Anda di halaman 1dari 213

Menyelami Keberhasilan IPKM

Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Noor Edi Sukoco


Bunga Ch. Rosha
Kencana Sari
Basuki Imanhadi

PENERBIT PT KANISIUS

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi


1015003052
2015 - PT Kanisius

Penerbit PT Kanisius (Anggota IKAPI)


Jl. Cempaka 9, Deresan, Caturtunggal, Depok, Sleman,
Daerah Istimewa Yogyakarta 55281, INDONESIA
Kotak Pos 1125/Yk, Yogyakarta 55011, INDONESIA
Telepon (0274) 588783, 565996; Fax (0274) 563349
E-mail : office@kanisiusmedia.com
Website : www.kanisiusmedia.com

Cetakan ke-
Tahun

3
17

2
16

1
15

Editor
: Prof. dr. Agus Suwandono, MPH, Dr.PH

Dr. Trihono, M.Sc
Dr. Semiarto Aji Purwanto
Atmarita, MPH., Dr.PH
Desainer isi
: Oktavianus
Desainer sampul : Agung Dwi Laksono

ISBN

978-979-21-4412-3

Hak cipta dilindungi undang-undang


Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan
cara apa pun, termasuk fotokopi, tanpa izin tertulis dari Penerbit.
Dicetak oleh PT Kanisius Yogyakarta

DEWAN EDITOR
Prof. dr. Agus Suwandono, MPH, Dr.PH guru besar pada
Universitas Diponegoro Semarang, sekaligus Profesor Riset
dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
Dr. Trihono, M.Sc Ketua Komite Pendayagunaan Konsultan
Kesehatan (KPKK), yang juga Ketua Majelis Tenaga Kesehatan
Indonesia (MTKI), sekaligus konsultan Health Policy Unit
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Dr. Semiarto Aji Purwanto antropolog, Ketua Dewan Redaksi
Jurnal Antropologi Universitas Indonesia, sekaligus pengajar
pada Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Indonesia di Jakarta.
Atmarita, MPH., Dr.PH doktor yang expert di bidang gizi.

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

iii

UCAPAN TERIMA KASIH


Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada International
Development Research Centre, Ottawa, Canada, atas dukungan
finansial yang diberikan untuk kegiatan pengembangan Indeks
Pembangunan Kesehatan Masyarakat tahun 2013 dan studi kasus
kualitatif gambaran peningkatan dan penurunan IPKM di Sembilan
Kabupaten/Kota di Indonesia.
This work was carried out with the aid of a grant from the
International Development Research Centre, Ottawa, Canada.

iv

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur kepada Allah SWT selalu kami panjatkan, karena
dengan rahmat dan karunia-Nya buku ini telah dapat diselesaikan
dengan baik. Buku ini merupakan bagian dari sembilan buku seri
hasil studi kualitatif di sembilan Kabupaten/Kota (Nagan Raya,
Padang Sidempuan, Tojo Una-Una, Gunungkidul, Wakatobi,
Murung Raya, Seram Bagian Barat, Lombok Barat, dan Tolikara)
di Indonesia, sebagai tindak lanjut dari hasil Indeks Pembagunan
Kesehatan Masyarakat.
Hasil Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM)
menunjukkan hasil yang bervariasi di antara 497 Kabupaten/Kota
di Indonesia. Beberapa Kabupaten/Kota mengalami peningkatan
ataupun penurunan nilai IPKM pada tahun 2013 ini dibandingkan
dengan IPKM 2007. Sembilan buku seri ini akan menggambarkan
secara lebih mendalam faktor-faktor yang berkaitan dengan
penurunan ataupun peningkatan nilai IPKM yang berkaitan
dengan kondisi sosial, ekonomi, budaya, maupun geografis
wilayah Kabupaten/Kota. Buku ini diharapkan dapat memberikan
semangat ataupun pemikiran yang inovatif bagi Kabupaten/Kota
lokasi studi kualitatif dilakukan, dalam membangun kesehatan
secara lebih terarah dan terpadu. Disamping itu, buku ini dapat
memberikan suatu pembelajaran bagi Kabupaten/Kota lainnya
dalam meningkatkan status kesehatan masyarakatnya.
Penghargaan yang tinggi serta terima kasih yang tulus kami
sampaikan atas semua dukungan dan keterlibatan yang optimal
kepada tim penulis buku, International Development Research

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Center (IDRC) Ottawa, Canada, peneliti Badan Litbangkes, para


pakar di bidang kesehatan, serta semua pihak yang telah ber
partisipasi dalam studi kualitatif dan penulisan buku ini. Kami
sampaikan juga penghargaan yang tinggi kepada semua pihak
di daerah Provinsi, Kabupaten/Kota sampai dengan tingkat Desa
baik di sektor kesehatan maupun non-kesehatan serta anggota
masyarakat, yang telah berpartisipasi aktif dalam studi kualitatif
di sembilan Kabupaten/Kota.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan
dari penyusunan buku ini, untuk itu akan menerima secara terbuka
masukan dan saran yang dapat menjadikan buku ini lebih baik.
Kami berharap buku ini selanjutnya dapat bermanfaat bagi upaya
peningkatan pembangunan kesehatan masyarakat di Indonesia.
Billahittaufiqwalhidayah, Wassalamualaikum Wr. Wb.
Jakarta, Juli 2015
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementrian Kesehatan RI.

Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama


SpP (K)., MARS., DTM&H., DTCE.

vi

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

DAFTAR ISI

UCAPAN TERIMA KASIH.........................................................


KATA PENGANTAR..................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................
DAFTAR TABEL.......................................................................
DAFTAR GAMBAR..................................................................
Bab 1 PENDAHULUAN........................................................
Bab 2 Gambaran Umum Kabupaten Wakatobi...........

Geografi Dan Iklim....................................................

Demografi.................................................................

Sosial Ekonomi..........................................................

Infrastruktur.............................................................

Kesehatan.................................................................
Bab 3 Potret Wakatobi sebagai Cagar Biosfer.........

Geologi dan Klimatologi...........................................

Fungsi Lahan dan Potensi Wilayah...........................

Kawasan Perikanan dan Kelautan.............................

Kawasan Peruntukan Pariwisata...............................
Bab 4 LONJAKAN IPKM WAKATOBI.....................................

Justifikasi Pemilihan Kasus........................................
Bab 5 Terobosan dalam peningkatan status
kesehatan balita...................................................

Ada Apa Dengan Kesehatan Balita?..........................

Dukungan Kebijakan Pimpinan Dalam

Peningkatan Kesehatan Balita..................................

Petugas Penunjang Sebagai Sebuah Peluang...........

Pahlawan Tanpa Tanda Jasa Itu Bernama

Petugas Volunteer.....................................................
Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

iv
v
vii
x
xi
1
7
7
11
12
20
21
29
29
30
34
36
37
43
45
45
49
50
52
vii
















Bab 6














viii

Terobosan Inovatif Dan Intervensi Dalam


Peningkatan Kesehatan Balita..................................
Sweepingdoor To Door Untuk Peningkatan
Cakupan Penimbangan Dan Imunisasi.....................
Horeee Aku Lulus Imunisasi .....................................
Denda Lima Ribu, Peringatan Kecil Berdampak
Besar.........................................................................
Pemberian Makanan Tambahan, Intervensi
Klasik Yang Dilestarikan............................................
Dukungan Kebijakan Lintas Sektor...........................
Posyandu Milik Kita Bersama...................................
Diversifikasi Pangan Keluarga Dalam Meningkatkan
Status Gizi Balita.......................................................
Peran Serta Masyarakat Dalam
Kegiatan Kesehatan..................................................
TRANSISI PENYAKIT MENULAR KE PENYAKIT
TIDAK MENULAR......................................................
Selayang Pandang Penyakit Menular........................
Diare.........................................................................
Pneumonia...............................................................
TuberkulosisParu......................................................
HIV & AIDS................................................................
Kusta.........................................................................
Malaria.....................................................................
Demam Berdarah Dengue (DBD)..............................
Filariasis....................................................................
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)....................
Penyakit Tidak Menular............................................
Stroke.......................................................................
Hipertensi.................................................................
Diabetes Mellitus (Kencing manis)...........................

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

54
59
62
65
66
71
71
73
75
77
77
87
94
95
98
99
101
102
103
104
104
105
106
107

Bab 7





BAB 8


















Kekuatan Kerja Sama Lintas Sektor dalam


Penyehatan Lingkungan.....................................
Justifikasi pemilihan kasus........................................
AKSES SANITASI........................................................
AKSES AIR BERSIH.....................................................
Dukungan kebijakan dan strategi intervensi.............
INOVASI PEMENUHAN PELAYANAN KESEHATAN......
Mengapa pelayanan kesehatan menjadi penting
dalam pencapaian IPKM Wakatobi?.........................
Kebijakan dan strategi intervensi.............................
Regulasi positif terhadap perbaikan pelayanan
kesehatan.................................................................
Dukungan kebijakan pimpinan Bupati, dinkes..........
Inovasi kebijakan pimpinan Puskesmas ...................
Puskesmas tetap pada pengobatan gratis................
Pelaksanaan Program...............................................
Kemitraan dukun dan bidan sebagai upaya
meningkatkan persalinan di tenaga kesehatan........
Kepemilikan jaminan kesehatan untuk menjamin
akses terhadap pelayanan kesehatan.......................
Inovasi pemanfaatan sumber daya lokal untuk
penguatan sumber daya manusia kesehatan...........
Sarana prasarana pelayanan kesehatan...................
Peran lintas sektor....................................................
Dukungan kebijakan lintas sektor.............................
Peran serta masyarakat............................................

109
109
115
119
125
139
141
143
143
144
149
151
152
152
156
158
165
167
168
170

KESIMPULAN ........................................................................ 175


DAFTAR PUSTAKA.................................................................. 181
Index ............................................................................. 185

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Indikator dan sub indikator IPKM 2013...............


Tabel 2.1 Luas wilayah Kabupaten Wakatobi
menurutkecamatan.............................................
Tabel 2.2 Luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan
penduduk berdasarkan wilayah kecamatan........
Tabel 2.3 Fasilitas pendidikan yang tersedia di

Kabupaten Wakatobi...........................................
Tabel 2.4 Angka melek huruf penduduk

Kabupaten Wakatobi ..........................................
Tabel2.5 Angka partisipasi sekolah jenjang SD/sederajat,

SMP/sederajat, dan SMA/sederajat....................
Tabel 2.6 Indeks Pembangunan Manusia

Kabupaten Wakatobi, Tahun 2007 2009...........
Tabel 2.7 Jumlah keluarga miskin berdasarkan wilayah
kecamatan di Kabupaten Wakatobi.....................
Tabel 2.8 Panjang jalan, sanitasi rumah tangga, dan

kawasan perumahan di Kabupaten Wakatobi,

2008-2010...........................................................
Tabel 2.9 Jumlah absolut kasus kematian absolut ibu,

bayi dan balita di Kabupaten Wakatobi,

2007-2013...........................................................
Tabel 2.10 Jumlah absolut kasus Gizi Kurang dan

Gizi Buruk di Kabupaten Wakatobi,

Tahun 2007-2010................................................

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

2
10
11
13
13
15
18
19

20

21

22

Tabel 2.11 Anggaran kesehatan dibandingkan dengan



APBD, 2007-2013................................................ 25
Tabel 4.1 Skor IPKM menurut kelompok indikator,

Kabupaten Wakatobi 2013.................................. 38
Tabel 4.2 Perbandingan Indikator IPKM 2007 dan

IPKM 2013 Kabupaten Wakatobi (Rumus 2007). 39
Tabel 4.3 Perbandingan Indikator IPKM 2007 dan

IPKM 2013 Kabupaten Wakatobi (Rumus 2013). 41
Tabel 5.1 Perubahan nilai IPKM 2007-2013 indikator

kesehatan balita di Kabupaten Wakatobi............ 46
Tabel 6.1 Indikator penyakit menular, bobot dan kategori

bobot IPKM 2007 dan 2013 Kabupaten Wakatobi 79
Tabel 6.2 Urutan penyakit ISPA dan Diare dalam 10 besar
penyakit di Kabupaten Wakatobi 2005-2014...... 80
Tabel 6.3 Prevalensi ISPA, ISPA balita, Diare, dan Diare

balita di Kabupaten Wakatobi dibandingkan

dengan Provinsi Sultra dan Nasional .................. 81
Tabel 6.4 Program pemberantasan penyakit menular,

promosi kesehatan di Wakatobi, 2012 2016.... 83
Tabel 6.6 Penemuan kasus Pneumonia di Wakatobi,

2007-2012........................................................... 95
Tabel 6.7 Perkembangan Kasus TB di Kabupaten Wakatobi 96
Tabel 6.8 Penanggulangan Kusta di Kabupaten Wakatobi.. 100
Tabel 7.1 Perbandingan Nilai Kelompok Indikator
KesehatanLingkungan pada IPKM 2007

dengan IPKM 2013.............................................. 110
Tabel 7.2 Peringkat kota/kabupaten di Provinsi Sulawesi
Tenggara untuk indikator akses sanitasi dan

air bersih pada IPKM 2007.................................. 111

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

xi

Tabel 7.3 Peringkat kota/kabupaten di Provinsi Sulawesi


Tenggara untuk indikator akses sanitasi dan

air bersih pada IPKM 2013..................................
Tabel 7.4 Sumber air yang dikelola Perusahaan

Daerah Air Minum/PDAM Kabupaten Wakatobi..
Tabel 7.5 Jumlah dan Jenis Sarana Air Bersih di Wilayah
Kabupaten Wakatobi...........................................
Tabel 8.1 Indeks IPKM Pelayanan Kesehatan tahun

2007-2013, Kabupaten Wakatobi........................
Tabel 8.2 Jenis dan jumlah fasilitas pelayanan kesehatan,
Kabupaten Wakatobi 2013..................................
Tabel 8.3 Retribusi pelayanan kesehatan

Kabupaten Wakatobi...........................................

xii

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

112
121
122
140
165
173

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Letak Geografis Kabupaten Wakatobi..............


Gambar 2.2 Posisi Wakatobi Dalam Pusat Segi Tiga

Karang Dunia...................................................
Gambar 2.3 Peta Batas Wilayah Kabupaten Wakatobi........
Gambar 2.4 Sumber anggaran kesehatan

Kabupaten Wakatobi.......................................
Gambar 3.1 Cagar Budaya Benteng Keraton Liya................
Gambar 5.1 Petugas penunjang di Puskesmas Liya,

Pulau Wangi-Wangi.........................................
Gambar 5.2 Perubahan jumlah posyandu tahun 2007-2013

di Kabupaten Wakatobi...................................
Gambar 5.3. Undangan posyandu di Popalia, Binongko.......
Gambar 5.4 Balita dan ibu pada saat posyandu di Popalia..
Gambar 5.5 Suasana kegiatan posyandu popalia................
Gambar 5.6 Cakupan Penimbangan anak balita Kabupaten
Wakatobi, 2007-2013......................................
Gambar 5.7 Hadiah topi dan kaos untuk anakyang lulus
imunisasi..........................................................
Gambar 5.8 Proses wisuda imunisasi di Posyandu Popalia,

Pulau Binongko................................................
Gambar 5.9 Jumlah anak BGM Kab Wakatobi, 2007-2013..
Gambar 5.10 Jumlah balita gizi buruk di Wakatobi,

2007-2013........................................................
Gambar 5.11 Makanan tambahan berupa biskuit untuk anak
balita Puskesmas Waitii, Tomia Timur............

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

8
8
10
25
34
51
55
56
57
58
61
63
64
67
68
69

xiii

Gambar 5.12 Bibit tanaman yang diberikan ke masyarakat..


Gambar 5.13 Tugas kader di meja pendaftaran dan

penimbangan di Posyandu Liya, Wangi-Wangi
Selatan.............................................................
Gambar 7.2 Guci tanah liat untuk penampungan air hujan

yang digunakan warga di Desa Popalia,

Kecamatan Togo Binongko Pulau Binongko.....
Gambar 8.1 IPKM (kelompok indikator pelayanan

kesehatan) Kabupaten Wakatobi, Provinsi

Sulawesi Tenggara dan Indonesia, 2013..........
Gambar 8.2 Trend persalinan oleh nakes............................
Gambar 8.3 Para sando dan petugas Puskesmas Popalia,

Togo Binongko.................................................
Gambar 8.4 Kepemilikan jaminan kesehatan......................
Gambar 8.5 Berita pro dan kontra terkait kebijakan

pelarangan pemungutan tariff berobat...........
Gambar 8.6 Poskesdes, polindes, dan pustu

di Wangi-Wangi Selatan, Pulau Wangi-Wangi.
Gambar 8.7 Jenis alat transportasi yang digunakan,

gerobak dan kaisar sebagai ambulans darurat
Gambar 8.8 Inkubator dan mikroskop, bersih belum

difungsikan di Puskesmas Kaledupa................

xiv

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

74

75

124

142
152
154
157
164
166
171
173

Bab 1

PENDAHULUAN

Wakatobi adalah salah satu kabupaten dari empat belas


kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara. Kabupaten Wakatobi
merupakan gugusan kepulauan yang berjumlah 39 pulau, terdiri
atas 4 (empat) pulau besar, yakni Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia,
dan Binongko (WAKATOBI). Kabupaten Wakatobi baru terbentuk
pada tahun 2003 yang merupakan pemekaran dari Kabupaten
Buton berdasarkan UU No.29 tahun 2003 tentang Pembentukan
Kabupaten Bombana, Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Kolaka
Utara di Sulawesi Tenggara. Selain berupaya untuk mewujudkan
surga nyata bawah laut di pusat segitiga karang dunia, Kabupaten
Wakatobi juga memiliki misi untuk mendorong peningkatan dan
pemerataan kesejahteraan masyarakat.
Tingkat kesejahteraan masyarakat dapat dilihat dari ber
bagai indeks, salah satunya adalah indeks Pembangunan Manusia
(IPM). Prioritas pembangunan di daerah selalu diarahkan pada
upaya peningkatan IPM, sehingga banyak pemerintah daerah
yang memprioritaskan tiga pilar pembangunan yaitu: ekonomi,
pendidikan, dan kesehatan. Untuk bidang kesehatan, tidak cukup
dijawab oleh satu indikator sebagaimana dalam IPM yaitu indikator
umur harapan hidup. Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan
merumuskan indeks pembangunan kesehatan masyarakat (IPKM)
yang terdiri dari serangkaian indikator kesehatan lain yang lebih
komprehensif sebanyak 24 indikator pada tahun 2007/2008
1

dan disempurnakan menjadi 30 indikator pada tahun 2013.


Sumber data IPKM 2007 berasal dari data Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) 2007, Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS),
dan survei potensi desa (Podes), sedangkan data yang digunakan
untuk menyusun IPKM 2013 adalah data Riskesdas (2013) dan
podes 2011.
Indikator IPKM yang dirumuskan pada tahun 2007 meng
alami perubahan indikator dalam IPKM 2013. Perubahan me
liputi penambahan indikator yang dianggap penting tetapi tidak
dikumpulkan pada tahun 2007, pengurangan indikator yang di
anggap pada saat ini kurang berperan terhadap perubahan status
kesehatan, beberapa indikator dipertajam dengan menambah
kan kriteria yang lebih sensitif untuk menjelaskan masalah ke
sehatan.
Ruang lingkup indikator yang digunakan dalam pengem
bangan model IPKM 2013 adalah:
Tabel 1.1 Indikator dan sub indikator IPKM 2013
No Indikator
1. Kesehatan Balita

2.

Kesehatan reproduksi

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Sub Indikator
balita gizi buruk dan kurang
balita pendek dan sangat pendek
Balita gemuk
Penimbangan balita
Kunjungan neonatal
Imunisasi lengkap
penggunaan alat kontrasepsi
(MKJP)
pemeriksaan kehamilan (K4:1-1-2)
kurang energi kronik pada WUS

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

No Indikator
3. Pelayanan kesehatan

4.

5.

6.

7.

Sub Indikator
10. persalinan oleh tenaga kesehatan
di fasilitas kesehatan
11. proporsi kecamatan dengan
kecukupan jumlah dokter
12. proporsi desa dengan kecukupan
jumlah posyandu per desa
13. proporsi desa dengan kecukupan
jumlah bidan per penduduk
14. kepemilikan jaminan pelayanan
kesehatan
Perilaku kesehatan
15. merokok
16. cuci tangan dengan benar
17. buang air besar di jamban
18. aktivitas fisik cukup
19. menggosok gigi dengan benar
Penyakit menular
20. hipertensi
21. cedera
22. diabetes melitus
23. gangguan mental
24. obesitas sentral
25. sakit gigi dan mulut
Penyakit tidak menular 26. pneumonia
27. diare balita
28. ISPA balita
Kesehatan lingkungan 29. akses sanitasi
30. akses air bersih

Sumber: Buku IPKM 2013

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Terpilihnya Kabupaten Wakatobi


Pemilihan Kabupaten Wakatobi dalam penelitian ini di
karenakan beberapa alasan yang mendasarinya yaitu pem
bangunan kesehatan Kabupaten Wakatobi bila dilihat berdasarkan
IPKM mengalami peningkatan nilai IPKM dari 2007 ke 2013 yang
sangat signifikan pada nilai maupun peringkatnya. Pada IPKM
2007, Kabupaten Wakatobi memiliki nilai indeks sebesar 0,44,
menempatkannya pada ranking nasional urutan ke-340 dari 440
kabupaten/kota di Indonesia. Perubahan yang pesat dapat dilihat
pada hasil IPKM 2013, dimana Kabupaten Wakatobi memiliki nilai
indeks sebesar 0,78 dan menempatkan pada peringkat nasional
ke-18 dari 497 kabupaten/kota di Indonesia. Dari 24 indikator
tersebut, hampir semua indikator mengalami kenaikan yang
berarti, hanya satu indikator saja yang mengalami penurunan
yaitu cakupan imunisasi dari 27,0 ke 7,45.
IPKM menggambarkan keberhasilan dan kesenjangan tingkat
kesehatan masyarakat antardaerah. Kesenjangan yang terjadi
bukan hanya kesenjangan antara daerah Timur dan Barat (region
disparity), tetapi juga kesenjangan antarprovinsi serta kesenjangan
antarkabupaten/kota di satu provinsi. Dari kesenjangan tingkat
kesehatan masyarakat antardaerah tersebut, akan diketahui bahwa
daerah tersebut termasuk daerah bermasalah kesehatan (DBK)
atau tidak. Pada tahun 2007 persentase kemiskinan Kabupaten
Wakatobi sebesar 24,51, dan indeks IPKM sebesar 0,439676,
kondisi semacam ini mengindikasikan bahwa Kabupaten Wakatobi
termasuk Daerah Bermasalah Kesehatan (DBK) dan mendapatkan
pendampingan dari pusat.
Hal ini merupakan sesuatu yang sangat menarik untuk digali
lebih dalam. Oleh karena itu, studi kualitatif ini perlu dilaksanakan

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

guna mendapatkan informasi yang lebih mendalam mengenai apa


saja yang sudah dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Wakatobi
dalam meningkatkan nilai indikator yang menjadikan kabupaten
Wakatobi memiliki nilai IPKM yang tinggi.

Metode
Tujuan umum dari penelitian kualitatif ini untuk menggali
latar belakang serta penyebab informasi tentang program dan
kebijakan di Kabupaten Wakatobi yang disinyalir mendongkrak
nilai IPKM 2013 dan variabel-variabel terkait lainnya. Tujuan khusus
dari penelitian ini adalah 1) menggali lebih dalam informasi yang
berhubungan dengan berbagai program kesehatan yang sudah
ada (strength and weakness) dari perspektif kesehatan, nonkesehatan dan masyarakat; 2) mempelajari kontribusi lintas sektor
3) tantangan yang dihadapi serta terobosan yang dilakukan dalam
menghadapi tantangan.
Penelitian ini dilakukan selama 20 hari di Kabupaten
Wakatobi. Lokasi penelitian meliputi 1) Puskesmas Wangi-Wangi
Selatan dan Puskesmas Liya, Pulau Wangi-Wangi, 2) Puskesmas
Kaledupa, Pulau Kaledupa, 3)Puskesmas Usuku, Pulau Tomia, 4)
Puskesmas Popalia, Pulau Binongko.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode kualitatif dan
kuantitatif. Data kualitatif didapat dengan melakukan wawancara
mendalam, diskusi kelompok terarah (FGD) dan pengamatan
lapangan. Informan berasal dari instansi pemerintah di bidang
kesehatan dan instansi pemerintah non kesehatan. Selain informan
yang berasal dari instansi pemerintah, ada juga informan dari
masyarakat. Informan dari masyarakat adalah tokoh masyarakat
formal dan non-formal, tokoh agama, kader kesehatan, dukun

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

beranak (sando), lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat


umum. Sedangkan data kuantitatif didapatkan dari pengumpulan
data sekunder berupa literatur atau dokumen peraturan daerah,
profil daerah, profil kesehatan daerah, dokumen pelaksanaan
anggaran (DPA), laporan rutin dan evaluasi, dokumen RPJPD dan
RPJMD, rencana strategis, dan lain-lain.
Pengumpulan data wawancara mendalam dan FGD dilaku
kan dengan menggunakan pedoman wawancara kepada informan
yang memiliki pengetahuan dan kompetensi terhadap kasus yang
akan dicari penjelasan dan solusinya. Alat yang digunakan dalam
pengumpulan data adalah recorder, catatan lapangan, dan kamera
untuk dokumentasi gambar.
Hasil data kualitatif yang didapat pada saat pengumpulan
data di lapangan dianalisis secara content analysis dengan
menggunakan matriks serta skema hubungan. Analisis dilakukan
dengan mengkategorikan tema yang ada dalam data untuk
selanjutnya dikaitkan satu sama lain.
Penelitian ini mendapatkan persetujuan etik dari Komisi Etik
Badan Litbangkes.
Buku ini dituangkan dalam beberapa bab yang diawali bab
pendahuluan, potret Wakatobi sebagai cagar biosfer, lonjakan
IPKM Wakatobi. Bab selanjutnya berisi studi kasus mengenai
beberapa indikator dengan judul terobosan dalam peningkatan
status kesehatan balita, transisi penyakit menular dan penyakit
tidak menular, kekuatan kerjasama lintas sektor dalam penyehatan
lingkungan, inovasi pemenuhan pelayanan kesehatan, kemudian
ditutup oleh bab kesimpulan dan saran.

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Bab 2

Gambaran Umum
Kabupaten Wakatobi

GEOGRAFI DAN IKLIM


Geografi
Kabupaten Wakatobi terdiri dari gugusan pulau-pulau di
tenggara Provinsi Sulawesi Tenggara. Secara astronomis Kabu
paten Wakatobi terletak pada bagian selatan garis khatulistiwa,
membentang sepanjang kurang lebih 160 km dari Utara ke
Selatan pada posisi garis lintang 512 - 625 Lintang Selatan dan
sepanjang kurang lebih 120 km garis bujur 12320 - 12439 Bujur
Timur (Gambar 2.1).
Kabupaten Wakatobi terletak pada posisi sangat strategis
karena dilalui oleh jalur pelayaran kawasan Timur dan Barat
Indonesia, diapit oleh Laut Banda dan Laut Flores yang memiliki
potensi sumberdaya keragaman hayati kelautan dan perikanan
cukup besar, berada pada Pusat Kawasan Segi Tiga Karang Dunia
(Coral Tri-angle Center) meliputi enam negara, yakni Indonesia,
Malaysia, Philipines, Papua New Guine, Solomon Island, dan Timor
Leste (Gambar 2.2).

Gambar 2.1 Letak Geografis Kabupaten Wakatobi


Sumber: RPJPD Kabupaten Wakatobi

Gambar 2.2 Posisi Wakatobi dalam Pusat Segi Tiga Karang Dunia
Sumber: RPJPD Kabupaten Wakatobi

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Kabupaten Wakatobi bisa diakses melalui jalur laut dan


udara. Akses dari ibukota kabupaten (Wangi-Wangi) ke Pulau
Kaledupa, Tomia, dan Binongko tersedia setiap hari dengan armada
kapal laut. Pelabuhan yang terdapat di Kabupaten Wakatobi
yaitu Pelabuhan Laut Nasional Panggulu Belo, dan jalur angkutan
Ferry ASDP Kamaru-Wanci. Satu-satunya wilayah pulau kecil
yang relatif sulit dijangkau namun telah berpenghuni ialah Pulau
Runduma yang termasuk dalam wilayah administrasi Kecamatan
Tomia, terletak di bagian timur Pulau Tomia tepat di tengah Laut
Banda. Untuk akses jalur udara terdapat Bandar Udara Matahora
di Pulau Wangi-Wangi yang mulai beroperasi tahun 2009 dan
Bandar Udara Maranggodi Pulau Tomia yang merupakan moda
transportasi khusus untuk wisatawan dari Bali dan Singapura yang
mulai beroperasi sejak tahun 2006.
Luas dan Batas Wilayah Administrasi
Luas wilayah Kabupaten Wakatobi sekitar 19.200km,
terdiri dari daratan seluas 823 km dan lautan seluas 18.377
km2. Atas dasar kondisi tersebut, maka potensi sektor perikanan
dan kelautan serta sektor pariwisata berbasis wisata laut/bahari
menjadi sektor andalan daerah Kabupaten Wakatobi.
Pada tahun 2014, Kabupaten Wakatobi terdiri dari dela
pan kecamatan, yaitu Wangi-Wangi, Wangi-Wangi Selatan, Kale
dupa, Kaledupa Selatan, Tomia, Tomia Timur, Binongko, dan
Togo Binongko. Wilayah kecamatan terluas adalah kecamatan
Wangi-Wangi dengan luas 242 km atau 29 persen yang sekaligus
merupakan wilayah ibu kota kabupaten, sedangkan kecamatan
yang wilayahnya paling kecil adalah Kecamatan Kaledupa, yaitu
seluas 46 km. Luas Wilayah Kabupaten Wakatobi menurut
kecamatan disajikan pada Tabel 2.1.

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Tabel 2.1 Luas wilayah Kabupaten Wakatobi menurut kecamatan


Kecamatan
Wangi-Wangi
Wangi-Wangi Selatan
Kaledupa
Kaledupa Selatan
Tomia
Tomia Timur
Binongko
Togo Binongko
Luas Total Darat
Luas Laut
Total

Luas Daratan (km)


241,98
206,02
45,50
58,50
47.10
67,90
93,10
62,90
823,00
18.377,00
19.200,00

Persentase (%)
29,40
25,03
5,53
7,11
5,72
8,25
11,30
7,64
3,00
97,00
100,00

Sumber: Kabupaten Wakatobi Dalam Angka, 2014.

Batas wilayah administrasi Kabupaten Wakatobi dapat


dilihat pada Gambar 2.3 di bawah ini.

Gambar 2.3 Peta Batas Wilayah Kabupaten Wakatobi


Sumber: RPJPD Kabupaten Wakatobi

10

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

DEMOGRAFI
Jumlah penduduk Kabupaten Wakatobi pada tahun 2013
menurut proyeksi hasil survei penduduk tahun 2010 adalah 95.157
jiwa. Kecamatan yang memiliki jumlah penduduk terbanyak yaitu
di Kecamatan Wangi-Wangi Selatan sebesar 25.126 jiwa. Dengan
distribusi penduduk mencapai 26,4% dari seluruh penduduk di
Kabupaten Wakatobi.
Tabel 2.2 Luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan
penduduk berdasarkan wilayah kecamatan
Kecamatan
Binongko
Togo Binongko
Tomia
Tomia Timur
Kaledupa
Kaledupa Selatan
Wangi-Wangi
Wangi-Wangi
Selatan
Jumlah

93,1
62,9
47,1
67,9
45,5
58,5
242,0
206,0

Jumlah
Penduduk Tahun
2012
8.563
4.837
7.041
8.593
10.188
6.781
24.028
25.126

823,0

95.157

Luas (km2)

Kepadatan
Penduduk
92
77
149
127
224
116
99
122
116

Sumber: BPS Kabupaten Wakatobi 2014

Menurut jenis kelamin pada tahun 2013, jumlah penduduk


laki-laki sebanyak 45.678 jiwa dan perempuan sebanyak 49.479
jiwa dengan rasio jenis kelamin sebesar 92,3. Artinya, jumlah
penduduk perempuan 7,7 persen lebih banyak dibanding laki-laki.
Menurut struktur usia pada tahun 2013, penduduk berusia muda
atau yang berumur 15 tahun ke bawah di Kabupaten Wakatobi

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

11

mencapai 32.635 jiwa atau sekitar 34 persen dari total jumlah


penduduk. Sedangkan usia diatas 65 tahun berjumlah 6.329 jiwa.
Kondisi tersebut berimplikasi terhadap besarnya angka beban
tanggungan pada tahun 2013 yang mencapai 69,34 persen yang
merupakan perbandingan angka antara banyaknya penduduk
yang tidak produktif (umur dibawah 15 tahun dan 65 tahun ke
atas) dengan banyaknya penduduk yang produktif yakni penduduk
yang berusia antara 15-64 tahun. Angka tersebut menunjukkan
bahwa setiap 100 orang produktif menanggung 69 orang tidak
produktif.

SOSIAL EKONOMI
Pendidikan
Pemerintah Kabupaten Wakatobi telah berupaya maksimal
dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui kegiatan
di bidang pendidikan, hal ini dapat dilihat dari terpenuhinya
sarana pendidikan di masing-masing pulau, Pulau Wangi-Wangi,
Pulau Kaledupa, Pulau Tomia, dan Pulau Binongko. Tabel berikut
adalah fasilitas pendidikan yang tersebar di seluruh kecamatan di
Kabupaten Wakatobi.
Jumlah fasilitas pendidikan dari jenjang pendidikan kelom
pok belajar/PAUD sampai jenjang sekolah menengah atas di
Kabupaten Wakatobi sebesar 329 buah. Fasilitas pendidikan paling
banyak adalah fasilitas pendidikan sekolah dasar (SD) umum
sebesar 110 buah dan fasilitas pendidikan paling sedikit adalah
madrasah ibtidaiyah (MI) sebesar 1 buah (Tabel 2.3).

12

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Tabel 2.3 Fasilitas pendidikan yang tersedia di Kabupaten


Wakatobi
Kecamatan
Binongko
Togo Binongko
Tomia
Tomia Timur
Kaledupa
Kaledupa
Selatan
Wangi-Wangi
Wangi-Wangi
Selatan
Jumlah

KB
0
0
11
9
16
13

TK
8
4
10
11
16
9

Jumlah Sarana Pendidikan


Umum
Agama
SD SLTP SMA SMK MI MTs MA
13
3
3
0
0
1
1
7
2
1
0
0
0
0
10
4
1
0
0
1
0
13
5
1
0
0
0
0
13
5
1
1
0
1
0
10
5
2
0
0
0
0

10
16

12
10

22
22

8
7

2
4

2
0

0
0

1
0

0
1

75

80

110

39

15

Sumber: BPS Kab. Wakatobi Tahun 2012

Angka Melek Huruf (AMH) penduduk Kabupaten Wakatobi


selama periode enam tahun 2005-2011 terus mengalami pening
katan. Pada tahun 2007, AMH sebesar 88,78 persen, meningkat
menjadi 94,31 persen pada tahun 2011 atau mengalami pening
katan sebesar 5,53 persen (Tabel 2.4).
Tabel 2.4 Angka melek huruf penduduk Kabupaten Wakatobi
Tahun
2007
2008
2009
2010
2011

Angka Melek Huruf (%)


88,78
88,80
89,13
91,70
94,31

Sumber: Wakatobi dalam angka, 2014

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

13

Rata-rata lama sekolah penduduk di Kabupaten Wakatobi


pada tahun 2005 hanya mencapai 5,8 tahun, tahun 2006 sebesar
6,35, tahun 2008 meningkat menjadi 6,52, dan tahun 2009
mencapai 6,85. Ini berarti bahwa tingkat pendidikan penduduk di
Kabupaten Wakatobi secara rata-rata adalah hanya tamat sekolah
dasar (SD). Angka tersebut masih di bawah rata-rata Sulawesi
Tenggara dan Nasional tahun 2008 yakni masing-masing sebesar
7,74 dan 7,52 tahun.
Angka putus sekolah di Kabupaten Wakatobi terutama
terjadi pada penduduk miskin. Pada tahun 2009, penduduk miskin
di Kabupaten Wakatobi yang tidak menamatkan pendidikan SD
adalah sebesar 51,30 persen. Sementara itu, yang tamat SD/
SLTP adalah sebesar 36,35 persen, dan hanya 12,34 persen yang
berhasil menamatkan pendidikan pada jenjang SLTA ke atas (BPS,
2010).
Angka Partisipasi Sekolah (APS) menunjukkan seberapa
besar anak usia menurut tingkat pendidikan tertentu berada
dalam lingkup pendidikan dan penyerapan dunia pendidikan
formal terhadap penduduk usia sekolah. APS penduduk usia 7-12
tahun berkisar pada angka 96-98 persen selama periode 5 (lima)
tahun. Selanjutnya, APS pada kelompok umur 13-15 tahun dan
16-18 tahun masing-masing mencapai 91 persen dan 75 persen
(Tabel 2.5).

14

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Tabel2.5 Angka partisipasi sekolah jenjang SD/sederajat, SMP/


sederajat, dan SMA/sederajat
Umur

2006
97,17
86,50
60,58
10,93

7-12
13-15
16-18
19-24

2007
98,00
87,10
63,16
4,38

Tahun
2008
2009
98,11
97,14
86,09
89,43
58,14
74,77
4,49
11,19

2010
96,34
91,07
75,42
9,73

2011
98,91
96,52
81,82
9,73

Sumber: Disbud Kab. Wakatobi, 2007-2011

Pekerjaan
Pada tahun 2013, jumlah penduduk di Kabupaten Wakatobi
yang tergolong usia kerja (umur 15 tahun ke atas) sebanyak
62.522 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 29.069 jiwa atau
46,49 persen dan perempuan sebanyak 33.453 jiwa atau 53,51
persen. Dari jumlah tersebut, terdapat angkatan kerja sebanyak
40.766 orang terdiri dari yang bekerja 37.884 jiwa atau 61,65
persen terhadap penduduk usia kerja. Tingkat pengangguran
terbuka (rasio pencari kerja terhadap angkatan kerja) sebanyak
7,07 persen. Sedangkan penduduk yang bukan angkatan kerja
sebanyak 20.675 jiwa atau 33,77 persen dari usia kerja.
Komposisi penduduk menurut lapangan pekerjaan pada
tahun 2013 di Kabupaten Wakatobi mayoritas bekerja pada
sektor pertanian, yakni sebanyak 17.411 jiwa atau 45,95 per
sen, kemudian sektor perdagangan dan akomodasi 8.563 jiwa
atau 22,06 persen disusul sektor jasa kemasyarakatan sosial,
transportasi komunikasi.
Menurut pendidikan, jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas
dan kaitannya dengan tingkat pendidikan menunjukkan adanya
penurunan. Penduduk usia kerja menurut tingkat pendidikan ber
turut-turut yaitu penduduk tidak pernah sekolah sebanyak 6.375

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

15

jiwa atau 10,37 persen, tidak tamat SD sebanyak 11.319 jiwa


atau 18,42 persen, tamat SD sebanyak 16.284 atau 26,50 persen,
tamat SMP sederajat 12.337 jiwa atau 20,07 persen, tamat SMA
sederajat 11.659 jiwa atau 18,97 persen, jenjang Diploma ke atas
sebanyak 1.136 jiwa atau 18,48 persen, dan jenjang sarjana/S2/S3
sebanyak 2.333 atau 37,97 persen.
Kapasitas Fiskal
Berdasarkan peraturan menteri keuangan Republik Indonesia
No. 226/PMK.07/2012 tentang peta kapasitas fiskal daerah adalah
gambaran kemampuan keuangan masing-masing daerah yang
dicerminkan melalui penerimaan umum anggaran pendapatan dan
belanja daerah (tidak termasuk dana alokasi khusus, dana darurat,
dana pinjaman lama, dan penerimaan lain yang penggunaannya
dibatasi untuk membiayai pengeluaran tertentu. Indeks kapasitas
fiskal dikategorikan menjadi empat kategori yaitu sangat tinggi
(>=2), tinggi (1<= indeks < 2), sedang (0,5 < indeks <1), dan rendah
(<=0,5).
Untuk Provinsi Sulawesi Tenggara nilai Indeks kapasitas
fiskalnya 0,3643 dengan kategori rendah, sedangkan untuk Kabu
paten Wakatobi indeks kapasitas fiskalnya bernilai 0,5762 kategori
sedang.
Pertumbuhan PDRB
Dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2006-2010) laju
pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB) Kabupaten
Wakatobi mengalami peningkatan. Pada tahun 2006, pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Wakatobi sebesar 6,03 persen, meningkat
menjadi 6,09 persen tahun 2007 dan pada tahun 2008 meningkat
lagi hingga mencapai 7,25 persen. Pada tahun 2009 pertumbuhan

16

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

ekonomi Kabupaten Wakatobi mengalami peningkatan yang sa


ngat fantastis yakni sebesar 13,67 persen. Meskipun pertumbuh
an ekonomi Kabupaten Wakatobi pada tahun 2010 lebih rendah
jika dibandingkan dengan tahun 2009, namun angkanya masih
tinggi, yakni sebesar 10,87 persen dan berada di atas rata-rata
pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Tenggara.
PDRB perkapita Kabupaten Wakatobi semakin membaik
dari tahun ke tahun dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 20,71
persen. Pada tahun 2006, PDRB perkapita Kabupaten Wakatobi
hanya sebesar Rp5.072.098,- meningkat menjadi Rp5.846.891,tahun 2007 atau mengalami peningkatan sebesar 12,27 persen
dan pada tahun 2008 meningkat lagi menjadi Rp7.219.480,atau mengalami peningkatan 35,14 persen jika dibandingkan
dengan tahun 2007. Pada tahun 2009, PDRB perkapita Kabupaten
Wakatobi mencapai Rp8.819.614,- atau mengalami peningkatan
sebesar 22,05 persen dari tahun 2008 dan pada tahun 2010
mencapai Rp10.038.507,- atau mengalami peningkatan sebesar
17,64 persen. Pada tahun 2012, PDRB per kapita atas dasar harga
berlaku di Kabupaten Wakatobi adalah Rp11.120.000.
Seiring dengan meningkatnya PDRB perkapita Kabupaten
Wakatobi selama kurun waktu lima tahun terakhir sebagaimana
dikemukakan di atas, maka jumlah penduduk miskin juga me
ngalami penurunan yang sangat signifikan. Pada tahun 2006,
penduduk miskin di Kabupaten Wakatobi tercatat sebanyak 24.535
jiwa atau sebesar 24,99 persen mengalami penurunan menjadi
17.100 jiwa atau hanya sekitar 18,52 persen atau menurun sekitar
6,47 persen.

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

17

Kesejahteraan Masyarakat
Salah satu indikator yang menggambarkan tingkat kesejah
teraan masyarakat ialah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM
daerah mengukur pencapaian rata-rata sebuah daerah dalam 3
(tiga) dimensi dasar pembangunan manusia yaitu: 1) hidup yang
sehat dan panjang umur yang diukur dengan umur harapan hidup
saat kelahiran; 2) pendidikan diukur dengan angka tingkat baca
tulis pada orang dewasa; dan 3) standar kehidupan layak diukur
dengan logaritma natural dari produk domestik bruto per kapita
dalam paritas daya beli (BAPPENAS, 2011/Ran-pg 2001-2015).
IPM selain menggambarkan tingkat kemajuan suatu daerah, juga
untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap
kualitas hidup.
Secara umum, IPM Wakatobi mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun. Namun, IPM Wakatobi lebih rendah dibandingkan
dengan rata-rata IPM Sulawesi Tenggara. Hingga tahun 2009, IPM
Kabupaten Wakatobi masih menempati urutan ke-11 dari 12
kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara (Tabel 2.6).
Tabel 2.6 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Wakatobi,
Tahun 2007 2009
Kabupaten

18

Tahun

Buton

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013


67,08 67,82 68,24 68,80 69,34 69,95 70,35

Muna

65,93 66,49 67,03 67,45 67,95 68,35 68,97

Konawe

67,96 68,72 69,27 69,77 70,42 70,95 71,67

Kolaka
Konawe
Selatan
Bombana

69,76 70,06 70,41 70,83 71,46 72,00 72,39

65,35 66,05 66,63 67,20 67,85 68,51 69,67

WAKATOBI

65,54 66,03 66,70 67,20 68,04 68,78 69,77

68,37 68,86 69,24 69,42 69,80 70,24 70,70

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Kolaka Utara

67,57 67,91 68,50 68,93 69,33 69,87 70,65

Buton Utara

66,89 67,16 67,62 68,07 68,86 69,31 70,13

Konawe Utara

66,83 67,43 67,97 68,38 69,24 69,84 70,66

Kota Kendari

74,55 75,09 75,31 75,66 76,07 76,51 77,02

Kota Bau-Bau

71,56 72,14 72,87 73,48 74,10 74,58 75,10

Kolaka Timur
Konawe
Kepulauan
Sulawesi
Tenggara
Indonesia

68,59
66,04
68,93 69,00 69,52 70,00 70,55 71,05 71,73
70,59 71,17 69,52 72,27 72,77

Sumber: BPS, 2007-2013

Jumlah Keluarga Miskin


Berdasarkan jumlah keluarga miskin, Kabupaten Wakatobi
memiliki 9.257 keluarga miskin, paling banyak berada di Keca
matan Wangi-Wangi Selatan sebesar 1.605 keluarga dan paling
sedikit berada di Kecamatan Kaledupa Selatan sebesar 727
keluarga (Tabel 2.7).
Tabel 2.7 Jumlah keluarga miskin berdasarkan wilayah kecamatan
di Kabupaten Wakatobi
Nama Kecamatan
Binongko
Togo Binongko
Tomia
Tomia Timur
Kaledupa
Kaledupa Selatan
Wangi-Wangi
Wangi-Wangi Selatan
Jumlah

Jumlah Keluarga Miskin


767
1.389
1.101
1.582
742
727
1.344
1.605
9.257

Sumber : Kecamatan seKab, Wakatobi 2013

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

19

INFRASTRUKTUR
Jaringan jalan yang baik, memiliki keterkaitan yang sangat
kuat dengan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah maupun
terhadap kondisi sosial budaya kehidupan masyarakat. Infra
struktur jalan yang baik adalah modal sosial masyarakat dalam
menjalani roda perekonomian, sehingga pertumbuhan ekonomi
yang tinggi tidak mungkin dicapai tanpa ketersediaan infrastruktur
jalan yang baik dan memadai.
Kinerja jaringan jalan berdasarkan kondisi dapat dikategori
kan dengan jalan kondisi baik, sedang, sedang rusak, rusak, dan
rusak berat. Proporsi jalan dalam kondisi baik di Kabupaten
Wakatobi mengalami penurunan, dimana pada tahun 2008
proporsi jalan kondisi baik mencapai 45,82 persen namun pada
tahun 2010 kondisi tersebut menurun menjadi 32,77 persen
(Tabel 2.8). Sanitasi rumah tangga dan kawasan kumuh cenderung
membaik, namun masih diperlukan upaya-upaya perbaikan.
Tabel 2.8 Panjang jalan, sanitasi rumah tangga, dan kawasan
perumahan di Kabupaten Wakatobi, 2008-2010
Indikator
Panjang jalan
kabupaten
dalam
kondisi baik
(%)
Rumah
Tangga berSanitasi (%)
Kawasan
Kumuh (%)

2008

2009

Tahun
2010
2011

2012

2013

45,82

38,80

32,77

34,27

36,67

38,54

62,11

67,77

70,75

NA

NA

NA

0,02

0,01

0,01

NA

NA

NA

Sumber: BPS Kab. Wakatobi, 2007-2011 dan Wakatobi dalam Angka, 2014

20

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

KESEHATAN
Angka Kematian Ibu, Bayi dan Balita (AKI, AKB dan AKABA)
Angka absolut kejadian kematian ibu, bayi dan balita di
Kabupaten Wakatobi dalam rentang waktu tahun 2007-2013
terjadi secara fluktuatif (Tabel 2.9). Kasus kematian ibu paling
banyak terjadi pada tahun 2007 sebesar 6 kasus kematian. Untuk
kejadian kasus kematian bayi paling banyak terjadi pada tahun
2010 sebesar 40 kasus kematian, sedangkan kasus kematian anak
balita paling banyak terjadi pada tahun 2009 sebesar 28 kasus
kematian.
Tabel 2.9 Jumlah absolut kasus kematian absolut ibu, bayi dan
balita di Kabupaten Wakatobi, 2007-2013
Indikator
AKI
AKB
AKABA

2007
6
0
11

2008
1
25
7

2009
3
34
28

2010
5
40
10

2011
4
25
8

2012
2
35
4

2013
4
37
7

Sumber: profil kesehatan kabupaten Wakatobi 2007-2013

Status Gizi
Prevalensi balita gizi kurang di Kabupaten Wakatobi selama
kurun waktu 2007-2013 menunjukkan kecenderungan fluktuatif.
Kasus gizi kurang paling banyak terjadi pada tahun 2010 sebesar
468 kasus, diikuti pada tahun 2012 sebesar 349 kasus dan tahun
2013 sebesar 187 kasus. Untuk kasus gizi buruk kecenderungannya
dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Kejadian gizi buruk
paling banyak terjadi pada tahun 2007 sebesar 78 kasus menurun
pada tahun-tahun selanjutnya. Kejadian gizi buruk paling sedikit
terjadi pada tahun 2012 dan 2013 sebesar 7 kasus (Tabel 2.10).

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

21

Tabel 2.10 Jumlah absolut kasus Gizi Kurang dan Gizi Buruk di
Kabupaten Wakatobi, Tahun 2007-2010
Tahun
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013

Jumlah Kasus
Gizi Kurang
122
154
98
468
120
349
187

Gizi Buruk
78
30
47
43
14
7
7

Sumber: Profil Dinkes Kab, Wakatobi, 2007-2013

Perencanaan Program Kesehatan


Dalam perencanaan pembangunan kesehatan, termasuk
dalam pembangunan pelayanan kesehatan, Kabupaten Wakatobi
mengarah pada kebijakan yang terdapat dalam Rencana Pem
bangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) 2005-2025. Pelaksanaan
RPJPD tersebut diterjemahkan dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah I (RPJMD) 2005-2009, RPJMD II tahun
2010-2014.
Arah kebijakan yang ada kemudian dijadikan panduan
langkah kerja Dinas Kesehatan di dalam merumuskan programprogram pembangunan dan kegiatan 5 (lima) tahunan. Pada
RPJMD I (2006-2011) fokus pembangunan di Kabupaten Wakatobi
adalah pembangunan infrastruktur sektor yang menjadi kebutuhan
utama masyarakat dan peningkatan SDM seperti kesehatan dan
pendidikan. Jadi yang dilakukan adalah pembangunan infrastruktur
di bidang kesehatan secara masif sehingga terjadi penyerapan
anggaran APBD diatas 10% bahkan sampai 13% (syarat pemerintah
pusat untuk anggaran kesehatan dalam APBD adalah 10%).
22

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Penyerapan anggaran ini digunakan untuk membangun fasilitas


kesehatan, penyediaan alat kesehatan dan logistik.
Pada RPJMD II (2012-2016), karena mayoritas infrastruktur
kesehatan sudah mencukupi maka titik berat pembangunan
kesehatan adalah penataan manajemen dalam bentuk pembinaan
dan peningkatan capacity building. Selain itu, anggaran kesehatan
pada RPJMD II juga menganggarkan biaya pemeliharaan dan
operasional kegiatan di puskesmas, pembuatan alat peraga untuk
promosi kesehatan dan insentif untuk kader. Insentif untuk kader
selain posyandu juga untuk promkes dan PHBS. Sehingga anggaran
yang terserap pada RPJMD II ini biasanya berada disekitar 5% dari
total anggaran APBD pertahun.
Perencanaan sangat penting dalam pembangunan, karena
dengan perencanaan pembangunan bisa memiliki tujuan yang
jelas sehingga strategi untuk mencapai tujuan dapat dirancang
dengan saksama. Kabupaten Wakatobi secara umum memiliki
perencanaan yang bersifat bottom to top, dimana perencanaan
pembangunan dibangun masyarakat melalui musrenbang ber
jenjang dari tingkat desa sampai tingkat kabupaten. Musrenbang
difasilitasi oleh Bapeda dan gabungan SKPD yang lain.
Di tingkat puskesmas, perencanaan program sudah dilakukan
di masing-masing melalui beberapa tahapan, mulai membuat
rencana usulan kegiatan (RUK), plan of action (POA), verifikasi
oleh Dinkes, dan setelah disetujui dibuatlah POA bulanan sesuai
kegiatan yang direncanakan.
Perencanaan program dilakukan masing-masing pemegang
program, misalnya program gizi. Pemegang program gizi me
rencanakan program berdasarkan evaluasi tahun sebelumnya dan
hasil musrenbang. Kemudian perencanaan yang telah disusun

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

23

program gizi dipaparkan pada minilok yang dihadiri oleh kepala


puskesmas dan seluruh pemegang program. Setelah itu hasil
dari pertemuan minilok dibawa ke dinas kesehatan kabupaten
untuk diverifikasi oleh tim verifikasi pengampu program, lalu tim
verifikasi memberikan keputusan diterima atau ditolak rencana
kegiatan program gizi untuk tahun depan.
Untuk menjalankan program yang sudah disetujui mengacu
pada juknis yang diterbitkan oleh dinas kesehatan dalam setiap
kegiatan. Biasanya sebelum pelaksanan program dilakukan pema
paran juknis terlebih dahulu di tingkat kabupaten kemudian baru
diturunkan ke program di tiap puskesmas.
Pembiayaan Kesehatan
Pembiayaan kesehatan di Wakatobi bersumber dari peme
rintah daerah berupa Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD),
Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), dan sumber lain
seperti pinjaman/hibah luar negeri (PHLN). Anggaran kesehatan
yang bersumber dari APBD paling besar didapatkan pada tahun
2008 sebesar 60 milyar rupiah. Ironisnya anggaran kesehatan yang
bersumber dari APBD setiap tahun cenderung menurun hingga
tahun 2012. Sebaliknya, anggaran kesehatan dari sumber lain
setiap tahun cenderung naik walaupun sedikit (Gambar 2.4).

24

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Gambar 2.4 Sumber anggaran kesehatan Kabupaten Wakatobi

Persentase total anggaran kesehatan bila dibandingkan de


ngan APBD Kabupaten Wakatobi yang terbesar terjadi pada tahun
2008 yaitu sebesar 11,96 persen, namun setiap tahun terjadi
penurunan (Tabel 2.11).
Tabel 2.11 Anggaran kesehatan dibandingkan dengan APBD, 20072013
Rincian

2007

2008

43.692

61.083

2009
2010
(Dalam jutaan rp)

2011*

2012

2013

24.677

14.774

20.172

377.168 510.918 411.920 411.920

425.725 537.823

Total
Anggaran
Kesehatan
Total APBD
Kabupaten
% APBD Kes
Thdp APBD

10,63

11,96

34.821

8,45

5,99

3,47

2,75

Kabupaten
Sumber data: Profil Dinas Kesehatan Kab, Wakatobi 2007-2013
Ket: *tidak ada data

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

25

Porsi pembiayaan kesehatan pada tahun 2007-2013, 75


persen adalah program preventif dan promotif. Saat ini 40 persen
program kesehatan adalah pelayanan dan 60 persen promosi.
Untuk tingkat puskesmas, pembiayaan dirasakan sudah sesuai
karena merupakan perencanaan dari bawah. Hanya saja jumlahnya
kurang mencukupi.
Sejak tahun 2010 ada dana BOK yang berguna dalam mem
bantu operasional pelaksanaan program. Dana ini dirasakan
manfaatnya hingga tingkat lapangan, terutama ketika turun ke
masyarakat misalnya penyuluhan ataupun sweeping. Dengan
difasilitasi dana BOK, kegiatan promosi dan pencegahan bisa
dilakukan. Namun demikian di lapangan masih terdapat kendala
seperti halnya pemberian insentif bagi petugas lapangan yang
berisiko tinggi, misalnya saja petugas pemeriksa TB.
Pencatatan Pelaporan
Laporan rutin dari puskesmas ke dinas kesehatan maksimal
diserahkan setiap tanggal lima setiap bulan. Bentuk geografi yang
berupa kepulauan sedikit banyak menimbulkan tantangan tertentu.
Bagi pulau terjauh yaitu Binongko, mereka harus merencakan
dengan baik agar proses pelaporan tepat waktu. Ditambah lagi,
listrik hanya ada di Binongko pada malam hari, mulai jam 6 petang
hingga 6 pagi. Dengan demikian, proses pembuatan catatan
atau pekerjaan dengan menggunakan perangkat elektronik
harus ditunda dan dikerjakan saat malam hari. Namun, dengan
perencanaan yang baik, jarak yang jauh bukan penghalang bagi
sampainya laporan tepat waktu. Dengan mengandalkan petugas
kapal, laporan pun dititipkan dan diambil oleh dinkes ke pelabuhan.
Jika kapal tidak berlayar saat musim ombak besar, maka laporan
disampaikan melalui email tetapi itupun butuh usaha yang tidak
26

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

sedikit, sebab listrik hanya ada malam hari dan jaringan internet
pun tak kalah susahnya.
Monitoring dan Evaluasi
Keberhasilan peningkatan peringkat IPKM di Kabupaten
Wakatobi tidak terlepas dari kegiatan yang dilakukan dalam
monitoring dan evaluasi. Sistem pengawasan yang dilakukan
oleh Kepala Dinas Kesehatan dan Bupati benar-benar melekat,
misalnya mereka mempunyai informan yang melaporkan lang
sung segala sesuatu yang terjadi di masyarakat. Monitoring dan
evaluasi dilakukan secara berkala oleh Kadinkes.
Disisi lain, Kepala Dinas Kesehatan memberikan motivasi
untuk meningkatkan kinerja kepada seluruh jajaran kesehatan
pada saat pertemuan rutin. Motivasi yang diberikan antara lain
Teori 4 (empat) As, bahwa setiap individu itu harus bekerja keras
menggunakan otot, bekerja cerdas menggunakan otak, bekerja
ikhlas dengan hati, dan bekerja tuntas hingga selesai.
Selain pengawasan secara manajemen, pengawasan
kemampuan SDM kesehatan juga dievaluasi. Tidak hanya dalam
pertemuan rutin evaluasi tetapi juga pada acara-acara dimana
kepala dinas ada, misalnya dalam pertemuan, kepala dinas
langsung menunjuk salah satu puskemas yang hadir dan diberi
tugas untuk menyuluh dengan tema tertentu. Hal ini memicu para
SDM kesehatan agar mengetahui setiap tema kesehatan yang ada.
Evaluasi ketat juga berkisar tentang cakupan program, jika ada
yang memburuk maka akan dikejar habis-habisan mengapa bisa
terjadi dan apa saja yang dikerjakan selama ini.

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

27

Bab 3

Potret Wakatobi sebagai Cagar Biosfer

Geologi dan Klimatologi


Kabupaten Wakatobi memiliki kesuburan tanah yang ren
dah akibat pH dan bahan organik rendah. Secara umum formasi
geologi batuan daratan dengan bahan induk batu gamping jenis
koral dan dominasi tanah podsolik. Jenis tanah yang tersebar pada
beberapa tempat di empat pulau Kabupaten Wakatobi ialah jenis
organisol, alluvial, grumosol, mediteran, latosol, dan didominasi
oleh podsolik.
Iklim di Kabupaten Wakatobi terdiri dari dua musim yaitu
musim kemarau (musim timur: April-Agustus) dan musim hujan
(musim barat: September-Maret).Musim angin barat berlangsung
dari bulan Desember sampai dengan Maret yang ditandai dengan
sering terjadi hujan. Musim angin timur berlangsung bulan Juni
sampai dengan September. Peralihan musim yang biasa disebut
musim pancaroba terjadi pada bulan Oktober-November dan
bulan April-Mei.
Jumlah hari hujan mengikuti pola jumlah curah hujan dengan
kisaran antara 1-25 hari hujan. Suhu udara maksimum berkisar
31,6-35,40C dan suhu udara minimum berkisar pada 21,0-23,50C,
dengan kisaran suhu rata-rata antara 22,4-33,90C. Kelembaban
udara antara 93-112%. (BPS Kab. Wakatobi, 2013). Pola curah
hujan berguna dalam perencanaan pola tanaman lahan kering

29

terutama untuk tanaman pangan dan hortikultura yang biasa


dilaksanakan pada bulan November dan Maret.
Angin kencang bertiup pada bulan Juli sampai September,
kemudian bulan November, Januari dan Februari. Tiupan angin
yang kencang dapat menimbulkan gelombang yang berpengaruh
pada frekuensi melaut para nelayan dan selanjutnya terhadap
jumlah ikan hasil tangkapan. Terkait hal ini, program pengadaan
kapal ikan dengan ukuran yang memadai akan sangat membantu
para nelayan.

Fungsi Lahan dan Potensi Wilayah


Penggunaan lahan di Kabupaten Wakatobi yaitu untuk
kawasan perumahan dan infrastruktur pemerintah sesuai Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Perda terkait. Oleh karena itu,
dalam pengembangan potensi wilayah, khususnya wilayah darat,
wilayah Kabupaten Wakatobi sesuai RTRW Kabupaten Wakatobi
dibagi ke dalam 2 (dua) fungsi kawasan yaitu kawasan budidaya
dan kawasan lindung, yang diuraikan sebagai berikut.
1.

Potensi Kawasan Budidaya

Kawasan budidaya adalah kawasan yang dimanfaatkan


untuk kepentingan produksi dalam rangka memenuhi kebutuhan
manusia. Luas kawasan budidaya mencapai 66.647 ha atau
81 persen dari luas keseluruhan wilayah daratan Kabupaten
Wakatobi. Potensi kawasan budidaya meliputi pertanian lahan
kering, perkebunan, hutan produksi, hutan adat/rakyat, hutan
lindung, pemukiman, dan lain-lain.
Potensi kawasan pertanian lahan kering dititikberatkan un
tuk lahan tanaman pangan (ubi kayu, jagung, ubi jalar, dan kacang
tanah) dan hortikultura (bawang merah, sawi, kacang merah, kacang
30

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

panjang, cabe, tomat, terung, ketimun, dan kangkung). Produksi


tanaman pangan dan hortikultura tidak mencukupi kebutuhan
masyarakat Kabupaten Wakatobi, sehingga didatangkan dari
Kabupaten Buton dan Kendari, misalnya kebutuhan beras dimana
seluruhnya berasal dari luar daerah Kabupaten Wakatobi. Di sisi
lain, luas lahan tanaman semakin berkurang akibat konversi dan
budaya konsumsi pangan lokal lambat-laun makin terkikis. Kondisi
ini jika tidak diantisipasi maka dalam jangka panjang akan berisiko
kerawanan pangan. Selain itu, potensi lahan kering dapat juga
dimanfaatkan untuk pengembangan peternakan dengan sistem
pertanian terpadu (integrated farming system).
Potensi pengembangan tanaman perkebunan paling banyak
dikembangkan oleh masyarakat di Kabupaten Wakatobi ialah kopra,
jambu mete, kakao, kopi, pala. Sedangkan untuk tanaman buahbuahan yaitu pisang, diikuti oleh jeruk, sirsak, nangka, nenas, dan
mangga. Pengembangan tanaman kelapa memungkinkan di semua
kecamatan Kabupaten Wakatobi dengan sentra pengembangan di
Kecamatan Kaledupa dan Kaledupa Selatan, demikian pula dengan
jambu mete. Khusus tanaman pala, saat ini hanya terdapat di
Kecamatan Wangi-Wangi dan Tomia.
Potensi peternakan di Kabupaten Wakatobi adalah ayam
buras, sapi, dan kambing. Rencana wilayah pengembangan
sektor peternakan adalah di Pulau Kaledupa dan Tomia. Selain
intensifikasi, pengembangan peternakan juga diarahkan pada
sistem pertanian terpadu berbasis ekologi (integrated ecofarming
system), yaitu mengintegrasikan peternakan ke dalam pertanian
tanaman pangan, perkebunan, dan kehutanan (agro-forestry
pasteur).

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

31

Kawasan hutan produksi dan hutan adat/rakyat cenderung


menurun akibat pembangunan infrastruktur dan pertambahan
penduduk, ditambah penebangan kayu berlebihan yang besumber
dari hutan produksi dan hutan adat/rakyat. Oleh karena itu,
pengelolaan kedua kawasan tersebut diarahkan pada pembinaan
masyarakat untuk melakukan tebang pilih dan rehabilitasi se
hingga fungsi kemanfaatan sebagai sumber tambahan pendapatan
masyarakat dan fungsi ekologi bisa berjalan harmonis dan ber
kelanjutan. Kawasan ini juga akan diintegrasikan dengan pe
ngembangan peternakan.
2.

Potensi Kawasan Lindung

Keputusan Presiden nomor 32 tahun 1990 tentang penge


lolaan kawasan lindung, meliputi kawasan hutan lindung, kawasan
lahan basah, dan kawasan konservasi dan resapan air. Kawasan
hutan lindung terdiri dari kawasan hutan lindung daratan dan
lautan. Laut terdiri dari kawasan-kawasan terumbu karang dan
pulau-pulau tak berpenghuni.
Kawasan lindung lain yaitu kawasan perlindungan setempat
yang meliputi sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar
danau/waduk, dan kawasan sekitar mata air. Kawasan sempadan
pantai sekurang-kurangnya minimal 100 m dari titik pasang
tertinggi ke arah darat. Sempadan sungai sekurang-kurangnya
antara 50-100 m di kiri dan kanan sungai bila di luar permukiman,
sedangkan di daerah permukiman diperkirakan seluas 10- 5 m
sebagai daerah bebas dari kegiatan manusia atau permukiman
penduduk.
Kabupaten Wakatobi juga mempunyai kawasan suaka alam
dan cagar budaya, terdiri atas: kawasan suaka alam, kawasan
suaka alam laut dan perairan lain, kawasan pantai berhutan bakau,
32

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam, dan
kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
Kawasan suaka alam (cagar alam) ditujukan untuk me
lindungi satwa tertentu (penyu dan satwa burung laut) di sekitar
Pulau Moromaho Kecamatan Togo Binongko. Kawasan pantai
berhutan bakau berfungsi perlindungan dan konservasi tersebar
di Pulau Kapota dan Desa Melai One (Kecamatan Wangi-Wangi),
Desa Waha (Kecamatan Wangi-Wangi Selatan), sebagian besar
Pulau Kaledupa, dan sebagian kecil Pulau Tomia dan Binongko.
Kawasan taman wisata alam laut terdapat hampir di seluruh
wilayah kecamatan di Kabupaten Wakatobi.
Taman Nasional Laut Wakatobi adalah kawasan Kepulauan
Wakatobi dan perairan di sekitarnya seluas 1.390.000 Ha
ditunjuk sebagai Taman Nasional berdasarkan SK Menhut No.
393/Kpts-VI/1996, tanggal 30 Juli 1996 dan telah ditetapkan
berdasarkan SK Menhut No. 7651/Kpts-II/2002, tanggal 19
Agustus 2002, terdiri dari 4 (empat) pulau besar (Pulau WangiWangi, Pulau Kaledupa, Pulau Tomia, dan Pulau Binongko) yang
terbagi menjadi 5 (lima) kecamatan dalam wilayah administratif
Kabupaten Wakatobi Provinsi Sulawesi Tenggara. Taman Nasional
Wakatobi (TNW) dikelola dengan sistem zonasi, yang ditetapkan
berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan
Pelestarian Alam No. 198/Kpts/DJVI/1997 tanggal 31 Desember
1997, terdiri atas: zona inti (Core Zone), zona pelindung (No Take
Zone), zona pariwisata (Tourism Zone), zona pemanfaatan lokal,
zona pemanfaatan umum, zona daratan.
Kawasan Cagar Budaya di antaranya peninggalan sejarah
berupa kompleks bangunan peninggalan kerajaan yang mem
punyai nilai historis yang cukup tinggi dan perlu dipertahankan

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

33

keberadaannya. Lokasi kawasan ini terdapat di seluruh wilayah


kecamatan di Kabupaten Wakatobi.

Gambar 3.1 Cagar Budaya Benteng Keraton Liya


Sumber: Dokumentasi Peneliti

Kawasan Perikanan dan Kelautan


Perikanan dan kelautan merupakan sektor unggulan daerah
Kabupaten Wakatobi, selain pariwisata. Pengembangan kegiatan
perikanan dan kelautan merupakan bagian dari visi pemerintah
Kabupaten Wakatobi yang berbasis pada potensi sumberdaya
wilayah kepulauan dan karakteristik wilayah serta tetap mengacu
pada penetapan wilayah Kabupaten Wakatobi sebagai Taman
Nasional Laut Kepulauan Wakatobi dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 26 tahun 2008 tentang RTRW Nasional. Jenis/species ikan
yang terdapat di perairan laut tidak kurang dari 942 jenis ikan.
Dalam menunjang pemanfaatan dan pengendalian kegiat
an sektor perikanan kelautan berdasarkan arahan pengelolaan
wilayah dalam Zonasi Taman Nasional Wakatobi (Surat Keputusan
Dirjen Hutan dan Konservasi Alam Nomor 149/IV-KK/2007),
terdapat berbagai arahan kegiatan pengembangan budidaya
perikanan dan kelautan sebagai 1) kawasan perikanan tangkap
sejauh 4 (empat) mil dari pantai; 2) kawasan budidaya perikanan
berupa keramba dan tambak. Budidaya perikanan yang sudah

34

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

berkembang diusahakan oleh masyarakat adalah jenis rumput


laut; 3) hasil perikanan dan infrastruktur; 4) terumbu karang,
Kabupaten Wakatobi yang terletak di pusat segitiga karang dunia
(World Coral Triangle Center) memiliki jenis/species terumbu
karang terbanyak di dunia yaitu mencapai 750 species dari total
850 species yang ada di dunia atau mencapai 88 persen, sebagai
bahan perbandingan adalah jumlah jenis species terumbu karang
di Selat Karibia yang hanya mencapai 50 species dan Laut Merah
mencapai 300 species. Data tersebut mengindikasikan bahwa
Kepulauan/Kabupaten Wakatobi ialah tempat terbaik dunia untuk
tujuan menyelam (diving).
Namun, potensi perikanan laut tersebut belum dapat
dimanfaatkan secara maksimal karena keterbatasan teknologi alat
tangkap maupun perahu yang digunakan oleh para nelayan lokal
Kabupaten Wakatobi. Selain itu, produksi ikan juga dipengaruhi
musim angin kencang dan gelombang besar di laut yang biasa
terjadi pada bulan Juli-Agustus karena kurangnya intensitas
nelayan ke laut.
Pengembangan perikanan ke depan diarahkan pada dukung
an kelengkapan sarana dan prasarana pendukung perikanan
seperti dermaga, pabrik es, tempat pelelangan ikan, balai benih,
pusat Bahan Bakar Minyak (BBM), bank/koperasi perikanan dan
ketersediaan sarana dan prasarana perikanan lain. Pembangunan
industri pengolahan hasil perikanan seperti Industri Pengolahan
Rumput Laut di Kaledupa Selatan dan industri tepung ikan atau
pengalengan merupakan bagian dari perencanaan pengembangan
perikanan.

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

35

Kawasan Peruntukan Pariwisata


Sektor unggulan wilayah Kabupaten Wakatobi selain per
ikanan dan kelautan ialah sektor pariwisata berbasis wisata alam
(bahari). Pengembangan kegiatan pariwisata merupakan bagian
visi Kabupaten Wakatobi yang berbasis potensi sumberdaya
wilayah kepulauan dan karakteristik wilayah.
Jenis kegiatan pariwisata yang dapat dikembangkan di
Kabupaten Wakatobi adalah pariwisata laut/bahari berupa pano
rama pantai dan laut, potensi terumbu karang, ombak untuk olah
raga air serta dinamika kehidupan nelayan, wisata alam (panorama
pegunungan, goa-goa bawah tanah), wisata seni dan budaya serta
wisata buatan lainnya.
Rencana pengembangan kegiatan pariwisata untuk Wilayah
Kabupaten Wakatobi tidak terlepas dari rencana yang saat ini
telah disusun dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata
Daerah (RIPPDA) Kabupaten Wakatobi dan rencana Zonasi Laut
Kabupaten Wakatobi. Konsep wisata yang dikembangkan adalah
wisata bahari dan wisata alam dengan semangat back to nature
dengan memperkuat visi Kabupaten Wakatobi Wakatobi Sebagai
Pusat Biodiversitas Bumi. Dengan demikian, pengelolaan kawa
san wisata turut menjaga keseimbangan ekosistem darat dan laut
Wakatobi.

36

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Bab4

LONJAKAN IPKM WAKATOBI

Pada IPKM 2013, 30 indikator yang dikembangkan dikelom


pokkan menjadi 7 (tujuh) kelompok sub-indeks yaitu 1) kesehatan
balita (balita gizi buruk dan kurang, balita sangat pendek dan
pendek, balita gemuk, penimbangan balita, kunjungan neonatal,
imunisasi lengkap), 2) kesehatan reproduksi (penggunaan alat
kontrasepsi MKJP, pemeriksaan kehamilan K4:1-1-2, KEK pada
WUS), 3) pelayanan kesehatan (persalinan oleh nakes di faskes,
proporsi kecamatan dengan kecukupan jumlah dokter per
penduduk, proporsi desa dengan kecukupan jumlah Posyandu
per desa, proporsi desa dengan kecukupan jumlah bidan per
penduduk, dan kepemilikan jaminan pelayanan kesehatan), 4)
perilaku kesehatan (merokok, cuci tangan dengan benar, buang
air besar di jamban, aktivitas fisik cukup, menggosok gigi dengan
benar), 5) penyakit tidak menular (hipertensi, DM, gangguan
mental, obesitas sentral, sakit gigi dan mulut), 6) penyakit menular
(pneumonia, diare balita, ISPA balita), dan 7) kesehatan lingkungan
(akses sanitasi, akses air bersih).
Tabel 4.1 menunjukkan skor IPKM menurut tujuh kelompok
sub-indeks, skor seluruh kelompok sub-indeks berada diatas indi
kator IPKM baik provinsi maupun nasional, Kelompok indikator
dengan urutan IPKM paling tinggi secara berurutan adalah penyakit
menular, kesehatan balita, penyakit tidak menular, dan kesehatan
lingkungan.
37

Tabel 4.1 Skor IPKM menurut kelompok indikator, Kabupaten


Wakatobi 2013
Kelompok
No pengembangan IPKM
2013
1
Kesehatan balita
2
Kesehatan reproduksi
3
Pelayanan kesehatan
4
Perilaku
5
Penyakit tidak
menular
6
Penyakit menular
7
Kesehatan lingkungan

Kabupaten
Wakatobi

Sulawesi
Tenggara

Indonesia

0,7752
0,4783
0,3874
0,4384
0,6902

0,5979
0,2142
0,1691
0,2463
0,3847

0,6405
0,4756
0,3808
0,3652
0,6260

0,9117
0,6039

0,4751
0,4255

0,7507
0,5430

Sumber: Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat, 2014

Tabel 4.2 dan 4.3 menunjukkan IPKM 2007 dan pengem


bangan IPKM 2013. IPKM 2007 dan 2013 mengalami penyem
purnaan yaitu 1) tujuh indikator IPKM 2007 yang mengalami
perubahan definisi yang disempurnakan di IPKM 2013 (akses air
bersih, kunjungan neonatal, proporsi kecamatan dengan kecukupan
jumlah dokter, proporsi desa dengan kecukupan jumlah bidan,
persalinan tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan, diare balita,
dan merokok); 2) empat indikator IPKM 2007 yang tidak dilibatkan
di IPKM 2013 (balita sangat kurus dan kurus, asma, disabilitas, sakit
sendi, dan 9 indikator baru); 3) 10 indikator baru yang ditambahkan
pada IPKM 2013 (penggunaan alat kontrasepsi MKJP, pemeriksaan
kehamilan (K4 1-1-2), kurang energi kronis (KEK) pada WUS,
proporsi desa dengan kecukupan jumlah posyandu, kepemilikan
jaminan pelayanan kesehatan, buang air besar di jamban, aktivitas
fisik cukup, menggosok gigi dengan benar, diabetes mellitus, dan
obesitas sentral).
38

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Tabel 4.2 Perbandingan Indikator IPKM 2007 dan IPKM 2013


Kabupaten Wakatobi (Rumus 2007)
No

Indikator IPKM 2007


Indikator

Balita gizi buruk dan kurang


Balita sangat pendek dan
2
pendek
3 Balita sangat kurus dan kurus
4 Akses air bersih
5 Aksessanitasi
6 Penimbangan balita
7 Kunjungan neonatal
8 Imunisasi lengkap
Rasio jumlah dokter dengan
9
jumlah puskesmas
Rasio jumlah bidan dengan
10
jumlah desa
11

Persalinan oleh tenaga


kesehatan

12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24

Balita gemuk
Diare
Hipertensi
Pneumonia
Perilaku cuci tangan
Ganguan mental
Konsumsi tembakau
Sakit gigi dan mulut
Asma
Disabilitas
Cedera
Sakit sendi
ISPA

25
26

Indikator Pengembangan IPKM 2013


Rumus
Rumus
Indikator
2007
2007
30,21 Balita gizi buruk dan kurang
Balita sangat pendek dan
52,67
pendek
7,55
3,28
59,97 Akses air bersih
99,19
43,46 Akses sanitasi
17,73 Penimbangan balita
42,86 Kunjungan neonatal (KN1)
99,12
26,99 Imunisasi lengkap
Proporsi kecamatan dengan
0,40
1,353
kecukupan jumlah dokter
Proporsi desa dengan
0,54
1,06
kecukupan jumlah bidan
Persalinan oleh tenaga
41,06 kesehatan di fasilitas
90,93
kesehatan
8,02
Balita gemuk
9,77
Diare balita
1,87
36,62 Hipertensi
5,09
Pneumonia
11,78 Cuci tangan dengan benar
11,83 Gangguan mental
19,82 Merokok
25,29
24,57 Sakit gigi dan mulut
5,44
4,87
20,70
0,27
5,02
Cedera
17,97
6,47
20,82 ISPA Balita
Penggunaan alat kontrasepsi
(MKJP)
Pemeriksaan kehamilan
(K4:1-1-2)

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

39

Kurang energi kronik (KEK)


pada WUS
Proporsi desa dengan
kecukupan jumlah posyandu
Kepemilikan Jaminan
Pelayanan Kesehatan
Buang air besar di jamban
Aktivitas fisik cukup
Menggosok gigi dengan
benar
Diabetes Mellitus
Obesitas sentral

27
28
29
30
31
32
33
34
Nilai IPKM
Ranking nasional
Ranking di provinsi
Perubahan skor
Perubahan peringkat

0,4397
340
7
Naik
Naik

0,7768
18
1

Sumber : Buku IPKM 2007 dan 2013

Tabel 4.2 dan 4.3 menunjukkan bahwa secara total, pada


IPKM 2007 terdapat 24 indikator, sedangkan pada model pengem
bangan IPKM 2013 terdapat 30 indikator. Namun, dalam tabel
di atas tetap disajikan 24 indikator yang sama baik pada tahun
2007 dan 2013. Pada tahun 2007, IPKM Kabupaten Wakatobi
berada pada peringkat 340 dengan skor 0,4397 sedangkan pada
tahun 2013 mengalami kenaikan peringkat dan skor yang sangat
tajam menjadi ranking 18 dan skor IPKM 0,7768. Hampir semua
indikator yang dilibatkan dalam IPKM mengalami perubahan
positif yang cukup berarti. Hanya ada beberapa indikator yang
mengalami perubahan negatif, salah satunya yaitu cakupan
imunisasi lengkap.

40

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Tabel 4.3 Perbandingan Indikator IPKM 2007 dan IPKM 2013


Kabupaten Wakatobi (Rumus 2013)
No

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25

Indikator IPKM 2007

Indikator Pengembangan IPKM 2013


Rumus
Rumus
Indikator
Indikator
2007
2013
Balita gizi buruk dan kurang 30,21 Balita gizi buruk dan kurang
4,09
Balita sangat pendek dan
Balita sangat pendek dan
52,67
11,06
pendek
pendek
Balita sangat kurus dan
7,55
kurus
Akses air bersih
59,97 Akses air bersih
53,94
Akses sanitasi
43,46 Akses sanitasi
66,85
Penimbangan balita
17,73 Penimbangan balita
93,92
Kunjungan neonatal
42,86 Kunjungan neonatal (KN1)
97,69
Imunisasi lengkap
26,99 Imunisasi lengkap
7,45
Rasio jumlah dokter dengan
Proporsi kecamatan dengan
0,40
12,5
jumlah puskesmas
kecukupan jumlah dokter
Rasio jumlah bidan denga
Proporsi desa dengan
0,54
41,00
njumlah desa
kecukupan jumlah bidan
Persalinan oleh tenaga
Persalinan oleh tenaga
41,06 kesehatan di fasilitas
43,92
kesehatan
kesehatan
Balita gemuk
8,02
Balita gemuk
3,85
Diare
9,77
Diare balita
4,83
Hipertensi
36,62 Hipertensi
18,39
Pneumonia
5,09
Pneumonia
0,22
Perilaku cuci tangan
11,78 Cuci tangan dengan benar
59,06
Ganguan mental
11,83 Gangguan mental
0,94
Konsumsi tembakau
19,82 Merokok
21,42
Sakit gigi dan mulut
24,57 Sakit gigi dan mulut
20,80
Asma
5,44
Disabilitas
20,70
Cedera
5,02
Cedera
4,87
Sakit sendi
17,97
ISPA
20,82 ISPA Balita
16,42
Penggunaan alat kontrasepsi
2,86
(MKJP)

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

41

26
27
28
29
30
31
32
33
34
Nilai IPKM
Ranking nasional
Ranking di provinsi

Pemeriksaan kehamilan
(K4:1-1-2)
Kurang energi kronik (KEK)
pada WUS
Proporsi desa dengan
kecukupan jumlah posyandu
Kepemilikan Jaminan
Pelayanan Kesehatan
Buang air besar di jamban
Aktivitas fisik cukup
Menggosok gigi dengan
benar
Diabetes Mellitus
Obesitas sentral
0,4397 Nilai IPKM
340
Ranking nasional
7
Ranking di provinsi

66,37
18,14
4,00
99,40
90,28
12,85
7,24
1,85
29,51
0,6122
52
1

Sumber : Buku IPKM 2007 dan 2013

Nilai IPKM untuk indikator imunisasi lengkap tahun 2013


sebesar 7,45 persen. Nilai ini berbeda jauh dengan hasil Riskesdas
2013 yang menunjukkan prevalensi cakupan imunisasi lengkap di
Kabupaten Wakatobi sebesar lebih dari 84 persen. Dalam Riskesdas
data imunisasi didapatkan dari hasil pencatatan buku KIA atau
jika ibu tidak memiliki buku KIA maka mengandalkan ingatan ibu.
Hasil Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa sebesar hampir 77
persen ibu memiliki dan dapat menunjukkan buku KIA, artinya 7
persen lainnya berdasarkan ingatan ibu. Sedangkan berdasarkan
hasil temuan di lapangan menunjukkan bahwa program imunisasi
cukup berhasil di Kabupaten Wakatobi. Hal ini didukung oleh
data dari profil kesehatan Kabupaten Wakatobi tahun 2013
yang menunjukkan cakupan imunisasi DPT1 + HB1, DPT3 + HB3,
Campak, BCG, dan Polio masing-masing sebesar76,2 persen, 64,0

42

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

persen, 61,0 persen, 77,0 persen dan 62,2 persen. Selain itu hasil
kualitatif menunjukkan beberapa temuan kegiatan yang dapat
meningkatkan cakupan imunisasi di Wakatobi sepanjang tahun
2013 seperti ketersediaan vaksin untuk imunisasi, sweeping
imunisasi kepada balita yang tidak datang imunisasi ke posyandu
atau tempat pelayanan kesehatan lainnya dan wisuda imunisasi
bagi balita yang telah menyelesaikan imunisasi lengkap.
Justifikasi Pemilihan Kasus
IPKM merupakan indeks komposit yang dirumuskan dari
beberapa indikator kesehatan, untuk Riskesdas 2007 meng
gunakan 24 indikator, sedangkan 2013 telah dilakukan perbaikan
dengan 30 indikator. Tiga puluh indikator tersebut dikelompokkan
menjadi 7 sub-indeks yaitu: Kesehatan Balita, Kesehatan Repro
duksi, Pelayanan Kesehatan, Perilaku Kesehatan, Penyakit Tidak
Menular, Penyakit Menular, dan Kesling.
Dari 7 kelompok indikator tersebut, di Kabupaten Wakatobi
ada 2 (dua) kelompok sub-indeks yang apabila dilihat dari nilainya,
diasumsikan telah mendongkrak kenaikan ranking, yaitu subindeks Kesehatan Balita dan Penyakit Menular. Namun, ada satu
sub-indeks lagi yang menjadi faktor pemicu di dalam mendukung
(konstruktif) pembangunan kesehatan di Kabupaten Wakatobi
yaitu Kesehatan Lingkungan. Tabel berikut menggambarkan
Indeks kelompok indikator pendongkrak IPKM 2013 di Kabupaten
Wakatobi.
Deskripsi penulisan narasi tersebut akan dilihat dari segi
geografis kepulauan yang terdiri atas 4 (empat) pulau besar,
yakni Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko (WAKATOBI).
Empat pulau besar tersebut mempunyai kearifan lokal masing-

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

43

masing yang perlu diangkat karena secara tidak disadari kreativitas


dari masing-masing pimpinan wilayah kecamatan dan kepala
puskesmas telah membantu meningkatkan IPKM di Kabupaten
Wakatobi.

44

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Bab 5
Terobosan dalam peningkatan
status kesehatan balita

Ada Apa dengan Kesehatan Balita?


Sumber daya manusia adalah investasi berharga dalam
pembangunan, maka harus dipersiapkan kualitasnya dari sejak
dalam kandungan hingga dilahirkan dan terus dijaga dalam setiap
siklus kehidupannya. Masa balita merupakan salah satu periode
kehidupan manusia yang penting diperhatikan sebagai pijakan
untuk keberlangsungan hidup yang berkualitas di masa depan.
SDM yang berkualitas dapat ditentukan dari status gizinya. Status
gizi balita merupakan penentu pertumbuhan, perkembangan
dan produktivitas di masa depan. Permasalahan status gizi balita
jika tidak ditangani akan menimbulkan masalah yang lebih besar,
bahkan ke depannya bangsa Indonesia akan mengalami lost
generation (Soekirman 2005).
Kabupaten Wakatobi merupakan salah satu kabupaten di
Wilayah Indonesia yang pada tahun 2007 memiliki IPKM rendah dan
masuk dalam salah satu daerah bermasalah kesehatan. Kabupaten
Wakatobi memiliki skor IPKM sebesar 0,4397 dan menempatkan
kabupaten ini pada peringkat ke-340 dari 440 kabupaten/kota di
Indonesia, dan peringkat ke-7 dari 12 kabupaten/kota di Provinsi
Sulawesi Tenggara dan merupakan kabupaten dengan persentase

45

kemiskinan sebesar 24,51 persen menggenjot skor IPKM menjadi


0,6122 dan menempatkannya pada peringkat ke-18 dari 497
kabupaten/kota di Indonesia serta naik ke ranking 1 dari 12
kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tenggara.
Dalam IPKM, status gizi balita (prevalensi balita gizi
buruk dan kurang, prevalensi balita pendek dan sangat pendek,
prevalensi balita kurus dan sangat kurus) merupakan salah satu
indikator mutlak yang memiliki bobot tertinggi dalam perhitungan
skor IPKM. Indikator mutlak lainnya yang berhubungan dengan
kesehatan balita antara lain: cakupan imunisasi lengkap dan
penimbangan anak. Sedangkan pada IPKM 2013, untuk indikator
yang berhubungan dengan kesehatan balita ditambahkan dengan
variabel prevalensi balita gemuk. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 5.1 Perubahan nilai IPKM 2007-2013 indikator kesehatan
balita di Kabupaten Wakatobi
No
1

2
3
4
5

46

Indikator
Prevalensi balita
gizi buruk dan
kurang
Prevalesi balita
pendek
Prevalensi balita
kurus
Kunjungan
neonatal
Cakupan imunisasi
lengkap

Persentase
2007
2013
30,21
4,09

Perubahan
26,12

Turun (+)

52,67

11,06

41,61

Turun (+)

7,55

3,28

4,27

Turun (+)

42,86

97,69

54,83

Naik (+)

26,99

7,45

19,54

Turun (-)

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

No
6

Indikator
Cakupan
penimbangan
anak
Prevalensi balita
gemuk

Persentase
2007
2013
17,73
93,92

Perubahan
76,19

Naik (+)

3,85

Sumber: Buku IPKM 2013

Tabel di atas menunjukkan bahwa indikator mutlak IPKM


2007 yang berhubungan dengan kesehatan balita yang paling
menonjol adalah angka prevalensi balita pendek dan sangat
pendek sebesar hampir 53 persen, disusul oleh prevalensi balita
gizi buruk dan kurang sebesar lebih dari 30 persen, prevalensi
balita kurus dan sangat kurus sebesar hampir 8 persen. Untuk
cakupan imunisasi lengkap hampir 27 persen, dan penimbangan
anak hanya sebesar hampir 18 persen. Sedangkan pada indikator
IPKM 2013 yang berhubungan dengan kesehatan balita ini yang
paling menonjol adalah cakupan penimbangan anak sebesar
hampir 94 persen, prevalensi balita gizi buruk dan kurang lebih
dari 4 persen, prevalensi balita pendek dan sangat pendek lebih
dari 11 persen, prevalensi balita kurus sebesar hampir 4 persen,
cakupan imunisasi lengkap hanya sebesar hampir 8 persen, dan
prevalensi balita gemuk sebesar hampir 4 persen.
Dari kedua hasil IPKM tahun 2007 dan 2013 terjadi per
ubahan baik perubahan indikator IPKM yang naik maupun nilai
indikator yang turun. Indikator IPKM yang paling menonjol
meningkat positif nilainya adalah cakupan penimbangan anak,
peningkatannya sebesar lebih dari 76 persen yaitu pada tahun
2007 sebesar hampir 18 persen menjadi hampir 94 persen pada

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

47

tahun 2013. Indikator IPKM yang mengalami nilai menurun negatif


yaitu cakupan imunisasi lengkap dengan nilai perubahan sebesar
19,54 persen. Pada tahun 2007 cakupan imunisasi lengkap sebesar
hampir 27 persen turun menjadi hampir 8 persen pada tahun
2013. Hal ini berbeda dengan hasil Riskesdas yang menunjukkan
cakupan imunisasi lengkap mengalami kenaikan, yaitu pada tahun
2007 sebesar lebih dari 60 persen naik menjadi lebih dari 84
persen pada tahun 2013.
Indikator IPKM lain yang mengalami nilai menurun tapi
positif yaitu prevalensi balita pendek (termasuk sangat pendek)
dan prevalensi balita gizi buruk (termasuk kurang) dengan nilai
perubahan masing-masing indikator sebesar hampir 42 persen
dan lebih dari 26 persen. Pada tahun 2007 prevalensi balita pendek
dan sangat pendek sebesar hampir 60 persen turun menjadi 11
persen pada tahun 2013, sedangkan prevalensi balita gizi buruk
dan kurang pada tahun 2007 sebesar hampir 31 persen menurun
menjadi 4 persen pada tahun 2013. Penurunan prevalensi status
gizi, terutama stunting dalam jumlah yang relatif besar dan dalam
waktu kurang lebih lima tahun merupakan hal yang luar biasa
dan jarang terjadi. Kondisi ini disinyalir terjadi karena prevalensi
stunting memiliki nilai RSE dan nilai CI 95% stunting yang relatif
lebar di tingkat kabupaten. Sebagai contoh pada tahun 2013,
Kabupaten Wakatobi memiliki nilai RSE sebesar 30,66 dan nilai CI
95% dengan nilai 11,06 (3,02-18,1).
Berdasarkan uraian di atas menurunnya prevalensi balita
pendek dan prevalensi balita gizi buruk dan kurang dibarengi
dengan meningkatnya cakupan penimbangan anak merupakan
sebuah keterkaitan satu sama lain. Selain meningkatnya cakupan
penimbangan, ada terobosan-terobosan lain yang telah dilakukan

48

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

untuk meningkatkan status gizi balita dan hal ini merupakan


sesuatu yang menarik untuk dikaji dan menjadi salah satu fokus
dalam kajian ini.

DUKUNGAN KEBIJAKAN PIMPINAN DALAM


PENINGKATAN KESEHATAN BALITA
SDM kesehatan dan non kesehatan di Kabupaten Wakatobi
keberadaannya cukup melimpah. Hal ini merupakan peluang yang
dimanfaatkan oleh Bupati Wakatobi dan Kepala Dinas Kesehatan
untuk menambahkan petugas tambahan untuk menunjang kinerja
petugas kesehatan. Ada dua model tenaga tambahan yaitu; pertama,
tenaga penunjang dengan SK Bupati yang dibiayai APBD (Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah), di mana petugas penunjang dengan
ijazah SMA mendapatkan insentif 400 ribu rupiah, sedangkan
petugas penunjang dengan ijazah sarjana mendapatkan insentif
500 ribu rupiah. Petugas penunjang diutamakan untuk membantu
tugas bidan desa. Kedua, tenaga volunteer yaitu sarjana kesehatan
yang menjadi relawan di Puskesmas dengan honor yang disisihkan
dari dana BOK (Bantuan Operasional Kesehatan). Untuk besaran
honor setiap volunteer berbeda-beda sesuai dengan absensi dan
kinerja atau keterlibatan volunteer dalam membantu menjalankan
program.
Motivasi petugas penunjang dan volunteer untuk terlibat
dalam pelayanan kesehatan didasari pada semangat bekerja
keras. Masyarakat Kabupaten Wakatobi memang dikenal sebagai
masyarakat pekerja keras, karena mereka tinggal pada wilayah
demografis kepulauan yang dikelilingi oleh lautan dan perbukitan
yang membuat mereka harus bekerja keras untuk tetap bertahan
hidup. Hal ini juga membentuk sebuah norma yang berlaku

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

49

dimasyarakat yaitu malu jika hanya berdiam diri di rumah


atau tidak bekerja, apalagi sudah menyelesaikan pendidikan. Hal
inilah yang memotivasi petugas penunjang dan volunteer untuk
ikut berperan serta dalam meningkatkan pelayanan kesehatan di
Kabupaten Wakatobi.
Petugas Penunjang Sebagai Sebuah Peluang
Berlimpahnya SDM baik kesehatan dan non kesehatan
merupakan sebuah peluang yang kemudian memunculkan regulasi
positif atau kebijakan penambahan tenaga kesehatan penunjang
atau honorer dari tingkat SMK sampai sarjana yang didistribusikan
secara merata ke seluruh desa Kabupaten Wakatobi. Tenaga pe
nunjang ini memiliki SK Bupati yang setiap tahun diperbaharui.
Tenaga kesehatan penunjang atau honorer ini mulai diber
lakukan sejak tahun 2010 hingga sekarang. Keberadaan tenaga
honorer ini cukup membantu dalam pelayanan kesehatan baik di
dalam gedung puskesmas maupun di luar gedung puskesmas. Pada
awalnya tanggung jawab petugas penunjang adalah menunjang
tugas-tugas pemerintah yang bersifat teknis dan administrasi,
tetapi petugas penunjang juga diperbantukan dalam upaya me
ningkatkan derajat kesehatan balita yaitu dengan dilibatkan
pada kegiatan penyuluhan. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh
salah satu pemegang program di Dinas Kesehatan Kabupaten
Wakatobi:
Kami memiliki 200 pegawai magang atau tenaga penunjang,
tugasnya bukan hanya teknis kesehatan tapi juga sebagai
penghubung atau sumber informasi, motivator atau penyuluh.
Sejak ya tahun 2010 pas saya masuk sudah ada, mereka lulusan
kesehatan dan SMA... (SH, Kabid Upaya kesehatan Masyarakat
Dinas Kabupaten Wakatobi)

50

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Hal di atas didukung oleh pernyataan salah satu tenaga


penunjang di puskesmas Liya, Pulau Wangi-Wangi yang menyata
kan ikut memberikan penyuluhan kepada ibu hamil dan ibu balita,
berikut petikannya.
Kami ikut posyandu, tidak melakukan pendataan karena itu
tugas kader...kadang kami bantu menyuntik atau memberikan
arahan kepada bumil, melakukan penyuluhan pada ibu balita
misalnya mengenai gizi buruk... (NE, Bidan honorer, Pulau
Wangi-Wangi)

Gambar 5.1 Petugas penunjang di Puskesmas Liya,


Pulau Wangi-Wangi
Sumber: Dokumentasi peneliti

Keberadaan petugas penunjang dalam pelaksanaan pe


nyuluhan kesehatan tidak hanya pada saat kegiatan posyandu
saja, bisa juga lewat kegiatan-kegiatan lain di masyarakat seperti
arisan PKK. Seperti yang diungkapkan oleh pemegang program KIA
Puskesmas Kaledupa, Pulau Kaledupa sebagai berikut.

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

51

Ya biasanya lewat penyuluhan tapi kita juga bisa lewat arisan


PKK, karena semua masyrakat disini pasti mengikuti arisan
PKK. Arisan PKK itu ada di tingkat desa dan kecamatan... (Ms,
Pemegang Program KIA, Puskesmas Kaledupa)

Pahlawan Tanpa Tanda Jasa itu bernama Petugas Volunteer


Kebijakan ataupun dukungan pimpinan dinas kesehatan
dan pimpinan puskesmas di Kabupaten Wakatobi menjadi faktor
penting dalam meningkatkan derajat kesehatan balita dan
disinyalir membantu terdongkraknya nilai IPKM di tahun 2013.
Salah satu kebijakan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan
selain terdapat tenaga penunjang yang mendapat SK Bupati, di
semua pulau (Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, Binongko) terdapat
kebijakan dari setiap pimpinan puskesmas untuk menerima tenaga
sukarela atau volunteer.
Tenaga volunteer ini merupakan putra daerah yang setelah
mengenyam pendidikan tinggi di bidang kesehatan, kemudian
kembali ke kampung halaman dan mengabdi secara sukarela di
puskesmas di wilayah tinggal mereka sekaligus mencari peng
alaman untuk mempraktikkan ilmu yang sudah didapatkan di
bangku perkuliahan. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh
Kepala Puskesmas Kaledupa.
Latar belakang pendidikan volunteer ada yang D3 kebidanan,
D3 keperawatan, SKM, ada nurse... Mereka datang dari
Kaledupa, tinggalnya 3-4 km dari sini (puskesmas), mereka
jelas ingin jadi PNS, alasan mereka melapor dan mendaftar ke
saya menjadi volunteer untuk cari pengalaman (IH, Kepala
Puskesmas Kaledupa)

Semangat mengabdi ini diperkuat dengan keinginan untuk


tinggal dekat keluarga. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Sy,
salah satu petugas volunteer:

52

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Dulu saya kuliah di Bau-Bau, setelah lulus balik lagi ke


Kaledupa, bantu di sini (puskesmas)... Tidak apa-apa saya
bantu di Puskesmas saja walaupun honornya pas-pasan, yang
penting dekat dengan orangtua (Sy, petugas volunteer, Pulau
Kaledupa)

Tupoksi petugas volunteer menurut salah seorang informan


yang telah bertugas menjadi volunteer selama tiga tahun adalah
diperbantukan dalam pelayanan kesehatan maupun dalam
menyebarkan informasi kesehatan balita atau penyuluhan-pe
nyuluhan. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Kepala
Puskesmas Kaledupa mengenai tupoksi volunteer, berikut
ungkapannya:
Mereka ini saya pasangkan dengan seniornya (PNS ataupun
petugas penunjang), mau ikut posyandu atau penyuluhan
bersama seniornya, nanti uang transportnya disisipkan dari
transport seniornya (IH, Kepala Puskesmas Kaledupa)

Petugas penunjang dan volunteer berperan sebagai agen


of change melalui penyuluhan kepada masyarakat. Keterpaparan
masyarakat akan informasi kesehatan balita secara terus menerus
dapat mengubah pengetahuan dan pada akhirnya akan mengubah
perilaku masyarakat walaupun dalam waktu lama.

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

53

TEROBOSAN INOVATIF DAN INTERVENSI DALAM


PENINGKATAN KESEHATAN BALITA
Posyandu Ulangtahun Yang Dinantikan Anak Balita
Berkembangnya kuantitas dan kualitas pelayanan kesehatan
di Kabupaten Wakatobi, merupakan salah satu faktor yang disinyalir
mendongkrak nilai IPKM kabupaten ini. Salah satu pelayanan
kesehatan yang berkontribusi adalah posyandu. Berdasarkan
Profil Kesehatan Kabupaten Wakatobi tahun 2007 sampai dengan
tahun 2013 terlihat perubahan jumlah posyandu yang ada di
Kabupaten Wakatobi. Pada tahun 2007 terdapat 154 posyandu,
kemudian tahun 2008-2009 jumlah posyandu bertambah menjadi
162. Pada rentang tahun berikutnya (2010-2012) jumlah posyandu
mengalami penurunan menjadi 150, begitu pula pada tahun 2013
jumlah posyandu berkurang menjadi 134. Berkurangnya jumlah
posyandu dikarenakan ada beberapa desa yang memiliki posyandu
lebih dari satu yang letaknya berdekatan digabung menjadi satu
agar lebih efektif dalam menjalankan kegiatannya. Perubahan
jumlah posyandu dalam rentang waktu 2007-2013 di Kabupaten
Wakatobi dapat dilihat pada gambar 5.2 berikut.

54

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Gambar 5.2 Perubahan jumlah posyandu tahun 2007-2013 di


Kabupaten Wakatobi
Sumber: Profil Kesehatan Kab. Wakatobi 2007-2013

Posyandu merupakan salah satu upaya kesehatan berbasis


masyarakat karena dalam posyandu dilibatkan kader sebagai
tulang punggung penggerak posyandu. Dalam penyelenggaraan
posyandu setiap puskesmas diberi kesempatan seluas-luasnya
untuk menyelenggarakan posyandu di wilayah kerjanya dengan
terobosan baru yang dapat meningkatkan kesadaran dan keaktifan
masyarakat untuk kunjungan ke posyandu. Di sini terlihat bagaima
na peran pimpinan puskesmas dalam mendukung dan mengupaya
kan kegiatan posyandu yang menarik dan tidak monoton yang
dapat menjadi daya tarik masyarakat untuk membawa anaknya ke
posyandu, contohnya penyelenggaraan posyandu ulang tahun di
Posyandu desa Olo olo dan desa Lombo wilayah kerja puskesmas
Popalia, Pulau Binongko.

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

55











Posyandu yang diselenggarakan pada tanggal 16


setiap bulan ini, menggunakan konsep yang unik dan
menarikuntukmemotivasianakdanibuagardatangke
posyandu.
Kegiatan
posyandu
seperti
Posyandu yang
diselenggarakan
pada dilaksanakan
tanggal 16 setiap
bulan
ini, menggunakan
konsep
yang anak.
unik dan
menarikhari
untuk
sebuah
acara ulang
tahun
Sebelum
H,
memotivasi
anak
dan
ibu
agar
datang
ke
posyandu.
Kegiatan
undangan posyandu yang berwarna merah jambu
posyandu dilaksanakan seperti sebuah acara ulang tahun
untuk balita perempuan dan undangan berwarna biru
anak. Sebelum hari H, undangan posyandu yang berwarna
untukbalitalakilakidisebarkanolehkader.Undangan
merah jambu untuk balita perempuan dan undangan berwarna
posyanduinijugadisisipipesankesehatan.
biru untuk balita laki-laki disebarkan oleh kader. Undangan
posyandu
ini juga disisipi pesan kesehatan.











Gambar 5.3. Undangan posyandu di Popalia, Binongko


Gambar5.3.UndanganposyandudiPopalia,Binongko

Sumber: Dokumentasi peneliti
Sumber:Dokumentasipeneliti

Selain
 lewat undangan, pemberitahuan kegiatan posyandu
Selain lewat
kegiatan
juga dilakukan
lewat undangan,
ronda yangpemberitahuan
dilakukan oleh 2 orang
anak

usia SD yang berkeliling kampung sambil berteriak mengenai
posyandujugadilakukanlewatrondayangdilakukan
agenda
esokusia
hari.SD
Anak-anak
ini diberi uang
lelah
 2 posyandu
oleh
orang anak
yang berkeliling
kampung
sebesar Rp.10.000,- per sekali ronda.
sambilberteriakmengenaiagendaposyanduesokhari.

Dalam penyelenggaraannya posyandu didekorasi dengan balon
AnakanakinidiberiuanglelahsebesarRp.10.000,per
warna-warni yang dipasang di setiap sudut posyandu. Suasana
sekalironda.
meriah tergelar di sana, anak-anak balita datang bersama
orangtuanya dengan memakai
pakaian terbaik mereka, layak

nya menghadiri perayaan ulang tahun.

56

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Gambar 5.4 Balita dan ibu pada saat posyandu di Popalia


Sumber: dokumentasi puskesmas Popalia, Pulau Binongko

Suasana yang menyenangkan dan penuh keceriaan ini mem


buat anak balita selalu menantikan kegiatan posyandu setiap
bulannya.
Untuk kegiatan posyandu sendiri terdiri dari pendaftaran,
penimbangan, pencatatan, pemeriksaan, dan penyuluhan.
Pemberian makanan tambahan yang biasanya bubur kacang
hijau diganti dengan nasi kuning yang diwadahi mika lengkap
dengan lauknya seperti irisan telur atau suwiran daging ayam
dan irisan mentimun serta kue-kue lainnya. Pendanaan
kegiatan posyandu diambilkan dari dana BOK. Menurut kader
posyandu untuk menyiapkan nasi kuning dibutuhkan biaya 300
ribu rupiah per kegiatan posyandu.

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

57

Gambar 5.5 Suasana kegiatan posyandu popalia


Sumber: dokumentasi Puskesmas Popalia, Pulau Binongko

Jika orangtua malas datang ke posyandu, ia akan repot meng


hadapi anaknya yang menangis minta datang ke posyandu
karena ingin mendapatkan balon dan nasi kuning. Bahkan
anak yang usianya sudah lebih dari lima tahun masih datang ke
posyandu untuk melakukan penimbangan dan mendapatkan
nasi kuning.
Konsep posyandu ulang tahun ini berkontribusi terhadap naik
nya cakupan keaktifan masyarakat untuk ke posyandu dan
meningkatkan cakupan penimbangan menjadi 100 persen.
Terobosan inovatif posyandu ulang tahun ini secara tidak
langsung memacu masyarakat untuk mencari posyandu untuk
pemantauan pertumbuhan anak balita, bukan lagi petugas
kesehatan dan kader yang mencari balita untuk dilakukan
penimbangan. Sungguh sebuah terobosan cemerlang yang
telah dilakukan oleh puskesmas Popalia, Pulau Binongko ini.

58

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Sweeping door to door untuk peningkatan cakupan


penimbangan dan imunisasi
Kebijakan lain yang didukung oleh semua pimpinan Puskes
mas dalam meningkatkan kesehatan balita di Kabupaten Wakatobi
adalah kegiatan sweeping. Di Puskesmas Popalia, Pulau Binongko
kegiatan sweeping ini tertuang dalam MOU antara kader dan
puskesmas, dimana dalam MOU tersebut terdapat salah satu butir
tugas kader yaitu melakukan sweeping kepada balita yang tidak
datang ke posyandu. Sweeping dilakukan oleh kader posyandu
beserta petugas kesehatan, pada saat agenda posyandu selesai
dilaksanakan, dengan membawa alat-alat timbangan dengan
mendatangi rumah balita yang tidak datang ke posyandu secara
door to door. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh kader posyandu
Popalia:
Tugas kita sebagai kader, kalau anak-anak tidak datang ke
posyandu kita kunjungi ke rumah, kita pergi menimbang... kita
pikul timbangan mbak... ya kita bertanggung jawab tho....
(Shm, Kader Posyandu Popalia, Pulau Binongko)

Kesadaran untuk melakukan sweeping terhadap anak balita


yang tidak datang ke posyandu ini merupakan bentuk tanggung
jawab kader bahwa tugas penimbangan balita ada di pundak
mereka. Tidak ada alasan untuk tidak mengejar balita sampai ke
rumah agar dapat ditimbang dan mereka mendapatkan catatan
penimbangan balita. Catatan ini oleh program gizi puskesmas dapat
dijadikan bahan pemantauan status gizi balita di wilayah kerja
puskesmas serta dapat dijadikan dasar pengambilan kebijakan
intervensi apa yang paling cocok diberikan kepada balita.
Selain di Puskesmas Popalia, di Pulau Tomia, sweeping juga
menjadi kegiatan rutin yang dilakukan kader untuk mencapai
cakupan penimbangan. Sweeping dilakukan untuk menjaring anak
Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

59

balita yang tidak menimbang di posyandu pada hari H posyandu.


Hal ini seperti yang diungkapkan oleh pemegang program Gizi
Puskesmas Usuku, Pulau Tomia:
Cakupan penimbangan di sini sudah mencapai di atas 80
persen, hal ini karena ada sweeping. Jadi kalau ada balita tidak
datang ke posyandu, setelah posyandu akan ada sweeping
ke rumah-rumah. Sweeping bisa dilakukan langsung setelah
posyandu atau besoknya. Kadang kita bawa-bawa timbangan
dari rumah ke rumah atau kita kumpul dan kita panggil ibu-ibu
balita (MA, Programer Gizi, Puskesmas Usuku, Pulau Tomia).

Hal ini sejalan dengan yang dinyatakan oleh salah satu


petugas volunteer Puskesmas Kaledupa, Pulau Kaledupa yang
sering mendampingi kegiatan posyandu:
Jika ada kegiatan posyandu dan ada anak atau bayi yang tidak
datang, maka kita sweeping yang dilakukan setelah kegiatan
posyandu, yang turun sweeping dibantu oleh kader. (Ed,
Petugas Volunteer, Puskesmas Kaledupa, Pulau Kaledupa)

Pernyataan-pernyataan di atas didukung oleh data dari profil


kesehatan Kabupaten Wakatobi yang menunjukkan pada tahun
2007 sampai tahun 2013 terjadi kenaikan cakupan penimbangan
yang signifikan. Pada tahun 2008 dan 2010 cakupan penimbangan
di Kabupaten Wakatobi mengalami penurunan sebesar lebih dari
7 persen dan hampir 4 persen. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada gambar berikut.

60

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Gambar 5.6 Cakupan Penimbangan anak balita Kabupaten Wakatobi,


2007-2013
Sumber: Profil Kesehatan Kab. Wakatobi 2007-2013

Selain sweeping anak balita untuk penimbangan, ternyata


kegiatan sweeping juga diberlakukan untuk kegiatan imunisasi.
Anak yang tidak datang ke posyandu pada hari H dan sudah masuk
pada jadwal imunisasi maka petugas juru imunisasi beserta kader
akan melakukan sweeping ke rumah-rumah untuk melakukan
imunisasi di tempat. Hal ini seperti yang dilakukan oleh posyandu
di wilayah kerja Puskesmas Usuku, Pulau Tomia. Berikut yang
diungkapkan oleh juru imunisasi puskesmas Usuku, Pulau Tomia:
Seandainya si ibu tidak membawa anaknya ke posyandu untuk
imunisasi, kami sweeping. Langsung kami bawa-bawa vaksinnya
ke rumah. Cakupan imunisasi tahun 2014 sudah 100 persen.
(Hs, Juru imunisasi Puskesmas Usuku, Pulau Tomia)

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

61

Sweeping penimbangan dan imunisasi dilakukan karena


orangtua tidak membawa balitanya ke posyandu pada hari H
pelaksanaan posyandu. Menurut salah satu kader posyandu di
wilayah kerja Puskesmas Popalia, Pulau Binongko ketidakhadiran
balita karena balita sedang sakit, sedangkan menurut programer
gizi Puskesmas Usuku, Pulau Tomia, alasan ketidakhadiran balita
karena keluarga sedang mengadakan pesta perkawinan. Berbeda
dengan dua hal di atas informan di bawah ini menyatakan alasan
ketidakhadiran balita karena faktor budaya atau adat istiadat.
Berikut petikannya.
Di sini ada budaya masyarakat yang melarang ibu membawa
anak keluar rumah di 40 hari pertama, hal ini membuat
ibu tidak membawa bayinya ke posyandu. (WOS, Kepala
Puskesmas Liya, Pulau Wangi-Wangi).

Sweeping merupakan salah satu cara yang bisa diambil


untuk meningkatkan cakupan penimbangan dan imunisasi, tapi
membuat masyarakat sadar untuk mencari pelayanan posyandu
untuk pemantauan pertumbuhan balita dan imunisasi adalah
hal yang lebih penting untuk ditegakkan. Jangan sampai dengan
adanya sweeping membuat masyarakat menjadi malas untuk
datang ke posyandu dan mengandalkan petugas dan kader yang
datang ke rumah.
Horeee Aku Lulus Imunisasi ...
Reward atau penghargaan yang diberikan kepada seseorang
akan sebuah prestasi yang telah diraih dapat menjadi sebuah
kebanggan akan prestasi tersebut dan menjadi motivasi bagi orang
lain. Kebijakan yang diambil untuk mengapresiasi balita.

62

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Puskesmas Popalia, Pulau Binongko melakukan sebuah tero


bosan baru yaitu memberikan reward kepada balita yang telah
wisuda (lulus) imunisasinya. Ide pemberian reward berasal dari
kepala puskesmas dan merupakan salah satu kebijakan dan
dukungan pimpinan terhadap peningkatan cakupan imunisasi
anak balita. Reward tersebut berupa pemberian hadiah topi
dan kaos kepada balita yang lulus imunisasi sesuai waktu dan
usianya, sedangkan balita yang lulus imunisasi tetapi tidak
sesuai waktu dan usianya maka hanya akan mendapatkan
hadiah topi saja.

Gambar 5.7 Hadiah topi dan kaos untuk anak yang lulus imunisasi
Sumber: dokumentasi peneliti

Pemberian reward ini dilakukan secara seremonial pada


kegiatan posyandu. Anak-anak yang diwisuda saat itu akan
mendapatkan hadiah langsung dari kepala Puskesmas. Kalau
dilihat dari harga hadiah, mungkin tidak seberapa, tetapi
kepuasan batin dan kebahagiaan orangtua yang telah meng
antarkan anaknya lulus imunisasi merupakan sesuatu yang
lebih berharga daripada sebuah hadiah. Selain itu, kegembiraan
anak-anak juga terpancar ketika menerima hadiah hasil
kelulusan imunisasi mereka. Bagi ibu dan balita yang belum

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

63

daripadasebuahhadiah.Selainitu,kegembiraananak

anak juga terpancar ketika menerima hadiah hasil

kelulusan imunisasi mereka. Bagi ibu dan balita yang

belum wisuda imunisasi menjadi lebih termotivasi lagi

untuk datang ke posyandu dan menyempurnakan
 imunisasi menjadi lebih termotivasi lagi untuk datang
wisuda
imunisasianaknya.
ke posyandu
dan menyempurnakan imunisasi anaknya.
















Gambar5.8
Gambar
5.8
Proses
wisuda
imunisasi
di
Posyandu
Popalia,
Pulau



ProseswisudaimunisasidiPosyanduPopalia,PulauBinongko
Binongko
Sumber:dokumentasipuskesmasPopalia,PulauBinongko

Sumber: dokumentasi puskesmas Popalia, Pulau Binongko


Di Puskesmas Liya Pulau Wangi-Wangi,
kepala puskesmas

memiliki sebuah peraturan jika ibu tidak membawa balitanya
ke posyandu maka diberikan hukuman berupa denda sebesar
lima ribu rupiah per anak per kunjungan. Alasan pemberian
denda ini dilatarbelakangi oleh budaya masyarakat setempat
yang melarang ibu membawa anak keluar rumah di 40 hari
pertama kelahiran. Hal ini tentu menghambat pemantauan
pertumbuhan anak dan juga pemberian imunisasi pertama
yaitu BCG.
Denda ini sudah disosialisasikan kepada ibu balita saat kun
jungan posyandu. Pada bulan pertama denda ini diberlakukan
ada kenaikan kunjungan posyandu yang signifikan, ada satu

64

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

wilayah yang cakupan penimbangan serta imunisasi mencapai


90 persen.
Beberapa hambatan juga ditemui dalam penerapan denda ini,
ada masyarakat yang komplain dan mempertanyakan dasar
hukum pemberlakuan denda. Sebenarnya denda ini sudah
tertuang dalam peraturan desa, uang denda yang didapatkan
untuk pendapatan desa bukan untuk puskesmas. Harapan
puskesmas yaitu kenaikan cakupan kunjungan posyandu bisa
sampai 100 persen.

Denda Lima Ribu, Peringatan Kecil Berdampak Besar


Pemberian hukuman merupakan salah satu hak pimpinan
untuk mencapai tujuan tertentu. Hukuman berimbas efek jera
kepada pelaku pelanggaran dan menjadi peringatan bagi lainnya
yang belum melakukan pelanggaran.
Di Puskesmas Liya Pulau Wangi-Wangi, kepala puskesmas me
miliki sebuah peraturan jika ibu tidak membawa balitanya ke
posyandu maka diberikan hukuman berupa denda sebesar
lima ribu rupiah per anak per kunjungan. Alasan pemberian
denda ini dilatarbelakangi oleh budaya masyarakat setempat
yang melarang ibu membawa anak keluar rumah di 40 hari
pertama kelahiran. Hal ini tentu menghambat pemantauan
pertumbuhan anak dan juga pemberian imunisasi pertama
yaitu BCG.
Denda ini sudah disosialisasikan kepada ibu balita saat
kunjungan posyandu. Pada bulan pertama denda ini diber
lakukan ada kenaikan kunjungan posyandu yang signifikan,
ada satu wilayah yang cakupan penimbangan serta imunisasi
mencapai 90 persen.
Beberapa hambatan juga ditemui dalam penerapan denda ini,
ada masyarakat yang komplain dan mempertanyakan dasar

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

65

hukum pemberlakuan denda. Sebenarnya denda ini sudah


tertuang dalam peraturan desa, uang denda yang didapatkan
untuk pendapatan desa bukan untuk puskesmas. Harapan
puskesmas yaitu kenaikan cakupan kunjungan posyandu bisa
sampai 100 persen.

Pemberian Makanan Tambahan, Intervensi Klasik yang


Dilestarikan
Penyebab langsung permasalahan gizi yang diderita
balita salah satunya karena kekurangan zat gizi. Anak usia enam
bulan, merupakan masa dimana balita seharusnya sudah mulai
diberi makanan tambahan selain ASI untuk menunjang tumbuh
kembangnya, tapi pada kenyataannya masih banyak ibu yang
tidak memberikan makanan pendamping ASI yang cukup kepada
anak karena kondisi ekonomi atau karena pengetahuan ibu yang
rendah. Hal ini menyebabkan anak usia 6 bulan ke atas rentan
mengalami permasalahan gizi.
Permasalahan gizi yang dihadapi salah satunya adalah anak
bawah garis merah (BGM). Anak BGM mengindikasikan anak
kurang energi protein (KEP) baik tingkat sedang (gizi kurang)
maupun tingkat berat (gizi buruk). Anak BGM dapat dilihat bila
hasil penimbangan berat badan pada kartu menuju sehat (KMS)
terletak di bawah garis merah. Pada KMS tidak ada garis pemisah
KEP sedang dan KEP berat, sehingga untuk menentukan KEP berat
atau gizi buruk digunakan tabel BB/U Baku Median WHO-NCHS
dan melihat gejala-gejala klinis gizi buruk seperti marasmus,
kwashiorkor atau marasmic-kwashiorkor.
Ciri-ciri anak marasmus antara lain tampak sangat kurus,
wajah seperti orangtua, cengeng/rewel, kulit keriput, jaringan
66

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy pant), perut
cekung, iga gambang, sering disertai penyakit infeksi berulang.
Anak kwashiorkor memiliki ciri-ciri: edema pada punggung kaki
(dorsum pedis), wajah membulat dan sembab, pandangan mata
sayu, rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah
dicabut tanpa rasa sakit, rontok, perubahan status mental, apatis,
rewel, pembesaran hati, otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila
diperiksa pada posisi berdiri atau duduk, kelainan kulit berupa
bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi
coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis),
sering disertai penyakit infeksi. Sedangkan anak marsmuskwashiorkor memiliki gambaran klinik campuran dari beberapa
gejala klinik kwashiorkor dan marasmus, dengan BB/U <60% baku
median WHO-NCHS disertai edema yang tidak mencolok.
Data profil kesehatan menunjukkan kejadian anak BGM di
Kabupaten Wakatobi terjadi secara fluktuatif (Gambar 4.11).

Gambar 5.9 Jumlah anak BGM Kab Wakatobi, 2007-2013


Sumber: Profil Kesehatan Kab. Wakatobi 2007-2013

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

67

Kejadian anak BGM terendah terjadi pada tahun 2010


sebesar 95 kasus, sedangkan tertinggi terjadi pada tahun 2012,
sebesar 326 kasus dan menurun pada tahun 2013 menjadi 187
kasus. Data profil kesehatan Kabupaten Wakatobi tahun 20072013 menunjukkan bahwa kasus gizi buruk semakin lama semakin
menurun. Hal ini menunjukkan bahwa penanganan anak gizi buruk
berhasil diupayakan. Pada tahun 2007 kasus gizi buruk sebesar
78 kasus, pada tahun berikutnya terjadi fluktuasi, dan pada tahun
2012-2013 jumlah kasus gizi buruk stagnan berada pada kisaran
jumlah 7 kasus. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik
berikut.

Gambar 5.10 Jumlah balita gizi buruk di Wakatobi, 2007-2013


Sumber: Profil Kesehatan Kab. Wakatobi 2007-2013

Untuk mengatasi permasalahan tersebut pemerintah pusat


sejak lama telah memiliki program pemberian makanan tambahan
68

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

untuk membantu memenuhi zat gizi balita. Pemerintah Kabupaten


dan Dinas Kesehatan Kabupaten Wakatobi juga melakukan hal yang
sama yaitu melakukan intervensi dengan pemberian makanan
tambahan pendamping ASI (PMT-PASI) untuk anak balita. Jenis
makanan tambahan yang diberikan adalah susu dan biskuit.

Gambar 5.11 Makanan tambahan berupa biskuit untuk anak balita


Puskesmas Waitii, Tomia Timur
Sumber: Dokumentasi peneliti

Selain pemberian PMT-PASI, ada intervensi yang dilakukan


untuk penanggulangan balita gizi kurang dan buruk dengan
pemberian makanan tambahan pemulihan (PMT-pemulihan). Pem
berian makanan tambahan ini bertujuan untuk mengembalikan
status gizi balita menjadi normal. Menurut kepala Puskesmas
Liya, Pulau Wangi-Wangi pemberian PMT-pemulihan diberikan
selama 90 hari. Penanganan anak gizi buruk juga diungkapkan
oleh informan berikut ini:

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

69

Penanganan anak gizi kurang dan buruk kalau ada penyakit


penyerta disembuhkan dulu penyakitnya, kalau tidak ada kami
berikan PMT pemulihan (SH, Kasubid UK Dinas Kesehatan
Kabupaten Wakatobi)
Penanganan anak gizi kurang dan buruk, pertama kita berikan
dulu penyuluhan pada ibunya atau orang tuanya, kemudian
kita berikan PMT pemulihan, kita berikan beras atau telur
atau kacang hijau, kita berikan seharga lima ribu per hari,
pemberiannya kita antar seminggu sekali ke rumah dalam
bentuk bahan makanan (MA, Programer Gizi Puskesmas
Usuku, Pulau Tomia)

Kelemahan dari intervensi pemberian makanan tambahan ini


adalah kurangnya pengawasan dari petugas mengenai kepatuhan
keluarga dalam memberikan PMT ASI untuk balita karena pada
kenyataannya di masyarakat, PMT yang diberikan dikonsumsi juga
oleh anggota keluarga yang lain. Hal ini seperti yang diungkapkan
oleh programer gizi Puskesmas Usuku, Pulau Tomia, berikut
petikannya:
Kan begini saya lihat kekurangannya itu, ketika kita tanyakan
mengenai pemberian PMT kepada ibu walaupun jawaban si
ibu hanya dimakan balita tersebut, tapi kenyataannya kadang
PMT dikonsumsi oleh seisi rumah itu. Itu kelemahannya, kurang
kontrol. (MA, Programer Gizi Puskesmas Usuku, Pulau Tomia)

Miris memang melihat kenyataan di atas, makanan tambahan


yang seharusnya diberikan kepada balita malah dikonsumsi oleh
anggota keluarga lain. Meskipun ini hanya kasus, tetapi tetap
harus menjadi perhatian pemerintah setempat, karena hal ini bisa
menghambat perbaikan status gizi balita. Sebaiknya juga dilakukan
intervensi yang dapat meningkatkan ketahanan pangan dalam
keluarga dengan peningkatan ekonomi sehingga permasalahan
gizi pada balita dapat dihidari.

70

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

DUKUNGAN KEBIJAKAN LINTAS SEKTOR


Permasalahan kesehatan bukan saja menjadi fokus kerja
dari sektor kesehatan. Dukungan dari sektor non kesehatan juga
berkontribusi terhadap perbaikan derajat kesehatan masyarakat.
Di wilayah Kabupaten Wakataobi kerjasama lintas sektoral,
khususnya dalam menunjang kesehatan balita antara lain sebagai
berikut.
Posyandu milik kita bersama...
Di Kabupaten Wakatobi terdapat 29 SKPD (Satuan Kerja
Perangkat Daerah), dimana setiap SKPD memiliki tanggung jawab
terhadap posyandu masing-masing. Tanggung jawab tersebut
dipegang oleh dharma wanita di setiap SKPD. Kontribusi SKPD
terhadap posyandu adalah memberikan PMT penyuluhan dan
pemulihan. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Kasubid Upaya
Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Wakatobi:
Setiap SKPD bertanggung jawab terhadap posyandu, di sini
ada 29 SKPD ada tanggungjawabnya terhadap posyanduposyandu... Dharma wanita dari SKPD memberikan PMT
penyuluhan dan pemulihan, kita (kesehatan) tinggal masuk
ajah... itu diturunkan lewat PKK kabupaten... Hal ini sudah sejak
tahun 2010. (SH, Kasubid Upaya Kesehatan Masyarakat Dinas
Kabupaten Wakatobi)

Pemberian tanggung jawab ke SKPD merupakan salah satu


hal yang positif dilakukan agar semua SKPD merasakan tanggung
jawab yang sama, menanamkan rasa cinta dan memiliki terhadap
posyandu sehingga dukungan terhadap kegiatan posyandu bisa
terus diberikan dan posyandu dapat bekerja dengan baik dalam
meningkatkan status kesehatan anak balita.
Kebijakan lintas sektor juga dapat berupa kebijakan
dalam hal anggaran. Ada beberapa penganggaran kesehatan
Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

71

yang dianggarkan oleh instansi non-kesehatan. Dalam pem


berian insentif kader posyandu, selain yang diberikan oleh dinas
kesehatan, ada dinas lain yang juga berkontribusi memberikan
insentif seperti badan KB, pemberdayaan perempuan dan
pemerintah desa. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Kasubbid
Ekonomi BAPPEDA Kabupaten Wakatobi:
Untuk Badan KB, pemberdayaan perempuan dan pemerintah
desa ada anggaran untuk insentif bagi kader posyandu dan PKK
dalam kegiatan promosi kesehatan (Hd, Kasubbid Ekonomi
Bappeda Kabupaten Wakatobi)

Besaran insentif kader posyandu yang diberikan oleh Dinas


Kesehatan sebesar lima puluh ribu rupiah sebagai uang transport
sedangkan insentif yang diberikan oleh Dinas KB, pemberdayaan
perempuan dan pemerintahan desa sebesar dua puluh lima ribu
rupiah per kader per bulan. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh
Kepala Puskesmas Popalia, Pulau Binongko:
Kader posyandu ada transport Rp50.000,- dari kesehatan.
Dinas KB, Pemberdayaan dan Pemerintahan desa memberikan
insentif Rp25.000,- ke kader per bulan (Nm, Kepala Puskesmas
Popalia, Pulau Binongko)

Pemberian insentif yang diberikan kepada kader dapat


memotivasi kader untuk dapat bekerja dengan lebih baik dan
bertanggungjawab penuh terhadap tugasnya serta sebagai peng
hargaan atas kinerja kader selama bertugas.
Sarana dan prasarana dibutuhkan dalam menunjang
kegiatan posyandu, salah satunya adalah gedung posyandu.
Kegiatan posyandu di Kabupaten Wakatobi masih banyak yang
diselenggarakan di halaman puskesmas atau meminjam halaman
rumah warga. Saat ini sudah ada bantuan berupa pembangunan
posyandu yang diberikan oleh Program Nasional Pemberdayaan

72

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri). Hal ini seperti yang di


ungkapkan oleh Kasubid Upaya Kesehatan Masyarakat Dinas
Kesehatan Kabupaten Wakatobi:
Gedung-gedung posyandu sudah banyak yang dibangun oleh
PNPM mandiri, pembangunan gedung posyandu tersebut ber
dasarkan musyawarah desa... (SH, Kasubid Upaya Kesehatan
Masyarakat Dinas Kabupaten Wakatobi)

Diversifikasi pangan keluarga dalam meningkatkan status gizi


balita
Masalah gizi anak balita berhubungan dengan asupan gizi
yang didapatkan balita. Balita yang kurang gizi kemungkinan
karena keterbatasan makanan dalam keluarga, atau ketahanan
pangan dalam keluarga rendah. Ketahanan pangan ialah kondisi
terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya,
aman, merata dan terjangkau.
Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Wakatobi memiliki
program dalam meningkatkan ketahanan pangan keluarga dengan
memanfaatkan pekarangan rumah dan pemberian bibit tanaman.
Berikut yang dituturkan oleh SF, Kepala Badan Ketahanan Pangan
Kabupaten Wakatobi:
Bagaimana kami memberdayakan masyarakat dengan tujuan
masyarakat mandiri untuk mencukupi kebutuhan pangannya.
Kemudian yang kedua bagaimana supaya pola pangan bisa
lebih beragam. Kami berikan bibit, bibit yang diberikan adalah
holtikultura sayuran dan umbi-umbian. Umbi-umbian seperti
kano/mangga, opa, ubi jalar, talas. Sayuran seperti kangkung,
sawi, kacang panjang, paria, terong, tomat, lombok, gambas
dan lainnya (SF, Kepala Badan Ketahanan Pangan Kabupaten
Wakatobi)

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

73

Gambar 5.12 Bibit tanaman yang diberikan ke masyarakat


Sumber : Dokumentasi peneliti

Selain pemberian bibit, Badan Ketahanan Pangan juga


bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Wakatobi,
khususnya program gizi dalam penyuluhan konsumsi dan gizi.
Kedua instansi ini sering bekerjasama dalam penyelenggaraan
lomba yang melibatkan masyarakat mengenai penganekaragaman
pangan dan gizi. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh SF,
Kepala badan ketahanan pangan Kabupaten Wakatobi:
Misalnya dalam penilaian lomba yang terkait dengan gizi pasti
selalu mereka (dinas kesehatan) kita libatkan kalau berbicara
tentang konsumsi. Jika mereka memiliki kegiatan yang ada
kaitannya dengan pangan pun kami (badan ketahan pangan)
dipanggil... (SF, Kepala Badan Ketahanan Pangan Kabupaten
Wakatobi)

74

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM KEGIATAN


KESEHATAN
Program kesehatan tidak akan berjalan tanpa adanya du
kungan multi sektor, termasuk dukungan masyarakat. Keterlibatan
masyarakat yang paling nyata adalah dalam kegiatan posyandu.
Masyarakat terlibat sebagai kader posyandu yang memiliki tugas
membantu petugas kesehatan dalam pelaksanaan posyandu yang
biasanya dilakukan satu bulan sekali di wilayah kerja puskemas
tertentu. Tugas kader antara lain: melayani pendaftaran balita,
melakukan penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi
badan, melakukan pencatatan hasil penimbangan dan pengukuran
serta menyiapkan PMT-penyuluhan seperti bubur kacang hijau.
Untuk meningkatkan kemampuan kader dilakukan pelatihan oleh
puskesmas. Untuk meningkatkan kinerja kader diberi insentif
sebesar lima puluh ribu per bulan.

Gambar 5.13 Tugas kader di meja pendaftaran dan penimbangan di


Posyandu Liya, Wangi-Wangi Selatan
Sumber : Dokumen peneliti

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

75

Selain kader, tokoh masyarakat dan tokoh agama juga


memiliki kontribusi terhadap program posyandu. Kontribusi
tokoh masyarakat terlihat di desa Tonggano Timur, wilayah kerja
Puskesmas Usuku, Pulau Tomia, dimana posyandu diadakan di
rumah dinas lurah dan difasilitasi oleh ibu lurah. Hal ini karena di
desa tersebut tidak ada bangunan posyandu. Untuk wilayah yang
tidak memiliki bangunan posyandu, kegiatan posyandu memang
biasa dilaksanakan menumpang di rumah masyarakat atau tokoh
masyarakat, hal ini terjadi hampir di semua pulau di Kabupaten
Wakatobi.
Keterlibatan ibu lurah selain ikut memfasilitasi posyandu,
juga memberikan informasi mengenai hari posyandu ke masyarakat
dan pada hari H posyandu menyempatkan diri untuk berada di
posyandu bersama kader posyandu dan tim penggerak PKK. Hal ini
seperti yang diungkapkan oleh programer gizi Puskesmas Usuku,
Pulau Tomia, berikut petikannya:
Kita disini ada keterlibatan dari ibu lurahnya pun demikian
memberikan info ke masyarakat mengenai hari ke posyandu,
selain itu ibu lurah juga mengusahakan sempat datang ke
posyandu. (MA, Programer Gizi Puskesmas Usuku, Pulau Tomia)

Kontribusi yang dilakukan oleh tokoh agama biasanya


berupa penyampaian pengumuman jadwal kegiatan posyandu
atau penyuluhan. Informasi tersebut selain terdengar oleh
ibu yang hadir dalam pengajian, ibu yang berhalangan datang
pun bisa mendengar informasi tersebut, karena tokoh agama
menyampaikannya menggunakan speaker yang digunakan untuk
adzan, sehingga informasi bisa terdengar ke seluruh penjuru
kampung.

76

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Bab 6

TRANSISI PENYAKIT MENULAR KE


PENYAKIT TIDAK MENULAR

Selayang Pandang Penyakit Menular


Penyakit menular dapat didefinisikan sebagai sebuah pe
nyakit yang dapat ditularkan (berpindah dari orang satu ke orang
yang lain, baik secara langsung maupun perantara). Penyakit
menular ini ditandai dengan adanya agent atau penyebab penyakit
yang hidup dan dapat berpindah serta menyerang host atau inang
(penderita).(http://www.merriam-webster.com).
Penyakit menular sampai saat ini masih menjadi penyebab
tingginya angka kesakitan dan kematian penduduk Indonesia.
Upaya pemberantasan dan pengendalian penyakit menular se
ringkali mengalami kesulitan karena banyaknya faktor yang
mempengaruhi penyebaran penyakit-penyakit menular seperti
penyakit malaria, tuberkulosis, diare, demam berdarah, penyakit
cacing dan penyakit kulit, banyak dilaporkan dari rumah sakit dan
puskesmas-puskesmas di seluruh Indonesia, baik yang berada
di daerah pedesaan maupun yang terdapat di daerah perkotaan
(Soedarto, 2009).
Sebagian besar beban penyakit di negara-negara berkem
bang berhubungan dengan akibat dari kemiskinan, seperti kurang
gizi, polusi udara dalam ruangan, dan kurangnya akses yang
layak terhadap sanitasi dan pendidikan. Menurut Trihono (2009)

77

Prevalensi tinggi tiap jenis penyakit menular sebagian besar


terjadi pada daerah kabupaten/kota miskin, yaitu yang mempunyai
persentase penduduk miskin > 16,6%.
Di dalam rencana pembangunan jangka panjang daerah
(RPJPD) Kabupaten Wakatobi tahun 2005-2025 telah dijelaskan
bahwa Seiring dengan meningkatnya PDRB per kapita Kabupaten
Wakatobi selama kurun waktu lima tahun terakhir, maka jumlah
penduduk miskin juga mengalami penurunan yang sangat sig
nifikan. Pada tahun 2006, penduduk miskin di Kabupaten
Wakatobi tercatat sebanyak 24.535 jiwa atau sebesar 24,99
persen mengalami penurunan menjadi 17.100 jiwa atau hanya
sekitar 18,52 persen atau menurun sekitar 6,47 persen. Melihat
dari kondisi kemiskinan di Kabupaten Wakatobi tersebut, apabila
dikorelasikan dengan temuan Trihono (2009), mengindikasikan
bahwa penyakit menular di Wakatobi masih relatif tinggi. (RPJPD,
2013).
Data Riskesdas 2007 dan 2013 bisa menjadi acuan utama
dalam melihat trend penyakit menular yang terjadi di Indonesia.
Ada pembatasan dalam menentukan jenis penyakit menular
yang diperoleh dari pengumpulan data berbasis masyarakat
(community based) melalui Riskesdas yaitu penyakit yang
ditularkan melalui udara (infeksi saluran pernapasan akut/ISPA,
pneumonia, dan tuberkulosis paru), penyakit yang ditularkan oleh
vektor (malaria), dan penyakit yang ditularkan melalui makanan,
air, dan lewat penularan lainnya (Diare dan hepatitis). Penyakitpenyakit tersebut berhubungan erat dengan Indeks Pembangun
an Kesehatan Masyarakat (IPKM).

78

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Pembahasan Indikator Penyakit Menular dalam IPKM 2013,


dibatasi 3 (tiga) macam indikator yaitu: Pneumonia, Diare Balita,
dan Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) Balita.
Apabila dilihat dari bobot dan kategori bobotnya pada hasil
IPKM 2007 dan 2013, Indikator Penyakit Menular menunjukkan
adanya perbedaan. Tabel berikut memperlihatkan perbedaan
tersebut.
Tabel 6.1 Indikator penyakit menular, bobot dan kategori bobot
IPKM 2007 dan 2013 Kabupaten Wakatobi
Indikator
2007
2013
Diare
Diare balita
Pneumonia Pneumonia
ISPA
ISPA balita

Bobot
Kategori bobot Kelompok
2007 2013 2007
2013
4
4
Penting Penting
VI
4
5
Penting Mutlak
VI
3
4
Perlu Penting
VI

Sumber: Kemenkes 2008, Kemenkes 2014

Dari tabel 6.1 tersebut dapat dilihat bahwa ada perbedaan


dalam penentuan kategori bobot bahwa untuk penyakit Diare
dan ISPA di tahun 2007 berlaku untuk seluruh penderita Diare
tanpa melihat spesifik kelompok umur, sedangkan tahun 2013
penentuan sasaran terbatas kepada kelompok balita. Mengenai
kategori bobot penyakit Diare yaitu bobot 4 dengan kategori
Penting. Untuk penyakit ISPA diberikan bobot meningkat antara
tahun 2007 dan 2013 yaitu 3 ke 4 dengan kategori perlu ke penting.
Demikian juga untuk Pneumonia, walaupun sebenarnya penyakit
ini relatif jarang ditemukan di Kabupaten Wakatobi namun untuk
pemberian bobot ini ada peningkatan yaitu dari 4 ke 5 yang artinya
peningkatan kategori bobot dari penting ke mutlak.
Definisi masing-masing indikator penyakit menular tersebut
adalah: (IPKM, 2013)
Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

79

-

-

-

Pneumonia:
Penduduk semua umur yang didiagnosis pneumonia atau
mengalami gejala pneumonia dalam 1 bulan terakhir.
Diare Balita:
Balita yang didiagnosis Diare atau mengalami gejala Diare
oleh tenaga kesehatan dalam 1 bulan terakhir.
Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) balita:
balita yang pernah didiagnosis menderita sakit ISPA oleh
tenaga kesehatan atau mengalami gejala sakit ISPA dalam
1 bulan terakhir.

Di Kabupaten Wakatobi Penyakit Diare dan ISPA dari hasil


evaluasi menunjukkan bahwa kedua penyakit tersebut selalu
masuk dalam 10 besar penyakit setiap tahun. Sejak Kabupaten
Wakatobi ini didirikan berdasarkan UU RI No. 29 tahun 2003
tentang Pembentukan Kabupaten Wakatobi, kedua penyakit
tersebut selalu ada dan ditemukan di kalangan masyarakat. Hasil
evaluasi yang ditelusuri dari Profil Kesehatan Dinas Kesehatan
Kabupaten Wakatobi, urutan penyakit ISPA dan Diare di dalam
kelompok 10 penyakit terbesar dengan jumlah kasus per tahunnya
bisa dilihat pada tabel 6.2 berikut.
Tabel 6.2 Urutan penyakit ISPA dan Diare dalam 10 besar penyakit
di Kabupaten Wakatobi 2005-2014
Tahun
2005
2006
2008

80

Urutan ke
(dari 10 Penyakit)

Jenis Penyakit
ISPA
Diare
ISPA
Diare
ISPA

5
4
1
5
1

Jumlah Kasus
1.154
1.154
5.884
1.091
4.843

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

2009
2010
2011
2012

Diare
ISPA
Diare
ISPA
Diare
ISPA
Diare
ISPA
Diare

2.
1
5.
1.
5
1
8
1
8

2.305
11.122
2.159
10.257
2.268
6.320
853
3848
1651

Sumber: Laporan 10 besar Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Wakatobi 2005-2012

Data-data tersebut di atas diambil dari pasien yang berkun


jung ke puskesmas secara kumulatif berbasis fasilitas (facility
based). Sebaliknya, hasil dari community based melalui Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan besarnya prevalensi
ISPA, Diare dan Pneumonia bisa dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 6.3 Prevalensi ISPA, ISPA balita, Diare, dan Diare balita di
Kabupaten Wakatobi dibandingkan dengan Provinsi
Sultra dan Nasional (Riskesdas 2007 dan 2013)
Preval.
Preval.
Preval.
Preval.
Preval.
ISPA
Diare
ISPA
Diare
Pneumonia
Balita
Balita
2007
2007
2007
2013
2013
Kabupaten
5,09
20,82 7,64
9,77
1,87
Wakatobi
Provinsi
22,24 35,00 7,27
11,40 2,45
Sultra
Nasional
25,01 40,64 7,04
11,99 2,13

Preval.
Pneumonia
2013
0,22
2,44
2,14

Sumber: IPKM 2007, IPKM 2013

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

81

Dari data tersebut di atas dapat diketahui bahwa prevalensi


ISPA, ISPA pada balita, Diare, Diare pada balita, dan Pneumonia
di Kabupten Wakatobi masih jauh lebih kecil bila dibandingkan
dengan prevalensi di Provinsi Sulawesi Tenggara dan Nasional,
dalam pengertian kondisi Kabupaten Wakatobi masih lebih baik.
Program Pencegahan dan penanggulangan penyakit menu
lar di Kabupaten Wakatobi mempunyai indikator jumlah kasus,
dan target yang harus dicapai dalam periode satu tahun tertentu.
Tabel berikut menunjukkan kondisi program Pencegahan dan
Penanggulangan Penyakit, dan Promosi Kesehatan.

82

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

83

Review AFP dan PD3I


bagi petugas Surveilans
Puskesmas

Penyelidikan Surveilans
Epidemiologi KLB

Pemantauan
Surveillance penyakit
potensial Wabah

Pengambilan Vaksin

Program/Kegiatan

Tersedianya Biaya
Perjalanan Dinas Dalam
Daerah Dinas Kesehatan
Selama Satu Tahun
Tersedianya biaya
perjalanan dinas Dalam
rangka surveilans epid
dan penanggulangan
wabah
Tersedianya biaya
perjalanan dinas Dalam
rangka penyelidikan
surveilans epid KLB
tersedianya biaya
Review AFP dan PD3I
bagi petugas Surveilans
Puskesmas

Indikator

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

8.305

9.136

10.049

25.000 27.500 30.250 33.275

7.550

17.500 19.250 21.175 23.293 25.622

Target 2012-2016
Anggaran (Rp. Juta) 2012 - 2016
2012 2013 2014 2015 2016 2012 2013 2014 2015 2016
100 100 100 100 100 15.400 16.940 18.634 20.497 22.547

Tabel 6.4 Program pemberantasan penyakit menular, promosi kesehatan di Wakatobi, 2012 2016

84

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Pelacakan Penderita TB
dan Kusta

Pelatihan Tatalaksana
ISPA Pneumonia

Pengadaan sumbu
kulkas vaksin, termos
vaksin dan alat
pemantau suhu beku
vaksin
Pelatihan Tata laksana
Kasus Diare

Pelatihan Penanganan
Cold Chain

Mengantar Spesimen
AFP & Campak

Program/Kegiatan

Tersedianya Biaya
Perjalanan dinas dalam
rangka mengantar
Spesimen AFP dan
Campak
Tersedianya Biaya
Pelatihan Penanganan
Cold Chain
Tersedianya Biaya
Pengadaan sumbu kulkas
vaksin, termos vaksin dan
alat pemantau suhu beku
vaksin
Tersedianya Biaya
Pelatihan Tata laksana
Kasus Diare
Tersedianya Biaya
Pelatihan Tatalaksana
ISPA Pneumonia
Tersedianya Biaya
Pelacakan Penderita TB
dan Kusta

Indikator

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

Target 2012-2016
2012 2013 2014 2015 2016

5.457

6.003

6.603

30.000 33.000 36.300 39.930

30.000 33.000 36.300 39.930

4.961

30.000 33.000 36.300 39.930

15.400 16.940 18.634 20.497

16.800 18.480 20.328 22.361 24.597

4.510

Anggaran (Rp. Juta) 2012 - 2016


2012 2013 2014 2015 2016

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

85

Pembinaan juru kusta


(supervisi dan OJT)

Pelatihan Sistem
Kewaspadaan Dini
Penyakit Campak bagi
petugas surveilans

Monev P3M

Tersedianya Biaya
Pelatihan tata laksana
malaria
Tersedianya biaya
perjalanan dinas dalam
rangka Monev P3M
Tersedianya Biaya
Pelatihan Sistim
Kewaspadaan Dini
Penyakit Campak bagi
petugas surveilans
Terlaksanannya Supervisi
dan OJT di Puskesmas

Tersedianya Biaya
Sosialisasi dan Advokasi
Program HIV/AIDS
Tersedianya Biaya
Perjalanan dinas

Sosialisasi dan Advokasi


Program HIV/AIDS

Koordinasi dan
Konsultasi Teknis
Program Pencegahan
dan Pemberantasan
Penyakit Menular
Pelatihan tata laksana
malaria

Indikator

Program/Kegiatan

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

Target 2012-2016
2012 2013 2014 2015 2016

10.648 11.713 12.884

30.000 33.000 36.300 39.930

9.680

30.000 33.000 36.300 39.930

25.000 27.500 30.250 33.275

30.000 33.000 36.300 39.930

16.800 60.000 66.000 72.600 79.860

8.800

Anggaran (Rp. Juta) 2012 - 2016


2012 2013 2014 2015 2016

86

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Indikator

Target 2012-2016
2012 2013 2014 2015 2016

Anggaran (Rp. Juta) 2012 - 2016


2012 2013 2014 2015 2016

100 100 100 100 100 15.400 16.940 18.634 20.497


Pengambilan Logistik TB Tersedianya Biaya
Perjalanan Dinas Dalam
Daerah dalam rangka
Pengambilan Logistik TB
10.000 11.000 12.100 13.310 14.461
Tersedianya Poster,
Penyuluhan dan
Baliho, dan Jasa Publikasi
Penyebarluasan
55,5 58,5 63,5 68,5 73,5
Informasi Kesehatan
Melalui Media Cetak
dan Elektronik
100 100 100 100 100 24.500 26.950 29.645 32.610 35.870
Pembinaan dan
Tersedianya Biaya
Penilaian PHBS
Pembinaan dan Penilaian
PHBS

Program/Kegiatan

Apabila dilihat dari anggaran yang direncanakan untuk


kegiatan pemberantasan penyakit menular antara lain Diare se
besar 30.000.000 rupiah untuk tahun 2013 dan 39.930.000
rupiah untuk tahun 2016. Contoh penyakit menular lain yaitu
ISPA pneumonia sama persis anggaran yang direncanakan dengan
Diare baik pada tahun 2013 maupun 2016.
Implementasi Program Pemberantasan Penyakit Menular di
Kabupaten Wakatobi, prevalensi penyakit menular yang dilaporkan
dari data facility based berdasarkan Laporan Profil Kesehatan
Kabupaten Wakatobi dan ditambah informasi dari beberapa
informan terpilih akan diuraikan dalam narasi di bawah.
Penulisan narasi akan dilihat dari segi geografis kepulauan
yang akan ditekankan kepada 4 (empat) pulau besar (WangiWangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko) dimana masing-masing
mempunyai kearifan lokal yang perlu diangkat karena kreativitas
dari masing-masing pimpinan wilayah kecamatan dan kepala
puskesmas telah membantu meningkatkan IPKM di Kabupaten
Wakatobi.
Besaran prevalensi penyakit menular dari tahun ke tahun
di Kabupaten Wakatobi ditambah hasil informasi dari beberapa
informan yang digali secara eksploratif akan diuraikan di bawah.
Diare
Diare adalah penyakit yang terjadi ketika terjadi perubahan
konsistensi feses selain dari frekuensi buang air besar. Seseorang
dikatakan menderita Diare bila feses lebih berair dari biasanya,
atau bila buang air besar 3 kali atau lebih, atau buang air besar yang
berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam. Besarnya kasus
Diare yang ditemukan di Kabupaten Wakatobi dari tahun 20072012 dari data facility based dapat dilihat pada tabel berikut.

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

87

Tabel 6.5 Penemuan kasus Diare di Kabupaten Wakatobi 20072012


DIARE
2009 2010 2011
PULAU KECAMATAN
PUSKES
Jml. Jml. Jml.
Kasus Kasus Kasus
WangiWangi1.Wangi76
Wangi
Wangi
Wangi
174 188

2.Waetuno
161
364
261

Wangi3.Wangi270
Wangi
Wangi Selatan 327 236
Selatan

4.Lya
80
90

5.Kapota
24
184 121
KALEDUPA Kaledupa
6.Kaledupa
213
293 151

7.Hoga
24
32
22

8.Burangga
171
34

Kaledupa
9.Sandi
106
Selatan
144 87

10.Tampara
80
33
TOMIA
Tomia
11.Tomia
81
211 90

12.Waitii
39
19
51

13.Onemobaa
69
19
49

Tomia Timur 14.Usuku


125
297 160

88

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

2012
Jml.
Kasus
264
525
506
170
145
364
46
205
193
113
171
90
118
285

PULAU

KECAMATAN

PUSKES
15.Kulati

BINONGKO Binongko

16.Binongko

17.Taipabu

18.Wali

Togo
Binongko

19.Popalia

WAKATOBI

DIARE
2009 2010 2011
Jml. Jml. Jml.
Kasus Kasus Kasus
85
212 127
35
12
58

42
134
26
114 77
90
160 99
2459 2171 1797

2012
Jml.
Kasus
212
93
176
103
189
3968

Sumber: Profil Kesehatan tahun 2009-2012 Kabupaten Wakatobi

Dari tabel tersebut diketahui bahwa di Kabupaten Wakatobi


terdapat 3.968 kasus diare pada tahun 2012, angka yang cukup
fantastik tertinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Kejadian Diare di Wakatobi antara lain disebabkan pertama,
biasa bersamaan dengan datangnya musim buah-buahan. Masya
rakat biasanya mengkonsumsi berlebih tanpa kontrol, tidak men
cuci buah yang akan dikonsumsi, dan tanpa mengupas kulit, sebagai
konsekuensinya adalah sakit perut dan mendorong wabah diare.
Kedua, karena lingkungan yang kotor dan kebiasaan minum air
mentah, terutama anak-anak yang suka minum air langsung dari
keran semenjak ada pemipaan air dari gunung pada tahun 2007.
Ketiga, masalah kebersihan diri dalam berperilaku hidup bersih
dan sehat (PHBS) seperti kebiasaan tidak cuci tangan, membuang
sampah di bawah rumah panggung, kebiasaan MCK menggunakan

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

89

air dari mata air baik di darat maupun dilaut, untuk BAB dilakukan
di pinggir pantai atau di kebun. Hal seperti ini mereka lakukan
karena tidak ada air yang mengalir ke rumah-rumah penduduk.
Salah seorang informan menjelaskan bahwa tidak ada skala
prioritas untuk program pemberantasan penyakit menular dan
tidak menular di Kabupaten Wakatobi, namun bila dilihat trendnya,
penyakit diare menjadi salah satu icon penyakit rutin tahunan.
Ada kemajuan yang luar biasa dari kasus penyakit diare setelah
Kabupaten Wakatobi berdiri sendiri, memisah dari Kabupaten BauBau. Desa Mola Kecamatan Wangi-Wangi Selatan sering dijumpai
kasus Diare terutama sehabis musim buah-buahan.
Menurut Pak Y (Kabid P2Promkes):
Faktor-faktor penyebab tingginya diare antara lain perilaku
kurang peduli terhadap lingkungan yang kotor dan masih
banyak masyarakat yang buang air besar di sembarang tempat
...

Di desa Mola (komunitas Suku Bajo) tersebut baru berjalan


5 tahun masuk air PAM yang dialirkan melalui perpipaan. Air PAM
tersebut hanya diperuntukkan mandi dan mencuci. Sedangkan
untuk konsumsi sehari-hari diambil dari sumur gali, sumur bor
atau pompa dari warga yang menyediakannya di luar area dan
berdekatan dengan Desa Mola. Dari hasil observasi ke lokasi
Desa Mola diketahui bahwa kebiasaan buang air besar cemplung
langsung ke laut karena keberadaan bangunan rumah yang
memang di atas air laut, berdampak pada kontaminasi baik secara
langsung maupun tidak langsung dari perilaku buang air besar
tersebut yaitu kejadian luar biasa (KLB) diare di Desa Mola.
Daerah Popaliya Binongko merupakan daerah yang cukup
jauh untuk dijangkau dari ibukota Kabupaten, butuh waktu
perjalanan sekitar 6 jam dengan kapal kayu dan 1 jam perjalanan
90

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

darat. Beberapa tahun yang lalu, masalah penyakit menular yang


cukup serius di daerah ini adalah diare. Karena sangat banyak
kasus berantai, pelaksana P2M Puskesmas Popaliya menjelaskan
bahwa:
... baru selesai menangani penderita di lokasi sudah ada
kabar ada kasus diare di desa lain yang harus ditangani begitu
seterusnya, ... yang menjadi prioritas utama pada saat Pak
Boa disamping KIA dan gizi adalah pemberantasan penyakit
menular terutama diare (J N, Penanggung jawab program
Diare dan TBC).

Kasus Diare ini sudah menjadi rutinitas. Menurut pimpinan


Puskesmas Popaliya Binongko, dulu ketika Wakatobi masih di
bawah Kota Bau Bau, pernah terjadi minimnya petugas kesehatan,
namun karena sudah menjadi hal yang biasa, semua bisa diatasi
sebagaimana penjelasannya berikut.
Dulu terjadi wabah penyakit menular seperti diare. Pada
saat itu petugasnya masih sedikit, hanya ada 3 orang satu
puskesmas, bidan 1 dari Bau-Bau, 1 perawat dan saya. Program
prioritas yang kami terapkan dalam KIA, KB, Penyakit menular
adalah 40% pelayanan dan 60% promosi. Setiap awal tahun
sudah direncanakan berdasarkan tahun lalu. Misal diare
masih tinggi, maka kita kerja bakti bersama PKK. Kami lihat
kenapa diare, apa penyebabnya, apakah karena minum air
tidak dimasak atau buang air sembarangan, dan bagaimana
kebersihan lingkungannya. Di sekolah-sekolah kami juga
melakukan penyuluhan ...

Sampai sekarang masyarakat sudah menyadari akan peng


obatan yang harus dilakukan apabila mereka terjangkit/kena
penyakit Diare. Hal ini karena mereka sudah sangat sering meng
alami penyakit tersebut dan petugas kesehatan sudah sangat
sering memberikan penyuluhan. Program penyuluhan/promosi
kesehatan yang sering dilakukan dengan topik yang berbeda-beda

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

91

sesuai dengan kondisi dan sasaran penyuluhan. Penyuluhan sering


diberikan kepada anak sekolah di fasilitas pendidikan. Kebanyakan
anak-anak usia sekolah ini memiliki kebiasaan mengkonsumsi air
mentah langsung dari kran pipa saluran air bersih.
Keberadaan air PAM tersebut sangat membantu untuk
menekan kejadian diare. Hal yang sama telah dikemukakan oleh
salah seorang kader di Binongko yang menurut anggapannya
bahwa keberadaan air suling yang dibangun oleh PNPM diambil
dari mata air gunung yang telah benar-benar mengurangi kejadian
diare, sebagaimana dikemukakan oleh S (44 tahun) kader posyandu
Popaliya Binongko sebagai berikut.
...kesadaran masyarakat sudah tinggi, sudah ada jamban
di dalam rumah, tidak seperti dulu orang buang air besar
sembarangan, air juga sudah steril karena kita sudah punya
penyulingan air, tidak minum air hujan seperti dulu, kita dulu
minum air hujan yang dimasak. Tempat penyulingan air
tersebut dibangun oleh PNPM, dan airnya pernah diperiksa
oleh dinas kesehatan hasilnya bebas dari bakteri. Airnya berasal
dari mata air gunung yang tadinya asin menjadi tawar. Kita beli
air di sana cuma lima ribu per galon. Uang lima ribu tersebut
peruntukannya untuk mengelola tempat penyulingan, bayar
orang yang jaga, dan beli bahan bakar minyak. Alhamdulillah
sekarang sudah tidak ada orang yang mencret lagi........

Di Tomiya, penyakit diare biasanya muncul bersamaan


dengan musim mangga. Pada saat itu biasanya banyak muncul
penyakit kolera dan muntaber, itu terjadi sekitar 10 tahun yang
lalu, tapi 10 tahun kemudian, sudah jarang terjadi, karena air
sudah masuk rumah, jadi orang menjaga kebersihan dengan cara
rajin cuci tangan dan rajin mandi.
Beberapa tahun lalu, di Kaledupa sering muncul wabah
diare terutama pada saat musim pancaroba. Kondisi tersebut

92

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

diperparah dengan masih kurangnya tenaga kesehatan yang


bertugas. Pada waktu itu masih banyak warga yang melakukan
BAB di laut atau di kebun karena tidak ada jamban. Air bersih
belum mengalir ke rumah-rumah karena belum terpasang
perpipaan dan PAM. Di beberapa tempat ada sumber air/sumur
namun listrik belum mencukupi untuk penggunaan pompa air,
jadi masyarakat melakukan mandi dan cuci di sekitar sumber
air/sumur. Program promosi kesehatan sering dilakukan dengan
topik yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi dan sasaran
penyuluhan. Biasanya menjelang musim pancaroba penyuluhan
lebih banyak ditekankan kepada masalah pencegahan penyakit
menular seperti diare dengan target penyuluhan kepada anak
sekolah di fasilitas pendidikan. Kebanyakan anak-anak usia sekolah
ini memiliki kebiasaan mengkonsumsi air mentah langsung dari
kran pipa saluran air bersih.
Sekarang di Kaledupa masih dijumpai kasus Diare namun
jumlahnya tidak banyak. Penderita diare sering muncul pada bulanbulan tertentu, biasanya pada saat memasuki musim buah mangga.
Anak-anak biasanya langsung memakannya setelah dipetik dari
pohon, tanpa memperhatikan apakah mangga itu dalam kondisi
kotor atau bersih. Kebiasaan inilah yang menyebabkan diare. Kalau
merujuk kepada kejadian yang selalu berulang sepanjang tahun,
diare ini masih menjadi program prioritas di Puskesmas Kaledupa,
sebagaimana dijelaskan oleh salah seorang informan berikut.
Prioritas utama pemberantasan penyakit menular terutama
Diare, karena merupakan masalah penyakit menular yang
banyak terjadi di wilayah Kaledupa. Namun, selama ini belum
pernah ada korban meninggal akibat Diare. Beberapa tahun
terakhir ini dapat dikatakan kasus Diare jumlanya semakin
berkurang, kalaupun ada bisa langsung cepat ditangani
sehingga tidak sampai berakibat fatal. Petugas kesehatan
Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

93

diminta proaktif dengan melakukan promosi kesehatan secara


intensif tentang PHBS.

Di Wangi-Wangi, kasus diare sudah tidak menjadi prioritas,


yang sering dijumpai adalah sakit panas dengan demam karena
pergantian cuaca. Ada sebagian kecil diare muncul di Desa
Mola Kecamatan Wangi-Wangi Selatan, karena faktor kesehatan
lingkungan dan dampak buang sampah sembarangan, namun
kasusnya bisa diatasi.
Pneumonia
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaring
an paru-paru (alveoli). Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus
maupun jamur. Pneumonia juga dapat terjadi akibat kecelakaan
karena menghirup cairan atau bahan kimia. Populasi yang rentan
terserang Pneumonia adalah anak-anak usia kurang dari 2
tahun, usia lanjut lebih dari 65 tahun, atau orang yang memiliki
masalah kesehatan (malnutrisi, gangguan imunologi). Terjadinya
pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan terjadinya
proses infeksi akut pada bronkhus yang disebut bronkopneumonia.
Dalam pelaksanaan pemberantasan penyakit ISPA semua bentuk
pneumonia (baik Pneumonia maupun bronkopneumonia) disebut
Pneumonia saja.
Penyakit Pneumonia jarang ditemukan kasusnya di Kabu
paten Wakatobi. Dari laporan facility based puskesmas, kasus
pneumonia hanya ditemukan di beberapa tempat dengan catatan
jumlah kasus bisa dilihat pada tabel berikut.

94

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Tabel 6.6 Penemuan kasus Pneumonia di Wakatobi, 2007-2012


PUSKESMAS
TOMIA
Tomia
Waitii
BINONGKO Binongko Binongko
Togo
Binongko Popalia
PULAU

KECAMATAN
Tomia

PNEUMONIA
2007 2008 2009 2010
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

2011
3
4
41

2012
0
0
0

Sumber: Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Wakatobi Tahun 2007-2012.

Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan di
Indonesia maupun di dunia serta muncul ke permukaan sebagai
penyebab utama kematian. Saat ini TB telah menjadi ancaman global
(Munir SM dkk., 2010). Tuberkulosis paru adalah penyakit menular
yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis tipe
Humanus. Mycobacterium tuberculosis menyebabkan sejumlah
penyakit berat pada manusia dan juga penyebab terjadinya infeksi
tersering (Stanford S., 1994).
Di Kabupaten Wakatobi pada tahun 2012 jumlah penderita
TB BTA+ sebanyak 118 kasus, mengalami peningkatan tahun 2013
dengan jumlah penderita BTA positif (+) sebanyak 176 orang.
Tabel berikut menunjukkan data TB di Kabupaten Wakatobi tahun
2007-2012.

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

95

Tabel 6.7 Perkembangan Kasus TB di Kabupaten Wakatobi


PULAU

KKECAMATAN

TB

PUSKES-MAS

2007 2008 2009 2010 2011 2012

Wangi-Wangi

KALEDUPA

Wangi-Wangi

Wangi-Wangi

35

10

31

31

19

Waetuno

19

Wangi-Wangi

Wangi-Wangi

17

14

30

31

31

21

Selatan

Selatan
Lya

Kaledupa

Kapota

Kaledupa

17

10

10

Waitii

Onemobaa

13

19

30

30

40

Kulati

Binongko

Taipabu

Wali

12

125

63

80

137

137

118

Hoga
Burangga
Kaledupa Selatan

Sandi

Tampara
TOMIA

13

Tomia

Tomia

12

Runduma
Tomia Timur

BINONGKO

Binongko

Togo Binongko
WAKATOBI

Usuku

Popalia

11

Sumber: Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Wakatobi Tahun 2007-2012.

Penanggulangan penyakit TB di Puskesmas Popaliya


Binongko dilakukan petugas sebagaimana anjuran program,
96

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

seperti misalnya menjalankan perlakuan terhadap penderita


TB dengan cara pemeriksaan dahak secara rutin, mengingatkan
si penderita agar tidak lupa minum obatnya, sosialisasi kepada
keluarga untuk menjadi pengawas minum obat, kegiatan minum
obat ini dimonitor juga oleh tenaga penunjang kesehatan.
Di Tomiya, pemeriksaan kesehatan penderita TB harus rutin
berobat dengan diawasi oleh petugas kesehatan. Di samping itu,
ada kegiatan pemeriksaan kesehatan bagi anggota masyarakat di
lingkungan sekitar tempat tinggal penderita TBC. Kendala untuk
program TB di Tomiya antara lain minimnya penegakan diagnosa
TB untuk anak. Kasus batuk-batuk pada anak cukup tinggi,
namun tidak bisa dipastikan itu TB karena tidak ada pemeriksaan
penunjang. Telah diketemukan satu kasus TB pada anak setelah
dilakukan pemeriksaan dan positif TB di Kabupaten Buton.
Di Kaledupa penanganan nakes dalam kasus TB ini
sudah secara intensif dengan melakukan pemeriksaan dahak,
sosialisasi kepada keluarga untuk menjadi pengawas minum
obat. Tenaga penunjang kesehatan dari puskesmas juga ditugasi
untuk memonitor kegiatan minum obat penderita dan selalu
mengingatkan keluarganya untuk memeriksakan kesehatan si
penderita TB. Jumlah kasus TB di Kaledupa tidak terlalu tinggi,
tercatat di puskesmas ada yang baru diperiksa 2 berobat jalan.
Menurut penjelasan dokter PTT (dr.Oct.) yang sedang bertugas di
puskesmas Kaledupa sebagai berikut.
TB tidak mengalami kenaikan, TB ini lebih susahnya mencari
kasusnya, dibandingkan tahun lalu, tapi tidak meningkat. Kalau
TB di sini karena faktor pendidikan, pengetahuan masih kurang,
memang kalau sudah batuk lama dibawa berobat saja, dan
biasanya mereka tinggal satu rumah dengan anggota keluarga
yang lain.

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

97

Di Wangi-Wangi Selatan terhambat karena minimnya sarana


dan prasarana untuk penegakan diagnosis TB, sebagaimana pen
jelasan Kepala Puskesmas berikut.
Kendala pertama di sini, programmer masih baru belum ada
pelatihan, petugas yang sudah dilatih sudah pindah ke RS,
tidak biasa periksa lab sendiri, harus dibawa ke Puskesmas
Wangi-Wangi; kedua, konsumsi masyarakat di sini antibiotiknya
tinggi sekali, pada pemeriksaan lab kalau si pasien konsumsi
antibiotik, kuman TB tidak akan kelihatan; ketiga, apabila
setelah pengobatan walaupun hasil Lab negatif, diagnosa
selanjutnya harus rontgen, namun dirujuk ke Bau Bau biasanya
tidak mau pergi karena masalah biaya, sehingga diagnosa
pendukung untuk menegakkan kasus tidak ada.

HIV & AIDS


HIV/AIDS merupakan penyakit menular yang disebabkan
oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus yang menyerang
sistem kekebalan tubuh. Infeksi tersebut menyebabkan penderita
mengalami penurunan ketahanan tubuh sehingga sangat mudah
terinfeksi berbagai macam penyakit. Jumlah kasus HIV yang
ditemukan di Kabupaten Wakatobi tahun 2013 sebanyak 3 orang,
sedangkan jumlah kasus AIDS sebanyak 12 orang.
Kasus HIV AIDS tidak banyak dijumpai namun tetap harus
diwaspadai, menurut Kabid Pemberantasan Penyakit Menular
Dinas Kesehatan Kabupaten Wakatobi ...Kalau HIV AIDS program
nya tetap ada tidak mungkin kita sembunyikan, rata-rata peran
tau, tiba di sini meninggal.
Dari kasus yang ditemukan di Wakatobi, penyakit ini
merupakan impor dari luar, orang Wakatobi yang merantau ke
luar seperti ke Irian, Batam, dan daerah lain. Di Popaliya Binongko
sudah sangat intens melakukan penanggulangan HIV AIDS, seba
98

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

gaimana dijelaskan oleh Kepala Puskesmas Popaliya Binongko (Bu


N) berikut.
Dari tahun 2014 kami sudah sosialisasi HIV/AIDS pada kelom
pok berisiko yang pasangannya merantau. Tapi bapak-bapak
yang kebanyakan merantau, yang ke Irian, dsb. Masalah
nya yang merantau itu pulang 3-5 tahun. Jadi yang bapaknya
merantau, tidak bisa di kasih tau. Hanya ke ibu-ibu perantau
saja.

Kusta
Indonesia telah mengeliminasi kusta pada pertengahan
tahun 2000, walaupun demikian sampai saat ini penyakit kusta
masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat. Hal
ini terbukti dengan masih tingginya jumlah penderita kusta di
Indonesia yang merupakan negara ketiga dengan penderita kusta
terbanyak. Pada tahun 2013, jumlah penderita baru kusta di
Kabupaten Wakatobi sebanyak 7 orang dan yang telah keluar dari
pengobatan (RFT) yaitu penderita Kusta tipe PB sebanyak 2 orang
dan penderita Kusta tipe MB sebanyak 5 orang.
Penderita penyakit kusta di Kabupaten Wakatobi tahun
2013 cenderung menurun bila dibandingkan dengan tahun 2012
sebanyak 12 orang. Hal ini disebabkan karena petugas kusta sudah
lebih aktif dalam upaya penanganan penderita baru sehingga
dapat ditangani lebih lanjut dengan tujuan akan menghentikan
angka penularan penyakit tersebut di masyarakat.
Tabel berikut cakupan penanggulangan Kusta di Kabupaten
Wakatobi.

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

99

100

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Togo Binongko

Binongko

Tomia Timur

Tomia

Kaledupa Selatan

Kaledupa

0
1

0
0

1
0

KUSTA
2007

0
1

0
1

0
0

0
0

2008

1
2
1

3
1

0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
1
0
0
0
0

0
0

1
2
1
0
0
0

0
0
0
0
3
3
0
0
0
0

3
1

1
0
0
0
0
0

0
0
1
0
0
0
0
0
0
0

0
0

4
1
0
0
0
0

0
0
10
0
2
0
0
0
0
0

1
0

0
1
0
0
0
0

0
0
1
0
0
0
0
0
0
0

0
0

0
1
0
0
0
1

2
0
2
0
0
0
0
0
0
0

1
0

0
2
0
0
0
1

2
0
3
0
0
0
0
0
0
0

1
0

0
3
0
0
0
2

4
0
5
0
0
0
0
0
0
0

2
0

2009
2010
2011
2012
2013
Pend. Pend. Pend. Pend. Pend. Pend. Pend. Pend. Pend. Pend.
PB
MB
PB
MB
PB
MB
PB
MB
PB
MB

Sumber: Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Wakatobi Tahun 2007-2013.

JUMLAH

BINONGKO

TOMIA

KALEDUPA

Wangi Wangi
Selatan
Lya
Kapota
Kaledupa
Hoga
Burangga
Sandi
Tampara
Tomia
Waitii
Onemobaa
Runduma
Usuku
Kulati
Binongko
Taipabu
Wali
Popalia

Wangi-Wangi
Selatan

PUSKESMAS

Wangi Wangi
Waetuno

KECAMATAN

WANGI WANGI Wangi-Wangi

PULAU

Tabel 6.8 Penanggulangan Kusta di Kabupaten Wakatobi

Penderita kusta tidak banyak namun masih ada di Wakatobi,


ditemukan di 3 puskesmas yaitu Puskesmas Kaledupa, Puskesmas
Wangi-Wangi, dan Puskesmas Wangi-Wangi Selatan. Masingmasing kepala puskesmas mengatakan sebagai berikut.
Kusta, di puskesmas Sobrang Kaledupa, ada 3 penderita, 1 di
Bajo, 1 Kaledupa, dan di Mantigola
Di Wangi-Wangi Selatan yang positif ada 3 orang, anak muda
di bawah 30 tahun dia sudah sembuh, ada yang tidak mau
berobat, 1 sementara pengobatan, 1 orang lagi putus. Rencana
tanggal 17 ini saya mau ke kepala desa. Sama dengan yang di
Togo yang 1 orang itu, langsung dengan kades, karena kan
menular walaupun proses lama, kami ingin jangan sampai ada
penularan/cacat.
Di Wangi-Wangi ada 5 orang kusta tapi sudah ada pengobatan,
petugas kita yang sudah dilatih kusta lagi pindah ke RS.

Malaria
Perkembangan penyakit malaria ini dipantau melalui Annual
Parasite Incidence (API). Jumlah kasus positif malaria di Kabupaten
Wakatobi tahun 2013 sebanyak 161 kasus dengan pemeriksaan
darah tercatat ada 887. Jika dibandingkan dengan penemuan
kasus positif malaria tahun 2012 sebanyak 179 kasus dengan
pemeriksaan darah 769 kasus. Melihat data tersebut, maka dapat
dikatakan bahwa kasus malaria cenderung menurun. Penemuan
kasus malaria di Kabupaten Wakatobi pada umumnya merupakan
kasus import yang berasal dari daerah endemis malaria. Petugas
malaria sudah lebih aktif dalam upaya penemuan penderita
malaria dengan melakukan surveilans imigrasi sehingga diharapkan
semua penderita malaria baik import maupun indigenous (asli)
terkonfirmasi laboratorium maupun RDT dengan tujuan dapat

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

101

menekan dan menghentikan angka penularan penyakit tersebut


di masyarakat.
Penyakit Malaria di Wakatobi bisa dikatakan aman, kalaupun
ada kasus adalah pendatang dari luar atau warga Wakatobi yang
merantau ke luar, terinfeksi, dan pulang membawa penyakit
Malaria. Selama ini daerah sasaran mereka merantau dan mem
bawa kasus Malaria adalah dari Bangka Belitung, Papua, Maluku,
dan Nunukan. Salah seorang informan menjelaskan mengenai
penyakit Malaria di Wakatobi sebagai berikut.
... malaria itu kasus impor, orang sini kerja ke luar balik bawa
malaria, di Babel cari timah, di Maluku cari cengkeh. Kasus di
sini ada hanya 1,2. Dulu kita pernah endemis malaria, sekarang
masih ada tapi pendatang dari luar, sekarang sudah ada sticknya
bisa periksa terutama yang dari Bangka jenis falsiparum dan
vivax. Tahun ini boleh dikata tidak ada.

Data dari profil kesehatan tidak menunjukkan adanya pen


derita malaria di Kabupaten Wakatobi.
Demam Berdarah Dengue (DBD)
Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang disebabkan
oleh virus Dengue dan ditularkan oleh vektor nyamuk Aedes
aegypty. Penyakit ini sebagian besar menyerang anak berumur
< 15 tahun, namun dapat juga menyerang orang dewasa. Pada
tahun 2013 tidak ditemukan kasus DBD di Kabupaten Wakatobi.
Program penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD)
di Wakatobi rutin dilakukan petugas dengan cara penyuluhan
tentang keharusan menutup tempat air, pemberian abate di
tempat penampungan air, dan pemberian kelambu di beberapa
desa. Khusus untuk pemberian kelambu ini belum merata ke
semua desa/kelurahan, ada puskesmas misal di Tomia Timur

102

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

prioritas pemberian kelambu kepada keluarga yang memiliki balita


dan bumil.
Di Wangi-Wangi Selatan, dalam upaya mengantisipasi
booming DBD, puskesmas turun tiap minggu ke desa, kader desa
sudah dilatih melakukan survei jentik (abatisasi) dan melaporkan
ke programmer bila menemukan jentik. Penyuluhan ke masyarakat
tindakan 3M Plus yaitu menguras, menutup, dan mengubur. Kalau
ada air dikuras, kalau tempat-tempat terbuka yang kotor-kotor
ditutup, kalau ada barang-barang bekas seperti kaleng-kaleng
dikubur. Sesuai dengan siklus yang sudah rutin bisa diidentifikasi
bahwa kasus biasanya pada bulan-bulan 12, 1, 2, mulai lagi bulan
6,7.
Menurut Kabid P2MPL Dinas Kesehatan Wakatobi, DBD ini
termasuk penyakit menular yang cukup serius dan harus mendapat
perhatian, baik dari Kepala Dinas Kesehatan maupun dari anggota
Dewan di Wakatobi, sebagaimana dalam penjelasan berikut.
Kalau di sini semua penyakit menular, selain diare sebenarnya
termasuk yang kami risaukan hari ini DBD yang suspect, hanya
yang DBD baru di lingkungan kota. Himbauan dari pak Kadis
setiap bulan 8 atau 9, dan bulan 1 kemarin, awal tahun kita
jaga-jaga dengan himbauan diare. Pembiayaan untuk penyakit
menular seharusnya masuk semua, tetapi mereka melihat
hanya DBD, dalam kenyataannya tim asistensi anggaran dan
DPRD hanya concern pada DBD, yang lain tidak masuk seperti
Diare, Kusta, Malaria, TB dan lain-lain.

Filariasis
Filariasis merupakan penyakit menular yang disebabkan
oleh cacing filaria yang ditularkan melalui berbagai jenis nyamuk.
Terdapat tiga spesies cacing penyebab Filariasis yaitu: Wuchereria
bancrofti; Brugia malayi; Brugia timori. Di Kabupaten Wakatobi
tidak ditemukan kasus filariasis.
Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

103

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)


Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit
infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih
dari saluran napas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli
(saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti simus, rong
ga telinga tengah dan pleura. Istilah ISPA ini diperkenalkan pada
tahun 1984 dalam lokakarya Nasional di Cipanas yang merupakan
padanan dari Acute Respiratory Infection (Depkes, 2004). Penyakit
ISPA mendapat perhatian cukup serius di Wakatobi karena selalu
masuk dalam sepuluh besar penyakit terbanyak di masyarakat.
Istilah ISPA. Disamping itu, ISPA juga menjadi salah satu indikator
dalam penentuan ranking IPKM. Sebagian besar informan yang
diwawancarai menyatakan bahwa ISPA menjadi penyakit nomor
1 terbanyak di daerahnya. Salah seorang informan menjelaskan
bahwa:
ISPA ini sebenarnya banyak menyerang anak balita di
musim-musim kemarau, penyebabnya antara lain lingkungan
yang kurang bersih atau juga cuaca, masyarakat mengelola
sampahnya dengan membakar. ISPA masuk ke dalam 10 besar
penyakit disamping diare, hipertensi, DM, kolesterol, dan lainlain.

Penyakit Tidak Menular


Sejalan dengan perubahan perilaku dan gaya hidup masya
rakat dan didukung kemajuan teknologi pangan maupun non
pangan telah mengubah kecenderungan penyakit, dari penyakit
menular dan telah muncul beberapa penyakit tidak menular
(PTM).
Penyakit tidak menular merupakan penyakit yang bukan di
sebabkan oleh kuman penyakit dan tidak ditularkan kepada orang

104

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

lain, dan bersifat kronis sehingga memerlukan waktu cukup pan


jang untuk penyembuhannya. Penyakit yang termasuk PTM utama
di Indonesia yaitu: Penyakit kardiovaskular, kanker, Penyakit Paru
Obstruktif Kronis (PPOK), Diabetes Melitus (kencing manis),
dan sejak tahun 2002 WHO menyatakan bahwa cedera (injury)
merupakan salah satu jenis penyakit (Kemenkes, 2013).
Data mengenai kejadian penyakit tidak menular di Wakatobi
masih minim, namun penelusuran secara eksploratif telah dite
mukan beberapa kasus penyakit tidak menular di masyarakat
antara lain stroke, hipertensi, DM. Hasil riskesdas 2007 Kabupaten
Wakatobi menunjukkan persentase sebagai berikut. Hipertensi
36,62%, cedera 5,02%, DM 0,7%; sedangkan pada tahun 2013
hipertensi 18,39%, cedera 4,87%, DM 1,85%.
Stroke
Stroke diartikan sebagai gangguan fungsional otak fokal
maupun global akut, lebih dari 24 jam, berasal dari gangguan
aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena trauma
maupun infeksi (Suryopranoto, 2011).
Pada saat ini di Kabupaten Wakatobi sudah mulai ada yang
menderita stroke terutama warga usia 40 tahun ke atas, hal ini
sangat jarang ditemukan beberapa tahun yang lalu. Menurut
sebagian warga kejadian semacam ini disebabkan karena ada
nya perubahan pola makan masyarakat, yang sebelumnya hanya
mengkonsumsi ikan namun sekarang mulai banyak yang meng
konsumsi daging dalam hal ini adalah daging sapi atau kambing.
Oleh informan dari salah satu keluarga Bajo (suami H dan istri N)
dijelaskan bahwa:

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

105

...kalau sekarang sudah banyak orang disini sakit stroke, garagara pola makan tidak teratur, orang bilang karena kebanyakan
makan nasi...mereka disini juga suka minum minuman manis
yang dikemasan itu... bisa dibilang setiap hari mereka minum
apalagi kalau kerja... disini juga masyarakat sering minum
minuman keras apalagi kalau ada joget ....

Ada juga masyarakat yang beranggapan bahwa penyakit


tidak menular seperti stroke termasuk penyakit kronis dan parah
dimana penderitanya sebagian pada usia tua, sedangkan penyakitpenyakit yang biasa diderita oleh balita dianggapnya penyakit
yang biasa tidak termasuk penyakit yang parah, sebagaimana
telah dijelaskan oleh salah seorang informan ibu balita (SR) di
Popaliya:
...Sebenarnya kalau menurut pandangan saya disini sudah
agak lumayan lah, sakitnya yang biasa-biasa ajah, tidak ada
yang kronis, kalaupun ada yang parah itu juga usia-usia tua,
misalnya macam stroke, kebanyakan tekanan darah. Untuk
balita juga tdk ada penyakit kronis kayak gitu, ada pun kayak
alergi-alergi saja atau panas, batuk, pilek...artinya yang standar
lah bukan yang parah.

Hipertensi
Definisi hipertensi tidak berubah s esuai dengan umur: tekan
an darah sistolik (TDS) > 140 mmHg dan/atau tekanan darah diasto
lik (TDD) > 90 mmHg. The joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and treatment of High Bloodpressure (JNC
VI) dan WHO/lnternational Society of Hypertension guidelines
subcommittees setuju bahwa TDS & keduanya digunakan untuk
klasifikasi hipertensi (Kuswardhani, 2006).
Prevalensi hipertensi hasil riskesdas tahun 2007 dan 2013 di
Kabupaten Wakatobi menunjukkan trend yang menurun (36,62%
ke 18,39%), sebaliknya kejadian hipertensi dari data fasilitas
106

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

menunjukkan peningkatan antara tahun 2013 ke tahun 2014


yaitu 109 menjadi 211. Menurut sebagian informan (EF) kejadian
prevalensi hipertensi di masyarakat disebabkan perilaku makan,
sebagaimana telah dijelaskan bahwa:
... Kalau dulu banyak masyarakat yang kena muntaber, namun
sekarang sudah banyak berkurang yang sakit, biasanya mereka
sakit karena makanan, kebiasaan makan makanan seperti
kerang-kerang, kepiting, ikan asin...Penyebab hipertensi karena
sering mengkonsumsi makanan laut jarang makan sayur. Di
sini kayaknya kurang makan sayuran, masalahnya disini susah
sayur...adanya hanya daun kelor...kalau ikan ada terus dan
harganya terjangkau...

Menurut kepala Puskesmas Lya, ... masyarakat di sini


mayoritas hipertensi karena makanan mentah dari laut, juga
kurang aktivitas fisik.
Diabetes Mellitus (Kencing manis)
Diabetes Mellitus adalah sekelompok penyakit metabolik
yang ditandai oleh kecacatan hasil hiperglikemia pada sekresi
insulin, aksi insulin, atau keduanya. Hiperglikemia kronis dari
diabetes dikaitkan dengan kerusakan jangka panjang, kesalahan
fungsi, dan kegagalan berbagai organ, terutama mata, ginjal,
saraf, jantung, dan pembuluh darah. (American Diabetes Association,
2004).
Hasil riskesdas 2007 dan 2013 menunjukkan peningkatan
prevalensi DM lebih dari 2 kali lipat yaitu sebesar 0,7% dan 1,85%.
Dua informan menginformasikan penyakit DM (kencing manis) di
masyarakat, di antaranya seorang ibu balita (Naf) mengemukakan
sebagai berikut.

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

107

...yang ada sekarang penyakit lutut dan penyakit gula, kalau


minum biasa menggunakan gula 2 sendok....Dulu banyak
makan singkong tapi sekarang banyak makan beras....Orang
disini sering minum minuman manis kemasan: es sirup..rasa
jeruk, leci, apalagi es....

Demikian juga kepala Puskesmas Lya menambahkan


bahwa kalau sekarang sudah macam-macam penyakit, tante
saya kena diabetes sampai luka-luka, sekarang meninggal....

108

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Bab 7

Kekuatan Kerja Sama Lintas Sektor


dalam Penyehatan Lingkungan

Justifikasi pemilihan kasus


Kesehatan lingkungan merupakan salah satu kelompok in
dikator dalam Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat. Yang
termasuk dalam ruang lingkup kelompok indikator kesehatan ling
kungan berdasarkan pengembangan IPKM 2013 meliputi:
1.

Akses Sanitasi

Akses Sanitasi diukur berdasarkan kepemilikan dan jenis


fasilitas untuk buang air besar. Akses sanitasi baik apabila rumah
tangga menggunakan fasilitas tempat buang air besar milik sen
diri dan jenis kloset leher angsa (WHO, UNICEF, 2013).
2.

Akses Air Bersih

Penggunaan air bersih perkapita dalam rumah tangga.


Akses air bersih baik jika rumah tangga minimal menggunakan 20
liter per orang per hari dan berasal dari air ledeng/PDAM atau air
ledeng eceran/membeli atau sumur bor/pompa atau sumur gali
terlindung atau mata air terlindung (WHO, 2014).
Apabila IPKM 2007 dibandingkan dengan IPKM 2013, kita
dapat melihat adanya penurunan dan kenaikan di masing-masing
indikator. Pada tahun 2007, dengan mempergunakan rumus

109

2007 untuk akses air bersih didapatkan nilai 59,97 tetapi pada
tahun 2013 apabila mempergunakan rumus 2013 maka didapat
nilai 53,94 yang merupakan penurunan nilai. Hal ini disebabkan
dalam perhitungannya mempergunakan 30 indikator bukan 24
indikator seperti rumus 2007. Tetapi apabila dihitung dengan
mempergunakan rumus 2007, nilai yang didapat pada tahun 2013
adalah 99,19 yang merupakan sebuah peningkatan.
Sementara itu untuk akses sanitasi ada peningkatan dimana
pada tahun 2007, dengan mempergunakan rumus 2007 didapat
nilai 43,46. Pada IPKM 2013 dengan mempergunakan rumus
2013 didapatkan nilai 66,85. Perbandingan nilai IPKM kelompok
indikator kesehatan lingkungan dapat dilihat di tabel 7.1.
Tabel 7.1 Perbandingan Nilai Kelompok Indikator
KesehatanLingkungan pada IPKM 2007 dengan IPKM
2013.
Indikator IPKM 2007
Indikator
Akses air bersih
Akses sanitasi

Indikator Pengembangan IPKM 2013


Rumus
Rumus 2007
Rumus 2013
2007
59,97
99,19
53,94
43,46
66,85
66,85

Pada tahun 2007 indikator kesehatan lingkungan yaitu akses


sanitasi di Kabupaten Wakatobi berada di tingkat 3 dalam urutan 10
kota/kabupaten yang berada di wilayah provinsi Sulawesi Tenggara.
Untuk urutan kabupaten di wilayah Sulawesi Tenggara, Kabupaten
Wakatobi berada di urutan pertama hal ini disebabkan karena pada
tahun 2007 yang menduduki urutan pertama dan kedua adalah
Kota kendari dan Kota Baubau. Sementara untuk akses terhadap
air bersih menempati urutan 5 dari 10 kota/kabupaten yang ada
di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara. Untuk di wilayah kepulauan
110

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Kabupaten Wakatobi masih berada di urutan pertama karena yang


menempati urutan satu sampai empat sebagian besar adalah kota/
kabupaten yang berada di wilayah daratan kecuali Kota Baubau.
Urutan nilai IPKM 2007 untuk indikator akses sanitasi dan akses
air bersih dapat dilihat di tabel berikut.
Tabel 7.2 Peringkat kota/kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara
untuk indikator akses sanitasi dan air bersih pada IPKM
2007.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Kabupaten/Kota
Buton
Muna
Konawe
Konawe selatan
Bombana
Wakatobi
Kolaka
Kolaka Utara
Kendari
Baubau

Akses
Akses air
Peringkat
Peringkat
Sanitasi
bersih
37,78
6
32,55
9
19,84
10
1,62
10
23,55
8
50,61
6
20,71
9
33,06
8
26,87
7
43,10
7
43,46
3
59,97
5
41,47
4
63,64
4
38,43
5
79,93
2
63, 27
1
81,08
1
57,35
2
76,25
3

Sumber; IPKM 2007.

Pada IPKM tahun 2013 ada kenaikan peringkat pada indika


tor akses sanitasi dimana Kabupaten Wakatobi menduduki urutan
ke 2 dalam peringkat kota/kabupaten di Provinsi Sulawesi Tengga
ra dengan nilai 66,85. Dalam indikator akses sanitasi ini Kabupaten
Wakatobi hanya kalah dari ibukota provinsi yaitu Kota Kendari.
Sementara itu dalam IPKM 2013 di indikator akses air bersih ada
penurunan peringkat menjadi peringkat 6, hal ini disebabkan
adanya pemekaran sejumlah kota/kabupaten di Provinsi Sulawesi
Tenggara. Kabupaten pemekaran tersebut di antaranya adalah
Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

111

Kabupaten Konawe Utara dan Buton Utara. Urutan nilai IPKM


2013 untuk indikator akses sanitasi dan akses air bersih dapat
dilihat di tabel berikut.
Tabel 7.3 Peringkat kota/kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara
untuk indikator akses sanitasi dan air bersih pada IPKM
2013.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.

Kabupaten/Kota
Buton
Muna
Konawe
Konawe Selatan
Konawe Utara
Bombana
Wakatobi
Kolaka
Kolaka Utara
Buton Utara
Kendari
Baubau

Akses
Sanitasi
57,21
37,28
66,56
42,94
58,70
46,09
66,85
63,89
62,35
50,26
76,92
59,26

Peringkat
8
12
3
11
7
10
2
4
5
9
1
6

Akses air
Peringkat
bersih
72,84
3
23,83
12
52,13
9
26,75
11
52,36
8
64,65
4
53,94
6
53,70
7
80,35
1
33,66
10
64,00
5
73,34
2

Sumber; IPKM 2013

Pada awal pemekaran Kabupaten Wakatobi dari Kabupaten


Buton pada tahun 2003 berdasarkan Undang-Undang Nomor 29
Tahun 2003 Tentang Pembentukan Kabupaten Bombana, Kabupa
ten Wakatobi, Kabupaten Kolaka Utara di Sulawesi Tenggara. Salah
satu kegiatan yang diupayakan adalah pembenahan pembangunan
di bidang kesehatan yang berkaitan dengan kesehatan lingkungan
pada umumnya. Pada saat pemekaran tersebut kesehatan
lingkungan yang berkaitan dengan akses terhadap sarana sanitasi

112

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

dan air bersih masih merupakan masalah di wilayah Kabupaten


Wakatobi. Sarana sanitasi menjadi masalah karena masih banyak
rumah warga yang tidak memiliki jamban dan pembuangan air
limbah rumah tangga. Sementara akses air bersih juga menjadi
masalah karena belum tersedia infrastruktur dalam pengelolaan
dan penyaluran air bersih ke rumah-rumah warga.
Pembangunan di bidang kesehatan lingkungan secara ber
tahap mulai dilakukan pada tahun 2005 dengan adanya kegiatan
yang berhubungan dengan pembangunan di bidang kesehatan
lingkungan. Pembangunan di bidang kesehatan lingkungan ini
adalah penyediaan sarana air bersih dan sarana sanitasi. Kegiatan ini
selain dilakukan oleh pemerintah daerah juga melibatkan lembaga
swadaya masyarakat (LSM). Salah satu LSM yang pada waktu itu
bergerak untuk membantu dan menggerakkan masyarakat dalam
penyediaan sarana air bersih dan sanitasi adalah LSM Sintesa.
LSM Sintesa yang berpusat di Kendari-Sulawesi Tenggara
ini mulai terjun di Kabupaten Wakatobi untuk membantu
masyarakat dalam penyediaan sarana air bersih dan sanitasi
pada tahun 2005. Kegiatan ini dilakukan di 3 (tiga) desa di
Pulau Wangi-Wangi yaitu Desa Wandoka, Tindoi, dan Liya
Togo. Kegiatan pembangunan sarana air bersih dan sanitasi
ini dilakukan dengan cara melibatkan masyarakat, mulai dari
perencanaan, pembangunan, pengoperasian, dan perawa
tannya. Sementara untuk penyediaan bahan dan peralatan
berasal dari dana donor luar negeri.
Kegiatan penyediaan sarana air bersih dan sanitasi ini dijadikan
satu paket dimana warga masyarakat yang akan memasang
saluran air ke tempat tinggalnya diharuskan juga membangun
sarana sanitasi seperti MCK/jamban di tempat tinggalnya.
Pengoperasian fasilitas dilakukan oleh warga desa yang sudah
mendapatkan pelatihan. Ada sistem pencatatan debit air yang

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

113

digunakan oleh masing-masing rumah tangga oleh petugas.


Masyarakat diwajibkan membayar iuran per bulan kepada
pengelola sesuai dengan jumlah debit air yang digunakan
di rumah masing-masing. Uang iuran ini digunakan untuk
menutupi biaya operasional baik peralatan maupun personel
yang mengelola fasilitas air bersih tersebut. Kegiatan pe
nyediaan air bersih yang diprakarsai oleh LSM Sintesa di ketiga
desa ini berlangsung sampai tahun 2008, dimana setelah tahun
2008 pengelolaan air bersih ini diambil alih oleh Perusahaan
Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Wakatobi. Untuk di
Liya Togo selain fasilitas diambil alih dan dikelola oleh PDAM,
beberapa warga Liya Togo yang pernah bertugas sebagai tenaga
pengelola fasilitas direkrut dan dijadikan pegawai dari PDAM
Kabupaten Wakatobi.

Dalam pengelolaan kesehatan lingkungan walaupun tupok


sinya mayoritas berada di tatanan dinas kesehatan kabupaten,
tetapi dalam pelaksanaannya ada kebijakan lintas sektoral yang
melibatkan beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang
ada di jajaran pemerintah Kabupaten Wakatobi. SKPD yang terlibat
dalam kegiatan lintas sektoral ini adalah Dinas Kesehatan, Dinas
Pekerjaan Umum, Dinas Kebersihan, Pertamanan, Pemakaman
dan Pemadam Kebakaran (DKP3K), dan Badan Lingkungan Hidup
(BLH). Dimana masing-masing SKPD melaksanakan program
kesehatan lingkungan sesuai dengan tupoksi masing-masing
tetapi tetap berkoordinasi dengan SKPD lain. Seperti dalam
pembangunan dan pengelolaan saluran drainase, dimana dinas
PU ditugaskan membangun saluran, dinas kesehatan dan BLH
mengawasi penggunaannya sementara Dinas Kebersihan, Per
tamanan, Pemakaman, dan Pemadam Kebakaran (DKP3K)
melakukan perawatan saluran.

114

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Komitmen Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam pem


bangunan sanitasi secara menyeluruh dimulai dengan diben
tuknya Kelompok Kerja (Pokja) Sanitasi Kabupaten Wakatobi.
Kelompok kerja (pokja) ini dibentuk berdasarkan Keputusan
Bupati Wakatobi Nomor 462 Tahun 2008 Tanggal 1 Agustus 2012
tentang Pembentukan Tim Koordinasi/Pengarah dan Pelaksana
Sanitasi Kabupaten Wakatobi. Dalam keputusan Bupati ini dimuat
berbagai tugas dan kewajiban baik tim pengarah maupun tim
pelaksana kegiatan. Dalam menjalankan tugasnya, tim pelaksana
melakukan pertemuan rutin untuk mengumpulkan, mengkaji
serta menganalisis data dalam rangka memetakan kondisi sanitasi
Kabupaten Wakatobi. Hasil dari pengumpulan, hasil dari kajian
dan analisis data yang lalu disajikan dalam sebuah dokumen yang
dikenal sebagai Sanitation White Book atau Buku Putih Sanitasi.1
Buku Putih Sanitasi ini adalah merupakan penjabaran dari apa
yang disebut dengan program Percepatan Pembangunan Sanitasi
Pemukiman (PPSP).

AKSES SANITASI
Pada awal pemekaran Kabupaten Wakatobi dari Kabupaten
Buton, sanitasi dalam hal ini adalah kepemilikan jamban rumah
tangga merupakan masalah. Pada waktu itu sedikit sekali rumah
tangga yang memiliki jamban, hal ini disebabkan masih kurangnya
warga yang memiliki akses air bersih yang masuk ke tempat
tinggal masing-masing. Jadi pada waktu itu banyak warga yang
melakukan buang air besar (BAB) di sembarang tempat seperti
di laut apabila warga tinggal di wilayah pesisir dan di kebun
1 Buku Putih Sanitasi (BPS) Kabupaten Wakatobi, Pokja Sanitasi Kabupaten
Wakatobi 2013. Hal.1

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

115

apabila warga tinggal di wilayah yang letaknya agak di pedalaman


atau di wilayah perbukitan. Adanya perilaku BAB disembarang
tempat ini menimbulkan banyak masalah kesehatan, ditambah
lagi dengan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Menurut narasumber, pada saat
musim pancaroba atau menurut istilah masyarakat lokal pada
musim panen buah banyak warga yang menderita diare. Hal ini
disebabkan karena kebiasaan warga lokal memakan buah tanpa
membersihkan terlebih dahulu.
... waktu di Binongko biasanya pada saat musim buah, banyak
warga terutama anak-anak akan memakan langsung buah
mangga matang yang jatuh ke tanah. Tanpa dibersihkan terlebih
dahulu langsung dimakan dengan kulit-kulitnya...
(Wawancara dengan Bpk. KN, Ka. PU Wakatobi)

Kondisi kesehatan lingkungan yang masih buruk ditambah


lagi dengan kebiasaan-kebiasaan dari masyarakat yang kurang
memperhatikan masalah kesehatan menyebabkan rentannya kon
disi kesehatan masyarakat. Dari informasi warga hal ini tidak ha
nya terjadi di Pulau Binongko saja tetapi di pulau-pulau lain seperti
Wangi-Wangi, Kaledupa, dan Tomia.
Pada tahun 2013 dari data Profil Dinas Kesehatan Kabupaten
Wakatobi didapat informasi bahwa mayoritas jenis sarana jamban
yang digunakan adalah yang berbentuk leher angsa. Jumlah
jamban jenis leher angsa ini digunakan oleh 82,32% KK yang
tinggal di Wakatobi, sementara sisanya masih menggunakan
sistem cemplung dan plengsengan.
Selain itu, berdasarkan dari survey Enviroment Health Risk
Assesment (EHRA) atau studi penilaian risiko kesehatan lingkungan
yang dilakukan pada tahun 2013 di wilayah Kabupaten Wakatobi di
dapatkan informasi bahwa mayoritas sistem pengolahan air limbah
116

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

rumah tangga yang ada di Kabupaten Wakatobi adalah dengan


mempergunakan septic tank (on site individual). Jumlah rumah
tangga yang memiliki jamban keluarga berdasarkan data EHRA
adalah 20.320 KK dengan persentase 70%. Berdasarkan data dari
hasil survei yang sama diketahui bahwa jumlah warga yang masih
melakukan buang air besar (BAB) di sembarang tempat sebanyak
25%. Selain itu juga didapat informasi bahwa tempat penyaluran
buangan akhir tinja yang digunakan oleh warga di Kabupaten
Wakatobi yang menunjukkan bahwa warga yang menyalurkan
buangan akhir tinja ke tangki septik memiliki persentase sebesar
56%, ke pipa/sewer sebesar 1%, yang menggunakan sistem cubluk
5%, dan sekitar 9% warga yang menyalurkan buangan akhir tinja
ke sungai/danau/laut. Kesadaran masyarakat dalam membangun
tanki septik dengan memperhatikan jarak sumber air bersih sudah
baik, ditunjukkan dengan data EHRA yang suspek aman sebesar
62,8% dan tanki septik suspek tidak aman sebesar 37,2%.2
Syarat-syarat jamban sehat menurut Depkes RI (2004),
adalah sebagai berikut.
1. Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penam
pung berjarak 10-15 meter dari sumber air minum.
2. Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga
maupun tikus.
3. Cukup luas dan landai/miring ke arah lubang jongkok se
hingga tidak mencemari tanah di sekitarnya.
4. Mudah dibersihkan dan aman penggunaannya.
5. Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan
berwarna.
2 Buku Putih Sanitasi (BPS) Kabupaten Wakatobi, Pokja Sanitasi Kabupaten
Wakatobi 2013. Hal.46-48

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

117

6.
7.
8.
9.

Cukup penerangan.
Lantai kedap air.
Ventilasi cukup baik.
Tersedia air dan alat pembersih.

Dari hasil pengamatan di lapangan masih ada jambanjamban warga yang belum memenuhi syarat jamban sehat.
Selain itu, menurut keterangan narasumber muncul masalah pen
cemaran limbah dari septic tank pada sumber air milik warga. Hal
ini disebabkan ketidaktahuan warga mengenai jarak yang aman
antara septic tank dengan sumber air warga.
...sebelum ada jamban tidak ditemukan adanya pencemaran
air sumur. Tetapi setelah ada jamban dan pembangunan septic
tank ada keluhan dari warga karena ada pencemaran pada air
sumur. Hal ini disebabkan karena masyarakat tidak mengetahui
jarak yang aman antara sumber air dengan septic tank. Selain
itu seperti di wilayah Wangi-Wangi masih banyak septic tank
yang menggunakan sistem gali tutup. Pada sistem ini akan
rentan pencemaran, karena mayoritas wilayah di Wakatobi
ini tidak memiliki sumber mata air dari kali/sungai, yang ada
adalah sumber air yang berasal dari hujan yang tertampung
di dalam bumi. Jadi apabila tidak dipikirkan sistem septic tank
yang baik maka kemungkinan besar akan terjadi pencemaran
air untuk konsumsi karena kotoran manusia.
(Wawancara dengan Bpk. KN, Ka. Dinas)

Kondisi seperti ini akan sangat berpengaruh pada kesehatan


masyarakat apabila tidak diambil langkah-langkah untuk menang
gulangi masalah ini. Salah satu kegiatan yang diambil untuk
menanggulangi masalah ini adalah dengan membuat program IPAL
atau Instalasi Pembuangan Air Limbah dalam bentuk komunal.
Program ini diprakarsai oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten

118

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Wakatobi berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan. Dalam program


ini kegiatan yang dilakukan berupa pemasangan septic tank dan
digunakan untuk menampung air limbah dari beberapa rumah
yang ada di dalam satu dasa wisma. Dimana air limbah dari
masing-masing rumah tangga disalurkan ke dalam satu septic
tank komunal. Septic tank komunal yang digunakan memiliki jenis
tertutup untuk mengurangi pencemaran air limbah rumah tangga
ke dalam tanah.

AKSES AIR BERSIH


Selain sanitasi salah satu komponen lain dari kesehatan
lingkungan adalah akses masyarakat terhadap air bersih. Saat ini
mayoritas warga yang tinggal di keempat pulau di Wakatobi sudah
bisa mengakses air bersih yang dikelola oleh Perusahaan Daerah
Air Minum (PDAM) yang disalurkan ke rumah melalui perpipaan.
Beberapa tahun yang lalu sebelum ada perpipaan, warga harus
mengambil air di sumber mata air yang pada umumnya berasal
dari air tanah (ground water) dari wilayah perbukitan dan guagua karst yang oleh penduduk setempat disebut Tofa/Loba/Lia,
seperti yang ada di wilayah di Kontamale dan di jalan Wa Opu
Lesaa di Pulau Wangi-Wangi.

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

119

Gambar gua karst yang oleh penduduk setempat


disebut Tofa/Loba/Lia di wilayah Kontamale.
Oleh penduduk digunakan untuk mencuci dan mandi.
(Dokumentasi; Basuki Imanhadi)

Instansi Pemerintah Kabupaten Wakatobi yang menangani


dan terkait dalam penyediaan air bersih adalah Perusahaan Daerah
Air Minum (PDAM), satu-satunya perusahaan yang bergerak
dalam penyediaan air minum untuk kebutuhan masyarakat. Se
cara Keseluruhan PDAM Kabupaten Wakatobi memiliki 12 (dua
belas) sumber mata air. Untuk sumber air, kapasitas air dan daerah
pelayanan dapat dilihat pada tabel berikut.

120

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Tabel 7.4 Sumber air yang dikelola Perusahaan Daerah Air Minum/
PDAM Kabupaten Wakatobi.
No

Sumber Air

Wa Gehe-Gehe

Tee Bete

3
Longa
Sub Total
4
Tee Liya
5
Huu

Pulau
Wangi-Wangi
Wangi-Wangi
Wangi-Wangi
Wangi-Wangi
Wangi-Wangi

6
7

Kampa (Kapota)
Betambawi
(Kapota)
Sub Total
8
Lenteaoge
9
Palea

Wangi-Wangi
Wangi-Wangi

Kaledupa

25
5

Kaledupa

15

Sub Total
10
Heulu (Kahianga) Tomia
Sub Total
11
Popalia
Sub Total
Total

Kapasitas
Air (Liter/ Daerah Pelayanan
detik)
Wanci dan
15
Mandati
Numana dan
10
Mola
5
Longa
30
5
Liya
Bandara,
10
Matahora dan
Melai One
5
Kampa
Kollowowa
Lenteaoge
Ambeua dan
sekitarnya

20
10

Tomia dan
sekitarnya

10
Binongko

10

Binongko dan
sekitarnya

10
95

Sumber: Dinas PU Pertambangan dan Energi Kabupaten Wakatobi, 2010.

Untuk melihat jenis sarana air bersih yang digunakan oleh


anggota masyarakat di wilayah keempat pulau yang tidak ada di

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

121

Wakatobi dapat dilihat di Tabel 7.5 berikut. Dari tabel ini dapat
kita lihat bahwa mayoritas warga di Wakatobi menggunakan air
yang berasal dari pengelolaan PDAM.
Tabel 7.5 Jumlah dan Jenis Sarana Air Bersih di Wilayah Kabupaten
Wakatobi.
Thn

2007
2008
2009
2010
2011
2012

JumJumlah
lah KK KK
diperiksa
26.527 17.928
24.369 12.917
23.487 12.681
29.391 29.381
27.778 20.659
29.496 28.741

Jenis Sarana Air Bersih


PDAM SPT SGL
PAH
4
4.715
6.493
5.087
5.521
14.144

1
0
0
0
0
0

2.176
4.362
4.320
1.689
2.456
4.939

1.087
3.094
2.777
658
1.521
3.211

Total
Kemasan
0
0
4
15
0
0

Lainnya
6
6
26
15
22
22

3.274
12.183
13.620
7.449
9.520
22.316

Keterangan:
1. SPT : Sumur pompa tangan
2. SGL : Sumur gali
3. PAH : Penampungan air hujan
4. Lainnya : Perlindungan mata air

Dari tabel tersebut didapatkan informasi bahwa ada pe


ningkatan jumlah pelanggan PDAM dimana pada tahun 2007
hanya ada 4 keluarga yang menjadi pelanggan PDAM, sementara
pada tahun 2012 tercatat ada 14.144 keluarga yang menjadi
pelanggan air PDAM. Jadi pada tahun 2012 ada sekitar 47,9%
keluarga dari total keluarga yang ada di Wakatobi telah memiliki
akses terhadap air bersih yang dikelola oleh PDAM. Sementara
sisanya masih memanfaatkan air yang berasal dari sumur dan
penampungan air hujan. Dalam prakteknya air yang disalurkan ke
rumah warga tidak semua berasal dari air pemipaan yang dikelola
oleh PDAM, ada beberapa warga terutama yang tinggal di wilayah

122

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Wangi-Wangi, yang membuat usaha dengan mendirikan tempat


penampungan air. Air penampungan ini lalu disalurkan ke rumah
penduduk yang menjadi pelanggannya. Air bersih yang dikelola
oleh warga ini sistem pembayarannya sama dengan PDAM dengan
menggunakan meteran dan sistem pembayarannya setiap bulan.
Masih banyaknya warga yang belum memiliki akses terhadap
air bersih yang dikelola PDAM, mendorong adanya inisiatif dari
SKPD dalam hal ini Dinas Pekerjaan Umum yang berkoordinasi
dengan PDAM untuk memberi kemudahan pada warga yang
belum memiliki akses terhadap air bersih yang berasal dari PDAM.
Dalam program ini direncanakan akan dilakukan pemasangan pipa
PDAM ke sekitar 5.000 rumah warga yang belum memiliki akses
air bersih yang dikelola oleh PDAM. Pemasangan pipa ke rumah
ini dilakukan secara gratis atau tidak memungut biaya dari rumah
tangga yang akan berlangganan air PDAM. Kegiatan ini dilakukan
karena masalah warga tidak bisa mengakses air bersih dari PDAM
bukan karena tidak bisa membayar iuran bulanan tetapi besarnya
biaya yang dikeluarkan oleh warga untuk biaya pemasangan awal.
Jadi dalam program ini tidak ada biaya yang dipungut untuk
pemasangan awal pipa dan meteran dari PDAM. Dengan program
ini diharapkan makin banyak rumah tangga yang terakses kepada
air bersih yang dikelola oleh PDAM.
Dari segi kualitas tidak semua air pengelolaan oleh PDAM
yang dialirkan ke rumah penduduk memiliki kualitas yang baik. Di
beberapa lokasi ada air pemipaan pengelolaan PDAM yang tidak
tawar tapi memiliki rasa payau, seperti di wilayah Kecamatan Togo
Binongko Pulau Binongko. Oleh masyarakat di Togo Binongko, air
pemipaan ini hanya digunakan untuk kegiatan MCK, sementara
untuk konsumsi warga membeli air kemasan atau menampung

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

123

air hujan. Sarana penampungan air hujan ini bermacam-macam


bentuknya. Berdasarkan keterangan narasumber, pada awalnya
masyarakat memanfaatkan guci-guci yang terbuat dari tanah liat
yang diletakkan di bawah talang air hujan. Saat ini masyarakat ada
yang mempergunakan tangki air yang terbuat dari plastik atau
membangun bak penampungan dari batu dan semen. Karena
masyarakat tidak bisa terlalu menggantungkan kebutuhan air
untuk konsumsi dari penampungan air hujan maka ada usaha
dari masyakat untuk membuat sarana pengolahan air untuk
konsumsi.

Gambar 7.2 Guci tanah liat untuk penampungan air hujan yang
digunakan warga di Desa Popalia, Kecamatan Togo Binongko Pulau
Binongko.
(Dokumentasi; Peneliti)

124

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Melalui dana dan kegiatan yang berasal dari PNPM Mandiri


Masih, masyarakat di wilayah Kecamatan Togo Binongko di per
batasan Desa Popalia dan Oihu, pada tahun 2014 telah berhasil
membuat sarana pemurnian air untuk layak konsumsi. Sarana
berupa instalasi air bersih ini memanfaatkan air yang berasal dari
pemipaan yang akan diolah secara kimia sehingga menjadi air
layak konsumsi. Biasanya masyarakat membeli dengan membawa
kemasan berupa galon aqua untuk diisi di instalasi tersebut.
Uang hasil pembayaran air konsumsi dari warga digunakan untuk
membiayai kegiatan operasional instalasi air bersih ini. Pada tahun
ini (2015) ada wacana dari masyarakat di Desa Waloindi dan Haka
untuk membangun instalasi yang sama di sekitar wilayah desa
mereka. Hal ini dilakukan untuk memudahkan masyarakat di kedua
desa ini untuk mendapatkan air konsumsi tanpa harus bersusah
payah untuk pergi ke Desa Popalia.
Untuk wilayah Pulau Kaledupa terutama di wilayah Keca
matan Kaledupa, warga tidak mempergunakan air pemipaan dari
mata air karena tiap rumah memiliki sumur gali. Air dari sumur
gali ini dipergunakan warga untuk konsumsi dan MCK. Adanya
sumur gali karena di wilayah Kecamatan Kaledupa secara geologis
berbeda dengan wilayah lain di Wakatobi, dimana mayoritas tanah
daratannya berupa daratan berbatu cadas dan kapur sementara di
wilayah Kecamatan Kaledupa daratannya berupa tanah.

Dukungan kebijakan dan strategi intervensi


Dalam kegiatan pembangunan kesehatan lingkungan, Dinas
Kesehatan tidak bekerja sendiri tetapi ada kegiatan atau program
yang sifatnya lintas sektoral. Dalam program yang bersifat lintas
sektoral di bidang kesehatan lingkungan, SKPD yang terlibat

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

125

adalah Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Kebersihan


Pertamanan Pemakaman dan Pemadam Kebakaran (DKP3K) dan
Badan Lingkungan Hidup (BLH). Dimana masing-masing SKPD
melaksanakan program kesehatan lingkungan sesuai dengan
tupoksi masing-masing tetapi tetap berkoordinasi dengan SKPD
lain.
Beberapa tahun terakhir ada kebijakan dari Pemerintah
Daerah Wakatobi untuk menata pembangunan kesehatan
lingkungan di wilayah Wakatobi. Salah satu kebijakan yang
dibuat untuk mendukung pembangunan kesehatan lingkungan
oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Wakatobi adalah dengan
disusunnya Buku Putih Sanitasi Kabupaten Wakatobi atau yang
lebih dikenal sebagai Program Percepatan Sanitasi Pemukiman
(PPSP). Penyusunan Buku Putih Sanitasi Kabupaten Wakatobi
mengacu pada Visi dan Misi Kabupaten Wakatobi.
Visi Kabupaten Wakatobi yakni Terwujudnya Surga Nyata
Bawah Laut di Pusat Segi Tiga Karang Dunia. Adapun Misi
Kabupaten Wakatobi yakni:
Meningkatkan kualitas dan pemerataan kesejahteraan
masyarakat
Meningkatkan pengelolaan dan pelestarian sumberdaya
alam dan Lingkungan Hidup
Meningkatkan kualitas dan daya dukung infrastruktur
wilayah
Meningkatkan kualitas pelayanan publik dan tata kelola
Pemerintahan
Mengembangkan situasi yang kondusif bagi kehidupan
masyarakat yang inovatif

126

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Di kata pengantar Buku Putih Sanitasi Kabupaten Wakatobi


Tahun 2013 dijelaskan bahwa Buku Putih Sanitasi ini merupakan
sebuah dokumen yang berisikan penjelasan tentang berbagai
kondisi sanitasi terkini. Dimana diharapkan buku putih sanitasi
ini dapat dipergunakan sebagai acuan perencanaan, pendanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan program sanitasi yang dilaksanakan
di Kabupaten Wakatobi. Selain itu, buku ini diharapkan menjadi
pedoman dalam menentukan dan menetapkan program kerja
yang menjadi prioritas dan melaksanakan kerja yang berkaitan
dengan mandat institusi masing-masing Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD)3.
Jadi secara tersirat dapat dikatakan pembangunan ke
sehatan lingkungan di Kabupaten Wakatobi bukan hanya
menjadi tanggungjawab dan tupoksi dari satu SKPD saja dalam
hal ini adalah Dinas Kesehatan tetapi juga beberapa SKPD lain.
Seperti yang sudah dituliskan di beberapa paragraf sebelumnya
bahwa walaupun pengelolaan kesehatan lingkungan tupoksinya
mayoritas berada di tatanan dinas kesehatan kabupaten, tetapi
dalam pelaksanaannya ada kebijakan lintas sektoral yang
melibatkan beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
yang ada di jajaran pemerintah Kabupaten Wakatobi. SKPD
yang terlibat dalam kegiatan lintas sektoral di bidang kesehatan
lingkungan ini adalah Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum,
Dinas Kebersihan Pertamanan Pemakaman Pemadam Kebakaran
(DKP3K) dan Badan Lingkungan Hidup (BLH). Dimana masingmasing SKPD melaksanakan program kesehatan lingkungan sesuai
dengan tupoksi masing-masing tetapi tetap berkoordinasi dengan
3 Buku Putih Sanitasi (BPS) Kabupaten Wakatobi, Pokja Sanitasi Kabupaten
Wakatobi 2013. Kata Pengantar Bupati Wakatobi.

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

127

SKPD lain. Seperti dalam pembangunan dan pengelolaan saluran


drainase, dimana dinas PU ditugaskan membangun saluran, dinas
kesehatan dan BLH mengawasi penggunaannya, sementara Dinas
Kebersihan, Pertamanan, Pemakaman dan Pemadam Kebakaran
(DKP3K) yang melakukan perawatan saluran.
Dalam Buku Putih Sanitasi dan titik berat pembangunan
kesehatan lingkungan tidak hanya terfokus kepada kegiatan yang
sifatnya fisik atau pembangunan infrastruktur yang mendukung
pembangunan kesehatan lingkungan tetapi juga kegiatan promosi
atau sosialisasi tentang berbagai hal yang berhubungan dengan
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Selain itu, tidak hanya
masalah akses bersih dan ketersediaan jamban bagi masyarakat
yang dibahas dalam Buku Putih Sanitasi ini tetapi juga masalah
peningkatan pengelolaan air limbah domestik, pengelolaan sam
pah, pengelolaan drainase lingkungan dan peningkatan komponen
terkait sanitasi. Di mana dalam setiap program peningkatan ter
sebut di masing-masing SKPD yang terlibat dapat melakukan kerja
yang berkaitan dengan mandat institusi masing-masing Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Untuk memperkuat kebijakan tersebut pada tahun 2013
diterbitkan Keputusan Bupati Wakatobi Nomor 292 Tahun 2013
tentang Pembentukan Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten
Wakatobi Tahun 2013. Dalam Surat Keputusan Bupati nomor
292 ini dicantumkan tentang fungsi dan tugas dari Kelompok
Kerja Sanitasi, selain itu juga ditetapkan jabatan dan fungsi dari
masing-masing SKPD yang terlibat di dalam kelompok kerja ini.
Ada 2 (dua) tim yang diatur dalam surat keputusan bupati ini
yaitu tim koordinasi pokja dan tim bidang kerja dari pokja. Pada
tim koordinasi pokja ditetapkan bahwa bupati dan wakil bupati

128

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

memiliki fungsi sebagai Pengarah I dan Pengarah II. Sementara


yang menjabat sebagai koordinator pokja adalah Sekretaris Daerah
Kabupaten Wakatobi dan sekretaris tim koordinasi pokja dijabat
oleh Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekda Kabupaten
Wakatobi. Yang menjadi anggota pokja selain semua camat di
kabupaten Wakatobi diantaranya adalah kepala RSUD Wakatobi,
Kepala Dinas Kebersihan Pertamanan Pemakaman dan Pemadam
Kebakaran serta Kepala Badan KB, Pemberdayaan Perempuan dan
Pemerintah Desa.
Dalam kegiatannya Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten
Wakatobi ini memiliki 5 (lima) tim bidang. Masing-masing bidang
diketuai oleh kepala SKPD yang sesuai dengan tupoksi dari SKPD
yang dipimpinnya. Kelima tim bidang tersebut adalah:
1. Bidang Perencanaan pokja sanitasi Kabupaten Wakatobi.
Dalam bidang ini yang menjabat ketua adalah Kepala
Bappeda, sementara yang menjadi anggota adalah para
sekretaris SKPD yang terlibat dalam pokja sanitasi.
2. Bidang Pendanaan pokja sanitasi Kabupaten Wakatobi. Ketua
timnya adalah Kepala Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan
dan Aset Daerah. Dengan anggota kepala bidang, kepala
seksi dan staf yang berasal dari Dinas Pendapatan, Pengelola
Keuangan dan Aset Daerah.
3. Bidang Teknis pokja sanitasi Kabupaten Wakatobi. Tim
bidang ini dipimpin oleh Kepala Dinas Pekerjaan Umum,
Pertambangan dan Energi Kabupaten Wakatobi. Sementara
anggotanya adalah Kepala Bidang Cipta Karya dan Kepala
Bidang Kebersihan dan Pertamanan serta Kepala Bidang Tata
Ruang.

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

129

4. Bidang Penyehatan, Komunikasi dan Pemberdayaan pokja


sanitasi Kabupaten Wakatobi. Bidang ini diketuai oleh Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten Wakatobi. Dalam tim ini yang
menjabat sebagai anggota sangatlah beragam, tidak hanya
dari dinas kesehatan tetapi juga dari SKPD lain seperti Kepala
Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika, Kepala
Bidang Pemberdayaan Perempuan dan beberapa kepala
bidang dari SKPD lain seperti Bappeda dan BLH. Selain
anggota yang berasal dari SKPD dalam tim ini dilibatkan
Ketua Tim Penggerak PKK dan pokja Lingkungan dan Sanitasi
PKK Kabupaten Wakatobi, ketua Persatuan Wartawan
Indonesia Cabang Kabupaten Wakatobi dan Koordinator
Forum LSM/NGO Lingkungan Kabupaten Wakatobi.
5. Bidang Monitoring dan Evaluasi pokja sanitasi Kabupaten
Wakatobi. Bidang ini diketuai oleh Kepala Badan Lingkungan
Hidup. Anggota tim ini berasal dari BLH, Badan Kesbangpol
dan Linmas, Badan KB, Pemberdayaan Perempuan dan
Pemerintah Desa serta dari Sub Bagian Pengendalian dan
Evaluasi Program Setda Kabupaten Wakatobi.
Apabila dilihat dari jumlah SKPD dan lembaga di luar peme
rintah yang terlibat dalam Kelompok Kerja Sanitasi ini maka
dapat dikatakan koordinasi dan kerjasama lintas sektor sangatlah
penting. Hal ini sangat diperlukan karena pembangunan kesehatan
lingkungan bukanlah monopoli dari satu SKPD saja yaitu Dinas
Kesehatan tetapi juga SKPD yang lain.
Dalam prakteknya kerja sama lintas sektoral dalam bidang
pembangunan kesehatan lingkungan sudah dijalankan seperti
yang telah dijabarkan dalam Buku Putih Sanitasi Tahun 2013.

130

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Ada beberapa kegiatan yang sudah direncanakan dan sedang di


laksanakan dalam pembangunan kesehatan Lingkungan dengan
melibatkan kerja sama lintas sektoral. Kegiatan tersebut adalah
Promosi Higiene dan Sanitasi (PROHISAN), program peningkat
an pengelolaan air limbah domestik, pengelolaan persampah
an, pengelolaan sarana drainase lingkungan dan peningkatan
komponen terkait sanitasi.
Untuk bidang Promosi Higiene dan Sanitasi (PROHISAN)
adalah tupoksi dari Dinas Kesehatan sebagai koordinator pokja
bidang ini. Bentuk promosi yang dilakukan adalah sosialisasi kepada
masyarakat agar masyarakat umum dapat mengetahui fungsi dan
manfaat dari hidup sehat. Dalam kegiatan promosi dilakukan secara
langsung kepada kelompok masyarakat tidak hanya di tempattempat umum seperti di sekolah tetapi juga di lingkungan rumah
tangga. Selain sosialisasi langsung kepada masyarakat, kegiatan
ini akan dilakukan dengan memanfaatkan sarana media cetak
maupun media elektronik lokal sehingga masyarakat di Wakatobi
bisa mendapatkan informasi tentang kegiatan promosi higiene dan
sanitasi ini. Seperti pada tahun 2013 kegiatan yang berhubungan
dengan program Promosi higiene dan sanitasi di antaranya adalah
kegiatan Penyuluhan dan Penyebarluasan Informasi Kesehatan
melalui Media Cetak dan Elektronik serta kegiatan Pembinaan
dan Penilaian Desa PHBS. Dalam kegiatan ini sumber pendanaan
berasal dari APBD Kabupaten Wakatobi.
Dalam program peningkatan pengelolaan air limbah domes
tik, SKPD yang berperan adalah Badan Lingkungan Hidup (BLH).
Dalam menunjang program ini pada tahun 2013 Badan Lingkungan
Hidup merencanakan melakukan kegiatan pembangunan IPAL
(Instalasi Pembuangan Air Limbah) Middle dan pembangunan IPAL

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

131

Komunal. Dana untuk melakukan kegiatan ini berasal dari Dana


Alokasi Khusus atau DAK. Tetapi sampai tahun 2014, kegiatankegiatan ini belum bisa dilakukan karena kurangnya tenaga
SDM yang tersedia di lingkungan kerja Badan Lingkungan Hidup.
Kegiatan ini berupa pemasangan septic tank yang ditanam dan
digunakan untuk menampung air limbah domestik dari beberapa
rumah tangga yang ada di dalam satu wilayah dasa wisma. Di
masing-masing rumah akan dibuat saluran menuju ke sebuah bak
kontrol sebelum masuk ke dalam septic tank komunal.
Masalah pengelolaan persampahan adalah salah satu
masalah yang harus ditangani secara serius oleh semua stakeholder
baik individu maupun kelompok yang ada di wilayah Wakatobi.
Banyak keluhan dari kelompok masyarakat yang ada di wilayah
Wakatobi tentang masalah pengelolaan sampah, keluhan itu di
antaranya adalah sistem pembuangan akhir sampah yang berasal
dari rumah tangga, seperti yang tersirat dalam wawancara dengan
tokoh masyarakat di salah satu kecamatan di Pulau Tomia.
... Masalah penanganan sampah, ada aturan dari pemerintah
kecamatan dan desa/kelurahan untuk tidak membuang
sampah sembarangan. Hal ini juga diperkuat dengan anjuran
dari dinas kesehatan melalui penyuluhan tentang masalah
kesehatan apabila sampah tidak ditangani secara benar.
Masyarakat diminta untuk menyediakan tempat sampah di
depan rumah masing-masing dengan memisahkan sampah
organik dan non organik. Peletakan tempat sampah di
depan rumah itu untuk memudahkan pengambilan sampah
oleh petugas dinas kebersihan. Tetapi tidak ada petugas
dinas kebersihan yang melakukan pengambilan sampah
yang sudah diletakkan di depan rumah. Akibatnya sampah
organik membusuk dan menimbulkan bau tidak sedap dan
menyebabkan masalah kesehatan. Pada akhirnya masyarakat
tidak menggunakan tempat sampah yang ada di depan rumah

132

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

tetapi memilih membuang sampah di kebun dengan terlebih


dahulu memisahkan sampah organik dan non organik, dimana
sampah non organik akan dibakar sementara sampah organik
akan dibuang kedalam sebuah lubang sampai membusuk lalu
dimanfaatkan sebagai media tanam.
(Wawancara dengan SI, Tokoh masyarakat).

Dari hasil wawancara di atas tampak masih ada kesenjang


an dalam pelaksanaan pengelolaan sampah di wilayah Wakatobi.
Dimana apabila tidak dilakukan dengan benar dapat menimbulkan
masalah kesehatan bagi masyarakat. Insisiatif warga dalam me
nanggulangi masalah sampah secara mandiri bisa diapresiasi,
tetapi hal ini tidak memecahkan masalah pengelolaan sampah di
Wakatobi. Kegiatan pengangkatan sampah secara rutin dilakukan
oleh Dinas Kebersihan baru berlangsung di wilayah Pulau WangiWangi itu pun tidak semua. Yang memiliki kegiatan pelayanan
pengumpulan sampah hanya ada di kawasan Kelurahan Wandoka
Utara, Kelurahan Wandoka, Kelurahan Wandoka Selatan, Kelurahan
Wanci, Kelurahan Pongo, Desa Pada Raya Makmur yang masuk
wilayah Kecamatan Wangi-Wangi. Sementara di wilayah Kecamatan
Wangi-Wangi Selatan meliputi wilayah Kelurahan Mandati I,
Kelurahan Mandati II, Kelurahan Mandati III, Desa Numana, dan
Mola Raya. Setiap hari truk berkeliling untuk mengambil sampah
di tempat penampungan sementara, selanjutnya akan dibawa ke
tempat penampungan akhir/TPA.
Masalah lain dalam peningkatan pengelolaan sampah di
Wakatobi yaitu tidak semua pulau di Wakatobi memiliki Tempat
Penampungan Akhir (TPA) sampah. Menurut informasi baru di
Wangi-Wangi saja ada lokasi tempat penampungan akhir (TPA),
sementara di pulau-pulau lain belum memiliki TPA. Hal ini bisa
dilihat dari hasil wawancara dengan salah satu tokoh masyarakat di

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

133

Pulau Tomia. Tidak adanya lokasi TPA di Tomia disebabkan karena


hampir tidak ada lahan kosong yang dapat digunakan sebagai
lokasi TPA karena lahan yang ada sudah ada pemiliknya.
Masalah lain dari sampah ini adalah belum adanya lokasi
Tempat Penampungan Akhir atau TPA di Tomia. Kita tidak bisa
menyalahkan pemerintah (daerah) karena sulit mencari lokasi
untuk TPA, karena walaupun terlihat luas dan masih banyak
lahan kosong tetapi sebenarnya masing-masing lahan sudah
ada pemiliknya. Jadi dibutuhkan dana yang tidak sedikit untuk
membebaskan lahan lalu digunakan sebagai lokasi TPA.
(Wawancara dengan AD, Tokoh masyarakat).

Dalam pengelolaan sampah ada 2 (dua) SKPD yang berfungsi


sebagai penggerak stakeholder utama yaitu Dinas Kebersihan
Pertamanan Pemakaman Pemadam Kebakaran (DKP3K) dan
Badan Lingkungan Hidup (BLH). Pada tahun 2013 ada beberapa
program kegiatan pengelolaan sampah yang sedang berjalan
seperti peningkatan kinerja persampahan yang dilakukan oleh BLH
sementara yang berasal dari DKP3K adalah pengadaan peralatan
seperti pengadaan tong sampah, gerobak sampah dan mesin
pemotong rumput. Keseluruhan sumber dana berasal dari Dana
Alokasi Umum (DAU).
Masih dalam ruang lingkup pengelolaan sampah ada ke
giatan yang dilakukan oleh semua SKPD yang ada di jajaran
Pemerintah Daerah Kabupaten Wakatobi. Dalam kegiatan ini
setiap 2 (dua) minggu sekali masing-masing SKPD melakukan
pembersihan sampah di sekitar pantai di wilayah Wangi-Wangi.
Masing-masing SKPD memiliki wilayah kerja sendiri, seperti Dinas
Pekerjaan Umum dan pihak kepolisian melakukan pembersihan
sampah di kawasan pantai Desa Mola.

134

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Untuk pengelolaan sarana drainase lingkungan merupakan


tupoksi utama dari Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Wakatobi.
Peningkatan sarana drainase sangat dibutuhkan karena adanya
pertumbuhan penduduk yang berakibat pada semakin lajunya
pembangunan pemukiman. Dimana lajunya pembangunan wilayah
pemukiman ini melampaui ketersediaan infrastruktur drainase.
Hal ini mendorong dinas PU untuk melakukan pembangunan
jaringan drainase dengan harapan dapat mengatasi permasalahan
drainase. Anggaran kegiatan pembangunan sarana drainase
ini berasal dari anggaran APBD Kabupaten Wakatobi. Selain
pembangunan sarana drainase diharapkan adanya peran serta
masyarakat dalam menjaga serta memelihara saluran drainase
yang sudah dibuat. Bentuk peran serta masyarakat tersebut di
antaranya dengan tidak membuang sampah ke saluran drainase
yang bisa menyebabkan tersumbatnya saluran drainase, selain itu
masyarakat dihimbau untuk membantu membersihkan saluran
drainase agar tidak terjadi penyumbatan.
Dalam kegiatan terakhir yaitu peningkatan komponen ter
kait sanitasi, kerjasama lintas sektor sangatlah terlihat dengan
terlibatnya beberapa SKPD yang ada dalam menunjang kegiatan
peningkatan komponen terkait sanitasi. Dari Buku Putih Sanitasi
2013, kegiatan yang akan dilaksanakan berupa:
1. Sosialisasi/kampanye tentang manfaat sanitasi
2. Stimulan jamban keluarga sesuai standar
3. Kepastian sehat terhadap air bersih yang diakses masyarakat
4. Pengelolaan pesampahan yang baik4

4 Buku Putih Sanitasi (BPS) Kabupaten Wakatobi, Pokja Sanitasi Kabupaten


Wakatobi 2013. Halaman 99.

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

135

Pada tahun 2013 berdasarkan Buku Putih Sanitasi, kegiatan


yang sudah dilakukan di antaranya adalah pembinaan sanitasi
total berbasis masyarakat bagi tenaga promosi kesehatan
yang dilaksanakan oleh dinas kesehatan. Pengelolaan sampah
berwawasan lingkungan berbasis rumah tangga yang dilaksanakan
oleh Dinas Kebersihan sementara Dinas PU melakukan kegiatan
pembangunan infrastruktur air limbah setempat di wilayah
Sowa-Popalia di Kecamatan Togo Binongko dan wilayah Liya di
kecamatan Wangi-Wangi Selatan. Anggaran pelaksanaan kegiatan
ini mayoritas berasal dari dana APBD, selain ada dana gabungan
dari APBD dan Dana Alokasi Khusus seperti untuk kegiatan
pembangunan infrastruktur air limbah setempat di Liya dan SowaPopalia yang dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum.
Masih berkaitan dengan masalah pembangunan kesehatan
lingkungan, ada program yang direncanakan akan dilakukan oleh
Dinas Pekerjaan Umum. Diantaranya adalah untuk mengatasi
masalah sanitasi Dinas Pekerjaan Umum akan mengeluarkan
Peraturan Daerah/Perda tentang kakus/jamban. Hal ini masih ada
dalam kewenangan Dinas karena bidang tata ruang ada di dalam
organisasi Dinas Pekerjaan Umum. Dalam Peraturan Daerah ini PU
memiliki kewenangan untuk memeriksa dan melakukan perubahan
dalam skema bangunan yang akan didirikan sebelum akhirnya
diterbitkannya surat Ijin Mendirikan Bangunan (IMB). Perda ini
akan mengatur tentang kewajiban membuat septic tank secara
benar, karena banyak model septic tank di Wangi-Wangi memakai
sistem gali tutup. Sistem ini rentan pencemaran, karena mayoritas
wilayah di Wakatobi tidak memiliki sumber mata air dari sungai.
Mayoritas sumber air berasal dari hujan yang tertampung di dalam
bumi. Jadi apabila tidak dipikirkan pembuatan sistem septic tank

136

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

yang baik maka kemungkinan besar akan terjadi pencemaran air


untuk konsumsi oleh kotoran manusia. Selain itu, septic tank harus
terakses dengan mudah karena dengan digunakan sistem tertutup
maka secara berkala harus ada kegiatan penyedotan apabila septic
tank sudah penuh.
Pada saat ini fokus pembangunan sanitasi di wilayah WangiWangi difokuskan di wilayah Desa Mola dan Kapota. Di kedua
wilayah ini mayoritas penduduknya adalah masyarakat yang
berasal dari suku Bajo. Kegiatan yang dilakukan berupa program
percepatan pembangunan pedesaan di kota dengan target kegiatan
perbaikan sanitasi terutama masalah jamban yang dilakukan
oleh Dinas Pekerjaan Umum. Masalah jamban ini masih menjadi
prioritas karena masih banyak warga di Mola yang membuang
limbah baik limbah rumah tangga atau manusia langsung ke laut.
Direncanakan akan dilakukan Program IPAL (Instalasi Pembuangan
Air Limbah) komunal di Mola. Sistem IPAL komunal yang akan
dibuat di Mola direncanakan dengan modifikasi, dimana septic
tank/bak penampungan hanya menampung air limbah domestik
dari 5(lima) rumah tangga saja. Selain itu ada perlakuan/treatment
bagi air limbah secara 3 (tiga) tahap sehingga air yang muncul di
laut sudah tidak tercemar limbah rumah tangga.
Dengan berbagai program dan keterlibatan SKPD yang
bersifat lintas sektoral dalam pembangunan kesehatan lingkungan
maka dapat diharapkan semakin meningkatnya derajat kesehatan
masyarakat. Karena dapat dikatakan kesehatan lingkungan mem
berikan pengaruh kepada kesehatan masyarakat. Dengan semakin
baiknya kualitas kesehatan lingkungan maka diharapkan dapat
ditekan atau berkurangnya penderita penyakit yang disebabkan
oleh buruknya kesehatan lingkungan masyarakat.

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

137

BAB 8

INOVASI PEMENUHAN
PELAYANAN KESEHATAN

Pemenuhan pelayanan kesehatan merupakan salah satu hal


yang penting dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Terlebih di daerah dimana berbagai penyakit telah timbul dan harus
diatasi. Berbagai elemen dalam sistem kesehatan yaitu pelayanan
kesehatan, tenaga kesehatan, informasi, obat dan alat kesehatan
serta teknologi, pembiayaan kesehatan, serta kepemimpinan
dan pemerintahan yang berperan penting dalam peningkatan
kesehatan (derajat dan pemerataan), tanggap masalah kesehatan,
jaminan sosial dan keuangan, peningkatan efisiensi (WHO, 2007).
Pada IPKM 2013 terdapat lima indikator yang menjadi pe
nilaian dalam kelompok indikator pelayanan kesehatan. Indikator
dalam IPKM dapat bersifat mutlak, penting, dan perlu. Indikator
dalam pelayanan kesehatan terdiri dari 1) persalinan oleh
tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan (penting), 2) proporsi
kecamatan dengan kecukupan jumlah dokter per penduduk
(mutlak), 3) proporsi desa dengan kecukupan jumlah posyandu
per desa (penting), 4) proporsi desa dengan kecukupan jumlah
bidan (perlu), dan 5) kepemilikan jaminan pelayanan kesehatan
(penting), (Badan Litbangkes, 2014).
Jika dibandingkan dengan indikator 2007, terdapat beberapa
penyempurnaan indikator (Tabel 8.1).

139

Tabel 8.1 Indeks IPKM Pelayanan Kesehatan tahun 2007-2013,


Kabupaten Wakatobi
No
1

Sub indikator
Pengembangan IPKM
2007 2013
2013
Persalinan
41,1 90,9 persalinan
43,9
oleh tenaga
oleh tenaga
kesehatan
kesehatan
di fasilitas
kesehatan
Rasio jumlah 0,4
1,4
proporsi
12,5
dokter dengan
kecamatan
jumlah
dengan
puskesmas
kecukupan
jumlah dokter
per penduduk
4,0
proporsi
desa dengan
kecukupan
jumlah
posyandu per
desa
1,1
proporsi
41
Rasio jumlah 0,5
desa dengan
bidan dengan
jumlah desa
kecukupan
jumlah bidan
99,4
kepemilikan
jaminan
pelayanan
kesehatan
Sub indikator IPKM

Perubahan*
Naik

Naik

Naik

Sumber: IPKM 2007 dan IPKM 2013


*Perubahan: perubahan indeks IPKM yang dinilai berdasarkan subindikator IPKM

140

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Mengapa pelayanan kesehatan menjadi penting dalam


pencapaian IPKM Wakatobi?
Pada pengembangan model IPKM 2013, nilai indikator
pelayanan kesehatan di Wakatobi adalah 0,39. Nilai indikator ini
di atas prestasi yang diperoleh Provinsi Sulawesi Tenggara yaitu
0,17 dan sedikit lebih tinggi dari tingkat nasional yaitu 0,38.
Jika dilihat perubahan dalam setiap subindikator pelayanan
kesehatan berdasarkan rumus perhitungan 2007, Kab Wakatobi
mempunyai prestasi yang meningkat. Indikator mutlak yaitu rasio
jumlah dokter dengan jumlah puskesmas meningkat dari 0,4
(2007) menjadi 1,4 (2013). Indikator penting yaitu 1) persalinan
oleh tenaga kesehatan meningkat dari 41,1 (2007) menjadi 90,9
(2013), 2) proporsi desa dengan kecukupan jumlah posyandu
per desa mencapai poin 4,00, 3) kepemilikan jaminan pelayanan
kesehatan dengan nilai 99,4 (2013), jauh di atas provinsi Sulawesi
Tenggara (56,2). Sedangkan indikator perlu yaitu rasio jumlah
desa dengan kecukupan jumlah bidan meningkat dari 0,54 (2007)
menjadi 1,1 (2013).
Jika dibandingkan dengan tingkat provinsi, sebagian besar
nilai indeks pengembangan IPKM Kabupaten Wakatobi tahun 2013
berada di atas nilai provinsi maupun nasional kecuali subindikator
proporsi desa yang mempunyai kecukupan posyandu, berada di
bawah angka provinsi dan nasional.

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

141

Gambar 8.1 IPKM (kelompok indikator pelayanan kesehatan)


Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara dan Indonesia,
2013
Sumber data: IPKM 2013

Meskipun dalam IPKM, indikator pelayanan kesehatan


bukan pendongkrak ranking IPKM di Kabupaten Wakatobi tetapi
di lapangan banyak ditemui perubahan mendasar di pelayanan
kesehatan antara tahun 2007 hingga tahun 2010. Temuan studi
kualitatif mengarah kepada beragamnya kebijakan dan lang
kah teknis yang diambil oleh Kabupaten Wakatobi dalam hal
pelayanan kesehatan. Perubahan-perubahan yang ada di pelayan
an kesehatan bukan tidak mungkin mempengaruhi kinerja jajaran
kesehatan sehingga mendongkrak indikator lain. Misalnya, ada
nya poskesdes dan posyandu sebagai perpanjangan tangan pus
kesmas memudahkan pemantauan dan peningkatan status gizi
balita, kunjungan neonatal, dan pemberian imunisasi lengkap,
yang pada akhirnya akan meningkatkan nilai indikator kesehatan
balita dalam IPKM. Contoh lainnya adalah peningkatan kuantitas
142

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

dan kualitas pelayanan kesehatan memperbesar peluang untuk


penanganan masalah penyakit menular.
Kebijakan dan strategi intervensi
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten
Wakatobi tahun 2005-2025, dalam rangka mewujudkan surga
nyata pada pusat biodiversitas bumi, Kabupaten Wakatobi
mempunyai sasaran pokok dan arah kebijakan salah satunya
terhadap peningkatan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan
diarahkan pada perbaikan kualitas kesehatan melalui perluasan
jangkauan pelayanan kesehatan, manajemen rumah sakit, kesadar
an berperilaku hidup bersih dan sehat serta pelayanan kesehatan
gratis bagi lapisan masyarakat yang didukung dengan ketersediaan
sarana prasarana yang memadai. Berbagai kebijakan dan strategi
pun dilakukan untuk mewujudkan peningkatan kualitas kesehatan
masyarakat.
Regulasi positif terhadap perbaikan pelayanan kesehatan
Kebijakan merupakan hal yang penting terhadap tercapainya
suatu tujuan dalam sistem kesehatan. Beberapa kebijakan nasional
mempengaruhi dinamika yang terjadi di daerah. Kondisi kesehatan
masyarakat juga tidak lepas dari berbagai kebijakan yang diambil
oleh daerah, terlebih di era desentralisasi.
Pada tingkat nasional berbagai kebijakan berlangsung pada
masa 2007-2010. Misalnya saja adanya dana Bantuan Operasional
Kesehatan (BOK) yang digulirkan sejak tahun 2010. Kemudian
jampersal pada tahun 2012. Di samping itu, sejak awal 2013
ada kebijakan dari pusat yang mengharuskan setiap ibu hamil
melahirkan tidak hanya di petugas kesehatan, tetapi juga di fasilitas
kesehatan. Adanya kebijakan ini membantu sekaligus menjadi

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

143

tantangan tersendiri bagi pelayan kesehatan. Membantu dalam


hal menurunkan kematian ibu tetapi tantangan terhadap budaya
masyarakat yang enggan melahirkan di fasilitas kesehatan.
Dukungan kebijakan pimpinan Bupati, dinkes
Kepemimpinan atau leadership juga menentukan pencapai
an suatu tujuan. Tidak terkecuali dalam sistem pelayanan kesehat
an, kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang berperan
(WHO, 2007). Pemimpin lokal terkadang mempunyai ciri khas
sendiri yang kemudian menentukan keberhasilan program yang
dipimpinnya. Terlebih pemberian keputusan yang bersifat lokal
merupakan faktor utama dalam era desentralisasi termasuk juga
desentralisasi pelayanan kesehatan. (Samb, et al, 2010)
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
1 Kabupaten Wakatobi, fokus utama pembangunan pada tahap
tersebut adalah pembangunan infrastruktur, termasuk di dalam
nya pembangunan fasilitas pelayanan kesehatan. Hal tersebut
juga disampaikan oleh perwakilan Bappeda sebagai berikut.
Karena Wakatobi merupakan wilayah kepulauan, jadi dipu
tuskan oleh bupati untuk menangani masalah kesehatan maka
setiap kecamatan wajib memiliki puskesmas dan setiap desa/
kelurahan wajib memiliki polindes atau poskesdes. (HD,Kepala
Sub Bidang Ekonomi Bappeda Kab. Wakatobi)

Pada tahun 2007-2013, Dinas Kesehatan Kabupaten


Wakatobi dipimpin oleh seorang kepala dinas yang berlatar pen
didikan bukan kesehatan, melainkan seorang guru. Berdasarkan
arahan bupati dan melalui kepemimpinan Kadinkes, Kabupaten
Wakatobi pun menerjemahkan apa yang tertuang dalam RPJMD-I
melalui pembangunan fasilitas pelayanan kesehatan (puskesmas,
poskesdes, polindes). Ditambah adanya kebijakan untuk mem

144

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

bentuk tenaga penunjang yang ditujukan untuk membantu pelak


sanaan program puskesmas.
Saya bangun 72 poskesdes kemudian saya tempatkan tenaga
penunjang tamatan SMA sebanyak 260-an. Kami memanfaatkan
mereka untuk bisa melakukan penyuluhan kepada masyarakat,
penyuluhan dengan menggunakan bahasa daerah agar supaya
lebih mengena dan mudah dipahami. (LOB, Kepala Dinas
Kesehatan Kab. Wakatobi 2007-2013)

Selain itu juga, sejak kepala dinas terpilih menjabat


dari tahun 2007, beliau memberlakukan Jamkesda dan
pengobatan gratis di seluruh Kabupaten Wakatobi.
Sejak saya masuk di situ tahun 2007 langsung saya program
kan Jamkesda. Jadi sisa dari Jamkesmas saya hitung berapa
sisanya yang tidak masuk Jamkesmas, kita masukkan ke dalam
Jamkesda, saat itu seluruh masyarakat Wakatobi berobat
gratis. (LOB, Kepala Dinas Kesehatan Kab. Wakatobi 20072013)

Kentalnya budaya yang ada di masyarakat Wakatobi, me


latarbelakangi kebijakan sektor kesehatan pemerintah Wakatobi
untuk mengayomi praktek persalinan oleh tenaga tradisional dalam
bentuk kemitraan dukun dan bidan. Beliau percaya ada ilmu yang
bisa ditularkan satu sama lain demi kesejahteraan masyarakat.
Saya menghimbau kepada kepala puskesmas untuk mem
berikan ruangan kepada para dukun, di sini di Sando di
Poskesdes, agar bermitra dengan para bidan dalam menangani
pertolongan persalinan, di situ terjadi saling tukar ilmu
antara bidan dengan sando. Ilmu bidan secara teknis medis
disampaikan ke sando, sebaliknya ilmu sando di bawah alam
sadar termasuk etika disampaikan ke bidan, di sini terjadi
perpaduan antara bidan dan sando. (LOB, Kepala Dinas
Kesehatan Kab. Wakatobi 2007-2013)

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

145

Pemimpin dan etika


Keberhasilan IPKM Wakatobi berjalan dalam waktu yang
sama dengan kepemimpinan Kadinkes La Ode BOA yang
menjabat dari tahun 2007 hingga 2013. Bukan tidak mungkin
kepemimpinannya adalah salah satu faktor utama keberhasilan
IPKM yang diraih Kabupaten Wakatobi. Mantan Kadinkes ini
berlatar belakang seorang guru. Selayaknya seorang guru yang
berprinsip seperti padi, beliau pun tidak merasa apa yang
telah dikerjakannya berdampak signifikan terhadap kesehatan
masyarakat. Dengan kerendahan hati, beliau pun merasa
bekerja biasa saja.
Sebenarnya tidak ada terobosan-terobosan, biasa-biasa
saja. Hal-hal yang kenapa selama ini masyarakat tidak
tahu kesehatan, coba kita panggil petugas kita minta untuk
menyampaikan dengan bahasa daerah(LOB, Kepala Dinas
Kesehatan Kab. Wakatobi 2007-2013)
Seperti halnya blessing in disguis, sang kepala dinas yang
nyatanya tidak berlatang belakang kesehatan justru melihat
kekurangan yang terjadi di sektor kesehatan. Mindset sang
Kadinkes yang cenderung mengedepankan program-program
yang preventif dan promotif dibanding kuratif diwujudkan
melalui pengalokasian anggaran sebesar 75 persen untuk
pencegahan. Menurut beliau, manajemen merupakan hal yg
harus diperhatikan, disesuaikan dengan karakteristik daerah.
Saya kira di daerah itu langsung ke lapangan, masalahnya apa,
kalau pakar-pakar itu teorinya. Wakatobi ini berhasil dengan
manajemen, tapi memang sudah waktunya kementerian dan
litbang juga menimbang bagaimana sistem manajemen dan
karakter di daerah agar diperhatikan. (LOB, Kepala Dinas
Kesehatan Kab. Wakatobi 2007-2013)
Keterbatasan dalam teknis kesehatan bukan penghalang ke
berhasilan kepemimpinannya, ia pun belajar bagaimana memanage dan memimpin bawahannya. Menyebarkan terori-teori

146

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

motivasi merupakan salah satu strateginya untuk mengunggah


kinerja stafnya. Ia memperkenalkan 4 (empat) As bagi tenaga
kesehatan. Di setiap jajarannya di puskesmas, setiap individu
itu harus bekerja keras menggunakan otot, bekerja cerdas
menggunakan otak, bekerja ikhlas dengan hati, dan bekerja
tuntas hingga selesai.
Setiap puskesmas saya wajibkan bikin motivasi. Saya berikan
kepada mereka antara lain 4 as bagi tenaga kesehatan di
setiap puskesmas: bekerja keras (otot), bekerja cerdas (otak),
bekerja ikhlas (hati), As yang terakhir itu bekerja tuntas. (LOB,
Kepala Dinas Kesehatan Kab. Wakatobi 2007-2013)
Pemimpin dan etika (lanjutan)
Pentingnya nilai keihklasan menjadi perhatian sang Kadinkes,
bahwa bekerja haruslah ikhlas membantu orang lain, jangan
berpikir materi. Hal ini juga diakui oleh jajaran puskesmas, oleh
karena itu juga mungkin pelayanan kesehatan bisa dilakukan
secara bebas biaya 24 jam pada saat ia menjabat, karena setiap
individu harus bekerja dengan ikhlas tanpa tuntutan materi.
Apabila kita tidak membantu dengan ikhlas maka akan siasia pekerjaan kita. Itu kayak energi positif-positif, negatifnegatif. Seorang perawat yang hanya berpikir mencari
banyak pasien maka dia akan bekerja dan berpikir bagaimana
bisa mendapatkan banyak pasien, tidak peduli bagaimana
masyarakat itu sehat. (LOB, Kepala Dinas Kesehatan Kab.
Wakatobi 2007-2013)
Hal ini juga dibenarkan oleh pihak puskesmas di Binongko,
Sampai cara ngomong pun di puskesmas itu diajarkan. Kenapa
kalian dikalahkan dukun, karena dukun itu lebih halus. Coba
di puskesmas itu seperti itu. (NM, Kepala Puskesmas Togo
Binongko)

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

147

Komunikasi dan etika kesehatan dinilai sebagai kunci keber


hasilan program kesehatan. Sektor kesehatan dinilainya kurang
mempunyai komunikasi yang baik, terutama dalam mem
berikan pelayanan terhadap masyarakat. Selain itu juga peng
gunaan bahasa yang memasyarakat. Jangan menggunakan
bahasa yang terlalu teknis di bidang kesehatan, melainkan
harus diterjemahkan ke bahasa yang lebih awam. Dari sisi
etika, beliau menilai bahwa etika itu juga penting, hingga ia pun
berpikir bahwa etika komunikasi itu seharusnya menjadi bagian
dari kurikulum pendidikan kesehatan. Melayani dengan ramah
seperti halnya para petugas di sektor pariwisata, selalu dengan
senyum.
Misalnya masyarakat yang hanya satu langkah dengan
puskesmas, tidak akan ke situ kalau dia tidak tahu bidannya,
sebaliknya masyarakat yang berjarak 1 km dari puskesmas, dia
akan cari bidannya karena merasa hubungan dengan bidannya
sudah baik, itu mungkin yang perlu. (LOB, Kepala Dinas
Kesehatan Kab. Wakatobi 2007-2013)
Selain itu, sang Kadinkes juga menyadari bahwa pemahaman
terhadap budaya tempat bekerja juga merupakan salah satu hal
penting yang harus diterapkan oleh tenaga kesehatan sehingga
kesehatan bisa berjalan beriringan dengan budaya yang ada
di masyarakat. Budaya yang kuat di masyarakat Wakatobi,
mengharuskan pemimpin sektor kesehatan mengembangkan
strategi bagaimana caranya agar tidak bertentangan dan bisa
diterima. Seperti misalnya sistem dukun yang ada, sebagai
salah satu bentuk pewaris budaya, dukun yang ada di Wakatobi
sangat sulit dihilangkan, pun hingga saat ini. Oleh karena
itu, bermitra adalah salah satu jalan keluar agar intervensi
kesehatan bisa masuk ke masyarakat.

148

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Inovasi kebijakan pimpinan Puskesmas


Dukungan kebijakan yang diambil Kadinkes diterjemahkan
oleh puskesmas dengan melakukan inovasi untuk mendukung
kebijakan Kadinkes dan meningkatkan kesehatan masyarakat.
Inovasi tersebut misalnya menampung tenaga volunteer untuk
bekerja dan membantu di puskesmas. Seberapa banyak tenaga
yang diterima dan latar belakang yang diterima bergantung pada
kebijakan masing-masing kepala Puskesmas.
Inovasi lain terkait dengan memotivasi masyarakat untuk
datang ke pelayanan kesehatan, misalnya posyandu untuk menim
bang anak balita atau ke fasilitas kesehatan untuk memeriksakan
kehamilan dan melahirkan. Di Puskesmas Popalia, Pulau Binongko
misalnya, kepala puskesmas berinovasi untuk menjadikan kegiatan
posyandu menjadi sebuah kegiatan layaknya ulang tahun. Dengan
demikian, tidak hanya minat ibu tetapi minat anak balita sendiri
terhadap posyandu menjadi meningkat. Secara tidak langsung,
anak mempunyai gambaran bahwa kegiatan posyandu adalah hal
yang menyenangkan dan harus dihadiri. Selain itu, di Puskesmas
ini apresiasi terhadap kelengkapan melakukan imunisasi juga
diberikan. Dengan menamakan Wisuda Imunisasi, balita yang
lulus imunisasi 9 bulan diberikan penghargaan. (Penjelasan lebih
lanjut lihat bab kesehatan baita).
Menghadapi ibu agar melahirkan di fasilitas kesehatan
juga merupakan tantangan tersendiri dan untuk mengatasinya
diperlukan inovasi masing-masing puskesmas ataupun tenaga
kesehatan berdasar karakteristik wilayah masing-masing.
Tantangan tersendiri sebab seperti misalnya saja di Binongko,
melahirkan dengan dilihat atau diketahui orang adalah hal yang
memalukan. Oleh sebab itu, sulit mengajak masyarakat untuk

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

149

melahirkan di fasilitas kesehatan. Puskesmas pun pada awalnya


memberikan hadiah bagi masyarakat yang mau melahirkan di
fasilitas kesehatan.
Disini paling malu kalau dilihat orang untuk melahirkan.
Jadi kalau tenaga kesehatan dipanggil itu harus diam-diam.
Takut diomongin, bilang lama melahirkan melahirkan susah...
Awalnya kita memaksa masyarakat untuk melahirkan di fasilitas
dengan hadiah. (NM, Kepala Puskesmas Togo Binongko)
Awalnya melahirkan di fasilitas tetangga pada intip. Sampai
saya harus turun saya jaga. Pintu ditutup. Jadi kalau ada yang
melahirkan kita ditanya, dari tadikan dia melahirkan. Cepat
yah bu yah. Saya jawab cepat, walaupun sudah dengan infuse
atau apa. Tutup pintu seakan tidak ada orang.... Selain itu, saat
membantu melahirkan kita tidak melihat, mata kita melihat
keatas hanya diraba saja pemeriksaannya. (NM, Kepala
Puskesmas Togo Binongko)

Pada tahun 2012 sudah ada Jampersal, yang mengharuskan


masyarakat melahirkan di fasilitas kesehatan. Namun masih
ada yang melahirkan di rumah. Masyarakat belum sepenuhnya
mengerti. Langkah membuat kesepakatan dengan tokoh masya
rakat pun diambil oleh beberapa kepala Puskesmas, seperti
misalnya di Puskesmas Popalia di Pulau Binongko dan Puskesmas
Liya di Pulau Wangi-Wangi. Kesepakatan tersebut diharapkan
mampu meningkatkan kesadaran masyarakat dibantu oleh tokoh
masyarakat untuk dapat melahirkan di fasilitas kesehatan.
Januari 2013 kami rapat dengan tokoh masyarakat ada
komitmen walaupun tidak tertulis bahwa melahirkan harus
di fasilitas. Saya kasih tau kita ini malu di Wakatobi hanya kita
ini masih melahirkan tidak di fasilitas. Hanya tinggal kita yang
melahirkan tidak di fasilitas. (NM, Kepala Puskesmas Togo
Binongko)

150

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Puskesmas tetap pada pengobatan gratis


Pengobatan gratis yang diterapkan sejak tahun 2007 melalui
Jamkesda merupakan poin yang juga penting dalam pemerataan
akses kesehatan. Kadinkes mengamanatkan agar siapapun yang
memerlukan pelayanan kesehatan harus dilayani, warga Wakatobi
maupun bukan.
Pelayanan gratis untuk semua tahun 2007 ke atas. Pelayanan
kesehatan 40% pengobatan dan 60% promosi.(NM, Kepala
Puskesmas Togo Binongko)

Pemberian motivasi untuk melayani sepenuh hati oleh


Kadinkes yang menjabat, bagian dari penerapan nilai-nilai moral
pada pelayanan kesehatan. Kebiasaan untuk mengobati secara
gratis ini, meskipun sudah berakhir masa Jamkesda hingga 2014,
tetap pengobatan gratis dilakukan. Puskesmas di pulau Binongko
adalah puskesmas yang masih memberlakukan pengobatan gratis
kapanpun untuk siapapun.
Baru yang miskin itu jangan lihat rumahnya, tapi katanya
lihatnya dengan dada apakah dia mampu atau tidak jadi jangan
matre itu petugas kesehatan. Jangan lihat uang. Harus layani
dengan hati. Sebab zaman sebelumnya dia jadi kepala dinas
dulu petugas kesehatan itu dianggap matre. Karena tidak kerja
kalau tidak ada uang. Sekarang gratis mau siang mau malam.
Awalnya berat juga tapi lama-lama bagus juga ikhlas itu. Jadi
sekarang bagi yang tidak ada jatahnya kartu tetap tidak bayar.
Sudah malu kan mau kasih bayar. (NM, Kepala Puskesmas Togo
Binongko)

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

151

Pelaksanaan Program
Kemitraan dukun dan bidan sebagai upaya meningkatkan
persalinan di tenaga kesehatan
Penolong persalinan memegang peran penting dalam ke
lancaran proses persalinan. Pemerintah menganjurkan agar
masyarakat melahirkan dengan ditolong oleh petugas kesehatan
di fasilitas kesehatan. Namun kenyataannya, peran dukun sebagai
penolong persalinan masih marak terjadi yang sering kali sulit
dielakkan. Tidak hanya di Kabupaten Wakatobi tetapi juga di
berbagai daerah di Indonesia. Beberapa daerah pun mengalami
kendala bagaimana mengurangi jumlah kelahiran yang ditolong
oleh tenaga tradisional tetapi tidak demikian yang terjadi di
Wakatobi. Jumlah kelahiran yang ditolong oleh tenaga kesehatan
meningkat dalam beberapa tahun.

Gambar 8.2 Trend persalinan oleh nakes


Sumber: Profil kesehatan Dinkes Wakatobi 2007-2013

Grafik di atas menunjukkan bahwa persentase persalinan


ditolong tenaga kesehatan cenderung mengalami peningkatan
152

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

dari sekitar 74% pada tahun 2007 dan mencapai puncaknya


pada tahun 2011 menjadi sekitar 96% (Gambar 7.2). Selama tiga
tahun berturut-turut, angka persalinan yang ditolong oleh nakes
mencapai target MDGs 2015 yaitu 9%. Namun, capaian tahun 2010
tersebut lebih tinggi dibanding capaian tahun 2012 maupun 2013
(88%). Jika dibandingkan dengan indeks IPKM, persalinan oleh
tenaga kesehatan meningkat dari 41% pada tahun 2007 menjadi
91% (2013).
Salah satu program yang mendukung peningkatan persalin
an di nakes adalah kemitraan dukun dan bidan. Kemitraan dukun
dan bidan yang pernah dicetuskan pada tingkat nasional, ternyata
diikuti dan berjalan cukup positif di Wakatobi. Sando yang dikenal
oleh masyarakat Wakatobi adalah dukun yang membantu proses
persalinan. Nilai plus dari Wakatobi adalah kemitraan antara dukun
dan bidan melalui koordinasi puskesmas, berjalan dengan baik.
Budaya dan kepercayaan yang ada dimasyarakat membuat
peran Sando dalam proses persalinan tidak dapat dihilangkan.
Pada tahun 2007 dapat dikatakan sebagian besar masyarakat
hanya menggunakan jasa Sando pada saat melahirkan tanpa
didampingi tenaga kesehatan. Saat ini, masih banyak masyarakat
yang menggunakan Sando. Tetapi perbedaanya adalah saat ini
hampir seluruh kelahiran ditolong oleh tenaga kesehatan dan
Sando menjadi pilihan apakah ingin digunakan juga atau tidak.

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

153

Gambar 8.3 Para sando dan petugas Puskesmas Popalia, Togo


Binongko
Sumber foto: Dokumentasi Peneliti

Perubahan tersebut tidaklah semudah membalikkan te


lapak tangan, terlebih untuk mengubah kebiasaan masyarakat
melahirkan dibantu oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan.
Di Pulau Binongko, melahirkan adalah suatu hal yang memalukan
untuk diketahui dan dilihat oleh masyarakat umum. Ada mitos
yang berkembang bahwa jika proses melahirkan memakan waktu
yang lama maka ada kesalahan yang dibuat oleh ibu atau pa
sangan sebelumnya. Sehingga kebanyakan masyarakat menuju
ke fasilitas kesehatan tidak berapa lama sebelum kelahiran tiba.
Sebab mereka tidak mau dibicarakan dan diintip oleh orang lain.
Melahirkan adalah suatu hal yang tabu.
Namun, dukun dan bidan menyadari dan melakukan peran
masing-masing dengan baik. Bidan merupakan petugas yang
memegang peran utama dalam proses persalinan, keterlibatan
154

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Sando dalam proses kehamilan dan persalinan adalah sebagai


informan dan penguat dalam hal spiritual.
Sando biasa menggunakan dahan, batang dan daun pohon
jeruk nipis untuk mengusir roh halus gondo ruwo, perpaduan
antara ilmu bawah sadar dengan kenyataan. (LOB, Kepala
Dinas Kesehatan Kab. Wakatobi 2007-2013)

Pertanyaannya adalah, kenapa Sando mau bekerjasama


dengan tenaga kesehatan? Pertama, peningkatan kesadaran
masyarakat akan pentingnya melahirkan di petugas kesehatan
karena tenaga kesehatan yang semakin meningkat, fasilitas ke
sehatan yang semakin baik, penggunaan jasa Sando yang semakin
berkurang, secara tidak langsung memposisikan Sando untuk
bekerjasama dengan petugas kesehatan. Kedua, Sando juga
mempunyai keuntungan berupa materi jika bekerja sama dengan
petugas kesehatan yaitu berupa insentif sebesar sekitar Rp
50.000,- jika melaporkan atau mengantarkan calon ibu melahirkan
ke petugas kesehatan. Selain itu sang Sando juga mendapatkan
imbalan jasa dari ibu melahirkan.
Setiap Sando mengantarkan/menginformasikan identifikasi ibu
yang hamil kepada bidan dengan insentif 50 ribu dibayarkan
setelah kelahiran, pembayaran akan diberikan setiap 6 bulan;
setiap Sando mendapat insentif dari ibu yang melahirkan
sebesar sekitar 200 ribu (NM, Kepala Puskesmas Togo
Binongko)

Selain itu, koordinasi puskesmas dengan para Sando yang


dilakukan secara berkala menambah motivasi Sando untuk
bekerja sama dengan petugas kesehatan. Di Tomia, bidan sangat
erat hubungannya dengan para sando di wilayah kerjanya.
Walaupun usia sando di pulau ini sudah sangat tua, tetapi
mereka dapat menghubungi sang bidan ketika akan ada ibu yang
dibantu melahirkan. Sang sando sendiri yang akan meminta ibu
Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

155

untuk menghubungi bidannya. Sedangkan di Pulau Binongko,


acara kumpul dan update informasi bersama dengan para
sando dilakukan dua kali setahun. Pada saat itulah puskesmas
memberikan rapelan insentif kepada sando.
Hal lain yang juga mendukung peningkatan kelahiran di
nakes adalah setiap ibu yang memeriksakan kehamilannya ke nakes
akan memperoleh buku kesehatan ibu dan anak. Buku tersebut
dibawa setiap kali periksa. Di halaman depan buku tersebut juga
dicantumkan nomor telepon tenaga kesehatan yang bisa dihubungi
oleh ibu hamil terutama ketika akan melahirkan. Jadi ibu hamil
tidak perlu bersusah payah meminta nomor handphone nakes dan
dapat menghubunginya kapan saja diperlukan.
Kepemilikan jaminan kesehatan untuk menjamin akses
terhadap pelayanan kesehatan
Sebelum tahun 2014, lahirnya sistem jaminan kesehatan
nasional, dirawat di fasilitas kesehatan adalah hal yang mahal
bagi sebagian besar masyarakat di Indonesia. Tidak jarang orang
menjadi miskin setelah menderita penyakit tertentu dan dirawat
di fasilitas kesehatan sebab masyarakat harus membayar sendiri
(out of pocket) biaya perawatan. Oleh karena itu, kepemilikan
jaminan kesehatan adalah hal yang penting terutama bagi mereka
yang tidak mampu.

156

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Gambar 8.4 Kepemilikan jaminan kesehatan


Sumber: Profil kesehatan Kab. Wakatobi 2007-2013

Persentase kepemilikan jaminan kesehatan di Kabupaten


Wakatobi meningkat mulai tahun 2007 dan mencapai puncaknya
pada tahun 2010 (Gambar 8.4). Jaminan kesehatan yang termaktub
di dalamnya yaitu askes, jaminan sosial/jamsostek, askeskin.
Setelah tahun 2007 kepemilikan jaminan kesehatan meningkat
karena diberlakukannya Jamkesda hingga mencapai puncaknya
pada tahun 2010. Pada tahun 2010 sedikit berbeda karena ada
asuransi bahteramas. Jumlah penduduk yang terlindungi dengan
asuransi pun di atas seratus persen, hal ini dimungkinkan karena
satu orang penduduk terlindungi oleh lebih dari satu jenis
asuransi.
Pelayanan kesehatan gratis berlaku di Wakatobi hingga
tahun 2014. Hal ini bisa terjadi karena pertama bagi mereka yang
memiliki Jamkesmas dan Askes tentu saja gratis. Namun tidak
perlu khawatir bagi mereka yang tidak mempunyai kartu jaminan
kesehatan, sebab ada Jamkesda yang menjamin siapapun untuk
berobat walaupun mereka orang asing sekalipun. Masyarakat

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

157

juga dapat dengan mudahnya mengakses pelayanan kesehatan


yang ada, kapan saja. Bahkan 24 jam non stop. Misalnya, untuk
pelayanan melahirkan, meskipun di luar jam kantor, bidan
bersedia kapan saja untuk membantu persalinan walaupun di
tengah malam buta. Mungkin ini menjadi salah satu pendongkrak
angka persalinan di tenaga kesehatan dari 41,1 (2007) hingga 90,1
di tahun 2013.
Selain itu, adanya jampersal sejak tahun 2012 memberi arti
tersendiri terhadap menurunnya angka kematian ibu. Pada zaman
Jampersal tenaga kesehatan yang membantu persalinan dibayar
hanya jika melahirkan di fasilitas kesehatan.
Perubahan terjadi pada akhir 2014, Undang-undang No.24
Tahun 2011 Jaminan Sosial Nasional, diselenggarakan oleh BPJS,
yang terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan
diterbitkan. Implementasi BPJS Kesehatan pun mulai diaktifkan
pada 1 Januari 2014. Mulai tahun 2014, masyarakat tidak lagi
mendapatkan pelayanan kesehatan gratis, terkecuali pemegang
kartu BPJS. Nasib Jamkesda pun masih di persimpangan. Belum
berani bertindak sebelum ada kejelasan apakah Jamkesda masih
bisa diberlakukan.
Inovasi pemanfaatan sumber daya lokal untuk penguatan
sumber daya manusia kesehatan
Sumber daya manusia dalam pemenuhan pelayanan
kesehatan seringkali menjadi kendala di berbagai daerah di
Indonesia. Sama seperti yang dihadapi Kabupaten Wakatobi pada
tahun 2007. Kurangnya tenaga tidak hanya berpengaruh terhadap
pelayanan di fasilitas kesehatan tetapi juga pada program promosi
dan pencegahan yang menjadi porsi lebih di Kabupaten Wakatobi.

158

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Petugas kurang. Penyuluhannya juga kurang. (NM, Kepala


Puskesmas Togo Binongko)
Beberapa hal dilakukan oleh Wakatobi untuk meng
atasi tantangan keterbatasan jumlah SDM yang ada. Pertama
adalah menambah jumlah tenaga dari tahun ke tahun. Kedua,
mengangkat tenaga penunjang dan tenaga volunteer di fasilitas
pelayan kesehatan. Di samping itu, untuk menarik tenaga medis
dan paramedis, Kabupaten Wakatobi memberikan insentif untuk
tenaga-tenaga medis yang berminat kerja di Wakatobi. Selain itu,
adalah memberlakukan himbauan untuk tenaga kesehatan yang
praktek di luar jam kerja dengan tidak memungut biaya apapaun.
Berdasarkan profil Dinas Kesehatan tahun 2007-2013, jumlah
dokter di Kabupaten Wakatobi mengalami peningkatan tetapi
tetap saja kurang mencukupi. Tidak semua puskesmas memiliki
dokter. Kebanyakan dokter yang ada hanyalah dokter PTT dengan
jangka waktu tertentu. Berbeda dengan perawat dan bidan,
jumlah sangat berbeda jauh antara tahun 2007-2013. Sementara
itu, tenaga Perawat, Bidan, Gizi, dan Kesehatan Lingkungan
terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Misalnya saja
perawat dan bidan, pada tahun 2007 jumlah perawat dan bidan
di puskesmas hanya 129 orang kemudian menjadi hampir dua kali
lipat pada tahun 2013 (240 orang).
Inovasi lain yang dilakukan oleh Wakatobi dalam menang
gulangi keterbatasan sumber daya adalah melalui pengangkatan
tenaga penunjang. Selain itu, penguatan sumber daya manusia
juga dilakukan dengan pemberdayaan tenaga-tenaga kesehatan
volunteer (sukarela).

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

159

Tenaga penunjang kesehatan


Tenaga penunjang kesehatan adalah inovasi tersendiri yang
memberi nilai berbeda terhadap derajat kesehatan masyarakat
dengan mengakomodir masyarakat lokal. Betapa tidak, lewat
tenaga ini, pelayanan kesehatan dirasa semakin dekat. Tenaga
yang dibentuk melalui SK Bupati ini bertugas di tingkat desa
(poskesdes) dan puskesmas.
Tugas yang pada awalnya ditekankan untuk pendataan
masyarakat menjadi penting fungsinya dalam meningkatkan
kesehatan masyarakat. Petugas penunjang diberi tanggung jawab
utama untuk registrasi dan pencatatan penduduk, seperti jumlah
ibu hamil, kapan jadwal periksa ibu hamil, jadwal persalinan,
jumlah balita yang lahir, dll, hingga peralatan di pusat layanan
kesehatan.
Katakanlah ada ibu hamil yang akan periksa, mereka (tenaga
penunjang) itu harus tahu dimana rumah ibu hamil tersebut,
kapan mereka harus pergi kontrol ke bidan, kapan mereka akan
partus (LOB, Kepala Dinas Kesehatan Kab. Wakatobi 20072013)

Selain melakukan registrasi (alat kesehatan, data penduduk),


tenaga penunjang juga menjadi motivator dan penyuluh kesehatan.
Penyuluhan dilakukan pada saat posyandu atau didatangi door
to door ke rumah-rumah penduduk secara berkala dengan tema
yang berbeda-beda. Puskesmas pun terbantu dengan adanya
tenaga ini. Tanpanya fungsi puskesmas dalam hal pencegahan dan
promosi akan terkendala mengingat tenaga yang terbatas.
Adanya anak magang, SK Bupati untuk penyuluhan, mendata
sasaran, dll sejak dua tahun terakhir. Ini membantu kerja
khususnya di lapangan. Sebagai pembantu puskesmas. Namanamanya kita yang usulkan setiap tahun. Tergantung ada berapa

160

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

juga di DPA kita. Kebijakan ini membantu dalam program


penyuluhan

Jika tidak dibantu oleh tenaga-tenaga magang itu tidak


mungkin kami kerja sebab kami hanya berempat saja (NM,
Kepala Puskesmas Togo Binongko)

Tenaga penunjang ini diberi honor yang berasal dari APDB


Kabupaten Wakatobi. Pembayaran honor dilakukan secara perio
dik, (3-6 bulan sekali). Jumlah honor yang dibayarkan sesuai
dengan tingkat pendidikan.
Tenaga volunteer
Inovasi lokal lain adalah tenaga volunteer yang bertugas di
puskesmas. Tenaga sukarela ini adalah penduduk lokal dengan
latar belakang pendidikan kesehatan. Tingkat pendidikan dapat
berupa DIII atau sarjana. Jumlah dan penerimaan tenaga sukarela
bergantung pada kebijakan kepala Puskesmas.
Dalam melaksanakan tugasnya, tenaga sukarela ini menyatu
dan bekerja sama dengan petugas kesehatan di Puskesmas
baik yang PNS ataupun honorer. Tak jarang, di puskesmas yang
mempunyai keterbatasan jumlah pegawai, tenaga sukarela inipun
bertangggung jawab terhadap program tertentu, misalnya di
Puskesmas Kaledupa. Salah seorang tenaga volunteer yang ada
diberdayakan untuk belajar memegang program diare di P2M.
Apa yang mereka dapat? Apakah ada gaji/honor tetap
yang diberikan? Tidak ada gaji tetap yang mereka dapat dengan
rekan sesama pemegang program. Hanya ada cipratan dana
bersumber dari BOK di Puskesmas. Itupun tidak rutin sebulan
sekali, bergantung berapa sering turun ke lapangan untuk
menyuluh, mendata atau tugas lain. Tidak tentu sebulan sekali

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

161

mendapat ratusan ribu rupiah, tetapi hal ini tidak mengurungkan


niat mereka bekerja. Mendapat pengalaman dan menyalurkan
ilmu yang telah didapat di bangku sekolah merupakan motivasi
mereka bekerja sukarela di kampung halaman. Namun, karena
efisiensi anggaran APBD dan pelarangan tenaga honor sehingga
jumlah tenaga penunjang dikurangi pada tahun 2015.
Tenaga kesehatan volunteer
Merasa masih belum maksimal dalam pemanfaatan tenaga
kesehatan dan dihadapkan pada fakta banyaknya lulusan
mahasiswa lokal (S1 dan DIII) yang perlu pengalaman, maka
puskesmas pun menerima lulusan kesehatan tersebut menjadi
tenaga volunteer kesehatan.
Tenaga volunteer bekerja bersama dengan petugas kesehatan
lain. Tidak ada perbedaan baik yang PNS ataupun honorer. Tak
jarang, tenaga volunteer inipun bertanggung jawab terhadap
program tertentu.
Tanpa honor tetap, petugas volunteer mengabdikan dirinya
dengan harapan mendapat pengalaman dan suatu saat nanti
bisa meningkat status kepegawaiannya.

Insentif tenaga medis dan paramedis


Letak geografis Kabupaten Wakatobi yang cenderung tidak
mudah, untuk menarik minat dokter dan tenaga kesehatan bertugas
di sana adalah suatu tantangan. Pemberian insentif tenaga medis
dan paramedis juga diberlakukan untuk menarik mereka bertugas
di bumi Wakatobi. Jumlah insentif yang diberikan pun meningkat
seiring dengan berjalannya waktu.
Setelah status daerah sangat terpencil berganti menjadi
tidak lagi terpencil. Insentif daerah terpencil pun menjadi tidak

162

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

ada. Hanya dua pulau yang berstatus sangat terpencil yaitu


Binongko dan Runduma. Untuk menuju Binongko hanya ada
satu kali perahu setiap hari, sedangkan untuk menuju Runduma
hanya ada satu kapal dalam satu minggu, itupun tidak tentu jika
musim ombak tiba. Kebijakan termutakhir, untuk menarik minat
tenaga kesehatan ke pulau yang sangat terpencil, Runduma,
Bupati Wakatobi membuat keputusan No. 6 Tahun 2014 tentang
penetapan besaran tambahan penghasilan tenaga kesehatan
daerah khusus Runduma yaitu memberikan insentif untuk dokter
sebesar 5 juta rupiah perbulan dan untuk bidan dan perawat
sebesar 3,5 juta rupiah perbulan.
Kalau dokter PTT dulu dipancing dengan insentif 2,5 juta dari
APBD, ditambah dengan insentif daerah terpencil jadi mereka
bisa terima 10 juta per bulan.(LOB, Kepala Dinas Kesehatan
Kab. Wakatobi 2007-2013)

Untuk pelayananan kesehatan di RS, Kabupaten Wakatobi


menyiapkan anggaran untuk menarik dokter spesialis dari luar
daerah dengan insentif 25 juta per bulan.
pemerintah daerah menyiapkan anggaran untuk menarik
dokter spesialis dari luar derah untuk bekerja part time di
RSUD. Yang sudah ada adalah dokter ahli kandungan, bedah,
mata. Setiap 6 bulan kontrak diperbaharui dengan besaran
insentif 25 juta perbulan. (HD,Kepala Sub Bidang Ekonomi
Bappeda Kab. Wakatobi)
Pelarangan praktek tenaga medis di luar jam kerja
Pada masa 2007-2013, praktek tenaga medis di luar waktu
pelayanan pusat kesehatan dengan menarik biaya dihimbau
untuk tidak dilakukan. Pelayanan harus diberikan secara gratis
selama 24 jam. Insentif yang diberikan kepada tenaga medis dan
paramedis dianggap sudah mencukupi sehingga himbauan untuk

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

163

tidak praktek pun diserukan. Alasan terpenting adalah agar dapat


memberikan pelayanan kepada masyarakat secara merata.
Himbauan kepada dokter untuk tidak memperjualbelikan obat
di puskesmas, adalagi teknik dokter itu setelah menangani
pasien dia tanya mau obat puskesmas atau obat dokter
masyarakat kan tidak tahu. masyarakat menjawab obat
dokter, ada yang ditarif 900 ribu, 700 ribu. Akhirnya saya waktu
itu ribut sama dokter padahal saya berpikir untuk rakyat.
Ada juga protes dari masyarakat karena saya tidak kompeten
mengurus masalah kesehatan....(LOB, Kepala Dinas Kesehatan
Kab. Wakatobi 2007-2013)
Tentu saja pelarangan ini menuai protes dari berbagai
kalangan, seperti misalnya kalangan profesional dokter maupun
bidan (Gambar 8.5). Hingga akhirnya pada tahun 2009-2010
berbagai berita muncul untuk menurunkan sang Bupati. Namun,
pelarangan penarikan biaya pelayanan di dalam dan di luar jam
kerja tetap diberlakukan.

Gambar 8.5 Berita pro dan kontra terkait kebijakan


pelarangan pemungutan tarif berobat
Sumber: https://butonnews2009.wordpress.com/wakatobi-news/

164

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Sarana prasarana pelayanan kesehatan


Rumah sakit, Puskesmas, dan Poskesdes merupakan sarana
penunjang kesehatan dalam rangka meningkatkan derajat kesehat
an masyarakat. Semakin banyak jumlah ketersediaannya, maka
semakin memudahkan masyarakat dalam menjangkau pelayanan
kesehatan.
Tabel 8.2 menunjukkan jenis dan jumlah fasilitas pelayanan
kesehatan antara tahun 2007 dan 2013. Terlihat bahwa jumlah
puskesmas dan poskesdes mengalami perubahan meningkat.
Puskesmas di 2007 hanya berjumlah 11 dan menjadi 19 di tahun
2013. Begitu juga dengan poskesdes yang meningkat hampir
dua kali lipat dari 32 (2007) menjadi 70 buah (2013). Sedangkan
polindes dan posyandu jumlahnya berkurang dimungkinkan ka
rena perubahan fungsi tertentu.
Tabel 8.2 Jenis dan jumlah fasilitas pelayanan kesehatan,
Kabupaten Wakatobi 2013
No.

Puskesmas Poskesdes
Polindes
Posyandu
2007 2013 2007 2013 2007 2013 2007 2013
2
2
8
14
4
2
26
31
2
3
4
13
5
5
19
24

Kecamatan

RSUD

1
2

Wangi-Wangi
Wangi-Wangi

0
1

3
4

Selatan
Kaledupa
Kaledupa

0
0

1
1

3
2

5
4

11
7

1
1

0
1

19
12

19
13

5
6
7
8

Selatan
Tomia
Tomia Timur
Binongko
Togo

0
0
0
0

1
1
2
1

3
2
3
1

1
4
5
1

7
9
7
2

1
1
1
1

0
1
1
1

17
24
26
11

21
19
13
11

Binongko
Total

11

19

32

70

15

11

154

153

Sumber: Profil Dinas Kesehatan Kab Wakatobi Tahun 2007 dan 2013

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

165

Sejak tahun 2007 hingga 2013 peningkatan jumlah puskes


mas dilakukan, dari hanya sejumlah 11 buah(2007) menjadi 19
(2013). Peningkatan pelayanan kesehatan tak berhenti hingga
2013, di tahun 2014 beberapa puskesmas pembantu (pustu) juga
mengalami peningkatan status menjadi puskesmas. Salah satunya
adalah puskesmas di Pulau Runduma. Di pulau yang hanya terdapat
satu desa ini, status pustu yang juga hanya berjumlah satu buah
berubah menjadi puskesmas melalui Keputusan Bupati No.173
Tahun 2014 tanggal 13 Januari 2014. Sehingga pada tahun 2014,
total jumlah puskesmas di Wakatobi menjadi 20 puskesmas.
Selain itu sampai tingkat desa, pembangunan poskesdes
terus ditingkatkan dari tahun ke tahun, yang semula berjumlah 32
(2007) menjadi 70 (2013).

Gambar 8.6 Poskesdes, polindes, dan pustu di Wangi-Wangi Selatan,


Pulau Wangi-Wangi
Sumber foto: Puskesmas Wangi-Wangi Selatan

166

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Gambar 8.6 menunjukkan beberapa pelayanan kesehatan


yang ada di Kabupaten Wakatobi khususnya di Puskesmas WangiWangi Selatan. Namun, akses pelayanan kesehatan masyarakat
yang meningkat juga didukung oleh pengembangan fasilitas
wilayah/infrastruktur perhubungan (peningkatan kualitas jalan,
sarana pelabuhan Pangulu Belo menuju status Kelas IV dan dermaga
Fery Wanci mencapai status penyeberangan, berdirinya dan
meningkatnya daya tampung pesawat Bandara Udara Matahora;
pengembangan infrastruktur pertanian, perdagangan dan jasajasa, kelistrikan, komunikasi dan infromatika; pengembangan
sumberdaya air dan penataan perumahan dan permukiman).
Peran lintas sektor
Koordinasi lintas sektor memang hal yang mudah dikatakan
tetapi sulit untuk dilaksanakan. Tidak terkecuali yang terjadi
di Wakatobi. Perlu pendekatan tertentu agar jalannya mulus.
Koordinasi yang dilakukan lebih ditekankan pada tingkat kecamat
an dimana puskesmas ada.
Kalau dulu sebenarnya lewat program-program SKPD, hu
bungan lintas sektor di Kabupaten Wakatobi agak susah, yang
kami prioritaskan lintas sektor di tingkat kecamatan, difokuskan
di kecamatan, misalnya kalau rapat harus ada camat, setiap
kegiatan di kecamatan. Tolong libatkan petugas dari Puskesmas
dan tolong beri waktu petugas Puskesmas untuk bicara. (LOB,
Kepala Dinas Kesehatan Kab. Wakatobi 2007-2013)

Berbeda pulau, berbeda juga keterlibatan lintas sektor


terhadap kesehatan, ada yang berjalan lancar dan aktif ada juga
yang hidup segan mati tak mau. Di pulau Binongko, keterlibatan
lintas sektor seperti kecamatan, desa, PKK, tokoh masyarakat lain
sangat aktif. Selain itu, dasawisma juga berjalan dengan baik.

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

167

Kalau ada perencanaan di desa kita dipanggil. Di lingkungan


desa ada juga dasawisma. Ada angka kelahiran, kematian.
Dasawisma per 20 rumah kita kumpulkan. Berapa yang lahir,
berapa KK-nya, berapa balita, berapa bayi, berapa yang
meninggal sehingga tidak ada yang lolos. Di-update setiap bulan
melalui arisan PKK (NM, Kepala Puskesmas Togo Binongko)

Pada RPJMD tahap II, pembangunan infrastuktur terus


dilakukan sehingga anggaran terbesar jatuh kepada dinas PU
karena dilakukan pembangunan infrastruktur yang mendukung
kegiatan transportasi seperti pembangunan jalan, pembuatan
dan perbaikan pelabuhan rakyat serta pembangunan bandara.
Anggaran untuk kegiatan pembangunan ini mencapai 40% dari
total anggaran APBD. Kiranya usaha tersebut tidak sia-sia, misalnya
saja dibangunnya bandara, lebih menarik kemauan tenaga medis
terutama dokter untuk dapat melayani di Wakatobi. Selain itu,
infrastruktur atau jalan yang baik sangat penting bagi akses
pelayanan kesehatan.
Dukungan kebijakan lintas sektor
Peran serta lembaga non pemerintah juga memberikan andil
secara tidak langsung terhadap kesehatan seseorang di masa men
datang. Misalnya sejak tahun 1997-an terdapat program Health
Mother Health Baby. Dalam program tersebut ada pelatihan te
naga kesehatan dan juga dukun bayi dalam penatalaksanaan
persalinan dan perawatan bayi. Program ini berlangsung kurang
lebih 3-5 tahun dan dianggap memberi dampak pembelajaran
yang positif bahkan untuk beberapa tahun setelahnya.
PNPM mempunyai andil dalam pembangunan kesehatan
secara langsung maupun tidak langsung. Di Pulau Wangi-Wangi,
Kecamatan Liya PNPM berkontribusi dalam membangun gedung
posyandu di pesisir pantai Desa Liya.
168

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Di Pulau Binongko, PNPM menyediakan air bersih dengan


memberi bantuan tempat penampungan air (torn air) sebanyak
satu torn untuk satu rumah. Selain itu, PNPM juga membangun
jamban. Berdasar usulan dari masyarakat, ke depan PNPM diharap
kan juga membangun gedung posyandu di Binongko.
Selain peran lembaga non pemerintah, peran camat dan
kepala desa juga berpengaruh dan bervariasi antarpulau. Misal
nya di Pulau Binongko, kepala desa dan camatnya sangat aktif,
kegiatan dasawisma pun berjalan. Setiap acara desa selalu me
libatkan kesehatan (musrenbang tingkat desa), begitu juga se
baliknya. Berbeda dengan aparat masyarakat di pulau WangiWangi yang tidak terlalu aktif berkerjasama. Hal ini dikembalikan
lagi kepada peran kepala puskesmas tentang bagaimana teknik
merangkul aparat pemerintah. Dukungan perangkat desa ini bisa
dilihat, misalnya di Wangi-Wangi dibuat peraturan desa untuk
semua warganya agar melahirkan di fasilitas kesehatan. Begitu
juga di Binongko, puskesmas bekerja sama dengan perangkat
desa memberlakukan aturan melahirkan ke tenaga kesehatan, ada
denda yang harus dibayar oleh ibu jika tidak melahirkan di tenaga
kesehatan.
Insentif kader dari pemberdayaan
Ada anggaran khusus sebagai insentif terhadap kader
posyandu. Anggaran tersebut dikelola oleh Badan KB, Pember
dayaan Perempuan dan Pemerintah Desa. Insentif sebesar 25 ribu
perbulan yang diberikan selama beberapa bulan satu kali.
Dengan PKK ada di Pokja 4 (bidang kesehatan). Di Wakatobi ini
cukup aktif. Jika bantu posyandu ada transport 50 ribu. Ada dari
Dinas KB, Pemberdayaan dan Pemerintahan Desa memberikan
insentif ke kader-kader sebesar 25 ribu. (SH, Kepala Bidang
Kesehatan Ibu dan Anak, Dinkes Kab. Wakatobi)

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

169

Selain itu juga ada dana Block Grant yang berlaku dari Kemen
terian Dalam Negeri.
Block Grant dana dari Pusat dari Kemendagri untuk insentif
bidan desa sebesar 150 ribu/bulan. Hingga saat ini masih
berlangsung. (NM, Kepala Puskesmas Togo Binongko)

Peran serta masyarakat


Bukti menunjukkan bahwa desentralisasi manajemen ke
sehatan yang baik dan demokrasi kesehatan melalui partisipasi
aktif dari masyarakat dan pengguna layanan kesehatan mempunyai
dampak positif terhadap akses dan pemanfaatan pelayanan ke
sehatan, terutama pada masyarakat miskin atau pedesaan. (Samb,
et al 2010)
Mendorong ibu dengan gerobak sebagai ambulans menuju
pelayanan kesehatan untuk dapat melahirkan adalah salah satu
bentuk inovasi dari peran serta masyarakat di Pulau Binongko. Alat
angkut lain yang menjadi alternatif di Pulau Binongko adalah bentor
(Gambar 8.7). Keterbatasan akan sarana transportasi kondisi jalan
yang tidak baik mendorong ibu hamil mencari alternatif.
Yang saya rasakan pelayanan kesehatan saat ini sudah bagus.
Tapi disini permasalahan hanya untuk masalah angkutan
saja sih, kalau ada sakit yang parah, atau mau melahirkan
tidak ada angkutan atau ambulans, jadi pakai kaisar. Kaisar ini
milik pribadi masyarakat. Pengalaman saya kemarin pas mau
lahiran, saya pakai kaisar hanya yang membayar ongkos kaisar
ya puskesmas. Untuk orang di desa ujung sana malah pakai
gerobak, didorong oleh keluarga dan petugas kesehatan... (LA,
ibu balita Togo Binongko)

170

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Gambar 8.7 Jenis alat transportasi yang digunakan, gerobak dan


kaisar sebagai ambulans darurat
Sumber foto: dokumentasi peneliti

Namun demikian, peran serta masyarakat misalnya dalam


hal penyuluhan perlu terus ditingkatkan. Di Pulau Binongko, yang
menjadi kendala seringkali saat melaksanakan upaya kesehatan
berbasis masyarakat seperti penyuluhan adalah keterbatasan
waktu masyarakat untuk mengikuti penyuluhan.
Tantangan
Kelancaran pelaksanaan program pelayanan kesehatan ber
gantung pada sumber daya yang ada. Jaringan listrik 24 jam hanya
ada di Pulau Wangi-Wangi, dimana ibukota kabupaten berada.
Dua pulau terdekat, Kaledupa dan Tomia memiliki listrik full di
malam hari dan bergantian di siang hari, sedangkan Binongko,
hanya memiliki listrik pada malam hari.
Hal ini merupakan keterbatasan jika ada pelayanan malam
hari yang harus dilakukan dengan membutuhkan listrik. Belum
lagi masalah penyimpanan vaksin. Selama ini vaksin disimpan di
dalam lemari es di malam hari, pada saat siang, dipindahkan ke
box dengan menggunakan ice gel.
Berada jauh dari ibukota kabupaten seakan membuat
Puskesmas di pulau Binongko menjadi macan di hutannya sendiri.
Berbagai inovasi dan prestasi seakan tidak pernah keluar kecuali

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

171

hingga tingkat kabupaten saja. Padahal jika dilihat dari pengamat


an dan hasil wawancara peneliti, Binongko mempunyai prestasi
lebih dibanding puskesmas di pulau lain.
Ruginya kami di desa ini walaupun kami kegiatan apa saja
inovasi apa saja kalau tidak diekspos keluar siapa yang mau
tahu kami. Padahal untuk meningkatkan cakupan perlu inovasi,
variasi dan kreativitas supaya berhasil tetapi cukup hanya kami
di kandang saja tidak ada yang mau promosi. Orang di dinkes
juga mungkin lupa. (NM, Kepala Puskesmas Togo Binongko)
Lihat kami yang bekerja di ujung ini yang hampir tidak
kelihatan di peta. Guru-guru saja di sini mendapat tunjangan
daerah terpencil, sedangkan kami saja yang hanya beberapa
orang tidak bisa diberikan tunjangan daerah terpencil. Karena
kalau kami tidak diperhatikan siapa yang mau lihat kami. Karena
kalau kami melakukan inovasi-inovasi dan kerja kami kalau tidak
dibawa keluar tidak ada yang tahu, kami meningkatkan cakupan
tidak ada yang tahu. (NM, Kepala Puskesmas Togo Binongko)

Tantangan lain yang ditemui adalah ketersediaan obat


dan alat kesehatan, kemampuan memfungsikan alat kesehatan
yang ada, serta tidak tersedianya transport pengambilan vaksin.
Misalnya di Pulau Kaledupa, beberapa permasalahan tersebut
dihadapi oleh puskesmas di pulau tersebut. Persediaan obat untuk
kebutuhan rawat inap seperti infus set dan Abotech serta bahan
lain di Dinkes terbatas. Kekurangan obat dan cairan RL belum sesuai
permintaan apalagi untuk memenuhi kebutuhan 3 bulan. Selain
itu, di pulau ini juga terdapat alkes seperti inkubator, insenerator,
EKG, USG tetapi tidak dipakai karena tidak ada SDM yang dapat
mengoperasikannya dan listrik yang hanya berfungsi pada malam
hari (Gambar 8.8). Ketersediaan transport untuk pengambil vaksin
juga tidak ada, di beberapa pulau seperti Kaledupa dan Binongko
sehingga pengambilan vaksin dititipkan pada orang lain.

172

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

Gambar 8.8 Inkubator dan mikroskop, bersih belum difungsikan di


Puskesmas Kaledupa
Sumber foto: dokumentasi peneliti

Kendala lain, Pemerintah Kabupaten Wakatobi mempunyai


Peraturan Daerah Wakatobi No.2 Tahun 2013 tentang Retribusi
Pelayanan Kesehatan di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)
yaitu bahwa struktur tarif retribusi jenis pelayanan kesehatan di
Puskesmas terdiri dari 30% jasa sarana dan 70% jasa pelayanan
(Tabel 8.3). Berikut beberapa jenis pemeriksaan/pelayanan
yang diterapkan di Puskesmas, puskesmas keliling, puskesmas
pembantu, poskesdes dan polindes.
Tabel 8.3 Retribusi pelayanan kesehatan Kabupaten Wakatobi
Jenis pemeriksaan/
pelayanan

Jasa sarana 30%


(Rp.)

Rawat inap umum per


malam
Bayi atau Ibu
melahirkan
Bayi baru lahir
Visit dokter
Kebidanan

22,500

Jasa
pelayanan
70% (Rp.)
52,500

22,500

52,500

75,000

22,500
6,000

52,500
14,000

75,000
20,000

Total biaya

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

75,000

173

Persalinan normal
ANC atau PNC
Jasa Pelayanan Farmasi
Per resep (obat jadi)
Per resep (obat
racikan)
Ambulans Darat(BBM)
Dalam kota
Luar kota

50,000
6,000

450,000
14,000

500,000
20,000

1,000
3,000

1,000
3,000

56,000
70,000

44,000
55,000

100,000
125,000

Sumber: Perda No.2 Tahun 2013 tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan di Pusat
Kesehatan Masyarakat

Masalahnya, di dalam peraturan tersebut tidak ada


retribusi untuk biaya ambulans laut, padahal Wakatobi adalah
daerah kepulauan yang perpindahan antar pulau dilakukan
dengan kendaraan laut. Hal ini semakin menjadi masalah ketika
harus merujuk ke Pulau Wangi-Wangi, biaya kapal laut harus di
tanggung dan dipersiapkan oleh keluarga penderita. Di sisi lain,
keluarga penderita belum tentu memiliki dana pada saat yang
dibutuhkan.

174

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

KESIMPULAN
KEBIJAKAN PROGRAM
1. Rekruitmen tenaga penunjang kesehatan/honorer dari
tingkat SMA - S1 SK Bupati
- Jumlah seluruh tenaga: 260 orang
- Honor: SMA 400ribu, D3 450ribu, S1 500ribu.
- Penempatan di: poskesdes, polindes, atau Puskesmas
- Tugas: sebagai cleaning service atau administrasi
sesuai tingkat pendidikannya
2. Menerima tenaga volunteer/sukarela dari D3- S1kebijakan
pimpinan puskesmas (kepala dinas mengetahui)
3. Sweeping penimbangan, sweeping imunisasi kebijakan/
dukungan pimpinan puskesmas
4. Pemberian reward UNTUK balita yang lulus imunisasi
kebijakan/dukungan pimpinan puskesmas
5. Posyandu bertema ulangtahun kebijakan/dukungan pim
pinan puskesmas
6. Program posyandu di Desa Popaliya Kec. Togo Binongko akan
diadopsi sebagai model kegiatan posyandu di tingkat Provinsi
Sulawesi Tenggara
7. Percepatan pembangunan sanitasi pemukiman SK Bupati
No. 462 tahun 2008, keluarnya tanggal 1 Agustus 2012 tentang
pembentukan tim koordinasi/pengarah dan pelaksana sanitasi
Kabupaten Wakatobi. SK diperbaharui: Nomor 292 Tahun 2013
Tentang Pembentukan Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten
Wakatobi Tahun 2013.

175

8. Pemberlakuan denda kepada ibu balita yang tidak membawa


anaknya ke posyandu kebijakan pimpinan puskesmas
(Pkm. Liya, ada Perdesnya), kebijakan ini berawal dari kebiasaan
masyarakat yang memiliki kepercayaan tidak membawa
anaknya ke luar rumah selama 40 hari pasca partus hal ini
yang melatarbelakangi kebijakan ini.
9. Peraturan membuat perdes mengenai partisipasi masyarakat
dalam kesehatan di seluruh wilayah desa wilayah puskesmas
Pkm. Liya dan puskesmas popalia
10. Denda kepada bidan desa sebesar 100 ribu utuk persalinan
yang dilakukan di rumah Pkm. Liya
11. Kemitraan dukun dan bidan di semua puskesmas
12. Insentif kepada Sando, yang membawa bumil ke bidan untuk
pemeriksaan sampai melahirkan sebesar 50 ribu per bumil.
PERENCANAAN DAN PEMBIAYAAN
1. Mekanisme Pengajuan Anggaran:
Pemegang program tk puskesmas
lokmin Puskesmas
penanggung jawab program dinas kesehatan Subag
Program (Subag Anggaran) Bapeda (Tim Asistensi) DPRD
(Disetujui/ditolak)
2. Rekapitulasi anggaran belanja langsung berdasarkan program
dan kegiatan Kesehatan 2014
1. Program Pelayanan Administrasi
:
1.344.066.004
Perkantoran
2. Program Peningkatan Sarana dan
:
Prasarana Aparatur
4.047.350.556
3. Program Peningkatan Kapasitas
:
194.925.000
Sumberdaya Aparatur

176

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

4.

5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

Program Peningkatan
Pengembangan Sistem Pelaporan
Capaian Kinerja dan Keuangan
Program Optimalisasi Perencanaan
dan Penganggaran SKPD
Program Obat dan Perbekalan
Kesehatan
Program UKM
Program POM
Program Promkes dan
Pemberdayaan Masyarakat
Program Perbaikan Gizi Masyarakat
Program Pengembangan Lingkungan
Sehat
Program Pencegahan dan
Penanggulangan Penyakit Menular
Program Kemitraan Pelayanan
Kesehatan
Program Peningkatan Keselamatan
Ibu Melahirkan dan Anak
TOTAL

3.492.000

20.093.000

1.741.570.050

:
:
:

86.190.000
14.940.000
70.000.000

:
:

223.750.000
35.000.000

283.930.000

122.520.000

49.500.000
8.237.326.610

3. Sumber dana:
- APBD II
- BOK (untuk operasional =transport), pesan Ka. Pkm.
JANGAN DISTOP, LANJUTKAN!
- DAK (untuk pengadaan pembangunan infrastruktur
kesehatan, belanja bahan, obat)
- DAU (belanja pegawai, belanja langsung, belanja barang
dan jasa, penyediaan jasa administrasi keuangan, honorium
PNS)
Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

177

4. Kader kesehatan/posyandu mendapatkan insentif rutin


per bulan sebesar 50 ribu dari Kesehatan dan 25 ribu dari
BKBP3D
5. Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (APBN dan
APBD)
6. 2007-2013 75% preventif dan 25% kuratif
7. 2014 60% preventif, 40% kuratif
8. Jamkesda > pengobatan gratis

PELAKSANAAN PROGRAM (IMPLEMENTATION)


1. Ada pengawasan melekat berjenjang di dalam struktur
lembaga kesehatan mulai dari tingkat kantor dinas sampai
ke puskesmas. Sehingga informasi dapat segera diterima dan
ditindaklanjuti oleh petugas kesehatan.
2. Semua tenaga kesehatan baru yang akan ditugaskan di
Wakatobi mendapat wejangan atau pengarahan dari Kadinkes
tentang norma-norma yang berlaku di mayoritas masyarakat
Wakatobi.
3. Ada penalti berupa penundaan pencairan dana BOK apabila
ada keterlambatan penyerahan laporan kegiatan program
kepada kantor dinas kesehatan.
4. Adanya pelarangan kepada dokter PTT maupun bidan PTT
untuk berpraktek. Sebagai kompensasi mereka mendapat
insentif dari dana APBD II.
5. Untuk Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP),
dengan pelaksanaan program Instalasi Pembuangan Akhir
Limbah. Rencana penerbitan Perda Tentang instalasi jamban.
Pembangunan dan pengelolaan sarana drainase oleh 4 SKPD
(Dinkes, PU, BLH, Dinas Kebersihan dan Pertamanan). Untuk

178

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

air bersih, program pemasangan pipa air bersih ke rumahrumah secara gratis.
6. Motivasi dari kepala dinas dengan semboyan 4 as : bekerja
dengan cerdas, tuntas, ikhlas,

LINTAS SEKTOR DAN KEMITRAAN


1. Untuk Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman
(PPSP) Pokja yang terdiri dari 4 SKPD (Dinkes, PU, BLH, Dinas
Kebersihan dan Pertamanan), SK Tim Sanitasi.
2. Untuk peningkatan gizi masyarakat, Dinas Ketahanan - Pangan
mengadakan Lomba Diversifikasi Pangan dengan mengangkat
bahan makanan lokal seperti umbi-umbian (Badan Ketahanan
Pangan)
3. Penyuluhan di sekolah-sekolah oleh petugas kesehatan,
program BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah).
4. Peran PNPM dalam pembangunan gedung posyandu (di
Pkm. Liya Kec. Wangi-Wangi Selatan), pembangunan instalasi
penyulingan air (di Desa Popaliya dan Desa Haka Kecamatan
Togo Binongko).

SUMBER DAYA (RESOURCES)


Fasilitas dan Tenaga
Puskesmas
Posyandu
Polindes

2007
11
154
15

2013
19
134
12

Poskesdes

32

70

Dokter
Dokter gigi

9
0

13
2

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

179

Bidan
Perawat
Farmasi
Kesmas
Kesling
Gizi

180

167
13
28
29
19

97
217
34
70
35
21

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. Diagnosis and classification


of diabetes mellitus. Diabetes Care. 2004 January:
27(1):S5-S10
Buku Putih Sanitasi (BPS) Kabupaten Wakatobi, Pokja Sanitasi
Kabupaten Wakatobi 2013. Hal.1
BPS Kabupaten Wakatobi. Keadaan Iklim di Wakatobi Tahun
2013. Diakses tanggal 3 Juni 2015. Tersedia dari: http://
wakatobikab.bps.go.id/LinkTabelStatis/view/id/2
Depkes RI. Pedoman pemberantasan penyakit infeksi saluran
pernapasan akut untuk penanggulangan pneumonia
pada balita, Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. 2004.
Dinas Kesehatan Kabupaten Wakatobi. Profil Kesehatan kabu
paten Wakatobi tahun 2007.
Dinas Kesehatan Kabupaten Wakatobi. Profil Kesehatan kabu
paten Wakatobi tahun 2008.
Dinas Kesehatan Kabupaten Wakatobi. Profil Kesehatan kabu
paten Wakatobi tahun 2009
Dinas Kesehatan Kabupaten Wakatobi. Profil Kesehatan kabu
paten Wakatobi tahun 2010
Dinas Kesehatan Kabupaten Wakatobi. Profil Kesehatan kabu
paten Wakatobi tahun 2011
Dinas Kesehatan Kabupaten Wakatobi. Profil Kesehatan kabu
paten Wakatobi tahun 2012

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

181

Dinas

Kesehatan Kabupaten Wakatobi. Profil Kesehatan


kabupaten Wakatobi tahun 2013
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara, Rencana Strategis
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun
2013 2018, Kendari: Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi
Tenggara. 2014.
Kementerian Kesehatan, IPKM Indeks Pembangunan Kesehatan
Masyarakat, Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, 2008.
Kementerian Kesehatan, IPKM Indeks Pembangunan Kesehatan
Masyarakat, Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, 2014.
Kementerian Kesehatan, Riset Kesehatan Dasar 2007, Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2008.
Kementerian Kesehatan, Riset Kesehatan Dasar 2013, Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2014.
Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Wakatobi Dalam Angka 2014,
Wanci: Bappeda Kabupaten Wakatobi.
Kementerian Kesehatan, Buku perlengkapan advokasi penyakit
tidak menular, Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2013.
Kuswardhani RA T. Penatalaksanaan hipertensi pada lanjut usia. J
Penyakit Dalam, 2006 Mei:7(2):135-140
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Buku Saku.
Penanggulangan Daerah Bermasalah Kesehatan (PDBK),
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
Munir SM, Nawas A, Soetoyo DK.Pengamatan pasien tuberkulosis
paru dengan multidrug resistant (TB-MDR) di poliklinik

182

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

paru RSUP Persahabatan. J Respir Indo. 2010 April: 30(2):


92-104
Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi
Tenggara Dalam Angka 2014, Kendari: Pemerintah Daerah
Provinsi Sulawesi Tenggara. 2014.
Stanford S., John P., Herbert MS., 1994., Dasar Biologis dan Klinis
Penyakit Infeksi, Edisi 4, Terjemahan Samik W., Jogyakarta
: Gajah Mada University Press
Suryopranoto I. Stroke: gejala dan penatalaksanaan. J.CDK 185.
2011 Mei-Juni:38(4): 247-250
Soekirman. 2005. Perlu Paradigma Baru Untuk Menanggulangi
Masalah Gizi Makro di Indonesia. Jakarta: http://www.
gizi.net/makalah/download/prof-soekirman.pdf
Soedarto. Penyakit Menular di Indonesia, Jakarta: Sagung Seto.
Hal. iii, 2009.
Samb, et al. Prevention and management of chronic disease: a
litmus test for health system strengthening in low income
and middle income countries. Lancet. 2010:376.1785-97
Trihono, Gitawati R. Hubungan antara Penyakit Menular dengan
Kemiskinan di Indonesia. Jurnal Penyakit Menular
Indonesia 2009; 1: 34-43.
WHO. Everybodys business: strengthening health systems to
improve health outcomes: WHOs framework for action.
Geneva: WHO, 2007.

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

183

Index

A
Acute Respiratory Infection - 104
administrasi - 9-10, 50, 175-177
administratif -33
agent - 77
akses - 3, 9, 37-39, 41, 77, 109113, 115, 119, 122-123, 128, 135,
151, 156, 167-168, 170
alergi - 106
alkes - 172
alluvial - 29
alokasi - 16, 132, 134, 136
alternatif - 170
alveoli - 94, 104
ambulans - 170-171, 174
AMH - 13
analisis - 6, 115
anggaran - 6, 16, 22-25, 49, 71-72,
83-87, 103, 135-136, 146, 162163, 168-169, 176
Annual Parasite Incidence - 101
apatis - 67
APBD - 22-25, 49, 131, 135-136,
162-163, 168, 177-178
APBN - 24, 178
API - 101
APS - 14
arisan - 51-52, 168
ASI - 66, 69-70

asisten - 129
Askes - 157
asma - 38-39, 41
B
BAB - 90, 93, 115-117, 139
back to nature - 36
baggy pant - 67
bahari - 9, 36
bahteramas - 157
balita - 2-3, 6, 21, 37-39, 41, 43,
45-54, 56-66, 68-71, 73, 75, 7982, 103-104, 106-107, 142, 149,
160, 168, 170, 175-176, 181
bantuan - 49, 72, 143, 169
Bapeda - 23
Bappeda - 72, 129-130, 144, 163,
182
BBM - 35, 174
BCG - 42, 64-65
bekas - 103
benih - 35
bentor - 170
bermasalah kesehatan - 4, 45, 182
berobat - 97, 101, 145, 157, 164
bertahan - 49
BGM - 66-68
bibit - 73-74

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

185

bidan - 3, 37-39, 41, 49, 51, 91,


139-141, 145, 152-155, 158-160,
163-164, 170, 176, 178, 180
biskuit - 69
BLH - 114, 126-128, 130-131, 134,
178-179
block grant - 170
bottom to top - 23
box - 171
BPJS - 158
BPS - 11, 13-14, 19-20, 29, 115,
117, 127, 135, 181
bronkhus - 94
bronkopneumonia - 94
bubur - 57, 75
bumil - 51, 103, 176
C
cacing - 77, 103
cakupan - 4, 27, 40, 42-43, 46-48,
58-63, 65-66, 99, 172
campak - 42, 84-85
capacity building - 23
cemerlang - 58
cleaning service - 175
content analysis - 6
Coral Tri-angle Center - 7
cuci - 3, 37, 39, 41, 89, 92-93
D
daerah - vi, 1, 4, 6, 9, 16, 18, 22,
24, 31-32, 34, 36, 45, 49, 52, 71,
77-78, 83, 86, 90-91, 98, 101-102,
113-114, 119-121, 126-129, 134,

186

136, 139, 143-146, 152, 158, 162163, 172-174, 182-183, ii


daging - 57, 105
dampak - 94, 168, 170
dana BOK - 26, 49, 57, 178
DAU - 134, 177
DBD - 102-103
DBK - 4
demografi - 11
denda - 64-66, 169, 176
derajat - 50, 52, 71, 137, 139, 160,
165
dermaga - 35, 167
desa - 2-3, 23, 33, 37-42, 49-50,
52, 54-55, 65-66, 72-73, 76, 9091, 94, 101-103, 113-114, 124125, 129-134, 137, 139-141, 144,
160, 166-170, 172, 175-176, 179
desentralisasi - 143-144, 170
diabetes - 3, 38, 40, 42, 105, 107108, 181
diabetes mellitus - 38, 40, 42,
107, 181
diagnosis - 98, 181
diare - 3, 37-39, 41, 77-82, 84, 8794, 103-104, 116, 161
dinkes - 22-23, 26, 144, 152, 169,
172, 178-179
diploma - 16
disabilitas - 38-39, 41
distribusi - 11
diving - 35
DKP3K - 114, 126-128, 134

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

dokter - 3, 37-39, 41, 97, 139-141,


159, 162-164, 168, 173, 178-179
dokumen - 6, 75, 115, 127
dominasi - 29
door to door - 59, 160
DPA - 6, 161
drainase - 114, 128, 131, 135, 178
dukun bayi - 168
E
efisiensi - 139, 162
EHRA - 116-117
EKG - 172
ekonomi - 1-2, 12, 16-18, 20, 66,
70, 72, 144, 163, v
ekosistem - 36
elektronik - 26, 86, 131
endemis -101-102
energi - 2, 38, 40, 42, 66, 121,
129, 147
evaluasi - 6, 23, 27, 80, 130
F
fantastis - 17
farmasi - 174, 180
fasilitas - 3, 12-13, 23, 38-39, 41,
81, 92-93, 106, 109, 113-114,
139-140, 143-144, 149-150, 152,
154-156, 158-159, 165, 167, 169,
179
faskes - 37
filaria - 103
filariasis -103
fiskal - 16

formal - 5, 14
frekuensi - 30, 87
G
galon aqua - 125
gangguan - 3, 37, 39, 41, 94, 105
gedung - 50, 72-73, 168-169, 179
gelombang - 30, 35
geografi - 7, 26
geografis - 8, 43, 87, 162, v
geologi - 29
gigi - 3, 37-42, 179
gizi - 2, 21-24, 37, 39, 41, 45-49,
51, 59-60, 62, 66, 68-70, 73-74,
76-77, 91, 142, 159, 177, 179-180,
183
gizi buruk - 2, 21-22, 37, 39, 41,
46-48, 51, 66, 68-69
goa-goa - 36
gratis - 123, 143, 145, 151, 157158, 163, 178-179
ground water - 119
grumosol - 29
guci - 124
gugusan - 1, 7
H
hadiah - 63, 150
hepatitis - 78
hiperglikemia - 107
hipertensi - 3, 37, 39, 41, 104-107,
182
hipotrofi - 67
historis - 33

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

187

holtikultura - 73
honor - 49, 161-162, 175
honorer - 50-51, 161-162, 175
hortikultura - 30-31
host - 77
hukuman - 64-65
Human Immunodeficiency Virus98
humanus - 95
hutan - 30, 32-34
I
ibu hamil - 51, 143, 156, 160, 170
ice gel - 171
icon - 90
iklim - 7, 29, 181
ilmu - 33, 52, 145, 155, 162, iii
import - 101
imunisasi - 2, 4, 37, 39-43, 46-48,
59, 61-65, 142, 149, 175, 179
imunologi - 94
inang - 77
indeks - 1, 4, 16, 18, 37-38, 43, 78,
109, 140-141, 153, 182, iv
indikator - 1-6, 18, 20-21, 37-43,
46-48, 79, 82-86, 104, 109-112,
139-142
individu - 27, 132, 147
infeksi - 67, 78-80, 94-95, 98, 104105, 181, 183
informan - 5-6, 27, 53, 62, 69, 87,
90, 93, 102, 104-107, 155

188

informasi - 5, 50, 53, 76, 86-87,


116-117, 122, 131, 133, 139, 156,
178
informatika - 130
infrastruktur - 20, 22-23, 30, 32,
35, 113, 126, 128, 135-136, 144,
167-168, 177
injury - 105
inkubator - 172-173
inovasi - 6, 139, 149, 158-161,
170-172
insenerator - 172
insentif - 23, 26, 49, 72, 75, 155156, 159, 162-163, 169-170, 176,
178
intervensi - 54, 59, 66, 69-70, 125,
143, 148
IPAL - 118, 131, 137
IPKM - 1-6, 27, 37-48, 52, 54, 7879, 81, 87, 104, 109-112, 139-142,
146, 153, 182
IPM - 1, 18
ISPA - 3, 37, 39, 41, 78-82, 84, 87,
94, 104
jamban - 3, 37-38, 40, 42, 92-93,
113, 115-118, 128, 135-137, 169,
178
jamban sehat - 117-118
Jamkesda - 145, 151, 157-158,
178
jampersal - 143, 150, 158
Jampersal - 150, 158
jaringan - 20, 27, 66, 94, 104, 135,
171

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

juru - 61, 85
justifikasi - 43, 109
kabupaten - 1, 4-5, 7-25, 27,
29-36, 38-46, 48-50, 52, 54-55,
59-61, 67-74, 76, 78-82, 87-90,
94-103, 105-106, 110-118, 120122, 126-131, 134-135, 140-146,
152, 157-159, 161-163, 165, 167,
171-173, 175, 181-182
kader - 5, 23, 51, 55-62, 72, 75-76,
92, 103, 169, 178
Kadinkes - 27, 144, 146-149, 151,
178
kambing - 31, 105
kamera - 6
kampanye - 135
kanker - 105
kapal - 9, 26, 30, 90, 163, 174
kapasitas - 16, 120-121, 176
kardiovaskular - 105
karst - 119-120
kasus - 6, 21-22, 43, 68, 70, 80,
82, 84, 87-91, 93-98, 101-103,
105, 109
kawasan - 7, 20, 30, 32-34, 36,
133-134
KB - 13, 72, 91, 129-130, 169
Kebidanan - 173
kebijakan -5, 22, 49-50, 52, 59,
62-63, 71, 114, 125-128, 142-145,
149, 161, 163-164, 168, 175-176
kebun - 90, 93, 115, 133
kebutuhan - 22, 30-31, 73, 120,
124, 172

kecamatan - 3, 9-13, 19, 31, 3334, 37-39, 41, 44, 52, 87-90, 94,
123-125, 132-133, 136, 139-140,
144, 165, 167-168, 179
kecukupan -3, 37-42, 139-141
kedap air - 117-118
kegiatan - 12, 22-24, 26-27, 32,
34, 36, 43, 50-51, 55-61, 63, 7172, 74-76, 83-87, 97, 112-115,
118-119, 123, 125, 127-128, 131137, 149, 167-169, 172, 175-176,
178
kehamilan - 2, 37-39, 42, 149, 155
kehidupan - 18, 20, 36, 45, 126
KEK - 37-38, 40, 42
kelambu - 102-103
kelamin - 11
kelautan - 7, 9, 34, 36
kemampuan - 16, 27, 75, 172
kemasan - 108, 123, 125
kematian - 21, 77, 95, 144, 158,
168
kemiskinan - 4, 46, 77-78, 183
kemitraan - 145, 152-153, 176177, 179
kenaikan - 4, 40, 43, 48, 60, 64-66,
97, 109, 111
KEP - 66
kepadatan - 11
kepentingan - 30
kepercayaan - 153, 176
kepulauan - 1, 19, 26, 33-36, 43,
49, 87, 110, 144, 174
keramba - 34

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

189

keriput - 66
kesehatan - 1-6, 21-27, 37-43, 4547, 49-56, 58-61, 67-75, 78, 8083, 86-87, 89, 91-100, 102-103,
109-110, 112-114, 116, 118-119,
125-128, 130-133, 136-137, 139179, 181-182
kesejahteraan - 1, 12, 18, 126, 145
kesenjangan - 4, 133
kesimpulan - 6, 175
kesling - 43, 180
kesmas - 180
kesuburan - 29
ketersediaan - 20, 35, 43, 128,
135, 143, 172
khatulistiwa - 7
KIA - 42, 51-52, 91
kimia - 94, 125
kinerja - 20, 27, 49, 72, 75, 134,
142, 147, 177
KLB - 83, 90
klimatologi - 29
KMS - 66
kompetensi - 6
komposisi - 15
komposit - 43
Komunal - 132
komunikasi - 15, 130, 148, 167
komunitas - 90
kondisi - 4, 9, 12, 20, 31, 48, 66,
73, 78, 82, 92-93, 115-116, 118,
127, 143, 170
konsumsi - 31, 39, 41, 74, 90, 98,
118, 123-125, 137

190

kontaminasi - 90
kontrak - 163
kontrasepsi - 2, 37-39, 41
kontrol - 70, 89, 132, 160
kotoran - 118, 137
kriteria - 2
kualitas - 18, 54, 123, 126, 137,
143, 167
kualitatif - 4-6, 43, 142, iv
kuantitas - 54, 142
kuantitatif - 5-6
kulit - 66-67, 77, 89, 116
kunjungan - 2, 37-39, 41, 46, 55,
64-66, 142
kurus - 38-39, 41, 46-47, 66
kusta - 84-85, 99-101, 103
kwashiorkor - 66-67
laboratorium - 101
lahan - 30-32, 134
laki-laki - 11, 15, 56
landai - 117
latosol - 29
laut - 1, 7, 9-10, 32-36, 90, 93,
107, 115, 117, 126, 137, 174
leadership - 144
leher angsa - 109, 116
lembaga - 6, 113, 130, 168-169,
178
limbah - 113, 116, 118-119, 128,
131-132, 136-137, 178
lindung - 30, 32
lingkungan - 3, 6, 37-38, 43, 8990, 94, 97, 103-104, 109-110,

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

112-114, 116, 119, 125-128, 130132, 134-137, 159, 168, 177


lintas - 5-6, 71, 109, 114, 125,
127, 130-131, 135, 137, 167-168,
179
literatur - 6
lokal - 31, 33, 35, 43, 87, 116, 131,
144, 158, 160-162, 179
lost generation - 45
LSM - 113-114, 130
lulus - 53, 62-63, 149, 175
malaria - 77-78, 85, 101-103
malnutrisi - 94
malu - 50, 150-151
mandi - 90, 92-93, 120
marak - 152
marasmic-kwashiorkor - 66
marasmus - 66-67
masyarakat - 1, 4-6, 12, 18, 20,
22-23, 26-27, 31-32, 35, 38, 4951, 53, 55, 58, 62, 64-65, 70-71,
73-76, 78, 80, 89-93, 98-99, 102107, 109, 113-114, 116-121, 123126, 128, 131-137, 139, 143-150,
152-158, 160, 164-165, 167, 169171, 173-174, 176-179, 182
MCK - 89, 113, 123, 125
mediteran - 29
melahirkan - 143-144, 149-150,
152-156, 158, 169-170, 173, 176177
melaut - 30
mempraktikkan - 52

menampung - 119, 123, 132, 137,


149
mengabdi - 52
mengenyam - 52
mental - 3, 37, 39, 41, 67
menular - 3, 6, 37-38, 43, 77-79,
82-83, 85, 87, 90-91, 93, 95, 98,
101, 103-106, 143, 177, 182-183
merantau - 98-99, 102
merokok 3, 37-39, 41
metabolik - 107
metode - 5
MI - 12-13
mikroskop - 173
miris - 70
misi - 1, 126
miskin - 14, 17, 19, 78, 151, 156,
170
MKJP - 2, 37-39, 41
model - 2, 40, 49, 136, 141, 175
monitoring - 27, 130
monopoli - 130
motivasi - 27, 49, 62, 147, 151,
155, 162, 179
mulut - 3, 37, 39, 41
musim - 26, 29, 35, 89-90, 92-93,
104, 116, 163
musrenbang - 23, 169
mutlak - 46-47, 79, 139, 141
mycobacterium tuberculosis - 95
nakes - 37, 97, 152-153, 156
nasional - 2, 4, 9, 14, 33-34, 37,
40, 42, 72, 81-82, 104, 141, 143,
153, 156, 158

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

191

nelayan - 30, 35-36


neonatal - 2, 37-39, 41, 46, 142
non-formal - 5
normal - 69, 174
obat - 97, 139, 164, 172, 174, 177
obesitas - 3, 37-38, 40, 42
observasi - 90
organik - 29, 132-133
organisol - 29
otak - 27, 105, 147
out of pocket - 156
pancaroba - 29, 92-93, 116
panorama - 36
pantai - 32-34, 36, 90, 134, 168
paramedis - 159, 162-163
pariwisata - 9, 33-34, 36, 148
partisipasi - 14-15, 170, 176
partus - 160, 176
pasangkan - 53
paud - 12
PDAM - 109, 114, 119-123
PDRB - 16-17, 78
pedoman - 6, 127, 181
pegunungan - 36
pekerja - 49
pelaporan - 26, 177
peluang - 49-50, 143
pembangunan - 1, 4, 18, 22-23,
32, 35, 38, 43, 45, 72-73, 78, 109,
112-115, 118, 125-131, 135-137,
143-144, 166, 168, 175, 177-179,
182
pembayaran - 125, 155, 161

192

pemberantasan - 77, 83, 85, 87,


90-91, 93-94, 98, 181
pembiayaan - 24, 26, 103, 139,
176
pemekaran - 1, 111-112, 115
pemenuhan - 6, 139, 158
pemerataan - 1, 126, 139, 151
pemipaan - 89, 122-123, 125
pemukiman - 30, 115, 126, 135,
175, 178-179
penalti - 178
penampungan air - 102, 122-124,
169
penanggulangan - 69, 82-83, 96,
98-100, 102, 177, 181-182
pencatatan - 26, 42, 57, 75, 113,
160
pencegahan - 26, 82, 85, 93, 146,
158, 160, 177
pendaftaran - 57, 75
pendamping - 66, 69
pendataan - 51, 160
pendekatan - 167
penderita - 77, 79, 84, 91, 93, 95,
97-99, 101-102, 137, 174
pendidikan - 1, 12-15, 18, 22, 50,
52, 77, 92-93, 97, 144, 148, 161
penduduk - 3, 11-15, 17, 32, 37,
77-78, 80, 90, 119-120, 123, 135,
139-140, 157, 160-161
penduduk miskin - 14, 17, 78
peneliti 34, 51, 56, 63, 69, 74-75,
124, 154, 171-173
penelitian - 4-6, 182

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

pengalengan - 35
pengamatan - 5, 118, 172, 182
pengawasan - 27, 70, 127, 178
pengelolaan - 32, 34, 36, 113-114,
122-123, 126-128, 131-136, 178
pengembangan - 2, 30-32, 34-36,
38-41, 109-110, 140-141, 167,
177, 182
pengetahuan - 6, 33, 53, 66, 97,
116
penggerak PKK - 76
penimbangan - 2, 37, 39, 41, 4648, 57-62, 65-66, 75, 175
peningkatan - 1, 4, 6, 13, 16-18,
22-23, 27, 45, 49, 54, 59, 63, 70,
79, 95, 107, 110, 122, 128, 131,
133-135, 139, 142-143, 152-153,
155-156, 159, 166-167, 176-177,
179
penunjang - 49-53, 97, 145, 159162, 165, 175
penurunan - 15, 17, 20-21, 25, 48,
54, 60, 78, 98, 109-111
penyakit - 3, 6, 37-38, 43, 67, 70,
77-83, 85, 87, 90-96, 98-99, 101108, 137, 139, 143, 156, 177, 181183
penyakit tidak menular - 3, 6, 3738, 43, 77, 104-106, 182
penyuluhan - 26, 50-53, 57, 7071, 74-76, 86, 91-93, 102-103,
131-132, 145, 160-161, 171, 179
perairan - 32-34

peran - 55, 75, 135, 152-154, 167171, 179


peraturan - 6, 16, 34, 64-66, 136,
169, 173-174, 176
perawat - 91, 147, 159, 163, 180
perawatan - 114, 128, 156, 168
perbukitan - 49, 116, 119
perdagangan - 15, 167
perempuan - 11, 15, 56, 72, 129130, 169
perencanaan - 22-23, 26, 29, 35,
113, 127, 129, 168, 176-177
perikanan - 7, 9, 34-36
perilaku 3, 37-39, 41, 43, 53, 90,
104, 107, 116, 128
peringkat - 4, 27, 40, 45-46, 111112
perkapita - 17, 109
perkawinan - 62
perkuliahan - 52
pernyataan - 51, 60
persalinan - 3, 37-39, 41, 139-141,
145, 152-155, 158, 160, 168, 174,
176
persentase - 4, 10, 25, 46-47, 78,
117, 152
perspektif - 5
pertanian - 15, 30-31, 167
pertumbuhan - 16-17, 20, 45, 58,
62, 64-65, 135
perubahan - 2, 4, 38, 40, 46-48,
54-55, 67, 87, 104-105, 136, 140142, 154, 158, 165
pesat - 4

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

193

peternakan - 31-32
petugas - 26, 49-53, 58-62, 70, 75,
83, 85, 91, 93, 96-99, 101-102,
114, 132, 143, 146, 148, 151-152,
154-155, 159-162, 167, 170, 178179
PHBS - 23, 86, 89, 94, 116, 128,
131
PHLN - 24
pilar - 1
PKK - 51-52, 71-72, 76, 91, 130,
167-169
plengsengan - 116
plus - 103, 153
PMT-PASI - 69
PMT-pemulihan - 69
pneumonia - 3, 37, 39, 41, 78-82,
84, 87, 94-95, 181
PNPM Mandiri - 73, 125
Podes - 2
podsolik - 29
pokja - 115, 117, 127-131, 135,
169, 179, 181
polindes - 144, 165-166, 173, 175,
179
polio - 42
pompa air - 93
populasi - 94
positif - 40, 47-48, 50, 71, 95, 97,
101, 143, 147, 153, 168, 170
poskesdes - 142, 144-145, 160,
165-166, 173, 175, 179
posyandu - 3, 23, 37-38, 40, 4243, 51, 53-66, 71-73, 75-76, 92,

194

139-142, 149, 160, 165, 168-169,


175-176, 178-179
potensi - 2, 7, 9, 30-32, 34-36
PPOK - 105
prasarana - 35, 72, 98, 143, 165,
176
prevalensi - 21, 42, 46-48, 78, 8182, 87, 106-107
preventif - 26, 146, 178
prioritas 1, 90-91, 93-94, 103,
127, 137
produktif - 12
profil - 6, 21-22, 25, 42, 54-55,
60-61, 67-68, 80, 87, 89, 95-96,
100, 102, 116, 152, 157, 159, 165,
181-182
program - 5, 22-24, 26-27, 30, 42,
49-52, 59-60, 68, 72-76, 82-87,
90-91, 93, 96-97, 102, 114-115,
118-119, 123, 125-128, 130-131,
134, 136-137, 144-146, 148, 152153, 158, 161-162, 167-168, 171,
175-179
PROHISAN - 131
promkes - 23, 177
promotif - 26, 146
proporsi - 3, 20, 37-42, 139-141
provinsi - 1, 7, 17, 33, 45-46, 81,
182-183
PTT - 97, 159, 163, 178
pulau - 1, 5, 7, 9, 12, 26, 29, 3133, 43, 51-53, 55, 57-65, 69-70,
72, 76, 87-89, 95-96, 113, 116,

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

119, 121, 123-125, 132-134, 149151, 154-156, 163, 166-172, 174


puskesmas - 5, 23-24, 26, 39, 41,
44, 49-53, 55, 57-66, 69-70, 72,
75-77, 81, 83, 85, 87, 91, 93-94,
96-99, 101-102, 107-108, 140142, 144-145, 147-151, 153-156,
159-162, 164-173, 175-176, 178179
pustu - 166
putra daerah - 52
racikan - 174
ranking - 40, 42-43, 46, 104, 142
rapelan - 156
rasio - 11, 15, 39, 41, 140-141
recorder - 6
region disparity - 4
registrasi - 160
regulasi - 50, 143
rekruitmen - 175
rencana strategis - 6, 182
rendah - 16-18, 29, 45, 66, 73
rentan - 66, 94, 118, 136
reproduksi - 2, 37-38, 43
resep - 174
resources - 179
retribusi - 173-174
reward - 62-63, 175
rewel - 66-67
RIPPDA - 36
Riskesdas - 2, 42-43, 48, 78, 81
ronda - 56
RPJMD - 6, 22-23, 144, 168
RPJPD - 6, 8, 10, 22, 78

RS - 98, 101, 163


RSE - 48
RTRW - 30
saluran - 78-80, 92-93, 104, 113114, 128, 132, 135, 181
sampah - 89, 94, 128, 132-136
sando - 6, 145, 153-156, 176
sanitasi - 3, 20, 37, 39, 41, 77,
109-113, 115, 117, 119, 126-131,
135-137, 175, 178-179, 181
SanitationWhite Book - 115
sarana - 12-13, 35, 72, 98, 112113, 116, 121-122, 124-125, 131,
135, 143, 165, 167, 170, 173, 176,
178
sarjana - 16, 49-50, 161
sasaran - 79, 92-93, 102, 143, 160
SD - 12-16, 56
SDM - 22, 27, 45, 49-50, 132, 159,
172
sederajat - 15-16
sekolah - 12, 14-15, 91-93, 131,
162, 179
sektor - 5-6, 9, 15, 22, 31, 34, 36,
71, 75, 109, 130, 135, 145-146,
148, 167-168, 179, vi
sektoral - 71, 114, 125, 127, 130131, 137
sekunder - 6, 105
sempadan - 32
septic tank -117-119, 132, 136137
seremonial - 63

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

195

signifikan - 4, 17, 60, 64-65, 78,


146
siklus - 45, 103
sistem - 27, 31, 33, 85, 98, 113,
116-118, 123, 132, 136-137, 139,
143-144, 146, 148, 156, 177
skema - 6, 136
skor - 37-38, 40, 45-46
SKPD - 23, 71, 114, 123, 125-131,
134-135, 137, 167, 177-179
SMA - 13, 15-16, 49-50, 145, 175
SMP - 15-16
Sosial Ekonomi - 2
sosial - 2, 12, 15, 20, 139, 157-158
speaker - 76
species - 34-35
stakeholder - 132, 134
standar - 18, 106, 135
status gizi - 21, 45-46, 48-49, 59,
69-70, 73, 142
stimulan - 135
strategi - 23, 125, 143, 148
strategis - 6-7, 182
strength and weakness - 5
stroke - 105-106, 183
struktur - 11, 173, 178
stunting - 48
subindikator - 140-141
subkutis - 67
sukarela - 52, 159, 161-162, 175
sumber air - 93, 117-118, 120121, 136
sumberdaya - 7, 34, 36, 126, 167,
176

196

sumur - 90, 93, 109, 118, 122, 125


sungai - 32, 117-118, 136
survei - 2, 11, 103, 117
SUSENAS - 2
susu - 69
sweeping - 26, 43, 59-62, 175
tabel - 2, 9-14, 18-22, 25, 38-41,
43, 46-47, 66, 79-83, 87-89, 9496, 99-100, 110-112, 120-122,
139-140, 165, 173
tambak - 34
tanggap - 139
tanggungan - 12
tanggungjawab - 50, 127
tantangan - 5, 26, 144, 149, 159,
162, 171-172
target - 82-86, 93, 137, 153
tarif - 173
TB - 26, 84, 86, 95-98, 103, 182
TDS - 106
teknis - 50, 85, 129, 142, 145-146,
148
teknologi - 35, 104, 139
tenaga kesehatan 3, 38-39, 41, 50,
80, 93, 139-141, 147-150, 152156, 158-159, 162-163, 168-169,
178
terkikis - 31
terobosan - 5-6, 45, 48, 54-55, 58,
63, 146
terpencil - 162-163, 172
tinja - 117
tofa/loba/lia - 119-120
tokoh - 5, 76, 132-134, 150, 167

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

torn air - 169


tradisional - 145, 152
transport - 53, 72, 169, 172, 177
transportasi - 9, 15, 168, 170-171
treatment - 106, 137
trend - 78, 106, 152
tuberkulosis - 77-78, 95, 182
tupoksi - 53, 114, 126-127, 129,
131, 135
ulangtahun - 54, 56, 58, 175
umur harapan hidup - 1, 18
undangan - 56
USG - 172
UU - 1, 80
vaksin - 43, 83-84, 171-172
variabel - 5, 46
visit - 173
volunteer - 49-50, 52-53, 60, 149,
159, 161-162, 175
waduk - 32
wawancara - 5-6, 116, 118, 132134, 172
wilayah - 9-11, 19-20, 30-31, 3334, 36, 44-45, 49, 52, 55, 59, 6162, 65, 71, 75-76, 87, 93, 110-111,
113, 115-116, 118-123, 125-126,
132-137, 144, 149, 155, 167, 176
wisata - 9, 33, 36
wisatawan - 9

Menyelami Keberhasilan IPKM Kabupaten Kepulauan Wakatobi

197

Anda mungkin juga menyukai