Angka TB

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 4

Iswani (2009) mengatakan bahwa keterpaparan penyakit TBC pada seseorang dipengaruhi

oleh beberapa faktor seperti : status sosial ekonomi, status gizi, umur, jenis kelamin dan
faktor sosial lainnya, untuk lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut:
1. Faktor Sosial Ekonomi
Disini sangat erat dengan keadaan rumah, kepadatan hunian, lingkungan perumahan,
lingkungan dan sanitasi tempat kerja yang buruk dapat memudahkan penularan TBC.
Pendapatan keluarga sangat erat juga dengan penularan TBC, karena pendapatan yang
kecil membuat orang tidak dapat layak dengan memenuhi syarat-syarat kesehatan.
2. Status gizi
Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi dan Iain-lain, akan
mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang sehingga rentan terhadap penyakit termasuk
TBparu. Keadaan ini merupakan faktor penting yang berpengaruh di negara miskin, baik
pada orang dewasa maupun anak-anak.
3. Umur
Penyakit TB paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usia produktif 15-50
tahun . Dengan terjadinya transisi demografi saat ini menyebabkan usia harapan hidup
lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut lebih dari 55 tahun system imunolosis
seseorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk
penyakit TB-paru.
4. Jenis kelamin
Penderita TB-paru cenderung lebih, tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan.
Menurut Hiswani yang dikutip dari WHO, sedikitnya dalam periode setahun ada sekitar
1 juta perempuan yang meninggal akibat TB paru, dapat disimpulkan bahwa pada kaum
perempuan lebih banyak terjadi kematian yang disebabkan oleh TB-paru dibandingkan
dengan akibat proses kehamilan dan persalinan. Pada jenis kelamin laki-laki penyakit ini
lebih tinggi karena merokok tembakau dan minum alkohol sehingga dapat menurunkan
system pertahanan tubuh, sehingga lebih mudah terpapar dengan agent penyebab TBparu.
5. Pekerjaan
Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap individu. Bila
pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu paparan partikel debu di daerah terpapar
akan mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernafasan. Paparan kronis udara
yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama terjadinya gejala penyakit
saluran pernafasan dan umumnya TB Paru.
Jenis pekerjaan seseorang juga mempengaruhi terhadap pendapatankeluarga yang akan
mempunyai dampak terhadap pola hidup sehari-hari diantara konsumsi makanan,

pemeliharaan kesehatan selain itu juga akan mempengaruhi terhadap kepemilikan rumah
(kontruksi rumah). Kepala keluarga yang mempunyai pendapatan dibawah UMR akan
mengkonsumsi makanan dengan kadar gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan bagi
setiap anggota keluarga sehingga mempunyai status gizi yang kurang dan akan
memudahkan untuk terkena penyakit infeksi diantaranya TB Paru. Dalam hal jenis
kontruksi rumah dengan mempunyai pendapatan yang kurang maka kontruksi rumah
yang dimiliki tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga akan mempermudah terjadinya
penularan penyakit TB Paru.
6. Kebiasaan Merokok
Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan resiko untuk
mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner, bronchitis kronik dan kanker
kandung kemih.Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk terkena TB paru
sebanyak 2,2 kali. Pada tahun 1973 konsumsi rokok di Indonesia per orang per tahun
adalah 230 batang, relatif lebih rendah dengan 430 batang/orang/tahun di Sierra Leon,
480 batang/orang/tahun di Ghana dan 760 batang/orang/tahun di Pakistan (Achmadi,
2005). Prevalensi merokok pada hampir semua Negara berkembang lebih dari 50%
terjadi pada laki-laki dewasa, sedangkan wanita perokok kurang dari 5%. Dengan adanya
kebiasaan merokok akan mempermudah untuk terjadinya infeksi TB Paru.
7. Kepadatan hunian kamar tidur
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya luas
lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya agar tidak
menyebabkan overload. Hal ini tidak sehat, sebab disamping menyebabkan kurangnya
konsumsi oksigen juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan
mudah menular kepada anggota keluarga yang lain.
Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanya dinyatakan dalam
m2/orang. Luas minimum per orang sangat relatif tergantung dari kualitas bangunan dan
fasilitas yang tersedia. Untuk rumah sederhana luasnya minimum 10 m2/orang. Untuk
kamar tidur diperlukan luas lantai minimum 3 m2/orang. Untuk mencegah penularan
penyakit pernapasan, jarak antara tepi tempat tidur yang satu dengan yang lainnya
minimum 90 cm. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni lebih dari dua orang, kecuali untuk
suami istri dan anak di bawah 2 tahun. Untuk menjamin volume udara yang cukup, di
syaratkan juga langit-langit minimum tingginya 2,75 m
8. Pencahayaan
Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan luas jendela kaca minimum
20% luas lantai. Jika peletakan jendela kurang baik atau kurang leluasa maka dapat
dipasang genteng kaca. Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh bakteri-

bakteri patogen di dalam rumah, misalnya basil TB, karena itu rumah yang sehat harus
mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup.
Intensitas pencahayaan minimum yang diperlukan 10 kali lilin atau kurang lebih 60 lux.,
kecuali untuk kamar tidur diperlukan cahaya yang lebih redup.
Semua jenis cahaya dapat mematikan kuman hanya berbeda dari segi lamanya proses
mematikan kuman untuk setiap jenisnya..Cahaya yang sama apabila dipancarkan melalui
kaca tidak berwarna dapat membunuh kuman dalam waktu yang lebih cepat dari pada
yang melalui kaca berwama Penularan kuman TB Paru relatif tidak tahan pada sinar
matahari. Bila sinar matahari dapat masuk dalam rumah serta sirkulasi udara diatur maka
resiko penularan antar penghuni akan sangat berkurang.
9. Ventilasi
Ventilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran
udara didalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan oksigen yang
diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan
menyebabkan kurangnya oksigen di dalam rumah, disamping itu kurangnya ventilasi
akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses
penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media
yang baik untuk pertumbuhan bakteri-bakteri patogen/ bakteri penyebab penyakit,
misalnya kuman TB.
Fungsi kedua dari ventilasi itu adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteribakteri, terutama bakteri patogen, karena di situ selalu terjadi aliran udara yang terus
menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainnya adalah
untuk menjaga agar ruangan kamar tidur selalu tetap di dalam kelembaban (humiditiy)
yang optimum.
Untuk sirkulasi yang baik diperlukan paling sedikit luas lubang ventilasi sebesar 10%
dari luas lantai. Untuk luas ventilasi permanen minimal 5% dari luas lantai dan luas
ventilasi insidentil (dapat dibuka tutup) 5% dari luas lantai. Udara segar juga diperlukan
untuk menjaga temperatur dan kelembaban udara dalam ruangan. Umumnya temperatur
kamar 22 30C dari kelembaban udara optimum kurang lebih 60%.
10. Kondisi rumah
Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit TBC. Atap,
dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembang biakan kuman.Lantai dan dinding
yag sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan dijadikan
sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya kuman Mycrobacterium tuberculosis.
11. Kelembaban udara
Kelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan, dimana kelembaban
yang optimum berkisar 60% dengan temperatur kamar 22 30C. Kuman TB Paru akan

cepat mati bila terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup selama
beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab
12. Status Gizi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status gizi kurang mempunyai resiko
3,7 kali untuk menderita TB Paru berat dibandingkan dengan orang yang status gizinya
cukup atau lebih. Kekurangan gizi pada seseorang akan berpengaruh terhadap kekuatan
daya tahan tubuh dan respon immunologik terhadap penyakit.
Menurut Amira Permatasari, (2005) mengemukakan disamping faktor medis. Faktor sosial
ekonomi dan budaya, sikap dan perilaku yang sangat mempengaruhi keberhasilan pengobatan
sebagaimana diuraikan di bawah ini:
A. Faktor Sarana :
1. Tersedianya obat yang cukup dan kontinu
2. Dedikasi petugas kesehatan yang baik
3. Pemberian regiment OAT yang adekuat.
B. Faktor penderita :
1. Pengetahuan penderita yang cukup mengenai penyakit TB paru. Cara pengobatan dan
bahaya akibat berobat tidak adekuat
2. Cara menjaga kondisi tubuh yang baik dengan makanan bergizi. Cukup istirahat,
hidup teratur dan tidak minum alcohol atau merokok.
3. Cara menjaga kebersihan diri dan lingkungan dengan tidak membuang dahak
sembarangan, bila batuk menutup mulut dengan saputangan, jendela rumah cukup
besar untuk mendapat lebih banyak sinar matahari.
4. Sikap tidak perlu merasa rendah diri atau hina karena TB paru adalah penyakit infeksi
biasa dan dapat disembuhkan bila berobat dengan benar.
5. Kesadaran dan tekad penderita untuk sembuh.
C. Faktor keluarga dan masyarakat lingkungan
Dukungan keluarga sangat menunjang keberhasilan pengobatan seseorang dengan
cara selalu mengingatkan penderita agar makan obat, pengertian yang dalam terhadap
penderita yang sedang sakit dan memberi semangat agar tetap rajin berobat
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah, 2005
Depkes RI, Survei Kesehatan Rumah Tangga, 2001
Depkes RI, Pelatihan Manajemen Tuberkulosis di Kabupaten, 1997
Soemirat, Kesehatan Lingkungan, 2000
Manalu HS, Factors Affecting The Occurrence Of Pulmonary Tb And Efforts To
Overcome, journal ekologi kesehatan 2010

Anda mungkin juga menyukai