LAPKAS DIABETES MELITUS Finish
LAPKAS DIABETES MELITUS Finish
DIABETES MELITUS
Disusun oleh :
Nama
Supervisor
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya sehingga
laporan kasus ini dapat saya selesaikan tepat pada waktunya. Terima kasih saya ucapkan kepada
pihak-pihak yang berkontribusi dalam pembuatan laporan kasus ini.
Adapun tujuan penulisan laporan kasus ini adalah memenuhi tugas kepanitraan klinik senior
Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau. Harapan saya melalui
laporan kasus ini, menambah pengetahuan dan pemahaman kita tentang Ilmu Penyakit Dalam.
Saya menyadari bahwa laporan kasus ini masih banyak kekurangan, untuk itu saya mohon
maaf. Saya juga mengharapkan kritik dan saran dari pembaca dan narasumber demi kesempurnaan
laporan kasus selanjutnya.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.....1
KATA PENGANTAR...........2
DAFTAR ISI.........3
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang.........................................................................................4
1.2
Tujuan......................................................................................................5
1.3
Manfaat....................................................................................................5
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Banyak orang yang masih mengganggap penyakit diabetes merupakan penyakit orang tua
atau penyakit yang hanya timbul karena faktor keturunan. Padahal, setiap orang dapat mengidap
diabetes, baik tua maupun muda. Diabetes adalah kondisi yang kronis, dimana tubuh tidak dapat
mengubah makanan menjadi energi sebagaimana harusnya. Hal ini berasosiasi dengan
komplikasi yang terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama yang kemudian mempengaruhi
hampir seluruh bahagian tubuh. Kondisi ini acap kali menjurus ke arah masalah-masalah
kesehatan sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
Kebutaan
Penyakit jantung dan urat nadi
Gagal ginjal
Beragam amputasi
Kerusakan pada syaraf
Diabetes yang tidak terkontrol dapat mengganggu kehamilan, dan pada umumnya
menyebabkan cacat bagi bayi yang dilahirkan oleh seorang ibu penderita diabetes.
Ada tiga jenis diabetes:
1. Jenis 1
2. Jenis 2
3. Masa kehamilan (Gestasional).
Pada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 juta orang di seluruh dunia
menderita diabetes, atau sekitar 2,8% dari total populasi. Insidensnya terus meningkat dengan
cepat, dan diperkirakan pada tahun 2030, angka ini akan bertambah menjadi 366 juta atau
sekitar 4,4% dari populasi dunia. Peningkatan prevalensi terbesar terjadi di Asia dan Afrika,
sebagai akibat dari tren urbanisasi dan perubahan gaya hidup, seperti pola makan Westernstyle yang tidak sehat.
Menurut Prof. Dr. Sidartawan Soegondo, Indonesia menjadi negara keempat di dunia yang
memiliki angka diabetes terbanyak. Diabetes secara keseluruhan di Indonesia mengalami
peningkatan hingga 14 juta orang. Hal ini berdasarkan laporan dari WHO, dimana pada jumlah
diabetes di Indonesia pada tahun 2000 adalah 8,4 juta orang setelah India (31,7 juta), Cina (20,8
juta) dan Amerika Serikat (17,7 juta). Diperkirakan jumlah tersebut akan meningkat pada tahun
2030, India (79,4 juta), Cina (42,3 juta), Amerika Serikat (30,3 juta) dan Indonesia (21,3 juta).
Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, dari
24417 responden berusia >15 tahun, 10,2% mengalami Toleransi Glukosa Terganggu (kadar
glukosa 140-200 mg/dl setelah puasa selama 14 jam dan diberi glukosa oral 75 gram). Sebanyak
1,5% mengalami Diabetes Melitus yang terdiagnosis dan 4,2% mengalami Diabetes Melitus
yang tidak terdiagnosis. Baik DM maupun TGT lebih banyak ditemukan pada wanita
dibandingkan pria, dan lebih sering pada golongan dengan tingkat pendidikan dan status sosial
rendah. Daerah dengan angka penderita DM paling tinggi yaitu Kalimantan Barat dan Maluku
Utara yaitu 11,1 %, sedangkan kelompok usia penderita DM terbanyak adalah 55-64 tahun yaitu
13,5%. Beberapa hal yang dihubungkan dengan risiko terkena DM adalah obesitas (sentral),
hipertensi, kurangnya aktivitas fisik dan konsumsi sayur-buah kurang dari 5 porsi perhari.
Peningkatan jumlah diabetes disebabkan keterlambatan penegakan diagnosis penyakit
tersebut. Pasien sudah meninggal akibat kompikasi sebelum adanya penegakan diagnosis.
Penyebab keterlambatan penegakan diagnosis tersebut adalah banyaknya faktor yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa
diabetes melitus merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan
singkat tapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi
yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif
dan gangguan fungsi insulin. (Waspadji, Sarwono. 2010)
2.2 Etiologi
DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi dapat menyebabkan
insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan penting pada mayoritas
DM. Faktor lain yang dianggap sebagai kemungkinan etiologi DM yaitu: Kelainan sel beta
pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan sel beta melepas insulin.
Faktor-faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen yang dapat
menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula yang diproses secara
berlebihan, obesitas dan kehamilan.
Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang disertai
pembentukan sel-sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel - sel penyekresi
insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus. Kelainan insulin. Pada pasien obesitas,
terjadi gangguan kepekaan jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang
terdapat pada membran sel yang responsir terhadap insulin. (Waspadji, Sarwono. 2010)
2.3 Klasifikasi
Menurut ADA 2005:
I. Diabetes melitus Tipe I (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut)
A. Melalui proses imunologik
B. Idiopatik
II. Diabetes Melitus tipe 2 (bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai
diefisiensi insulin relatif sampai pada predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi
insulin)
III. Diabetes Melitus Tipe Lain
A. Defek genetik fungsi sel beta
B. Defek genetik kerja insulin: resisten insulin tipe A, diabetes lipoatrofik, lainnya.
C. Penyakit Eksokrin Pankreas: pankreatitis, neoplasma, fibrosis kistik, lainnya.
D. Endokrinopati: akromegali, sindrom chusing, lainnya.
E. Karena Obat/ Zat kimia: pentamidin, asam nikotinat, lainnya.
2.4 Patofisiologi
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelainan yang heterogenik dengan karakter utama
hiperglikemia kronis. Meskipun pola pewarisannya belum jelas, faktor genetik dikatakan memiliki
peran yang kuat dalam munculnya DM ini. Faktor genetik ini akan berinteraksi dengan faktor
lingkungan seperti gaya hidup, diet, rendahnya aktivitas fisik, obesitas dan tingginya kadar asam
lemak bebas. Pada DM terjadi defek sekresi insulin, resistensi insulin di perifer dan gangguan
regulasi produksi glukosa oleh hepar.
Penyakit diabetes membuat gangguan/komplikasi melalui kerusakan pada pembuluh darah
di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu
gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada pembuluh
darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Bila yang terkena pembuluh darah di otak
timbul stroke, bila pada mata terjadi kebutaan, pada jantung penyakit jantung koroner yang dapat
berakibat serangan jantung/infark jantung, pada ginjal menjadi penyakit ginjal kronik sampai gagal
ginjal tahap akhir sehingga harus cuci darah atau transplantasi. Bila pada kaki timbul luka yang
sukar sembuh sampai menjadi busuk (gangren). Selain itu bila saraf yang terkena timbul neuropati
diabetik, sehingga ada bagian yang tidak berasa apa-apa/mati rasa, sekalipun tertusuk jarum /paku
atau terkena benda panas. (Prasetyo, Wahyu. 2010)
2.5 Gejala
Poliuri
Polidipsi
Polifagi
Penurunan berat badan (tanpa sebab yang jelas)
2.6 Diagnosa
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak
dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan
glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah
plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler tetap dapat
dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai
pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan
dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler. (PERKENI. 2006)
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu
dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut di bawah ini. Keluhan klasik DM
berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
sebabnya. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur
dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL
sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.
2. Dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah diterima
oleh pasien serta murah, sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis DM.
3. Dengan TTGO. Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik
dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun memiliki keterbatasan
tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang
dilakukan.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat
digolongkan ke dalam kelompok TGT atau GDPT tergantung dari hasil yang diperoleh.
TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa
plasma 2 jam setelah beban antara 140 199 mg/dL (7.8-11.0 mmol/L).
GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa
didapatkan antara 100 125 mg/dL (5.6 6.9 mmol/L). (Gustaviani, Reno. 2006)
Pemeriksaan penyaring
Pemeriksaan penyaring ditujukan pada mereka yang mempunyai risiko DM namun tidak
menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien
dengan DM, TGT maupun GDPT, sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat.
Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan
sementara menuju DM. Kedua keadaan tersebut merupakan faktor risiko untuk terjadinya DM dan
penyakit kardiovaskular di kemudian hari.
Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu resiko DM sebagai
berikut:
1. Usia > 45 tahun
2. Berat badan lebih : BBR > 110% BB idaman atau IMT > 23 kg/m2
3. Hipertensi ( 140/90 mmHg)
4. Riwayat DM dalam garis keturunan
5. Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi > 4000 g
6. Kolesterol HDL 35 mg/dl dan atau trigliserida 250 mg/dl
4. Intervensi farmakologis
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa
waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi
farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan
tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi.
Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang
menurun dengan cepat, adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan. Pengetahuan tentang
pemantauan mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan kepada
pasien, sedangkan pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah
mendapat pelatihan khusus.
1. Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk
dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga
dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk
mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya
peningkatan motivasi.
2. Terapi Gizi Medis
Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total.
Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi,
petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri). Setiap penyandang diabetes sebaiknya
mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan
makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum
yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing
individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal
jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun
glukosa darah atau insulin.
hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg garam dapur. Sumber natrium antara lain adalah
garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.
Serat
Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan mengonsumsi cukup serat dari
kacang-kacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung
vitamin, mineral, serat dan bahan lain yang baik untuk kesehatan. Anjuran konsumsi serat adalah
25 g/1000 kkal/hari.
Pemanis alternatif
Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis bergizi dan pemanis tak bergizi. Termasuk pemanis
bergizi adalah gula alkohol dan fruktosa. Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol,
mannitol, sorbitol dan xylitol. Dalam penggunaannya, pemanis bergizi perlu diperhitungkan
kandungan kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari. Fruktosa tidak dianjurkan
digunakan pada penyandang diabetes karena efek samping pada lemak darah. Pemanis tak bergizi
termasuk: aspartam, sakarin, acesulfame potassium, sukralose, neotame. Pemanis aman digunakan
sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted Daily Intake / ADI ) Pilihan makanan untuk
penyandang diabetes dapat dijelaskan melalui piramida makanan untuk penyandang diabetes.
3. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama
kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan seharihari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan. Latihan
jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki
sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang
dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti: jalan kaki, bersepeda santai,
jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran
jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara
yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang
gerak atau bermalas- malasan.
4. Intervensi Farmakologis
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan
pengaturan makan dan latihan jasmani.
1. Obat hipoglikemik oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:
1. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid
2. Penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin, tiazolidindion
3. Penghambat glukoneogenesis (metformin)
4. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.
OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons kadar
glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis hampir maksimal
Sulfonilurea generasi I & II : 15 30 menit sebelum makan
2. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
Penurunan berat badan yang cepat
Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
Ketoasidosis diabetik
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan
perencanaan makan
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Jenis dan lama kerja insulin
Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:
Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
Insulin kerja pendek (short acting insulin)
Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
Insulin kerja panjang (long acting insulin)
Cara Penyuntikan Insulin:
Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subkutan), dengan arah alat
suntik tegak lurus terhadap cubitan permukaan kulit.
Pada keadaan khusus diberikan intramuskular atau intravena secara bolus atau drip.
Terdapat sediaan insulin campuran (mixed insulin) antara insulin kerja pendek dan kerja
menengah, dengan perbandingan dosis yang tertentu. Apabila tidak terdapat sediaan insulin
campuran tersebut atau diperlukan perbandingan dosis yang lain, dapat dilakukan
pencampuran sendiri antara kedua jenis insulin tersebut. Teknik pencampuran dapat dilihat
dalam buku panduan tentang insulin.
Lokasi penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara penyimpanan insulin harus dilakukan
dengan benar, demikian pula mengenai rotasi tempat suntik.
Apabila diperlukan, sejauh sterilitas penyimpanan terjamin, semprit insulin dan jarumnya
dapat dipakai lebih dari satu kali oleh penyandang diabetes yang sama. Harus diperhatikan
kesesuaian konsentrasi insulin (jumlah unit/ mL) dengan semprit yang dipakai (jumlah
unit/mL dari semprit). Dianjurkan dipakai konsentrasi yang tetap. Saat ini yang tersedia
hanya U100
3. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian
dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Bersamaan dengan
pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau
kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi, harus dipilih dua macam obat dari
kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum
tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi
OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinik di mana insulin tidak
memungkinkan untuk dipakai dipilih terapi dengan kombinasi tiga OHO. Untuk kombinasi OHO
dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja
menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan
pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan
dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan
sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah
puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih
tidak terkendali, maka obat hipoglikemik oral dihentikan dan diberikan insulin saja.
BAB III
LAPORAN KASUS
STATUS ORANG SAKIT
3.1 ANAMNESE PRIBADI
NAMA
JENIS KELAMIN
USIA
SUKU BANGSA
AGAMA
ALAMAT
STATUS
PEKERJAAN
TANGGAL MASUK
JAM MASUK
3.2 ANAMNESE PENYAKIT
Keluhan Utama
Telaah
: Legino
: Laki-Laki
: 42 tahun
: Jawa
: Islam
: Belawan
: Menikah
: Jamkesmas/ 0000342700626
: 7 September 2012
: 09:00 WIB
: Compos Mentis
: 170/ 80 mmHg
: 89 x / i
: 24 x/ i
: 36,5 C
: Baik
: (-)
: (+)
: (-)
Mulut
: Normal
: Normal : Berwarna hitam
Tidak mudah dicabut
: Refleks cahaya (+), pupil isokor kanan = kiri, Konjunktiva
Palpebra (-), Ikterus (-), Kesan : Tidak ada kelainan.
: Bentuk normal, Tidak ada kelainan
: Nyeri tekan pada tragus dan mastoid (-),
serumen (-)
: Tidak ada kelainan
LEHER
Posisi trakea
Pembesaran kelenjar getah bening
Pembesaran kelenjar tiroid
Peningkatan TVJ
Lain-lain
: Medial
: (-)
: (-)
: (-) Normal
: Tidak ada kelainan
Mata
Hidung
Telinga
RONGGA DADA
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
sinistra
: Suara pernafasan : Vesikuler (+)
Suara tambahan : Ronchi basah (-), wheezing (-),
murmur (-)
Auskultasi
ABDOMEN
Inspeksi
Auskultasi
PINGGANG
Nyeri Ketok Sudut Kosto Vertebra
: (-)
GENITALIA
Toucher
EKSTREMITAS
Superior
Palpasi
Perkusi
Cyanosis
: (-)
Ptechie
: (-)
Oedem
: (-)
Refleks fisiologis
: KPR (+),
Oedem
: (-)
Ptechie
: (-)
Refleks fisiologis
: KPR (+),
APR (+)
Inferior
APR (+)
Refleks patologis
:
- Babinski
- Chadoks
- Oppenheim
- Gordon
- Honda
- Schaefer
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
Refleks meningeal
:
- Kaku kuduk
- Brudzinky I
- Brudzinky II
- Kernig sign
- Laseq
Faal hati
Faal ginjal
DAFTAR ABNORMALITAS
Tekanan darah
Hb
Hct
LED
Ureum
Creatinin
Asam urat 1
:
Hb
:
Lekosit
:
LED
:
Hematokrit :
Trombosit
:
:
Bilirubin total :
Bilirubin direk:
SGOT
:
SGPT
:
:
Ureum
:
Creatinin
:
Asam urat
:
4,6 gr /dl
5.700 /mm3
68 mm /jam
13,7 %
128.000
0.81 mg%
0,12 mg%
19 un
11 un
253 mg/dl
18 mg/dl
10,1 mg/dl
: 170/80 mmHg
: 4,6 gr/dl
: 13,7 %
: 68 mm/jam
: 253 mg/dl
: 18.mg/dl
: 0,1 mg/dl
PENYELESAIAN MASALAH
DIABETES MELITUS
Accessment : KOMPLIKASI : Hipoglikemia, Ketoasidosis, Gangren.
IPDX:
Darah rutin
Faal hati
Faal ginjal
IPTX:
IVFD RL 20 gtt/i
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
IPMX :
Vital sign
IPAX :
Diet, restriksi alkohol/ rokok
3.5 FOLLOW UP COASS INTERNA
7 September 2012
KU : Lemas
TD
: 160/ 80 mmHg
HR
: 100x/ i
RR
: 24x/ i
T
: 36 'C
8 September 2012
KU : Lemas
TD
: 160/80 mmHg
HR
: 86x/ i
RR
:24x/ i
T
: 36 'C
10 September 2012
KU : (-)
TD
: 150/ 80 mmHg
HR
: 80x/ i
RR
: 22x/ i
T
:37 'C
11 September 2012
KU : (-)
TD
: 140/ 80 mmHg
HR
: 82x/ i
RR
: 22x/ i
T
: 36,5 'C
3.6 RESUME
ANAMNESE
KU
: Lemas
: Baik
: Sedang
: Normal
TD
Lain-lain
: 170/80 mmHg
: Tidak dijumpai kelainan (Normal)
PEMERIKSAAN FISIK
LABORATORIUM
Darah Rutin
Faal hati
Faal ginjal
:
Hb
:
Lekosit
:
LED
:
Hematokrit :
Trombosit
:
:
Bilirubin total :
Bilirubin direk:
SGOT
:
SGPT
:
:
Ureum
:
Creatinin
:
Asam urat
:
4,6 gr /dl
5.700 /mm3
68 mm /jam
13,7 %
128.000
0.81 mg%
0,12 mg%
19 un
11 un
253 mg/dl
18 mg/dl
10,1 mg/dl
DIAGNOSA
Diabetes Melitus
PENATALAKSANAAN
Diet
Medikamentosa
: MB
:
IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Ranitidin amp/ 12jam
Buscopan amp (extra)
Antasida syr 3xC1
Amlodipin 1x 10 mg
Neurodex 1x1
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Diabetes merupakan penyakit yang memiliki komplikasi (menyebabkan terjadinya penyakit
lain) yang paling banyak. Hal ini berkaitan dengan kadar gula darah yang tinggi terus menerus,
sehingga berakibat rusaknya pembuluh darah, saraf dan struktur internal lainnya. Zat kompleks
yang terdiri dari gula di dalam dinding pembuluh darah menyebabkan pembuluh darah menebal
dan mengalami kebocoran. Akibat penebalan ini maka aliran darah akan berkurang, terutama
yang menuju ke kulit dan saraf. Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung
menyebabkan kadar zat berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat terjadinya
aterosklerosis (penimbunan plak lemak di dalam pembuluh darah). Aterosklerosis ini 2-6 kali
lebih sering terjadi pada penderita diabetes. Sirkulasi darah yang buruk ini melalui pembuluh
darah besar (makro) bisa melukai otak, jantung, dan pembuluh darah kaki (makroangiopati),
sedangkan pembuluh darah kecil (mikro) bisa melukai mata, ginjal, saraf dan kulit serta
memperlambat penyembuhan luka.
Penderita diabetes bisa mengalami berbagai komplikasi jangka panjang jika diabetesnya
tidak dikelola dengan baik. Komplikasi yang lebih sering terjadi dan mematikan adalah
serangan jantung dan stroke. Kerusakan pada pembuluh darah mata bisa menyebabkan
gangguan penglihatan akibat kerusakan pada retina mata (retinopati diabetikum). Kelainan
fungsi ginjal bisa menyebabkan gagal ginjal sehingga penderita harus menjalani cuci darah
(dialisa). Gangguan pada saraf dapat bermanifestasi dalam beberapa bentuk. Jika satu saraf
mengalami kelainan fungsi (mononeuropati), maka sebuah lengan atau tungkai biasa secara
tiba-tiba menjadi lemah. Kerusakan pada saraf menyebabkan kulit lebih sering mengalami
cedera karena penderita tidak dapat meradakan perubahan tekanan maupun suhu. Berkurangnya
aliran darah ke kulit juga bisa menyebabkan ulkus (borok) dan semua penyembuhan luka
berjalan lambat.
Tujuan utama dari pengobatan diabetes adalah untuk mempertahankan kadar gula darah
dalam kisaran yang normal. Namun, kadar gula darah yang benar-benar normal sulit untuk
dipertahankan.
Meskipun demikian, semakin mendekati kisaran yang normal, maka kemungkinan
terjadinya komplikasi sementara maupun jangka panjang menjadi semakin berkurang. Untuk
itu diperlukan pemantauan kadar gula darah secara teratur baik dilakukan secara mandiri
dengan alat tes kadar gula darah sendiri di rumah atau dilakukan di laboratorium terdekat.
Pengobatan diabetes meliputi pengendalian berat badan, olah raga dan diet. Seseorang yang
obesitas dan menderita diabetes tipe 2 tidak akan memerlukan pengobatan jika mereka
menurunkan berat badannya dan berolah raga secara teratur. Namun, sebagian besar penderita
merasa kesulitan menurunkan berat badan dan melakukan olahraga yang teratur. Karena itu
biasanya diberikan terapi sulih insulin atau obat hipoglikemik (penurun kadar gula darah) peroral. Diabetes tipe 1 hanya bisa diobati dengan insulin tetapi tipe 2 dapat diobati dengan obat
oral. Jika pengendalian berat badan dan berolahraga tidak berhasil maka dokter kemudian
memberikan obat yang dapat diminum (oral = mulut) atau menggunakan insulin.
4.2 Saran
Jika ingin mengurangi resiko terkena diabetes, maka kita harus menjaga pola makan kita
sehari-hari dan juga rajin berolahraga. Banyak penyakit dapat dicegah dengan gaya hidup dan
pola makan yang sehat. Di antaranya adalah diabetes, yang juga salah satu penyebab utama
kematian di banyak negara, termasuk di Indonesia. Ada banyak hal yang diduga menjadi
pemicu munculnya penyakit diabetes, dan salah satu di antaranya adalah pola makan yang tidak
baik. Di samping itu, pola makan sehat juga terbukti bermanfaat mencegah terjadinya penyakit
jantung koroner, kanker, hipertensi, dan kerusakan ginjal. Berikut ini beberapa tips pola makan
yang sehat yang dapat digunakan: perbanyak konsumsi bahan makanan dari tumbuhan,
perbanyak jumlah serat dalam makanan sehari-hari, minimalkan penggunaan lemak jenuh,
variasi makanan, serta makan secukupnya dan teratur .
DAFTAR PUSTAKA
Gustaviani, Reno. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam FK UI. Jakarta: 2006.
PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 di Indonesia.
Perkeni:2006.
Prasetyo, Wahyu. Diabetes Melitus dan Gangren. 2010. Fakultas Kedokteran Universitas
Bramawijaya.
Wild S, dkk. Global prevalence of diabetes: estimates for the year 2000 and projections for
2030. Diabetes Care 2004 May;27(5):1047-53.)
Waspadji, Sarwono. Kaki diabetes. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FK UI. Jakarta: 2006.