Anda di halaman 1dari 25

UNDANG-UNDANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

TAHUN 2014 DARI PERSPEKTIF SOSIOLOGI HUKUM


(Tugas Mata Kuliah Sosiologi Hukum)
Dosen : Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum.

Oleh :

JAMIL HANDY
147005085

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014

Kata Pengantar
Sesungguhnya seluruh pujian dan rasa syukur tak terkira kepada Allah SWT
Tuhan Segala Awal dan Akhir, yang menjadikan kami memiliki tambahan pengetahuan
dan pengalaman selama proses pembuatan makalah yang berjudul Undang-Undang
Administrasi Pemerintahan Tahun 2014 dari Perspektif Sosiologi Hukum hingga
akhirnya dapat diselesaikan dengan baik tanpa ada halangan yang berarti. Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi Hukum pada Program Studi
Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Tidak berlebihan pula bila kami mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya
kepada Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H.,M.Hum., selaku dosen mata kuliah
Sosiologi Hukum yang telah memberikan bimbingan sehingga kami mampu mengerjakan
makalah ini secara baik.
Akhir kata, setiap manusia pada prinsipnya sedang mengalami proses
pembelajaran menuju yang lebih baik, tentu banyak kekurangan dalam diri yang tidak
dapat dipungkiri. Untuk itu, kami mohon maaf dengan harapan di kemudian hari akan
lebih baik. Kiranya makalah yang sederhana ini akan memberikan catatan berharga baik
kepada kami sendiri maupun kepada yang membacanya.

Medan, Oktober 2014


Penulis,

Jamil Handy
NIM 147005085

Daftar Isi
Hal.

Kata Pengantar ..........................................................................................................

Daftar Isi ................................................................................................................

ii

BAB I

BAB II

Pendahuluan
A. Latar Belakang ...............................................................................

B. Rumusan Masalah ..........................................................................

C. Tujuan Penulisan ..........................................................................

D. Landasan Teoritis ..........................................................................

Pembahasan
A. Latar Belakang Terbentuknya Undang-Undang Administrasi
Pemerintahan ..................................................................................

B. Proses Penyusunan Undang-Undang Administrasi


Pemerintahan .................................................................................. 11
C. Ruang Lingkup Undang-Undang Administrasi Pemerintahan ........ 15
BAB III

Penutup
1. Kesimpulan .................................................................................... 20
2. Saran ............................................................................................... 21

Daftar Pustaka

ii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945
memerlukan berbagai Undang-Undang untuk melaksanakan tugas pemerintahannya
sehari-hari. Tugas-tugas pemerintahan tersebut di dalam prakteknya dilaksanakan oleh
kekuasaan eksekutif dalam hal ini, Pemerintah dibawah pimpinan Presiden bersama para
Administrator Negara yang ada dan bekerja di seluruh wilayah kedaulatan negara
Indonesia.
Salah satu dari berbagai Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut adalah
Undang-Undang tentang Administrasi Negara. Undang-Undang ini dibutuhkan untuk
memberikan dasar hukum terhadap segala tindakan, perilaku, kewenangan, hak dan
kewajiban dari setiap administrator negara dalam menjalankan tugasnya sehari-hari
melayani masyarakat. Karena selama ini hal-hal tersebut belum diatur secara lengkap
dalam suatu Undang-Undang yang khusus diadakan untuk itu. Sedangkan UndangUndang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana diubah
dengan Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 hanya mengatur hukum acara (hukum formil)
apabila terjadi sengketa antara orang atau badan hukum perdata dengan pejabat
administrasi negara. Dalam praktiknya di Peradilan Tata Usaha Negara seringkali ditemui
hakim mengalami kesulitan apabila berhadapan dengan perkara yang hukum materiilnya
tidak diatur dalam Undang-undang PTUN, sehingga jalan keluar yang kerap diambil
adalah hakim mendasarkan pada pendapat para ahli (doktrin) atau yurisprudensi.
Undang-Undang tentang Administrasi Negara sangat dibutuhkan oleh Indonesia
pada saat ini atas dasar beberapa alasan dibawah ini. Pertama, tugas-tugas pemerintahan
dewasa ini menjadi semakin kompleks, baik mengenai sifat pekerjaannya, jenis tugasnya
maupun mengenai orang-orang yang melaksanakannya. Kedua, selama ini para
penyelenggara administrasi negara menjalankan tugas dan kewenangannya dengan
standar yang belum sama sehingga seringkali terjadi perselisihan dan tumpang tindih
kewenangan di antara mereka. Ketiga, hubungan hukum antara penyelenggara
administrasi negara dan masyarakat perlu diatur dengan tegas sehingga masing-masing
pihak mengetahui hak dan kewajiban masing-masing dalam melakukan interaksi diantara
mereka. Keempat, adanya kebutuhan untuk menetapkan standar layanan minimal dalam
penyelenggaraan administrasi negara sehari-hari dan kebutuhan untuk memberikan
perlindungan hukum terhadap masyarakat sebagai pengguna layanan yang diberikan oleh
pelaksana administrasi negara. Kelima, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah

mempengaruhi cara berfikir dan tata kerja penyelenggara administrasi negara di banyak
negara, termasuk Indonesia. Keenam, untuk menciptakan kepastian hukum terhadap
pelaksanaan tugas sehari-hari para penyelenggara administrasi negara.1
Dari perspektif penyelenggara administrasi negara, keberadaan undang-undang
ini diperlukan untuk memberikan kepastian hukum dalam melaksanakan wewenang yang
melekat pada jabatannya, hal ini penting agar ada batasan yang jelas mengenai perbuatan
penyelenggara administrasi negara yang masuk dalam ranah hukum administrasi negara
dan perbuatan penyelenggara administrasi negara dalam ranah hukum yang lain misalnya
pidana. Sebagai contoh adalah perbuatan pejabat pemerintahan dalam proses pengadaan
barang dan jasa pemerintah, saat ini belum ada batasan yang jelas mengenai kesalahan
pada proses pengadaan barang dan jasa dikategorikan sebagai kesalahan administrasi atau
kesalahan pidana sehingga tidak jarang kesalahan administrasi pada proses pengadaan
barang dan jasa juga berakibat pada pertanggungjawaban pidana. Hal ini tentunya
mengakibatkan penyelenggara administrasi negara yang takut sehingga menolak dan
tidak bersedia ketika ditunjuk menjadi organ pengadaan barang dan jasa yang berakibat
proses pengadaan barang dan jasa pemerintah menjadi terhambat.
Tentu kita masih ingat bagaimana peliknya kasus penyelamatan Bank Century
yang diambil dalam rangka kebijakan pengamananan kondisi perekonomian nasional
pada saat terjadinya krisis keuangan dunia. Terlepas dari isu politik yang mengikuti kasus
tersebut, sebenarnya proses penyelamatan Bank Century merupakan sebuah kebijakan
untuk menyelesaikan permasalahan yang ada, maupun untuk mencegah kemungkinan
atas dampak buruk yang timbul dari persoalan yang sedang dihadapi. Akan menjadi
kontraproduktif apabila proses pengambilan kebijakan yang akibatnya mungkin secara
nyata tidak langsung dirasakan atau mungkin akan dirasakan pada suatu waktu lain diluar
kebijakan tersebut diambil namun keabsahan kebijakan tersebut dinilai dan diuji dengan
ketentuan hukum pidana.
Akhirnya pada tanggal 26 September 2014, Rapat Paripurna DPR RI
menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Administrasi Pemerintahan untuk
menjadi Undang-Undang (UU). Undang-undang ini diharapkan menjadi aturan yang
paling mendasar dalam penyelenggaraan administrasi pemerintahan. Dari uraian-uraian
tersebut diatas menarik untuk dikaji apakah kondisi yang berkembang dalam masyarakat
memang memerlukan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan Tahun 2014 dan
apakah undang-undang tersebut dapat menjadi solusi atas persoalan-persoalan yang
1

Naskah Akademik Undang-Undang Adminitrasi Pemerintahan, (Jakarta, Kementerian


Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia, 2005), hal. 1

timbul dalam penyelenggaraan adminitrasi pemerintahan. Kajian ini menurut pendapat


penulis merupakan kajian Sosiologi Hukum sehingga dalam pembahasannya akan
menggunakan teori hukum dalam perspektif Sosiologi Hukum.
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan
makalah ini antara lain :
1. Apa

yang

melatarbelakangi

terbentuknya

Undang-Undang

Administrasi

Pemerintah Tahun 2014 dalam perspektif sosiologi hukum?


2. Hal-hal apa saja yang diatur dalam Undang-Undang Administrasi Pemerintahan
Tahun 2014?
C. Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini secara umum bertujuan untuk mengetahui kebutuhan
masyarakat terhadap hukum sehingga melatarbelakangi terbentuknya undang-undang
administrasi pemerintahan tahun 2014. Bertolak dari rumusan masalah maka tujuan dari
penulisan makalah ini antara lain :
1. Untuk menganalisis latar belakang terbentuknya Undang-Undang Administrasi
Pemerintah Tahun 2014 dalam perspektif sosiologi hukum?
2. Untuk mengetahui hal-hal yang diatur dalam undang-undang administrasi
pemerintahan tahun 2014?
D. Landasan Teoritis
Sosiologi Hukum merupakan ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik
antara hukum dengan masyarakat. Sosiologi Hukum berisi mengenai implementasi dari
kehidupan dan peristiwa sehari-hari yang dihubungkan dengan sosiologi hukum dan
filsafat hukum. Hukum secara sosiolog adalah penting dan merupakan suatu lembaga
kemasyarakatan (social institution) yang merupakan himpunan nilai-nilai, kaidah kaidah
dan pola-pola perikelakuan yang berkisar pada kebutuhan-kebutuhan pokok manusia. Jadi
sosiologi hukum berkembang atas dasar suatu anggapan dasar bahwa proses hukum
berlangsung didalam suatu jaringan atau sistem sosial yang dinamakan masyarakat.
Artinya adalah bahwa hukum hanya dapat dimengerti dengan jalan memahami sistem
sosial terlebih dahulu dan bahwa hukum merupakan suatu proses.

Sosiologi hukum diperlukan dan bukan merupakan penamaan yang baru bagi
suatu ilmu pengetahuan yang telah lama ada. Jadi pada dasarnya ruang lingkup sosiologi
hukum adalah pola-pola perikelakuan dalam masyarakat yaitu cara-cara bertindak atau
berkelakuan yang sama daripada orang-orang yang hidup bersama dalam masyarakat,
dengan demikian dapatlah dirumuskan bahwa sosiologi hukum merupakan suatu cabang
ilmu pengetahuan yang antara lain meneliti mengapa manusia patuh pada hukum dan
mengapa dia gagal untuk mentaati hukum tersebut serta faktor-faktor sosial lain yang
mempengaruhinya. Permasalahan-permasalahan yang disoroti dalam Sosiologi Hukum
antara lain :
1. Hukum dan Sistem Sosial Masyarakat
2. Persamaan-persamaan dan Perbedaan-perbedaan Sistem-sistem Hukum
3. Sifat Sistem Hukum yang Dualistis
4. Hukum dan Kekuasaan
5. Hukum dan Nilai-nilai Sosial Budaya
6. Kepastian Hukum dan Kesebandingan
7. Peranan Hukum sebagai Alat untuk Mengubah Masyarakat
Penyusunan makalah ini menggunakan teori hukum social jurisprudence.
Aliran Hukum social jurisprudence merupakan merupakan sintesis dari teori positivisme
hukum (tesis) dan ajaran sejarah hukum (antitesis)2. Teori-teori hukum dalam aliran
social jurisprudence lebih mengarahkan perhatiannya pada kenyataan hukum daripada
kedudukan dan fungsi hukum dalam masyarakat. Kenyataan hukum pada dasarnya adalah
kemauan publik dan bukan sekedar hukum dalam pengertian law in books.
Social jurisprudence menunjukkan kompromi yang cermat antara hukum
tertulis sebagai kebutuhan masyarakat hukum demi terciptnya kepastian hukum
(positivisme hukum) dan living law sebagai wujud penghargaan terhadap pentingnya
masyarakat dalam pembentukan hukum dan orientasi hukum. Dalam pembentukan dan
perkembangan hukum terdapat beberapa hal yang menjadi perhatian antara lain :
1. Hukum yang baik dibentuk dengan mempertimbangkan berbagai kepentingan yang
ada dalam masyarakat baik kepentingan umum (termasuk yang utama kepentingan
negara), kepentingan individu dan kepentingan kepribadian, dengan demikian
pembentukan hukum harus berupaya menyeimbangkan berbagai kepentingan tersebut;

Siregar, Mahmul, Catatan Perkuliahan Teori Hukum, (Medan, Program Studi Ilmu
Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2014)

2. Kepentingan umum yang terutama adalah kepentingan negara untuk melindungi


eksistensi dan hakikat negara dan kepentingan untuk mengawasi dan memajukan
kesejahteraan sosial;
3. Pembentukan hukum harus memperhatikan hukum yang hidup, sehingga terdapat
perimbangan antara hukum tertulis dan hukum tidak tertulis;
4. Perkembangan hukum sangat dipengaruhi oleh kondisi ideologi, politik, sosial budaya
dan bukan semata-mata keinginan pemerintah.
Uraian-uraian teoritis tersebut dipandang relevan untuk menjelaskan fenomena
penyelenggaran administrasi pemerintahan yang dijalankan pada saat ini. Banyak
pandangan yang menyatakan bahwa penyelenggaran administrasi pemerintahan masih
jauh dari persepsi pelayanan yang baik atau prima bagi masyarakat karena
pelaksanaannya banyak menggunakan diskresi penyelenggara administrasi pemerintahan.
Masyarakat masih bingung akan hak dan kewajibannya terkait dengan pelayanan
adimintrasi pemerintahan, sebaliknya penyelenggara adimintrasi pemerintahan juga tidak
mempunyai dasar hukum yang jelas dalam melaksanakan kegiatan administrasi
pemerintahan sehingga menimbulkan rasa ketidakpuasan dari masyarakat sebagai objek
pemberian pelayanan administrasi pemerintahan dan kekhawatiran akan adanya
pertanggungjawaban pidana terhadap penyelenggara administrasi pemerintahan terkait
dengan pelaksanaan administrasi pemerintahan yang melekat pada jabatannya.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Terbentuknya Undang-Undang Administrasi Pemerintahan
Undang-Undang Administrasi Pemerintahan telah diajukan sebagai rancangan
undang-undang sejak tahun 2004. Pada awalnya Rancangan Undang-Undang yang akan
disusun adalah Hukum Administrasi Negara, yang sumber refrensinya adalah SANKRI
(Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia), namun cakupan bahasannya
sangat luas meliputi penyelenggaraan dan hubungan kerja serta kewenangan
pemerintahan negara sehingga memerlukan waktu lama dan kajian yang mendalam
mengenai peran antar lembaga kenegaraan. Namun disadari, perlunya satu pengaturan
sistem, proses dan prosedur penyelenggaran negara dalam pelaksanaan tugas pemerintah
dan pembangunan, yang diatur dalam Undang-Undang. Bidang tugas pemerintahan untuk
mewujudkan kesejahteraan rakyat merupakan bidang yang sangat luas, sehingga
peraturan yang diperlukan adalah yang dapat membatasi kekuasaan administrasi negara
dalam menjalankan tugas pemerintahnnya, pelayanan dan pembangunan. 3
Sistem penyelenggaraan pemerintahan, sejak Indonesia merdeka belum diatur
dalam undang-undang sehingga dalam praktek pejabat pemerintahan lebih bersandar pada
kekuasaan atau otoritas yang melekat pada jabatannya. Akibat yang dirasakan oleh
masyarakat, tindakan dan keputusan pejabat pemerintahan cenderung sewenang-wenang,
diskriminatif, koruptif dan instrumen yang sering digunakan adalah diskresi. Pejabat
pemerintahan dalam menggunakan instrumen hukum diskresi dirasakan lebih aman,
karena batasan hukumnya belum jelas diatur dalam undang-undang dan setiap tindakan
dan keputusan pejabat pemerintahan lebih didasarkan pada pertimbangan pejabat yang
bersangkutan.
Kondisi objektif dalam penyelenggaran pemerintahan selama ini, sudah disadari
oleh pimpinan pemerintahan sejak tahun 1986. Hal ini dapat dibuktikan dengan wujudnya
yang nyata, yaitu terbitnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara. Instrumen ini pada awalnya diharapkan akan efektif berlaku utamanya
untuk membatasi prilaku dan alat penindakan administratif kepada pejabat pemerintahan
yang melanggar ketentuan hukum dalam menyelenggarakan pemerintahan dan
pembangunan.
3

Hariri, Yusuf, Kronologi Penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Administrasi


Pemerintahan dalam Menggagas Undang-Undang Administrasi Pemerintahan : Sepuluh Karya Tulis Terbaik
Lomba Jurnalistik dan Karya Tulis Para Ahli. (Jakarta : Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara Republik Indonesia, 2008), hal. 135.

Dalam perjalanan waktu, setelah 18 tahun Undang-Undang Nomor 5 Tahun


1986 diundangkan namun tidak berjalan efektif dan tidak berdaya. Kasus-kasus hukum
adminitrasi yang telah ditetapkan Peradilan Tata Usaha Negara telah berkekuatan hukum
tetap Mahkamah Agung tetap tidak dapat dilaksankan secara konkrit. Penyebabnya yang
mendasar, undang-undang ini sebagai hukum formil (acara) dan belum ada hukum
materiilnya. Dengan demikian sandaran para hakim TUN dalam menetapkan keputusan
TUN bersandar pada yurisprudensi dan pertimbangan hakim, utamanya dalam
mewujudkan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Menyadari kelemahan yang ada,
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 9
Tahun 2004. Kenyataan yang dihadapkan dalam pelaksanaannya sama, tidak berjalan
efektif karena undang-undang ini belum ada hukum materilnya.4
Kemudian pada perkembangannya terlihat prilaku ideal penyelenggara
administrasi pemerintahan tidak menunjukkan peningkatan kualitas layanan administrasi
pemerintahan yang meliputi aspek responsifitas,

akuntabilitas, dan efisiensi. Aspek

responsifitas menghendaki agar pelayanan publik bisa memenuhi kepentingan


masyarakat. Sementara aspek akuntabilitas mengisyaratkan agar pelayanan publik lebih
mengutamakan transparansi dan kesamaan akses setiap warganegara. Setiap warganegara
berhak mendapatkan kesamaan akses dalam pelayanan publik yang dibutuhkan. Proses
dan harga layanan administrasi pemerintahan juga harus transparan dan didukung oleh
kepastian prosedur serta waktu pelayanan. Sedangkan aspek efisiensi meliputi
pemenuhan pelayanan publik yang cepat, murah, serta hemat tenaga.
Namun dalam kenyataannya masih didengar berbagai keluhan dan kritikan yang
ditujukan terhadap kinerja penyelenggara administrasi pemerintahan. Kemerosotan
kinerja penyelenggara administrasi pemerintahan menjadikan kondisi birokrasi belum
ideal dan tidak efisien, masalah ini terlihat dari struktur, sistem, prosedur dan perilaku
para penyelenggara administrasi pemerintahan yang bersumber pada beberapa masalah
pokok, yaitu patologi birokrasi dan maladministrasi, berupa penyalahgunaan wewenang
dan jabatan yang berimplikasi pada korupsi, kolusi dan nepotisme.5
Untuk meningkatkan fungsi layanan publiknya, penyelenggara administrasi
pemerintahan harus bertindak lebih profesional dan percaya diri (self confident) dalam
memecahkan masalah publik demi kesejahteraan rakyat. Orientasi birokrasi hendaknya
diarahkan kembali kepada komitmen untuk menghasilkan sesuatu yang memiliki nilai
4

Ibid. hal. 136


Suacana, Wayan Gede dalam https://ilmupemerintahan.wordpress.com diakses
terakhir tanggal 24 Oktober 2014
5

secara cepat, tepat dan dengan biaya yang terjangkau (ekonomis) serta hemat tenaga.
Kinerja penyelenggara administrasi pemerintahan harusnya diarahkan untuk mewujudkan
efisiensi dan bukan sebaliknya. Semua unsur pokok birokrasi pemerintah mengacu pada
upaya rasional untuk mengurus organisasi secara efektif dan efisien.
Unsur pokok itu sedikitnya mencakup perlakuan yang sama terhadap semua
orang (impersonal), pengisian jabatan atas dasar keahlian dan pengalaman (meritokrasi)
bukan

berdasarkan

kedekatan

dan

hubungan

kerabat

(patronase),

mencegah

penyalahgunaan kewenangan dan jabatan, mempunyai prosedur kerja baku (SOP) yang
jelas, sistem administrasi yang baik, pemberian reward dan punishmnent, serta penerapan
sistem manajemen mutu layanan publik yang konsisten dan berkelanjutan.6 Hal-hal
tersebut akan sulit terwujud jika dalam prakteknya peneyelenggaraan administrasi
pemerintahan belum memiliki dasar hukum yang jelas dalam melaksanakan administrasi
pemerintahan.
Urgensi kehadiran undang-undang administrasi pemerintahan selanjutnya
adalah maraknya kriminalisasi terhadap kebijakan yang diambil oleh penyelenggara
administrasi pemerintahan. Istilah Kriminalisasi merupakan kajian hukum pidana,
menurut Soetandyo Wignjosoebroto mengemukakan bahwa kriminalisasi ialah suatu
pernyataan bahwa perbuatan tertentu harus dinilai sebagai perbuatan pidana yang
merupakan hasil dari suatu penimbangan-penimbangan normatif (judgments) yang wujud
akhirnya adalah suatu keputusan (decisions), kriminalisasi dapat pula diartikan sebagai
proses penetapan suatu perbuatan seseorang sebagai perbuatan yang dapat dipidana.
Beberapa waktu yang lalu banyak dibicarakan tentang kriminalisasi kebijakan
penyelematan Bank Century pada November 2008, bahkan presiden Susilo Bambang
Yudhoyono menegaskan bahwa kebijakan tersebut tidak bisa dipidanakan, kecuali jika
dalam implementasi kebijakan itu ada kesalahan dan hukum yang dilanggar. Aspek
kebijakan apabila ditinjau dari ilmu hukum merupakan tinjauan hukum administrasi
negara (HAN). Secara teoritis dalam hukum administrasi negara tindakan pemerintah
dalam menjalankan pemerintahan (bestuurhandeling) dapat dipisahkan antara tindakan
nyata (feitelijke handelingen) dan tindakan hukum (rechts handelingen). Tindakan dalam
bidang hukum dapat dibagi menjadi tindakan dalam bidang hukum publik dan hukum
privat.
Dari beberapa kajian dan dasar hukum yang digunakan dalam pengambilan
kebijakan penyelamatan Bank Century, tidak ada cacat kewenangan dalam pengambilan
6

Ibid

keputusan oleh KSSK, baik cacat dari unsur onbevoegdheid ratione materiee karena
diputuskan oleh pejabat yang berweang yaitu Menteri Keuangan sebagai Ketua KSSK
sesuai dengan fungsi dan tugasnya dalam Perppu No 4 Tahun 2008, unsur onbevoegheid
ratine loci karena keputusan yang diambil oleh pejabat yang berada didalam wilayah
kerjanya; dan unsur onbevoegheid ratine temporis karena keputusan dengan landasan
pada tanggal 21 November 2008 adalah masih berlakunya Perppu No 4 tentang JPSK.
Dari hal diatas maka apabila terdapat kesalahan sebagaimana dalam asas hukum
pidana tiada pidana tanpa kesalahan maka hanya orang yang bersalah atau perbuatan
yang dipertanggungjawabkan kepada pembuatnya yang dapat dipidana dan adanya unsur
melawan hukum yang dirumuskan secara jelas sebagai inti delik serta unsur-unsur tindak
pidana maka kompetensi absolut peradilan pidana, namun apabilal suatu dakwaaan telah
dikaitkan dengan masalah kewenangan dalam jabatan, maka hal tersebut tidak terlepas
dari pertimbangan-pertimbangan hukum aspek Hukum Administrasi Negara, dimana pada
dasarnya berlaku prinsip pertanggungjawaban jabatan yang harus dibedakan dan
dipisahkan dari prinsip pertanggungjawaban perorangan atau individu sebagai prinsip
yang berlaku dalam hukum pidana.7
Selanjutnya dalam aspek pengadaan barang dan jasa pemerintah yang
dilaksanakan oleh penyelenggara administrasi pemerintahan seperti Kuasa Pengguna
Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen, Panitia Pengadaan, dan organ-organ pengadaan
lainnya seringkali ditemukan kesalahan prosedur yang merupakan domain administrasi.
Ternyata dalam praktiknya dapat dipertanggungjawabkan secara pidana, hal ini terlihat
dari berbagai macam kesalahan prosedur dalam pengadaan barang dan jasa. Sementara itu
kesalahan prosedur dianggap sebagai bentuk kebijakan yang dilakukan pejabat negara
dalam ruang lingkup hukum administrasi negara, hal ini sebagai konsekuensi dari
penggunaan asas diskresi. Akan tetapi karena seringnya pejabat negara yang melakukan
kesalahan prosedur dipertanggungjawabkan secara pidana, maka berakibat dari
ketidakefektifan dari kinerja pejabat tersebut. Penggunaan Pasal 2 dan Pasal 3 UndangUndang No.31 Tahun 1999 jo.Undang-Undang No.20 Tahun 2001 juga untuk menindak
pejabat yang melakukan kesalahan prosedur juga memiliki kelemahan.8
Jika pejabat melakukan kesalahan prosedur dapat menimbulkan dua mata pisau,
disatu sisi merupakan sebuah tindakan dalam lapangan hukum administrasi sebab
7

Soeprijanto, Totok, Apakah Kebijakan dapat dipidana (https://www.scribd.com/doc


diakses terakhir pada 24 Oktober 2014)
8
Lumbangaol, Sahat Berkat, Kebijakan Hukum Pidana Dalam Menanggulangi Tindak
Pidana Korupsi Terhadap Pejabat Yang Melakukan Kesalahan Prosedur, (Medan, Jurnal Ilmiah
USU

10

kewenangan (authority) bersumber dari kekuasaan yang dilembagakan/diformalkan


sedangkan si pejabat memiliki kemampuan melakukan tindakan hukum publik, dan disisi
lain merupakan sebuah tindak pidana korupsi manakala unsur delik korupsi nyata-nyata
terbukti. Melalui kesalahan prosedur memungkinkan modus yang berbentuk kewenangan
dari pejabat yang mengambil keputusan terlegitimasi oleh hukum (asas diskresi) akan
tetapi dibalik itu memperkaya diri sendiri.
Tidak mudah untuk memisahkan dan menilai apakah suatu tindakan pejabat
merupakan tindak pidana ataukah hanya merupakan tindak administrasi. Jika mengacu
kedalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang No.31 Tahun 1999 jo.Undang-Undang
No.20 Tahun 2001 dalam menindak pejabat yang melakukan kesalahan prosedur juga
mengandung banyak kelemahan karena terkesan mengkriminalkan semua tindakan
pejabat negara. Jika konsep kesalahan prosedur ini dibiarkan kabur dan tidak ada
kepastian hukumnya maka akan ada tiga hal yang mungkin terjadi, pertama, Pejabat tidak
tau kalau kebijakan yang diambilnya adalah merupakan tindak pidana korupsi
sebagaimana dinyatakan oleh Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada hari
Jumat 18 Januari 2013.
Kedua, jika pejabat mengetahui bahwa kebijakan mereka dapat dipidana maka
kedepannya mengakibatkan pejabat negara akan takut/ragu mengambil kebijakan diskresi
melalui kesalahan prosedur karena takut disalahkan. Dampaknya banyaknya anggaran
yang tidak terpakai karena proyek pengadaan terhambat akibat banyaknya orang yang
menolak menjadi pemimpin proyek. Laporan Bappenas juga memperlihatkan bahwa
anggaran belanja Kementrian dan Lembaga Negara (K/L) dalam APBN-P 2007 yang
tidak diserap sekitar 9 persen, sekitar Rp 22 triliun dari Rp 244,6 triliun. Deputi bidang
Pendanaan Pembangunan Kementrian Negara PPN/Kepala Bappenas pada saat itu Lukita
Dinarsyah Tuwo mengatakan dari hasil perkiraan terakhir, anggaran yang tidak terserap
Kementrian dan Lembaga Negara (K/L) tahun 2006 masih tergolong tinggi karena masih
di atas batas normal, yaitu 3-5 persen. Ketiga, akan banyak pejabat yang diperiksa
walaupun belum tentu bersalah, hal ini tentu saja akan akan menghambat kinerja dari
pejabat negara.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas, terlihat beberapa kondisi yang terjadi
dalam penyelenggaraan administrasi pemerintahan di Indonesia. Dari sisi masyarakat
sebagai penerima pelayanan penyelenggara pemerintahan maka pelayanan yang diberikan
masih buruk dan tidak sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik sehingga
menimbulkan kerugian pada masyarakat itu sendiri. Dari sisi penyelenggara administrasi

11

pemerintahan, ketiadaan dasar hukum dalam pelaksanaan administrasi pemerintahan


menyebabkan tidak ada batasan dan kualifikasi mengenai perbuatan adminstrasi negara
yang implikasinya juga adminitrasi negara, sehingga timbul rasa ketakutan penyelenggara
administrasi pemerintahan dalam mengambil kebijakan karena adanya implikasi pidana,
sehingga dirasakan tidak ada perlindungan hukum bagi penyelenggara administrasi
pemerintahan dalam melaksanakan tugas dan wewenanganya. Maka perlu dibentuk suatu
hukum yaitu Undang-Undang Administrasi Pemerintahan guna menjawab berbagai
persoalan yang ada di dalam masyarakat terkait dengan pelaksanaan administrasi
pemerintahan, hukum materil mengenai administrasi pemrerintahan merupakan
kebutuhan dalam masyarakat.
B. Proses Penyusunan Rancangan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan
Kementerian

Negara

Pendayagunaan

Aparatur

Negara

memprakarsai

penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Administrasi Pemerintahan. Landasan


hukum yang digunakan adalah Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 1 ayat (2) dan
ayat (3) yang mengamanatkan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat, dan negara
Indonesia adalah negara hukum. Artinya negara tidak hanya digerakkan berdasarkan
kepada kekuasaan belaka tetapi sistem pemerintahan negara harus digerakkan
berdasarkan pada ketentuan hukum dan dalam penyelenggaraan pemerintahan negara
wajib memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada masyarakat dan aparatur
pemerintahan.
1. Semiloka I
Semiloka I dilakukan untuk pendalaman ketentuan peraturan perundang-undangan
administrasi pemerintahan yang akan digagas, semiloka ini dilaksanakan pada tanggal 27
dan 28 April 2004 membahas 4 (empat) bidang ilmu, yaitu Ilmu Administrasi Negara,
Ilmu Hukum Adminitrasi, Ilmu Hukum Tata Negara, dan Ilmu Pemerintahan. Dalam
Semiloka I diusulkan agar hukum administrasi ini diarahkan menjadi kajian akademik
dari Rancangan Undang Undang tentang Administrasi Pemerintahan. Konsep yang
dipakai karakteristiknya hukum publik, yang arahnya pada kekuasaan pemerintahan. Arah
dari Rancangan Undang Undang ini untuk mengisi kekosongan hukum materil dari
hukum Tata Usaha Negara yang produknya dapat menajdi rujukan bagi para hakim Tata
Usaha Negara dalam memutus perkara adminitrasi. Dari sudut pandang hukum tata
negara bahwa fungsinya untuk merumuskan berbagai urusan yang pada dasarnya harus

12

diatur. Urusan pemerintahan sangat luas, menumpuk dan terkendala oleh karenanya bisa
menjadi isi dari hukum administrasi.
2. Semiloka II
Semiloka II membahas struktur dan substansi/materi pengaturan yang dirumuskan
dalam Naskah Akademik Rancangan Undang Undang tentang Administrasi Pemerintahan
serta dalam semiloka ini didalami juga perbandingan undang-undang sejenis di negara
lain yaitu Jerman, Amerika Serikat dan Belanda. Seubstansi pembahasan dalam Semiloka
II diawali dengan keterkaitan antara hukum tata negara dengan hukum administrasi
negara. Hukum tata negara merupakan hukum tentang negara dalam keadaan tidak
bergerak sedangkan hukum adminitrasi negara merupakan hukum tentang negara dalam
keadaan bergerak, dan akibat dari perbuatan hukumnya istimewa. Negara sebagai badan
hukum publik adalah subjek hukum yang mempunyai hak dan kewajiban dalam bidang
hukum publik maupun hukum perdata.
Dalam hal pemberantasan dan pencegahan korupsi, kolusi dan nepotisme intinya
adalah pelayanan publik yang memuaskan dalam bentuk pelayanan administrasi. Selama
ini pelayanan publik tidak memuaskan, dalam bentuk pelayanan administrasi. Selama ini
pelayanan publik tidak memuaskan sementara tuntutan masyarakat sangat besar, oleh
karena itu di dalam Rancangan Undang Undang perumusannya harus konkrit bukan
regeling. Kemudian yang perlu diubah adalah perbuatan melawan hukum yang dilakukan
aparat, yaitu dengan menerapkan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Hal-hal yang sangat penting disoroti dalam materi Rancangan Undang Undang
adalah filosofis, sosiologis dan yuridis. Secara sosiologis, Rancangan Undang Undang ini
bagian dari sistem yang menempatkan administrasi dan pelayanan publik sebagai hak
masyarakat. Sedang dari aspek sosiologis, harus dilihat dari apa yang menjadi faktor
pendorong

dan

kebutuhan

utama

dari

Rancangan

Undang

Undang.

Sistem

penyelenggaran negara merupakan unsur penting dalam suatu negara, oleh karenanya
menjadi faktor penentu. Pada Semiloka II dirumuskan draf awal dari Naskah Akademik
Rancangan Undang Undang Administrasi Pemerintahan dan juga perumusan struktur dan
substasni dari pengaturan rancangan undang undang tentang Administrasi Pemerintahan,
disepakati dalam semiloka judul rancangan undang undang adalah rancangan undang
undang tentang Administrasi Pemerintahan.
3. Penyusunan Naskah Akademik
Dalam perumusan Naskah Akdemik Rancangan Undang Undang tentang
Administrasi Pemerintahan, Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara

13

dibantu oleh Tim Penyusun Naskah Akademik yang terdiri dari para pejabat
pemerintahan, pakar, akademisi, praktisi dan bantuan teknis dari GTZ. Kemudian dalam
perumusan naskah bekerja sama dengan Pusat Kajian Pembangunan Administrasi Daerah
dan Kota Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia. Rumusan Naskah
Akademik ini kemudian diseminarkan dengan rekomendasi antara lain agar naskah
akademik segera ditindaklanjuti dengan rancangan undang undang, agar rancangan
undang undang ini masuk dalam Prolegnas Tahun 2005 dan diselesaikan pada tahun
2005/2006, sanksi dalam rancangan undang undang adalah sanksi administratif dan
pidana, sanksi pidana harus dirumuskan lebih lanjut apakah pemecatan dan penurunan
pangkat termasuk dalam sanksi pidana.
4. Naskah Akademik Rancangan Undang Undang Administrasi Pemerintahan
Setelah melalui proses interaktif dengan para pakar, akademisi, Mahkamah Agung,
pejabat pemerintah pusat dan daerah, lembaga swadaya masyarakat, praktisi hukum,
GTZ, lembaga donor, Hakim PTUN, asosiasi perguruan tinggi, unsur anggota DPR dan
lain-lain, baik pada forum semiloka dan seminar, Naskah Akademik Rancangan Undang
Undang Administrasi Pemerintahan tersusun pada akhir tahun 2004. Naskah Akademik
juga merekomendasikan struktur materi pengaturan Undang-Undang Administrasi
Pemerintahan.
5. Rancangan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan
Berdasarkan pada rekomendasi Naskah Akademik Rancangan Undang Undang
Administrasi Pemerintahan, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara bekerjasaman
dengan PKPAPDK Universitas Indonesia dan bantuan teknis dari GTZ menyusun
Rancangan Undang Undang Administrasi Pemerintahan. Proses penyusunan Rancangan
Undang Undang tentang Administrasi Pemerintahan disiapkan oleh Tim PKPAPDK
FISIP UI yang kemudian dibahas dalam roundtable forum oleh pihak-pihak yang
berkompeten dan diselenggarakan seminar Indonesia-Jerman tentang Rancangan Undang
Undang Administrasi Pemerintahan.
Hasil rekomendasi seminar Indonesia-Jerman tersebut dibahas oleh Tim Penyusun
Rancangan Undang Undang di Kementerian Negara PAN dan akan diseminarkan di
beberapa kota di Indonesia antara lain Makasar, Surabaya, Medan dan Jakarta.
6. Sosialisasi dan Uji Materi Rancangan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan
Draf Rancangan Undang Undang Administrasi Pemerintahan telah disosialisasikan
ke berbagai pihak yang berkepentingan dengan maksud agar semua pihak dilibatkan

14

dalam menyampaikan pendapat dan sarannya guna menyempurnakan draf Rancangan


Undang Undang Administrasi Pemerintahan. Dengan demikian selain sebagai hukum
materil (hukum acara Undang Undang PTUN), juga rasa keadilan, jaminan kepastian
hukum, hak-hak dan kewajiban masyarakat dan lain-lain dapat dirumuskan secara terbuka
dalam Rancangan Undang Undang Administrasi Pemerintahan. Dengan perumusan
Rancangan Undang Undang Administrasi Pemerintahan yang melibatkan banyak pihak,
diharapkan Rancangan Undang Undang bukan hanya milik pemerintah tetapi juga milik
seluruh masyarakat dan bangsa Indonesia. Dengan penyusunan Rancangan Undang
Undang model ini diharapkan akan mengurangi resistensi dan menumbuhkan
kepercayaan masyarakat pada pemerintah, bahwa satu perubahan dalam penyelenggaraan
pemerintahan

dirumuskan

bersama

dengan

satu

Undang-Undang

Administrasi

Pemerintahan. Pada tahun 2006 Rancangan Undang Undang telah dilakukan beberapa
kali sosialisasi di berbagai kota di Indonesia.
Pada tahun 2007 telah dilakukan uji materi Rancangan Undang Undang
Administrasi Pemerintahan, hal ini selain lebih memperdalam substansi Rancangan
Undang Undang Administrasi Pemerintahan juga sejak dini semua pihak yang terlibat
dapat memahami dan mempersiapkan diri agar pada saat Rancangan Undang Undang
Administrasi Pemerintahan ini menjadi undang-undang substansi pengaturannya
diketahui dan dipahami dengan baik. Melalui uji materii juga diinventarisir berbagai
pendapat dan usul peserta uji materi khususnya digunakan untuk menyempurnakan draf
Rancangan Undang Undang Administrasi Pemerintahanb selanjutnya.
7. Harmonisasi dan Proses Finalisasi Rancangan Undang Undang Administrasi
Pemerintahan
Hasil akhir dari rangkaian lokakarya, seminar dan rapat-rapat tim pembahas
Rancangan Undang Undang Administrasi Pemerintahan disusun dalam draf Rancangan
Undang Undang yang menjadi bahasan dalam rapat harmonisasi Rancangan Undang
Undang di Departemen Hukum dan HAM. Rapat pembahasan harmonisasi Rancangan
Undang Undang Administrasi Pemerintahan dilakukan beberapa kali dalam kurun waktu
tahun 2005 sampai dengan 2007 dan masuk pada Program Legislasi Nasional Rancangan
Undang Undang Prioritas tahun 2007.
Setelah melalui tahapan proses yang begitu intensif, baik dalam perumusan
perumusan substansi Rancangan Undang Undang Administrasi Pemerintahan maupun
interaksi dengan berbagai pihak yang merupakan stakeholder, Rancangan Undang
Undang ini memperoleh tanggapan positif dan dipandang sangat strategis khususnya

15

untuk merubah paradigma birokrasi dan sebagai dasar hukum bagi pejabat pemerintahan
dalam menetapkan tindakan dan keputusan pemerintahan dan dasar hukum reformasi
birokrasi.9
C. Ruang Lingkup Undang-Undang Administrasi Pemerintahan Tahun 2014.
Undang-Undang Administrasi Pemerintahan mengatur tindakan instansi
pemerintah yang memiliki kekuatan hukum mengikat secara eksternal berupa keputusan
pemerintahan yang didasarkan kepada pengujian syarat dan prasayarat yang telah
ditetapkan dalam Undang-undang atau produk hukum lainnya. Secara mendasar terdapat
dua alasan mengenai hal ini. Pertama, Undang-undang ini tidak dimaksudkan mengatur
secara detail pelayanan yang diberikan oleh instansi dan administrasi pemerintahan.
Ketentuan rinci mengenai sifat, jenis, kualitas, kuantitas, prasyarat dan lain-lain syarat
Administrasi Pemerintahan harus diatur sendiri oleh instansi dan lembaga pemerintah
penyelenggara Administrasi Pemerintahan dan atau mengacu kepada undang-undang atau
peraturan hukum lainnya yang sudah dan akan mengatur hal tersebut. 10
Dengan demikian, undang-undang ini pada satu sisi memberikan otonomi dan
fleksibilitas kepada instansi dan lembaga pemerintah dalam penyelenggaraan
Administrasi Pemerintahan untuk menentukan sendiri standar kualitas, kuantitas serta
prasayarat yang harus disediakan dalam administrasi pemerinhan, pada sisi lainnya
undang-undang ini juga memberikan ruang gerak kepada pemerintah dalam merespon
perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat, misalnya perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi, perubahan pola dan gaya hidup masyarakat serta
perkembangan global dan internasional lainnya. Sebagaimana sifat sebuah undangundang, maka Undang-Undang Administrasi Pemerintahan ini tidak mungkin memuat
semua hal detail dan teknis. Sebaliknya, penjabaran pasal-pasal tersebut dapat dilakukan
di dalam sebuah Peraturan Pemerintah dan dirinci lebih lanjut dalam Peraturan Teknis
lainnya.
Kedua, Undang-undang ini hanya akan memuat ketentuan umum dalam
penyelenggaraan pemerintah dan bukan manajemen substansi pelayanan itu sendiri.
Dengan kata lain, undang-undang ini menetapkan prinsip-prinsip, syarat-syarat, pihakpihak yang terlibat, pihak-pihak yang dikecualikan, batas waktu jawaban dan gugatan
serta instrumen yang digunakan dalam prosedur Administrasi Pemerintahan. Tidak
ditetapkan dalam Undang-Undang Administrasi Pemerintahan adalah bagaimana sebuah
9

Hariri, Yusuf, op.cit hal. 175

10

Naskah Akademik Undang-Undang Adminitrasi Pemerintahan, op.cit hal. 14.

16

pelayanan dihasilkan (diproduksi), dimana dan siapa yang akan menyediakan serta
dengan menggunakan media apa layanan tersebut akan disediakan. Berangkat dari kedua
hal tersebut, Undang-Undang Administrasi Pemerintahan mengatur hubungan hukum
antara instansi pemerintah dan individu atau masyarakat dalam wilayah hukum publik
(tata usaha negara). Undang-undang ini menetapkan batasan dan aturan main yang berisi
kewajiban dan hak kedua belah pihak tersebut.
Gugatan terhadap pelanggaran ketentuan Undang-Undang ini dengan demikian
dapat diajukan kepada Peradilan Tata Usaha Negara dan hukum acara harus berdasarkan
kepada Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Nomor 5 tahun 1986,
direvisi melalui Undang Undang Nomor 9 Tahun 2004). Undang-undang ini secara
mendasar bertujuan untuk melindungi individu dan masyarakat dari praktek
maladministrasi dan penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat birokrasi dalam usahanya
untuk memperoleh hak Administrasi Pemerintahan. Perlindungan hukum terhadap
masyarakat merupakan salah satu materi penting. Perlindungan ini perlu, karena dalam
penyelenggaraan pemerintahan pada hakekatnya sangat dimungkinkan timbulnya
permasalahan antara para pejabat administrasi dalam tugasnya menyelenggarakan
administrasi pemerintahan.
Oleh karena itu, rancangan undang undang ini secara jelas dan tegas mengatur
tentang jaminan atas perbaikan serta kompensasi atas kerugian yang diderita masyarakat
sebagai korban dari suatu keputusan tata usaha negara. Dalam artian yang luas,
permasalahan-permasalahan

tersebut

timbul

akibat

perbuatan

atau

perilaku

maladministrasi, penyalahgunaan kewenangan dan penggunaan prosedur yang tidak


sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Pada sisi lainnya, undang-undang ini juga
memberikan proses pembelajaran kepada individu dan masyarakat untuk memperoleh
haknya sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Hubungan hukum antara instansi
pemerintah dan masyarakat dengan demikian merupakan komponen pokok dalam
Undang-Undang Prosedur Administrasi.
Hal pokok selanjutnya yang harus ditetapkan dan diatur di dalam UndangUndang Administrasi Pemerintahan adalah wilayah keberlakuan undang-undang tersebut.
Dalam hal ini, pertanyaan yang harus dijawab adalah kepada siapa dan dalam
Administrasi Pemerintahan yang mana undang-undang ini dapat berlaku. Untuk tujuan
tersebut, harus dibuat definisi atau kategori aktivitas administrasi dari instansi yang dapat
dikatakan sebagai Administrasi Pemerintahan.
Judul sebuah Undang-Undang merupakan hal yang penting, karena judul suatu
Undang-Undang akan menggambarkan isi dari Undang-Undang tersebut. Oleh karena itu

17

perlu dipertimbangkan beberapa hal untuk dapat memberikan judul sebuah UndangUndang. Pertanyaan yang perlu dijawab adalah apakah undang undang ini hanya akan
mengatur masalah prosedural (sebagaimana diatur dalam Verwaltungsverfahrengesetz di
Jerman dan Administrative Procedure Act di USA), atau juga meliputi aspek-aspek
substantif lainnya seperti perilaku, kewenangan, tanggung jawab, hak dan kewajiban
penyelenggara negara maupun masyarakat (sebagaimana diatur dalam algeemene wet
bestuurrecht di Belanda). Pertanyaan lanjutannya adalah apakah Undang-Undang ini
hanya berlaku dalam lingkungan kekuasaan eksekutif (pemerintah dalam pengertian
sempit) atau juga meliputi kekuasaan legislatif dan yudikatif (pemerintah dalam
pengertian luas).
Jika dilihat dari pembatasan ruang lingkup pengaturannya yang terfokus pada
kegiatan administrasi pemerintahan yang dilakukan oleh instansi pemerintahan maka
dapat menggunakan Undang-undang Administrasi Pemerintahan. Dalam kurikulum
beberapa fakultas hukum di Indonesia, terdapat perbedaan penggunaan istilah Hukum
Administrasi Negara. Istilah-istilah yang beragam itu sedikit banyak dipengaruhi oleh
keputusan/kesepakatan pengasuh mata kuliah tersebut. Sehingga pada saat ini kita
mendapatkan istilah yang berbeda untuk maksud yang kurang lebih sama: Hukum Tata
Pemerintahan, Hukum Tata Usaha Negara, dan Hukum Administrasi Negara. Penggunaan
istilah Hukum Administrasi Negara di beberapa negara juga beragam seperti misalnya
Administrative Law (Inggris), Administratief Recht atau Bestuurrecht (Belanda),
Verwaltungsrecht (Jerman) dan Droit Administratif ( Perancis).
Undang-undang Administrasi Pemerintahan juga harus menetapkan secara
eksplisit pihak-pihak yang secara hukum mampu dan dapat mengikuti tindakan hukum
dalam Undang-undang ini (subjek hukum). Penetapan secara eksplisit ini untuk menjamin
bisa atau tidaknya seseorang individu atau badan hukum lainnya mengikuti prosedur
Administrasi Pemerintahan. Karena Undang-undang Administrasi Pemerintahan ini
dimaksudkan untuk menghindari praktek maladministrasi dan penyalahgunaan kekuasaan
yang dimiliki oleh pejabat administrasi, maka penetapan subjek hukum ini juga bertujuan
untuk melindungi hak-hak individu untuk memperoleh keadilan dalam hukum acara
Peradilan Tata Usaha Negara. Dianggap mampu secara hukum untuk mengikuti tindakan
hukum dalam Undang-undang Administrasi Pemerintahan adalah individu, badan hukum,
perkumpulan yang diberikan hak sesuai dengan undang-undang yang mengaturnya, dan
instansi pemerintah yang bersangkutan.

18

Atas dasar tersebut pihak-pihak yang dapat terkait dan terikat dalam Undang-undang ini
adalah:
a. Pihak yang mengajukan permohonan dan pihak yang menolak
b. Pejabat atau pegawai yang akan atau sudah mengeluarkan akte administrasi
c. Pihak-pihak yang secara hukum ditetapkan dalam kontrak administrasi
d. dan pihak-pihak yang dapat ditunjuk oleh kantor Administrasi Pemerintahan karena
keterkaitan dan ketersingungan kepentingan hukumnya dalam satu prosedur.
Undang-undang

Administrasi

Pemerintahan

juga

harus

memberikan

kemungkinan pemberian kekuasaan dari pihak-pihak terkait kepada pihak ketiga untuk
melakukan

tindakan

administrative

dan

hukum

dalam prosedur

Administrasi

Pemerintahan. Ketentuan ini mengatur antara lain cara pemberian kekuasaan kepada
pihak ketiga, masa keberlakuan surat kuasa, penunjukan pihak ketiga oleh instansi
pemerintah untuk rnenjadi wakil pihak individu atau badan hukum yang terlibat, serta
ketentuan yang mengatur perwakilan dari satu kasus kepentingan yang terdiri lebih dari
50 orang. Untuk menjamin kesamaan keberlakuan hukum bagi semua orang dan dalam
rangka menghindari terjadinya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, Undang-undang Prosedur
Administrasi

Pemerintahan

juga

harus

memuat

ketentuan

pihak-pihak

yang

didisqualifikasikan (tidak boleh terlibat) dari prosedur Administrasi Pemerintahan.


Dari konteks sosiologis, dalam sistem masyarakat dimana hubungan
kekeluargaan dan kekerabatan masih kuat, ketentuan ini akan mengurangi kroni-isme
yang seringkali berhubungan dengan penurunan kualitas Administrasi Pemerintahan dan
meningkatnya tingkat korupsi. Hal ini dapat disebut sebagai tindakan preventif untuk
mengurangi KKN dalam Administrasi Pemerintahan. Dalam sebuah prosedur
Administrasi Pemerintahan, maka pihak-pihak berikut ini tidak boleh bekerja untuk
instansi pemerintah yang bersangkutan: Pertama, jika person tersebut merupakan pihak
yang terlibat (seperti tunangan, pasangan famili, abang atau adik kandung, anak dll);
Kedua, jika person tersebut merupakan kerabat dan keluarga pihak yang terlibat; Ketiga,
jika person tersebut secara hukum menjadi wakil pihak yang terlibat, Keempat, jika
person tersebut bekerja dan mendapat gaji dari pihak yang terlibat; dan Kelima, jika
person tersebut memberikan rekomendasi terhadap pihak yang terlibat. Dengan ketentuan
pihak-pihak yang tidak boleh terlibat dalam prosedur Administrasi Pemerintahan tersebut,
Undang-undang Prosedur Administrasi Pemerintahan memberikan landasan yang jelas
untuk menciptakan penegakan hukum, profesionalisme dan transparansi sebagai bagian
dari prinsip-prinsip good governance.

19

Struktur Materi Pengaturan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan


1. Pengertian-Pengertian
2. Azas dan tujuan dalam Administrasi Pemerintahan
3. Ruang Lingkup keberlakuan Undang-Undang
4. Kewenangan Instansi Pemerintah
5. Pendelegasian kewenangan administrasi pemerintahan
6. Keputusan Pemerintahan
7. Bantuan kedinasan
8. Pihak-pihak yang mampu bertindak secara hukum dalam Administrasi
9. Pemerintahan
10. Pemberian Kuasa dalam Administrasi Pemerintahan
11. Pihak-pihak yang tidak boleh terlibat dalam Pengambilan
12. Keputusan Administrasi Pemerintahan
13. Partisipasi individu dalam Keputusan Pemerintahan.
14. Hak atas informasi dalam administrasi pemerintahan
15. Penetapan Keberlakuan Keputusan Administrasi Pemerintahan
16. Pengesahan Kopi Dokumen Administrasi Pemerintahan
17. Kewajiban Pemberian alasan dalam Keputusan Pemerintahan
18. Diskresi dalam Keputusan Tata Usaha Negara
19. Pemberitahuan dan Pengumuman Keputusan Pemerintahan
20. Revisi, Penarikan dan Pembatalan Keputusan Pemerintahan
21. Restitusi dan Kompensasi
22. Upaya Administrasi dalam keberatan terhadap Keputusan
23. Pemerintahan
24. Gugatan Keputusan Pemerintahan
25. Pengawasan dan perlindungan individu atau masyarakat dalam
26. Administrasi Pemerintahan
27. Sanksi

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan permasalahan dan pembahasan dalam yang dipaparkan dalam
makalah ini, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Latar belakang terbentuknya Undang-Undang Administrasi Pemerintahan adalah
belum adanya aturan dasar/undang-undang yang mengatur tentang administrasi
pemerintahan sehingga pelaksanaan administrasi pemerintahan lebih banyak
dilakukan dengan diskresi penyelenggara administrasi pemerintahan yang
mengakibatkan rawan terjadinya penyalahgunaan wewenang dan tindakan Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme, hal ini juga dilatarbelakangi oleh tingginya harapan dan
tuntutan yang tinggi akan pemberian pelayanan yang prima dan optimal. Kemudian
untuk menghindarkan adanya kriminalisasi kebijakan yang diambil oleh
penyelenggara administrasi pemerintahan sehingga tidak ada ketakutan bagi aparat
pemerintah yang bekerja dengan baik dan sesuai dengan aturan perundangundangan tidak takut dalam mengambil kebijakan untuk kepentingan masyarakat.
Dalam proses pembahasan dan penyusunan RANCANGAN UNDANG UNDANG
Administrasi Pemerintahan juga telah dilaksanakan dengan baik dan melibatkan
pihak-pihak yang berkepentingan serta membuka ruang bagi adanya masukan dan
aspirasi dari masyarakat sehingga diharapakan UNDANG UNDANG Administrasi
Pemerintahan merupakan hukum yang memamg dibutuhkan oleh masyarakat untuk
mengatasi persoalan yang ada dimasyarakat.
2. Hal-hal yang diatur dalam Undang-Undang Administrasi Pemerintahan Tahun
2014 antara lain hubungan hukum antara instansi pemerintah dan individu atau
masyarakat dalam wilayah hukum publik (tata usaha negara) termasuk
perlindungan

hukum

bagi

masyarakat

dan

penyelenggara

administrasi

pemerintahan itu sendiri, wilayah keberlakukan Undang-Undang Administrasi


Pemerintahan

terkait

dengan

penyelesaian

permasalahan

penyelenggaraan

administrasi pemerintahan, pihak-pihak yang secara hukum mampu dan dapat


mengikuti tindakan hukum dalam Undang-undang ini (subjek hukum),
kemungkinan pemberian kekuasaan dari pihak-pihak terkait kepada pihak ketiga
untuk melakukan tindakan administrative dan hukum dalam prosedur Administrasi
Pemerintahan.

20

21

B. Saran
Berdasarkan analisis dan kesimpulan, selanjutnya akan disarankan hal-hal
sebagai berikut :
1. Aturan-aturan yang dipandang perlu dan dibutuhkan oleh masyarakat dalam hal
pelayanan publik agar segera diinventarisir dan direalisasikan menjadi undangundang, apalagi terhadap hal-hal yang hukum acaranya sudah ada namun hukum
aterilnya belum ada sehingga bagi masyarakat ataupun aparat pemerintah dapat
menjadi payung hukum dan memberikan perlindungan dalam hal pelaksanaan hak
dan kewajiban. Dalam proses penyusunan sebuah aturan agar dilaksanakan
dengan menyerap dan membuka ruang bagi aspirasi yang berkembang dalam
masyarakat.
2. Hal-hal yang diatur dalam undang-undang administrasi pemerintahan agar segera
dibentuk aturan pelaksanaannya sehingga hal-hal yang diharapkan dalam
pembentukan undang-undang administrasi pemerintahan ini dapat segera
dilaksnakan dan dirasakan manfaatnya oleh semua pihak.

Daftar Pustaka

----------- Naskah Akademik Undang-Undang Adminitrasi Pemerintahan, Jakarta,


Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia,
2005.
Siregar, Mahmul, Catatan Perkuliahan Teori Hukum, Medan, Program Studi Ilmu
Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2014.
Suacana, Wayan Gede dalam https://ilmupemerintahan.wordpress.com diakses pada
tanggal 24 Oktober 2014.
Soeprijanto, Totok, Apakah Kebijakan dapat dipidana https://www.scribd.com/doc
diakses terakhir pada 24 Oktober 2014.
Lumbangaol, Sahat Berkat, Kebijakan Hukum Pidana Dalam Menanggulangi Tindak
Pidana Korupsi Terhadap Pejabat Yang Melakukan Kesalahan Prosedur,
Medan, Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2013.

Anda mungkin juga menyukai