Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penulisan
Sejak terbitnya PP No. 24 tahun 2005, setiap unit pelaporan pada instansi
pemerintah wajib untuk menyusun neraca sebagai bagian dari laporan keuangan
pemerintah.

Pengakuan/pencatatan,

pengukuran/penilaian,

dan

penyajian

serta

pengungkapan aset tetap menjadi focus utama karena aset tetap memiliki nilai yang
sangat signifikan dan memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi.
Akuntansi asset tetap telah diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi
Pemerintahan Nomor 07(PSAP 07) dari Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 2005, maupun PSAP07 dari Lampiran II Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun
2010. PSAP07 tersebut memberikan pedoman bagi pemerintah dalam melakukan
pengakuan,

pengukuran,

dan

penyajian

serta pengungkapan

aset tetap

berdasarkan peristiwa (events) yang terjadi, seperti perolehan aset tetap pertama kali,
pemeliharaan aset tetap, pertukaran asset tetap, perolehan asset dari hibah/donasi,
dan penyusutan.
Dalam PSAP07 dinyatakan bahwa asset tetap adalah asset berwujud yang
mempunyai

masa manfaat lebih dari 12 (duabelas) bulan untuk digunakan dalam

kegiatan pemerintah

atau dimanfaatkan untuk kepentingan umum. Lebih lanjut,

dalam Paragraf 8, asset tetap diklasifikasikan berdasarkan kesamaan sifat atau


fungsinya dalam aktivitas operasi entitas.
Aset tetap dibagi menjadi 5 klasifikasi, yaitu:
1. Tanah;
2. Peralatan dan Mesin;
3. Jalan, Irigasi, dan Jaringan;
4. Aset Tetap Lainnya; dan
5. Konstruksi dalam Pengerjaan.
Pemahaman tentang asset tetap, permasalahan dan solusinya menjadi hal
yang sangat penting bagi penyusun laporan keuangan, aparat pengawasan internal
pemerintah yang melakukan review atas laporan keuangan, dan auditor eksternal yang
melakukan audit

atas laporan keuangan pemerintah baik pusat maupun daerah.

Dengan pemahaman yang

memadai tentang hal tersebut diharapkan laporan

keuangan akan menjadi lebih berkualitas dengan opini wajar tanpa pengecualian.
Beberapa permasalahan terkait asset tetap yang akan diulas dalam tulisan ini
dengan

tujuan untuk memberikan panduan bagi pihak yang berkepentingan untuk

memahami lebih lanjut perlakuan asset tetap dalam laporan keuangan pemerintah.
B. Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya adalah solusi dan strategi apa yang bisa
dilakukan untuk mengatasi permasalahan aset tetap khususnya dalam hal pengambilan
1

kebijakan akuntansi dan peraturan daerah dalam rangka penerapan Peraturan


Pemerintah No. 27 tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan
Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2010 tentang SAP Standar Akuntansi Pemerintah?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan disusunnya Karya Tulis ini adalah memformulasikan solusi dan strategi
dalam pengambilan kebijakan akuntansi dan peraturan daerah yang telah disesuaikan
dengan Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2010 tentang SAP Standar
Akuntansi Pemerintah untuk mengatasi permasalahan aset.
D. Metode Penelitian
Untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penulisan ini, penulis
menggunakan dua jenis data yaitu :
1. Data Primer
Merupakan data yang diambil secara langsung dari instansi yaitu melalui wawancara
langsung.
2. Data sekunder
Merupakan data yang diperoleh penulis dengan cara mempelajari studi pustaka dan
dengan mengumpulkan data-data resmi/arsip-arsip yang ada pada instansi, berupa
produk hukum dan peraturan perundang-undangan.
E. Ruang Lingkup Pembahasan
Ruang lingkup pembahasan yang disusun adalah sebagai berikut:
BAB I

PENDAHULUAN
Bab ini berisi Latar Belakang Penulisan, Perumusan Masalah, Tujuan
Penulisan, Metode Penelitian dan Ruang Lingkup Pembahasan

BAB II

RUMUSAN MASALAH
Bab ini memuat Gambaran Kondisi yang Diinginkan, Gambaran Kondisi yang
Sebenarnya dan Rumusan Permasalahan.

BAB III ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH


Bab ini membahas Analisis Permasalahan dan Alternatif Pemecahan Masalah.
BAB IV PENUTUP
Bab ini memuat Kesimpulan dan Saran.

BAB II
RUMUSAN MASALAH

A. Gambaran Kondisi yang Diinginkan


Secara umum, barang adalah bagian dari kekayaan yang merupakan satuan
tertentu yang dapat dinilai/dihitung/diukur/ditimbang dan dinilai, tidak termasuk uang dan
surat berharga. Tetapi ada hal penting yang harus dipahami dalam pengelolaan barang
milik daerah, yakni terdapat perbedaan antara Barang Milik Daerah dengan Barang
Milik Negara. Menurut Undang-undang Nomor 1 tahun 2004, Barang Milik Negara
(BMN) adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal
dari perolehan lainnya yang sah. Perolehan lainnya yang sah antara lain berasal dari
hibah dan rampasan/sitaan.
Sementara itu yang dimaksud dengan barang milik daerah dalam Permendagri
Nomor 17 tahun 2007 adalah semua kekayaan daerah baik yang dibeli atau diperoleh
atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah maupun yang berasal dari
perolehan lain yang sah baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak beserta
bagian-bagiannya ataupun yang merupakan satuan tertentu yang dapat dinilai, dihitung,
diukur atau ditimbang termasuk hewan dan tumbuh-tumbuhan kecuali uang dan suratsurat berharga lainnya. Dimana pengelolaan barang milik negara/daerah dilaksanakan
berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, transparansi dan keterbukaan, efisiensi,
akuntabilitas, dan kepastian nilai.
Pertanggungjawaban atas BMD kemudian menjadi semakin penting ketika
pemerintah wajib menyampaikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBD dalam
bentuk laporan keuangan yang disusun melalui suatu proses akuntansi atas transaksi
keuangan, aset, hutang, ekuitas dana, pendapatan dan belanja, termasuk transaksi
pembiayaan dan perhitungan. Informasi BMD memberikan sumbangan yang signifikan
di dalam laporan keuangan (neraca) yaitu berkaitan dengan pospos persedian, aset
tetap, maupun aset lainnya.
Pemerintah wajib melakukan pengamanan terhadap BMD. Pengamanan
tersebut meliputi pengamanan fisik, pengamanan administratif, dan pengamanan
hukum. Dalam rangka pengamanan administratif dibutuhkan sistem penatausahaan
yang dapat menciptakan pengendalian (controlling) atas BMD. Selain berfungsi sebagai
alat kontrol, sistem penatausahaan tersebut juga harus dapat memenuhi kebutuhan
manajemen

pemerintah

di

dalam

perencanaan

pengadaan,

pengembangan,

pemeliharaan, maupun penghapusan (disposal).


Pengelolaan barang milik Negara/Daerah merupakan fungsi yang sangat
strategis dan vital. Dilihat dari sudut politik, hal ini berhubungan langsung dengan
kedaulatan rakyat untuk melindungi segenap tumpah darah dan tanah air Indonesia,
yaitu bahwa setiap jengkal wilayah NKRI harus kita jaga dan pelihara agar tidak jatuh ke
tangan pihak luar. Sedangkan dari sudut fiskal, pengelolaan barang milik negara/daerah
harus menjadi concern kita bersama, bahwa hampir kurang lebih 80 % dari komposisi
aset daerah kita adalah berbentuk aset tetap (tanah dan/atau bangunan), dimana pada
3

Laporan Keuangan beberapa tahun belakangan ini masih menjadi persoalan dan
sorotan auditor eksternal pemerintah (BPK) dalam memberikan opini, dimana aset
daerah belum terinventarisasi dengan baik dan memadai sehingga berakibat Laporan
Keuangan tersebut kualitasnya masih belum baik.
Sebagaimana diketahui, Laporan Keuangan Pemerintah Kota Batu tahun 20082010 oleh Badan Pemeriksa Keuangan dinyatakan disclaimer / tidak memberikan
pendapat apapun. Sedangkan Laporan Keuangan Pemerintah Kota Batu tahun 20112013 memperoleh peningkatan opini menjadi Wajar Dengan Pengecualian (WDP).
Laporan Keuangan merupakan rapor pemerintah dalam mempertanggungjawabkan
amanat yang dipercayakan rakyat, utamanya yang terkait dengan penggunaan
anggaran/dana publik, juga kepada stakeholder lainnya. Oleh sebab itu, pada tahun
2011 Pemerintah Kota Batu melalui Bagian Perlengkapan melakukan langkah
inventarisasi

dan

revaluasi

aset/kekayaan

negara

diharapkan

akan

mampu

memperbaiki/menyempurnakan administrasi pengelolaan BMD untuk meningkatkan


opini. Sehingga, diharapkan pada tahun 2014 dan seterusnya Penilaian BPK-RI
terhadap Pemeriksaan Laporan Keuangan Daerah dapat meningkat menjadi opini Wajar
Tanpa Pengecualian (WTP), meskipun hasil pemeriksaan BPK-RI pada tahun 2012 dan
2013 pos Aset Tetap sudah tidak lagi menyumbang catatan yang materiil terhadap
Penatausahaan Aset Tetap.
Dengan beberapa fakta yang terjadi maka sangatlah tepat jika pemerintah Kota
Batu mengambil kebijakan dengan menetapkan beberapa produk hukum dan
peraturan/kebijakan daerah yang disesuaikan dengan beberapa Peraturan Pusat
diantaranya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 tahun 2007 tentang Pedoman
Teknis Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun
2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan Peraturan Pemerintah No.
71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) sehingga diharapkan dapat
memperbaiki/menyempurnakan administrasi pengelolaan Barang Milik Daerah (BMD)
yang ada saat ini. Dimana regulasi seperti ini diharapkan juga akan berpengaruh
terhadap pengamanan aset daerah yang nantinya berdampak pemanfaatan BMD yang
lebih optimal sehingga dapat menunjang peningkatan pelayanan publik.

B. Gambaran Kondisi yang Sebenarnya


Laporan Keuangan Pemerintah Kota Batu tahun 2008- 2010 oleh Badan
Pemeriksa Keuangan dinyatakan disclaimer / tidak memberikan pendapat apapun
dengan beberapa faktor antara lain :
-

Database Pemerintah Kota Batu belum dapat diakui kebenarannya.


Edit database tidak bisa dijelaskan riwayat perubahannya.
Tanah Kas Desa masuk dalam Buku Induk Inventaris Pemerintah Kota Batu.
Belum adanya peraturan daerah/Walikota tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah.

Sedangkan Laporan Keuangan Pemerintah Kota Batu tahun 2011-2013


memperoleh peningkatan opini menjadi Wajar Dengan Pengecualian (WDP), dengan
beberapa faktor antara lain :
-

Belum diterapkannya kebijakan akuntansi pemerintah yang ada.


Belum terdatanya dengan baik tanah-tanah jalan milik Pemerintah Kota Batu.
Belum adanya Surat Keputusan (SK) Pengguna BMD kepada seluruh SKPD yang

diterbitkan oleh Pengelola Barang melalui BPKAD Kota Batu.


Belum adanya produk hukum yang mengatur tentang Pengelolaan Aset berbasis
akrual khususnya dalam penerapan dan pelaksanaan Akuntansi Penyusutan
terhadap BMD.

C. Rumusan Permasalahan
Didalam Pelaksanaan Penatausahaan BMD Bidang Aset BPKAD sering
mengalami

hambatan-hambatan

yang

bersifat

teknis

khususnya

dalam

hal

pembaruan dan penerapan Kebijakan Akuntansi, peraturan daerah/walikota yang


telah disesuaikan dengan Peraturan terbaru. Atas dasar hal tersebut penulis
merangkum beberapa permasalahan dan hambatan yang ada, diantaranya :
Permasalahan pertama: bagaimana menentukan komponen biaya penunjang
yang dapat dikapitalisasi sebagai nilai aset
pelaksana kegiatan,

honorarium

panitia

tetap. Apakah honorarium panitia


pengadaan, dan honorarium panitia

pemeriksa, serta biaya lain yang sifatnya menunjang pelaksanaan pengadaan dan/atau
pembangunan asset tetap, dapat dikapitalisasi?. Hal ini berhubungan dengan belum
diterapkannya kebijakan akuntansi yang ada.
Permasalahan kedua: apakah asset tetap yang dikuasai secara fisik namun
bukti kepemilikannya tidak ada dapat diakui sebagai aset tetap milik pemerintah, dan
sebaliknya bagaimana dengan asset tetap yang memiliki bukti kepemilikan yang sah
namun dikuasai oleh pihak lain (warga). Hal ini disebabkan karena kegiatan
penyelesaian,

penertiban

dan

pengamanan

aset/BMD

masih

dalam

proses

pelaksanaan.
Permasalahan ketiga: bagaimana menentukan klasifikasi suatu asset tetap
yang lokasinya melekat pada aset tetap lain. Misalnya lift dan gedung, pagar dan
gedung, gedung dan pelataran parkir, gedung dan taman, taman dan pagar, gedung
kantor dan bangunan ibadah, apakah pencatatan dan pengukurannya dipisahkan atau
dijadikan satu klasifikasi.
Permasalahan keempat: bagaimana menentukan nilai perolehan awal, apabila
dalam perolehan aset tetap tersebut biaya penunjangnya tidak hanya untuk aset tetap
yang bersangkutan.
Permasalahan kelima: bagaimana menentukan biaya pemeliharaan yang
dapat dikapitalisasi dalam nilai asset tetap.
Permasalahan keenam: bagaimana penyajian dan pengungkapan aset tetap
yang pengadaan/pembangunannya diperuntukkan bagi pihak lain?
5

Permasalahan
pengungkapan biaya

ketujuh:

bagaimana

pengakuan

dan

penyajian

serta

pemeliharaan untuk penggantian atas kerusakan yang

diakibatkan dari suatu asset tetap milik pihak lain?

BAB III
ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH

A. Analisis Permasalahan
Permasalahan Aset Tetap dalam Pengelolaan BMD Pemerintah Kota Batu
dalam kaitannya dengan penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah perlu
dilakukan analisis guna memperoleh solusi terhadap masalah yang dihadapi.
Dalam hal ini, penulis menggunakan metode analisis 5W+1H. Analisa 5W+1H
adalah suatu metode analisis yang digunakan untuk melakukan penanggulangan
terhadap setiap akar permasalahan, yaitu :
What (apa penanggulangannya?)
Disini menjelaskan tentang langkah penanggulannya masalah yang diambil

untuk memecahkan permasalahan yang ada.


Why (mengapa ditanggulangi?)
Penjelasan mengenai penanggulangan yang dilakukan
Where (dimana penanggulangannya?)
Dimana tempat dilakukannya penanggulangan masalah.
When (kapan penanggulangannya?)
Waktu penanggulangan permasalahan tersebut.
Who (oleh siapa penanggulangannya?)
Pihak terkait yang melakukan penanggulangan terhadap permasalahan

yang ada atau biasa disebut PIC = Personal in Charge.


How (bagaimana penanggulangannya?)
Pada bagian ini berisikan detail langkah-langkah penanggulangan yang
dilakukan didalam menanggulangi permasalahan.
Dengan metode tersebut, penulis melakukan analisis terhadap permasalahanpermasalahan yang telah dikemukakan pada bab II. Hasil analisis yang dilakukan untuk
memperoleh solusi penanggulangan terhadap permasalahan yang ada adalah sebagai
berikut :
1. What?
Langkah-langkah yang harus dilakukan antara lain :
Penyempurnaan Kebijakan Akuntansi, Regulasi Daerah secara teknis dalam
Pengelolaan BMD sesuai dengan kondisi yang dihadapi.
Penerapan Pengelolaan BMD yang berbasis akrual dengan diberlakukannya
Akuntansi Penyusutan.
Merevisi Peraturan Daerah tentang Pengelolaaan BMD
Melakukan kerjasama dengan pihak terkait penyelesaian sengeketa aset,
dan bukti kepemilikan BMD (menjalin kerjasama dengan Kejaksaan Negeri
dan Badan Pertanahan Nasional).
2. Why?
Mengapa harus menanggulangi permasalahan yang ada :

Agar semua permasalahan terselesaikan dengan baik dan pelaksanaan pengelolaan


bmd berjalan secara tertib administrasi sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku dam memeperoleh peningkatan dalam manajemen/pengelolaan BMD dan
mencapai opini Wajar Tanpa Pengecualian atas Pemeriksaan BPK-RI terhadap
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.
3. Where?
Upaya penanggulangan masalah dilakukan merata di seluruh SKPD hingga tingkat
UPT/UPB dan khususnya di Bidang Aset BPKAD Kota Batu sebagai leading sector
dan pembantu pengelola barang di lingkungan Pemerintah Kota Batu.
4. When?
Penyelesaian masalah dilakukan sesegera mungkin pada saat masalah itu timbul
dengan mengambil beberapa langkah kebijakan dengan tetap berpedoman pada
Peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5. Who?
Mulai dari pengelola barang, pembantu pengelola barang, pengguna/kuasa
pengguna barang, pengurus barang, penyimpan barang hingga operator sistem,
harus secara sinergis melakukan pembenahan dan peningkatan kualitas diri dalam
rangka Penyempurnaan Pengelolaan BMD.
6. How?
Dengan melakukan koordinasi dan konsultansi dengan tenaga ahli di bidang ini dan
terus melakukan pembinaan dan asistensi secara rutin dan berkala terhadap para
unsur sebagaimana tersebut dalam item Who dalam Pengelolaan BMD dan
penyusunan Laporan Keuangan khususnya pada pos aset tetap.

B. Alternatif Pemecahan Masalah


Dari beberapa permasalahan terkait asset tetap dalam penyusunan laporan
keuangan pemerintah sebagaimana disebutkan dalam Bab II huruf C, penulis
mengemukakan beberapa alternatif pemecahan masalah dan pembahasanya sebagai
berikut :

1. Permasalahan pertama :
Bagaimana menentukan komponen biaya penunjang yang dapat dikapitalisasi
sebagai nilai aset

tetap. Apakah honorarium panitia pelaksana kegiatan,

honorarium panitia pengadaan, dan honorarium panitia pemeriksa, serta biaya


lain yang sifatnya menunjang pelaksanaan pengadaan dan/atau pembangunan
asset tetap, dapat dikapitalisasi?.
8

Pemecahan :
PSAP07 Paragraf 22 menyatakan bahwa aset tetap dinilai dengan biaya
perolehan. Apabila penilaian asset tetap dengan menggunakan biaya perolehan
tidak memungkinkan, nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat
perolehan. Selanjutnya, dalam PSAP07 paragraf 5 dinyatakan bahwa biaya
perolehan adalah jumlah kas atau setara kas yang telah dan yang masih wajib
dibayarkan atau nilai wajar imbalan lain yang telah dan yang masih

wajib

diberikan untuk memperoleh suatu asset pada saat perolehan atau konstruksi
sampai

dengan aset

tersebut dalam kondisi dan tempat yang siap untuk

dipergunakan. Artinya, biaya utama maupun biaya penunjang yang diperlukan


sampai asset tetap siap digunakan dapat dikapitalisasi sebagai biaya perolehan.
Berikut uraian lebih rinci biaya perolehan tanah, peralatan dan mesin,
serta gedung dan bangunan.
Tanah
Berdasarkan PSAP07 Paragraf 31, tanah diakui pertama kali sebesar
biaya perolehan. Biaya perolehan mencakup harga pembelian atau biaya
pembebasan tanah, biaya yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh hak
seperti

biaya

pengurusan

sertifikat,

biaya

pematangan,

pengukuran,

penimbunan, dan biaya lainnya yang dikeluarkan sampai tanah tersebut siap
pakai. Nilai tanah juga meliputi nilai bangunan tua yang akan dimusnahkan yang
terletak pada tanah yang dibeli tersebut. Apabila perolehan tanah pemerintah
dilakukan oleh panitia pengadaan, maka termasuk dalam harga perolehan tanah
adalah honor panitia pengadaan/pembebasan tanah, belanja barang dan belanja
perjalanan dinas dalam rangka perolehan tanah tersebut.
Biaya yang terkait dengan peningkatan bukti kepemilikan tanah, misalnya
dari status tanah girik menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM), dikapitalisasi sebagai
biaya perolehan tanah. Namun, biaya yang timbul atas penyelesaian sengketa
tanah, seperti biaya pengadilan dan pengacara tidak dikapitalisasi sebagai biaya
perolehan tanah.
Pengukuran suatu aset tetap harus memperhatikan kebijakan pemerintah
mengenai ketentuan nilai satuan minimum kapitalisasi asset tetap.Namun,untuk
asset tetap berupa tanah, berapapun nilai perolehannya seluruhnya dikapitalisasi
sebagai nilai tanah.
Peralatan dan Mesin
Biaya

perolehan

pengeluaran yang telah

peralatan

dan

mesin

menggambarkan

jumlah

dilakukan untuk memperoleh peralatan dan mesin

tersebut sampai siap pakai.Biaya ini antara lain meliputi harga pembelian, biaya

pengangkutan, biaya instalasi, serta biaya langsung lainnya untuk memperoleh


dan mempersiapkan sampai peralatan dan mesin tersebut siap digunakan.
Pengukuran Peralatan dan Mesin harus memperhatikan

kebijakan

pemerintah mengenai ketentuan nilai satuan minimum kapitalisasi asset tetap.


Kebijakan nilai satuan

minimum ini dapat berbeda-beda pada pemerintah

daerah, sesuai dengan karakteristik daerah masing-masing. Untuk Pemerintah


Pusat, ketentuan mengenai nilai satuan minimum mengacu kepada Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 01/KMK.12/2001 tentang Pedoman Kapitalisasi Barang
Milik/Kekayaan Negara dalam Sistem Akuntansi Pemerintah, dimana nilai satuan
minimum perolehan peralatan dan mesin adalah Rp300.000. Dengan demikian
jika biaya perolehan peralatan dan mesin kurang dari Rp300.000, maka peralatan
dan mesin tersebut tidak dapat diakui dan disajikan sebagai aset tetap.
Gedung dan bangunan
Biaya perolehan gedung dan bangunan meliputi seluruh biaya yang
dikeluarkan untuk memperoleh gedung dan bangunan sampai siap pakai. Biaya
ini antara lain meliputi harga pembelian atau biaya konstruksi, termasuk biaya
pengurusan IMB, notaris, dan pajak. Apabila penilaian Gedung dan Bangunan
dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan maka nilai asset
tetap didasarkan pada nilai wajar/taksiran pada saat perolehan.
Biaya

perolehan Gedungdan Bangunan yang dibangun

dengan cara

swakelola meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya
tidak langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan,
tenaga listrik, sewa peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan
dengan pembangunan aset tetap tersebut seperti pengurusan IMB, notaris dan
pajak. Sementara itu, Gedung dan Bangunan yang dibangun melalui kontrak
konstruksi, biaya perolehan meliputi nilai kontrak, biaya perencanaan dan
pengawasan, biaya perizinan, jasa konsultan dan pajak. Gedung dan Bangunan
yang diperoleh dari sumbangan (donasi) dicatat sebesar nilai wajar pada saat
perolehan.
Pengukuran Gedung dan Bangunan harus memperhatikan

kebijakan

pemerintah mengenai ketentuan nilai satuan minimum kapitalisasi asset tetap.


Untuk Pemerintah Pusat,

kebijakannya sesuai dengan Keputusan Menteri

Keuangan Nomor 01/KMK.12/2001 tentang

Pedoman Kapitalisasi Barang

Milik/Kekayaan Negara dalam Sistem Akuntansi Pemerintah,


bahwa nilai satuan minimum perolehan

yang mengatur

gedung dan bangunan adalah

Rp10.000.000. Artinya, jika nilai perolehan gedung

dan bangunan kurang

dari Rp10.000.000, maka gedung dan bangunan ersebut tidak dapat diakui dan
disajikan sebagai asset tetap, namun tetap diungkapkan dalam Catatan Atas
Laporan Keuangan dan dalam Laporan BMD.

10

Kesimpulannya

adalah

honorarium

panitia

pelaksana

kegiatan,

honorarium panitia pengadaan, dan honorarium panitia pemeriksa, serta biaya


lain yang sifatnya menunjang pelaksanaan pengadaan dan/atau pembangunan
asset tetap, dapat dikapitalisasi.
2. Permasalahan kedua :
Apakah asset

tetap

yang

dikuasai

secara

fisik

namun

bukti

kepemilikannya tidak ada dapat diakui sebagai aset tetap milik pemerintah, dan
sebaliknya bagaimana dengan asset tetap yang memiliki bukti kepemilikan yang
sah namun dikuasai oleh pihak lain (warga).
Pemecahan :
Permasalahan ini pada umumnya terkait dengan tanah. Dalam Buletin
Teknis No.9, dijelaskan perlakuan masalah tersebut dan perluasannya sebagai
berikut:
a.

Dalam hal tanah belum ada bukti kepemilikan yang sah, namun dikuasai
dan/atau

digunakan oleh pemerintah, maka tanah tersebut tetap harus

dicatat dan disajikan sebagai aset tetap tanah pada neraca pemerintah,
serta diungkapkan secara memadai dalam Catatan Atas LaporanKeuangan.
b.

Dalam hal tanah dimiliki oleh pemerintah, namun dikuasai dan/atau


digunakan oleh pihak

lain, maka tanah tersebut tetap harus dicatat dan

disajikan sebagai aset tetap tanah pada

neraca pemerintah, serta

diungkapkan secara memadai dalam Catatan Atas Laporan

Keuangan,

bahwa tanah tersebu dikuasai atau digunakan oleh pihak lain.


c.

Dalam hal tanah dimiliki oleh suatu entitas pemerintah, namun dikuasai
dan/atau digunakan oleh entitas pemerintah yang lain, maka tanah tersebut
dicatat dan disajikan pada neraca entitas pemerintah yang mempunyai bukti
kepemilikan, serta diungkapkan

secara memadai dalam Catatan Atas

Laporan Keuangan. Entitas pemerintah yang

menguasai dan/atau

menggunakan tanah cukup mengungkapkan tanah tersebut secara memadai


dalam Catatan Atas LaporanKeuangan.
d.

Perlakuan tanah yang masih dalam sengketa atau proses pengadilan:


1)

Dalam hal belum ada bukti kepemilikan tanah yang sah, tanah tersebut
dikuasai

dan/atau digunakan oleh pemerintah, maka tanah tersebut

tetap harus dicatat dan disajikan sebagai asset tetap tanah pada neraca
pemerintah, serta diungkapkan secara memadai dalam Catatan Atas
LaporanKeuangan.
2)

Dalam hal pemerintah belum mempunyai bukti kepemilikan tanah yang


sah, tanah tersebut dikuasai dan/atau digunakan oleh pihak lain, maka
tanah tersebut dicatat dan disajikan sebagai asset tetap tanah pada
neraca pemerintah, serta diungkapkan secara memadai dalam Catatan
Atas Laporan Keuangan.

11

3)

Dalam hal bukti kepemilikan tanah ganda, namun tanah tersebut


dikuasai dan/atau

digunakan oleh pemerintah, maka tanah tersebut

tetap harus dicatat dan disajikan sebagai asset tetap tanah pada neraca
pemerintah, serta diungkapkan secara memadai dalam Catatan Atas
Laporan Keuangan.
4)

Dalam hal bukti kepemilikan tanah ganda, namun tanah tersebut


dikuasai dan/atau digunakan oleh pihak lain, maka tanah tersebut tetap
harus dicatat dan disajikan

sebagai asset tetap tanah pada neraca

pemerintah, namun adanya sertifikat ganda harus diungkapkan secara


memadai dalam Catatan Atas Laporan Keuangan.
3. Permasalahan ketiga :
Bagaimana menentukan klasifikasi suatu asset tetap yang

lokasinya

melekat pada aset tetap lain. Misalnya lift dan gedung, pagar dan gedung,
gedung dan pelataran parkir, gedung dan taman, taman dan pagar, gedung kantor
dan bangunan ibadah, apakah pencatatan dan pengukurannya dipisahkan atau
dijadikan satu klasifikasi.
Pemecahan :
Gedung bertingkat pada dasarnya terdiri dari komponen bangunan fisik,
komponen penunjang utama yang berupa mechanica engineering (lift, instalasi
listrik beserta generator, dan sarana pendingin Air Conditioning), dan komponen
penunjang lain yang a.l. berupa
komponen

mempunyai

masa

saluran air dan telpon. Masing-masing

manfaat

yang

berbeda,

sehingga

umur

penyusutannya berbeda, serta memerlukan pola pemeliharaan yang berbeda


pula.

Perbedaan

masa

manfaat

dan

pola

pemeliharaan

menyebabkan

diperlukannya sub-akun pencatatan yang berbeda untuk masing-masing


komponen gedung bertingkat, misalnya menjadi sebagai berikut :
Gedung :
Bangunan Fisik
Taman, Jalan, Tempat Parkir dan Pagar
Instalasi AC
Instalasi Listrik dan Generator
Lift

Penyediaan Air, Saluran Air Bersih, dan Air Limbah


SaluranTelepon
Disarankan agar akuntansi pengakuan gedung bertingkat
sedemikian rupa,

diperinci

sehingga setidak-tidaknya terdapat perincian per masing-

masing komponen bangunan yang mempunyai umur masa manfaat yang sama.
Data untuk perincian tersebut dapat diperoleh pada dokumen penawaran yang
menjadi dasar kontrak konstruksi pekerjaan borongan bangunan.
4. Permasalahan keempat :
12

Bagaimana menentukan nilai perolehan awal, apabila dalam perolehan


aset tetap tersebut biaya penunjangnya tidak hanya untuk aset tetap yang
bersangkutan.
Pemecahan :
Biaya penunjang tersebut dialokasikan dengan rata-rata tertimbang.
Contoh :
Pada tanggal 20 April 20X1, Satker ABC melakukan pembelian sebuah kompleks
gedung perkantoran dengan rincian : harga beli tanah Rp 8 miliar, dan harga beli
gedung kantor Rp12 miliar, biaya notaris dan balik nama Rp 60 juta, dan pajak Rp
2 miliar. Pembelian tersebut dilakukan secara tunai melalui SPM/SP2D LS. Biaya
perolehan gedung perkantoran, termasuk nilai tanahnya adalah sebesar :
Harga perolehan

Jumlah (Rp)

- Harga beli tanah

8.000.000.000,-

- Harga beli gedung

12.000.000.000,-

- Biaya Notaris dan balik nama

60.000.000,-

- Pajak

2.000.000.000,-

Total

22.060.000.000,-

Untuk mengalokasikan biaya notaris, balik nama, dan pajak dapat


dilakukan dengan rata-rata tertimbang, sehingga nilai masing-masing tanah serta
gedung/bangunan adalah:
- Tanah

= Rp. 8 miliar + (Rp 2.060.000.000X8/20)

= Rp 8.824.000.000,-

- Bangunan = Rp.12 miliar + (Rp 2.060.000.000X12/20) = Rp 13.236.000.000,5. Permasalahan kelima :


Bagaimana menentukan biaya pemeliharaan yang dapat

dikapitalisasi

dalam nilai asset tetap.


Pemecahan :
Setelah asset diperoleh, Pemerintah masih melakukan pengeluaranpengeluaran

yang

berhubungan

dengan

pengeluaran tersebut dapat berupa biaya

asset

tersebut.

Pengeluaran-

pemeliharaan ataupun biaya

rehabilitasi atau renovasi. Pengeluaran yang dapat memberikan manfaat lebih


dari satu tahun (memperpanjang manfaat asset tersebut dari yang direncanakan
semula atau peningkatan kapasitas, mutu produksi, atau peningkatan kinerja)
disebut dengan pengeluaran modal (capitalexpenditure) sedangkan pengeluaran
yang memberikan manfaat kurang dari satu tahun (termasuk pengeluaran untuk
mempertahankan kondisi asset tetap) disebut dengan pengeluaran pendapatan
(revenueexpenditure).
Pembedaan antara capital atau revenue expenditure selain dari menambah
manfaat atau tidak juga dapat dilihat dari besarnya jumlah pengeluaran. Sebuah
pembelian inventaris berupa jam dinding seharga Rp 20.000,00 misalnya harus
13

dicatat sebagai pengeluaran untuk asset tetap karena jam dinding tersebut dapat
digunakan lebih dari satu tahun. Akan tetapi karena nilainya yang kecil tidak
mungkin mencatat dan memperlakukan biaya tersebut seperti biaya perolehan
asset yang besar. Untuk itu pemerintah harus menentukan batasan pengeluaran
untuk memperoleh asset yang dapat dimanfaatkan lebih dari satu tahun yang
dapat diklasifikasi sebagai aset tetap. Batasan

ini

disebut

juga dengan

capitalization threshold (nilai satuan minimum kapitalisasi aset).


Pengeluaran setelah perolehan awal dapat diakui sebagai pengeluaran
modal (capital expenditure) atau sebagai pengeluaran pendapatan (revenue
expenditure).
Kapitalisasi setelah perolehan awal asset tetap dilakukan terhadap biayabiaya lain yang dikeluarkan setelah pengadaan awal yang dapat memperpanjang
masa manfaat atau
dimasa

yang kemungkinan besar memberi manfaat ekonomik

yang akan dating dalam bentuk peningkatan kapasitas, mutu produksi,

atau peningkatan kinerja.


Sebaliknya, pengeluaran-pengeluaran yang tidak memperpanjang masa
manfaat atau yang kemungkinan besar tidak memberi manfaat ekonomi dimasa
yang akan datang dalam bentuk peningkatan kapasitas, mutu produksi, atau
peningkatan kinerja diperlakukan sebagai biaya (expense).
Contoh: pada tahun 20X1, Kementerian S melakukan pemeliharaan gedung
dan bangunan sebagai berikut:
-

Tanggal 10 Agustus 20X1 dilakukan kegiatan pemasangan keramik yang


semula hanya berupa lantai tanah sejumlah Rp 600.000.000,- dengan
pembebanan pada akun belanja modal gedung dan bangunan.

Tanggal

10

September

20X1

dilakukan

pengecatan

taman

gedung

sejumlah Rp. 300.000.000,- dengan pembebanan pada akun belanja


pemeliharaan.
Atas transaksi tersebut biaya pemeliharaan yang dapat dikapitalisasi
hanyalah biaya Pemasangan keramik. Biaya pengecatan taman diakui sebagai
beban tahun berjalan dan tidak perlu dikapitalisasi karena merupakan kegiatan
pemeliharaan rutin yang tidak menunjukkan

adanya suatu peningkatan

mutu/kualitas/kapasitas atas asset yang bersangkutan.


6. Permasalahan keenam :
Bagaimana penyajian

dan

pengungkapan

aset

tetap

yang

pengadaan/pembangunannya diperuntukkan bagi pihak lain?


Pemecahan :
Aset tetap yang pengadaan/pembangunannya diperuntukkan bagi pihak
lain disajikan sebagai persediaan. Pengadaan tanah pemerintah yang sejak
semula dimaksudkan untuk

diserahkan kepada pihak lain tidak disajikan

sebagai asset tetap tanah, melainkan disajikan sebagai persediaan. Misalnya,


apabila Kementerian Perumahan Rakyat mengadakan tanah yang di atasnya
14

akan dibangun rumah untuk rakyat miskin. Pada Neraca Kementerian


Perumahan Rakyat,

tanah tersebut tidak disajikan sebagai asset tetap tanah,

namun disajikan sebagai persediaan.


Lebih lanjut PSAP07 Paragraf 20 mengatur bahwa pengakuan asset tetap
akan sangat

andal bila asset tetap telah diterima atau diserahkan hak

kepemilikannya dan/atau pada saat

penguasaannya berpindah. Begitu pula

PSAP05 paragraf 15 menyatakan bahwa persediaan diakui pada saat diterima


atau hak kepemilikannya dan atau kepenguasaannya berpindah.

Hak

kepemilikan tanah didasarkan pada bukti kepemilikan tanah yang sah berupa
sertifikat, misalnya Sertifikat Hak Milik (SHM), Sertifikat Hak Guna Bangunan
(SHGB), dan Sertifikat Pengelolaan Lahan(SPL). Berdasarkan hal tersebut, untuk
contoh kasus diatas, Kementerian Perumahan Rakyat tetap mengakui/mencatat
tanah sebagai persediaan sebelum berita acara penyerahan dan sertifikat tanah
diserahkan kepada masing-masing rakyat yang berhak.
Peralatan dan mesin yang diperoleh dan yang dimaksudkan akan
diserahkan kepada

pihak lain, tidak dapat dikelompokkan dalam asset tetap

Peralatandan Mesin, tapi

dikelompokkan kepada asset persediaan. Misalkan

Pemda Kabupaten AA melalui Dinas Pendidikan mengadakan perlengkapan


sekolah yang terdiri dari komputer sebanyak 100 unit. Sumber pendanaan adalah
APBD yang berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK).
Berdasarkan ketentuan penggunaan DAK pelaksanaan kegiatan tersebut
ditujukan untuk sekolah yang dikelola oleh yayasan. Berdasarkan hal tersebut,
computer tersebut tidak dapat diakui sebagai asset tetap peralatan dan mesin
karena ditujukan untuk sekolah yang dikelola oleh yayasan.Komputer tersebut
disajikan dalam kelompok persediaan.

7. Permasalahan ketujuh :
Bagaimana pengakuan dan penyajian serta

pengungkapan

biaya

pemeliharaan untuk penggantian atas kerusakan yang diakibatkan dari suatu


asset tetap milik pihak lain?
Pemecahan :
Suatu

satuan

kerja

(pada

K/L

atau

SKPD)

dapat

melakukan

perbaikan/renovasi asset tetap yang dimiliki dan/atau dikuasainya. Renovasi dapat


dilakukan terhadap semua barang

milik dalam kelompok asset tetap, namun

demikian renovasi terhadap akun tanah dan akun asset tetap lainnya jarang
ditemukan. Apabila asset tetap yang dimiliki dan/atau dikuasai suatu K/L atau
SKPD direnovasi dan memenuhi criteria kapitalisasi asset tetap, maka renovasi
tersebut umumnya dicatat dengan menambah nilai perolehan asset tetap yang
bersangkutan.

15

Namun demikian, dalam hal asset tetap yang direnovasi tersebut


memenuhi criteria kapitalisasi dan bukan milik suatu satker atau SKPD, maka
renovasi tersebut dicatat sebagai asset tetap lainnya. Biaya yang dikeluarkan
untuk melakukan renovasi umumnya adalah belanja modal asset terkait. Biaya
perawatan sehari-hari untuk mempertahankan suatu asset tetap dalam kondisi
normalnya, termasuk di dalamnya pengeluaran untuk suku cadang, merupakan
pengeluaran yang substansinya adalah kegiatan pemeliharaan dan tidak
dikapitalisasi meskipun nilainya signifikan.
Terkait dengan renovasi, sebagaimana dalam Buletin Teknis Nomor 04
tentang Penyajian dan Pengungkapan Belanja Pemerintah telah diatur sebagai
berikut :
1)

Apabila renovasi aset tetap tersebut meningkatkan manfaat ekonomik aset


tetap misalnya perubahan fungsi gedung dari gudang menjadi ruangan kerja
dan kapasitasnya naik, maka renovasi tersebut dikapitalisasi sebagaiAset
Tetap-Renovasi. Apabila renovasi atas

aset tetap

yang disewa tidak

menambah manfaat ekonomik, maka dianggap sebagai Belanja Operasional.


Aset Tetap-Renovasi diklasifikasikan kedalam Aset Tetap Lainnya.
2)

Apabila manfaat ekonomik renovasi tersebut lebih dari satu tahun buku, dan
memenuhi butir 1 diatas, biaya renovasi dikapitalisasi sebagai Aset TetapRenovasi, sedangkan apabila manfaat ekonomik renovasi kurang dari 1
tahun buku, maka pengeluaran

tersebut diperlakukan sebagai Belanja

Operasional tahun berjalan.


3)

Apabila jumlah nilai moneter biaya renovasi tersebut cukup material, dan
memenuhi

syarat butir 1 dan 2 diatas, maka pengeluaran tersebut

dikapitalisasi sebagai Aset TetapRenovasi. Apabila tidak material, biaya


renovasi dianggap sebagai Belanja Operasional.
Berdasarkan obyeknya, renovasi asset tetap di lingkungan SKPD dapat
dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu :
1. Renovasi asset tetap milik sendiri;
2. Renovasi asset tetap bukan milik-dalam lingkup entitas pelaporan; dan
3. Renovasi asset tetap bukan milik-di luar lingkup entitas pelaporan.
Perlakuan renovasi asset tetap milik sendiri langsung menambah asset
tetap terkait. Adapun renovasi asset tetap bukan milik sendiri dicatat sebagai
Aset Tetap Lainnya-Aset Renovasi jika memenuhi persyaratan kapitalisasi aset
tetap.
Contoh :
Pemerintah Kota Batu meminjam gedung Ditjen Pajak Kementerian Keuangan
untuk kantor layanan perijinan kota batu. Untuk menunjang layanan dan
kelancaran tugas, gedung tersebut direnovasi dengan menambahkan loket
16

layanan, memperluas ruang tunggu, menambahkan ruang rapat dan mushola


dengan total biaya Rp. 2 miliar. Pada tanggal 20 Oktober 20X1 telah dilakukan
penyerahan pekerjaan yang ditandai

dengan BAST. Menjelang akhir tahun,

administrasi asset renovasi tersebut diserahkan kepada

pemiliknya (Ditjen

Pajak).
Untuk itu Pemkot Batu mencatat sebagai berikut :
Aset Tetap Lainnya-Aset Renovasi

2.000.000.000,-

Diinvestasikan dalam Aset Tetap

2.000.000.000,-

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Permasalahan aset tetap masih menjadi perhatian yang serius karena nilainya
sangat

signifikan dan perannya sangat penting bagi pelayanan masyarakat. Untuk

dapat meningkatkan akuntabilitas asset tetap, penyajiannya dalam laporan keuangan


harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Meskipun beberapa permasalahan telah
terinventarisir, tampaknya masalah asset tetap akan terus berkembang sesuai dengan
kondisi di lapangan, terutama untuk pemerintah daerah hasil pemekaran yang
memperoleh asset tetap dari Pemda induk, tetapi tanpa bukti kepemilikan atau asetnya
hilang.

17

B. Saran
Melihat permasalahan aset sebagaimana disebutkan dalam bab bab
sebelumnya , berikut beberapa saran terhadap pelaksanaan pengelolaan BMD
Pemerintah Kota Batu, sebagai berikut :
-

Perlu melengkapi peraturan peraturan penunjang secara teknis dalam


pengelolaan BMD seperti : Perdes (Peraturan Desa), Perwali (Peraturan Walikota),

dsbnya, yang berkaitan dengan pengelolaan/penatausahaan BMD.


Melakukan revisi terhadap Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2008 tentang

Pengelolaan Barang Milik Daerah Kota Batu.


Penerapan dan penegasan kembali peraturan tentang Tuntutan Perbendaharaan
dan Tuntutan Ganti Rugi (TP-TGR).

DAFTAR PUSTAKA
1.

Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan No. 9 tentang Akuntansi Aset Tetap.

2.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 tahun 2010 tentang


Akuntansi Pemerintahan.

18

Sistem

Anda mungkin juga menyukai