Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
10 X-5
Sastra Melayu
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Sastra Melayu Klasik bermula pada abad ke-16 Masehi. Semenjak itu sampai sekarang gaya
bahasanya tidak banyak berubah.
Dokumen pertama yang ditulis dalam bahasa Melayu klasik adalah sepucuk surat dari raja
Ternate, Sultan Abu Hayat kepada raja João III di Portugal dan bertarikhkan tahun 1521 Masehi.
Daftar isi
1 Daftar bentuk sastra Melayu
o 1.1 Gurindam
1.1.1 Gurindam Lama
1.1.2 Gurindam Dua Belas
o 1.2 Hikayat
o 1.3 Karmina
o 1.4 Pantun
o 1.5 Seloka
o 1.6 Syair
o 1.7 Talibun
Gurindam adalah satu bentuk puisi Melayu lama yang terdiri dari dua baris kalimat dengan irama
akhir yang sama, yang merupakan satu kesatuan yang utuh. Baris pertama berisikan semacam
soal, masalah atau perjanjian dan baris kedua berisikan jawabannya atau akibat dari masalah atau
perjanjian pada baris pertama tadi.
Gurindam Lama
contoh :
Kumpulan gurindam yang dikarang oleh Raja Ali Haji dari Kepulauan Riau. Dinamakan
Gurindam Dua Belas oleh karena berisi 12 pasal, antara lain tentang ibadah, kewajiban raja,
kewajiban anak terhadap orang tua, tugas orang tua kepada anak, budi pekerti dan hidup
bermasyarakat.
Karmina
Karmina atau dikenal dengan nama pantun kilat adalah pantun yang terdiri dari dua baris. Baris
pertama merupakan sampiran dan baris kedua adalah isi. Memiliki pola sajak lurus (a-a).
Biasanya digunakan untuk menyampaikan sindiran ataupun ungkapan secara langsung.
Contoh
Pantun merupakan sejenis puisi yang terdiri atas 4 baris bersajak a-b-a-b, a-b-b-a, a-a-b-b. Dua
baris pertama merupakan sampiran, yang umumnya tentang alam (flora dan fauna); dua baris
terakhir merupakan isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut. 1 baris terdiri dari 4-5 kata,
8-12 suku kata.
Contoh Pantun
Seloka
Seloka merupakan bentuk puisi Melayu Klasik, berisikan pepetah maupun perumpamaan yang
mengandung senda gurau, sindiran bahkan ejekan. Biasanya ditulis empat baris memakai bentuk
pantun atau syair, terkadang dapat juga ditemui seloka yang ditulis lebih dari empat baris.
Syair
Syair adalah puisi atau karangan dalam bentuk terikat yang mementingkan irama sajak. Biasanya
terdiri dari 4 baris, berirama aaaa, keempat baris tersebut mengandung arti atau maksud penyair
(pada pantun, 2 baris terakhir yang mengandung maksud). Syair berasal dari Arab.
Ciri-ciri syair
Talibun
Talibun adalah sejenis puisi lama seperti pantun karena mempunyai sampiran dan isi, tetapi lebih
dari 4 baris ( mulai dari 6 baris hingga 20 baris). Berirama abc-abc, abcd-abcd, abcde-abcde, dan
seterusnya.
Contoh Talibun :
Bidal adalah pepatah atau peribahasa dalam sastra Melayu lama yang kebanyakan
berisi sindiran, peringatan, nasehat, dan sejenisnya. Yang termasuk dalam kategori
bidal adalah
Mantra
Mantra adalah kata-kata yang mengandung hikmat dan kekuatan gaib. Mantra sering
diucapkan oleh dukun atau pawang, namun ada juga seorang awam yang
mengucapkannya.
Prosa :
Dongeng
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Dongeng merupakan suatu kisah yang diangkat dari pemikiran fiktif dan kisah nyata,
menjadi suatu alur perjalanan hidup dengan pesan moral yang mengandung makna
hidup dan cara berinteraksi dengan makhluk lainnya. Dongeng juga merupakan dunia
hayalan dan imajinasi dari pemikiran seseorang yang kemudian diceritakan secara
turun-temurun dari generasi ke generasi. Terkadang kisah dongeng bisa membawa
pendengarnya terhanyut ke dalam dunia fantasi, tergantung cara penyampaian
dongeng tersebut dan pesan moral yang disampaikan. Kisah dongeng yang sering
diangkat menjadi saduran dari kebanyakan sastrawan dan penerbit, lalu dimodifikasi
menjadi dongeng modern. Salah satu dongeng yang sampai saat ini masih diminati
anak-anak ialah kisah 1001 malam. Sekarang kisah asli dari dongeng tersebut hanya
diambil sebagian-sebagian, kemudian dimodifikasi dan ditambah, bahkan ada yang
diganti sehingga melenceng jauh dari kisah dongeng aslinya, kisah aslinya seakan telah
ditelan zaman.
Tambo
Tambo adalah cerita sejarah, yaitu cerita tentang kejadian atau asal-usul keturunan
raja.
Legenda
Yaitu dongeng yang dihubungkan dengan keajaiban alam, terjadinya suatu tempat, dan
setengah mengandung unsur sejarah.
Kaba
Adalah jenis prosa lirik dari sastra Minangkabau tradisional yang dapat didendangkan.
Biasanya orang lebih tertarik pada cara penceritaan daripada isi ceritanya. Kaba
termasuk sastra lisan yang dikisahkan turun temurun. Contohnya adalah cerita Sabai
nan Aluih
Hikayat
Hikayat adalah salah satu bentuk sastra prosa yang berisikan tentang kisah, cerita, dongeng
maupun sejarah. Umumnya mengisahkan tentang kehebatan maupun kepahlawanan seseorang
lengkap dengan keanehan, kesaktian serta mukjizat tokoh utama.
Cerita Panji
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Cerita Panji ialah sebuah cerita yang berasal dari Jawa. Isinya adalah mengenai kepahlawanan
dan cinta yang berpusat pada dua orang tokoh utamanya, yaitu Raden Inu Kertapati (atau Panji
Asmara Bangun) dan Dewi Sekartaji (atau Galuh Candra Kirana). Cerita ini mempunyai banyak
versi, dan telah menyebar di beberapa tempat di Nusantara (Jawa, Bali, Kalimantan) dan juga di
negara-negara lain di Asia Tenggara (Malaysia, Thailand, Kamboja, Myanmar, Filipina).
Beberapa cerita rakyat seperti "Keong Mas", "Ande-ande Lumut", dan "Golek Kencana" juga
merupakan turunan dari cerita ini. Karena terdapat banyak cerita yang saling berbeda namun
saling berhubungan, cerita-cerita dalam berbagai versi ini dimasukkan dalam satu kategori yang
disebut "Daur Panji" atau "Panji Cycle".
Daftar isi
1 Lakon Panji
o 1.1 Nama Pelakon (Tokoh) dalam Cerita Panji
2 Cerita Panji dalam Relief Candi
3 Penyebaran Cerita Panji
4 Hubungan dengan Sejarah
5 Rujukan
Lakon Panji
Cerita-cerita dalam Daur Panji banyak digunakan dalam berbagai pertunjukan tradisional. Di
Jawa, Cerita Panji digunakan dalam pertunjukan Wayang Gedog. Di Bali (di mana cerita ini
dikenal sebagai "Malat"), pertunjukan Arja juga memakai lakon ini. Kisah ini juga menjadi
bagian tradisi dari Suku Banjar di Kalimantan Selatan meskipun kini mulai kurang dikenal oleh
masyarakat. Di Thailand terdapat seni pertunjukan klasik yang disebut "Inao" (Bahasa Thai:อิเหนา)
yang berasal dari nama "Inu"/"Ino". Begitu pula di Kamboja di mana lakon ini dikenal dengan
nama "Eynao".
Nama Pelakon (Tokoh) dalam Cerita Panji
1. Raden Inu (atau Ino atau Hino) Kertapati / Panji Asmara Bangun / Kuda (atau Cekel)
Wanengpati
2. Dewi Sekar Taji / Galuh Candra Kirana
3. Panji Semirang / Kuda Narawangsa (Dewi Sekartaji dalam penyamaran)
4. Klana Sewandana / Klana Tunjung Seta
5. Ragil Kuning / Dewi Onengan
6. Gunung Sari
7. Panji Sinom Pradapa
8. Panji Brajanata
9. Panji Kartala
10. Panji Handaga
11. Panji Kalang
12. Klana Jayapuspita
13. Lembu Amiluhur
14. Lembu Amijaya
15. Wirun
16. Kilisuci
17. Resi Gatayu
18. Bremanakanda
19. Srengginimpuna
20. Jayalengkara
21. Panji Kuda Laleyan
22. Sri Makurung
23. Kebo Kenanga
24. Jaka Sumilir
25. Jatipitutur
26. Pituturjati
27. Ujungkelang
28. Tumenggung Pakencanan
29. Kudanawarsa
30. Jaksa Negara
31. Jaya Kacemba
32. Jaya Badra
33. Jaya Singa
34. Danureja
35. Sindureja
36. Klana Maesa Jlamprang
37. Klana Setubanda
38. Sarag
39. Sinjanglaga
40. Retna Cindaga
41. Surya Wisesa
Cerita Panji dalam Relief Candi
Relief cerita Panji yang dapat diketahui secara pasti hanyalah terdapat pada beberapa candi saja
dalam masa Majapahit. Seringkali orang menyatakan bahwa ciri utama tokoh Panji dalam
penggambaran relief dan arca adalah jika ada figur pria yang digambarkan memakai topi tekes,
topi mirip blangkon Jawa, tapi tanpa tonjolan di belakang kepala (lebih mirip dengan bIangkon
gaya Solo/Surakarta). Badan bagian atas tokoh tersebut digambarkan tidak mengenakan pakaian,
sedangkan bagian bawahnya digambarkan memakai kain yang dilipat-lipat hingga menutupi
paha. Pada beberapa relief atau arca ada yang digambarkan membawa keris yang diselipkan di
bagian belakang pinggang, atau ada juga yang digambarkan membawa senjata seperti tanduk
kerbau (sebagaimana yang dipahatkan pada Kepurbakalaan (Kep.) XXII/C.Gajah Mungkur
Penanggungan) (Bernet Kempers 1959:325-6).
Jika berpegangan pada tolok ukur bahwa tokoh Panji selalu digambarkan bertopi tekes, maka
akan banyak tokoh Panji yang dijumpai dalam relief-relief candi jawa Timur. Karena tokoh
Sidapaksa suami Sri Tanjung yang dipahatkan di Candi Surawarna, dan Jabung akan dianggap
sebagai tokoh Panji. Demikian Pula tokoh Sang Satyawan yang dipahatkan pada pendopo teras II
Panataran dan dua figur pria dalam relief cerita Kunjarakarna di Candi Jago akan dapat dianggap
sebagai tokoh Panji.
Lalu bagaimana penggambaran relief tokoh Panji yang dikenal dalam cerita Panji? Stutterheim
(1935) secara gemilang telah berhasil menjelaskan satu panel relief dari daerah Gambyok, Kediri
yang nyata-nyata menggambarkan tokoh Panji beserta para pengiringnya. Pendapat Stutterheim
tersebut didukung oleh para sarjana lainnya, seperti Poerbatjaraka (1968) dan Satyawati
Suleiman (1978).
Penggambaran relilef Panji Gambyok tersebut menurut Poerbatjaraka sesuai dengan salah satu
episode kisah Panji Semirang, yaitu saat Panji bertemu dengan kekasihnya yang pertama,
Martalangu, di dalam hutan (1968:408). Pada panil digambarkan adanya tokoh pria bertopi tekes
yang sedang duduk di bagian depan kereta, tokoh itu tidak lain ialah Panji. Sementara tokoh
yang duduk di hadapannya di atas tanah ialah Prasanta. Tokoh paling depan di antara empat
orang yang berdiri ialah Pangeran Anom, di belakangnya ialah Brajanata, saudara Panji berlainan
ibu. la digambarkan tinggi besar dengan rambutnya yang keriting tapi dibentuk seperti telces.
Dua tokoh berikutnya adalah para kudeyan yaitu Punta dan Kertala. Dalam relief digambarkan
bahwa keretanya belum dilengkapi kuda, karena sesuai dengan cerita bahwa mereka baru
merencanakan akan membawa Martalangu ke kota malam itu. Sementara sikap kedinginan yang
ditunjukkan oleh para tokoh adalah sesuai juga dengan cerita, yaitu mereka berada di luar saat
malam yang dingin (Poerbatjaraka 1968:408).
Penyebaran Cerita Panji
Sebagai suatu karya sastra yang berkembang dalam masa Jawa Timur, kisah Panji telah cukup
mendapat perhatian para ahli. Ada yang telah membicarakannya dari segi kesusasteraannya
(Cohen Stuart 1853), dari segi kisah yang mandiri (Roorda 1869), atau diperbandingkan dengan
berbagai macam cerita Panji yang telah dikenal (Poerbatjaraka 1968), serta dari berbagai segi
yang lainnya lagi'.
Menurut C.C.Berg(1928) masa penyebaran cerita Panji di Nusantara berkisar antara tahun 1277
M (Pamalayu) hingga ± 1400 M. Ditambahkannya bahwa tentunya telah ada cerita Panji dalam
Bahasa Jawa Kuna dalam masa sebelumnya, kemudian cerita tersebut disalin dalam bahasa Jawa
Tengahan dan Bahasa Melayu. Berg (1930) selanjutnya bependapat bahwa cerita Panji mungkin
telah populer di kalangan istana raja-raja Jawa Timur, namun terdesak oleh derasnya pengaruh
Hinduisme yang datang kemudian. Dalam masa selanjutnya cerita tersebut dapat berkembang
dengan bebas dalam lingkungan istana-istana Bali'.
1. Tema
2. Amanat
3. Diksi
4. Tipografi
5. Imaji
6. Rima
7. Irama
1. Situasi sosial
2. Situasi ekonomi
3. Adat-istiadat
4. Kepercayaan/agama
5. Situasi politik/kerajaan
Please find the Application Form, attached.
Remember! Let all blanks but ask both of your parents to sign these pages as follow:
Form 1229,
page 4 point no. 3 and 4
Form 157A
page 19 point no. 64
page 20 point no. 66
page 23 (last) point 74, just THE TOP 2
Good Luck,
contact me for further assistance.
regards,
Neri.