Anda di halaman 1dari 5

82

7
FOSIL
7.1 Fosil
Fosil merupakan sisa, tanda atau bagian berbagai jasad makhluk hidup yang tertinggal dan
terkumpul didalam lapisan tanah. Fosil berasal dari bahasa Yunani fodere yang berarti menggali
atau to dig Out. Fosil yang banyak ditemukan dalam keadaan utuh biasanya yang berukuran kecil,
sedangkan yang ukurannya besar keterdapatannya dapat terpencar sehingga hanya bagian-bagian
tertentu saja yang dapat ditemukan kembali. Banyaknya spesies flora dan fauna dimuka bumi ini
namun tidak semuanya dapat menjadi fosil dan hanya sedikit yang masih tersimpan dan dapat
diselidiki kembali, karena untuk menjadi fosil diperlukan syarat-syarat tertentu, yaitu :
1. Organisme yang telah mati harus segera tertutup oleh material sedimen. Sehingga dapat
mencegah oksigen yang dapat merusak organisme tersebut.
2. Organisme tersebut berada dalam keadaan yang terhindar dari bakteri pembusuk.
3. Organisme tersebut harus mempunyai rangka yang kuat.
4. Organisme yang telah mati terhindar dari hewan pemakan daging atau pemangsa.
5. Terhindar dari air dalam volume yang banyak, karena air dapat melarutkan dan menghancurkan
organisme tersebut sehingga tidak dapat menjadi fosil.
6. Terhindar dari proses Geologi (erosi, metamorfosa dan lain-lain) yang dapat merusak fosil.
7.2 Proses Pemfosilan
Terdapat beberapa proses pemfosilan diantaranya yaitu :
1. Pertrifaksi yaitu proses berubah menjadi batu, perubahan ini memerlukan berbagai bahan seperti
silika (SiO2), Kalsiumkarbonat (CaCO3), besioksida (FeO atau Fe2O3), besi sulfida (FeS),
Oksidamangan (MnO) atau larutan lain maupun butiran lembut seperti lempung, pasir halus dan
sebagainya
2. Destilasi yaitu proses tertutupnya bahan organik oleh lapisan tanah, maka karena adanya panas
dalam bumi, gas dalam tumbuhan dan bahan organik menguap dan meninggalkan zat organiknya
menghasilkan sutu gambaran atau tapak dari bagian fosil itu yang dapat terlihat jelas di dalam
batuan.
3. Kompresi yaitu proses pemfosilan yang dipengaruhi oleh tekanan lapisan tanah, dimana
organisme yang terkubur dalam tanah akan ditekan oleh lapisan-lapisan tanah di atasnya dan
menyebabkan keluarnya zat organik dari dalam tubuhnya. Contohnya adalah Batubara
(merupakan tumbuhan yang terendapkan dan terkubur dalam tanah akibat pengaruh tekanan).
4. Impresi yaitu fosil yang terdapat didalam lapisan tanah, sedangkan fosil itu sendiri telah hilang
lenyap, contohnya tapak (external mold), tuangan (internal mold), cetakan (cast)
5. Pembekuan, organisme yang telah mati di lingkungan es dapat terlindung dan terkungkung
bagian tubuhnya oleh es. Sehingga dapat terhindar dari bakteri pembusuk. Organisme yang
terfosilkan seperti ini dapat terawetkan bersama dagingnya.
6. Gastrolit yaitu batu yang halus permukaannya ditemukan didalam badan hewan yangtelah
menjadi fosil

83

Gambar.7.1. Fosil Mammuthus (sejenis gajah purba) yang mengalami pemfosilan


di dalam es sehingga selain tulangnya, dagingnya pun dapat terawetkan

7. Pembentukan kerak, proses ini terjadi bila hewan ztau tumbuhan terbungkus oleh
kalsiumkarbonat yang berasal dari travertin ataupun stalaktit, misalnya didesa Kuripan, sebelah
baratlaut Bogor.
7.3 Keterdapatan Fosil Dalam Batuan
Batuan yang seringkali mengandung fosil adalah batuan sedimen, karena dalam
pembentukannya batuan sedimen tidak dipengaruhi oleh peristiwa perubahan temperatur (batuan
beku dan batuan metamorf) dan tekanan (batuan metamorf). Namun pada batuan metamorf, seperti
batusabak (slates), filit, kuarsit dan marmer, dapat juga dijumpai fosil, tetapi seringkali telah hancur
atau rusak.
7.4 Hubungan Jenis Batuan Sedimen dengan fosil
Batuan sedimen memiliki kualitas yang berbeda dalam proses pembentukan fosil, diantaranya
yaitu :
1. Batugamping; batugamping organik maupun klastik umumnya banyak mengandung koral, alga,
foraminifera, dll.
2. Serpih, berasal dari batulempung yang terkena proses diagenesa, termasuk batuan yang sangat
baik untuk menyimpan fosil
3. Batulempung gampingan dan napal, umumnya sangat baik untuk proses pemfosilan.
4. Batupasir, sifatnya lebih keras dan diendapkan lebih dekat dari asalnya memiliki banyak pori
umumnya tidak begitu baik untuk proses pemfosilan. Namun untuk beberapa fosil yang memiliki
cangkang sangat kuat, batupasir adalah media yang lebih baik jika dibandingkan dengan serpih
(yang mudah hancur dan tererosi).
5. Konglomerat; memiliki ukuran butir relatif besar, banyak memiliki rongga (pori-pori) sehingga
proses pemfosilan tidak berlangsung dengan baik.
6. Breksi, sejenis konglomerat yang memiliki fragmen menyudut, proses pemfosilanpun tidak bisa
berlangsung dengan baik.
D V AQ
7.5 Fosil dan lingkungannya
Berbagai macam lingkungan yang memungkinkan terjadinya fosilisasi yaitu :
1. Lingkungan Darat, terdapat beberapa bagian di lingkungan darat yang cocok untuk menjadi
tempat pemfosilan, antara lain : fosil Mammuth di dalam lapisan es di Siberia; beberapa fosil

84

2.
3.
4.
5.
6.

hewan dan tumbuhan yang utuh ditemukan di Gurun Gobi yang tertutup oleh pasir; fosil hewan
dan tumbuhan yang tertutup abu volkanik di banyak tempat di Pulau Jawa.
Lingkungan Air Payau (brackish), tidak begitu baik untuk proses pemfosilan, karena di
lingkungan ini masih terdapat material kasar dan besar sehingga fosil tidak bisa terawetkan
dengan baik
Lingkungan Sungai (Fluvial), pemfosilan terjadi akibat dari adanya perkelahian dan ketika
musim hujan, terjadi banjir yang akan menghanyutkan hewan tersebut dan diendapkan di
sepanjang sungai
Lingkungan Danau (Limnis), pada lingkungan ini pemfosilan dapat terjadi, karena material
endapan sudah relatif halus dan fluktuasi muka air tidak besar
Lingkungan Rawa (Parallis), pada lingkungan ini banyak sekali ditemukan fosil tumbuhan,
karena sifatnya yang an-aerobik (sedikit mengandung zat asam).
Lingkungan Laut (Marine), dengan berbagai jenis litologi yang ada di dalamnya, jenis napal,
lumpur dan kapur organik adalah yang terbaik dalam proses pemfosilan. Hal ini karena ukuran
butirnya yang sangat halus-halus dan sedikit sekali pori bahkan tidak ada pori yang terbentuk
diantara butirannya. Berdasarkan zona bathimetri (kedalaman), lingkungan laut dibagi menjadi :
a.
Zona Litoral, merupakan suatu zona yang sempit yang dibatasi oleh batas air
pasang dan batas air surut
b. Zona Epineritik, terletak pada kedalaman antara batas air surut hingga kedalaman 50 meter
c. Zona Neritik, dengan kedalaman antara 50 200 m, termasuk zona yang paling baik untuk
proses pemfosilan, karena sinar matahari masih ada sehingga banyak organisma yang hidup
dan terjadi proses sedimentasi yang kuat.
d. Zona Batial, merupakan daerah yang terletak antara kedalaman 200 2000 meter. Cahaya
matahari kurang, sehingga sedikit sekali hewan yang dapat hidup serta menjadi fosil
e. Zona Abisal, merupakan zona dengan kedalaman lebih dari 2000 meter. Pada zona ini suhu
sangat dingin, tekanan air sangat tinggi, sedimentasi berlangsung sangat lemah dan terjadi
gelombang dasar laut yang sangat kuat, sehingga fosil sulit ditemukan.

7.6 Jenis-jenis Fosil


Berdasarkan ukurannya, fosil terbagi menjadi :
1. Macrofosil (fosil besar), tanpa menggunakan mikroskop.

2.

Gambar.7.3. Beberapa contoh Macrofosil (fosil besar)


Microfosil (fosil kecil), mengunakan mikroskop.

85

Gambar.7.4. Beberapa contoh Foraminifera (microfossil)


3.

Nanofosil, fosil yang sangat halus dan dipelajari dengan menggunakan mikroskop dengan
pembesaran yang sangat teliti.

Gambar.7.5. Beberapa contoh hasil SEM beberapa kenampakan Nannofosil


7.7 Klasifikasi Fosil
Klasifikasi fosil dikenal dengan nama taksonomi. Adapun urut-urutan dari taksonomi adalah
sebagai berikut :
KINGDOM
PHYLUM

KLAS
ORDO
FAMILI
GENUS
SPESIES

86
Dua macam klasifikasi organisme yang kita kenal yaitu :
1. Natural classification yaitu penggolongan organisme berdasarkan macam lingkungan yang
ditempatinya, seperti daratan, air tawar, transisi, dan laut.
2. Artificial classification yaitu penggolongan organisme berdasarkan sifat-sifatnya seperti habitat,
ukuran, penyebaran kedalaman atau geografinya.
7.8 Kegunaan Fosil
Fosil dapat dipergunakan untuk hal-hal sebagai berikut:
1. Menentukan perkiraan umur relatif batuan; lapisan yang memiliki kesamaan kandungan fosil
diperkirakan diendapkan pada waktu yang bersamaan.
2. Mengetahui kisaran lingkungan pengendapan; penemuan fosil pada suatu tempat dapat menjadi
petunjuk untuk menentukan lingkungan pengendapan, misalnya dengan ditemukannya fosil ikan
pada suatu lapisan menunjukan bahwa wilayah sekitar lapisan tersebut kemungkinan adalah
suatu lingkungan air.
3. Menentukan korelasi batuan; lapisan batuan pada suatu daerah dapat dikatakan sama dengan
lapisan batuan di daerah lain jika keduanya mengandung jenis fosil yang sama.

Anda mungkin juga menyukai