Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN KUNJUNGAN TAMAN MINI INDONESIA INDAH

DISUSUN OLEH
ENNY DESSY
1403130127
DI13C_D

PENDAHULUAN
Taman mini Indonesia indah,tempat wisata yang berbasis budaya yang berada di
Jakarta utara Indonesia, adalah kawasan wisata legendaris yang menyediakan
objek,arena dan area hiburan untuk masyarakat dengan tujuan mengedukasi dan
hiburan, taman mini Indonesia indah terkenal melalui miniature rumah adat serta
pengaplikasian kebudayaan,kesenian dan miniature perkampungan di setiap bagian
divisi anjungannya maka dari itu atas dasar kesepakatan partisipan dan dosen
dalam mata kuliah arsitektur etnik, penulis di berikan kesempatan untuk
meneliti,menganalisa,mengobservasi lebih jauh tentang objek bahasan rumah adat
yang mudah mudahan akan menambahkan ilmu dan pengetahuan yang lebih.
LATAR BELAKANG
Perkuliahan arsitektur etnik atau lokal adalah perkuliahan yang membahas
mengenai seluk beluk bentuk bangunan dan interior nusantara, hal tersebut
mencakup hal hal yang mendalam seperti sejarah,kosmologi,religi dll.
Menurut Oliver (2006) arsitektur vernakular (dalam bahasan ini akan disebut
sebagai arsitektur (tradisional) dibangun oleh masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan khusus dalam pandangan hidup masing-masing masyarakat. Kebutuhan
khusus dari nilai-nilai yang bersifat lokal ini menimbulkan keragaman bentuk antar
daerah. Kekhasan dari masing-masing daerah tergantung dari respon dan
pemanfaatan lingkungan lokalnya yang mencerminkan hubungan erat manusia dan
lingkungannya (man & enfironment). Jadi keragaman arsitektur tradisional
mencerminkan besarnya fariasi budaya dalam luasnya spektrum hubungan
masyarakat dan tempatnya. Karakter kebudayaan dan konteks lingkungannya
menjadi fokus bahasan arsitektur tradisional. Nilai-nilai yang cocok dan dapat
memenuhi kebutuhan dipertahankan dan menjadi tradisi yang diturunkan dari ayah
ke anak. Tradisi ini akan tetap dipertahankan bila mempunyai makna, baik praktis
maupun simbolis.
adapun kunjungan ke taman mini Indonesia indah sebagaimana dalam rangka
memenuhi tugas perkuliahan arsitektur etnik adalah untuk mengobservasi secara
langsung dan dapat menganalisa bangunan tradisional nusantara Indonesia dalam
miniature hal tersebut untuk memperdalam pengetahuan kearifan budaya lokal dan
sekilas dengan teknik dan konstruksi yang dipakai dalam arsitektur interior lokal
sehingga diharapkan dengan memperdalam objek bisa menjadi suatu dasar
pengetahuan untuk kemajuan dan perkembangan interior dan arsitektur Indonesia
dimasa depan.
Adapun Objek yang akan di bahas oleh penulis adalah rumah adat khas aceh atau
rumoh aceh, atas kelanjutan dari pembahasan kelompok presentasi yang lebih
mendalam setelah sebelumnya membahas mengenai kosmologi,religi,dan ritual
dalam rumah adat aceh demi mengupas lebih lanjut dari aspek yang belum di
paparkan

TUJUAN
Tujuan di adakannya observasi langsung ke taman mini antara lain adalah :
Meneliti, mengobservasi, menganalisa secara langsung rumah adat nusantara
khususnya aceh
Untuk memahami sejarah dan filosofi dibalik rumah adat aceh
Untuk mengetahui kesenian dan kerajinan aceh dari aspek bangunan
Untuk memahami struktur dan konstruksi rumah adat aceh
Serta turut bersumbangsih untuk literature ,bentuk informasi dan dokumentasi
rumah adat nusantara

RUMUSAN MASALAH
Sejarah, budaya aceh dan rumah adatnya
Filosofi dan bagian rumah adat aceh
Struktur serta konstruksi rumah adat aceh
Upaya pelestarian

RANCANGAN KEGIATAN :
Topik : sebagaimana yang menjadi rumusan masalah
Metode penelitian : metode yang digunakan pada penulisan laporan kunjungan ini
adalah metode observasi dan analisa yang di dukung oleh buku atau study
literature seputar objek untuk menjadikan ke absahan atas objek yang dianalisa
Media : kamera/ alat dokumentasi, alat tulis
Waktu : jumat, 19 februari 2016
Tempat : taman mini Indonesia indah, Jakarta timur, dki Jakarta

PEMBAHASAN DAN PELAKSANAAN


SEJARAH MASYARAKAT DAN BANGUNAN ADAT ACEH

Rumoh aceh/ rumah tradisional aceh adalah bangunan tradisional Indonesia yang
memiliki banyak filosofi dan kekayaan budaya di dalamnya, rumah ini teradopsi
atas ajaran ajaran islam dan lingkungan sekitar yang membuat komponen rumah
adat aceh menjadi cirri khas nya. Adapaun latar Belakang Sejarah. Seperti yang
telah dikemukakan' pada bagian asal-usul suku-bangsa Aceii bahwa suku bangsa
Aceh ada yang berasal dari Jazirah Arab, India dan Eropah, maka bersamaan
dengan itu berkembang pula kebudayaan dari bangsa tersebut di daerah Aceh.
Sebagaimana yang kita lihat bahwa suku bangsa Aceh senang terhadap hiasanhiasan dari manik seperti pada kipas angin, tudung saji, hiasan baju, dan pada
sangkutan kelambu dan lain-lain. Kegemaran-kegemaran terhadap hiasan dari
manik adalah merupakan kebudayaan India. Mungkin demikian pula mengenai
kebiasaan makan sirih. Inipun merupakan kebiasaan yang terdapat pada bangsa
India pada zaman dahulu. Oleh karena itu sebagian kebudayaan India ikut mewarnai
kebudayaan suku-bangsa Aceh. Kemudian setelah agama Islam masuk dan
berkembang dengan subur di daerah Aceh, terutama setelah berdirinya kerajaan
Islam di Peureulak dan Pasai, maka corak kebudayaan Islamlah yang mewarnai
kebudayaan suku bangsa Aceh untuk selanjutnya. Kebudayaan Islam 13 yang
tumbuh dengan subur dalam masyarakat Aceh dapat kita lihat dalam perjalanan
hidup mereka, yaitu sejak masa kelahiran, masamasa proses pertumbuhan dan
bahkan sampai masa meninggal dunia. Hal tersebut dapat kita lihat pada upacara
seperti upacara turun tanah yang disebut peu tren. aneuk, memotong rambut bayi
(cuko ok), sunatan rasul, menujuhharikan orang meninggal. Semua upacara
tersebut menunjukkan betapa kebudayaan Islam itu sangat subur tumbuhnya di
dalam masyarakat suku-bangsa Aceh.

Dilihat dari masa pasca plestosen bahwa masyarakat aceh asli adalah mereka yang
berasal dari keturunan perpindahan suku-suku asli Mantir[16] dan Lhan (proto
melayu), serta suku-suku Champa, Melayu, dan Minang (deutro Melayu) yang
datang belakangan turut membentuk penduduk pribumi Aceh. Bangsa asing,
terutama bangsa India selatan, serta sebagian kecil bangsa Arab, Persia, Turki, dan
Portugis juga adalah komponen pembentuk suku Aceh. Posisi strategis Aceh di
bagian utara pulau Sumatra, selama beribu tahun telah menjadi tempat
persinggahan dan percampuran berbagai suku bangsa, yaitu dalam jalur
perdagangan laut dari Timur Tengah hingga ke Cina
Maka dari itu tidak heran jikalau kita mendengar bahasa yang digunakan lekat
eratannya dengan bahasa kamboja serta bangunan yang yang mengandung filosofi
timur tengah
FILOSOFI RUMAH ADAT ACEH

Rumoh Aceh berkembang berdasar konsep kehidupan masyarakat islam yaitu


suci" Konsep suci ini menyebabkan rumoh Aceh berdiri di atas
panggung Dari segi nilai-nilai agama, berbagai sumber menyebutkan
bentuk panggung ini untuk menghindari binatang yang najis seperti peletakan
ruang kotor seperti toilet atau area basah seperti sumur, berdasarkan cerita
nenek moyang masyarakat aceh, toilet dan sumur dharus dibuat jauh dari
rumah
penyesuaian terhadap tata cara beribadah dalam agama islam, kebiasaan
shalat menyebabkan peletakan rumoh aceh memang mengikuti arah kiblat.
Atau ke barat sehingga rumoh aceh dapat menampung banyak orang
bersholat, kemudia peletakan tangga atau reunyeun atau alat untuk naik ke
bangunan rumah, juga tidak boleh di depan orang sholat sehingga tangga
ditempatkan di ujung timur atau dibawah kolong rumah, reunyun ini juga
berfungsi sebagai titik batas yang boleh di datangi oleh tamu yang bukan
anggota keluarga . apabila di rumah tidak ada anggota keluarga yang laki laki,
maka pantang dan tabu bagi tamu yang bukan keluarga dekan muhrim untuk
naik ke rumah

Konsep ukhuwah islamiah atau hubungan antar warga yang dekat dan terbuka
menyebabkan jarak rumoh aceh yang relative rapat dan tidak adanya pagar
permanen ataupun tidak ada pagar sama sekali disekitar are rumoh aceh,
selain konseo filosofi islam dan pada dasarnya berbagai bentukan dalam
rumoh aceh merupakan hasil respon penghuni terhadap kondisi geografis
rumoh aceh yang memiliki tipe berbentuk panggung memberikan
kenyamanan thermal kepada penghuninya, tipe rumah ini juag membuat
pandangan tidak terhalang dan memudahkan sesame warga saling menjaga
rumah serta ketertiban gammpong, sehingga rumah panggung dapat
dimanfaatkan sebagai system control yang praktis untuk menjamin
keamanan,ketertiba,dan keselamatan penghuni dari banjir,binatang buas, dan
orang asing, berbagai konsep tersebut akhirnya dapat membentuk beragam
bentuk rumoh aceh
Dalam rumoh Aceh, ada beberapa motif hiasan yang dipakai, yaitu:
1. Motif keagamaan yang merupakan ukiran-ukiran yang diambil dari ayat-ayat alQuran
2. Motif flora yang digunakan adalah stelirisasi tumbuh-tumbuhan baik berbentuk
daun, akar, batang,ataupun bunga-bungaan. Ukiran berbentuk stilirisasi tumbuhtumbuhan ini tidak diberi warna, jikapun ada,warna yang digunakan adalah merah
dan hitam. Ragam hias ini biasanya terdapat pada rinyeuen (tangga),dinding, tulak
angen, kindang, balok pada bagian kap, dan jendela ruma
3. Motif fauna yang biasanya digunakan adalah binatang-binatang yang sering
dilihat dan disukai
4. Motif alam digunakan oleh masyarakat Aceh di antaranya adalah: langit dan
awannya, langit dan bulan,dan bintang dan laut; dan5. Motif lainnya, seperti rantee,
lidah, dan lain sebagainya.Ada juga keunikan lainnya dari rumoh Aceh, yakni
terletak di atapnya

masyarakat Aceh memiliki anggapan bahwa dalam pembuatan rumoh Acehmemiliki


garis imajiner antara rumah dan Kabah (motif keagamaan), tetapi sebelum Islam
masuk ke Aceh,arah rumah tradisional Aceh memang sudah demikian.
Kecenderungan ini nampaknya merupakan bentuk penyikapan masyarakat Aceh
terhadap arah angin yang bertiup di daerah Aceh, yaitu dari arah timur ke barat
atau sebaliknya.Jika arah rumoh Aceh menghadap kearah angin, maka bangunan
rumah tersebut akan mudah rubuh. Disamping itu, arah rumah menghadap ke
utara-selatan juga dimaksudkan agar sinar matahari lebih mudahmasuk kekamarkamar, baik yang berada di sisi timur ataupun di sisi barat. Setelah Islam masuk ke
Aceh,arah rumoh Aceh mendapatkan justifikasi keagamaan. Nilai religiusitas juga
dapat dilihat pada jumlah ruangyang selalu ganjil, jumlah anak tangga yang selalu

ganjil, dan keberadaan gentong air untuk membasuh kakisetiap kali hendak masuk
rumoh Aceh
Demikianlah, bagi masyarakat Aceh baik nenek moyang maupun warga yang masih
menempatirumoh Aceh hingga saat ini, membangun rumah bagaikan membangun
kehidupan itu sendiri hal itulah yang menyebabkan pendirian rumah harus melalui
beberapa tata cara tertentu seperti pemilihan hari baik yang ditentukan oleh
teungku dan ulama setempat, dan pelaksanaan kenduri dengan peusijuk

STRUKTUR DAN KONSTRUKSI RUMAH ADAT ACEH

Teknik dan cara pembuatan rumoh Aceh. Seperti yang telah diterangkan pada
bagian terdahulu, maka yang dimaksudkan dengan bagian bawah ialah bagian
kolong rumah yang berada di bawah lantai. Pada bagian kolong rumoh Acen itu
terdapat tiang-tiang rumah (tameh 46 rumoh). Bentuk tiang itu bundar dan dibuat
dari batang kayu yang kuat. Jumlah tiang bergantung kepada besar kecilnya rumah.

Rumah yang besar yang disebut rumoh limong ruweueng (rumah lima ruang)
mempunyai 24 buah tiang, rumah yang sedang, yang disebut rumoh peuet
ruweueng mempunyai 20 buah tiang, sedangkan rumah yang kecil yang disebut
rumoh lliee ruweueng mempunyai 16 buah tiang.
. Tiang-tiang itu tidak ditanam dalam tanah, tetapi didirikan di atas pondasi
(landasan tiang) dari batu sungai yang disebut gaki tameh. Gaki tameh ini pun tidak
ditanam dalam tanah, tetapi diletakkan di atas tanah. Tiang-tiang itu didirikan
dalam empat deretan, yaitu pada deretan depan, tengah depan, tengah belakang
dan pada deretan belakang sehingga pada masing-masing deretan terdapat enam
buah tiang. Tinggi tiang pada deretan depan dan belakang kira-kira empat meter
dan pada deretan tengah depan dan tengah belakang kira-kira lima setengah
meter. Jarak antara tiang dengan tiang yang lain kira-kira dua setengah meter. Pada
bahagian tengah masing-masing tiang dibuat dua buah lobang dan pada bahagian
ujungnya dibuat sebuah puting (puteng tameh). Tiang-tiang itu dihubungkan antara
satu dengan yang lain oleh kayu-kayu balok yang dimasukkan ke dalam lobanglobang tiang-tiang tersebut. Kayu balok yang menghubungkan tiang dengan tiangtiang dalam satu deretan tiang disebut rok, sedangkan kayu balok yang
menghubungkan satu deretan tiang dengan deretan tiang deretan tiang yang lain
disebut toi. Dengan dipasangnya rok dan toi itu maka tiang-tiang yang didirikan di
atas tanah yang beralaskan batu dapat berdiri dengan kokoh, karena sudah saling
berhubungan.
struktur utama kontruksi bangunan Rumoh Aceh yang elastis, karena antara tiang
dan lantai itu diikat dengan pasak (bajoe) tanpa menggunakan paku, serta
membentuk rigid (kotak tiga dimensional yang utuh).
Karena elastis dan saling mengunci itu, struktur bangunan ini kokoh dan tahan
getaran dan goyangan. Karena hubungan antara struktur utama dengan lainnya
saling mengunci, sehingga bila terjadi goyangan seperti gempa, struktur bangunan
ini bisa mengikuti arah gerakan tersebut, sehingga tidak terjadi kerusakan.
"Ada tiga komponen Rumoh Aceh yang membuat kokoh dan tahan terhadap getaran
dan goyongan. Tiga komponen itu ada pada pondasi pusat beban bangunan yang
besar. Kemudian tiang dan balok sebagai tumpuan semua kontruksi, baik beban
yang disalurkan dari atap samping. Baru kemudian komponen lainnya adalah
rangka atap yang menjadi penyangga dari atas.
Karena keelastisannya itulah menyebabkan struktur bangunan Rumoh Aceh tahan
terhadap gempa dan tidak mudah patah. Kalau pun terjadi gempa, hanya
terombang-ambing baik ke kiri maupun ke kanan. Lalu setelah goyangan berhenti,
bangunan dan kontruksi Rumoh Aceh akan kembali normal.
Kalau pun bangunan terlikuifaksi (terangkat ke atas), kontruksi bangunan itu juga

bisa terangkat dan kemudian kembali jatuh di tempat semula. Kalau pun terjadi
pergeseran, hanya bergeser beberapa centimeter dari tempat semula. Kemudian
untuk mengikat antar kontruksi bangunan, Rumoh Aceh menggunakan semua
bahan dari alam. Seperti pengikat antar sendi atau sudut kontruksi dan juga lainnya
diikat dengan menggunakan tali terbuat dari tali ijuk. Tali ijuk ini dibuat dari serabut
batang nira yang kemudian diolah secara tradisional.
Lalu kontruksi atap Rumoh Aceh menggunakan bahan baku kayu dari alam tropis,
termasuk atap terbuat dari daun rumbia yang telah dirajut serupa dengan seng.
Daun rumbia itulah kemudian dijadikan atap untuk menghalau panas dan
melindungi dari curahan hujan.
Kemiringan atap Rumoh Aceh mencapai 70 derajat diikat menggunakan tali ijuk.
Baik untuk mengikat ring balok untuk tumpuan atap rumbia, maupun untuk
mengikat atap daun rumbia agar tidak mudah terlepas diterpa angin.
Rumoh Aceh pernah diuji secara laboratorium melalui miniatur kecil dan
perhitungan SAP 2.000. Widosari (2010), dalam Local Wisdom-Jurnal Ilmiah Online
'Mempertahankan Kearifan Lokal Rumoh Aceh dalam Dinamika Pasca Gempa dan
Tsunami', hasilnya Rumoh Aceh mampu bertahan dari gempa karena struktur utama
yang kokoh dan elastis.

PELESTARIAN
Dalam opini yang ditulis dalam jurnal penelitian yang dikeluarkan departemen
pendidikan dan kebudayaan arsitektur tradisional propinsi daerah istimewa aceh
bahwa
Beberapa dasawarsa ke belakang ini mereka menganggap arsitektur tradisional
warisan nenek-moyang itu telah mereka anggap kolot dan tak berguna.- Bersama
anggapan yang demikian maka lenyaplah segala warisan nenek moyang tadi. Kini
mereka seolah terjaga kembah dari kekhilafan itu. Mereka kembali mencari-cari
identitas mereka. Mereka merasa perlu kembah memiliki identitas kesukubangsaannya. Namun tampaknya mereka sudah tidak mampu lagi untuk
mengembalikannya secara bulat karena struktur sosial mereka sendiri sudah mulai

bergeser. Karena itu mereka mulai menampilkan dirinya di tengah-tengah rasa


kehilangan tadi dalam bentuk lain. Dalam kenyataan akhir-akhir ini ada beberapa
bangunan resmi milik pemerintah, misalnya gedung DPRD dan Gedung Kesenian, di
mana pada bangunan itu mereka titipkan rasa kehilangan tadi. Pada bangunan itu
mereka terapkan unsur-unsur tertentu yang terdapat pada arsitektur tradisional.
Mereka memadukan gaya arsitektur baru dengan arsitektur lama. Dengan demikian
rupanya rasa kehilangan tadi sedikit menjadi terobat. Penerapan ini tampak dalam
ukiran-ukirannya dan gaya bangunannya sendiri. Gejala seperti ini tampak pula
pada motif-motif hiasan pakaian, di mana pada pakaian masa kini dititipkan unsur
tradisional tadi. Menurut hemat kami arsitektur tradisional aceh pada masa
mendatang masih tetap dibutuhkan oleh masyarakatnya. Karena itu mereka akan
mencari jalan di tengah-tengah arus pengaruh luar yang deras dan melakukan
penyesuaian. Nilai-nilai lama itu mereka butuhkan dan mereka pakai sebagai
pengisi kebutuhan mereka, sebelum nilai baru muncul dan cukup serasi buat
mereka. Sifat suatu nilai ialah tidak mudah berubah dan nilai baru tidak akan begitu
mudah serasi untuk suatu masyarakat tertentu
KESIMPULAN
Berdasarkan study literature dan observasi secara langung ke miniature rumah
aceh taman mini Indonesia indah masih sedikit orang yang memahami unsur
unsure dari rumah aceh untuk kemudian di aplikasikan ke dalam bangunan, karena
biasanya orang hanya sekedar berfoto karena keunikan rumahnya, hal ini tentu
menjadi tugas bagi bangsa Indonesia dalam memperkenalkan lebih jauh tentang
arsitektur rumah adat yang sangat banyak keunggulannya dibandingkan dengan
bangunan asing yang belum tentu cocok dengan kondisi Negara ini , taman mini
adalah salah satu contoh bentuk pelestarian yang terbilang cukup bagus dan
menghibur masyarakat, dari segi miniatur rumah adat, sudah dibangun sedimikian
rupa agar sama dengan aslinya dan sangat mewakili gampong/kampong aceh

SARAN
Pada kunjungan dengan mahasiswa desain interior Telkom 13 ke tmii ini disarankan
untuk lain waktu menggunakan tour bus atau transportasi yang memiliki tour guide
demi menjelaskan secara merinci tentang semua miniature adat Indonesia, jadi
tidak hanya satu objek yang diketahui, pemecahan kelompok ataupun individu di
dalam lokasi yang terbilang luas membingungkan setiap individu, maka dari itu
perlu di kaji lagi alur kegiatannya.

DAFTAR PUSTAKA :

ARSITEKTUR TRADISIONAL PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH Drs. Abdul Hadjad


Drs. Zaini Ali Mursalan Ardy M. Saleh Kasim Drs. Razali Umar 1984
Iskandar,T (1972) Aceh dalam lintasan sejarah
Syamsuddin,T (1978) Adat istiadat daerah propinsi daerah istimewa aceh
Meuraxa, dada(1976) ungkapan sejarah aceh
https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Aceh (23 februari 2016)
http://www.academia.edu/3520306/Budaya_Masyarakat_Aceh_Culture_of_Acehnese
_ (23 februari 2016)

Lampiran

Anda mungkin juga menyukai