Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
Kanker hati (hepatocellular carcinoma) adalah suatu kanker yang timbul dari hati.
Ia juga dikenal sebagai kanker hati primer atau hepatoma. Hati terbentuk dari tipe-tipe sel
yang berbeda (contohnya, pembuluh-pembuluh empedu, pembuluh-pembuluh darah, dan
sel-sel penyimpan lemak). Bagaimanapun, sel-sel hati (hepatosit) membentuk sampai
80% dari jaringan hati. Jadi, mayoritas dari kanker-kanker hati primer (lebih dari 90
sampai 95%) timbul dari sel-sel hati dan disebut kanker hepatoselular (hepatocellular
cancer) atau Karsinoma (carcinoma).
Sekitar 80% dari kasus HCC di dunia berada di negara berkembang seperti Asia
Timur dan Asia Tenggara serta Afrika Tengah, yang diketahui sebagai wilayah dengan
prevalensi tertinggi hepatitis virus. HCC jarang ditemukan pada usia muda, kecuali di
wilayah endemik infeksi HBV serta banyak terjadi transmisi HBV perinatal. Pada semua
populasi, kasus HCC laki-laki lebih banyak (dua-empat kali lipat) daripada kasus HCC
perempuan.
Faktor risiko penyebab HCC yang tersering adalah hepatitis B kronik, hepatitis C
kronik, sirosis hati, aflatoksin dan Tyrosinemia herediter. Sedangkan kontrasespsi oral,
steroid anabolik, alkohol dan 1-antytripsin defciency merupukan faktor risiko yang
mungkin menyebabkan HCC. Gejala klinis HCC pada stadium awal biasanya
asimtomatis, pada stadium lanjut tidak dikenal tanda patognomonis, keluhan dapat berupa
penurunan berat badan, nyeri abdomen, fatique, anoreksia, mual, sebah dan nafsu makan
menurun.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Definisi
Kanker hati (hepatocellular carcinoma) adalah suatu kanker yang timbul dari
hati. Ia juga dikenal sebagai kanker hati primer atau hepatoma. Hati terbentuk dari
tipe-tipe sel yang berbeda (contohnya, pembuluh-pembuluh empedu, pembuluhpembuluh darah, dan sel-sel penyimpan lemak). Bagaimanapun, sel-sel hati
(hepatosit) membentuk sampai 80% dari jaringan hati. Jadi, mayoritas dari kankerkanker hati primer (lebih dari 90 sampai 95%) timbul dari sel-sel hati dan disebut
kanker hepatoselular (hepatocellular cancer) atau Karsinoma (carcinoma).
Hepatoma (karsinoma hepatoseluler) adalah kanker yang berasal dari sel-sel
hati. Hepatoma merupakan kanker hati primer yang paling sering ditemukan.
Tumor ini merupakan tumor ganas primer pada hati yang berasal dari sel parenkim
atau epitel saluran empedu atau metastase dari tumor jaringan lainnya.

2.2

Epidemiologi
HCC meliputi 5,6% dari seluruh kasus kanker pada manusia serta menempati
peringkat kelima pada laki-laki dan peringkat kesembilan pada perempuan sebagai
kanker tersering di dunia, dan urutan ketiga dari kanker sistem saluran cerna setelah
kanker kolorektal dan kanker lambung. Tingkat kematian HCC juga sangat tinggi,
urutan kedua setelah kanker prankeas.
Sekitar 80% dari kasus HCC di dunia berada di negara berkembang seperti
Asia Timur dan Asia Tenggara serta Afrika Tengah, yang diketahui sebagai wilayah
dengan prevalensi tertinggi hepatitis virus. HCC jarang ditemukan pada usia muda,
kecuali di wilayah endemik infeksi HBV serta banyak terjadi transmisi HBV
perinatal. Pada semua populasi, kasus HCC laki-laki lebih banyak (dua-empat kali
lipat) daripada kasus HCC perempuan.

2.3

Etiologi
A. Infeksi Hepatitis B

Peran infeksi virus hepatitis B (HBV) dalam menyebabkan kanker hati telah
ditegakkan dengan baik. Beberapa bukti menunjukkan hubungan yang kuat.
Seperti dicatat lebih awal, frekwensi kanker hati berhubungan dengan (berkorelasi
dengan) frekwensi infeksi virus hepatitis B kronis. Sebagai tambahan, pasienpasien dengan virus hepatitis B yang berada pada risiko yang paling tinggi untuk
kanker hati adalah pria-pria dengan sirosis, virus hepatitis B dan riwayat kanker
hati keluarga. Mungkin bukti yang paling meyakinkan, bagaimanapun, datang dari
suatu studi prospektif yang dilakukan pada tahun 1970 di Taiwan yang melibatkan
pegawai-pegawai pemerintah pria yang berumur lebih dari 40 tahun. Pada studistudi ini, penyelidik-penyelidik menemukan bahwa risiko mengembangkan
kanker hati adalah 200 kali lebih tinggi diantara pegawai-pegawai yang
mempunyai virus hepatitis B kronis dibandingkan dengan pegawai-pegawai tanpa
virus hepatitis B kronis.
Pada pasien-pasien dengan keduanya virus hepatitis B kronis dan kanker
hati, material genetik dari virus hepatitis B seringkali ditemukan menjadi bagian
dari material genetik sel-sel kanker. Diperkirakan, oleh karenanya, bahwa daerahdaerah tertentu dari genom virus hepatitis B (kode genetik) masuk ke material
genetik dari sel-sel hati. Material genetik virus hepatitis B ini mungkin kemudian
mengacaukan/mengganggu material genetik yang normal dalam sel-sel hati,
dengan demikian menyebabkan sel-sel hati menjadi bersifat kanker.
B. Infeksi Hepatitis C
Infeksi virus hepatitis C (HCV) juga dihubungkan dengan perkembangan
kanker hati. Di Jepang, virus hepatitis C hadir pada sampai dengan 75% dari
kasus-kasus kanker hati. Seperti dengan virus hepatitis B, kebanyakan dari pasienpasien virus hepatitis C dengan kanker hati mempunyai sirosis yang berkaitan
dengannya.

Pada

beberapa

studi-studi

retrospektif-retrospektif

(melihat

kebelakang dan kedepan dalam waktu) dari sejarah alami hepatitis C, waktu ratarata untuk mengembangkan kanker hati setelah paparan pada virus hepatitis C
adalah kira-kira 28 tahun. Kanker hati terjadi kira-kira 8 sampai 10 tahun setelah
perkembangan sirosis pada pasien-pasien ini dengan hepatitis C. Beberapa studi
3

studi prospektif Eropa melaporkan bahwa kejadian tahunan kanker hati pada
pasien-pasien virus hepatitis C yang ber-sirosis berkisar dari 1.4 sampai 2.5% per
tahun.
Pada pasien-pasien cirus hepatitis C, factor factor risiko mengembangkan
kanker hati termasuk kehadiran sirosis, umur yang lebih tua, jenis kelamin laki,
kenaikkan tingkat dasar alpha-fetoprotein (suatu penanda tumor darah),
penggunaan alkohol, dan infeksi berbarengan dengan virus hepatitis B. Beberapa
studi-studi yang lebih awal menyarankan bahwa genotype 1b (suatu genotype
yang umum di Amerika) virus hepatitis C mungkin adalah suatu faktor risiko,
namun studi-studi yang lebih akhir ini tidak mendukung penemuan ini.
Caranya virus hepatitis C menyebabkan kanker hati tidak dimengerti dengan
baik. Tidak seperti virus hepatitis B, material genetik virus hepatitis C tidak
dimasukkan secara langsung kedalam material genetik sel-sel hati. Diketahui,
bagaimanapun, bahwa sirosis dari segala penyebab adalah suatu faktor risiko
mengembangkan kanker hati. Telah diargumentasikan, oleh karenanya, bahwa
virus hepatitis C, yang menyebabkan sirosis hati, adalah suatu penyebab yang
tidak langsung dari kanker hati.
Pada sisi lain, ada beberapa individu-individu yang terinfeksi virus hepatitis
C kronis yang menderita kanker hati tanpa sirosis. Jadi, telah disarankan bahwa
protein inti (pusat) dari virus hepatitis C adalah tertuduh pada pengembangan
kanker hati. Protein inti sendiri (suatu bagian dari virus hepatitis C) diperkirakan
menghalangi proses alami kematian sel atau mengganggu fungsi dari suatu gen
(gen p53) penekan tumor yang normal. Akibat dari aksi-aksi ini adalah bahwa selsel hati terus berlanjut hidup dan reproduksi tanpa pengendalian-pengendalian
normal, yang adalah apa yang terjadi pada kanker.
C. Alkohol
Sirosis yang disebabkan oleh konsumsi alkohol yang kronis adalah
hubungan yang paling umum dari kanker hati di dunia (negara negara) yang
telah berkembang.
Tatacara yang biasa adalah suatu individu dengan sirosis akhoholik yang
telah

menghentikan

minum

untuk

waktu

10

tahun,

dan

kemudian
4

mengembangkan kanker hati. Itu agaknya tidak umum untuk pecandu minuman
alkohol yang minum secara aktif untuk mengembangkan kanker hati. Yang terjadi
adalah bahwa ketika minum alkohol dihentikan, sel-sel hati mencoba untuk
sembuh dengan regenerasi/reproduksi. Adalah selama regenerasi yang aktif ini
bahwa suatu perubahan genetik (mutasi) yang menghasilkan kanker dapat terjadi,
yang menerangkan kejadian kanker hati setelah minum alkohol dihentikan.
Pasien pasien yang minum secara aktif adalah lebih mungkin untuk
meninggal dari komplikasi komplikasi yang tidak berhubungan dengan kanker
dari penyakit hati alkoholik (contohnya gagal hati). Tentu saja, pasien-pasien
dengan sirosis alkoholik yang meninggal dari kanker hati adalah kira-kira 10
tahun lebih tua daripada pasien-pasien yang meninggal dari penyebab-penyebab
yang bukan kanker. Akhirnya, seperti dicatat diatas, alkohol menambah pada
risiko mengembangkan kanker hati pada pasien-pasien dengan infeksi-infeksi
virus hepatitis C atau virus hepatitis B yang kronis.
D. Aflatoxin B1
Aflatoxin B1 adalah kimia yang diketahui paling berpotensi membentuk
kanker hati. Ia adalah suatu produk dari suatu jamur yang disebut Aspergillus
flavus, yang ditemukan dalam makanan yang telah tersimpan dalam suatu
lingkungan yang panas dan lembab. Jamur ini ditemukan pada makanan seperti
kacang tanah, beras, kacang kedelai, jagung, dan gandum. Aflatoxin B1 telah
dilibatkan pada perkembangan kanker hati di China Selatan dan Afrika SubSahara. Ia diperkirakan menyebabkan kanker dengan menghasilkan perubahanperubahan (mutasi-mutasi) pada gen p53. Mutasi-mutasi ini bekerja dengan
mengganggu fungsi-fungsi penekan tumor yang penting dari gen.
E. Obat-Obat Terlarang, Obat-Obatan, dan Kimia-Kimia
Tidak ada obat-obat yang menyebabkan kanker hati, namun hormonhormon wanita (estrogens) dan steroid-steroid pembentuk protein (anabolic)
dihubungkan dengan pengembangan hepatic adenomas. Ini adalah tumor-tumor
hati yang ramah/jinak yang mungkin mempunyai potensi untuk menjadi ganas
(bersifat kanker). Jadi, pada beberapa individu-individu, hepatic adenoma dapat
berkembang menjadi kanker.
5

Kimia-kimia tertentu dikaitkan dengan tipe-tipe lain dari kanker yang


ditemukan pada hati. Contohnya, thorotrast, suatu agen kontras yang dahulu
digunakan untuk pencitraan (imaging), menyebabkan suatu kanker dari
pembuluh-pembuluh darah dalam hati yang disebut hepatic angiosarcoma. Juga,
vinyl chloride, suatu senyawa yang digunakan dalam industri plastik, dapat
menyebabkan hepatic angiosarcomas yang tampak beberapa tahun setelah
paparan.
F. Sirosis
Individu-individu dengan kebanyakan tipe-tipe sirosis hati berada pada
risiko yang meningkat mengembangkan kanker hati. Sebagai tambahan pada
kondisi-kondisi yang digambarkan diatas (hepatitis B, hepatitis C, alkohol, dan
hemochromatosis), kekurangan alpha 1 anti-trypsin, suatu kondisi yang
diturunkan/diwariskan yang dapat menyebabkan emphysema dan sirosis, mungkin
menjurus pada kanker hati. Kanker hati juga dihubungkan sangat erat dengan
tyrosinemia keturunan, suatu kelainan biokimia pada masa kanak-kanak yang
berakibat pada sirosis dini.
Penyebab-penyebab tertentu dari sirosis lebih jarang dikaitkan dengan
kanker hati daripada penyebab-penyebab lainnya. Contohnya, kanker hati jarang
terlihat dengan sirosis pada penyakit Wilson (metabolisme tembaga yang
abnormal) atau primary sclerosing cholangitis (luka parut dan penyempitan
pembuluh-pembuluh empedu yang kronis). Begitu juga biasanya diperkirakan
bahwa kanker hati adalah jarang ditemukan pada primary biliary cirrhosis (PBC).
Studi-studi akhir ini, bagaimanapun, menunjukan bahwa frekwensi kanker hati
pada PBC adalah sebanding dengan yang pada bentuk-bentuk lain sirosis.
2.4

Patofisiologi
Mekanisme hepatokarsinogenesis tidak sepenuhnya dipahami . Namun ,
seperti kebanyakan tumor solid lainnya, pengembangan dan perkembangan kanker
hati yang diyakini disebabkan oleh akumulasi perubahan genetik yang
mengakibatkan perubahan ekspresi pada gen yang terkait kanker , seperti onkogen
atau gen supresor tumor , serta gen lainnya yang terlibat dalam jalur regulasi.
6

Karsinoma hepatoseluler merupakan salah satu tumor dengan faktor etiologi


yang paling dikenal. Karsinoma hepatoseluler umumnya merupakan perkembangan
dari hepatitis kronis atau sirosis di mana ada mekanisme peradangan terus menerus
dan regenerasi dari sel hepatosit.18 Cedera hati kronis yang disebabkan oleh HBV,
HCV, konsumsi alkohol yang kronis, steatohepatitis alkohol, hemokromatosis
genetik, sirosis bilaris primer dan adanya defisiensi -1 antitrypsin menyebabkan
kerusakan hepatosit permanen yang diikuti dengan kompensasi besar-besaran oleh
sel proliferasi dan regenerasi dalam menanggapi stimulasi sitokin. Akhirnya,
fibrosis dan sirosis berkembang dalam pengaturan remodelling hati secara
permanen, terutama didorong oleh sintesis komponen matriks ekstraseluler dari selsel stellata hati.
Dalam lingkungan yang bersifat karsinogenik, perkembangan nodul
hiperplastik dan displastik akan segera menjadi kondisi pre-neoplastik. Namun,
diduga akumulasi dari berbagai peristiwa molekuler yang berurutan pada berbagai
tahap penyakit hati ( jaringan normal hati , hepatitis kronis , sirosis , nodul
hiperplastik dan displastik dan kanker ) hanya dipahami secara parsial saja.
Patogenesis secara molekul dari karsinoma hepatoseluler melibatkan genetik atau
terjadi penyimpangan epigenetik yang berbeda dan terdapat perubahan dalam
beberapa jalur sinyal yang mengarah pada heterogenitas penyakit dalam hal
biologis dan perilaku klinis. Bukti saat ini menunjukkan bahwa dalam
hepatokarsinogenesis, terdapat dua mekanisme utama yang terlibat, yaitu sirosis
dan yang berhubungan dengan regenerasi hati setelah adanya kerusakan hati kronis
yang disebabkan oleh beberapa faktor (infeksi hepatitis, toksin atau gangguan
metabolisme), serta adanya sejumlah mutasi DNA yang menyebabkan gangguan
dari keseimbangan onkogenesis-onkosupresor dari sel yang mengarah ke
perkembangan sel-sel neoplastik. Beberapa jalur penting dari sinyal seluler telah
diamati menjadi bagian dari keterlibatan onkogenetic pada karsinoma hepatoseluler.
Jalur sinyal utama pada karsinoma hepatoseluler adalah RAF / MEK / ERK ,
PI3K/AKT/mTOR , NTB / - catenin , IGF , HGF / c-MET dan faktor
pertumbuhan yang mengatur sinyal angiogenik.

Hepatokarsinogenesis dimulai pada lesi pre-neoplastik seperti nodul


makroregeneratif, nodul diplastik low-grade dan high grade. Percepatan proliferasi
hepatosit dan pengembangan populasi hepatosit monoklonal terjadi pada semua
kondisi pre-neoplastik. Akumulasi perubahan genetik dalam lesi preneoplastik
diyakini mengarah terjadinya karsinoma hepatoseluler. Perubahan genom yang
terjadi secara acak akan terakumulasi dalam hepatosit yang displastik dan hepatosit
pada karsinoma hepatoseluler. Meskipun perubahan genetik dapat terjadi secara
bebas dari kondisi etiologi, beberapa mekanisme molekuler lebih sering berkaitan
dengan etiologi spesifik.
2.5

Manifestasi Klinik
Pada permulaannya penyakit ini berjalan perlahan, dan banyak tanpa keluhan.
Lebih dari 75% tidak memberikan gejala-gejala khas. Ada penderita yang sudah
ada kanker yang besar sampai 10 cm pun tidak merasakan apa-apa. Keluhan utama
yang sering adalah keluhan sakit perut atau rasa penuh ataupun ada rasa bengkak di
perut kanan atas dan nafsu makan berkurang, berat badan menurun, dan rasa lemas.
Keluhan lain terjadinya perut membesar karena ascites (penimbunan cairan dalam
rongga perut), mual, tidak bisa tidur, nyeri otot, berak hitam, demam, bengkak
kaki, kuning, muntah, gatal, muntah darah, perdarahan dari dubur, dan lain-lain.
Tingkat penyakit (stadium) hepatoma primer terdiri dari :
Ia : Tumor tunggal diameter 3 cm tanpa emboli tumor, tanpa metastasis
kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh
Ib : Tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter 5 cm di separuh hati,
tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun
jauh
IIa : Tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan 10 cm di
separuh hati, atau dua tumor dengan gabungan 5 cm di kedua belahan
hati kiri dan kanan tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe
peritoneal ataupun jauh
IIb : Tumor tunggal atau multiple dengan diameter gabungan 10 cm di
separuh hati, atau tumor multiple dengan gabungan 5 cm di kedua

belahan hati kiri dan kanan tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar
limfe peritoneal ataupun jauh
IIIa : Tidak peduli kondisi tumor, terdapat emboli tumor di pembuluh utama
vena porta atau vena kava inferior, metastasis kelenjar limfe peritoneal
jauh salah satu daripadan ya
IIIb : Tidak peduli kondisi tumor, tidak peduli emboli tumor, metastasis
2.6

Diagnosis
Dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih dan maju pesat, maka
berkembang pula cara-cara diagnosis dan terapi yang lebih menjanjikan dewasa ini.
Kanker hati selular yang kecil pun sudah bisa dideteksi lebih awal terutamanya
dengan pendekatan radiologi yang akurasinya 70 95%1,4,8 dan pendekatan
laboratorium alphafetoprotein yang akurasinya 60 70%.
Kriteria diagnosa Kanker Hati Selular (KHS) menurut PPHI (Perhimpunan
Peneliti Hati Indonesia), yaitu:
1. Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri.
2. AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 500 mg per ml.
3. Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography Scann
(CT Scann), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography, ataupun
Positron Emission Tomography (PET) yang menunjukkan adanya KHS.
4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya KHS.
5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan KHS.
Diagnosa KHS didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria atau hanya satu
yaitu kriteria empat atau lima.

2.7

Pemeriksaan Penunjang
a.

Alphafetoprotein
Sensitivitas Alphafetoprotein (AFP) untuk mendiagnosa KHS 60% 70%,

artinya hanya pada 60% 70% saja dari penderita kanker hati ini menunjukkan
peninggian nilai AFP, sedangkan pada 30% 40% penderita nilai AFP nya normal.
Spesifitas AFP hanya berkisar 60% artinya bila ada pasien yang diperiksa darahnya

dijumpai AFP yang tinggi, belum bisa dipastikan hanya mempunyai kanker hati ini
sebab AFP juga dapat meninggi pada keadaan bukan kanker hati seperti pada
sirrhosis hati dan hepatitis kronik, kanker testis, dan terratoma.
b. AJH (aspirasi jarum halus)
Biopsi aspirasi dengan jarum halus (fine needle aspiration biopsy) terutama
ditujukan untuk menilai apakah suatu lesi yang ditemukan pada pemeriksaan
radiologi imaging dan laboratorium AFP itu benar pasti suatu hepatoma. Tindakan
biopsi aspirasi yang dilakukan oleh ahli patologi anatomi ini hendaknya dipandu
oleh seorang ahli radiologi dengan menggunakan peralatan ultrasonografi atau CT
scann fluoroscopy sehingga hasil yang diperoleh akurat. Cara melakukan biopsi
dengan dituntun oleh USG ataupun CT scann mudah, aman, dan dapat ditolerir oleh
pasien dan tumor yang akan dibiopsi dapat terlihat jelas pada layar televisi berikut
dengan jarum biopsi yang berjalan persis menuju tumor, sehingga jelaslah hasil
yang diperoleh mempunyai nilai diagnostik dan akurasi yang tinggi karena benar
jaringan tumor ini yang diambil oleh jarum biopsi itu dan bukanlah jaringan sehat
di sekitar tumor.
c. Gambaran Radiologi
Pesatnya kemajuan teknologi dan komputer membawa serta juga kemajuan
dalam bidang radiologi baik peralatannya maupun teknologinya dan memaksa
dokter spesialis radiologi untuk mengikuti training dan workshop baik di dalam
ataupun di luar negeri sehingga dengan demikian menghantarkan radiologi berada
di barisan depan dalam penanggulangan penyakit kanker hati ini dan membuktikan
pula dirinya berperan sangat penting untuk mendeteksi kanker hati. Kanker hepato
selular ini bisa dijumpai di dalam hati berupa benjolan berbentuk kebulatan
(nodule) satu buah,

dua buah atau lebih atau bisa sangat banyak dan diffuse

10

(merata) pada seluruh hati atau berkelompok di dalam hati kanan atau kiri
membentuk benjolan besar yang bisa berkapsul.
Dengan peralatan radiologi yang baik dan ditangani oleh dokter spesialis
radiologi yang berpengalaman sudah terjamin dapat mendeteksi tumor dengan
diameter kurang dari 1 cm dan dapatlah menjawab semua pertanyaan seputar
kanker ini antara lain berapa banyak nodule yang dijumpai, berapa segment hatikah yang terkena, bagaimana aliran darah ke kanker yang dilihat itu apakah sangat
banyak (lebih ganas), apakah sedang (tidak begitu ganas) atau hanya sedikit
(kurang ganas), yang penting lagi apakah ada sel tumor ganas ini yang sudah
berada di dalam aliran darah vena porta, apakah sudah ada sirrhosis hati, dan
apakah kanker ini sudah berpindah keluar dari hati (metastase) ke organ-organ
tubuh lainnya. Kesemua jawaban inilah yang menentukan stadium kankernya,
apakah pasien ini menderita kanker hati stadium dini atau stadium lanjut dan juga
menentukan tingkat keganasan kankernya sehingga dengan demikian dapatlah
ditaksir apakah penderita dapat disembuhkan sehingga bisa hidup lama ataukah
sudah memang tak tertolong lagi dan tak dapat bertahan hidup lebih lama lagi dari
6 bulan.
Radiologi mempunyai banyak peralatanan seperti Ultrasonography (USG),
Color Doppler Flow Imaging Ultrasonography, Computerized Tomography Scann
(CT Scann), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography, Scintigraphy dan
Positron Emission Tomography (PET) yang menggunakan radio isotop. Pemilihan
alat mana saja yang akan digunakan apakah dengan satu alat sudah cukup atau
memang perlu digunakan beberapa alat yang dipilih dari sederetan alat-alat ini
dapat disesuaikan dengan kondisi penderita.
d.
Ultrasonography (USG)
11

Dengan USG hitam putih (grey scale) yang sederhana (conventional) hati
yang normal tampak warna ke-abuan dan texture merata (homogen). Bila ada
kanker langsung dapat terlihat jelas berupa benjolan (nodule) berwarna kehitaman,
atau berwarna kehitaman campur keputihan dan jumlahnya bervariasi pada tiap
pasien bisa satu, dua atau lebih atau banyak sekali dan merata pada seluruh hati,
ataukah satu nodule yang besar dan berkapsul atau tidak berkapsul. Sayangnya
USG conventional hanya dapat memperlihatkan benjolan kanker hati diameter 2 cm
3 cm saja. Tapi bila USG conventional ini dilengkapi dengan perangkat lunak
harmonik system bisa mendeteksi benjolan kanker diameter 1 cm 2 cm13, namun
nilai akurasi ketepatan diagnosanya hanya 60%. Rendahnya nilai akurasi ini
disebabkan walaupun USG conventional ini dapat mendeteksi adanya benjolan
kanker namun tak dapat melihat adanya pembuluh darah baru (neo-vascular).
Neo-vascular merupakan ciri khas kanker yaitu pembuluh darah yang
terbentuk sejalan dengan pertumbuhan kanker yang gunanya untuk menghantarkan
makanan dan oksigen ke kanker itu. Semakin banyak neo-vascular ini semakin
ganas kankernya. Walaupun USG color yang sudah dapat memberikan warna dan
mampu memperlihatkan pembuluh darah di sekeliling nodule tetapi belum dapat
memastikan keberadaan neovascular sehingga dengan demikian akurasi diagnostik
hanya sedikit bertambah menjadi berkisar 60% 70%. Dengan pesatnya
perkembangan teknologi, kini sudah ada alat USG yang lebih canggih dan lebih
lengkap lagi yaitu Color Doppler Flow Imaging (CDFI) yaitu USG yang selain
mampu melihat pembuluh darah di sekitar kanker juga mampu pula
memperlihatkan kecepatan dan arah aliran darah di dalam pembuluh darah itu,
sehingga dapat ditentukan resistensi index dan pulsatily index yang dengan
12

demikian sudah dapat memastikan apakah pembuluh darah yang mengelilingi


nodule itu adalah benar neo-vascularisasi dan berapa banyak adanya. Dengan dapat
dipastikan keberadaan neo-vascularisasi ini maka akurasi diagnosa kanker
meningkat jadi 80%. Neo-vascularisasi yang baru terbentuk yang memang ada tapi
belum terlihat dengan teknik CDFI ini masih bisa dilihat dengan cara diberikan
suntikan zat kontras pada penderita sewaktu dilakukan pemeriksaan CDFI USG, zat
kontras itu mampu menembus masuk ke dalam neo-vascularisasi yang menyusup
di dalam nodule. Dengan demikian akurasi diagnosa meningkat menjadi 90% dan
lebih-lebih lagi dapat mendeteksi kanker berukuran lebih kecil dari 1 cm.
Dengan Color Doppler Flow Imaging USG ini juga memungkinkan kita
melihat apakah ada portal vein tumor thrombosis yaitu sel-sel kanker (tumor
thrombus) yang lepas dan masuk ke dalam vena Porta. Penting sekali memastikan
keberadaan tumor thrombus di dalam vena porta ini karena thrombus ini dapat
menyumbat aliran darah. Pada keadaan normal semua makanan yang telah
dicernakan oleh usus akan dihantarkan ke hati oleh vena porta ini. Bila vena ini
tersumbat oleh tumor thrombus maka hati tidak menerima nutrisi lagi dengan kata
lain hati tak dapat makanan lagi sehingga sel-sel hati akan mati (necrosis) secara
perlahan tetapi pasti dan ini sangat membahayakan penderita karena dapat terjadi
gagal hati (liver failure). Tumor thrombus ini bisa ukurannya besar sehingga
menutup seluruh lumen vena porta, bisa kecil, dan hanya menutup sebahagian
lumen saja sehingga masih bisa ada aliran darah di dalam vena porta ini. Dari hasil
USG ini sudah bisa diarahkan dengan tepat tindakan pengobatan apa yang paling
sesuai dan bermanfaat untuk penderita apakah akan dilakukan operasi membuang
sebahagian hati (reseksi hepatektomi partial) atau tidak, apakah bisa di-embolisasi
13

atau tidak ataukah hanya dilakukan infuse kemoterapi intra-arterial saja. Tapi bila
sudah jelas terdapat tumor thrombus di dalam vena porta dan sudah pula
menyumbat vena ini, maka tindakan operatif dan embolisasi sudah hampir tidak
berarti lagi dan satusatunya cara untuk menyelamatkan penderita adalah dengan
cara transplantasi hati (liver transplantation).
e.
CT Scan
Di samping USG diperlukan CT scann sebagai pelengkap yang dapat menilai
seluruh segmen hati dalam satu potongan gambar yang dengan USG gambar hati
itu hanya bisa dibuat sebagian-sebagian saja. CT scann yang saat ini teknologinya
berkembang pesat telah pula menunjukkan akurasi yang tinggi apalagi dengan
menggunakan teknik hellical CT scann, multislice yang sanggup membuat irisanirisan yang sangat halus sehingga kanker yang paling kecil pun tidak terlewatkan.
Lebih canggih lagi sekarang CT scann sudah dapat membuat gambar kanker dalam
tiga dimensi dan empat dimensi dengan sangat jelas dan dapat pula memperlihatkan
hubungan kanker ini dengan jaringan tubuh sekitarnya.
f.
Angiografy
Dicadangkan hanya untuk penderita kanker hati-nya yang dari hasil
pemeriksaan USG dan CT scann diperkirakan masih ada tindakan terapi bedah atau
non-bedah masih yang mungkin dilakukan untuk menyelamatkan penderita. Pada
setiap pasien yang akan menjalani operasi reseksi hati harus dilakukan pemeriksaan
angiografi. Dengan angiografi ini dapat dilihat berapa luas kanker yang sebenarnya.
Kanker yang kita lihat dengan USG yang diperkirakan kecil sesuai dengan ukuran
pada USG bisa saja ukuran sebenarnya dua atau tiga kali lebih besar. Angigrafi bisa
memperlihatkan ukuran kanker yang sebenarnya. Lebih lengkap lagi bila dilakukan
CT angiography yang dapat memperjelas batas antara kanker dan jaringan sehat di

14

sekitarnya sehingga ahli bedah sewaktu melakukan operasi membuang kanker hati
itu tahu menentukan di mana harus dibuat batas sayatannya.
g.
MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Bila CT scann mengunakan sinar X maka MRI ini menggunakan
gelombang magnet tanpa adanya Sinar X. CT angiography menggunakan zat
contrast yaitu zat yang diperlukan untuk melihat pembuluh darah. Tanpa zat
ini pembuluh darah tak dapat dilihat. Pemeriksaan dengan MRI ini langsung
dipilih sebagai alternatif bila ada gambaran CT scann yang meragukan atau
pada penderita yang ada risiko bahaya radiasi sinar X dan pada penderita
yang ada kontraindikasi (risiko bahaya) pemberian zat contrast sehingga
pemeriksaan CT angiography tak memungkinkan padahal diperlukan gambar
peta pembuluh darah. MRI yang dilengkapi dengan perangkat lunak
Magnetic Resonance Angiography (MRA) sudah pula mampu menampilkan
dan membuat peta pembuluh darah kanker hati ini. Sayangnya ongkos
pemeriksaan dengan MRI dan MRA ini mahal, sehingga selalu CT scan yang
h.

merupakan pilihan pertama.


PET (Positron Emission Tomography)
Salah satu teknologi terkini peralatan kedokteran radiologi adalah
Positron Emission Tomography (PET) yang merupakan alat pendiagnosis
kanker menggunakan glukosa radioaktif yang dikenal sebagai flourine18 atau
Fluorodeoxyglucose (FGD) yang mampu mendiagnosa kanker dengan cepat
dan dalam stadium dini. Caranya, pasien disuntik dengan glukosa radioaktif
untuk mendiagnosis sel-sel kanker di dalam tubuh. Cairan glukosa ini akan
bermetabolisme di dalam tubuh dan memunculkan respons terhadap sel-sel
yang terkena kanker. PET dapat menetapkan tingkat atau stadium kanker hati

15

sehingga tindakan lanjut penanganan kanker ini serta pengobatannya menjadi


lebih mudah. Di samping itu juga dapat melihat metastase (penyebaran).

2.8

Penatalaksanaan
Pemilihan terapi kanker hati ini sangat tergantung pada hasil pemeriksaan
radiologi. Sebelum ditentukan pilihan terapi hendaklah dipastikan besarnya ukuran
kanker, lokasi kanker di bahagian hati yang mana, apakah lesinya tunggal (soliter)
atau banyak (multiple), atau merupakan satu kanker yang sangat besar berkapsul,
atau kanker sudah merata pada seluruh hati, serta ada tidaknya metastasis
(penyebaran) ke tempat lain di dalam tubuh penderita ataukah sudah ada tumor
thrombus di dalam vena porta dan apakah sudah ada sirrhosis hati.
Tahap tindakan pengobatan terbagi tiga, yaitu tindakan bedah hati digabung
dengan tindakan radiologi dan tindakan non-bedah dan tindakan transplantasi
(pencangkokan) hati.
1. Tindakan Bedah Hati Digabung dengan Tindakan Radiologi
Terapi yang paling ideal untuk kanker hati stadium dini adalah tindakan
bedah yaitu reseksi (pemotongan) bahagian hati yang terkena kanker dan juga
reseksi daerah sekitarnya. Pada prinsipnya dokter ahli bedah akan membuang
seluruh kanker dan tidak akan menyisakan lagi jaringan kanker pada penderita,
karena bila tersisa tentu kankernya akan tumbuh lagi jadi besar, untuk itu sebelum
menyayat kanker dokter ini harus tahu pasti batas antara kanker dan jaringan yang
sehat. Radiologilah satu-satunya cara untuk menentukan perkiraan pasti batas itu
yaitu dengan pemeriksaan CT angiography yang dapat memperjelas batas kanker
dan jaringan sehat sehingga ahli bedah tahu menentukan di mana harus dibuat

16

sayatan. Maka harus dilakukan CT angiography terlebih dahulu sebelum


dioperasi.
Dilakukan CT angiography sekaligus membuat peta pembuluh darah
kanker sehingga jelas terlihat pembuluh darah mana yang bertanggung jawab
memberikan makanan (feeding artery) yang diperlukan kanker untuk dapat
tumbuh subur. Sesudah itu barulah dilakukan tindakan radiologi Trans Arterial
Embolisasi (TAE) yaitu suatu tindakan memasukkan suatu zat yang dapat
menyumbat pembuluh darah (feeding artery) itu sehingga menyetop suplai
makanan ke sel-sel kanker dan dengan demikian kemampuan hidup (viability)
dari sel-sel kanker akan sangat menurun sampai menghilang.
Sebelum dilakukan TAE dilakukan dulu tindakan Trans Arterial
Chemotherapy (TAC) dengan tujuan sebelum ditutup feeding artery lebih dahulu
kanker-nya disirami racun (chemotherapy) sehingga sel-sel kanker yang sudah
kena racun dan ditutup lagi suplai makanannya maka sel-sel kanker benar-benar
akan mati dan tak dapat berkembang lagi dan bila selsel ini nanti terlepas pun saat
operasi tak perlu dikhawatirkan, karena sudah tak mampu lagi bertumbuh.
Tindakan TAE digabung dengan tindakan TAC yang dilakukan oleh dokter
spesialis radiologi disebut tindakan Trans Arterial Chemoembolisation (TACE).
Selain itu TAE ini juga untuk tujuan supportif yaitu mengurangi perdarahan pada
saat operasi dan juga untuk mengecilkan ukuran kanker dengan demikian
memudahkan dokter ahli bedah. Setelah kanker disayat, seluruh jaringan kanker
itu harus diperiksakan pada dokter ahli patologi yaitu satu-satunya dokter yang
berkompentensi dan yang dapat menentukan dan memberikan kata pasti apakah
benar pinggir sayatan sudah bebas kanker. Bila benar pinggir sayatan bebas

17

kanker artinya sudahlah pasti tidak ada lagi jaringan kanker yang masih tertinggal
di dalam hati penderita. Kemudian diberikan chemotherapy (kemoterapi) yang
bertujuan meracuni sel-sel kanker agar tak mampu lagi tumbuh berkembang biak.
Pemberian Kemoterapi dilakukan oleh dokter spesialis penyakit dalam bahagian
onkologi (medical oncologist) ini secara intra venous (disuntikkan melalui
pembuluh darah vena) yaitu epirubucin/dexorubicin 80 mg digabung dengan
mitomycine C 10 mg. Dengan cara pengobatan seperti ini usia harapan hidup
penderita per lima tahun 90% dan per 10 tahun 80%.
2. Tindakan Non-bedah Hati
Tindakan non-bedah merupakan pilihan untuk pasien yang datang pada
stadium lanjut. Tindakan non-bedah dilakukan oleh dokter ahli radiologi.
Termasuk dalam tindakan non-bedah ini adalah:
a. Embolisasi Arteri Hepatika (Trans Arterial Embolisasi = TAE)
Pada prinsipnya sel yang hidup membutuhkan makanan dan oksigen yang
datangnya bersama aliran darah yang menyuplai sel tersebut. Pada kanker timbul
banyak sel-sel baru sehingga diperlukan banyak makanan dan oksigen, dengan
demikian terjadi banyak pembuluh darah baru (neovascularisasi) yang merupakan
cabang-cabang dari pembuluh darah yang sudah ada disebut pembuluh darah
pemberi makanan (feeding artery) Tindakan TAE ini menyumbat feeding artery.
Caranya dimasukkan kateter melalui pembuluh darah di paha (arteri femoralis)
yang seterusnya masuk ke pembuluh nadi besar di perut (aorta abdominalis) dan
seterusnya dimasukkan ke pembuluh darah hati (artery hepatica) dan seterusnya
masuk ke dalam feeding artery. Lalu feeding artery ini disumbat (diembolisasi)
dengan suatu bahan seperti gel foam sehingga aliran darah ke kanker dihentikan
dan dengan demikian suplai makanan dan oksigen ke selsel kanker akan terhenti

18

dan sel-sel kanker ini akan mati. Apalagi sebelum dilakukan embolisasi dilakukan
tindakan trans arterial chemotherapy yaitu memberikan obat kemoterapi melalui
feeding artery itu maka sel-sel kanker jadi diracuni dengan obat yang mematikan.
Bila kedua cara ini digabung maka sel-sel kanker benar-benar terjamin mati dan
tak berkembang lagi.
Dengan dasar inilah embolisasi dan injeksi kemoterapi intra-arterial
dikembangkan dan nampaknya memberi harapan yang lebih cerah pada penderita
yang terancam maut ini. Angka harapan hidup penderita dengan cara ini per lima
tahunnya bisa mencapai sampai 70% dan per sepuluh tahunnya bisa mencapai
50%.
b. Infus Sitostatika Intra-arterial.
Menurut literatur 70% nutrisi dan oksigenasi sel-sel hati yang normal
berasal dari vena porta dan 30% dari arteri hepatika, sehingga sel-sel ganas
mendapat nutrisi dan oksigenasi terutama dari sistem arteri hepatika. Bila Vena
porta tertutup oleh tumor maka makanan dan oksigen ke sel-sel hati normal akan
terhenti dan sel-sel tersebut akan mati. Dapatlah dimengerti kenapa pasien cepat
meninggal bila sudah ada penyumbatan vena porta ini.
Infus sitostatika intra-arterial ini dikerjakan bila vena porta sampai ke
cabang besar tertutup oleh sel-sel tumor di dalamnya dan pada pasien tidak dapat
dilakukan tindakan transplantasi hati oleh karena ketiadaan donor, atau karena
pasien menolak atau karena ketidakmampuan pasien.
Sitostatika yang dipakai adalah mitomycin C 10 20 Mg kombinasi
dengan adriblastina 10-20 Mg dicampur dengan NaCl (saline) 100 200 cc. Atau
dapat juga cisplatin dan 5FU (5 Fluoro Uracil). Metoda ballon occluded intra
arterial infusion adalah modifikasi infuse sitostatika intra-arterial, hanya kateter
yang dipakai adalah double lumen ballon catheter yang di-insert (dimasukkan) ke
19

dalam arteri hepatika. Setelah ballon dikembangkan terjadi sumbatan aliran darah,
sitostatika diinjeksikan dalam keadaan ballon mengembang selama 10 30 menit,
tujuannya adalah memperlama kontak sitostatika dengan tumor. Dengan cara ini
maka harapan hidup pasien per lima tahunnya menjadi 40% dan per sepuluh
tahunnya 30% dibandingkan dengan tanpa pengobatan adalah 20% dan 10%.
c. Injeksi Etanol Perkutan (Percutaneus Etanol Injeksi = PEI)
Pada kasus-kasus yang menolak untuk dibedah dan juga menolak semua
tindakan atau pasien tidak mampu membiayai pembedahan dan tak mampu
membiayai tindakan lainnya maka tindakan PEI-lah yang menjadi pilihan satusatunya. Tindakan injeksi etanol perkutan ini mudah dikerjakan, aman, efek
samping ringan, biaya murah, dan hasilnya pun cukup memberikan harapan. PEI
hanya dikerjakan pada pasien stadium dini saja dan tidak pada stadium lanjut.
Sebagian besar peneliti melakukan pengobatan dengan cara ini untuk kanker
bergaris tengah sampai 5 cm, walaupun pengobatan paling optimal dikerjakan
pada garis tengah kurang dari 3 cm.
Pemeriksaan histopatologi setelah tindakan membuktikan bahwa tumor
mengalami nekrosis yang lengkap. Sebagian besar peneliti menyuntikkan etanol
perkutan pada kasus kanker ini dengan jumlah lesi tidak lebih dari 3 buah nodule,
meskipun dilaporkan bahwa lesi tunggal merupakan kasus yang paling optimal
dalam pengobatan. Walaupun kelihatannya cara ini mugkin dapat menolong tetapi
tidak banyak penelitian yang memadai dilakukan sehingga hanya dikatakan
membawa tindakan ini memberi hasil yang cukup menggembirakan.
d. Terapi Non-bedah Lainnya
Terapi non-bedah lainnya saat ini sudah dikembangkan dan hanya
dilakukan bila terapi bedah reseksi dan Trans Arterial Embolisasi (TAE) ataupun
Trans Arterial Chemoembolisation ataupun Trans Arterial Chemotherapy tak
20

mungkin dilakukan lagi. Di antaranya yaitu terapi Radio Frequency Ablation


Therapy (RFA), Proton Beam Therapy, Three Dimentional Conformal
Radiotherapy (3DCRT), Cryosurgery yang kesemuanya ini bersifat palliatif
(membantu) bukan kuratif (menyembuhkan) keseluruhannya.
3. Tindakan Transplantasi Hati
Bila kanker hati ini ditemukan pada pasien yang sudah ada sirrhosis hati dan
ditemukan kerusakan hati yang berkelanjutan atau sudah hampir seluruh hati
terkena kanker atau sudah ada sel-sel kanker yang masuk ke vena porta (thrombus
vena porta) maka tidak ada jalan terapi yang lebih baik lagi dari transplantasi hati.
Transplantasi hati adalah tindakan pemasangan organ hati dari orang lain ke
dalam tubuh seseorang. Langkah ini ditempuh bila langkah lain seperti operasi
dan tindakan radiologi seperti yang disebut di atas tidak mampu lagi menolong
pasien

BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama

: Ny. M

Jenis Kelamin

: Perempuan
21

Umur

: 59 tahun

Status Perkawinan

: Sudah Menikah

Agama

: Islam

Suku

: Jawa

Pendidikan

: SD

Pekerjaan

: -

Alamat

: Wiyong

Tanggal Masuk

: 10 Desember 2015

Anamnesis

Keluhan Utama

: Perut membesar sejak 4 bulan SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke RSUD Arjawinangun dengan keluhan perut terasa membesar
sejak 4 bulan SMRS. Pasien mengeluh perut semakin membesar sejak 1 minggu.
Pasien mengeluh BAB hitam sejak 5 hari SMRS. Pasien mengeluh sesak, sesak
berkurang bila posisi berbaring miring. Pasien mengeluh kedua kaki membengkak sejak 1
minggu SMRS, mual dan muntah tidak dirasakan pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat keluhan yang sama sejak 1 bulan yang lalu

Riwayat hipertensi tidak diakui pasien

Riwayat penyakit jantung disangkal

Riwayat kencing manis disangkal

Riwayat pengobatan jangka panjang disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien.
Kebiasaan

Minum berakohol disangkal

Merokok disangkal
22

Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum

KU

: Sedang

Kesadaran

: Compos Mentis

TD

: 100/70 mmHg

Nadi

: 100x/menit

Respirasi

: 32x/menit

Tax

: 37,7OC

BB

: 45 kg

TB

: 153 cm

Status Generalis

Mata :
Anemis +/+, ikterus -/-, RP +/+ isokor
THT :
Mukosa bibir basah, Stomatitis Angularis(-)
Leher :
pembesaran kelenjar getah bening (-) kelenjar tiroid tidak teraba
JVP PR +2 cmH2O
Thorax
Pulmo :
-

Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis

Palpasi : FV N/N

Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi : ves +/+, Rh -/-, Wh -/-

Cor :
-

Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus cordis teraba

Auskultasi : S1S2 tgl reguler, murmur (-) Gallop (-)

Abdomen
23

Inspeksi : Distensi (+)

RT : Melena (+)

Auskultasi : BU (+) normal

Perkusi: Timpani

Palpasi : Nyeri tekan (-) Undulasi (+) Asites (+)

Ekstremitas
Akral hangat
Edema pada ekstremitas bawah
Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin 10
Desember 2015

Result

Flags Unit

Normal Limits

WBC

7.09

103/l 4,0 11,0

LYM %

20.7

20,0 40,0

MON %

4.7

2,0 8,0

NEU%

69.6

50,0 -70,0

Eritrosit

4.06

mm3

4,4 - 6,0

HGB

9.9

g/dL

13,0 18,0

HCT

32.5

39,0 54,0

MCV

80.0

m3

79,0 99,0

MCH

24.4

Pq

27,0 31,0

MCHC

30.6

g/dL

33,0 37,0

PLT

618

103/l 150 450

GDS

96

mg/dl

70 - 140

Ureum

81.1

mg/dl

10 - 45

Kreatinin

1.86

Mg/dl

0.50 1.10

Protein Total

5.95

g/dl

6.0 8.0
24

Albumin

2.51

g/dl

3.5 5.5

Globulin

3.44

g/dl

2.0 3.4

USG Abdomen
Cirrhosis hepatis dengan HCC (beberapa dengan necrosis central) dan abundant ascites,
splenomegali, serta pembentukan tumor trombus pada vena porta tanpa tanda-tanda
hipertensi porta.

Resume
Pasien datang ke RSUD Arjawinangun dengan keluhan perut terasa membesar sejak 4
bulan SMRS. Pasien mengeluh melena sejak 5 hari yang lalu. Pasien merasa sesak, serta
edema pada kedua tungkai. Pada pemeriksaan fisik terdapat konjungtiva anemis dan
asites. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan penurunan Hb, 9.9 g/dl, penurunan
albumin 2,51 g/dl dan peningkatan ureum 81,1 g/dl. Pada pemeriksaan USG Abdomen
terdapat gambaran sirosis hepatis dengan HCC, abundan asites, splenomegalidan
pembentukan tumor trombus pada vena porta.

ANALISA KASUS
Daftar Masalah
Karsinoma Hepatoseluler
Atas Dasar

Terdapat keluhan lain terjadinya perut membesar karena ascites, melena, dan
edema pada tungkai

Pada hasil kimia darah, terdapat penurunan albumin


25

Pada USG abdomen, terdapat gambaran HCC, splenomegali, abundant asites

Assessment

Karsinoma Hepatoseluler

Planing

Tumor marker (Alfa-fetoprotein), CT-scan

Terapi :
Spironolakton 1 x1
Furosemid 3 x 2
Tindakan bedah atau non-bedah

Anemia
Atas Dasar

Riwayat BAB hitam sejak 5 hari

Anemis

Kadar Hb 9,9

Assessment

Anemia e.c Melena

Planing

Hb Rutin

Terapi :
Transfusi

DAFTAR PUSTAKA
1. Rifai A., 1996. Karsinoma Hati. dalam Soeparman (ed). Ilmu Penyakit Dalam
Jilid 1 edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
2. Singgih B., Datau E.A., 2006, Hepatoma dan Sindrom Hepatorenal. Diakses dari
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/08_150_HepatomaHepatorenal.pdf/08_150_
HepatomaHepatorenal.html
3. Jacobson
R.D.,
2009.
Hepatocelluler
Carcinoma.
Diakses
dari
http://emedicine.medscape.com/article/369226-overview
26

4. Anonym,
2009.
Kanker
Hati.
Diakses
dari
http://www.totalkesehatananda.com/kankerhati.html
5. Bangfad,
2008.
Hepatoma.
Diakses
dari
http://infomedis.blogspot.com/2008/11/hepatoma-karsinoma-hepatoseluler.html
6. Abdul Rasyad. 2006. Pentingnya Peranan Radiologi Dalam Deteksi Dini dan
Pengobatan Kanker Hati Primer. USU Press. Sumatra.
7. Tariq Parvez., Babar Parvez., and Khurram Parvaiz et al. Screening for
Hepatocellular Carcinoma. Jounal JCPSP September 2004 Volume 14 No. 09.
8. Soresi M., Maglirisi C., Campgna P., et al. Alphafetoprotein in the diagnosis of
hepatocellular carcinoma. Anticancer Research. 2003;23;1747-53.
9. Rasyid A. Temuan Ultrasonografi Kanker Hati Hepato Selular (Hepatoma). The
Journal of Medical School University of Sumatera Utara. Vol 39. No 2 Juni 2006.
10. Richard L. Baron, M.D. and Mark S. Peterson M.D. Screening the Cirrhotic Liver
for Hepatocellular Carcinoma with CT and MR Imaging: Opportunities and
Pitfalls. RSNA 2001 Volume 21: 117 132.
11. Bolondi L., Gaiani S., Celli N., Golfieri R., et al. Characterization of small
nodules in cirrhosis by assessment of vascularity: The problem of hypovascular
hepatocellular carcinoma. Hepatology 2005; 42: 27 34.
12. S. D. Ryder. Guidelines for the diagnosis and treatment of hepatocellular
carcinoma (HCC) in adults. Gut 2003; 52 56.
13. Abdul Rasyid. Satu Kasus Karsinoma Hepato Selular Diameter Lebih dari 10 cm
Diagnostik dan Terapi. Majalah Radiologi Indonesia Thn III No. 1 1994.
14. Rasad S., 2005. Radiologi Diagnostik. FKUI; Jakarta.

27

Anda mungkin juga menyukai