelum ijab dan
qabul dilakukan sebab ijab qabul menunjukkan kerelaan (keridhaan). Ijab qabul boleh dilakukan
dengan lisan dan tulisan.
Ijab qabul dalam bentuk perkataan dan/atau dalam bentuk perbuatan yaitu saling memberi
(penyerahan barang dan penerimaan uang).
Menurut fatwa ulama Syafiiyah, jual beli barang-barang yang kecilpun harus ada ijab qabul
tetapi menurut Imam an-Nawawi dan ulama mutaakhirin syafiiyah berpendirian bahwa boleh
jual beli barang-barang yang kecil tidak dengan ijab qabul.
Jual beli yang menjadi kebiasaan seperti kebutuhan sehari-hari tidak disyaratkan ijab qabul, ini
adalah pendapat jumhur (al-Kahlani, Subul al-Salam, hal. 4).
2) Orang-orang yang berakad (subjek)
Ada 2 pihak yaitu bai (penjual) dan mustari (pembeli).
3) Makud alaih (objek)
Makud alaih adalah barang-barang yang bermanfaat menurut pandangan syara.
4) Ada nilai tukar pengganti barang

Nilai tukar pengganti barang ini yaitu dengan sesuatu yang memenuhi 3 syarat yaitu bisa
menyimpan nilai (store of value), bisa menilai atau menghargakan suatu barang (unit of account)
dan bisa dijadikan alat tukar (medium of exchange).
D. SYARAT JUAL BELI
a. Syarat Barang yang Diperjual Belikan
1). Barang itu suci, artinya bukan barang najis.
2). Barang itu bermanfaat.
3).Barang itu milik sendiri atau milik orang lain yang telah mewakilkan untuk menjualnya.
4). Barang itu dapat diserah terimakan kepemilikannya.
5). Barang itu dapat diketahui jenis, ukuran, sifat dan kadarnya.
b. Syarat Penjual dan Pembeli
1). Berakal sehat, orang yang tidak sehat pikirannya atau idiot (bodoh), maka akad jual belinya
tidak sah.
2). Atas kemauan sendiri, artinya jual beli yang tidak ada unsur paksaan.
3). Sudah dewasa (Baligh), artinya akad jual beli yang dilakukan oleh anak-anak jual belinya
tidak sah, kecuali pada hal-hal yang sifatnya sederhana atau sudah menjadi adat kebiasaan.
Seperti jual beli es, permen dan lain-lain.
4). Keadaan penjual dan pembeli itu bukan orang pemboros terhadap harta, karena keadaan
mereka yang demikian itu hartanya pada dasarnya berada pada tanggung jawab walinya.

B. KHIYAR
A. DEFINISI KHIYAR
Kata al-khiyar dalam bahasa arab berarti pilihan. Pembahasan al-khiyar dikemukakan
para ulama fiqh dalam permasalahan yang menyangkut transaksi dalam bidang perdata
khususnya transaksi ekonomi, sebagai salah satu hak bagi kedua belah pihak yang melakukan
transaksi (akad) ketika terjadi beberapa persoalan dalam transaksi.
Secara terminologis para ulama fiqh mendefinisikan al-khiyar dengan:


.
B. DASAR HUKUM DAN PENJELASANNYA
Adapun dasar hukum yang terkait dengan hak khiyar dalam jual beli adalah sebagai berikut:

,,:


.
. .
.
Artinya: Apabila ada dua orang mengadakan akad jual beli, maka masing-masing boleh khiyar
selagi belum berpisah, sedangkan mereka berkumpul; atau salah seorang dari mereka
mempersilahkan yang lain untuk khiyar, kalau salah seorang sudah mempersilahkan yang lain
untuk khiyar kemudian mereka mengadakan akad sesuai dengan khiyar tersebut, maka jual beli
jadi; dan apabila mereka berpisah sementara tidak ada seorangpun yang meninggalkan jual beli
(tetap memilih( dilaksanakan khiyar dalam khiyar. Khiyar, maka harus jadi.
C. MACAM-MACAM KHIYAR
1.Khiyar Majlis
Ialah hak pilih bagi kedua belah pihak yang berakad untuk melangsungkan atau
membatalkan akad jual beli sebelum keduanya berpisah dari tempat akad. Sesuai dengan hadits :
Dua Orang yang berjual beli boleh memilih (meneruskan atau mengurungkan) jual
belinya selama keduanya belum berpisah (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Khiyar Syarat
Yaitu hak pilih yang ditetapkan bagi salah satu pihak yang berakad atau keduanya atau
bagi orang lain untuk meneruskan atau membatalkan jual beli, selama masih dalam tenggangan
waktu yang ditentukan. Misalnya, pembeli mengatakan saya beli barang ini dari engkau
dengan syarat saya berhak memilih antara meneruskan atau membatalkan akad selama satu
minggu."
Para ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa khiyar syarat ini dibolehkan dengan tujuan
untuk memelihara hak-hak pembeli dari unsur penipuan yang mungkin terjadi dari pihak penjual.
Sedangkan khiyar syarat menentukan bahwa baik barang maupun nilai/harga barang baru dapat
dikuasai secara hukum, setelah tenggang waktu khiyar yang disepakati itu selesai.
.
3. Khiyar Aib
Khiyar Aib (cacat) menurut ulama fiqih adalah keadaan yang membolehkan salah
seorang yang akad memilih hak untuk membatalkan akad atau menjadikannya ketika ditemukan
aib (kecacatan) dari salah satu yang dijadikan alat tukar-menukar yang tidak diketahui
pemilikannya waktu akad.
Khiyar aib disyaratkan dalam islam, yang didasarkan pada hadits, salah satunya ialah:
.

Artinya: seorang muslim adalah saudara muslim yang lain. Tidaklah halal bagi seorang
muslim untuk menjual barang bagi saudaranya yang mengandung kecacatan, kecuali jika
menjelaskanya terlebih dahulu.(HR. Ahmad, Ibnu Majah)
D. TUJUAN KHIYAR
Tujuan khiyar ialah agar orang-orang yang melakukan transaksi tidak dirugikan dalam
transaksi yang mereka lakukan, sehingga kemaslahatan yang dituju dalam suatu transaksi
tercapai dengan sebaik-baiknya. Status khiyar, menurut ulama fiqh, adalah disyariatkan atau
dibolehkan karena suatu keperluan yang mendesak dalam mempertimbangkan kemaslahatan
masing-masing pihak yang melakukan transaksi.

C. MUSAQAH, MUZARAAH DAN MUKHABARAH


Musaqah merupakan kerja sama antara pemilik kebun atau tanaman dan pengelola atau
penggarap untuk memelihara dan merawat kebun atau tanaman dengan perjanjian bagi hasil yang
jumlahnya menurut kesepakatan bersama dan perjanjian itu disebutkan dalam aqad.
Muzaraah dan mukhabarah mempunyai pengertian yang sama, yaitu kerja sama antara
pemilik sawah atau tanah dengan penggarapnya, namun yang dipersoalkan di sini hanya
mengenai bibit pertanian itu. Mukhabarah bibitnya berasal dari pemilik lahan, muzaraah dari
petani.
Aqad musaqah, muzaraah, dan mukhabarah telah disebutkan di dalam hadits yang
menyatakan bahwa aqad tersebut diperbolehkan asalkan dengan kesepakatan bersama antara
kedua belah pihak dengan perjanjian bagi hasil sebanyak separo dari hasil tanaman atau buahnya.
Dalam kaitannya hukum tersebut, Jumhurul Ulama membolehkan aqad musaqah,
muzaraah, dan mukhabarah, karena selain berdasarkan praktek nabi dan juga praktek sahabat
nabi yang biasa melakukan aqad bagi hasil tanaman, juga karena aqad ini menguntungkan kedua
belah pihak. Menguntungkan karena bagi pemilik tanah/tanaman terkadang tidak mempunyai
waktu dalam mengolah tanah atau menanam tanaman. Sedangkan orang yang mempunyai
keahlian dalam hal mengolah tanah terkadang tidak punya modal berupa uang atau tanah, maka
dengan aqad bagi hasil tersebut menguntungkan kedua belah pihak, dan tidak ada yang
dirugikan.
Adapun persamaan dan perbedaan antara musaqah, muzaraah, dan mukhabarah yaitu,
persamaannya adalah ketiga-tiganya merupakan aqad (perjanjian), sedangkan perbedaannya
adalah di dalam musaqah, tanaman sudah ada, tetapi memerlukan tenaga kerja yang
memeliharanya. Di dalam muzaraah, tanaman di tanah belum ada, tanahnya masih harus digarap
dulu oleh pengggarapnya, namun benihnya dari petani (orang yang menggarap). Sedangakan di
dalam mukhabarah, tanaman di tanah belum ada, tanahnya masih harus digarap dulu oleh
pengggarapnya, namun benihnya dari pemilik tanah.

D. SYIRKAH
A. PENGERTIAN SYIRKAH
Syirkah atau yang juga disebut dengan Musyarakah mempunyai pengertian atau definisi
secara bahasa adalah campuran dua bagian atau lebih sehingga tidak dapat lagi dibedakan antara
yang satu dengan yang lainnya. Sedangkan pengertian syirkah secara istilah adalah suatu akad
yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang telah bersepakat dalam melakukan suatu usaha
dengan tujuan memperoleh keuntungan bersama.
Islam sangat menganjutkan bagi para pemilik modal untuk melalkukan syirkah. Hal ini
dikarenakan diantara pekerjaan atau proyek-proyek ada yang sangat membutuhkan modal yang
tidak sedikit, baik itu modal yang berupa uang, tenaga, pikiran dan lain sebagainya. Modal yang
besar tersebut tentunya tidak dapat ditanggung oleh seorang saja, tetapi dibutuhkan banyak orang
untuk saling bekerja sama agar hasil dari usaha tersebut baik dan maksimal.
B. RUKUN DAN SYARAT SYIRKAH
Setelah mengetahui tentang definisi dari syirkah, maka selanjutnya adalah rukun dan syarat
syirkah. Dan berikut ini adalah rukun dan syarat syirkah :
1. Masing-masing pihak yang melakukan syirkah mempunyai syarat harus mempunyai
kemampuan dalam mengelola harta yang dimilikinya.
2. Obyek akad yang mencakup modal dan pekerjaan. Syaratnya pekerjaan atau benda syirkah
adalah halal dan diperbolehkan dalam agama dan pengelolaannya dapat diwakilkan.
3. Akad (ijab qabul) atau sighat dengan syarat ada aktifitas pengelolaan.

C. MACAM-MACAM SYIRKAH
a. Syirkah amlak (Syirkah Kepemilikan) syirkah amlak ini terwujud karena wasita atau kondisi
lain yang menyebabkan kepemilikan suatu asset oleh dua orang atau lebih.
b. Syirkah uqud (syirkah kontrak atau kesepakatan) syirkah uqud ini terjadi karena kesepakatan
dua orang atau lebih kerjasama dalam syirkah modal untuk usaha, keuntungan dan kerugian
ditanggung bersama. Syirkah ini dibedakan menjadi 4 macam :
1. Syirkah inan
Syirkah inan adalah suatu syirkah yang dilakukan oleh dua belah pihak atau lebih, yang masingmasing pihak memberi konstribusi kerja dan modal yang sama.
2. Syirkah Abdan ( syirkah amal/serikat kerja)
Syirkah atara dua belah pihak atau lebih dimana masing-masing pihak hanya memberikan
konstribusi kerja tanpa konstribusi modal dan keuntungannya dibagi menurut kesepakatan

bersama. Contoh dari syrkah abdan di Indonesia seperti PT (Perseroan Terbatas), Koperasi, CV
(Commander Ventschap) dll.
3. Syirkah wujud
Syirkah wujud adalah syirkah antara dua belah pihak dimana masing-masing memberi
konstribusi kerja dengan pihak ketiga yang memberikan modal dan keuntungan dibagi menurut
kesepakatan diantara mereka.
4. Syirkah Mufawadlah
Syirkah mufawadlah adalah syirkah antara dua belah pihak atau lebih yang menggabungkan
semua jenis syirkah diatas. Sendangkan keuntungannya dibagi menurut kesepakat

E. MUDHARABAH DAN MURABAHAH


1.

Mudharabah
a. Pengertian Mudarabah

Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak di mana pemilik modal
(shahibul amal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu
perjanjian di awal. Bentuk ini menegaskan kerja sama dengan kontribusi seratus persen modal
dari pemilik modal dan keahlian dari pengelola.
Ayat Al-Quran yang secara umum mengandung kebolehan akad Mudharabah untuk bekerjasama
mencari rezeki yang ditebarkan Allah di atas bumi adalah:
Dan yang lain lagi, mereka bepergian di muka bumi mencari karunia dari Allah. (QS. AlMuzammil: 20).
b. Rukun Mudarabah
Menurut jumhur ulama ada tiga rukun dari Mudharabah yaitu:
1.
Dua pihak yang berakad (pemilik modal/shahib al-mal dan pengelola
dana/pengusaha/mudharib)
2.

Materi yang diperjanjikan atau objek yang diakadkan

3.

Sighat (ijab-qabul)

c. Jenis-jenis Mudarabah
Mudharabah dibagi menjadi tiga jenis yaitu:

1.

Mudharabah Mutlaqah

2.

Mudharabah Muqayyadah On Balance Sheet

3.

Mudharabah Muqayyadah Off Balance Sheet

2.

Murabahah

1)

Pengertian Murabahah

Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan
keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.Pembayaran atas akad jual beli
dapat dilakukan secara tunai maupun kredit. Hal yang membedakan murabahah dengan jual beli
lainnya adalah penjual harus memberitahukan kepada pembeli harga barang pokok yang
dijualnya serta jumlah keuntungan yang diperoleh.
2)

Ketentuan Umum Murabahah

1.
Jual beli murabahah harus dilakukan atas barang yang telah dimiliki atau hak kepemilikan
telah berada ditangan penjual.
2. Adanya kejelasan informasi mengenai besarnya modal (harga pembeli) dan biaya-biaya lain
yang lazim dikeluarkan dalam jual beli..
3. Ada informasi yang jelas tentang hubungan baik nominal maupun presentase sehingga
diketahui oleh pembeli sebagai salah satu syarat sah murabahah
4.
Dalam system murabahah, penjual boleh menetapkan syarat kepada pembeli untuk
menjamin kerusakan yang tidak tampak pada barang, tetapi lebih baik syarat seperti itu tidak
ditetapkan.
5. Transaksi pertama (anatara penjual dan pembeli pertama) haruslah sah, jika tidak sah maka
tidak boleh jual beli secara murabahah (anatara pembeli pertama yang menjadi penjual kedua
dengan pembeli murabahah.[18]

F. SALAM (JUAL BELI SISTEM INDEN ATAU PESAN)


1. Pengertian Salam

Kata salam berasal dari kata at-taslm yaitu menyerahkan. Kata ini semakna dengan assalaf yang bermakna memberikan sesuatu dengan mengharapkan hasil dikemudian hari.
Menurut Istilah jual beli model salam yaitu merupakan pembelian barang yang
pembayarannya dilunasi di muka, sedangkan penyerahan barang dilakukan di kemudian hari.
Dalam jual beli salam ini, resiko terhadap barang yang diperjualbelikan masih berada
pada penjual sampai waktu penyerahan barang. Pihak pembeli berhak untuk meneliti dan dapat
menolak barang yang akan diserahkan apabila tidak sesuai dengan spesifikasi awal yang
disepakati.
2. Rukun dan Syarat Jual Beli Salam
Dalam jual beli salam, terdapat rukun yang harus dipenuhi, yaitu:
a. Pembeli (muslam)
b. Penjual (muslam ilaih)
c. Modal / uang (rasul maal)
d. Barang (muslam fiih).
Sedangkan syarat yang harus dipenuhi sebagai berikut:
a. Pembayaran dilakukan di muka (kontan).
b. Dilakukan pada barang-barang yang memiliki kriteria jelas.
c. Penyebutan kriteria barang dilakukan saat akad dilangsungkan.
d. Penentuan tempo penyerahan barang pesanan.
e. Barang pesanan tersedia pada saat jatuh tempo.
f. Barang pesanan adalah barang yang pengadaannya dijamin pengusaha

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dalam pembelajaran bab ini kami dapat menyimpulkan bahwa system
perekonomian dalam islam terbagi menjadi 9, yaitu Jual Beli, Khiyar, Musaqah,
Muzaraah, Mukhabarah, Syirkah, Mudharabah, Murabahah dan Salam, yang tiap-tiap
system memiliki ketentuan ketentuan tertentu yang bersandarkan pada dalil naqli atau
pun dalil aqli.
Dimana kegiatan tersebut harus diiringi dengan niat dan pengharapan ridho dari
Allah Swt, agar kegiatan tersebut dapat berjalan sesuai syariat dan tidak melenceng dari
ajaran agama islam.

B. SARAN
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat berbagai
macam kekurangan dimana mana, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun.

DAFTAR PUSTAKA
https://slametimo.wordpress.com/muamalah/jual-beli-menurut-ilmu-fiqih/
http://almanhaj.or.id/content/1649/slash/0/khiyar-memilih/
http://shoimnj.blogspot.co.id/2011/07/perekonomian-dalam-islam.html

http://shoimnj.blogspot.co.id/2011/07/muzaraah-mukhabarah-dan-hikmahnya.html
http://niia1993.blogspot.co.id/2013/03/mudharabah-musyarakah-danmurabahah.html

Anda mungkin juga menyukai