Anda di halaman 1dari 9

Analisis semiotic tentang kritik social yang terdapat pada karikatur

panji komik

paper

Di susun oleh :

ADITIYO PRAYOGO (20080530027)

FAKULTAS ISIPOL
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARATA
Abstract

Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda (sign), berfungsinya tanda, dan
produksi makna. Tanda adalah sesuatu yang bagi seseorang berarti sesuatu yang lain. Dalam
pandangan Zoest, segala sesuatu yang dapat diamati atau dibuat teramati dapat disebut tanda.
Karena itu, tanda tidaklah terbatas pada benda. Adanya peristiwa, tidak adanya peristiwa,
struktur yang ditemukan dalam sesuatu, suatu kebiasaan, semua ini dapat disebut tanda. Sebuah
bendera kecil, sebuah isyarat tangan, sebuah kata, suatu keheningan, suatu kebiasaan makan,
sebuah gejala mode, suatu gerak syaraf, peristiwa memerahnya wajah, suatu kesukaan tertentu,
letak bintang tertentu, suatu sikap, setangkai bunga, rambut uban, sikap diam membisu, gagap,
berbicara cepat, berjalan sempoyongan, menatap, api, putih, bentuk, bersudut tajam, kecepatan,
kesabaran, kegilaan, kekhawatiran, kelengahan, semuanya itu dianggap sebagai tanda (Zoest,
1993:18). Salah satu bidang yang berkaitan dengan semiotic adalah periklanan. Dengan iklan,
produsen mencoba untuk menyampaikan pesan-pesan tentang keunggulan produknya kepada
konsumen. Pesan-pesan tersebut disampaikan melalui berbagai macam tanda baik yang berupa
bahasa maupun gambar. Oleh karena itu, seorang pembuat iklan dituntut harus mampu membuat
tanda-tanda yang mampu mengarahkan calon konsumen untuk membeli atau menggunakan
produk yang diiklankan.

Sebuah iklan dapat dianalisis melalui beberapa langkah sebagai berikut:


1. Menelusuri the communication act dalam iklan dan the power relation antara sender dan
receiver.
2. Menelusuri bagaimana ikon, indeks dan simbol membentuk communication act.
3. Menelusuri bagaimana anchorage mengarahkan signification.
4. Menelusuri preferred reading yang mungkin muncul dari iklan.

Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan sebuah ide atau
petanda (signified). Dengan kata lain, penanda adalah ”bunyi yang bermakna” atau ”coretan
yang bermakna”. Jadi, penanda adalah aspek material dari bahasa: apa yang dikatakan atau
didengar dan apa yang ditulis atau dibaca. Petanda adalah gambaran mental, pikiran, atau
konsep. Jadi petanda adalah aspek mental dari bahasa (Berthes, 2001:180 dalam Sobur, 2004:46)
Bagi Barthes, faktor penting dalam konotasi adalah penanda dalam tatanan pertama. penanda
tatanan pertama merupakan tanda konotasi. Jika teori itu dikaitkan dengan bekerjanya sebuah
iklan sebuah poduk, maka setiap pesan yang ada dalam sebah iklan produk tersebut merupakan
pertemuan antara signifier (penanda) dan signified (petanda). Lewat unsur verbal dan visual
(nonverbal), diperoleh dua tingkatan makna, yakni makna denotatif yang didapat pada semiosis
tingkat pertama dan makna konotatif yang didapat dari semiosis tingkat berikutnya. Pendekatan
semiotik terletak pada tingkat kedua atau pada tingkat signified, makna pesan dapat dipahami
secara utuh (Barthes, 1998:172-173).

Dalam teori barthes setidaknya dalam mengimpretasikan sebuah tanda, mereka membaginya
kedalam 6 point pembagi :

1. Signifier (penanda) merupakan penanda awal.


2. Signified (petanda)
3. Denotative sign (tanda denotative) merupakan makna sebenarnya yang melekat pada sebuah
tanda.
4. Conotative signifier (penanda konotatif) merupakan makna lain yang melekat pada sebuah
tanda.
5. Conotative signified (petanda konotatif) merupakan yang pada konstruksi soaial sudah
disepakati secara baku.
6. Conotative sign (penandaan konoaif) menurut barthes merupakan mitos yang diyakini melekat
pada anda tersebut. Dan mitos tersebut belum tentu benar.

Mitos yang ada pada teori roland barthes bukan seperti mitologi dalam seuah kisah
tradisional karena menurut barthes, mitos adalah makna makna ideologis yang menempel erat
pada sebuah tanda. Dan fungsi mitos itu sendiri adalah untuk mengungkapkan dan memperkuat
nilai nilai dominan seuah tanda dalam waktu waktu tertentu.
Dalam kajian semiotik, barthes adalah satu satunya orang yang mencoba menerapkan
kajian semiotik kedalam kajian media. dia mencoba mengkaji apa yang terdapat dalam kajian
media dengan teori semiotik yang dia temukan. dan untuk mengkaji tentang sebuah kritik sosial
yang ada dalam sebuah gambar karikatur, saya mencoba untuk menggunakan teori barthes untuk
mengungkap apa sebenarnya kritik yang disampaikan dalam karikatur tsb.

Pembahasan.

Karikatur merupakan suatu media yang penuh dengan berbagai macam tanda yang
digunakan si pembuat karikatur untuk mengungkapkan makna dari ide atau gagasan dari
karikatur itu sendiri.Tanda-tanda tersebut dapat berupa ikon, indeks maupun symbol dalam
bentuk gambar ataupun kata-kata. Untuk mengetahui makna tanda yang berupa
gambar maka harus diketahui pemaknaan terhadap first order signification (penanda) dan second
order signification (petanda). First order signification merupakan pemaknaan pada suatu tanda
berkaitan dengan benda yang dijadikan tanda.Pemaknaan pada second order signification
berkaitan dengan karakter atau sifat yang dibawa oleh benda yang dijadikan tanda.

Dalam karikatur panji komik ini setidaknya ada delapan bagian pokok yang terbagi oleh kotak
kotak pembatas gambar dan cerita. Dalam setiap kotak terdapat gambar yang berbeda beda dan
teks yang juga berbeda. Dan untuk menganalisis pesan yang disampaikan dari karikatur ini, kita
harus menganalisis setiap bagian gambar dan kata secara keseluruhan untuk mendapakan makna
yang terkandung dalam karikatur ini. Untuk memudahkanya kita akan mengkaji gambar
karikatur ini dengan menganalisis tiap kotak yang berisikan tanda tanda baik gambar maupun
teks.

Kotak pertama.

Dalam kotak ini terdapat dua gambar karikatur hewan yang mungkin di artikan oleh si
pembuat karikatur sebagai hewan anjing dan kucing. Mereka berdiri bersebelahan Dengan
kucing yang memandang kearah anjing dan anjing yang memkandang kearah lain. Gambar
anjing dan kucing ini merupakan sebuah penanda yang memunculkan petanda seperti : hewan,
berbulu, berkaki dua dan mempunyai ekor. Sedangkan makna denotative dan penanda konotatif
dari gambar ini adalah anjing dan kucing. Petanda konotatif yang muncul dari tanda pada gambar
ini adalah kucing dan anjing merupakan hewan kecil yang biasa hidup di semua tempat di bumi.
Lalu mitos atau penandaan konotatif dari anjing dan kucing adalah mereka menjadi symbol dari
rakyat yang selalu teraniaya dan mereka hanya bisa melihat dan menikmati apa yang disajikan
oleh para elite politik kita tanpa bisa melakukan apapun untuk mengubah segala sesuatunya
apabila mereka menganggap bertolak belakang dengan kepentingan rakyat.

Kotak ke dua.

Dalam kotak ini setidaknya ada dua tanda yang dapat dianalisis dengan teori roland
barthes. Tanda pertama adalah gambar orang – orang yang sedang berdiri sejajar dengan
mengenakan pakaian adat keraton jawa. Dengan penanda gambar orang berdiri sejajar,
memunculkan sebuah petanda yaitu : orang, berpakaian adat keratin jawa. Makna denotative dan
penanda konotatif dari gambar ini adalah sekumpulan orang yang bisa disebut pati dalam adat
jawa. Sedangkan petanda konotatif dari gambar tersebut adalah mereka sebagai wakil rakyat
yang mempunyai jabatan dan memiliki derajat di atas rakyat yang digambarkan dengan kucing
dan anjing. Penandaan konotatif dari gambar ini mempunyai makna sekumpulan wakil rakyat
yang harus bisa menjadi wakil rakyat. Tanda kedua yang juga dapat dianalisis adalah gambar
kucing dan anjing dengan kata ‘endus- undus’ siatasnya. Penanda dari tanda ini adalah gambar
hewan, dengan kata kata endus-endus . petanda dari tanda ini adalah hewan, mencium, dan
mengendus. Sedangkan tanda denotative dan penanda konotatif dari tanda ini adalah hewan yang
mengendus. Daari makna tersebut, memunculkan petanda konotatif yaitu rakyat yang selalu
melihat dan mengikuti apa yang sedang terjadi. Sedangkan mitos atau penandaan konotatif dari
tanda ini adalah hewan yang digambarkan sebagai rakyat yang sedang mengikuti apa yang
dilakukan pemimpinnya.
Kotak ke tiga.

Dalam kotak ini juga setidaknya ada dua tanda yang dapat kita analisis bersama, tanda
pertama adalah gambar orang-orang yang sedang berkelahi. Gambar ini memunculkan penanda
yaitu sekumpulan orang yang sedang berkelahi. Dan juga mempunyai petanda yaitu orang,
banjyak, berkelahi dan berpakaian seperti patih dalam adat keratin jawa. Sedangkan makna
denotative dan penanda konotatif dari gambar ini adalah orang-orang yang sedang berkelahi.
Petanda konotatif dari tanda ini dapat di artikan sebagai orang orang yang bekelahi karena
memperebutkan kekuasaan, kedudukan, atau kepentingan tertentu dengan cara kekerasan. Tanda
kedua yang dapat kita analisis adalah gambar anjing dan kucing dengan teks “ ENDUS…AWK”
disini yang menjadi penanda dari gambar ini adalah anjing dan kucing dengan teks diatasnya.
Sedangkan petanda dari gambar ini adalah hewan, kucing, anjing, dan kata-kata “endus awk” .
Makna denotative dan petanda konotatif dari gambar ini adalah hewan dengan tulisan “endus
awk”. Sedangkan petanda konotatif dari tanda ini adalah kucing dan anjing yang sedang berjalan
dan terhenti langkahnya. Mitos atau penandaan konotatif yang muncul dari tanda ini adalah
rakyat yang digambarkan dengan hewan ini sedang berjalan dan mengamati sesuatu dan tiba tiba
langkahnya terhenti melihat sesuatu atau fenomena yang ada.

Kotak ke empat.

Dalam kotak ini tanda yang dapat dianalisis adalah gambar seseorang yang sedang
berbicara dan didengarkan oleh beberapa orang yang ada di belakangnya. Penanda dari tanda ini
adalah seseorang yang berkata “kita ribut tidak bisa bedakan mana fakta mana fiksi” dengan
beberapa orang yang berdiri di belakangnya. Sedangkan petanda yang muncul dari gambar ini
adalah beberapa orang yang sedang berdiri dengan satu orang yang berdiri di depan dengan
mengatakan sesuatu. Makna denotative dan penanda konotatif dari tanda ini adalah seseorang
dengan tulisan diatasnya dengan orang orang dibelakangnya yang bebaris rapi. Penanda konotatif
yang muncul dari gambar ini adalah seorang atasan yang sedang member nasehat kepada
bawahanya. Sedangkan penandaan konotatif atau mitos yang muncul dari tanda ini adalah
pemimpin wajib memarahi bawahanya apabila berbuat salah .
Kotak ke lima

Kotak kelima dalam karikatur panji koming ini juga terdapat tanda yang dapat di analisis.
Dalam kotak ini digambarkan seseorang yang bediri dibelakang punggung orang lain dengan
orang yang berada didepan berkata “hwakadah, baru bicara sekarang terlambat dong” dalam
tanda ini, yang merupakan penanda adalah gambar dari dua orang yang diatas salah satu orang
ini terdapat sebuah tulisan. Sedang petanda dari tanda tersebut adalah sebhuah tulisan
“hwakadah, baru bicara sekarang terlambat dong” dan gambar dua orang yang berpegangan.
Makna denotative dan penanda konotatif dari tanda ini adalah dua orang yang berdiri
bersebelahan dan berpegangan dengan tulisan “hwakadah, baru bicara sekarang terlambat dong”.
Petanda konotatif yang muncul dari gambar ini adalah seseorang yang ketakutan dan berdiri
dibelakang orang lain dan orang lain itu berkata kalau orang yang berdiri dibelakangnya
terlambat mengatakan sesuatu. Sedangkan mitos atau penandaan konotatif yang muncul dari
gambar ini adalah seseorang yang mempunyai salah pasti akan ketakutan.

Kotak ke enam.

Pada kotak ini terdapat sebuah gambar yang dapat dianalisis yaitu gambar seseorang yang
terlihat kesal dengan memegangi kepalanya dengan tulisan diatasnya yang berkata “sakit hati
aku, masak setelah gundul, kucir dipotong , kalian tak mau lagi berkoalisi dengan aku.” Dalam
tanda ini , gambar seseorang dengan tulisan di atasnya dan hewan dibawahnya dijadikan sebagai
penanda. Sedangkan npetanda dari gambar ini adalah orang gundul, memegang kepala dan
hewan anjing dan kucing. Makna denotative dan penanda konotatif dari gambar ini adalah
seseorang dengan tulisan “sakit hati aku, masak setelah gundul, kucir dipotong , kalian tak mau
lagi berkoalisi dengan aku.” Dengan hewan dengan tulisan “endus endus” . sedangkan petanda
konotatif yang muncul dari gambar ini adalah seorang yang sakit hati karena pengorbananya sia
sia dengan hewan yang di maknai sebagai rakyat yang Cuma melihatnya. Mitos atau penandaan
konotatif dari tanda ini adalah orang akan sakit hati apabila pengorbananya ternyata sia sia.
Kotak ke tujuh.

Tanda yang terdapat dalam kotak ini adalah gambar seseorang yang seakan berkata
“keburu di kepung politik sama dagang sih . berhentilah gonjang ganjing . kita sudah capek
dengan pertikaian.” Penanda dalam tanda ini adalah gambar orang yang memakai kopiah,
membawa palu dan buku dengan tulisan diatasnya. Petanda dalam gambar ini adalah orang
memakai peci,palu, dan buku. Makna denotative dan penanda konotatif dari tanda ini adalah
seseorang yang bediri dengan mengatakan “keburu di kepung politik sama dagang sih .
berhentilah gonjang ganjing . kita sudah capek dengan pertikaian.” . sedangkan petanda konotatif
yang muncul dari gambar ini adalah seseorang yang bijaksana dan mencoba mendamaikan atau
menyelesaikan sesuatu. Mitos atau penandaan konotatif yang juga muncul dari gambar ini adalah
orang yang bijaksana akan bertindak biajksana dalam menyelesaikan suatu masalah.

Kotak ke delapan

Dalam kotak ini digambarkan seseorang dengan tulisan “ya deh, kita kerja lagi.” Disertai
dengan gambar hewan yang senantiasa pergi menjauh. Penanda yang ada dalam tanda ini adalah
seseorang dengan tulisan dan hewan hewan dibawahnya. Dan yang menjadi petanda dalam
gambar ini adalah orang , tulisan dan gambar hewan. Makna denotative dan penanda konotatif
yang ada dalam gambar ini adalah seseorang yang berkata “ya deh, kita kerja lagi.” Sedangkan
petanda konotatif yang muncul dari gambar tersebut adalah seseorang yang meng iyakan sesuatu
dan mengakhiri masalah dengan rakyat yang digambarkan sebagai hewan yang pergi menjauh.
Sedangkan mitos atau penandaan konotatif yang terdapat pada gambar ini adalah apabila
seseorang sudah mendapat teguran baru akan mau bekerja.

Kesimpulan

Dalam karikatur panji koming ini si pembuat karikatur berusaha untuk menceritakan atau
menggambarkan bagaimana wajah dari sebuah bangsa melalui cerita yang ada di karikatur
tersebut dengan menggunakan elite politik sebagai contoh ceritanya. Dalam cerita ini, rakyat
yang digambarkan dengan hewan kucing dan anjing hanya bisa melihat dan menikmati apa yang
disajikan oleh tingkah para elite politik kita, dalam cerita di karikatur ini, para elite politik kita
saling berbeda pendpat dalam mengatasi sebuah masalah, mereka yang seharusnya menjadi
panutan rakyat karena selalu mengatas namakan rakyat menghadirakan contoh yang buruk yang
tidak pantas ditiru yaitu dengan menggunakan kekerasan dalam penyelesaian sebuah masalah .
sampai sampai terkadang mereka tidak menggunakan akal sehat dalam menyelesaikanya, karena
tidak bisa membedakan mana yang menjadi fakta atau realita dan mana yang menjadi fiksi.
Mental para pemimpin kita yang pengecut juga digambarkan dalam karikatur panji komik ini,
mereka yang mempunyai salah tidak mau mengakuinya secara gantel dan membiarkanya
berlarut larut sampai masalah lain muncul akibat ulahnya. Setelah semuanya berlarut, tidak ada
tindakan nyata dari seorang pemimpin yang seharusnya dapat mengayomi para anak buahnya,
dia hanya meminta mereka “para wakil rakyat” untuk menyudahinya tanpa menyelesaikanya
secara tuntas seperti yang ada pada gambar komik tersebut. Setelah itu. Mereka pun meng
iyaklan dan kembali seperti sedia kala seakan melupakan semuanya yang telah terjadi. Lagi –lagi
rakyat yang jadi korban karena selain tidak mendapat pembelajaran dari yang benar dari para
pemimpin kita, mereka tidak bisa berbuat apa dan menjadi penonton pasif yang semakin bodoh.
Ini jelas digambarkan pada karikatur panji dimana pada awal cerita , rakyat hanya melihat dang
menikmati dengan “mengendus – endus” seperti ada pada gambar. Dan setelah semua selesai
dengan tanpa penyelesaian yang jelas, mereka juga pegi menjauh dan seakan melupakan apa
yang terjadi.
Kritik social yang erat pada cerita ini adalah bagaimana gambaran mental para pemimpin
kita yang pengecut dan cenderung menyelesaikan segala sesuatunya dengan kekerasan. Mereka
mengatas namakan rakyat tetapi tidak untuk rakyat. Mereka hanya mementingkan kepentingan
mereka yang tidak ada implementasinya untuk rakyat. Selain itu, rakyat juga mendapat kritik
yang cukup bermakna dalam karikatur ini. Mereka “rakyat” dianggap sebagai pengikut pasif
yang tidak tahu arah dan hanya bisa menikmati tanpa bisa sedikit bertindak secara kritis. Namun,
itu bukan sepenuhnya salah rakyat, karena ini tidak terlepas dari mental dan kelakuan pemimpin
kita. Kan sudah se yogyanya rakyat meniru pemimpinnya. ^^

Anda mungkin juga menyukai