Anda di halaman 1dari 115

KATA PENGANTAR

ertama-tama kami panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha


Kuasa, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga Rencana Strategis
(RENSTRA) Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Pertanian 2010 2014 versi Revisi dapat disusun. Renstra ini merupakan
panduan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Pengolahan
dan Pemasaran Hasil Pertanian untuk 5 (lima) tahun ke depan, yang disusun
antara lain berdasarkan hasil evaluasi lima tahun sebelumnya. Selain itu,
Renstra ini juga disusun dengan berpedoman pada RPJMN 2010-2014, serta
mempertimbangkan berbagai keadaan, terutama menyangkut keunggulan,
peluang, kendala dan tantangan.
Revisi Renstra ini merupakan penyempurnaan dan penyesuaian terhadap
perubahan struktur organisasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran
Hasil Pertanian di akhir tahun 2010. Diharapkan, Renstra ini menjadi satu
kesatuan yang utuh dari proses perencanaan pembangunan pengolahan dan
pemasaran hasil pertanian mulai di tingkat Direktorat Jenderal, hingga pada
jajaran pemerintahan daerah. Dengan demikian, visi Pembangunan Pengolahan
dan Pemasaran Hasil Pertanian 2010-2014 yaitu Menjadi institusi yang peduli
dan memiliki komitmen tinggi untuk mewujudkan masyarakat pertanian
sejahtera, handal dan berdaya saing di bidang pengolahan dan pemasaran hasil
pertanian melalui penyelenggaraan birokrasi yang profesional dan berintegritas
dapat direalisasikan dalam lima tahun ke depan.
Semoga Tuhan YME senantiasa memberikan petunjuk dalam
mewujudkan visi, misi serta pencapaian sasaran yang ditetapkan di dalam
Renstra ini.
Jakarta,
Agustus 2011
Direktur Jenderal Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Pertanian,

Dr. Ir. Zaenal Bachruddin, MSc.


NIP. 19520428 197803 01 001.

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN ..................................................................................
1.1. Latar Belakang .............................................................................
1.2. Kondisi Umum Pembangunan PPHP Tahun 2005-2009...............
1.3. Potensi, Permasalahan dan Tantangan ........................................
II. VISI, MISI DAN TUJUAN ......................................................................
2.1. Visi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Pertanian .......................................................................................
2.2. Misi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Pertanian .......................................................................................
2.3. Tujuan ..........................................................................................
2.4. Target Utama dan Sasaran Strategis ..........................................
III. STRATEGI DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PENGOLAHAN DAN
PEMASARAN HASIL PERTANIAN .......................................................
3.1. Arah Kebijakan dan Strategi Nasional (Penugasan RPJM 20102014) ............................................................................................
3.2. Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Pertanian ..................
3.3. Kebijakan dan Strategi Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Pertanian
3.4. Program dan Kegiatan Pembangunan Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Pertanian
IV. PENUTUP ..............................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN

1. Matrik Program dan Kegiatan Prioritas Direktorat Jenderal Pengolahan dan


Pemasaran Hasil Pertanian
2. Matriks Indikator Kinerja Utama (IKU)
3. Matrik Rencana Strategis (RS)
4. Rancangan Pengembangan Industri Hilir Pertanian
5. Matrik Indikator Utama, Strategi dan Rencana Aksi Peningkatan Nilai
Tambah, Daya Saing dan Ekspor Produk
6. Tugas Pokok Fungsi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Pertanian

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang

Sektor pertanian telah memberikan sumbangan yang nyata dalam


perekonomian nasional yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
mempercepat pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan, menyediakan
lapangan kerja, dan menyeimbangkan sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
Sebagai sektor ekonomi, pertanian mempunyai fungsi yaitu: menghasilkan
bahan pangan, pakan, agroindustri dan bioenergi; meningkatkan kapabilitas
petani dan keluarganya; menghasilkan devisa, pembentukan Produk Domestik
Bruto (PDB) pertanian, serta membantu menjaga keseimbangan lingkungan
dengan praktek usahatani yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Direktorat
Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (Ditjen PPHP) sebagai
salah satu unit kerja eselon I di bawah Kementerian Pertanian juga telah
memberikan sumbangannya melalui kegiatan pengolahan dan pemasaran hasil
pertanian antara lain peningkatan rendemen hasil pertanian, perbaikan mutu dan
standarisasi produk pertanian, pengembangan jaringan dan akses pemasaran,
stabilisasi harga dan pasokan, serta peningkatan ekspor dan pengendalian
impor hasil pertanian. Sesuai PP No. 17 tahun 1986, Ditjen PPHP mengemban
salah satu tugas Kementerian Pertanian yakni merumuskan serta melaksanakan
kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pengolahan dan pemasaran hasil
pertanian.
Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Jenderal Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Pertanian ini merupakan dokumen perencanaan yang
berisikan visi, misi, tujuan, sasaran, kebijakan, strategi, program dan kegiatan
Ditjen PPHP yang akan dilaksanakan selama lima tahun ke depan (2010-2014).
Dokumen ini disusun berdasarkan analisis strategis atas potensi, peluang,
tantangan dan permasalahan termasuk isu strategis terkini yang dihadapi dalam
pembangunan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian selama lima tahun ke
depan. Dokumen Renstra ini sebagai acuan dan arahan bagi jajaran birokrasi di
Ditjen PPHP sendiri, pengelola kegiatan pengolahan dan pemasaran hasil
pertanian di daerah dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan
pengolahan dan pemasaran hasil pertanian tahun 2010-2014 secara
menyeluruh, terintegrasi, efisien dan bersinergi.

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

Reformasi perencanaan dan penganggaran tahun 2010-2014


mengharuskan Kementerian/Lembaga dan unit-unit kerja di dalamnya untuk
merestrukturisasi program dan kegiatan dalam kerangka performance based
budgeting. Untuk itu, dokumen ini dilengkapi dengan indikator kinerja sehingga
akuntabilitas pelaksana beserta organisasinya dapat dievaluasi selama periode
tahun 2010-2014.
1.2.

KONDISI UMUM PEMBANGUNAN PPHP TAHUN 2005-2009

Pada era Kabinet Indonesia Bersatu tahun 2005-2009, pertanian telah


memperlihatkan berbagai capaian pembangunan yang cukup menggembirakan.
Dalam kurun waktu tersebut, krisis pangan menjadi salah satu dampak yang
sangat dikhawatirkan oleh banyak negara selama krisis ekonomi dunia.
Indonesia mampu terhindar dari krisis pangan tersebut bahkan berhasil
berswasembada beras. Ini semua merupakan hasil kerja keras para petani,
penyuluh dan pelaku usaha di bidang pertanian bersama dengan pemerintah
pusat dan daerah. Sumbangan Ditjen PPHP dalam capaian pembangunan
pertanian khususnya ketahanan pangan adalah menurunnya tingkat kehilangan
hasil (losses) yang cukup signifikan khususnya dalam penanganan pasca panen
padi dari 20,51 % pada tahun 1998 menjadi 10,82 % pada tahun 2008 (BPS,
2008). Hasil tersebut diyakini merupakan dampak dari fasilitasi peralatan pasca
panen hasil pertanian terutama padi yang diberikan dalam kurun waktu tahun
2006 - 2008. Untuk komoditas non padi (jagung, kedelai, hasil perkebunan,
hortikultura) diyakini juga terjadi penurunan kehilangan hasil yang cukup
signifikan meskipun tidak diukur sebagaimana halnya padi mengingat fasilitasi
peralatan penanganan pasca panen dan pengolahan juga diberikan untuk
komoditas-komoditas tersebut.
Secara keseluruhan kondisi pembangunan PPHP tahun 2005-2009
adalah sebagai berikut:
1.2.1. Pasca Panen
Pasca panen hasil pertanian adalah semua kegiatan yang dilakukan sejak
proses pemanenan hasil pertanian sampai dengan proses yang menghasilkan
produk setengah jadi (produk antara/ intermediate). Kegiatan pasca panen
meliputi panen, pengumpulan, perontokan/ pemipilan/ pengupasan, pencucian,
penyortiran, pengkelasan (grading), pengangkutan, pengeringan (drying),
penggilingan dan atau penepungan, pengemasan dan penyimpanan.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

Kondisi penanganan pasca panen komoditas pertanian sampai tahun


2009 adalah sebagai berikut:
Tanaman Pangan; untuk komoditas tanaman pangan telah terjadi penurunan
kehilangan hasil padi yang cukup signifikan sebagaimana telah disebut
terdahulu. Untuk komoditi jagung selain penurunan losses juga terjadi
peningkatan kualitas (penurunan kadar aflatoxin) dengan tersedianya fasilitasi
sarana pemipilan, pengeringan dan penyimpanan (corn sheller, lantai jemur,
drier dan silo) khususnya di kabupaten sentra jagung. Untuk kedele dan ubikayu
juga telah difasilitasi dengan peralatan pasca panen.
Fasilitasi pengembangan kelembagaan petani (tanaman pangan) telah
dilakukan dengan Pengembangan Kecamatan Pasca Panen. Pengembangan
Kecamatan Pasca Panen merupakan upaya strategis dalam rangka rekayasa
sosial dan teknologi penanganan pasca panen di daerah. Dalam periode 20052009 telah dibentuk Kecamatan Pasca Panen di kabupaten-kabupaten sentra
padi.
Hortikultura; untuk komoditas hortikultura diperkirakan juga terjadi penurunan
losses dan perbaikan mutu karena adanya fasilitasi sarana penanganan pasca
panen dan pengolahan hasil hortikultura. Sarana dan peralatan yang diberikan
untuk itu seperti gudang penyimpan bawang merah, grading dan packaging unit
untuk buah dan sayuran serta peralatan pengolahan seperti vacuum drying,
vacuum sealer, vacuum frying, juicer, mesin pembungkus, alat press tutup gelas
plastik dll.
Perkebunan; tingkat kehilangan pasca panen produk perkebunan belum diukur
sebagaimana pada komoditas padi. Namun demikian dapat diperkirakan terjadi
penurunan kehilangan hasil dan perbaikan mutu hasil perkebunan karena
adanya fasilitasi/bantuan sarana penanganan pasca panen yang telah diberikan.
Pada kegiatan perbaikan mutu hasil perkebunan, permasalahan yang dihadapi
adalah bahwa petani masih melakukan usahanya secara individu, belum dalam
skala usaha yang lebih besar misalnya dalam suatu Gabungan Kelompok Tani
(Gapoktan) sehingga jumlah (volume) produk berkualitas baik yang dihasilkan
petani relatif masih sedikit atau belum memenuhi skala ekonomi. Akibat dari hal
tersebut pembeli sulit memberikan harga yang pantas untuk produk berkualitas
yang jumlahnya sedikit. Permasalahan tersebut terjadi pada komoditi
perkebunan seperti kopi, kakao, karet dan lada.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

Fasilitasi peralatan pasca panen hasil perkebunan yang pernah diberikan


pada periode 2005-2009 antara lain adalah alat pasca panen kakao, kopi,
karet, mete, minyak atsiri, gambir, dan alat pengolahan kelapa terpadu, kacang
mete, gula kelapa dan tebu. Bantuan peralatan yang diberikan kepada petani
(kelompok tani) tersebut masih banyak belum dimanfaatkan yang disebabkan
berbagai hal antara lain ketersediaan listrik yang tidak mencukupi, spesifikasi
alat yang kurang sesuai dengan kebutuhan setempat, kurangnya kemampuan
petani mengoperasikan dan merawat alat, serta kurangnya modal usaha
petani/kelompok tani untuk membeli bahan baku.
Peternakan; tingkat kehilangan pasca panen produk peternakan belum diukur
sebagaimana pada padi, namun diperkirakan terjadi penurunan kehilangan hasil
dan perbaikan mutu hasil peternakan karena adanya fasilitasi sarana
penanganan pasca panen yang telah diberikan. Dari tahun 2006 hingga tahun
2008, Ditjen PPHP Deptan telah melaksanakan kegiatan fasilitasi perbaikan/
penyempurnaan sarana RPH/TPH di 70 Kabupaten/Kota di 41 Provinsi dan
sarana RPU di 66 Kabupaten/Kota di 33 Provinsi (lihat tabel berikut).
Selanjutnya mulai tahun 2009 kegiatan pengembangan dan pembangunan RPH
dan RPU diserahkan ke Ditjen Peternakan. Kegiatan Pengembangan
Pengolahan Pakan Skala Kecil (P3SK) yang bertujuan meningkatkan
kemampuan kemandirian peternak dalam penyediaan pakan bagi ternaknya
baru dimulai pada tahun 2007. Kegiatan yang telah dilakukan adalah fasilitasi
pengadaan Sarana P3SK di 14 Kabupaten/Kota di 8 Provinsi. Sedangkan pada
TA 2008 telah disebarkan Sarana P3SK di 40 Kabupaten/Kota di 25 Provinsi.

1.2.2. Pengolahan Hasil Pertanian


Pada masa awal pembangunan pertanian, masalah utama yang dihadapi
adalah kesulitan dan kekurangan produksi serta penawaran komoditaskomoditas pertanian. Dalam kondisi tersebut, prioritas pembangunan pertanian
diarahkan kepada peningkatan produksi dan pemenuhan serta pencapaian
kecukupan bahan pangan terutama beras. Namun, peningkatan produksi saja
ternyata sulit untuk meningkatkan kesejahteraan petani di pedesaan. Oleh
karena itu, sejak tahun 1994 paradigma pembangunan pertanian mengalami
perubahan dari pendekatan produksi menjadi pembangunan pertanian
berorientasi agribisnis.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

Permasalahan mendasar bangsa ternyata sebagian besar berada pada


petani dan masyarakat perdesaan yaitu kemiskinan, keterbelakangan,
ketidakberdayaan dan pengangguran. Karenanya, tawaran untuk pemecahan
masalah mendasar bangsa tersebut yaitu dengan mengupayakan profit center
berada pada petani. Prinsip tersebut seyogyanya merupakan paradigma
pembangunan pertanian pada saat ini dan di masa depan yang harus dicermati
dan menjadi acuan operasional bagi seluruh pemangku kepentingan.
Pembangunan agribisnis selama ini belum sepenuhnya menempatkan
profit center pada petani. Petani hanya menerima bagian terkecil dari suatu
sistem usaha agribisnis. Karena itu, salah satu implementasi sistem tersebut
adalah mengembangkan Agroindustri Perdesaan dengan pendekatan
paradigma baru seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Bidang-bidang
agroindustri meliputi industri yang terintegrasi dengan usaha budidaya pertanian
termasuk pemanfaatan limbah/produk sampingan pertanian, industri primer, dan
industri yang dilakukan oleh petani di perdesaan.
Sampai saat ini komoditas ekspor hasil pertanian masih didominasi
produk primer, walaupun ekspor komoditi olahan hasil pertanian sudah semakin
besar. Dengan mengekspor produk primer, maka nilai tambah yang terbesar
akan berada di luar negeri. Apabila Indonesia mampu mengekspor produk
olahannya maka nilai tambah terbesarnya akan berada di dalam negeri.
Dalam kerangka pengembangan agroindustri, maka pengembangan
agroindustri perdesaan merupakan pilihan strategis dalam meningkatkan
pendapatan dan sekaligus membuka lapangan pekerjaan. Selama ini
masyarakat perdesaan cenderung menjual produk dalam bentuk mentah
(primer), karena lokasi industri umumnya berada di daerah urban (semi-urban).
Akibatnya, nilai tambah produk pertanian lebih banyak mengalir ke daerah
urban, hal mana termasuk sebagai penyebab terjadinya urbanisasi.
Faktor-faktor internal yang dominan mempengaruhi kemampuan petani
dalam meningkatkan kesejahteraannya antara lain adalah masalah penguasaan
sumberdaya, terutama: (1). Sumberdaya alam, (2). Teknologi, khususnya
teknologi pasca panen dan pengolahan hasil, (3). Modal dan (4). Informasi,
khususnya informasi pasar, akses kepada teknologi dan modal. Sedangkan
faktor eksternal antara lain menyangkut: (1). System pembinaan, (2). Kebijakan
ekonomi makro, (3). Kebijakan khusus, seperti kebijakan perdagangan
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

menyangkut komoditas tertentu, dan (4). Perubahan lingkungan strategis yang


potensial menjadi tantangan dan menimbulkan permasalahan bagi petani.
Dari permasalahan yang telah dikemukakan menunjukkan bahwa peluang
petani di perdesaan untuk meningkatkan kesejahteraannya adalah melalui
peningkatan nilai tambah hasil pertaniannya. Hal ini dapat terlaksana apabila
petani di perdesaan dapat menguasai proses pengolahan dan pemasaran
komoditas yang diusahakan, atau penerapan sistem agribisnis secara utuh.
Untuk mengembangkan kegiatan pengolahan hasil pertanian yang terfokus
dan terintegrasi, maka pada tahun 2005 telah dibangun suatu model program
terpadu yang dinamakan Pengembangan Komoditas Strategis Nasional (PKSN)
antara lain pengembangan susu sapi, jeruk dan ubi kayu. Dalam
pelaksanaannya dilakukan kerjasama dengan institusi yang kompeten
diantaranya dengan perguruan tinggi dan dinas terkait.
Unit Pengolahan Hasil (UPH) adalah industri pengolahan hasil pertanian
skala kecil dan rumah tangga yang berbasis di perdesaan. Unit Pengolahan
Hasil (UPH) Pertanian merupakan program terobosan dalam mempercepat
penumbuhan pendapatan masyarakat petani dan peningkatan penyerapan
tenaga kerja. Sebagai program terobosan, UPH dikembangkan dengan
mengacu pada skala usaha yang ekonomis, sehingga fungsi pelayanan dapat
berkembang ke arah peningkatan kualitas, kuantitas dan kontinyuitas produksi
untuk memasok permintaan pasar.
Sejak tahun 2005 hingga tahun 2009 telah berhasil dikembangkan UPH
Tanaman Pangan sebanyak 51 UPH di 51 kabupaten, UPH Hortikultura
sebanyak 67 UPH, UPH Perkebunan sebanyak 40 UPH, dan UPH peternakan
sebanyak 90 UPH Pakan Ternak dan pengelolaan lingkungan (pengolahan
kompos dan biogas) sebanyak 2598 unit dengan komoditi unggulan kelapa sawit
(768 UPH), kelapa (kopra 7.188 UPH, minyak kelapa 1.200 UPH), karet (crumb
rubber 567 UPH, sheet 1.479 UPH, lateks pekat 69 UPH), kakao (841 UPH),
kopi (2.604 UPH), mete (82 UPH), tebu (207 UPH), dan teh (teh hijau 1.002
UPH, teh hitam 291 UPH).

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

1.2.3. Mutu dan Standarisasi


Secara umum dapat dikatakan bahwa kondisi pengembangan mutu
melalui penerapan jaminan mutu dalam sistem standarisasi pertanian yang telah
dilakukan sampai saat ini masih belum optimal. Pengembangan dan penerapan
sistem jaminan mutu serta sistem standarisasi di sektor pertanian
mengakibatkan kondisi usaha pertanian kurang tangguh sehingga kurang dapat
berkompetisi untuk menangkal tekanan yang terjadi baik dalam perdagangan
domestik maupun di kancah internasional. Hal ini diperkuat oleh system
perdagangan dalam negeri yang memberikan penghargaan produk bermutu dan
Standar Nasional Indonesia (SNI) bidang pertanian hingga tahun 2009
berjumlah 452 SNI terdiri dari standar produk segar dan olahan primer, standar
metoda pengujian benih, bibit, alat mesin pertanian dan sistem. Banyaknya
standar bidang pertanian tersebut merupakan modal dasar yang kuat untuk
mengembangkan sistem jaminan mutu kearah sistem jaminan mutu terpadu.
Standar tersebut dapat berfungsi sebagai pedoman dalam penentuan batas
kritis (critical point). Sistem jaminan mutu terpadu untuk pangan yang diakui
secara internasional adalah system HACCP (Hazzard Analysis Critical Control
Points). Sedangkan untuk non pangan adalah system mutu ISO 9000-2000 serta
system manajemen lainnya (ISO 17025, ISO 17020, ISO 17011, Pangan
Organik). Sistem Jaminan Mutu Terpadu menuntut penerapan Good Practices
yang meliputi Good Agriculture Practices (GAP), Good Handling Practices
(GHP), Good Manufacturing Practices (GMP), Good Distribution Practices
(GDP).
Jabatan fungsional pengawas mutu telah ditetapkan dan telah dilakukan
sosialisasi serta rekruitmen aparat fungsional pengawas mutu mulai tahun 2006.
Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian yang diberi
tugas sebagai Satuan Administrasi Pangkal (Satminkal) jabatan fungsional mutu
di tingkat pusat sampai tahun 2009 telah melatih dan meluluskan pengawas
mutu sebanyak 217 orang terdiri dari tenaga pengawas mutu trampil 68 orang
dan tenaga pengawas mutu ahli 149 orang. Idealnya jumlah pengawas mutu
diseluruh Indonesia adalah sebanyak 5.000 orang. Pengawas mutu mempunyai
tugas yang sangat strategis dalam mengamankan produk pertanian agar aman
dikonsumsi.

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu


dan Gizi Pangan telah memberi kewenangan kepada Menteri Pertanian untuk
mengatur, membina dan/atau mengawasi kegiatan atau proses produksi pangan
dan peredaran pangan segar. Untuk melaksanakan kewenangan tersebut,
sesuai tugas pokok dan fungsinya maka Ditjen PPHP telah ditetapkan sebagai
otoritas yang berwenang menangani keamanan pangan produk segar pertanian
di Indonesia atau Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Pusat (OKKP-P).
Sedangkan Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah (OKKP-D) adalah
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang mempunyai tugas pokok dan
fungsi tersebut di atas (mengatur, membina dan/atau mengawasi kegiatan atau
proses produksi pangan dan peredaran pangan segar) yang ditetapkan oleh
Pimpinan Daerah (Gubernur). Selama ini, Ketua OKKPD yang ditunjuk oleh
Gubernur sebagian adalah Kepala Dinas Pertanian dan sebagian Kepala Badan
Ketahanan Pangan Propinsi. Sampai tahun 2009, perkembangan dalam
pembentukan dan aktivitas OKKPD di seluruh Indonesia (sampai dengan bulan
Juni 2009) adalah sebagai berikut:
1)

Telah dilakukan Sosialisasi OKKPD di 33 propinsi.

2)

Telah dibentuk 27 OKKPD dengan Keputusan Peraturan Gubernur.

3)

Sudah diverifikasi 6 (Jateng, DIY, Jatim, Kalsel, Sulsel, dan Bangka


Belitung) OKKPD oleh OKKP Pusat

4)

Sudah ada 1 OKKPD yang melakukan sertifikasi (DIY).

Agar PP No. 28 tahun 2004 dapat dilaksanakan, maka OKKPD di semua


propinsi harus sudah terbentuk, diverifikasi dan melaksanakan tugas dan
fungsinya.

1.2.4. Pemasaran Domestik


1.2.4.1.

Prasarana/Sarana
Hortikultura

Pasar

dan

Pengembangan

Kawasan

Saat ini beberapa prasarana/sarana pasar seperti Terminal/Sub terminal


Agribisnis (TA/STA), Pasar Tani, Pasar Lelang, dan Pasar Ternak/Hewan telah
tumbuh dan berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat baik atas
inisiatif masyarakat maupun atas fasilitasi pemerintah (Kementerian Pertanian).
Namun hanya sebagian kecil (umumnya yang dibangun
atas inisiatif
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

masyarakat) yang sudah berfungsi dalam mendukung kelancaran pemasaran


komoditi pertanian. Prasarana/sarana pasar, sistem/jaringan informasi yang
dibangun, dan kebijakan stabilisasi pemasaran yang telah dilaksanakan adalah
sebagai berikut:
1)

Sub Terminal dan Terminal Agribisnis (STA dan TA)


Pada akhir tahun 2009 sudah dibangun 58 STA dan 2 TA, tersebar di
beberapa kabupaten di hampir seluruh propinsi Indonesia, namun
demikian yang sudah berfungsi sebagai agen pasar (umumnya masih
terbatas transaksi jual-beli) komoditas pertanian baru sebanyak 25 STA
(41,66 %). Beberapa permasalahan mendasar yang mengakibatkan
belum berfungsinya prasaranan/sarana tersebut antara lain adalah lokasi
prasarana/sarana yang kurang strategis, SDM pengelola, kelembagaan
diantara pelaku usaha yang belum tumbuh/diberdayakan dalam
mendukung beroperasinya suatu sarana pasar secara efektif.

2)

Pasar Tani
Pasar tani muncul atas prakarsa Ditjen PPHP yang melihat bahwa
pemasaran hasil pertanian yang ada saat ini belum menemukan sistem
pemasaran yang terbaik khususnya yang menguntungkan bagi petani.
Dalam sistem pemasaran yang ada, petani memiliki peluang yang rendah
dalam meraih pangsa pasar serta terdapat selisih harga yang besar
antara harga di tingkat petani dan yang dibayar konsumen. Pasar tani
merupakan sarana untuk mendekatkan petani (produsen) kepada pembeli
(konsumen). Dengan demikian keberadaan pasar tani diharapkan dapat
memperpendek rantai pemasaran dan menekan biaya-biaya transaksi
sehingga margin keuntungan petani bisa ditingkatkan. Pasar tani telah
diuji coba pertama kali di Kantor Pusat Kementerian Pertanian pada
tahun 2007 dan telah berjalan dengan baik hingga saat ini. Pada tahun
2007 juga telah dilakukan ujicoba pasar tani di kawasan Monas Jakarta
Pusat dan telah berjalan beberapa saat, namun kemudian berhenti
karena terhalang oleh masalah perijinan. Untuk tahun-tahun selanjutnya
diharapkan kegiatan ini dapat dikembangkan di daerah. Sampai dengan
tahun 2009 telah difasilitasi pembangunan pasar tani di 16 propinsi di 32
lokasi.

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

3)

Pasar Ternak dan Pasar Lelang


Keberadaan pasar ternak yang umumnya tumbuh dan berkembang atas
inisiatif masyarakat, kondisinya masih tradisional. Fasilitasi pemerintah
untuk perbaikannya masih sangat terbatas karena sumber dana yang
terbatas. Sementara itu pasar lelang komoditi pertanian yang diharapkan
dapat meningkatkan akses pasar petani juga belum tumbuh dan berperan
secara optimal seperti yang diharapkan karena pada umumnya yang
mendapat manfaat langsung hanyalah para pedagang pengumpul dan
pedagang besar, sedangkan petani produsen karena lemahnya
kelembagaan petani belum mampu memanfaatkannya. Sampai dengan
tahun 2009 telah difasilitasi sarana dan rehabilitasi pasar ternak di
kabupaten dan pasar lelang di kabupaten.

4)

Kawasan Pengembangan Hortikultura


Di tengah kekhawatiran munculnya disinkronisasi pembangunan ekonomi
antar daerah akibat pelaksanaan undang-undang otonomi daerah maka
pembangunan agribisnis hortikultura yang dilakukan dengan pendekatan
kawasan yang melibatkan sentra produksi dan sentra pemasaran sebagai
basis kegiatan merupakan langkah strategis. Pendekatan kawasan
agribisnis sangat diperlukan untuk menghindari fluktuasi harga akibat
disinkronisasi produksi antara daerah sentra produksi yang selanjutnya
dapat memberikan dampak luas bagi perkembangan agribisnis daerah
yang bersangkutan.
Forum Kerjasama Kawasan Hortikultura adalah salah satu model
pengembangan agribisnis di bidang hortikultura yang berbasis kawasan
yang mencakup beberapa propinsi di Indonesia. Forum Kerjasama
Kawasan Hortikultura dibentuk berdasarkan potensi di masing-masing
kawasan, yaitu potensi sebagai kawasan sentra produsen maupun
sebagai sentra konsumen. Pendekatan kawasan agribisnis sangat
diperlukan untuk menghindari fluktuasi harga akibat disinkronisasi
produksi antara daerah sentra produksi yang selanjutnya dapat
memberikan dampak luas bagi perkembangan agribisnis daerah yang
bersangkutan. Forum Kerjasama Kawasan Agribisnis Hortikultura yang
telah terbentuk adalah: (1) Kawasan Agribisnis Hortikultura Sumatera
(KAHS) yang mencakup propinsi-propinsi di Pulau Sumatera kecuali

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

10

Lampung; (2) Kawasan Agribisnis Hortikultura Krakatau yang mencakup


daerah/Propinsi DKI Jakarta, Lampung, Jawa Barat, Banten, dan
Kalimantan Barat; serta (3) Kawasan Agribisnis Hortikultura
Jabalsukanusa yang mencakup daerah/Propinsi Jawa Tengah, Jawa
Timur, DIY, Bali, Propinsi di pulau Kalimantan kecuali Kalimantan Barat,
Propinsi-Propinsi di Pulau Sulawesi dan Nusa Tenggara.
Untuk meningkatkan peran Forsama Kahorti, kawasan sentra dan pelaku
pemasaran perlu dibina secara terpadu dengan melibatkan semua pelaku
usaha agribisnis, sehingga mampu meningkatkan keunggulan komparatif
menjadi keunggulan kompetitif wilayah. Sampai dengan tahun 2009 telah
difasilitasi forum kerjasama Kahorti di 8 provinsi untuk 10 komoditas.

1.2.4.2. Jaringan Informasi Pasar dan Kebijakan Stabilisasi Harga


1)

Jaringan dan Informasi Pasar


Informasi pasar sangat diperlukan sejalan dengan upaya pemerintah
dalam pergeseran paradigma dari orientasi produksi ke orientasi pasar.
Informasi pasar merupakan sarana penunjang agar signal pasar menjadi
dasar bagi penentuan jenis produk yang akan dihasilkan oleh petani.
Tersedianya sistem informasi pasar akan menjembatani supply di sentra
produksi dan demand di sentra pasar (konsumen). Oleh karena itu pola
pengembangan informasi pasar secara tidak langsung akan berdampak
pada peningkatan pendapatan petani yang pada gilirannya mengurangi
kemiskinan.
Pengembangan Sistem Informasi Pasar Agribisnis (Singosari) melalui
jaringan internet memerlukan keterlibatan aktif dari semua pihak yang
terkait. Singosari merupakan salah satu sistem informasi yang
memanfaatkan teknologi internet berbasis Web yang telah dikembangkan
oleh Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian yang menyajikan
informasi secara lengkap berkaitan dengan pengolahan dan pemasaran
beberapa rumpun komoditas pilihan. Sistem informasi yang berjalan saat
ini, masih menghadapi hambatan dalam mendapatkan input/informasi
terkini (up to date) khususnya di tingkat produsen sebagai akibat dari

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

11

keterbatasan kemampuan SDM Pelayanan Informasi Pasar (PIP) di


daerah.
Hingga tahun 2009, telah dibangun jaringan PIP di 105 kabupaten
dengan 16 komoditi pertanian yang dimonitor harganya yakni:
gabah/beras, ubukayu, jagung, kedelai, cabai merah, bawang merah,
jeruk siam, kakao, karet, kopi, kelapa, daging ayam broiler, telur ayam
ras, susu, pakan ternak dan daging sapi. Pembinaan yang telah dilakukan
terhadap SDM pengelola PIP adalah berupa pelatihan PIP dan Analisa
Pasar bagi 150 orang petugas. Juga telah dilakukan fasilitasi hardware
dan software (komputer dan programnya) untuk input data harga melalui
SMS.
2)

Stabilisasi Harga
Dalam hal stabilisasi harga, kebijakan yang telah diterapkan antara lain
adalah:
a.

Kebijakan Harga Pokok Pemerintah (HPP)


Kebijakan HPP untuk gabah/beras telah diberlakukan secara
nasional. Sasaran kebijakan HPP gabah/beras ini adalah untuk
mempertahankan harga gabah/beras di atas
biaya produksi
gabah/beras oleh petani; apabila harga di bawah HPP maka
pemerintah melalui Bulog akan membeli gabah petani dengan harga
sama dengan HPP. Namun demikian karena keterbatasan dana
maka kemampuan Bulog membeli gabah petani juga terbatas,
sehingga kebijakan ini kurang efektif.
Untuk jagung tidak berlaku Harga Minimun Regional (HMR) secara
nasional. Propinsi Gorontalo adalah propinsi yang menetapkan HMR
untuk jagung melalui SK Gubernur. Pemerintah Propinsi Gorontalo
akan membeli jagung petani apabila harganya jatuh di bawah HMR nya. Kebijakan propinsi Gorontalo ini efektif mempertahankan harga
jagung di tingkat yang menguntungkan petani. Itu terbukti karena
hingga saat ini harga jagung setempat tidak pernah berada di bawah
HMR nya.

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

12

b.

Penetapan Harga Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit


Dengan Peraturan Menteri Pertanian
Kebijakan Penetapan harga TBS ini telah berlaku sejak tahun 1998
(SK Menhutbun) dan terakhir telah direvisi dengan Peraturan
Menteri Pertanian nomor 395 tahun 2005 tentang Pedoman
Penetapan Harga Pembelian Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa
Sawit Produksi Kebun. Tujuan penetapan harga TBS Kelapa sawit
ini adalah untuk memberikan jaminan harga TBS kelapa sawit
produksi kebun yang wajar serta menghindari adanya persaingan
tidak sehat di antara Pabrik Kelapa Sawit. Kebijakan ini telah
membantu pekebun dalam memperoleh harga yang layak bagi TBS
yang dihasilkannya. Namun mengingat banyaknya dinamika di
daerah khususnya permasalahan rendemen sehingga Peraturan
Menteri Pertanian Nomor 395 tahun 2005 ini telah direvisi menjadi
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 17 tahun 2010.

3)

Kebijakan Fiskal
a.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN);
Kebijakan PPN untuk komoditi pertanian sebaiknya diterapkan
hanya untuk barang jadi hasil olahan pertanian. Untuk produk primer
pertanian
sebaiknya PPN ditiadakan guna
merangsang
berkembangnya agribisnis dan agroindustri dalam negeri.
b. Pajak Ekspor; mengenai pajak ekspor (PE) hasil pertanian
diupayakan seminimal mungkin tanpa mengganggu proses
penyediaan bahan baku industri dalam negeri. Besarnya pajak
ekspor hasil pertanian mengikuti peraturan Menteri Keuangan yang
menetapkan besarnya pajak ekspor atas dasar harga komoditas
tertentu di pasar internasional. Sebagai contoh pajak ekspor untuk
CPO pernah turun dari 3 % menjadi 1,5 % pada waktu yang lalu
(pada harga CPO di pasar internasional sekitar 600 US dollar per
metric ton). Tetapi akhir-akhir ini meningkat menjadi sekitar 20 %
dikarenakan meningkatnya harga CPO di pasaran dunia hingga
1200 dolar AS per metric ton. Namun kondisi paling akhir (akhir
tahun 2008) harga CPO di pasar internasional jatuh kembali pada
tingkat yang sangat rendah sehingga perlu dilakukan penyesuaian
pajak ekspornya.

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

13

1.2.5. Pemasaran Internasional


Hal yang menggembirakan dari data empat tahun terakhir (2005-2008)
devisa perdagangan dari produk pertanian semakin membaik, hal ini
menggambarkan dari segi nilai, mutu dan kuantitas produk ekspor Indonesia di
pasar dunia semakin membaik. Jika dilihat per subsektor, ternyata subsektor
perkebunan merupakan penyumbang 94 persen terhadap total devisa yang
diperoleh dari kegiatan ekspor produk pertanian di tahun 2007 yang mencapai
US$ 19.964,870 juta. Sementara pada tahun 2008 devisa dari sub sector
perkebunan meningkat menjadi US $ 24.461,145 juta dan pada tahun 2009
menurun menjadi US $. 18.498,093 juta hal itu kemungkinan dikarenakan
melemahnya perdagangan internasional sebagai dampak krisis ekonomi global.
Sedangkan sub sektor lainnya yaitu hortikultura, tanaman pangan dan
peternakan jauh ketinggalan dibanding perkebunan. Komposisi ini tidak jauh
berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini memberikan gambaran bahwa
hingga saat ini produk perkebunan masih menjadi primadona ekspor produk
pertanian Indonesia. Produk utama yang menjadi andalan ekspor ini antara lain
minyak sawit, karet, kakao, dan kopi.
Perkembangan Ekspor Impor; berdasarkan analisa ekspor-impor produk
pertanian (segar dan olahan) tahun 2003-2008, diketahui bahwa secara umum
nilai ekspor tersebut mengalami peningkatan sebesar 28,5 persen per tahun.
Sementara itu nilai impornya juga meningkat lebih besar yakni 49,95 persen per
tahun. Ekspor produk pertanian tahun 2003 bernilai US$ 7,536 milyar, dan
terus meningkat hingga pada tahun 2007 mencapai US$ 21,257 milyar.
Sedangkan nilai impor tahun 2003 US $ 4.54 milyar meningkat hingga US $
8,597 milyar pada tahun 2007, US $ 9,594 milyar tahun 2008 dan sedikit
menurun pada tahun 2009 yakni US $ 8,4957 milyar .
Kebijakan yang telah dilaksanakan; untuk mencapai target-target tersebut
maka kebijakan utama yang telah dilakukan adalah membuka akses pasar
seluas-luasnya melalui negosiasi, promosi dan kerjasama pemasaran baik di
tingkat global, regional maupun bilateral. Di tingkat regional dilaksanakan
kesepakatan ASEAN-KOREA, sedangkan di tingkat bilateral akan tercapai
penerapan IJEPA secara kondusif. Beberapa kesepakatan yang sedang intensif
dibahas adalah ASEAN-ANZ serta bilateral Indonesia-India yang diharapkan
disepakati pada akhir tahun 2009. Untuk beberapa komoditi yang sangat
potensial untuk diekspor namun kinerja ekspornya belum maksimal akan

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

14

dilakukan kegiatan fasilitasi percepatan ekspor seperti untuk mangga, manggis


dan tanaman hias.

1.3

POTENSI, PERMASALAHAN DAN TANTANGAN

1.3.1

POTENSI

1) Indonesia negara kepulauan memiliki ragam budaya, citarasa, dan


komoditi unggulan dengan berbagai jenis olahan yang akan
meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk yang pada gilirannya
meningkatkan pendapatan masyarakat.
2) Produk agroindustri memiliki nilai tambah dan pangsa pasar yang sangat
besar sehingga kemajuan di bidang agroindustri dapat membuka
peluang investasi serta mempengaruhi pertumbuhan perekonomian
nasional secara keseluruhan.
3) Memiliki keterkaitan yang besar ke hulu, on-farm maupun ke hilir (forward
and backward linkages), sehingga mampu menarik kemajuan sektorsektor lainnya.
4) Meningkatnya kesadaran masyarakat (prevalensi konsumen) terhadap
kualitas dan keamanan pangan.
5) Indonesia merupakan produsen utama dunia beberapa komoditas
pertanian antara lain: sawit, karet, kakao, kopi, teh, kelapa, lada dan
beras.
6) Tenaga kerja di sektor pertanian yang sangat besar (40 juta) yang bisa
menopang agroindustri.
7) Permintaan produk agroindustri meningkat sejalan dengan meningkatnya
kesejahteraan masyarakat dunia (Income Elastic Demand).

1.3.2. PERMASALAHAN
1) Lambatnya Proses Industrialisasi Perdesaan
Proses industrialisasi perdesaan sangat lambat. Hal ini terlihat
antara lain dari semakin senjangnya ekonomi desa-kota. Dualisme
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

15

ekonomi desa-kota telah mengakibatkan kota menjadi pusat segalagalanya dan ekonomi perdesaan hanyalah pendukung ekonomi
perkotaan. Terlebih lagi apabila dikaitkan dengan kebijakan di masa lalu
yang lebih mendorong pengembangan industri yang kurang berbasis
pada bahan baku lokal, menyebabkan potensi yang ada kurang dapat
dioptimalkan.
Dalam jangka panjang apabila industrialisasi perdesaan dan
dualisme ekonomi desa-kota tidak dapat diatasi maka dapat dipastikan
akan muncul masalah lain yang lebih rumit. Urbanisasi besar-besaran,
rusaknya kultur asli bangsa seperti gotong royong dan kekeluargaan,
kriminalitas yang meningkat serta yang tidak kalah pentingnya semakin
senjangnya pendapatan dalam masyarakat. Masyarakat kaya pemilik
modal akan semakin kaya sementara penduduk miskin semakin
bertambah besar.
2) Keterbatasan Informasi dan Penerapan Teknologi Pengolahan Hasil
Ke depan daya saing suatu komoditas akan ditentukan oleh
muatan teknologi dalam komoditas tertentu dan kemampuan dalam
merespon preferensi konsumen. Untuk itu perlu dikembangkan produkproduk pertanian yang sesuai dengan preferensi konsumen. Saat ini,
pelaku usaha khususnya petani pengolah masih belum optimal dalam
penguasaan teknologi pengolahan hasil pertanian, karena selama ini
konsentrasi lebih pada teknologi budidaya. Pada akhir tahun 2014
diharapkan penguasaan teknologi pengolahan hasil pertanian para pelaku
usaha sudah cukup optimal untuk mendukung kemampuan produksi
dalam merespon preferensi konsumen.
Penerapan teknologi pengolahan hasil pertanian saat ini masih
belum merata di masyarakat pertanian, hal ini disebabkan antara lain
karena penyebaran informasi tentang teknologi pengolahan tersebut
masih belum dilakukan secara intensif. Perhatian pemerintah terhadap
peningkatan nilai tambah produk pertanian di perdesaan selama ini masih
relatif kecil jika dibandingkan dengan upaya peningkatan produksi hasil
pertanian. Sehingga perkembangan penanganan pengolahan hasil
hingga dewasa ini masih berjalan lambat dan masih belum sesuai dengan
harapan.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

16

Perkecualian terjadi pada komoditi tanaman pangan. Teknologi


pasca panen dan pengolahan untuk tanaman pangan khususnya padi
dan jagung telah cukup banyak diintrodusir. Bantuan sarana dan
peralatan pasca panen baik yang mekanis ataupun semi mekanis cukup
banyak diberikan kepada Gapoktan/Poktan dan pengolah. Sabit bergerigi,
terpal, thresher (pedal dan power thresher) adalah sarana pasca panen
yang telah diberikan kepada Gapoktan/ Poktan disentra-sentra padi dan
jagung yang dapat memberikan dampak bagi penurunan kehilangan
pasca panen padi dan jagung yang sangat signifikan serta peningkatan
kualitas jagung.
Selain itu juga diberikan bantuan penggilingan padi (RMU) kepada
Gapoktan untuk memperbaiki serta meningkatkan rendemen penggilingan
padi. Sedangkan untuk komoditas perkebunan dan hortikultura sarana
dan peralatan pasca panen dan pengolahan yang diberikan masih belum
tepat sasaran baik dari segi jenis yang dibutuhkan maupun jumlahnya.
Dampak yang terlihat antara lain mutu hasil olahan yang masih rendah,
tingkat efisiensi hasil yang masih rendah, nilai jual yang kurang kompetitif
dan penampakan hasil (keragaan hasil) yang belum memuaskan
(terutama masalah pengemasan, pewarnaan, pengawetan dan pelabelan)
serta lemahnya pencitraan brand image.
Lambatnya penyerapan maupun penerapan teknologi pasca panen
dan pengolahan hasil tersebut berimplikasi pada industri perdesaan yang
kurang berkembang antara lain disebabkan oleh faktor teknis, sosial
maupun ekonomi sebagai berikut:
a.

Permasalahan Teknis
Dari segi teknis beberapa hal yang menjadi penyebab antara lain :
-

Tingkat pengetahuan dan kesadaran petani akan pentingnya


penerapan teknologi pasca panen dan pengolahan serta
penerapan sistem jaminan mutu hasil masih sangat terbatas.
Kurangnya tenaga yang terampil (Technical Skill) dalam
mengoperasikan
pengolahan.

alat

dan

mesin

pasca

panen

dan

Dukungan perbengkelan dalam perbaikan, perawatan dan


penyediaan suku cadang alat mesin masih rendah karena

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

17

kemampuan permodalan bengkel alsintan masih lemah dan


kesulitan dalam memperoleh permodalan.
Introduksi beberapa teknologi belum sesuai dengan kebutuhan
petani dan belum bersifat lokal spesifik.
Belum cukup memadainya infrastruktur seperti jalan yang
memadai sehingga menyulitkan petani/kelompok dalam
memasarkan produk olahannya.
Penyebaran alsin pasca panen dan pengolahan masih

terbatas.
Belum cukup tersedianya rumah kemas packing house.

b.

Kurangnya tenaga pembina yang terampil dalam bidang pasca


panen dan pengolahan dibanding tenaga pembina pada
kegiatan-kegiatan pra panen.

Permasalahan Sosial
Dari segi sosial beberapa hal yang menjadi penyebab antara lain:
Introduksi teknologi pasca panen dan pengolahan pada

c.

daerah-daerah yang padat penduduknya ada kecenderungan


menimbulkan gesekan/friksi sosial.
Kebiasaan petani dalam melakukan kegiatan pasca panen dan
pengolahan secara tradisional menyulitkan dalam penerapan
teknologi yang baik dan benar dalam skala luas.
Daerah-daerah tertentu yang mempunyai budaya pasca panen
dan pengolahan hasil yang teknologinya diterima secara turun
temurun, sehingga mereka sering mempunyai sifat tertutup
terhadap introduksi teknologi.
Terbatasnya kemampuan akses informasi masyarakat tentang
teknologi pasca panen dan pengolahan.
Masih rendahnya pendidikan/pengetahuan dan keterampilan
SDM pertanian dan pelaku usaha pada umumnya.

Permasalahan Ekonomi
Dari segi ekonomi beberapa hal yang menjadi penyebab antara
lain:

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

18

3)

Daya beli petani terhadap teknologi pasca panen dan


pengolahan rendah, sehingga permintaan alsin juga relatif
rendah.
Harga alsin pasca panen dan pengolahan relatif tinggi
sehingga kurang mampu dimiliki.
Belum tersedianya skim kredit khusus atau skim pembiayaan
alternatif untuk pengadaan alsin untuk usaha pasca panen dan
pengolahan hasil.

Kurangnya Pembiayaan Usaha Pertanian dan Pemberdayaan


Masyarakat Tani
Sebagian besar usaha pertanian bergerak dengan memanfaatkan
dana masyarakat sendiri yang sangat terbatas dan relatif kecil. Hal ini
tentu disebabkan karena sebagian besar petani yang menggerakkan
usaha pertanian adalah golongan penduduk yang miskin. Implikasinya
karena investasi yang sangat minim, output dan pertumbuhan yang
dihasilkan juga rendah, akibatnya peningkatan pendapatan yang
diharapkan juga tidak akan signifikan. Kondisi ini sungguh ironis bila
dibandingkan dengan sektor-sektor lain yang sebagian besar sumber
pendanaan usaha dibiayai oleh perbankan yang dananya bersumber dari
masyarakat luas. Masalah aksesibilitas petani dan pelaku agribisnis pada
sumber-sumber permodalan adalah masalah klasik yang di Indonesia
hingga saat ini belum sepenuhnya terpecahkan.
Masalah aksesibilitas ini seringkali terkendala oleh masalah
ketiadaan jaminan / agunan, banyak dan luasnya nasabah yang tidak
dapat dijangkau oleh jaringan perbankan dan tidak adanya bantuan dan
bimbingan teknis yang diberikan. Oleh karena itu diperlukan upaya
terobosan untuk mengatasi masalah tersebut. Terbukanya akses petani
kepada sumber permodalan dan kemampuannya memanfaatkan
permodalan tersebut dengan dukungan dari perbankan sendiri,
pemerintah dan LSM adalah bagian strategis dalam upaya
pemberdayaan masyarakat tani.

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

19

4)

Iklim investasi di sektor agroindustri yang tidak menarik


Investasi di sektor pertanian selama ini dianggap kurang
memberikan keuntungan baik bagi swasta domestik dan asing, sehingga
investasi untuk sektor pertanian setiap tahunnya mengalami penurunan.
Padahal investasi atau penanaman modal sangat diperlukan untuk
menunjang pertumbuhan ekonomi maupun perluasan tenaga kerja.
Demikian halnya dengan fasilitas pendukung seperti infrastruktur
pendukung

pertanian

yang

termasuk

dalam

sektor

jasa-jasa

lainnya,padahal seperti yang diketahui, sektor pertanian sangat berperan


sebagai katup penyelamat perekonomian Indonesia ketika terjadi krisis.
5)

Permasalahan Harga, Inefisiensi Pemasaran dan Sistem Pemasaran


yang Belum Adil
Fluktuasi permintaan dan penawaran produk pertanian dunia juga
berakibat pada fluktuasi harga produk pertanian yang disebabkan oleh
berbagai faktor seperti kekurangan pasokan pada musim tertentu atau
kelebihan pasokan pada musim panen raya. Untuk beberapa produk
pertanian tertentu menurunnya daya saing di pasar internasional karena
faktor harga. Hal ini disebabkan tingginya inefisiensi di semua subsistem
dalam rangkaian sub-sistem agribisnis. Inefisiensi tersebut terjadi mulai
dari pengadaan sarana produksi, budidaya, pengolahan panen dan pasca
panen serta biaya transportasi. Namun demikian apabila ditelaah lebih
jauh inefisiensi pemasaran menempati peringkat tertinggi. Hal ini terkait
erat dengan masalah infrastruktur pascapanen yang masih lemah dan
kelembagaan pemasaran yang belum cukup efektif.
Inefisiensi pemasaran yang dicerminkan dengan panjangnya rantai
pemasaran berakar dari kondisi infrastruktur perdesaan yang kurang
memadai seperti : ketersediaan informasi, sarana transportasi dan jalan
desa. Sistem pemasaran yang tidak adil terkait dengan keterbatasan
permodalan yang menyebabkan petani banyak terjebak dalam sistem ijon
yang melemahkan posisi tawar mereka. Disamping itu, sarana pasar bagi
petani dan kemampuan petani terbatas dalam menyimpan produknya,
sehingga seringkali hasil panen harus segera dijual sesaat sesudah

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

20

panen. Kondisi ini diperburuk dengan membanjirnya produk impor di


pasar domestik sebagai akibat dari liberalisasi perdagangan. Upaya
pemerintah memberikan jaminan harga terkendala oleh dana dan
kemampuan, sehingga hanya beras dan gula yang mendapat
perlindungan harga dari pemerintah.
6)

Permasalahan Pemasaran Produk Pertanian Di Pasar Domestik


Seperti Lemahnya Akses Pasar, Fluktuasi Harga Yang Seringkali
Terjadi dan Lemahnya Informasi Pasar.
Pada umumnya para petani
belum terbiasa melakukan
penanganan produk yang mengarah kepada peningkatan mutu dan nilai
tambah. Hasil usahatani yang diperjual belikan hanya diolah sampai
tahap pengeringan, tanpa memperhatikan proses pengolahan yang
bermutu, seperti melakukan pengkelasan (grading), pembersihan
(sortation) dan pengemasan (packing) yang baik. Konsekuensi dari
lemahnya pengelolaan mutu hasilpada penanganan produk ini
mengakibatkan lemahnya posisi rebut tawar (bargaining position) dalam
memasarkan hasil produksi. Sementara itu peningkatan kualitas
pendidikan dan pendapatan masyarakat menuntut adanya peningkatan
kualitas dari produk yang akan dikonsumsi.

Akses Pasar
Produk-produk primer yang dihasilkan umumnya dipasarkan
melalui pedagang perantara yang telah menguasai jaringan pasar
secara keseluruhan. Para pedagang perantara ini begitu kuat posisi
tawarnya sehingga sangat berperan dalam penentuan harga, yang
pada akhirnya merekalah yang memperoleh marjin keuntungan
terbesar dari harga yang dibayar konsumen, sementara resiko yang
mereka pikul lebih kecil daripada petani. Hal ini disebabkan antara
lain terbatasnya sarana dan prasarana pasar serta lemahnya
kelembagaan pemasaran ditingkat petani.

Fluktuasi Harga
Komoditi pertanian umumnya bersifat musiman sehingga
menyebabkan adanya fluktuasi produksi dan harga. Skala produksi
yang kecil dan lokasi yang terpencar dengan hasil produksi yang
relatif kecil menyebabkan terjadinya in-efisiensi dalam pengangkutan
dan pemasaran. Kondisi tersebut menyebabkan ketidak-sesuaian

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

21

antara permintaan dan pasokan, yang pada akhirnya mengakibatkan


tingginya fluktuasi harga.

Informasi Harga dan Produk


Kendala utama lainnya di bidang pemasaran pertanian rakyat
adalah keterbatasan petani dalam perolehan informasi menyangkut
harga, teknologi, permodalan, dan informasi mutu dan hasil produk
yang dibutuhkan pasar. Keterbatasan itu menyebabkan lemahnya
posisi tawar petani dalam perencanaan produk dan penetapan harga
produk yang dihasilkan, yang akhirnya cenderung ditetapkan oleh
pedagang pengumpul.

7)

Permasalahan
Perdagangan.

Liberalisasi

Pasar

Global

dan

Ketidakadilan

Petani Indonesia saat ini menghadapi pasar persaingan yang tidak


adil dengan petani dari negara lain yang dengan mudah mendapatkan
perlindungan tarif dan subsidi langsung atau tidak langsung. Oleh karena
itu, kedepan pemerintah akan mencari instrumen kebijakan perlindungan
inovatif tidak saja berupa tarif tetapi juga perlindungan non tarif maupun
dukungan domestik lainnya dalam rangka memperkuat daya saing produk
pertanian, namun diakhir tahun 2025 semua jenis proteksi sudah tidak
ada lagi.
Selain hal di atas, pembentukan ekonomi kawasan seperti North
American Free Trade Area (NAFTA), European Union (EU), ASEAN Free
Trade Area (AFTA), ASEAN- China, dan yang lebih luas lagi Asia Pacific
Economic Cooperation (APEC) perlu mendapat perhatian karena akan
dapat menimbulkan ketimpangan ekonomi baru yang bukan lagi dalam
hubungan antar negara namun dalam cakupan yang lebih luas lagi antar
kawasan/regional. Ketimpangan antar kawasan ini dapat terjadi karena
adanya proses pematangan kawasan ekonomi yang berbeda satu
dengan lainnya. Salah satu kawasan ekonomi yang diperkirakan akan
sangat kuat adalah Uni Eropa (European Union). Kawasan ini sudah
mencapai suatu tahapan penyatuan mata uang, yaitu suatu tahapan yang
paling maju dalam implementasi integrasi ekonomi. Kondisi tersebut akan
semakin menyulitkan ekspor produk pertanian Indonesia dan negaranegara lain di luar Eropa, karena sudah pasti akan mendapat perlakuan
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

22

yang berbeda dengan negara-negara yang berada di kawasan yang


sama. Untuk menghadapi masalah ini, dalam jangka panjang Indonesia
harus mulai mengembangkan produk pertanian olahan dan
mengutamakan pangsa pasar dalam negeri yang potensinya juga sangat
besar.
8)

Permasalahan Sanitari dan Phytosanitari (SPS).


Sebuah contoh permasalahan SPS yang menarik bahwa Amerika
Serikat memberikan penalti dalam bentuk diskon/reduksi harga secara
otomatis kepada produk asal Indonesia untuk komoditas-komoditas
kakao, lada, udang dan jamur dengan alasan antara lain terkontaminasi
serangga, salmonella, logam berat dan antibiotik. Dalam hal ini Indonesia
tidak bisa mengadu ke Komisi SPS WTO karena AS bisa membuktikan
secara ilmiah dan Indonesia memang belum bisa mengatasinya.
Jepang menolak masuknya beberapa buah-buahan Indonesia
seperti pisang dan beberapa jenis buah-buahan lainnya dengan alasan
lalat buah. Dalam hal ini Indonesia tidak mengajukan protes ke Komisi
SPS WTO karena kenyataannya memang terjadi di Indonesia dan sejauh
ini belum mampu mengatasinya. Selain itu, Jepang juga menolak
masuknya pucuk tebu asal Indonesia dengan alasan penyakit mulut dan
kuku (PMK). Untuk kasus ini Indonesia mengadukannya ke Komisi SPS
WTO karena Indonesia dalam daftar OIE merupakan salah satu negara
yang dinyatakan bebas PMK. Taiwan belakangan ini telah menerapkan
SPS di mana paprika kita dan buah lainnya ditolak masuk Taiwan karena
alasan Indonesia belum bebas lalat buah tertentu.

9)

Permasalahan Technical Barriers to Trade (TBT).


Hampir serupa dengan perjanjian Sanitary & Phytosanitary (SPS)
adalah TBT (Technical Barriers to Trade). Perjanjian ini mengatur
standarisasi baik yang bersifat mandatory (wajib) maupun yang bersifat
voluntary yang mencakup karakteristik produk; metode dan proses
produk; terminologi dan simbol; serta persyaratan kemasan (packaging)
dan label (labeling) suatu produk. Ketentuan ini ditetapkan untuk
memberikan jaminan bagi kualitas suatu produk ekspor, memberikan
perlindungan terhadap kesehatan dan keselamatan manusia, hewan,

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

23

tumbuhan dan lingkungan hidup. Perjanjian TBT ini mewajibkan para


anggotanya

untuk

menggunakan

standar

internasional

sebagai

dasar

penetapan standar, seperti ISO dan lainnya.

Untuk mencegah terjadinya penolakan (claim) atas komoditas


ekspor yang sangat merugikan itu, diperlukan upaya peningkatan mutu
yang ditopang dengan sistem pembinaan mutu dan dikembangkan secara
terus-menerus. Untuk itu, pembinaan mutu terhadap komoditas ekspor
unggulan, perlu dilakukan secara menyeluruh dari tingkat produsen
pertama sampai tingkat eksportir, terutama dalam menindaklanjuti
kesepakatan EPA (Economic Partnership Agreement).
10)

Permasalahan Tarif
Ekspor CPO Indonesia ke negara India mengalami diskriminasi
tarif yaitu adanya perbedaan penetapan tarif yang cukup besar antara
minyak nabati atau vegetable oil yang berasal dari Indonesia dan yang
berasal dari Amerika. Sementara itu tarif bea masuk impor komoditi
pertanian sudah sangat rendah, bahkan untuk beberapa komoditi seperti
buah-buahan, palawija, produk ternak, bea masuk yang rendah
menyebabkan banjirnya produk impor di dalam negeri dan mengancam
kelangsungan produksi petani di dalam negeri.
Perjuangan Indonesia di forum WTO untuk melindungi produkproduk dalam negeri yang menyangkut isu pengurangan kemiskinan,
ketahanan pangan dan pembangunan masyarakat perdesaan, masih
belum mencapai hasil yang diinginkan.

1.3.3. TANTANGAN
Pembangunan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian menghadapi
berbagai tantangan seperti:
1.

Perubahan lingkungan ekonomi regional dan internasional, baik karena


pengaruh liberalisasi ekonomi maupun karena perubahan fundamental
dalam pasar produk pertanian global.

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

24

2.

Sebagai tuntutan pasar atas efisiensi usaha, maka diperlukan adanya


upaya adopsi teknologi yang terus mengarah pada efisiensi pada
industrialisasi pertanian dan perdesaan.

3.

Kecenderungan penurunan harga dan permintaan pasar internasional


untuk komoditi pertanian ekspor akibat krisis keuangan global.

4.

Perubahan pada sisi permintaan yang menuntut kualitas tinggi, kuantitas


besar, ukuran seragam, ramah lingkungan, kontinuitas produk dan
penyampaiannya tepat waktu serta harga yang kompetitif.

5.

Perkembangan preferensi pasar (permintaan konsumen), tren konsumen


akan informasi nutrisi serta jaminan kesehatan dan keamanan produkproduk pertanian.

6.

Terdapat kecenderungan pemberlakuan non-tariff barrier dan tariff


escalation bagi produk olahan sebagai persyaratan impor oleh negaranegara maju yang kuat.

7.

Telah diterapkannya persyaratan green products atau penolakan


terhadap komoditi yang dalam proses produksi (budidayanya) dianggap
tidak mengindahkan kelestarian alam dan lingkungan serta hak-hak asasi
manusia khususnya oleh negara Uni Eropa dan negara maju lainnya .

8.

Munculnya negara-negara pesaing (competitors) yang menghasilkan


produk-produk hasil pertanian yang sejenis dan pada musim yang sama
serta produk-produk substitusi merupakan tantangan bagi pengembangan
produk pertanian Indonesia, baik di dalam negeri maupun di negaranegara tujuan ekspor tradisional maupun negara-negara tujuan ekspor
baru.

9.

Perubahan iklim global yang mengakibatkan produksi pertanian


cenderung fluktuatif. Akibat hal ini maka bahan baku industri pengolahan
mengalami kendala.

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

25

BAB II
VISI, MISI, DAN TUJUAN

2.1

Visi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian

Mengacu kepada visi Kementerian Pertanian yakni Terwujudnya


pertanian industrial unggul berkelanjutan yang berbasis sumberdaya lokal
untuk meningkatkan kemandirian pangan, nilai tambah, daya saing, ekspor
dan kesejahteraan petani , maka visi Ditjen Pengolahan dan Pemasaran
Hasil Pertanian adalah Menjadi institusi yang peduli dan memiliki komitmen
tinggi untuk mewujudkan masyarakat pertanian sejahtera, handal dan
berdaya saing di bidang pengolahan dan pemasaran hasil pertanian
melalui penyelenggaraan birokrasi yang profesional dan berintegritas .
2.2.

Misi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian

Untuk mencapai visi tersebut di atas, diemban misi yang harus


dilaksanakan yaitu:
(1)

Menumbuhkembangkan kelembagaan usaha pengolahan dan pemasaran


petani yang merupakan basis ekonomi perdesaan, yang nantinya di
harapkan sebagai wadah peningkatan peran dari petani produsen
menjadi petani pemasok melalui penerapan manajemen, teknologi dan
permodalan secara profesional.

(2)

Mengembangkan sistem agroindustri terpadu di perdesaan melalui,


keterpaduan sistem produksi, penanganan pasca panen, pengolahan dan
pemasaran hasil pertanian, sehingga mampu memberikan peningkatan
pendapatan petani, kesempatan kerja di perdesaan dan peningkatan nilai
tambah produk pertanian secara adil serta profesional.

(3)

Mengembangkan penerapan sistem jaminan mutu hasil pertanian secara


efektif dan operasional untuk meningkatkan daya saing produk segar dan
olahan, baik di pasar domestik maupun internasional.

(4)

Meningkatkan daya serap pasar domestik melalui kebijakan promosi dan


proteksi produk pertanian yang efektif dan efisien

(5)

Meningkatkan akses pasar luar negeri hasil pertanian melalui kebijakan


promosi dan proteksi produk pertanian yang efektif dan efisien.

(6)

Mengembangkan kapasitas institusi Ditjen Pengolahan dan Pemasaran


Hasil Pertanian yang profesional dan berintegritas moral tinggi.

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

26

2.3

Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam periode 2010-2014 adalah:

2.4

1)

Membangun sistem manajemen pembangunan pengolahan dan


pemasaran hasil pertanian

2)

Menumbuhkembangkan usaha pengolahan dan pemasaran hasil


pertanian yang memacu pertumbuhan ekonomi perdesaan.

3)

Menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan serta


penyusunan dan penerapan standar nasional Indonesia produk
dan hasil pengolahan pertanian (SNI).

4)

Meningkatkan daya serap pasar domestik dan ekspor.

Target Utama dan Sasaran Strategis


1)

Target Utama
Selama lima tahun ke depan Kementerian Pertanian telah
mencanangkan 4 target utama yaitu (1) Pencapaian Swasembada
dan Swasembada berkelanjutan, (2) Peningkatan Diversifikasi
Pangan, (3) Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing dan Ekspor, dan
(4) Peningkatan Kesejahteraan Petani. Dari ke empat (4) target
utama tersebut, target utama ke tiga yakni Peningkatan Nilai
Tambah, Daya Saing dan Ekspor adalah target yang menjadi
tanggung jawab Ditjen PPHP untuk pencapaiannya.
Peningkatan Nilai Tambah; upaya ini akan difokuskan pada dua hal
yakni peningkatan kualitas dan jumlah olahan produk pertanian untuk
mendukung peningkatan daya saing dan ekspor. Peningkatan
kualitas produk pertanian (bahan mentah dan olahan) diukur dari
peningkatan jumlah produk pertanian yang mendapat sertifikasi
jaminan mutu. Pada akhir tahun 2014 semua produk pertanian
organik, kakao fermentasi, bahan olah karet (bokar) sudah harus
tersertifikasi dengan pemberlakuan sertifikasi wajib. Peningkatan
jumlah olahan diukur dari rasio produk mentah dan olahan. Saat ini
80 % produk pertanian diperdagangkan dalam bentuk bahan mentah
dan 20 % dalam bentuk olahan. Pada akhir tahun 2014 ditargetkan
bahwa 50 % produk pertanian diperdagangkan dalam bentuk olahan.
Peningkatan Daya Saing; upaya ini akan difokuskan pada
pengembangan produk berbasis sumberdaya lokal yang (1) dapat

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

27

meningkatkan pemenuhan permintaan untuk konsumsi dalam negeri;


dan (2) dapat mengurangi ketergantungan impor (substitusi impor).
Indikator keberhasilannya adalah besarnya pangsa pasar (market
share) di pasar dalam negeri dan penurunan net impor. Upaya
peningkatan daya saing akan difokuskan pada peningkatan produksi
susu yang selama ini impornya mencapai 73% untuk memenuhi
kebutuhan
domestik.
Untuk mengurangi besarnya
impor
gandum/terigu yang mencapai 6,7 juta ton per tahun akan
dikembangkan tepung-tepungan berbasis sumberdaya lokal, yang
ditargetkan pada akhir 2014 sudah bisa mensubstitusi 20 % impor
gandum/terigu. Untuk kakao, ditargetkan pada akhir 2014 kebutuhan
kakao fermentasi bermutu untuk industri coklat dalam negeri bisa
dipenuhi semua dari produksi dalam negeri.
Peningkatan Ekspor; upaya ini akan difokuskan pada
pengembangan produk yang berdaya saing di pasar internasional,
baik segar maupun olahan, yang kebutuhan di pasar dalam negeri
sudah tercukupi. Indikatornya adalah pertumbuhan net ekspor
komoditi segar dan olahan sebesar 15% pertahun.
2)

Sasaran Strategis
Sasaran strategis pengembangan pengolahan dan pemasaran hasil
pertanian yang ingin dicapai dalam periode 2010-2014 adalah:
1)

Meningkatnya kapasitas, kemampuan dan kemandirian petani


dan pelaku bisnis lainnya dalam usaha agroindustri serta
kelembagaannya.

2)

Meningkatnya kapasitas,
SDM Ditjen PPHP.

3)

Berkembangnya agroindustri terpadu di perdesaan melalui,


keterpaduan sistem produksi, penanganan pasca panen,
pengolahan dan pemasaran hasil pertanian.

4)

Tercapainya penerapan sistem jaminan mutu dan keamanan


pangan.

5)

Meningkatnya kualitas dan jumlah olahan produk pertanian


untuk mendukung peningkatan daya saing dan ekspor

6)

Meningkatnya daya serap pasar domestik dan devisa negara


dari ekspor produk pertanian.

kemampuan dan profesionalisme

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

28

BAB III
STRATEGI DAN KEBIJAKAN
PEMBANGUNAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN
HASIL PERTANIAN

3.1.

ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL (PENUGASAN RPJM


2010-2014)

3.1.1. PRIORITAS NASIONAL


Dalam RPJM Nasional 2010-2014 (Buku I) terdapat 11
prioritas nasional. Diantara 11 prioritas nasional tersebut yang
terkait dengan Kementerian Pertanian adalah prioritas ke 5 (lima)
yakni Ketahanan Pangan. Dalam RPJMN tersebut tema prioritas
ketahanan pangan adalah Peningkatan ketahanan pangan dan
lanjutan revitalisasi pertanian untuk mewujudkan kemendirian
pangan, peningkatan daya saing produk pertanian,
peningkatan pendapatan petani, serta kelestarian lingkungan
dan sumberdaya alam.
Selain prioritas nomor 5 (lima)
Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian juga mendapat amanah
untuk terlibat dalam pelaksanaan prioritas nomor 1 yaitu Reformasi
Birokrasi dan Tata Kelola,
nomor 8 Energy, dan Nomor 9
Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana.
Disamping terlibat dalam pencapaian Prioritas Nasional
(RPJMN 2010-2014, Buku I), pembangunan pertanian ditempatkan
pada kelompok pembangunan Bidang SDA dan Lingkungan Hidup
(RPJMN 2010-2014, Buku II) dengan 7 prioritas bidang. Dari 7
prioritas bidang tersebut yang terkait dengan Kementerian
Pertanian adalah prioritas nomor 1, yaitu Peningkatan Ketahanan
Pangan dan Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan.

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

29

3.2.

ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI KEMENTERIAN PERTANIAN

3.2.1 Arah Kebijakan Kementerian Pertanian Terkait


Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian

Pembangunan

1)

Pengembangan bio-energy berbasis bahan baku lokal terbarukan


untuk memenuhi kebutuhan energy masyarakat khususnya di
perdesaan dan mensubstitusi BBM.

2)

Pengembangan industri hilir pertanian di perdesaan yang berbasis


kelompok tani untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing
produk pertanian, membuka lapangan kerja, mengurangi
kemiskinan, dan meningkatkan keseimbangan ekonomi desa kota.

3)

Pembangunan kawasan komoditas unggulan terpadu secara


vertikal dan/atau horizontal dengan konsolidasi usaha tani produktif
berbasis lembaga ekonomi masyarakat yang berdaya saing tinggi
di pasar lokal maupun internasional.

4)

Berperan aktif dalam melahirkan kebijakan makro yang berpihak


kepada petani seperti perlindungan tarif dan non tarif perdagangan
internasional, penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP), dan
harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi.

5)

Optimalisasi potensi perempuan melalui kegiatan produktif di


bidang
pengolahan
dan
pemasaran
hasil
pertanian
(Pengarusutamaan gender).

6)

Peningkatan dan penerapan manajemen pembangunan pertanian


yang akuntabel dan good governance.

3.2.2. Strategi Kementerian Pertanian Terkait Pengolahan dan Pemasaran


Hasil Pertanian
Strategi pembangunan pertanian selama 2010-2014 akan dilakukan
melalui Tujuh (7) Gema Revitalisasi dan yang terkait erat dengan
pembangunan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian adalah:
Revitalisasi Infrastruktur dan Sarana, Revitalisasi Kelembagaan Petani ,
dan Revitalisasi Teknologi dan Industri Hilir, serta revitalisasi
pembiayaan.
1)

Revitalisasi Infrastruktur dan Sarana

Untuk mengarah ke pertanian industrial penggunaan alat mesin pertanian


mutlak diperlukan untuk meningkatkan efisiensi usaha pertanian. Untuk
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

30

menyediakan peralatan mesin pengolahan hasil pertanian yang tepat dan


memenuhi persyaratan teknis yang baik beberapa upaya yang perlu
dilakukan adalah:

Memperkuat kelembagaan Alat Mesin di Pusat untuk membuat


kebijakan dan regulasi berkaitan dengan pembuatan penyebaran dan
penggunaan alsin di tingkat petani secara bertanggung jawab. Terkait
dengan upaya tersebut Ditjen PPHP memiliki UPT Balai Pengujian
Mutu Alsintan yang berfungsi menguji mutu dan kelayakan alsin
pengolahan hasil yang diproduksi oleh masyarakat.

Mendorong swasta untuk mendesain, memproduksi dan menyebarkan


alsin sesuai dengan standar kualitas nasional.

Bekerjasama dengan sektor terkait untuk mendorong terbentuknya


fasilitas bengkel-bengkel alsin.

2) Revitalisasi Kelembagaan Petani


Kondisi organisasi petani saat ini lebih bersifat budaya dan sebagian
besar berorientasi hanya untuk mendapatkan fasilitas pemerintah, belum
sepenuhnya diarahkan untuk memanfaatkan peluang ekonomi melalui
pemanfaatan aksesibilitas terhadap berbagai informasi teknologi,
permodalan dan pasar yang diperlukan bagi pengembangan usahatani
dan usaha pertanian. Di sisi lain, kelembagaan usaha yang ada di
pedesaan, seperti koperasi belum dapat sepenuhnya mengakomodasi
kepentingan petani/kelompok tani sebagai wadah pembinaan teknis.
Berbagai kelembagaan petani yang sudah ada seperti Kelompok Tani,
Gabungan Kelompok Tani, Perhimpunan Petani Pemakai Air dan Subak
dihadapkan pada tantangan ke depan untuk merevitalisasi diri dari
kelembagaan yang saat ini lebih dominan hanya sebagai wadah
pembinaan teknis dan sosial diharapkan menjadi kelembagaan yang juga
berfungsi sebagai wadah pengembangan usaha yang berbadan hukum
atau dapat berintegrasi dalam koperasi yang ada di pedesaan.
3) Revitalisasi Teknologi dan Industri Hilir

Mendorong pengembangan industri pengolahan pertanian di


perdesaan secara efisien guna peningkatan nilai tambah dan

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

31

daya saing di pasar dalam negeri dan internasional; cakupan


industri yang akan dikembangkan diantaranya adalah industri
pengolahan makanan dan minuman, industri biofarmaka, industri bioenergi, industri pengolahan hasil ikutan (by-product).

Meningkatkan jaminan pemasaran dan stabilitas harga


komoditas pertanian; jaminan pemasaran produk dan harga yang
diterima petani adalah permasalahan yang sering dihadapi sehingga
upaya-upaya intervensi stabilisasi harga perlu dilanjutkan (untuk
beras) oleh Bulog; melanjutkan dan menerapkan secara intensif
sistem pembelian dengan resi gudang; memberikan perlindungan
petani produsen melalui kebijakan tarif khususnya komoditi impor
agar produksi dalam negeri tidak jatuh (seperti pada susu, bawang);
membentuk jaringan informasi pasar dan menyebarkan ke seluruh
wilayah; melakukan promosi pemasaran terhadap komoditi ekspor.

Meningkatkan dan menjaga mutu dan keamanan pangan pada


semua tahapan produksi mulai dari hulu sampai hilir;
peningkatan mutu hasil pertanian ditempuh melalui penerapan
sistem jaminan mutu dan keamanan pangan dengan memperkuat
(a) Kelembagaan Otoritas Kempeten Keamanan Pangan Daerah,
(b) SDM inspector, auditor, fasilitator dan pengawas, (c) sistem dan
prosedur pengawasan mutu. Standardisasi produk pertanian mulai
dari hulu sampai hilir perlu dilakukan untuk komoditas yang
mempunyai prospek pasar di luar negeri.

Mendorong peningkatan potensi perempuan di bidang


pengolahan hasil pertanian (pengarusutamaan gender); dengan
meningkatnya peran perempuan dalam kegiatan pengolahan hasil
pertanian akan mampu memberikan peran nyata dalam
(1) menjamin pelaksanaan pembangunan yang lebih mantap,
berkesinambungan, dan mencapai tingkat keberhasilan yang tinggi,
dengan mempertimbangkan pengalaman, aspirasi, permasalahan
dan kebutuhan perempuan dan laki-laki; (2) memperkecil
kesenjangan gender yang terjadi di berbagai bidang pembangunan;
(3)
meningkatkan
pendapatan
mensejahterakan keluarga.

keluarga

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

sehingga

dapat

32

4) Revitalisasi Pembiayaan
Revitalisasi pembiayaan dilakukan melalui pengembangan Pola Insentif
Two in One. Pola insentif yang diberikan bagi tumbuhnya industri
perdesaan meliputi bantuan insentif teknologi dan bantuan akses
terhadap modal usaha. Bantuan teknologi diberikan dalam bentuk alat
dan mesin yang dibutuhkan dalam kegiatan pengembangan pengolahan
dan pemasaran hasil pertanian. Bantuan teknologi bersumber dari dana
APBN, sedangkan bantuan akses modal usaha terhadap sumbersumber permodalan skim kredit lunak (bersubsidi).
Penerima insentif teknologi dan permodalan adalah inti dan plasma. Inti
adalah industri yang bergerak dalam kegiatan pengolahan/pasca panen
(swasta, koperasi, BUMD, PT dan lain-lain). Plasma adalah kelompok
tani atau gabungan kelompok tani yang sudah berbadan hukum dan
bankable/feasible. Insentif teknologi diberikan kepada plasma yang
dikelola oleh inti. Jenis teknologi yang diberikan sesuai dengan
kebutuhan kedua belah pihak, yakni yang dapat mendorong percepatan
pengembangan industri hilir di bidang pertanian. Inti juga yang
selanjutnya akan membeli produk plasma untuk dipasarkan langsung
atau diolah dan kemudian dipasarkan dengan harga yang disepakati
(berkeadilan). Sebagai pihak yang berhubungan langsung dengan pasar,
pihak inti yang akan menetapkan kuantitas, kualitas dan kontinuitas
produk yang harus dihasilkan plasma, serta membina plasma dalam
sistem produksi dan mutu.

3.3.

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGOLAHAN DAN PEMASARAN


HASIL PERTANIAN

3.3.1. Fokus Komoditi


Fokus komoditi pembangunan PPHP 2010-2014 terdiri dari 4 (empat)
kelompok komoditas utama yakni:
1)

Pangan Utama : Beras, jagung, kedelai, gula dan daging sapi.

2)

Andalan Ekspor : Kakao, kopi, sawit, rempah dan teh.

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

33

3)

Produk Potensial Pasar Domestik dan Ekspor : Buah tropika,


biofarmaka, tanaman hias tropika, bokar, beras specialty, mete,
atsiri, kelapa.

4)

Subsitusi Impor : Susu, tepung, jeruk, daging ayam dan telur.

3.3.2. Strategi
1) Penerapan dan pengawasan sistem jaminan mutu komoditi strategis
dan keamanan pangan.
2) Pengembangan dan pengelolaan sarana kelembagaan pemasaran
produk hasil pertanian
3) Pengembangan kewirausahaan
pemasaran hasil pertanian

dan

investasi

pengolahan

dan

4) Pemenuhan permintaan pasar dalam negeri dan penguatan ekspor


komoditas strategis.

3.3.3.

Kebijakan
Mengacu kepada arah kebijakan Kementerian Pertanian dan tugas
pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran
Hasil Pertanian, maka kebijakan pengembangan Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Pertanian ditetapkan sebagai berikut:

A.

Kebijakan Pengolahan Hasil Pertanian


Dalam upaya pengembangan pengolahan hasil pertanian, dengan
karakteristik usaha yang berskala kecil dengan berbagai
keterbatasannya, memerlukan kebijakan pengembangan yang memiliki
keunggulan. Salah satu pendekatan terintegrasi yang dipandang
sesuai, adalah pendekatan kelompok yang memiliki jaringan usaha
yang terkait. Pendekatan pengembangan aktifitas usaha pengolahan
secara berkelompok dalam kegiatan usaha yang sejenis, tentunya
dapat meningkatkan kapasitas serta dayasaing usaha, yang kemudian
dapat dikembangkan beberapa usaha yang cakupannya berbeda tetapi
masih saling terkait menjadi bentuk klaster (inti dan plasma).
Keunggulan pola klaster ini, mengacu pada argumentasi bahwa sulit
bagi usaha berskala kecil secara individual untuk bersaing dengan

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

34

usaha berskala besar dalam suatu aktifitas usaha yang sama


(economic of scale).
Pengembangan suatu usaha dengan pendekatan klaster, dimana
kelompok usaha yang saling terakit dari berbagai jenis usaha dan
beroperasi dalam wilayah yang saling berdekatan, terbukti memiliki
kemampuan untuk tumbuh dan berkembang. Usaha pengolahan yang
berbasis klaster di beberapa negara, menunjukkan kemampuannya
secara berkesinambungan untuk mampu menembus pasar ekspor,
menghasilkan nilai tambah yang memadai, mampu menyerap tenaga
kerja dan sangat responsif terhadap pemanfaatan inovasi teknologi.
Dengan demikian, pengembangan agroindustri perdesaan, dengan
karakter dan kondisi yang ada, pola pengembangan klaster (inti
plasma) merupakan pilihan yang tepat, karena pelaku usaha
pengolahan
dapat
meningkatkan
aksesibilitasnya
terhadap
sumberdaya
produktif,
meningkatkan
kapasitas
produksi,
meningkatkan akses pasar dan efisiensi usaha sebagai dampak dari
aktifitas usaha yang saling bersinergi.
Optimalisasi potensi perempuan dalam meningkatkan produktivitas
pertanian dapat dilakukan melalui kegiatan produktif dimana
kesetaraan gender menjadi inti pengembangan program peningkatan
nilai tambah dan daya saing produk pertanian. Oleh karena itu,
perencanaan pembangunan sektor pertanian, khususnya usaha-usaha
agroindustri pedesaan yang responsif gender sangat diperlukan. Hal
tersebut mempunyai peran untuk: (1) menjamin pelaksanaan
pembangunan yang lebih mantap, berkesinambungan, dan mencapai
tingkat keberhasilan yang tinggi, dengan mempertimbangkan
pengalaman, aspirasi, permasalahan dan kebutuhan perempuan dan
laki-laki; (2) memperkecil kesenjangan gender yang terjadi di berbagai
bidang pembangunan; (3) meningkatkan pendapatan keluarga
sehingga dapat mensejahterakan keluarga.
Secara teknis usaha agroindustri terpadu adalah unit usaha yang telah
memperhatikan dan mengembangkan aspek-aspek penyiapan bahan
baku yang bermutu, menerapkan prinsip-prinsip GAP, GHP, dan Good
Manufacturing Practices (GMP), menerapkan sistem jaminan
keamanan dan mutu hasil pertanian khususnya pangan,

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

serta telah

35

memanfaatkan dan mengelola limbah dengan baik (zero waste). Usaha


Agroindustri tersebut merupakan industri pengolahan hasil pertanian
skala kecil-menengah dan skala rumah tangga yang pada umumnya
berada dan dimiliki warga di perdesaan yang bergerak dalam usaha
pengolahan makanan minuman, biofarmaka, bioenergy, dan
pengolahan hasil samping. Agroindustri terpadu ini dikembangkan
dengan tujuan:
(a) Meningkatkan nilai tambah hasil panen di
pedesaan, baik untuk konsumsi langsung, maupun untuk bahan baku
agroindustri lanjutan; (b) Memberikan jaminan mutu dan harga
sehingga tercapai efisiensi agribisnis; (c) Mengembangkan diversifikasi
produk sebagai upaya penanggulangan kelebihan produksi atau
kelangkaan permintaan pada periode tertentu; (d) Sebagai wahana
pengenalan, penguasaan, pemanfaatan teknologi tepat guna dan
sekaligus sebagai wahana peran serta masyarakat pedesaan dalam
sistem agribisnis, dan (e) menjaga kelestarian lingkungan.
Kebijakan pengembangan
dilaksanakan adalah:

pengolahan

hasil

pertanian

yang

(1)

Peningkatan nilai tambah melalui agroindustri pedesaan

(2)

Peningkatan inovasi dan diseminasi teknologi pengolahan

(3)

Peningkatan efisiensi usaha pengolahan hasil pertanian melalui


optimalisasi dan modernisasi sarana pengolahan

(4)

Peningkatan kemampuan dan memberdayakan SDM pengolahan


dan penguatan lembaga usaha pengolahan hasil di tingkat petani

(5)

Peningkatan upaya pengelolaan lingkungan

B. Kebijakan Mutu dan Standardisasi


Dalam sistem perdagangan komoditas pangan hasil pertanian di era
pasar global ini, aspek keamanan pangan dan mutu produk
merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk dapat
memenangkan persaingan. Sistem keamanan dan mutu terpadu
produk pangan hasil pertanian dengan demikian harus sudah mulai
diterapkan sejak awal dan pada akhir periode diharapkan sudah
berjalan dengan baik. Karena di era pasar bebas ini industri pangan
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

36

Indonesia mau tidak mau sudah harus mampu bersaing dengan


derasnya arus masuk produk industri pangan negara lain yang telah
mapan dalam sistem manajemen mutunya.
Sistem standar mutu merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari
pembinaan mutu hasil pertanian sejak proses produksi bahan baku
hingga produk di tangan konsumen. Penerapan sistem standarsasi
secara optimal sebagai alat pembinaan mutu hasil pertanian bertujuan
untuk meningkatkan efisiensi proses produksi maupun produktivitas di
bidang pertanian yang pada akhirnya akan meningkatkan daya saing
dan mendorong kelancaran pemasaran komoditi pangan serta
mendorong berkembangnya investasi di sektor pertanian.
Kebijakan mutu dan standarisasi yang dilaksanakan adalah:
(1) Pengembangan standardisasi sarana dan hasil pertanian
Pengembangan SNI
Regulasi wajib standar
Sistem Kontrol Internal (ICS)
Sertifikasi jaminan mutu dan keamanan pangan
Kerjasama dan Harmonisasi standar
(2) Penerapan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan.
Pengawasan penerapan sistem jaminan mutu produk pertanian
(keamanan pangan dan produk organik) serta pemberdayaan
Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Pusat/Daerah (OKKP-P /
OKKP-D)
(3) Pengembangan sistem uji mutu alsintan
(4) Pembinaan kelembagaan mutu (lab, lembaga sertifikasi)

C. Kebijakan Pemasaran Domestik


Pengembangan pemasaran dalam negeri diarahkan bagi terciptanya
mekanisme pasar yang berkeadilan, sistem pemasaran yang efisien
dan efektif, meningkatnya posisi tawar petani, serta meningkatnya
pangsa pasar produk lokal di pasar domestik, dan meningkatnya
konsumsi terhadap produk pertanian Indonesia, serta terpantaunya
harga komoditas hasil pertanian di seluruh provinsi.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

37

Untuk mencapai hal tersebut maka kebijakan yang dilaksanakan


adalah:
(1) Pengembangan jaringan pemasaran domestik,
(2) Pengembangan sarana dan kelembagaan pasar,
(3) Kebijakan stabilisasi harga dan pemantauan pasar.
(4) Pengembangan pelayanan informasi pasar.
D. Kebijakan Pemasaran Internasional
Pengembangan pemasaran internasional dimaksudkan untuk
percepatan peningkatan ekspor hasil pertanian, baik dalam bentuk
segar maupun olahan, sehingga dapat meningkatkan pangsa pasar
produk lokal di pasar internasional dan sekaligus meningkatkan
perolehan devisa negara. Disamping itu, pengembangan pemasaran
internasional juga dimaksudkan untuk melindungi produk pertanian
dalam negeri.
Untuk mencapai hal tersebut maka kebijakan pemasaran internasional
yang dilaksanakan adalah:
(1) Pengembangan analisa pasar, Market Intelligent dan perluasan
pasar internasional,
(2) Berpartisipasi dalam perundingan internasional bidang pertanian
(3) Penyusunan posisi Indonesia dalam forum perundingan bilateral,
regional dan multilaterial serta forum komoditi strategis
(4) Pembinaan kelompok usaha untuk tujuan ekspor
(5) Peningkatan akses ekspor komoditi strategis.
E. Kebijakan Pengembangan Usaha dan Investasi
Kebijakan pengembangan usahatani yang semula berorientasi
produksi, telah mulai bergeser menuju kearah konsep pengembangan
usaha tani yang berbasis agribisnis, yaitu usahatani yang terpadu
antara agroinput (hulu), kegiatan produksi (onfarm), dan pengolahan
(processing) yang secara keseluruhan disebut sebagai sebuah sistem
agribisnis. Namun demikian pada penerapan atau operasionalisasinya
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

38

di lapangan masih banyak mengalami kendala. Kegiatan produksi


usahatani (onfarm) sebagian besar masih secara tradisional bahkan
sebagian masih bersifat subsisten atau hanya untuk mencukupi
kebutuhan sendiri belum berorientasi pasar, sehingga dalam
menghadapi persaingan banyak menghadapi kendala.
Pengembangan agroindustri berorientasi pada kekuatan pasar
(market driven) komoditi pertanian yang bernilai ekonomis, melalui
pengembangan masyarakat yang tidak saja diarahkan kepada upaya
pengembangan produksi (onfarm), tetapi juga meliputi pengembangan
kegiatan atau usaha hulu (backward-linkage), seperti : penyediaan
sarana produksi (alat pengolahan, dll), dan pengembangan kegiatan
usaha hilir (forward lingkage), seperti industri pengolahan hasil
pertanian, pasar hasil produk pertanian dan jasa-jasa pendukung
lainnya.
Pengembangan investasi pada dasarnya ditujukan untuk
meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, menciptakan
lapangan pekerjaan dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan
kegiatan ekonomi, pendapatan masyarakat (dalam hal ini petani) dan
pendapatan daerah, melalui penciptaan iklim investasi usaha, serta
lembaga keuangan yang telah mengakar di masyarakat, serta
percepatan alih teknologi.
Kebijakan dalam kerangka pengembangan usaha dan investasi
pertanian meliputi :
(1) Pengembangan usaha dan kelembagaan pertanian berbasis
kemitraan dan kewirausahaan
(2)

Peningkatan promosi dan pelayanan investasi pertanian

(3)

Peningkatan promosi produk pertanian di tingkat nasional dan


internasional

(4)

Peningkatan konsumsi produk lokal melalui kampanye.

3.4.

PROGRAM DAN KEGIATAN

3.4.1.

Program
Sesuai Pedoman Reformasi Perencanaan dan Penganggaran,
maka sebagai salah satu unit kerja Eselon I di Kementerian Pertanian,

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

39

Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian


memiliki satu program yang mendukung Kementerian Pertanian dalam
pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan, yaitu Program
Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran
dan Ekspor Hasil Pertanian. Program tersebut dijabarkan dalam
kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan tugas fungsi Eselon II di
dalamnya meliputi kegiatan: (1) Pengembangan Usaha dan Investasi
(2) Pengembangan Pengolahan Hasil Pertanian, (3) Pengembangan
Mutu dan Standardisasi Pertanian, (4) Pengembangan Pemasaran
Domestik, (5) Pengembangan Pemasaran Internasional, (6) Dukungan
Manajemen dan Teknis lainnya pada Direktorat Jenderal Pengolahan
dan Pemasaran Hasil Pertanian.
Indikator keberhasilan (outcome) dari program Program
Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan
Ekspor Hasil Pertanian hingga tahun 2014 adalah sebagai berikut:
1) Meningkatnya produk olahan hasil pertanian yang bermutu untuk
ekspor dan pasar domestik sebesar 5% pertahun
2) Meningkatnya net ekspor komoditi segar dan olahan sebesar 15%
pertahun
3) Meningkatnya jumlah lembaga pemasaran petani dalam rangka
penyerapan pasar hasil pertanian di pasar domestik sebesar 5%
pertahun
4) Meningkatnya jumlah usaha pengolahan dan pemasaran hasil
pertanian sebesar 6% pertahun.
3.4.2.

Kegiatan

A. Kegiatan Pengembangan Pengolahan hasil Pertanian


1.

Kegiatan di Pusat dan daerah


Pembagian tugas pemerintah pusat dan daerah dalam pelaksanakan
kegiatan Pengembangan Pengolahan Hasil Pertanian sebagai berikut:
Kegiatan di Pusat:
a.

Pertemuan koordinasi teknis

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

40

b.

Analisa kelayakan usaha industri serta penyusunan pedoman


/petunjuk teknis pengembangan agroindustri
berbasis
komoditas/produk unggulan tanaman pangan, perkebunan dan
peternakan

c.

Penyusunan pedoman
pengembangan agroindustri berbasis
tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan

d.

Updating data dan pengembangan layanan informasi teknis


pengolahan hasil pertanian.

e.

Fasilitasi
sosialisasi/promosi/pemberian penghargaan kepada
Gapoktan/ pelaku usaha pengolahan hasil pertanian.

f.

Pengembangan
pertanian

g.

Pembinaan, bimbingan teknis dan pengawalan penerapan


teknologi pengolahan hasil tanaman pangan, hortikultura,
perkebunan dan peternakan.

informasi

layanan

teknis

pengolahan

hasil

Kegiatan di Daerah

2.

a.

Pendampingan pengembangan agroindustri pedesaan berbasis


tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan.

b.

Fasilitasi sarana pengolahan tanaman pangan, hortikultura,


perkebunan dan peternakan.

c.

Fasilitasi penerapan GHP

d.

Bimbingan Gapoktan

e.

Sosialisasi & Pelatihan teknis

f.

Koordinasi

g.

Informasi layanan teknis pengolahan hasil pertanian.

h.

Dukungan administrasi (Rapat, honor, site manajer/supervisor,


PPK , ATK dll)

i.

Kegiatan penunjang lain (Penguatan kelembagaan, Bimtek


/Binwal), kemitraan pemasaran, pembinaan mutu monev, PMUK).

Sasaran Kegiatan
a.

Pengembangan penggilingan padi berkualitas sebesar 10%


pertahun.

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

41

3.

b.

Pengembangan jumlah produk tepung-tepungan berbahan baku


lokal untuk substitusi impor sebesar 20 % (tahun 2009 sebesar 5
%).

c.

Peningkatan produksi susu domestik sebesar 50 % (tahun 2009


sebesar 26 %).

Indikator Keberhasilan (output)


a.

Meningkatnya unit usaha pengolahan hasil tanaman pangan


sebesar 9000 unit.

b.

Meningkatnya unit usaha pengolahan hasil hortikultura sebesar


200 unit.

c.

Meningkatnya unit usaha pengolahan hasil perkebunan sebesar


400 unit.

d.

Meningkatnya unit usaha pengolahan hasil peternakan sebesar


300 unit.

B. Kegiatan Pengembangan Mutu dan Standarisasi


1)

Kegiatan di Pusat dan Daerah


Pembagian tugas pemerintah pusat dan daerah dalam pelaksanakan
kegiatan pengembangan Mutu dan Standarisasi:
Kegiatan di Pusat :
a.
b.
c.

Penyusunan Pedoman Teknis Mutu Kakao Fermentasi.


Penyusunan Layanan Informasi Publik.
Bimbingan Teknis Penerapan Pasca Panen Kakao dan Sistem
Jaminan Mutu.

d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.

Monitoring pelaksanaan kegiatan teknis.


Pengembangan pengelolaan pengujian alsintan.
Pengembangan sertifikasi alsintan.
Analisis dan evaluasi metode pengujian.
Pemantauan dan evaluasi hasil pengujian.
Penyusunan Rencana Teknis.
Pengelolaan laboratorium.
Sosialisasi pengujian dan sertifikasi alsintan.
Pengembangan sistem mutu produsen alsintan.

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

42

m.

Pengadaan sarana dan prasarana, bangunan kantor LS Pro


Alsintan.

Kegiatan di Daerah :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
2)

3)

Konsultasi, koordinasi, pelatihan, pertemuan, monitoring dan


evaluasi
Fasilitasi sarana dan prasarana pengembangan mutu kakao,
bokar dan produk organik.
Fasilitasi Penerapan sistem jaminan mutu, SNI
Pengembangan jabatan fungsional PMHP
Fasilitas harmonisasi standar mutu
Pengembangan laboratorium
Peningkatan kompetensi SDM mutu dan keamanan pangan
Pengembangan OKKP
Pengawasan mutu dan keamanan pangan

Sasaran Kegiatan
a.

Peningkatan produksi kakao fermentasi bermutu tinggi sebesar


50 % pada akhir tahun 2014 ( tahun 2009 sebesar 20 %)

b.

Peningkatan prosentase karet (bokar) yang sesuai SNI sebesar


50 % ( tahun 2009 sebesar 30 %).

c.

Peningkatan produk organik bersertifikat sebanyak 300 produk


pada akhir 2014 ( tahun 2009, ada 40 produk tersertifikasi).

d.

Peningkatan jumlah pelaku usaha mendapat sertifikasi Jaminan


Varietas sebanyak 10 orang pada akhir tahun 2009 (tahun 2009,
ada 2 pelaku usaha nendapat sertfikasi jaminan varietas)

e.

Peningkatan jumlah pelaku usaha yang mendapat sertifikat


Jaminan Keamanan Pangan sebanyak 825 orang (tahun 2009
ada 41 pelaku usaha mendapat sertifikat).

f.

Penerapan SNI wajib bagi produk kakao dan karet.

Indikator Keberhasilan (output)


a.

Menghasilkan rancangan SNI produk pertanian sebesar 100


dokumen.

b.

Jumlah unit usaha yang menerapkan sistem jaminan mutu


sebesar 1000 unit.

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

43

C.

c.

Jumlah laboratorium pengujian dan


kesesuaian sebesar 43 laboratorium.

lembaga

penilaian

d.

Jumlah kerjasama standar mutu dan harmonisasi standar mutu


sebesar 30 kerjasama.

e.

Jumlah pengujian dan sertifikasi alsintan sebesar 250 lembaga.

f.

Jumlah pengawasan jaminan mutu sebesar 35 unit.

Kegiatan Pengembangan Pemasaran Domestik


Fokus kegiatan pemasaran domestik yang akan dilakukan adalah: (a)
pengembangan kelembagaan pasar dalam bentuk Sub Terminal Agribisnis
(STA) komoditas tanaman pangan dan hortikultura,
pasar lelang
perkebunan, pasar tani, dan pasar ternak; (b) pengembangan jaringan
pemasaran yang saling menguntungkan dan mampu mendistribusikan nilai
tambah secara adil terutama kemitraan antara kelompok petani dengan
pelaku usaha; (c) pengembangan sistem informasi pemasaran, terutama
untuk
pemantauan
dan
analisis
harga
pangan
strategis;
(d) pengembangan kebijakan pemasaran domestik hasil pertanian
(Penerapan HPP gabah/beras.)
1) Kegiatan di Pusat dan Daerah
Pembagian tugas pemerintah pusat dan daerah untuk kegiatan
pengembangan pemasaran domestik adalah:
Kegiatan di Pusat
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Bimbingan teknis dan pembinaan dan pengawalan.


Fasilitasi Pertemuan teknis, pertemuan koordinasi bidang
pemasaran domestik
Monitoring pelaksanaan kegiatan
Penyebaran Informasi pasar dan pengembangan PIP
Analisis pasar komoditi pertanian strategis
Pengembangan data base informasi pasar

Kegiatan di Daerah
a.

Pendampingan manajemen pasar tani, STA/pasar lelang, pasar


tenak, pasar lelang perkebunan.

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

44

b.

Bimbingan teknis pemasaran dan kemitraan di lembaga pasar

c.

Bantuan sarana dan operasional pasar tani, STA dan pasar


lelang, pasar ternak.

d.

Fasilitasi system informasi pasar di pasar tani, STA, Pasar


ternak, dan pasar lelang perkebunan.

e.

Fasilitasi kemitraan di STA, pasar tenak dan pasar tani.

f.

Fasilitasi pelaksanaan lelang

g.

Operasionalisasi pengumpulan dan pengiriman data pemasaran.

h.

Analisa, pengiriman dan penyebaran data pemasaran.

i.

Adm, Monitoring dan Evaluasi dan laporan.

2) Sasaran Kegiatan
a.

Peningkatan jumlah lembaga pemasaran sebanyak 365 unit


pada akhir tahun 2014 (tahun 2009 sebanyak 264 unit).

b.

Penyerapan sebanyak mungkin produk domestik.

c.

Pengembangan Pusat Informasi Pasar di kabupaten/kota


seluruh Indonesia (tahun 2009 baru di 150 kabupaten/kota).

3) Indikator Keberhasilan (Output)


a.

Meningkatnya kelembagaan pemasaran bagi petani sebesar 700


unit

b.

Jumlah komoditi dalam pemantauan dan stabilitasi harga


komoditas pertanian utama sebesar sebanyak 12 komoditi utama.

c.

Jumlah kerjasama dan jaringan pasar sebesar 50 kerjasama

d.

Jumlah unit pelayanan informasi pasar komoditi pertanian


sebesar 700 unit.

D.

Kegiatan Pemasaran Internasional


Fokus kegiatan yang akan dilakukan adalah: (a) Pengembangan
kerjasama perdagangan internasional, baik secara Government to
Government (G to G), maupun di regional, sub-regional, dan multilateral;
(b) Pengembangan kebijakan proteksi; (c) Penguatan market intelligence;

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

45

(d) Peningkatan fasilitas perdagangan, angkutan, dan penyimpanan


komoditi ekspor hasil pertanian.
1)

Kegiatan Pusat dan Daerah


Kegiatan di Pusat :
a.
b.
c.

Pengembangan Sistim Informasi Pemasaran (Internasional)


Penyusunan Pedoman Ekspor-Impor Produk Pertanian
Penyusunan langkah-langkah implementasi kesepakatan kerja
sama internasional bidang pertanian

d.

Kerjasama perdagangan/komoditi dalam forum bilateral/intra


regional /multilateral

e.

Kajian tataniaga produk pertanian Indonesia

f.

Kajian peluang peningkatan pasar

g.

Penyusunan dan pencetakan hasil negosiasi forum regional


ASEAN

h.

Akselerasi ekspor komoditi perkebunan dan hortikultura

i.

Monitoring implementasi kerjasama bilateral IJ-EPA, RI-China


dan RI Korsel

j.

Pemantauan operasional cool storage dalam rangka ekspor


hasil pertanian

k.

Pelatihan ekspor bagi GAPOKTAN

l.

Countesy negative Campaign

m. Workshop/Dialog Sustainable Palm Oil

2)

Sasaran Kegiatan
a.

Pertumbuhan ekspor kakao 15 % (volume) per tahun (tahun


2009 tumbuh 10.66 %).

b.

Pertumbuhan ekspor karet 10% (volume)


2009 tumbuh 5.16 %).

c.

Pertumbuhan ekspor sawit


2009 tumbuh 18.15 %).

d.

Pertumbuhan ekspor kopi 15 % (volume) per tahun(tahun 2009


tumbuh 11.48 %).

per tahun (tahun

25 % (volume) per tahun (tahun

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

46

3)

e.

Pertumbuhan ekspor beras 100.000 ton per tahun (tahun 2009


sebesar 20 ton).

f.

Pertumbuhan ekspor buah tropis


tahun(tahun 2009 tumbuh 19.2 %).

g.

Pertumbuhan ekspor biofarmaka dan minyak atsiri 20 %


(volume) per tahun(tahun 2009 tumbuh 12.53 %).

h.

Neraca Perdagangan tumbuh 15 % per tahun.

25

(volume)

per

Indikator Keberhasilan (output):


a. Tersusunnya bahan posisi Delri sebagai bahan perudingan
dalam negosiasi kerjasama pemasfran forum bilateral, regional
dan multilateral komoditi pertanian sebanyak 150 bahan.
b.

Partisipasi dalam perundingan internasional bidan pertanian


sebanyak 125 laporan

c.

Analisa ekspor dan impor hasil pertanian sebanyak 60 laporan.

d.

Pembinaan gapoktan orientasi ekspor sebanyak 100 gapoktan.

E. Kegiatan Pengembangan Usaha dan Investasi;


1) Tugas Pusat dan Daerah
Pembagian tugas pemerintah pusat dan daerah dalam
pelaksanakan kegiatan pengembangan usaha, peningkatan investasi
serta pengembangan kelembagaan adalah sebagai berikut:
Pusat
a. Penyusunan kebijakan pengembangan usaha, pengembangan
kelembagaan,
serta
pengembangan
kemitraan
dan
kewirausahaan bidang pertanian.
b. Analisis dan pemberian konsultasi investasi bidang pertanian.
c. Pelaksanaan tata usaha dan administrasi
d. Penyusunan Pedoman Investasi Pertanian dan pedoman teknis
lainnya
e. Bimbingan teknis dan Manajemen pengembangan usaha,
peningkatan investasi serta promosi, pameran dalam dan luar
negeri.
f. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan pengembangan
usaha, peningkatan investasi .

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

47

Daerah
a. Fasilitasi Indikasi Geografis (IG)
b. Keikutsertaan dalam promosi dalam dan luar negeri
c. Pembinaan dan pendampingan kemitraan dan kewirausahaan
d. Gelar potensi investasi
e. Pendampingan kelompok usaha pola insentif Two in One.
2) Sasaran Kegiatan
a.
b.
c.
d.

Berkembangnya usaha di bidang pertanian secara berkelanjutan


Meningkatnya investasi di bidang pertanian sebesar .
Meningkatnya kemitraan dan kewirausahaan.
Meningkatnya jumlah dan jenis produk yang dipromosikan
melalui pameran, eksebisi dalam dan lua negeri.

3) Indikator Keberhasilan (output):


a. Meningkatnya jumlah pembinaan kemitraan dan kewirausahaan
di sektor pertanian sebesar 150 unit.
b. Fasilitasi investasi di sektor pertanian sebesar 40 laporan.
c. Fasilitas dan keikutsertaan dalam pameran, promosim eksibisi
dan perlombaan dalam negeri maupun laur negeri sebanyak 80
kali.

F. Kegiatan Mendukung Manajemen dan Kepegawaian Direktorat Jenderal


Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian
Kegiatan dalam rangka mendukung manajemen dan kepegawaian di Ditjen
Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian adalah:

1)

a.

Pembinaan perencanaan kegiatan pengolahan dan pemasaran


di pusat dan daerah.

b.
c.

Pembinaan monitoring, evaluasi dan pelayanan informasi.


Pembinaan pengelolaan keuangan dan perlengkapan di pusat
dan daerah.

d.

Pengelolaan ketatausahaan, kepegawaian, kehumasan, dan


peraturan perundang-undangan.

Kegiatan di Pusat dan daerah

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

48

Pembagian tugas pemerintah pusat dan daerah untuk kegiatan


mendukung manajemen dan kegiatan teknis lainnya di Ditjen
Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian adalah:
Kegiatan di Pusat
a. Penyusunan Pedoman-pedoman dan Petunjuk Teknis
b. Sosialisasi Program dan Anggaran PPHP Tahunan
c. Sosialisasi Pelaporan Keuangan
d. Sosialisasi Pedoman Umum Pelaksanaan Kegiatan Pembangunan
PPHP Tahunan
e.
f.
g.

Sosialisasi Pedoman Penyusunan Proposal Kegiatan Daerah.


Evaluasi proposal dan penetapan proposal yang akan dibiayai.
Pertemuan Koordinasi Program dan Penganggaran.

h.

Pertemuan Monev.

i.

Pertemuan dan Koordinasi lainnya.

Kegiatan di Daerah
a.

Melaksanakan kegiatan perencanaan.

b. Menyusun laporan pelaksanaan kegiatan, keuangan, dan barang


inventaris.

2)

c.

Melakukan Monitoring dan evaluasi.

d.

Menghadiri pertemuan-pertemuan koordinasi dll.

Sasaran Kegiatan
a. Meningkatnya pengelolaan keuangan.
b. Meningkatnya layanan publik.
c.

Meningkatnya Akuntabilitas Kinerja Instansi.

d. Meningkatnya perencanaan program/kegiatan dan anggaran.


e. Meningkatnya pengelolaan kepegawaian, kehumasan dan
peraturan perundang-undangan.
f.
3)

Meningkatnya pelaksanaan Monev, pelaporan dan penyediaan


data informasi.

Indikator Keberhasilan (output)

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

49

a. Dokumen perencanaan, keuangan, umum serta evaluasi dan


pelaporan program peningkatan nilai tambah, daya saing, industri
hilir, pemasaran dan ekspor hasil pertanian sebanyak 20 dokumen.
b. Jumlah usaha pengolahan dan pemasaran hasil pertanian melalui
LM3 sebanyak 750 kelompok.

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

50

BAB IV
PENUTUP

Tujuan dan sasaran pembangunan pengolahan dan pemasaran hasil


pertanian 2010-2014 akan diwujudkan melalui program Peningkatan Nilai
Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian.
Lebih lanjut program tersebut dijabarkan dalam kegiatan-kegiatan utama
meliputi Pengembangan Pengolahan Hasil Pertanian, Pengembangan Mutu dan
Standarisasi Pertanian, Pengembangan Usaha dan Investasi, Pengembangan
Pemasaran Domestik, Pengembangan Pemasaran Internasional, Dukungan
Manajemen dan Teknis lainnya pada Direktorat Jenderal Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Pertanian.
Untuk pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan pengolahan dan
pemasaran hasil pertanian perlu melibatkan berbagai komponen masyarakat
selaku stake holder dan meningkatkan sinergi seluruh potensi sumber daya
sehingga pemerintah lebih berperan dalam memfasilitasi, mendorong, dan
memberdayakan masyarakat. Kerjasama antara Eselon I lingkup Kementerian
Pertanian, antara kementerian atau lembaga terkait, dan antara pusat dan
daerah perlu dijalin dalam rangka mengatasi berbagai masalah dan kendala
yang dihadapi. Kerjasama antara para aparat pelaku pembangunan pengolahan
dan pemasaran hasil pertanian baik internal maupun eksternal Kementerian di
pusat atau daerah sangat dibutuhkan mengingat kompleksnya permasalahan
sehingga dibutuhkan pelibatan berbagai fungsi dan kebijakan.

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014

51

Lampiran 1: Matrik Prioritas Bidang dan Prioritas Unit Kerja

NO.
7.

7.1

PROGRAM/
KEGIATAN PRIORITAS

Program
Peningkatan Nilai
Tambah, Daya
Saing, Industri
Hilir, Pemasaran
dan Ekspor Hasil
Pertanian

Pengembangan
pengolahan hasil
pertanian (Prioritas

SASARAN PRIORITAS
NASIONAL/BIDANG/
UNIT KERJA

Meningkatnya usaha
pengolahan dan
pemasaran hasil
pertanian
berkelanjutan

Meningkatnya usaha
pengolahan hasil
pertanian yang

TARGET

INDIKATOR KINERJA
2010

2011

2012

2013

2014

1. Peningkatan produk
olahan hasil
pertanian yang
bermutu untuk
ekspor dan pasar
domestik

2. Peningkatan net
ekspor komoditas
segar dan olahan

15

15

15

15

15

3. Peningkatan jumlah
lembaga pemasaran
petani dalam rangka
penyerapan pasar
hasil pertanian di
pasar domestik

4. Peningkatan jumlah
usaha pengolahan
dan pemasaran hasil
pertanian

1. Jumlah unit usaha


pengolahan hasil
tanaman pangan

13

75

95

4630

4660

Lampiran
52

NO.

PROGRAM/
KEGIATAN PRIORITAS

Nasional dan
Bidang)

7.2

Pengembangan
mutu dan
standardisasi
pertanian (Prioritas
Nasional dan
Bidang)

SASARAN PRIORITAS
NASIONAL/BIDANG/
UNIT KERJA

berkelanjutan

Meningkatnya mutu
hasil pertanian

TARGET

INDIKATOR KINERJA
2010

2011

2012

2013

2014

2. Jumlah unit usaha


pengolahan hasil
hortikultura
3. Jumlah unit usaha
pengolahan hasil
perkebunan

25

35

45

65

75

50

90

90

95

100

4. Jumlah unit usaha


pengolahan hasil
peternakan

45

65

75

85

90

1. Jumlah rancangan
SNI produk pertanian

20

20

25

27

30

2. Jumlah unit usaha


yang menerapkan
sistem jaminan mutu

420

450

200

100

100

3. Jumlah laboratorium
pengujian dan
lembaga penilaian
kesesuaian
4. Jumlah kerjasama
standar mutu dan
harmonisasi standar
mutu
5. Jumlah pengujian
dan sertifikasi
alsintan
6. Jumlah pengawasan
jaminan mutu

10

30

43

43

43

145

165

192

225

250

15

20

30

35

Lampiran
53

NO.

7.3

7.4

PROGRAM/
KEGIATAN PRIORITAS

SASARAN PRIORITAS
NASIONAL/BIDANG/
UNIT KERJA

Pengembangan
usaha dan investasi
(Prioritas Nasional
dan Bidang)

Meningkatnya usaha,
kemitraan dan
investasi di sektor
pertanian

Pengembangan
pemasaran
domestik (Prioritas
Bidang)

Meningkatnya
pemasaran hasil
pertanian di pasar
domestik

TARGET

INDIKATOR KINERJA
2010

2011

2012

2013

2014

1. Jumlah unit usaha


binaan kemitraan dan
kewirausahaan di
sektor pertanian
2. Jumlah fasilitasi
investasi di sektor
pertanian

20

30

35

35

35

10

12

3. Jumlah pameran,
promosi, eksibisi dan
perlombaan dalam
negeri maupun luar
negeri
1. Jumlah kelembagaan
pemasaran bagi
petani

10

10

20

22

24

186

195

205

100

105

10

12

16

10

12

13

15

290

373

450

600

700

2. Jumlah komoditi
dalam pemantauan
dan stabilitasi harga
komoditas pertanian
utama
3. Jumlah kerjasama
dan jaringan pasar
4. Jumlah unit
pelayanan informasi
pasar komoditi
pertanian

Lampiran
54

NO.

7.5

PROGRAM/
KEGIATAN PRIORITAS

Pengembangan
pemasaran
internasional
(Prioritas Nasional
dan Bidang)

SASARAN PRIORITAS
NASIONAL/BIDANG/
UNIT KERJA

Meningkatnya
pemasaran
internasional hasil
pertanian

TARGET

INDIKATOR KINERJA

1. Jumlah bahan posisi


Delri sebagai bahan
perundingan dalam
negosiasi kerjasama
pemasaran forum
bilateral, regional dan
multilateral komoditi
petanian
2. Jumlah partisipasi
dalam perundingan
internasional bidang
pertanian untuk
memperjuangkan
pemasaran komoditi
petanian Indonesia
3. Jumlah hasil analisa
data ekspor dan
impor komoditi
petanian serta data
perdagangan lainnya
yang diperlukan
4. Jumlah Gapoktan
yang dibina dalam
rangka peningkatan
ekspor

2010

2011

2012

2013

2014

25

30

33

36

40

25

25

25

25

25

12

12

12

12

12

21

29

37

Lampiran
55

NO.

7.6

PROGRAM/
KEGIATAN PRIORITAS

Dukungan
manajemen dan
dukungan teknis
lainnya pada
Direktorat Jenderal
Pengolahan dan
Pemasaran Hasil
Pertanian

SASARAN PRIORITAS
NASIONAL/BIDANG/
UNIT KERJA

Terselenggaranya
pelayananan
administrasi dan
pelayanan teknis
lainnya secara
profesional dan
berintegritas di
lingkungan Direktorat
Jenderal Pengolahan
dan Pemasaran Hasil
Pertanian

TARGET

INDIKATOR KINERJA

1. Jumlah dokumen
perencanaan,
keuangan, umum
serta evaluasi dan
pelaporan program
peningkatan nilai
tambah, daya saing,
industri hilir,
pemasaran dan
ekspor hasil
pertanian
2. Jumlah usaha
pengolahan dan
pemasaran hasil
pertanian melalui
LM3

2010

2011

2012

2013

2014

200

75

75

75

Lampiran
56

Lampiran 2: Matriks Indikator Kinerja Utama (IKU)


Unit Kerja

Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian

Tugas

Melaksanakan Merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis


di bidang pengolahan dan pemasaran hasil pertanian

Fungsi

a. Perumusan kebijakan di bidang mutu dan standardisasi, pengolahan,

Penanggung Jawab

pengembangan usaha, dan pemasaran hasil pertanian;


b. Pelaksanaan kebijakan di bidang mutu dan standardisasi, pengolahan,
pengembangan usaha, dan pemasaran hasil pertanian;
c. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang mutu dan
standardisasi, pengolahan, pengembangan usaha, dan pemasaran hasil
pertanian;
d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang mutu dan standardisasi,
pengolahan, pengembangan usaha, dan pemasaran hasil pertanian; dan
e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran
Hasil Pertanian.
Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian

Sasaran Strategis

Meningkatnya usaha pengolahan dan pemasaran hasil pertanian berkelanjutan

Indikator Kinerja
Utama

Indikator Kinerja Utama

1. Peningkatan produk olahan hasil pertanian yang bermutu untuk ekspor dan pasar
domestik
2. Peningkatan net ekspor komoditas segar dan olahan
Lampiran
57

3. Peningkatan jumlah lembaga pemasaran petani dalam rangka penyerapan pasar


hasil pertanian di pasar domestik
4. Peningkatan jumlah usaha pengolahan dan pemasaran hasil pertanian komoditi
pertanian

Lampiran
58

Lampiran 3: Matrik Rencana Strategis (RS)


Visi

Menjadi institusi yang peduli dan memiliki komitmen tinggi untuk mewujudkan masyarakat pertanian
sejahtera, handal dan berdaya saing di bidang pengolahan dan pemasaran hasil pertanian melalui
penyelenggaraan birokrasi yang profesional dan berintegritas

Misi

1. Menumbuhkembangkan kelembagaan usaha pengolahan dan pemasaran petani yang


merupakan basis ekonomi perdesaan, yang nantinya di harapkan sebagai wadah peningkatan
peran dari petani produsen menjadi petani pemasok melalui penerapan manajemen, teknologi
dan permodalan secara profesional.
2. Mengembangkan sistem agroindustri terpadu di perdesaan melalui, keterpaduan sistem
produksi, penanganan pasca panen, pengolahan dan pemasaran hasil pertanian, sehingga
mampu memberikan peningkatan pendapatan petani, kesempatan kerja di perdesaan dan
peningkatan nilai tambah produk pertanian secara adil serta profesional.
3. Mengembangkan penerapan sistem jaminan mutu hasil pertanian secara efektif dan
operasional untuk meningkatkan daya saing produk segar dan olahan, baik di pasar domestik
maupun internasional.
4. Meningkatkan daya serap pasar domestik melalui kebijakan promosi dan proteksi produk
pertanian yang efektif dan efisien
5. Meningkatkan akses pasar luar negeri hasil pertanian melalui kebijakan promosi dan proteksi
produk pertanian yang efektif dan efisien.
6. Mengembangkan kapasitas institusi Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian yang
profesional dan berintegritas moral tinggi.

Lampiran
59

TUJUAN

CARA MENCAPAI TUJUAN DAN


SASARAN

SASARAN

URAIAN

URAIAN

INDIKATOR

KEBIJAKAN

PROGRAM

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

1) Peningkatan
produk olahan
hasil pertanian
yang bermutu
untuk ekspor
dan pasar
domestik
2) Peningkatan net
ekspor
komoditas segar
dan olahan
3) Peningkatan
jumlah lembaga
pemasaran
petani dalam
rangka
penyerapan
pasar hasil
pertanian di
pasar domestic
4) Peningkatan
jumlah usaha
pengolahan dan
pemasaran hasil
pertanian
komoditi
pertanian

1) Pengembangan
Pengolahan
Hasil Pertanian

Program
Peningkatan
Nilai Tambah,
Daya Saing,
Industri Hilir,
Pemasaran dan
Ekspor Hasil
Pertanian

5) Menumbuhkembangkan
unit usaha pengolahan
hasil pertanian yang
berkelanjutan
6) Menerapkan sistem
jaminan mutu dan
keamanan pangan
7) Menumbuhkembangkan
usaha dan investasi
pengolahan dan
pemasaran hasil
pertanian yang memacu
pertumbuhan ekonomi
perdesaan.
8) Meningkatkan daya serap
pasar domestik
9) Meningkatkan ekspor
hasil pertanian di pasar
internasional.

Meningkatnya
usaha
pengolahan dan
pemasaran hasil
pertanian
berkelanjutan

2) Pengembangan
Mutu dan
Standarisasi
3) Pengembangan
Pemasaran
Domestik
4) Pengembangan
Pemasaran
Internasional.

Lampiran
60

KETERANGAN

(6)

Lampiran 4: Rancangan Pengembangan Industri Hilir Pertanian


KOMODITAS

RENCANA AKSI DAN SASARAN

LOKASI

(1)

(2)

(3)

Pengembangan Sistem Informasi


Pasar
Pengembangan Pemasaran Beras
Berlabel

Beras organik: OKU Timur, Lampung


Tengah, Karawang, Subang, Jombang,
Tasikmalaya, Pinrang, Sidrap, Bone, Sragen,
Cianjur, Temanggung, Sidoarjo Beras
konsumsi dalam negeri: NAD, Sumut,
Sumbar, Sumsel, Lampung, Jabar, Jateng,
DIY, Jatim, NTB, Sulsel, Kalsel, Bali, Banten

Beras
(peningkatan rendemen dan
peningkatan mutu beras)

Tepung lokal (5% substitusi


impor)

Pemantauan penerapan
HPP/stabilisasi harga
Fasilitasi Sarana Pergudangan dan
Distribusi
Pengembangan Kelembagaan
Pemasaran
Pengembangan Jaringan dan
Manajemen Stok Beras
Revitalisasi Penggilingan Padi
Penerapan sistem jaminan mutu
Pengembangan agroindustri aneka
tepung berbahan baku lokal (aneka
umbi)
Pengembangan agroindustri aneka
tepung berbahan baku lokal (aneka
umbi)
Pengembangan sistem informasi
pasar

Indragiri Hilir, Seram Bagian Barat, Waropen,


Riau, Trenggalek, Gunungkidul, Lampung,
Garut, Pacitan, Malang, Tulungagung

Lampiran
61

KOMODITAS

RENCANA AKSI DAN SASARAN

LOKASI

(1)

(2)

(3)

Pengembangan pengolahan
jagung untuk pangan (grits
dan tepung) dan pakan

Pemantauan Pasar
Fasilitasi Sarana Pergudangan dan
Distribusi
Pengembangan Kelembagaan

Pemasaran
Penguatan Jaringan Pemasaran
Penerapan sistem jaminan mutu

Kedele

Pengembangan agroindustri jagung


Fasilitasi Sarana Pergudangan dan
Distribusi
Pengembangan Kelembagaan
Pemasaran

Pengembangan Jaringan Pemasaran


Pengembangan sistem jaminan mutu

Pengembangan sistem informasi


pasar
Pemantauan Pasar
penerapan sistem jaminan mutu
Peningkatan unit usaha pengolahan
kedele

Simalungun, Lampung Selatan, Kuningan,


Ciamis, Cirebon, Wonogiri, Gunung Kidul,
Lamongan, NTB, Kupang, Bolaang
Mongondow, Boalemo, Bone

Bireun, Deli Serdang, Pasaman Barat, Rokan


Hilir, Tanjung Jabung Timur, Empat Lawang,
Lampung Timur, Garut, Sukoharjo, Bantul,
Lamongan, Lombok Tengah, Bone

Fasilitasi Sarana Pergudangan dan


Distribusi
Pengembangan sistem jaminan mutu

Lampiran
62

KOMODITAS

RENCANA AKSI DAN SASARAN

LOKASI

(1)

(2)

(3)

Buah tropika
(Pertumbuhan ekspor 15%
tahun)

Biofarmaka
(peningkatan ekspor 20%/thn)

Pengembangan Kelembagaan
Pemasaran
Pengembangan Jaringan Pemasaran
Pengembangan sistem informasi

Cirebon, Indramayu, Probolinggo,


Purwakarta, Tasikmalaya, Sleman,
Magelang, Gowa, Maros, Karo, Sambas,
Ende

pasar
Pemantauan Pasar
Penerapan sistem jaminan mutu
Pengembangan unit pengolahan hasil
(nata, puree, sari buah, selai, jelli,
pati/ tepung, dodol, squash) skala
kecil dan menengah
Fasilitasi Sarana Pergudangan dan
Distribusi
Pengembangan Kelembagaan
Pemasaran
Pengembangan Jaringan
Pengembangan sistem informasi
pasar
Pemantauan Pasar
Penerapan sistem jaminan mutu
Pengembangan pengolahan hasil
biofarmaka
Pengembangan sistem jaminan mutu

Semarang, Wonogiri, Karanganyar,


Kebumen, Bantul, Madura

Lampiran
63

KOMODITAS

RENCANA AKSI DAN SASARAN

LOKASI

(1)

(2)

(3)

Sawit
(10% peningkatan ekspor
CPO dan produk olahannya)

Pengolahan biofarmaka kering,


granule, tepung, minuman, jus, nata,
jelli, dan bahan baku obat.

Pemantauan Pasar TBS


Pengembangan sistem informasi
pasar
Pengembangan agroindustri sawit
Pengembangan agroindustri sawit

Kakao
(20% kakao fermentasi, 10%
dlm bentuk olahan)

Perluasan pasar dalam negeri dan


ekspor
Pengembangan sistem informasi
pasar

Aceh, Sumut, Sumbar, Riau, Jambi, Sumsel,


Bengkulu, Lampung, Jabar, Banten, Kalbar,
Kalsel, Kalteng, Babel, Sulteng, Sulsel,
Sulbar, Jabar, Banten, Papua Barat

pengembangan pasar internasional


komoditi hasil olahan sawit
Negosiasi, diplomasi dan promosi
sawit
Penerapan sistem jaminan mutu

Pengembangan agroindustri kakao


Pengembangan sistem informasi
pasar

Pengembangan Jaringan Pemasaran


Negosiasi, diplomasi dan promosi
kakao

Sulsel, Sulbar, Sultra, Sulteng, Sumbar,


Gorontalo, Bali, NTT, Papua, Kalbar, Jatim

Lampiran
64

KOMODITAS

RENCANA AKSI DAN SASARAN

LOKASI

(1)

(2)

(3)

Karet
(70% penerapan SNI, 10%
peningkatan ekspor)

Penerapan sistem jaminan mutu

Pengembangan agroindustri karet


Pengembangan sistem informasi
pasar

Pengembangan Jaringan Pemasaran


Negosiasi, diplomasi dan promosi
produk karet
Penerapan sistem jaminan mutu

Kopi
(100% sertifikasi kopi
specialty dan organik, 15%
peningkatan ekspor)

Tebu
(mendukung swasembada
gula industry)

Muara Enim, Bengkulu Utara, Hulu Sungai


Tengah, Kutai Timur, Barito Utara

Pengembangan agroindustri kopi


Pengembangan sistem informasi
pasar
Pengembangan Jaringan Pemasaran
Negosiasi, diplomasi dan promosi
produk kopi
Penerapan sistem jaminan mutu

Aceh, Sulbar, Sulsel, Sumut, Lampung, Bali,


NTB, NTT, Papua, Bengkulu, Jabar, Jateng,
Jatim

Pengembangan sistem informasi


pasar
Penerapan sistem jaminan mutu
Pengembangan usaha pengolahan

Cirebon, Cilacap, Jombang, Kulonprogo,


Lampung Utara, Bone, Gorontalo

tebu
Pengembangan investasi industri
gula

Lampiran
65

KOMODITAS

RENCANA AKSI DAN SASARAN

LOKASI

(1)

(2)

(3)

Susu
(50% substitusi impor)

Pengembangan agroindustri susu


Fasilitasi Sarana Penyimpanan dan
Distribusi
Pengembangan Kelembagaan

Riau, Bengkulu, Jabar, DIY, Jateng, Jatim,


Sulsel

Pemasaran
Pengembangan Jaringan Pemasaran
Pengembangan Sistem Informasi
Pasar
Pemantauan Pasar
Pengembangan sistem jaminan mutu
Pengembangan Sistem Informasi
Pasar
Pemantauan Pasar
Fasilitasi Sarana Pergudangan dan
Distribusi
Pengembangan Kelembagaan
Pemasaran
Pengembangan Jaringan Pemasaran
Pengembangan sistem jaminan mutu
Fasilitasi investasi dan kemitraan
pengolahan susu

Lampiran
66

Lampiran 5. Indikator Utama, Strategi dan Rencana Aksi Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing dan Ekspor
Produk
Sasaran Utama PPHP
1

Tersertifikasinya
semua produk
pertanian organik,
kakao fermentasi dan
bahan olahan karet
pada 2014
(pemberlakuan
sertifikasi wajib)

Indikator Utama
PPHP
Peningkatan produk
olahan hasil
pertanian yang
bermutu untuk
ekspor dan pasar
domestik sebesar
5% pertahun

Strategi
Penerapan dan
pengawasan
sistem jaminan
mutu dan
keamanan
pangan

Rencana Aksi

- Pemetaan sentra
kawasan pertanian
organik, kakao, karet
- Optimalisasi agrobisnis
pertanian organik, kakao
dan karet
- Inventarisasi dan
penciptaan instrumen
yang diperlukan dalam
memberlakukan
sertifikasi wajib
- Pengawalan,
pembinaan, pendaftaran
agrobisnis pertanian
organik, kakao dan karet
untuk memperoleh
sertifikat
- Pengembangan
jaringan pemasaran
produk organik, kakao
dan karet
- Pengembangan sistim
pemasaran melalui
pasar lelang untuk karet
- Pengembangan
Pelayanan informasi
pasar

Lampiran
67

Dukungan K/L lain

Kementerian
Perindustrian
Sinergitas kegiatan
industri di perdesaan
dan pengembangan
cluster industry

Kementerian
Perdagangan
Penataan kerja sama
pemasaran
internasional dan
dalam negeri,
pengaturan pajak dan
prosedur ekspor dan
impor

Sasaran Utama PPHP


2

Meningkatnya produk
olahan yang
diperdagangkan dari
20% (2010) menjadi
50% (2014)

Pengembangan
tepung-tepungan untuk
mensubstitusi 20%
gandum/terigu impor
2014

Indikator Utama
PPHP
Peningkatan jumlah
lembaga pemasaran
petani dalam rangka
penyerapan pasar
hasil pertanian di
pasar domestik
sebesar 5%
pertahun

Peningkatan Jumlah
usaha pengolahan
dan pemasaran
hasil pertanian
tumbuh 6% setiap
tahunnya

Strategi

Rencana Aksi

Pengembangan dan pengelolaan


sarana
kelembagaan
pemasaran
produk hasil
pertanian

Pemetaan sentra
kawasan pertanian
sebagai calon agrobisnis
pengolahan
Optimalisasi agrobisnis
pengolahan hasil
pertanian
- Pengawalan dan
pembinaan jaringan
pemasaran berbasis
kelembagaan
pemasaran
- Pengembangan
Pelayanan informasi
pasar
- Optimalisasi Sarana dan
Kelembagaan Pasar
Domestik
- Inventarisasi dan
Penciptaan instrumen
yang dapat
mengakselerasi
pemasaran
Pengembangan - Pemetaan sentra
kewirausahaan
kawasan pertanian
pengolahan dan
sebagai calon
pemasaran hasil
agrobisnis tepungpertanian
tepungan, kakao dan

Lampiran
68

Dukungan K/L lain


Kerjasama promosi,
diplomasi, negosiasi,
market intelligence
BKPM
Penyediaan informasi
investasi komoditas
unggulan; pengembangan
komoditas unggulan
nasional; insentif investasi
primer & olahan produk
Pertanian

Pengembangan kebijakan
penyediaan bahan baku
obat tradisional
mengembangan IKOT
dan IOT

Sasaran Utama PPHP


4

Memenuhi semua
sarana pengolahan
kakao fermentasi
bermutu untuk industri
coklat dalam negeri

Indikator Utama
PPHP

Strategi

Rencana Aksi

komoditi unggulan
lainnya
Optimalisasi agrobisnis
tepung-tepungan, kakao
dan komoditi unggulan
lainnya
inventarisasi dan
penciptaan instrumen
yang dapat
mengakselerasi
pemasaran tepungtepungan, kakao dan
komoditi unggulan
lainnya
Pengawalan dan
pembinaan peningkatan
agrobisnis tepungtepungan, kakao, dan
komoditi unggulan
lainnya
Promosi agrobisnis
tepung-tepungan, kakao
dan komoditi unggulan
lainnya
Pengembangan
Pelayanan informasi
pasar tepung-tepungan,
kakao, dan komoditi
unggulan lainnya
Pengembangan akses
pemasaran ,

Lampiran
69

Dukungan K/L lain

Badan POM

Pembinaan Food safety


komoditas terolah dan
advokasi legalitas usaha
PIRT dan MD

BPPT

Pengembangan teknologi
terapan pengolahan hasil
Kementerian Keuangan

Sasaran Utama PPHP

Indikator Utama
PPHP

Strategi

Rencana Aksi

Meningkatnya surplus
neraca perdagangan
US$ 24,3 milyar (2010)
menjadi US$ 54,5
milyar (2014)

Peningkatan net
ekspor komoditas
segar dan olahan
sebesar 15%
pertahun

Pemenuhan
permintaan
pasar dalam
negeri dan
penguatan
ekspor
komoditas
strategis

pemantauan pasar
aneka tepung, kakao
dan komoditi unggulan
lainnya
intensifikasi promosi,
diplomasi, negosiasi,
market intelligence, misi
dagang, kerjasama
kedutaan/ATPC,
advokasi negative
campagne, kemitraan
pola cluster dan
kerjasama pemasaran;
penataan rantai
pasokan, efisiensi
transportasi, sistem
tunda jual.
Pengembangan
jaringan pemasaran
komoditi strategis
Pengembangan
pelayanan dan
pemantauan pasar
pasar domestik dan
internasional
Sosialisasi dan
diseminasi hasil

Lampiran
70

Dukungan K/L lain

Kebijakan Fiskal dan


moneter

Kementerian BUMN

Sasaran Utama PPHP

Indikator Utama
PPHP

Strategi

Rencana Aksi

diplomasi dan negosiasi


di forum perdagangan
internasional;
international market
intelligence; peluang
dan informasi pasar
produk pertanian
internasional; prosedur
ekspor produk
pertanian, dll
Pengembangan pasar &
informasi pasar;
intensifikasi promosi;
diplomasi dan
negosiasi di forum
perdagangan
Peningkatan citra dan
advokasi produk
pertanian Indonesia
baik di dalam negeri
maupun di forum
internasional
Pengembangan
kemitraan pola cluster
dan kerjasama
pemasaran untuk pasar
dalam negeri maupun
pasar internasional

Lampiran
71

Dukungan K/L lain


Pengembangan investasi
agroindustri, revitalisasi
pabrik

Perguruan Tinggi

Pengembangan teknologi
terapan pengolahan hasil
dan pendampingan usaha
olahan
Kemendiknas

Program makanan
tambahan untuk anak
sekolah (PMTAS)
Kementerian Koperasi
dan UKM
advokasi legalitas
gapoktan menjadi
koperasi pertanian
(KOPTAN)

Sasaran Utama PPHP

Indikator Utama
PPHP

Strategi

Rencana Aksi

Dukungan K/L lain


Kementerian Energi dan
Sumberdaya Mineral
Kebijakan pengembangan
penyediaan bahan baku
energi alternatif berbasis
komoditas dan limbah
pertanian

Kementerian Luar Negeri


Kedutaan Besar, Konjen
dan ITPC
Penyediaan data dan
informasi pasar (market
intelligence) dalam rangka
penyusunan strategi
diplomasi, negosiasi,
promosi, advokasi dan
peningkatan citra produk
pertanian, dll
Kementerian Koordinator
Perekonomian
Koordinasi kebijakan
pengolahan dan
pemasaran hasil
pertanian
Kementerian
Perhubungan

Lampiran
72

Sasaran Utama PPHP

Indikator Utama
PPHP

Strategi

Rencana Aksi

Dukungan K/L lain


Penataan regulasi
kebijakan distribusi dan
transportasi untuk
menunjang kelancaran
pemasaran produk
pertanian baik pasar
dalam negeri maupun
pasar ekspor
Pemerintah Provinsi dan
Kabupaten/Kota
Koordinasi, pengawalan,
pembinaan pemasaran

Lampiran
73

Lampiran
74

Lampiran 6. Tugas Pokok Fungsi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran


Hasil Pertanian
Sesuai
dengan
Peraturan
Menteri
Pertanian
Nomor:
61/Permentan/OT.140/10/2010 tanggal 14 Oktober 2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Pertanian, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Pertanian mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan
standardisasi teknis di bidang pengolahan dan pemasaran hasil pertanian. Dalam
melaksanakan tugas tersebut Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Pertanian menyelenggarakan fungsi:
1) Perumusan kebijakan di bidang mutu dan standardisasi, pengolahan,
pengembangan usaha, dan pemasaran hasil pertanian;
2) Pelaksanaan kebijakan di bidang mutu dan standardisasi, pengolahan,
pengembangan usaha, dan pemasaran hasil pertanian;
3) Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria
di bidang mutu dan
standardisasi, pengolahan,
pengembangan usaha, dan pemasaran hasil
pertanian;
4) Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang mutu dan standardisasi,
pengolahan, pengembangan usaha, dan pemasaran hasil pertanian; dan
5) Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Pertanian.

Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian

terdiri dari 5

(lima) Direktorat, yaitu: Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian, Direktorat Mutu,


Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi dan Standardisasi,
Direktorat
Pemasaran Domestik , Direktorat Pemasaran Internasional dan Sekretariat Direktorat
Jenderal.

Lampiran
52

BAB X
DIREKTORAT JENDERAL PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERTANIAN

Bagian Kesatu
Kedudukan, Tugas Dan Fungsi

(1)

Pasal 790
Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian adalah unsur
pelaksana pada Kementerian Pertanian.

(2)

Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian dipimpin oleh


Direktur Jenderal yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Menteri.
Pasal 791
Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian mempunyai tugas
merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang
pengolahan dan pemasaran hasil pertanian.
Pasal 792
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 791, Direktorat
Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan di bidang mutu dan standardisasi, pengolahan,
pengembangan usaha, dan pemasaran hasil pertanian;
b. pelaksanaan kebijakan di bidang mutu dan standardisasi, pengolahan,
pengembangan usaha, dan pemasaran hasil pertanian;
c. penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria
di bidang mutu dan
standardisasi, pengolahan,
pengembangan usaha, dan pemasaran hasil
pertanian;
d. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang mutu dan standardisasi,
pengolahan, pengembangan usaha, dan pemasaran hasil pertanian; dan
e. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Pertanian.
Bagian Kedua
Lampiran
53

Susunan Organisasi
Pasal 7923
Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian terdiri atas:
a. Sekretariat Direktorat Jenderal;
b. Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian;
c. Direktorat Mutu dan Standardisasi;
d. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi;
e.
f.

Direktorat Pemasaran Domestik; dan


Direktorat Pemasaran Internasional.
Bagian Ketiga
Sekretariat Direktorat Jenderal
Pasal 794

Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas memberikan pelayanan teknis dan


administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan Direktorat Jenderal
Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian.
Pasal 795
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 794, Sekretariat
Direktorat Jenderal menyelenggarakan fungsi:
a. koordinasi, dan penyusunan rencana dan program, anggaran, dan kerja sama di
bidang pengolahan dan pemasaran hasil pertanian;
b. pengelolaan urusan keuangan dan perlengkapan;
c. evaluasi dan penyempurnaan organisasi dan tata laksana, serta pengelolaan
urusan kepegawaian, dan penyusunan rancangan peraturan perundangundangan, serta pelaksanaan hubungan masyarakat;
d. evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kegiatan di bidang pengolahan dan
pemasaran hasil pertanian; dan
e. pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran
Hasil Pertanian.

Lampiran
54

Pasal 796
Sekretariat Direktorat Jenderal terdiri atas:
a.
Bagian Perencanaan;
b.
Bagian Keuangan dan Perlengkapan;
c.
Bagian Umum;
d.
Bagian Evaluasi dan Pelaporan; dan
e.
Kelompok Jabatan Fungsional.

Pasal 797
Bagian Perencanaan mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana dan
program, anggaran, dan kerja sama di bidang pengolahan dan pemasaran hasil
pertanian.

Pasal 798
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 797, Bagian
Perencanaan menyelenggarakan fungsi:
a.
b.
c.

penyiapan penyusunan rencana dan program;


penyiapan penyusunan anggaran; dan
penyiapan penyusunan kerja sama.

Pasal 799
Bagian Perencanaan terdiri atas:
a.
b.
c.

Subbagian Program;
Subbagian Anggaran; dan
Subbagian Kerja Sama.
Pasal 800

(1)

Subbagian Program mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan rencana


dan program.

(2)

Subbagian Anggaran mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan


anggaran.

Lampiran
55

(3)

Subbagian Kerja Sama


penyusunan kerjasama.

mempunyai

tugas

melakukan

penyiapan

bahan

Pasal 801
Bagian Keuangan dan Perlengkapan mempunyai tugas melaksanakan urusan
keuangan dan perlengkapan.
Pasal 802
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 801, Bagian
Keuangan dan Perlengkapan menyelenggarakan fungsi:
a.
pelaksanaan urusan perbendaharaan, penerimaan negara bukan pajak (PNBP),
dan penyiapan pengujian dan penerbitan surat perintah membayar (SPM);
b.
pelaksanaan urusan akuntansi dan verifikasi anggaran; dan
c.
pelaksanaan urusan perlengkapan.
Pasal 803
Bagian Keuangan dan Perlengkapan terdiri atas:
a.
Subbagian Perbendaharaan;
b.
Subbagian Akuntansi dan Verifikasi; dan
c.
Subbagian Perlengkapan.

(1)

(2)
(3)

Pasal 804
Subbagian
Perbendaharaan
mempunyai
tugas
melakukan
urusan
perbendaharaan, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dan penyiapan bahan
pengujian dan penerbitan surat perintah membayar (SPM).
Subbagian Akuntansi dan Verifikasi mempunyai tugas melakukan urusan
akuntansi dan verifikasi anggaran.
Subbagian Perlengkapan mempunyai tugas melakukan urusan perlengkapan.

Pasal 805
Bagian Umum mempunyai tugas melaksanakan evaluasi dan penyempurnaan
organisasi dan tata laksana, urusan kepegawaian, penyusunan rancangan peraturan
perundang-undangan dan pelaksanaan hubungan masyarakat, serta urusan tata usaha
dan rumah tangga.
Pasal 806
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 805, Bagian Umum
menyelenggarakan fungsi:
Lampiran
56

a.
b.
c.

penyiapan evaluasi dan penyempurnaan organisasi dan tata laksana, serta


pelaksanaan urusan kepegawaian;
penyiapan penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan, pelaksanaan
hubungan masyarakat, serta urusan perpustakaan; dan
pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
Pasal 807

Bagian Umum terdiri atas:


a.
b.
c.

(1)

(2)

(3)

Subbagian Organisasi dan Kepegawaian;


Subbagian Hukum dan Hubungan Masyarakat; dan
Subbagian Tata Usaha dan Rumah Tangga.

Pasal 808
Subbagian Organisasi dan Kepegawaian mempunyai tugas melakukan penyiapan
bahan evaluasi dan penyempurnaan organisasi dan tata laksana, serta
pelaksanaan urusan kepegawaian.
Subbagian Hukum dan Hubungan Masyarakat mempunyai tugas melakukan
penyiapan bahan penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan,
pelaksanaan hubungan masyarakat, serta urusan perpustakaan.
Subbagian Tata Usaha dan Rumah Tangga mempunyai tugas melakukan urusan
tata usaha dan rumah tangga.

Pasal 809
Bagian Evaluasi dan Pelaporan mempunyai tugas melaksanakan evaluasi dan
pelaporan pelaksanaan kegiatan di bidang pengolahan dan pemasaran hasil pertanian.
Pasal 810
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 809, Bagian Evaluasi
dan Pelaporan menyelenggarakan fungsi:
a. pengumpulan, pengolahan dan penyajian data dan informasi;
b. penyiapan analisis, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan program; dan
c. penyiapan laporan pelaksanaan kegiatan dan tindaklanjut hasil pengawasan di
bidang pengolahan dan pemasaran hasil pertanian.

Lampiran
57

Pasal 811
Bagian Evaluasi dan Pelaporan terdiri atas:
a. Subbagian Data dan Informasi;
b. Subbagian Evaluasi; dan
c. Subbagian Pelaporan dan Tindak Lanjut Hasil Pengawasan.

(1)
(2)

(3)

Pasal 812
Subbagian Data dan Informasi mempunyai tugas melakukan pengumpulan,
pengolahan dan penyajian data dan informasi.
Subbagian Evaluasi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyiapan
analisis, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan program.
Subbagian Pelaporan dan Tindak Lanjut Hasil Pengawasan mempunyai tugas
melakukan penyiapan bahan laporan pelaksanaan kegiatan dan tindaklanjut hasil
pengawasan di bidang pengolahan dan pemasaran hasil pertanian.

Pasal 813
Kelompok Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 796 huruf e
mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jenjang jabatan fungsional
masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(1)

(2)
(3)
(4)

Pasal 814
Kelompok Jabatan Fungsional terdiri atas beberapa jabatan fungsional yang
mendukung pelaksanaan tugas kesekretariatan yang terbagi dalam berbagai
kelompok sesuai dengan bidang keahliannya.
Masing-masing kelompok jabatan fungsional dikoordinasikan oleh seorang tenaga
fungsional senior yang ditunjuk oleh Sekretaris Direktorat Jenderal.
Jumlah tenaga fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan
berdasarkan kebutuhan dan beban kerja.
Jenis dan jenjang jabatan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Lampiran
58

Bagian Keempat
Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian
Pasal 815
Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan
kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengolahan hasil
pertanian.
Pasal 816
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 815, Direktorat
Pengolahan Hasil Pertanian menyelenggarakan fungsi:
a. penyiapan perumusan kebijakan di bidang pengolahan dan analisis mengenai
dampak lingkungan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan;
b. pelaksanaan kebijakan di bidang pengolahan dan analisis mengenai dampak
lingkungan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan;
c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengolahan dan
analisis mengenai dampak lingkungan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,
dan peternakan;
d. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengolahan dan analisis
mengenai dampak lingkungan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan
peternakan; dan
e. pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian.
Pasal 817
Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian terdiri atas:
a. Subdirektorat Pengolahan Tanaman Pangan;
b. Subdirektorat Pengolahan Hortikultura;
c. Subdirektorat Pengolahan Perkebunan;
d. Subdirektorat Pengolahan Peternakan;
e. Subbagian Tata Usaha; dan
f.
Kelompok Jabatan Fungsional.
Pasal 818
Subdirektorat Pengolahan Tanaman Pangan mempunyai tugas melaksanakan
penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar,
Lampiran
59

prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang
pengolahan hasil dan analisis mengenai dampak lingkungan tanaman pangan.

Pasal 819
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 818, Subdirektorat
Pengolahan Tanaman Pangan menyelenggarakan fungsi:
a. penyiapan penyusunan kebijakan di bidang pengolahan hasil dan analisis
mengenai dampak lingkungan tanaman serealia, aneka kacang dan aneka umbi;
b. penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang pengolahan hasil dan analisis
mengenai dampak lingkungan tanaman serealia, aneka kacang dan aneka umbi;
c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
pengolahan hasil dan analisis mengenai dampak lingkungan tanaman serealia,
aneka kacang dan aneka umbi; dan
d. penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengolahan hasil
dan analisis mengenai dampak lingkungan tanaman serealia, aneka kacang dan
aneka umbi.
Pasal 820
Subdirektorat Pengolahan Tanaman Pangan terdiri atas:
a. Seksi Serealia; dan
b. Seksi Aneka Kacang dan Umbi.

(1)

(2)

Pasal 821
Seksi Serealia mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan dan
pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta
pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengolahan hasil dan analisis
mengenai dampak lingkungan tanaman serealia.
Seksi Aneka Kacang dan Umbi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur,
dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengolahan
hasil dan analisis mengenai dampak lingkungan tanaman aneka kacang dan
aneka umbi.
Pasal 822

Lampiran
60

Subdirektorat Pengolahan Hortikultura mempunyai tugas melaksanakan penyiapan


penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan
kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengolahan hasil dan
analisis mengenai dampak lingkungan tanaman hortikultura.

Pasal 823
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 822, Subdirektorat
Pengolahan Hortikultura menyelenggarakan fungsi:
a.
penyiapan penyusunan kebijakan di bidang pengolahan hasil dan analisis
mengenai dampak lingkungan tanaman buah, sayuran, florikultura dan obat;
b.
penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang pengolahan hasil dan analisis
mengenai dampak lingkungan tanaman buah, sayuran, florikultura dan obat;
c.
penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
pengolahan hasil dan analisis mengenai dampak lingkungan tanaman buah,
sayuran, florikultura dan obat; dan
d.
penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengolahan hasil
dan analisis mengenai dampak lingkungan tanaman buah, sayuran, florikultura
dan obat.

Pasal 824
Subdirektorat Pengolahan Hortikultura terdiri atas:
a. Seksi Tanaman Buah dan Sayuran; dan
b. Seksi Tanaman Florikultura dan Tanaman Obat.

(1)

(2)

Pasal 825
Seksi Tanaman Buah dan Sayuran mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur,
dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengolahan
hasil dan analisis mengenai dampak lingkungan tanaman buah dan sayuran.
Seksi Tanaman Florikultura dan Tanaman Obat mempunyai tugas melakukan
penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,
standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di
bidang pengolahan hasil dan analisis mengenai dampak lingkungan tanaman
florikultura dan tanaman obat.

Lampiran
61

Pasal 826
Subdirektorat Pengolahan Perkebunan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan
kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengolahan hasil dan
analisis mengenai dampak lingkungan tanaman perkebunan.

Pasal 827
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 826, Subdirektorat
Pengolahan Perkebunan menyelenggarakan fungsi:
a. penyiapan penyusunan kebijakan di bidang pengolahan hasil dan analisis
mengenai dampak lingkungan tanaman semusim dan tahunan;
b. penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang pengolahan hasil dan analisis
mengenai dampak lingkungan tanaman semusim dan tahunan;
c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
pengolahan hasil dan analisis mengenai dampak lingkungan tanaman semusim
d.

dan tahunan; dan


penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengolahan hasil
dan analisis mengenai dampak lingkungan tanaman semusim dan tahunan.
Pasal 828

Subdirektorat Pengolahan Perkebunan terdiri atas:


a. Seksi Tanaman Semusim; dan
b. Seksi Tanaman Tahunan.

(1)

(2)

Pasal 829
Seksi Tanaman Semusim mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur,
dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengolahan
hasil dan analisis mengenai dampak lingkungan tanaman semusim.
Seksi Tanaman Tahunan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur,
dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengolahan
hasil dan analisis mengenai dampak lingkungan tanaman tahunan.

Lampiran
62

Pasal 830
Subdirektorat Pengolahan Peternakan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan
kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengolahan hasil dan
analisis mengenai dampak lingkungan peternakan.

Pasal 831
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 830, Subdirektorat
Pengolahan Peternakan menyelenggarakan fungsi:
a.

penyiapan bahan penyusunan kebijakan di bidang pengolahan hasil dan analisis


mengenai dampak lingkungan ternak ruminansia dan non ruminansia;

b.

penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang pengolahan hasil dan analisis


mengenai dampak lingkungan ternak ruminansia dan non ruminansia;

c.

penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang


pengolahan hasil dan analisis mengenai dampak lingkungan ternak ruminansia
dan non ruminansia; dan

d.

penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengolahan hasil


dan analisis mengenai dampak lingkungan ternak ruminansia dan non ruminansia.
Pasal 832

Subdirektorat Pengolahan Peternakan terdiri atas:


a. Seksi Ternak Ruminansia; dan
b. Seksi Ternak Nonruminansia.

(1)

(2)

Pasal 833
Seksi Ternak Ruminansia mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur,
dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengolahan
hasil dan analisis mengenai dampak lingkungan ternak ruminansia.
Seksi Ternak Nonruminansia mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur,
dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengolahan
hasil dan analisis mengenai dampak lingkungan ternak nonruminansia.

Lampiran
63

Pasal 834
Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan kepegawaian, keuangan,
perlengkapan, rumah tangga dan surat menyurat, serta kearsipan Direktorat
Pengolahan Hasil Pertanian.
Pasal 835
Kelompok Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 817 huruf f
mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jenjang jabatan fungsional
masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 836
(1)

Kelompok Jabatan Fungsional terdiri atas jabatan fungsional Pengawas Mutu


Hasil Pertanian, yang dikoordinasikan oleh seorang tenaga fungsional senior yang
ditunjuk oleh Direktur.

(2)

Jumlah tenaga fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan


berdasarkan kebutuhan dan beban kerja.
Jenjang jabatan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3)

Bagian Kelima
Direktorat Mutu dan Standardisasi
Pasal 837
Direktorat Mutu dan Standardisasi mempunyai tugas melaksanakan penyiapan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan
kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang mutu dan
standardisasi.
Pasal 838
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 837, Direktorat Mutu
dan Standardisasi menyelenggarakan fungsi:

Lampiran
64

a.

b.
c.

d.

e.

penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, penerapan dan


pengawasan jaminan mutu, akreditasi dan kelembagaan, serta kerja sama dan
harmonisasi;
pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi, penerapan dan pengawasan
jaminan mutu, akreditasi dan kelembagaan, serta kerja sama dan harmonisasi;
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang standardisasi,
penerapan dan pengawasan jaminan mutu, akreditasi dan kelembagaan, serta
kerja sama dan harmonisasi;
pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang standardisasi, penerapan dan
pengawasan jaminan mutu, akreditasi dan kelembagaan, serta kerja sama dan
harmonisasi; dan
pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Mutu dan Standardisasi.

Pasal 839
Direktorat Mutu dan Standardisasi terdiri atas:
a. Subdirektorat Standardisasi;
b. Subdirektorat Penerapan dan PengawasanJaminan Mutu;
c. Subdirektorat Akreditasi dan Kelembagaan;
d. Subdirektorat Kerja Sama dan Harmonisasi;
e. Subbagian Tata Usaha; dan
f.
Kelompok Jabatan Fungsional.

Pasal 840
Subdirektorat Standardisasi mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan
dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta
pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang standardisasi.

Pasal 841
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 840, Subdirektorat
Standardisasi menyelenggarakan fungsi:
a.
b.

penyiapan bahan penyusunan kebijakan di bidang standardisasi tanaman pangan,


hortikultura, perkebunan, dan peternakan;
penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan, dan peternakan;

Lampiran
65

c.
d.

penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang


standardisasi tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan; dan
penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang standardisasi
tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan.

Pasal 842
Subdirektorat Standardisasi terdiri atas:
a. Seksi Tanaman Pangan dan Hortikultura; dan
b.

(1)

(2)

Seksi Perkebunan dan Peternakan.

Pasal 843
Seksi Tanaman Pangan dan Hortikultura mempunyai tugas melakukan penyiapan
bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar,
prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang
standardisasi tanaman pangan dan hortikultura.
Seksi Perkebunan dan Peternakan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur,
dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang
standardisasi perkebunan dan peternakan.

Pasal 844
Subdirektorat Penerapan dan Pengawasan Jaminan Mutu mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,
standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di
bidang penerapan dan pengawasan jaminan mutu.

Pasal 845
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 844, Subdirektorat
Penerapan dan Pengawasan Jaminan Mutu menyelenggarakan fungsi:
a.

penyiapan penyusunan kebijakan di bidang penerapan dan pengawasan jaminan


mutu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan;

Lampiran
66

b.
c.

d.

penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang penerapan dan pengawasan jaminan


mutu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan;
penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
penerapan dan pengawasan jaminan mutu tanaman pangan, hortikultura,
perkebunan, dan peternakan; dan
penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang penerapan dan
pengawasan jaminan mutu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan
peternakan.

Pasal 846
Subdirektorat Penerapan dan Pengawasan Jaminan Mutu terdiri atas:
a. Seksi Tanaman Pangan dan Hortikultura; dan
b. Seksi Perkebunan dan Peternakan.

(1)

(2)

Pasal 847
Seksi Tanaman Pangan dan Hortikultura mempunyai tugas melakukan penyiapan
bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar,
prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang
penerapan dan pengawasan jaminan mutu tanaman pangan dan hortikultura.
Seksi Perkebunan dan Peternakan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur,
dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang penerapan
dan pengawasan jaminan mutu perkebunan dan peternakan.

Pasal 848
Subdirektorat Akreditasi dan Kelembagaan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan
kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang akreditasi dan
kelembagaan.

Pasal 849
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 848, Subdirektorat
Akreditasi dan Kelembagaan menyelenggarakan fungsi:
Lampiran
67

a.
b.
c.

d.

penyiapan bahan penyusunan kebijakan di bidang akreditasi dan kelembagaan


tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan;
penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang akreditasi dan kelembagaan tanaman
pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan;
penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang akreditasi
dan kelembagaan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan;
dan
penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang akreditasi dan
kelembagaan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan.

Pasal 850
Subdirektorat Akreditasi dan Kelembagaan terdiri atas:
a. Seksi Tanaman Pangan dan Hortikultura; dan
b. Seksi Perkebunan dan Peternakan.
Pasal 851
(1)

(2)

Seksi Tanaman Pangan dan Hortikultura mempunyai tugas melakukan penyiapan


bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar,
prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang
akreditasi dan kelembagaan tanaman pangan dan hortikultura.
Seksi Perkebunan dan Peternakan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur,
dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang akreditasi
dan kelembagaan perkebunan dan peternakan.
Pasal 852

Subdirektorat Kerja Sama dan Harmonisasi mempunyai tugas melaksanakan


penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar,
prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang
kerjasama dan harmonisasi.

Pasal 853

Lampiran
68

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 852, Subdirektorat


Kerjasama dan Harmonisasi menyelenggarakan fungsi:
a.
b.
c.
d.

penyiapan bahan penyusunan kebijakan di bidang kerjasama dan harmonisasi


tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan;
penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang kerjasama dan harmonisasi tanaman
pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan;
penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang kerjasama
dan harmonisasi tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan; dan
penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang kerjasama dan
harmonisasi tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan.

Pasal 854
Subdirektorat Kerjasama dan Harmonisasi terdiri atas:
a. Seksi Tanaman Pangan dan Hortikultura; dan
b. Seksi Perkebunan dan Perternakan.

(1)

(2)

Pasal 855
Seksi Tanaman Pangan dan Hortikultura mempunyai tugas melakukan penyiapan
bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar,
prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang
kerja sama dan harmonisasi tanaman pangan dan hortikultura.
Seksi Perkebunan dan Perternakan mempunyai tugas melakukan penyiapan
bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar,
prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang
kerja sama dan harmonisasi perkebunan dan perternakan.

Pasal 856
Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan kepegawaian, keuangan,
perlengkapan, rumah tangga dan surat menyurat, serta kearsipan Direktorat Mutu dan
Standardisasi.
Pasal 857

Lampiran
69

Kelompok Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 839 huruf f


mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jenjang ,jabatan fungsional
masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 858
(1)

Kelompok Jabatan Fungsional terdiri atas jabatan fungsional Pengawas Mutu Hasil
Pertanian yang dikoordinasikan oleh seorang tenaga fungsional senior yang
ditunjuk oleh Direktur.

(2)

Jumlah tenaga fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan


berdasarkan kebutuhan dan beban kerja.
Jenjang jabatan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3)

Bagian Keenam
Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi
Pasal 859
Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi mempunyai tugas melaksanakan
penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar,
prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang
pengembangan usaha dan investasi.
Pasal 860
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 859, Direktorat
Pengembangan Usaha dan Investasi menyelenggarakan fungsi:
a. penyiapan perumusan kebijakan di bidang kemitraan dan kewirausahaan,
investasi, promosi dalam dan luar negeri;
b. pelaksanaan kebijakan di bidang kemitraan dan kewirausahaan, investasi, promosi
dalam dan luar negeri;
c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang kemitraan dan
kewirausahaan, investasi, promosi dalam dan luar negeri;

Lampiran
70

d.
e.

pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang kemitraan dan kewirausahaan,


investasi, promosi dalam dan luar negeri; dan
pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi.

Pasal 861
Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi terdiri atas:
a. Subdirektorat Kemitraan dan Kewirausahaan;
b. Subdirektorat Investasi;
c.
d.
e.

Subdirektorat Promosi Dalam Negeri;


Subdirektorat Promosi Luar Negeri; dan
Subbagian Tata Usaha.

Pasal 862
Subdirektorat Kemitraan dan Kewirausahaan mempunyai tugas melaksanakan
penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar,
prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang
kemitraan dan kewirausahaan.

Pasal 863
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 862, Subdirektorat
Kemitraan dan Kewirausahaan menyelenggarakan fungsi:
a. penyiapan penyusunan kebijakan di bidang kemitraan, kewirausahaan dan
ekonomi kreatif;
b. penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang kemitraan, kewirausahaan dan
c.
d.

ekonomi kreatif;
penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang kemitraan,
kewirausahaan dan ekonomi kreatif; dan
penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang kemitraan,
kewirausahaan dan ekonomi kreatif.

Pasal 864
Subdirektorat Kemitraan dan Kewirausahaan terdiri atas:
a. Seksi Kemitraan; dan
b. Seksi Kewirausahaan dan Ekonomi Kreatif.
Lampiran
71

(1)

(2)

Pasal 865
Seksi Kemitraan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan dan
pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta
pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang kemitraan.
Seksi Kewirausahaan dan Ekonomi Kreatif mempunyai tugas melakukan
penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,
standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di
bidang kewirausahaan dan ekonomi kreatif.

Pasal 866
Subdirektorat Investasi mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan dan
pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta
pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang investasi pertanian.

Pasal 867
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 866, Subdirektorat
Investasi menyelenggarakan fungsi:
a. penyiapan penyusunan kebijakan di bidang investasi tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan, dan peternakan;
b. penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang investasi tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan, dan peternakan;
c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang investasi
tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan; dan
d.

penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang investasi tanaman


pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan.
Pasal 868

Subdirektorat Investasi terdiri atas:


a.
b.

Seksi Tanaman Pangan dan Hortikultura; dan


Seksi Perkebunan dan Peternakan.

Pasal 869

Lampiran
72

(1)

(2)

Seksi Tanaman Pangan dan Hortikultura mempunyai tugas melakukan penyiapan


bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar,
prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang
investasi tanaman pangan dan hortikultura.
Seksi Perkebunan dan Peternakan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur,
dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang investasi
perkebunan dan peternakan.

Pasal 870
Subdirektorat Promosi Dalam Negeri mempunyai tugas melaksanakan penyiapan
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan
kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang promosi dalam negeri.

Pasal 871
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 870, Subdirektorat
Promosi Dalam Negeri menyelenggarakan fungsi:
a. penyiapan bahan penyusunan kebijakan di bidang daya saing, eksibisi, dan expo
hasil pertanian;
b. penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang daya saing, eksibisi, dan expo hasil
pertanian;
c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang daya
saing, eksibisi, dan expo hasil pertanian; dan
d. penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang daya saing,
eksibisi, dan expo hasil pertanian.
Pasal 872
Subdirektorat Promosi Dalam Negeri terdiri atas:
a.
b.

Seksi Daya Saing; dan


Seksi Eksibisi dan Expo.

(1)

Pasal 873
Seksi Daya Saing mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan
dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria,

Lampiran
73

(2)

serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang daya saing hasil
pertanian.
Seksi Eksebisi dan Expo mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur,
dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang eksibisi dan
expo hasil pertanian.
Pasal 874

Subdirektorat Promosi Luar Negeri mempunyai tugas melaksanakan penyiapan


penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan
kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang promosi luar negeri.
Pasal 875
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 874, Subdirektorat
Promosi Luar Negeri menyelenggarakan fungsi:
a. penyiapan penyusunan kebijakan di bidang daya saing, eksibisi, dan expo hasil
pertanian;
b.
c.
d.

penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang daya saing, eksibisi, dan expo hasil
pertanian;
penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang daya
saing, eksibisi, dan expo hasil pertanian; dan
penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang daya saing,
eksibisi, dan expo hasil pertanian.
Pasal 876

Subdirektorat Promosi Luar Negeri terdiri atas:


a.
b.

(1)

(2)

Seksi Daya Saing; dan


Seksi Eksibisi dan Expo.
Pasal 877
Seksi Daya Saing mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan
dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria,
serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang daya saing hasil
pertanian.
Seksi Eksebisi dan Expo mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur,

Lampiran
74

dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang eksibisi dan
expo hasil pertanian.
Pasal 878
Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan kepegawaian, keuangan,
perlengkapan, rumah tangga dan surat menyurat serta kearsipan Direktorat
Pengembangan Usaha dan Investasi.
Bagian Ketujuh
Direktorat Pemasaran Domestik
Pasal 879
Direktorat Pemasaran Domestik mempunyai tugas melaksanakan penyiapan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan
kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pemasaran domestik.
Pasal 880
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 879, Direktorat
Pemasaran Domestik menyelenggarakan fungsi :
a. penyiapan perumusan kebijakan di bidang informasi, pemantauan dan stabilisasi
harga, sarana dan kelembagaan pasar, serta jaringan pemasaran;
b. pelaksanaan kebijakan di bidang informasi, pemantauan dan stabilisasi harga,
sarana dan kelembagaan pasar, serta jaringan pemasaran;
c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang informasi,
pemantauan dan stabilisasi harga, sarana dan kelembagaan pasar, serta jaringan
pemasaran;
d. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang informasi, pemantauan dan
stabilisasi harga, sarana dan kelembagaan pasar, serta jaringan pemasaran; dan
e. pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Pemasaran Domestik.

Pasal 881
Direktorat Pemasaran Domestik terdiri atas:
a. Subdirektorat Informasi Pasar;
b. Subdirektorat Pemantauan Pasar dan Stabilisasi Harga;
c. Subdirektorat Sarana dan Kelembagaan Pasar;
d. Subdirektorat Jaringan Pemasaran;
Lampiran
75

e.
f.

Subbagian Tata Usaha; dan


Kelompok Jabatan Fungsional.

Pasal 882
Subdirektorat Informasi Pasar mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan
dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta
pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang informasi pasar.

Pasal 883
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 882, Subdirektorat
Informasi Pasar menyelenggarakan fungsi:
a.

penyiapan penyusunan kebijakan di bidang analisis dan diseminasi informasi


pasar;
b. penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan diseminasi informasi
pasar;
c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang analisis
dan diseminasi informasi pasar; dan
d. penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang analisis dan
diseminasi informasi pasar.
Pasal 884
Subdirektorat Informasi Pasar terdiri atas:
a. Seksi Analisis Pasar; dan
b. Seksi Diseminasi Informasi Pasar.

(1)

(2)

Pasal 885
Seksi Analisis Pasar mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan
dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria,
serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang analisis informasi pasar.

Seksi Diseminasi Informasi Pasar mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan


penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur,
dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang diseminasi
informasi pasar.

Lampiran
76

Pasal 886
Subdirektorat Pemantauan Pasar dan Stabilisasi Harga mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,
standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di
bidang pemantauan pasar dan stabilisasi harga.

Pasal 887
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 886, Subdirektorat
Pemantauan Pasar dan Stabilisasi Harga menyelenggarakan fungsi:
a. penyiapan penyusunan kebijakan di bidang pemantauan pasar dan stabilisasi
harga;
b. penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang pemantauan pasar dan stabilisasi
harga;
c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
pemantauan pasar dan stabilisasi harga; dan
d.

penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pemantauan pasar


dan stabilisasi harga.

Pasal 888
Subdirektorat Pemantauan Pasar dan Stabilisasi Harga terdiri atas:
a. Seksi Pemantauan Pasar; dan
b. Seksi Stabilisasi Harga.
Pasal 889
(1) Seksi Pemantauan Pasar mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur,
dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pemantauan
pasar.
(2) Seksi Stabilisasi Harga mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur,
dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang stabilisasi
harga.

Lampiran
77

Pasal 890
Subdirektorat Sarana dan Kelembagaan Pasar mempunyai tugas melaksanakan
penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar,
prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang sarana
dan kelembagaan pasar.

Pasal 891
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 890, Subdirektorat
Sarana dan Kelembagaan Pasar menyelenggarakan fungsi:
a. penyiapan penyusunan kebijakan di bidang sarana dan kelembagaan pasar;
b.

penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang sarana dan kelembagaan pasar;

c.

penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang sarana


dan kelembagaan pasar; dan

d.

penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang sarana dan


kelembagaan pasar.

Pasal 892
Subdirektorat Sarana dan Kelembagaan Pasar terdiri atas:
a. Seksi Sarana Pasar; dan
b. Seksi Kelembagaan Pasar.
Pasal 893
(1) Seksi Sarana Pasar mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan
dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria
serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang sarana pasar.
(2) Seksi Kelembagaan Pasar mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur,
dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang kelembagaan
pasar.
Pasal 894

Lampiran
78

Subdirektorat Jaringan Pemasaran mempunyai tugas melaksanakan penyiapan


penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan
kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang jaringan pemasaran.

Pasal 895
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 894, Subdirektorat
Jaringan Pemasaran menyelenggarakan fungsi:
a. penyiapan penyusunan kebijakan di bidang akses pasar dan fasilitasi pemasaran;
b. penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang akses pasar dan fasilitasi pemasaran;
c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang akses
pasar dan fasilitasi pemasaran; dan
d. penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang akses pasar dan
fasilitasi pemasaran.

Pasal 896
Subdirektorat Jaringan Pemasaran terdiri atas:
Seksi Akses Pasar; dan
Seksi Fasilitasi Pemasaran.

(1)

(2)

Pasal 897
Seksi Akses Pasar mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan
dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria,
serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang akses pasar.
Seksi Fasilitasi Pemasaran mempunyai tugas penyiapan bahan penyusunan dan
pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta
pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang fasilitasi pemasaran.

Pasal 898
Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan kepegawaian, keuangan,
perlengkapan, rumah tangga dan surat menyurat serta kearsipan Direktorat Pemasaran
Domestik.
Pasal 899
Lampiran
79

Kelompok Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 881 huruf f


mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jenjang jabatan fungsional
masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 900
(1)

(2)
(3)

Kelompok Jabatan Fungsional terdiri atas jabatan fungsional Analis Informasi


Pasar Hasil Pertanian, yang dikoordinasikan oleh seorang tenaga fungsional
senior yang ditunjuk oleh Direktur.
Jumlah tenaga fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan
berdasarkan kebutuhan dan beban kerja.
Jenjang jabatan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Bagian Kedelapan
Direktorat Pemasaran Internasional

Pasal 901
Direktorat Pemasaran Internasional mempunyai tugas melaksanakan penyiapan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan
kriteria, serta bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pemasaran internasional.
Pasal 902
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 901, Direktorat
Pemasaran Internasional menyelenggarakan fungsi:
a. penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis, pengembangan ekspor,
pemasaran bilateral, pemasaran regional, multilateral, dan kerja sama komoditi;
b. pelaksanaan kebijakan di bidang analisis, pengembangan ekspor, pemasaran
bilateral, pemasaran regional, multilateral, dan kerja sama komoditi;
c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang analisis,
pengembangan ekspor, pemasaran bilateral, pemasaran regional, multilateral, dan
kerja sama komoditi;
Lampiran
80

d.

e.

pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang analisis, pengembangan


ekspor, pemasaran bilateral, pemasaran regional, multilateral, dan kerja sama
komoditi; dan
pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Pemasaran Internasional.

Pasal 903
Direktorat Pemasaran Internasional terdiri atas:
Subdirektorat Analisis dan Pengembangan Ekspor;
Subdirektorat Pemasaran Bilateral;
Subdirektorat Pemasaran Regional dan Multilateral;
Subdirektorat Kerja Sama Komoditi; dan
Subbagian Tata Usaha.
Pasal 904
Subdirektorat Analisis dan Pengembangan Ekspor mempunyai tugas melaksanakan
penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar,
prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang analisis
dan pengembangan ekspor.

Pasal 905
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 904, Subdirektorat
Analisis dan Pengembangan Ekspor menyelenggarakan fungsi:
a. penyiapan bahan penyusunan kebijakan di bidang analisis dan pengembangan
ekspor;
b. penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan pengembangan ekspor;
c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang analisis dan
pengembangan ekspor; dan
d. penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang analisis dan
pengembangan ekspor.
Pasal 906
Subdirektorat Analisis dan Pengembangan Ekspor terdiri atas:
a. Seksi Analisis Ekspor; dan
Lampiran
81

b.

Seksi Pengembangan Ekspor.


Pasal 907

(1) Seksi Analisis Ekspor mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan
dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria,
serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang analisis ekspor.
(2) Seksi Pengembangan Ekspor mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur,
dan kriteria, serta pemberian
pengembangan ekspor.

bimbingan

teknis

dan

evaluasi

di

bidang

Pasal 908
Subdirektorat Pemasaran Bilateral mempunyai tugas melaksanakan penyiapan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan
kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pemasaran bilateral.

Pasal 909
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 908, Subdirektorat
Pemasaran Bilateral menyelenggarakan fungsi:
a. penyiapan bahan penyusunan kebijakan di bidang pemasaran wilayah Asia
Pasifik, Amerika, Afrika, Timur Tengah, dan Eropa;
b. penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang pemasaran wilayah Asia Pasifik,
Amerika, Afrika, Timur Tengah, dan Eropa;
c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
d.

pemasaran wilayah Asia Pasifik, Amerika, Afrika, Timur Tengah, dan Eropa; dan
penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pemasaran wilayah
Asia Pasifik, Amerika, Afrika, Timur Tengah, dan Eropa.

Pasal 910
Subdirektorat Pemasaran Bilateral terdiri atas:
a. Seksi Wilayah Asia Pasifik dan Amerika; dan
b. Seksi Wilayah Afrika, Timur Tengah, dan Eropa.

Pasal 911
Lampiran
82

(1)

(2)

Seksi Wilayah Asia Pasifik dan Amerika mempunyai tugas melakukan penyiapan
bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar,
prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang
pemasaran wilayah Asia Pasifik dan Amerika.
Seksi Wilayah Afrika, Timur Tengah, Eropa mempunyai tugas melakukan
penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,
standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di
bidang pemasaran wilayah Afrika, Timur Tengah, dan Eropa.

Pasal 912
Subdirektorat Pemasaran Regional dan Multilateral mempunyai tugas melaksanakan
penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar,
prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang
pemasaran regional dan multilateral.

Pasal 913
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 912, Subdirektorat
Pemasaran Regional dan Multilateral menyelenggarakan fungsi:
a.
penyiapan bahan penyusunan kebijakan di bidang pemasaran regional dan
multilateral;
b.
penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang pemasaran regional dan multilateral;
c.
penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
pemasaran regional dan multilateral; dan
d.

penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pemasaran


regional dan multilateral.

Pasal 914
Subdirektorat Pemasaran Regional dan Multilateral terdiri atas:
a.
b.

Seksi Regional; dan


Seksi Multilateral.

Lampiran
83

Pasal 915
(1)

(2)

Seksi Regional mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan dan


pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta
pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pemasaran regional.
Seksi Multilateral mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan dan
pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta
pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pemasaran multilateral.

Pasal 916
Subdirektorat Kerja Sama Komoditi mempunyai tugas melaksanakan penyiapan
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan
kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang kerja sama komoditi.

Pasal 917
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 916,
Subdirektorat Kerja Sama Komoditi menyelenggarakan fungsi:
a. penyiapan bahan penyusunan kebijakan di bidang kerja sama komoditi regional,
multilateral dan bilateral;
b. penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang kerja sama komoditi regional,
multilateral dan bilateral;
c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang kerja
sama komoditi regional, multilateral dan bilateral; dan
d.

penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang kerja sama


komoditi regional, multilateral dan bilateral.

Pasal 918
Subdirektorat Kerja Sama Komoditi terdiri atas:
a.
b.

Seksi Kerja Sama Komoditi Regional; dan


Seksi Kerja Sama Komoditi Multilateral dan Bilateral.

Lampiran
84

(1)

(2)

Pasal 919
Seksi Kerja Sama Komoditi Regional mempunyai tugas melakukan penyiapan
bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar,
prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang
kerja sama komoditi regional.
Seksi Kerja Sama Komoditi Multilateral dan Bilateral mempunyai tugas melakukan
penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,
standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di
bidang kerja sama komoditi multilateral dan bilateral.

Pasal 920
Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan kepegawaian, keuangan,
perlengkapan, rumah tangga, dan surat menyurat, serta kearsipan Direktorat
Pemasaran Internasional.

Lampiran
85

Anda mungkin juga menyukai