Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
Syok akibat sepsis merupakan penyebab kematian tersering di unit pelayanan
intensif. Sepsis hampir diderita oleh 18 juta orang di seluruh dunia setiap tahunnya.
Insidennya diperkirakan sekitar 50-95 kasus diantara 100.000 populasi dengan
peningkatan sebesar 9% tiap tahunnya. Angka perawatan sepsis berkisar antara 2
sampai 11% dari total kunjungan ICU. Sepsis berat terdapat pada 39 % diantara
pasien sepsis. Angka kematian sepsis berkisar antara 25 - 80 % diseluruh dunia
tergantung beberapa faktor seperti umur, jenis kelamin, ras, penyakit penyerta,
riwayat trauma paru akut, sindrom gagal napas akut, gagal ginjal dan jenis infeksinya
yaitu nosokomial, polimikrobial atau jamur sebagai penyebabnya. 1,2,3,4
Sepsis dapat mengenai berbagai kelompok umur, pada dewasa, sepsis
umumnya terdapat pada orang yang mengalami immunocompromised yang
disebabkan karena adanya penyakit kronik maupun infeksi lainnya. Mortalitas sepsis
di negara yang sudah berkembang menurun hingga 9% namun, tingkat mortalitas
pada negara yang sedang berkembang seperti Indonesia masih tinggi yaitu 50-70%
dan apabila terdapat syok septik dan disfungsi organ multiple, angka mortalitasnya
bisa mencapai 80%.
Insiden dari sepsis bakterimia (baik garam negatif maupun positif) meningkat
dari 3,8/1000 pada tahun 1970 menjadi 8,7/1000 pada tahun 1987. Antara tahun 1980
dan 1992, peningkatan insiden infeksi nosokomial meningkat 6,7 kasus per 1000
menjadi
18,4/1000.
Peningkatan
jumlah
pasien
yang
mengalami
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Sepsis merupakan respon sistemik pejamu terhadap infeksi dimana
patogen atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi
aktivasi proses inflamasi. Berbagai definisi sepsis telah diajukan, namun
definisi yang saat ini digunakan di klinik adalah definisi yang ditetapkan
dalam consensus American College of Chest Physician dan Society of Critical
Care Medicine pada tahun 1992 yang mendefinisikan sepsis, sindroma respon
inflamasi sistemik (systemic inflammatory response syndrome / SIRS), sepsis
berat, dan syok/renjatan septik.6
B. Etiologi
Penyebab dari sepsis terbesar adalah bakteri gram negative dengan
presentase 60-70% kasus yang menghasilkan berbagai produk yang dapat
menstimulasi sel imun yang terpacu untuk melepaskan mediator inflamasi.7
Gambar 2. Faktor predisposisi, infeksi, respon klinis dan disfungsi organ pada sepsis8
Tabel 2. Faktor predisposisi, infeksi, respon klinis, dan disfungsi organ pada
sepsis8
Sumber lokasi
Kulit
Mikroorganisme
Staphylococcus aureus dan gram positif bentuk cocci
Saluran kemih
Saluran pernafasan
Usus dan kantung
lainnya
Eschericia coli dan gram negatif bentuk batang lainnya
Streptococcus pneumonia
Enterococcus faecalis, E.coli dan gram negative bentuk
empedu
Organ pelvis
Masalah klinis
Pemasanagan kateter
Mikroorganisme
Escherichia coli, Klebsiella spp., Proteus spp.,
Penggunaan iv kateter
Setelah operasi:
albicans
Staph. aureus, E. coli, anaerobes(tergantung
Wound infection
lokasinya)
Deep infection
Luka bakar
Pasien
albicans
Semua mikroorganisme diatas
immunocompromised
Tabel 4. Penyebab Umum Sepsis pada Pasien yang Dirawat8
C. Patogenesis
Sepsis dikatakan sebagai suatu proses peradangan intravaskular yang
berat. Hal ini dikatakan berat karena sifatnya yang tidak terkontrol dan
berlangsung terus menerus dengan sendirinya, dikatakan intravaskular karena
proses ini menggambarkan penyebaran infeksi melalui pembuluh darah dan
dikatakan peradangan karena semua tanda respon sepsis adalah perluasan dari
peradangan biasa.
Ketika jaringan terinfeksi, terjadi stimulasi perlepasan mediatormediator inflamasi termasuk diantaranya sitokin. Sitokin terbagi dalam
proinflamasi dan antiinflamasi. Sitokin yang termasuk proinflamasi seperti
TNF, IL-1,interferon yang bekerja membantu sel untuk menghancurkan
mikroorganisme yang menyebabkan infeksi. Sedangkan sitokin antiinflamasi
yaitu IL-1-reseptor antagonis (IL-1ra), IL-4, IL-10 yang bertugas untuk
memodulasi, koordinasi atau represi terhadap respon yang berlebihan.
Keseimbangan dari kedua respon ini bertujuan untuk melindungi dan
memperbaiki jaringan yang rusak dan terjadi proses penyembuhan. Namun
ketika keseimbangan ini hilang maka respon proinflamasi akan meluas
menjadi respon sistemik. Respon sistemik ini meliputi kerusakan endothelial,
disfungsi mikrovaskuler dan kerusakan jaringan akibat gangguan oksigenasi
dan kerusakan organ akibat gangguan sirkulasi. Sedangkan konskuensi dari
kelebihan respon antiinfalmasi adalah alergi dan immunosupressan. Kedua
proses ini dapat mengganggu satu sama lain sehingga menciptakan kondisi
ketidak harmonisan imunologi yang merusak.
polipeptida
spesifik
yang
berasal
dari
MHC
(Major
efek
pembentukkan
pada
sel
prostaglandin
endothelial
E2
termasuk
(PG-E2)
dan
didalamnya
merangsang
terjadi
ekspresi
merupakan
suatu
substansi
proinflamasi.
Trombin
akhirnya
2. Jenis kelamin
Perempuan kurang mungkin untuk mengalami kematian yang
berhubungan dengan sepsis dibandingkan laki-laki di semua kelompok
ras/etnis. Laki-laki 27% lebih mungkin untuk mengalami kematian terkait
sepsis. Namun, risiko untuk pria Asia itu dua kali lebih besar, sedangkan
untuk laki-laki Amerika Indian/Alaska Pribumi kemungkinan mengalami
kematian berhubungan dengan sepsis hanya 7%.8
3. Ras
Tingkat mortalitas terkait sepsis tertinggi di antara orang kulit hitam
dan terendah di antara orang Asia.6
4. Penyakit komorbid
Kondisi komorbiditas kronis yang mengubah fungsi kekebalan tubuh
(gagal ginjal kronis, diabetes mellitus, HIV, penyalah gunaan alkohol)
lebih umum pada pasien sepsis non kulit putih, dan komorbiditas
kumulatif dikaitkan dengan disfungsi organ akut yang lebih berat.6
5. Genetik
yang
digunakan
dalam
kemoterapi
tidak
dapat
membedakan antara sel-sel kanker dan jenis sel lain yang tumbuh cepat,
seperti sel-sel darah, sel-sel kulit. Orang yang menerima kemoterapi
beresiko untuk terkena infeksi ketika jumlah sel darah putih mereka
rendah. Sel darah putih adalah pertahanan utama tubuh terhadap infeksi.
Kondisi ini, yang disebut neutropenia, adalah umum setelah menerima
kemoterapi. Untuk pasien dengan kondisi ini, setiap infeksi dapat menjadi
serius dengan cepat. Sepsis merupakan penyebab utama kematian pada
pasien kanker neutropenia.6,7
8. Obesitas
Obesitas dikaitkan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas pada
pasien dengan sepsis akut. Obesitas pada tahap stabil kesehatan secara
4. Leukosit > 12.000 atau < 4.000/mm3 atau ditemukan10% leukosit imatur.
Sepsis ditandai dengan gejala SIRS dan ditemukannya kuman
penyebab infeksi. Gejala tambahan berupa gangguan perfusi organ :
1. Perubahan status mental.
2. Hipoksemia, PaO2 <72 mm Hg dengan FiO2 21%.
3. Peningkatan kadar laktat plasma.
4. Oliguria (produksi urine < 30 ml atau 0.5 ml/kg selama minimal 1 jam)
Infeksi merupakan istilah untuk menamakan keberadaan berbagai kuman
yang masuk ke dalam tubuh manusia. Bila kuman berkembang biak dan
menyebabkan kerusakan jaringan disebut penyakit infeksi yang terjadi jejas
sehingga timbul reaksi inflamasi. Meskipun dasar proses inflamasi sama,
namun intensitas dan luasnya tidak sama, tergantung luas jejas dan reaksi
tubuh. Inflamasi akut dapat meluas serta menyebabkan tanda dan gejala
sistemik.
Inflamasi ialah reaksi jaringan vaskuler terhadap semua bentuk jejas. Pada
dasarnya inflamasi adalah suatu reaksi pembuluh darah, syaraf, cairan dan sel
tubuh di tempat jejas. Inflamasi akut merupakan respon langsung yang dini
terhadap agen penyebab jejas dan kejadian yang berhubungan dengan
inflamasi akut sebagian besar dimungkinkan oleh produksi dan pelepasan
berbagai macam mediator kimia. Meskipun jenis jaringan yang mengalami
inflamasi berbeda, mediator yang dilepaskan adalah sama.
Sepsis merupakan SIRS ditambah tempat infeksi yang diketahui
(ditentukan dengan biakan positif terhadap organisme dari tempat tersebut).
Meskipun SIRS, sepsis dan syok septic biasanya berhubungan dengan infeksi
bakteri, tidak harus terdapat bakteriemia. Bakteriemia adalah keberadaan
bakteri hidup dalam komponen cairan darah, bersifat sepintas, dijumpai
setelah jejas berada dipermukaan mukosa primer (tanpa fokus infeksi
intravaskuler atau ekstravaskuler). Sepsis berat adalah sepsis yang berkaitan
dengan disfungsi organ, kelainan hipoperfusi atau hipotensi.
F. Diagnosa Klinis
Istilah sepsis, sepsis berat dan syok septik digunakan untuk menghitung
besarnya sistemik reaksi radang. Pasien dengan sepsis memiliki bukti dari
infeksi, serta sistemik tanda-tanda dari peradangan (misalnya, demam,
leukositosis dan takikardia). Hipoperfusion dengan tanda-tanda disfungsi
organ disebut sepsis berat. Syok septik memerlukan kehadiran di atas, terkait
dengan bukti-bukti yang lebih signifikan jaringan hipoperfusion dan hipotensi
sistemik. Di samping hipotensi, maldistribusi dari aliran darah dan shunting di
mikrosirkulasi, lebih lanjut yaitu terganggunya pengiriman nutrisi untuk
jaringan sekitar.
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:
1. Laboratorium: Kultur darah dengan mengambil specimen darah pasien
dengan mengisolasi mikroorganisme darah atau situs lokal infeksi.
Tes laboratorium
Hitung sel darah
putih
Hitung platelet
Temuan
Leukositosis atau
leukopenia
Trombositosis atau
trombositopenia
Coagulation
cascade
Defisiensi Protein C;
defisiensi antitrombin;
level D-dimer meningkat;
PT (Prothrombin Time)
dan PTT (Partial
Thromboplastin Time)
memanjang
Meningkat
Level kreatinin
Level asam laktat
Level enzim hepar
Level serum fosfat
Level C-reactive
protein (CRP)
Keterangan
Endotoksemia dapat
menyebabkan early leukopenia
Nilai tinggi awal dapat dilihat
sebagai respon fase akut, jumlah
trombosit yang rendah terlihat
pada DIC
Kelainan dapat diamati sebelum
timbulnya kegagalan organ dan
tanpa perdarahan yang jelas.
Doubling-menandakan cedera
ginjal akut
Mengindikasikan hipoksia
jaringan
Mengindikasikan cedera
hepatoseluler akut yang
disebabkan hipoperfusi
Berkorelasi terbalik dengan
tingkat sitokin proinflamasi
Respons fase akut
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan sepsis yang optimal mencangkup stabilisasi pasien
langsung (perbaikan hemodinamik), pemberian antibiotik, pengobatan fokus
infeksi dan resusitasi serta terapi suportif apabila telah terjadi disfungsi
organ.10
Perbaikan hemodinamik harus segera dilakukan seperti airway, breathing
circulation, 3 kategori untuk memperbaiki hemodinamik pada sepsis, yaitu : 6
1. Terapi cairan
Karena sepsis dapat menyebabkan syok disertai demam, venadilatasi
dan diffuse capillary leackage inadequate preload sehingga terapi
cairan merupakan tindakan utama
2. Terapi vasopresor
Bila cairan tidak dapat mengatasi cardiac output (arterial pressure dan
perfusi organ tidak adekuat) dapat diberikan vasopresor potensial
seperti norepinefrin, dopamine, epinefrin dan phenylephrine.
3. Terapi inotropik
Bila resusitasi cairan adekuat tetapi kontraktilitas miokard masih
mengalami gangguan dimana kebanyakan pasien akan mengalami
cardiac output yang turun sehingga diperlukan inotropik seperti
dobutamin, dopamine dan epinefrin.
Antibiotik
Sesuai jenis kuman atau tergantung suspek tempak infeksinya 10
19,4%
yang
dikenal
dengan
nama
zovant.6
I. Komplikasi
1. MODS (disfungsi organ multipel)
Penyebab kerusakan multipel organ disebabkan karena adanya gangguan
perfusi jaringan yang mengalami hipoksia sehingga terjadi nekrosis dan
gangguan fungsi ginjal dimana pembuluh darah memiliki andil yang cukup
besar dalam pathogenesis ini.
kapiler
dan
perubahan
permebilitas
kapiler,
yang
dapat
5. Gastrointestinal
Pada pasien sepsis di mana pasien dalam keadaan tidak sadar dan terpasang
intubasi dan tidak dapat makan, maka bakteri akan berkembang dalam
saluran pencernaan dan mungkin juga dapat menyebabkan suatu
pneumonia nosokomial akibat aspirasi. Abnormalitas sirkulasi pada sepsis
dapat menyebabkan penekanan pada barier normal dari usus, yang akan
DAFTAR PUSTAKA
1
Fitch SJ, Gossage JR. 2002. Optimal management of septic shock: rapid
recognition and institution of therapy are crucial. Postgraduate Med. 3:50-9.
Angus DC, Linde WT, Lidicker J. 2001. Epidemiology of severe sepsis in the
United States. Crit Care Med. 20:1303-31.
Hoyert DL, Anderson RN. 2001. Age-adjusted death rate. Natl Vital Stat Rep.
49:1-6
PAPDI, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi IV, Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI, 2006.
A.Guntur.H. 2007. Sepsis. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III .
Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbit IPD FK UI. Hal :1840-43.
Dalam Edisi I. Jakarta. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2010. 123-5
Dellinger RP, Levy MM, Rhodes A, et all : Surviving Sepsis Campaign:
international guidelines for management of severe sepsis and septic shock:
2012. Crit Care Med 2013, 41:580-637