Anda di halaman 1dari 22

TUGAS KIMIA ANALITIK

TITRASI PENGENDAPAN

OLEH :
1. Ni Luh Candrawati
2. Made Wulan Kesumasari
3. Kadek Prandingga Sugama Putra

P07134014011
P07134014028
P07134014030

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
TAHUN AKADEMIK 2014/2015

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang

Titrasi atau titrimetri mengacu pada analisa kimia kuantitatif yang


dilakukan dengan menetapkan volume suatu larutan yang konsentrasinya
diketahui dengan tepat, yang diperlukan untuk bereaksi secara kuantitatif dengan
larutan dari zat yang akan dianalisis. Larutan dengan konsentrasi yang diketahui
tersebut disebut larutan standar. Bobot zat yang hendak dianalisis dihitung dari
volume larutan standar yang digunakan serta hukum stoikiometri yang diketahui.
Untuk memperoleh larutan standar, perlu dilakukan proses standarisasi sebelum
melakukan analisa konsentrasi larutan yang ingin dianalisa. Secara umum, larutan
standar ada dua jenis. Pertama, larutan standar primer yang menjadi acuan dalam
proses standarisasi. Kedua, larutan standar sekunder, yaitu larutan standar yang
akan distandarisasi dan lebih lanjutnya akan digunakan untuk proses analisis
sampel. Standarisasi perlu dilakukan, karena larutan standar sekunder biasanya
bersifat tidak stabil jika disimpan dalam waktu yang lama. Sedangkan larutan
standar primer yang dipilih biasanya memiliki sifat stabil jika disimpan dalam
waktu yang lama, misalnya saja tidak higroskopis sehingga konsentrasinya tidak
mudah berubah. Setelah proses standarisasi, dilanjutkan dengan proses analisa
larutan sampel. Larutan standar tersebut akan dialirkan dari buret ke larutan
sampel yang biasanya berada di labu erlenmeyer. Adapun syarat terjadinya reaksi
titrasi dengan baik adalah:
1. Reaksinya berlangsung cepat, bila perlu dapat digunakan katalis untuk
mempercepat reaksi
2. Reaksi berlangsung sederhana dan persamaan stoikiometrinya jelas
3. Tidak terjadi reaksi sampingan yang dapat mengganggu jalannya reaksi
utama
4. Harus ada indikator yang dapat menunjukkan kapan titrasi dihentikan
Titrasi pengendapan adalah titrasi yang melibatkan terbentuknya endapan.
Berdasarkan cara penentuan titik akhirnya ada beberapa metode titrasi
pengendapan yaitu metode gay lussac, metode Mohr (pembentukkan endapan
berdasarkan pada titik akhir), metode Fajans (adsorbsi indikator pada endapan)
dan metode Volhard (terbentuknya kompleks warna yang larut pada titik akhir).

PEMBAHASAN

2.1

Titrasi Pengendapan
Titrasi pengendapan merupakan titrasi yang melibatkan pembentukan

endapan dari garam yang tidak mudah larut antara titrant dan analit. Hal dasar
yang diperlukan dari titrasi jenis ini adalah pencapaian keseimbangan
pembentukan yang cepat setiap kali titran ditambahkan pada analit, tidak adanya
interferensi yang menggangu titrasi, dan titik akhir titrasi yang mudah diamati.
Ketajaman titik ekuivalen tergantung dari kelarutan endapan yang terbentuk
dari reaksi antara analit dan titrant. Endapan dengan kelarutan yang kecil akan
menghasilkan kurva titrasi argentometri yang memiliki kecuraman yang tinggi
sehingga titik ekuivalen mudah ditentukan, akan tetapi endapan dengan kelarutan
rendah akan menghasilkan kurva titrasi yang landai sehingga titik ekuivalen agak
sulit ditentukan. Hal ini analog dengan kurva titrasi antara asam kuat dengan basa
kuat dan anatara asam lemah dengan basa kuat.
Syarat-syarat titrasi pengendapan, sebagai berikut :
1) Reaksi zat yang dititrasi dengan pentiter berlangsung dengan cepat
2) Reaksi sempurna secara kuantitatif
3) Tidak ada reaksi tambahan yang mempengaruhi stokhiometri antara zat
yang dititrasi dengan larutan baku.
4) Titrasi akhirtitrasi jatuh berdekatan dengan titik ekivalen.
Indikator titrasi pengendapan Indikator untuk titrasi pengendapan yang
melibatkan perak Salah satu permasalahan titrasi pengendapan adalah menentukan
indikator yang cocok. Dalam titrasi-titrasi yang melibatkan garam-garam perak
ada 3 indikator yang telah sukses dikembangkan selama ini. Metode Mohr
menggunakan ion kromat, CrO4 2- , untuk mengendapkan Ag2CrO4 coklat.
Metode Volhard menggunakan ion Fe3+ untuk membentuk sebuah kompleks yang
berwarna dengan ion tiosianat, SCN- . Dan metode Fajans menggunakan
indikator-indikator adsorpsi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan dalam titrasi pengendapan,
diantaranya :
1)

Suhu.

2)

Sifat Pelarut.

3)

Ion Sejenis.

4)

Aktivitas Ion.

5)

pH.

6)

Hidrolisis.

7)

Hidroksida Logam.

8)

Pembentukan Senyawa Kompleks.


Penjelasan dalam faktor-faktor diatas yang mempengaruhi kelarutan dalam
titrasi pengendapan adalah sebagai berikut :

1)

Efek suhu larutan


Pada kebanyakan garam anorganik, kelarutan meningkat jika suhu naik.
Sebaiknya proses pengendapan, penyaringan dan pencucian endapan dilakukan
dalam keadaan larutan panas. Kecuali untuk endapan yang dalam larutan panas
memiliki kelarutan kecil (misalnya: Hg2Cl2, MgNH4PO4) cukup disaring setelah
terlebih dahulu didinginkan di lemari es.

2)

Efek sifat pelarut


Kebanyakan garam anorganik larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut
organik. Air memiliki momen dipol yang besar dan tertarik oleh kation dan anion
membentuk ion hidrat. Sebagaimana ion hidrogen yang membentuk H3O+, energi
yang dibebaskan pada saat interaksi ion dengan pelarut akan membantu
meningkatkan gaya tarik ion terhadap kerangka padat endapan. Ion-ion dalam
kristal tidak memiliki gaya tarik terhadap pelarut organik, sehingga kelarutannya
lebih kecil daripada kelarutan dalam air. Pada analisis kimia, perbedaan kelarutan
menjadi dasar untuk pemisahan senyawa. Sebagai contoh: campuran kering
Ca(NO3)2 + Sr(NO3)2 dipisahkan dalam campuran alkohol + eter, hasilnya
Ca(NO3)2 larut, sedangkan Sr(NO3)2 tidak larut.

3)

Efek ion sejenis


Endapan lebih mudah larut dalam air daripada dalam larutan yang
mengandung ion sejenis. Misalnya pada AgCl, [Ag+][Cl-] tidak lebih besar dari
tetapan (Ksp AgCl = 1 x 10-10) di dalam air murni di mana [Ag+] = [Cl-] = 1 x 10-5
M; jika ditambahkan AgNO3 hingga [Ag+] = 1 x 10-4 M, maka [Cl-] turun menjadi
1 x 10-6 M, sehingga reaksi bergeser ke kanan sesuai arah: Ag+ + Cl-

AgCl. Ke

dalam endapan terjadi penambahan garam, sedangkan jumlah Cl - dalam larutan


menurun.
Teknik penambahan ion sejenis dilakukan oleh analis untuk tujuan :

a)
b)

Menyempurnakan pengendapan.
Pencucian endapan dengan larutan yang mengandung ion sejenis dengan
endapan.
Jika kelebihan ion sejenis cukup besar, maka kelarutan endapan lebih
besar dari harga yang diperkirakan dari Ksp, oleh sebab itu penambahan ion
sejenis dibatasi hingga 10%.

4)

Efek aktivitas ion


Banyak endapan yang kelarutannya naik di dalam larutan yang
mengandung ion-ion yang tidak bereaksi dengan ion-ion pembentuk endapan.
Fenomena ini disebut efek aktivitas ion atau efek ion berlainan (diverse ion effect)
atau efek garam netral. Misalnya kelarutan antara AgCl dan BaSO 4 dalam larutan
KNO3.
Molaritas merupakan aktivitas yang terjadi dalam larutan yang sangat
encer, jika konsentrasi larutan makin pekat maka koefisien aktivitas (f) menurun
cepat, akibat gaya tarik lebih besar yang terjadi antar ion yang berbeda muatan.
Efektivitas ion-ion (pada kondisi setimbang) juga menurun dan penambahan
endapan harus dilakukan agar aktivitas kembali ke semula.
Jika koefisien aktivitas kedua ion kecil, maka hasil kali konsentrasi molar
besar. Kenaikan kelarutan BaSO4 lebih besar daripada AgCl, karena koefisien
aktivitas ion divalen lebih kecil daripada ion univalent. Dalam larutan sangat
encer f = 1, maka Ksp = Kosp.

5)

Efek pH
Kelarutan garam dari asam lemah tergantung kepada pH larutan. Contoh :
oksalat, sulfida, hidroksida, karbonat, dan fosfat. Proton bereaksi dengan anion
membentuk asam lemah sehingga mempertinggi kelarutan garam.

6)

Efek hidrolisis
Jika garam dari asam lemah dilarutkan di dalam air maka akan terjadi
perubahan pH larutan.
MA
A- + H2O

M+ + AHA + OH-

Jika HA sangat lemah, MA tidak larut, maka Ka dan Ksp kecil. Jika [A -]
kecil, maka reaksi hidrolisis lebih sempurna. Dapat terjadi 2 ekstrim yang
bergantung pada besarnya harga Ksp, diantaranya :
a) Kelarutan sangat kecil di mana pH air tidak berubah karena terjadi hidrolisis.
b) Kelarutan cukup besar di mana ion OH- yang bersumber dari air dapat
diabaikan.
7)

Efek hidroksida logam atau hidroksida metal


Jika hidroksida logam dilarutkan di dalam air, terjadi seperti pada efek
hidrolisis tetapi pH tidak berubah.
M2+ + 2 OH

M(OH)2

OH- + H2O

H3O+ + OH-

[M2+][OH-]2 = Ksp
[H3O+][OH-] = Kw
Charge balance : 2 [M2+] + [H3O+] = [OH-]
Dari 3 persamaan tersebut dapat dihitung kelarutan molar. Pada saat M(OH)2 larut
maka [OH-] naik, sehingga menggeser [OH-] pada kesetimbangan disosiasi air ke
kiri :
M(OH)2 (p)

2 H2O

M2+ + 2 OH-

H3O+ + OH-

Dapat terjadi 2 kondisi ekstrim yang masing-masing tergantung kepada


besarnya kelarutan ion hidroksida, yaitu :
a)
b)

Kelarutan sangat kecil di mana pH tidak berubah.


Kelarutan cukup besar mengakibatkan kenaikan [OH-], sedangkan [H3O+]
sangat kecil (diabaikan).

8)

Efek pembentukan senyawa kompleks


Kelarutan garam sukar larut dipengaruhi oleh zat-zat yang dapat
membentuk senyawa kompleks dengan kationnya. Ion pengkompleks dapat

berupa anion atau molekul netral, baik sejenis maupun tidak sejenis dengan
endapan. Misalnya efek hidrolisis di mana OH- sebagai ion pengkompleks.
2.2

Klasifikasi Metode

Berdasarkan Kombinasi ion :


1) Titrasi Asam-Basa
2) Pengendapan dan pembentukan komplek ( Argentometri )
3) Kompleksometri
Berdasarkan Pertukaran Elektron :
1) Reaksi Oksidasi-Reduksi
Argentometri
Argentometri adalah titrasi penentuan analit yang berupa ion halida (pada
umumnya) dengan menggunakan larutan standar perak nitrat AgNO3. Titrasi
pengendapan yang paling banyak dipakai adalah Argentometri, karena hasil kali
kelarutan garam perak halida (pseudohalida) sangat kecil :
Ksp AgCl = 1,82 . 10-10

Ksp AgCN = 2,2 . 10-16

Ksp AgCNS = 1,1 . 10-12

Ksp AgI = 8,3 . 10-17

Ksp AgBr = 5,0 . 10-13


Prinsip dari argentometri adalah reaksi pembentukan endapan (preciptate
= presipitat) Titrasi pengendapan = Presipitumetri. Reaksi yang terjadi pada titrasi
tipe ini adalah reaksi-reaksi dimana terbentuk senyawa yang tidak larut. Meskipun
reaksi-reaksi dimana terbentuk senyawa yang tidak mudah larut banyak sekali,
tetapi yang dapat digunakan dalam analisa sedikit sekali. reaksi-reaksi tersebut
harus memenui syarat-syarat :
1.
2.
3.
4.

Endapan yang terbentuk praktis tidak larut


Proses terbentuknya endapan harus cepat (terbentuknya larutan lewat jenuh
harus tidak berpengaruh pada proses terbentuknya endapan).
Hasil titrasi tidak boleh dipengaruhi oleh proses adsorbs dan kopresipitasi.
Titik ekivalen dari titrasi harus dapat ditentukan.
Darititrasi tipe ini yang terpenting adalah pemakaian larutan AgNO3
sebagai larutan standar untuk penetapan garam-garam halogen dan cianida, yang
merupakan salah satu bagian dari analisa volumetri yang disebut argentometri.
Disini penting sekali peranan kelarutan, hasil kali kelarutan dan pengendapan

bertingkat. Argentometri adalah penetapan suatu zat dalam larutan berdasarkan


presipitasi dengan larutan AgNO3. Perak nitrat dapat dijadikan sebagai larutan
stndar primer apabila larutanya proanalisis.
1. Kurva Titrasi
Kurva titrasi dapat dibuat dengan cara mengeplot antara perubahan
konsentrasi analit pada sumbu ordinat dan volume titran pada sumbu absis, pada
umumnya konsentrasi analit dinyatakan dalam fungsi (P) yaitu px = log [x].
Kurva titrasi terdiri atas 3 wilayah yaitu wilayah sebelum titik ekuivalen, titik
ekuivalen, dan titik setelah ekuivalen. Pada penggambaran sebuah kurva ada
beberapa titik yang harus dicari untuk menggambarkan kurva secara keseluruhan,
titik-titik tersebut diantaranya:
1. Titik awal titrasi
2. Titik setelah penambahan a ml AgNO3
3. Titik setelah penambahan b ml AgNO3 (1-2 tetes sebelum titik ekuivalen)
4. Titik saat ekuivalen
5. Titik setelah penambahan AgNO3 berlebih
Pada proses penghitungan sebelum penggambaran kurva harus juga
memperhitungkan hukum kesetimbangan, yaitu mempertimbangkan AgCl yang
dapat terlarut kembali.
Ag+(aq) + Cl-(aq) AgCl(s)
y

dimana

(a-n) + y

ny

a = mmolCl- semula (jumlah analitis).

n = mmol Ag+ yang telah ditambahkan.


y = mmol Ag+ yang tak terendap sebagai akibat kesetimbangan.

Maka jumlah AgCl yang mengendap (tanpa kesetimbangan) ialah n mmol. Boleh
dibayangkan, bahwa kemudian y mmol AgCl larut kembali untuk memenuhi
hukum kesetimbangan, dengan membentuk kembali y mmol Ag+ dan Cl-.Maka
dalam keadaan setimbang terdapat y mmol Ag+ dan (a-n)+y mmol Cl-, sehingga
Selama titrasi masih jauh dari titik ekuivalen, y akan lebih kecil dari pada (a-n)
dan untuk menyederhanakan perhitungan dapat diabaikan; tetepi semakin
mendekati titik ekuivalen nilai a-n semakin kecil sehingga akhirnya y tidak dapat
diabaikan lagi, dan persamaan harus dipecahkan sebagai persamaan kuadrat.
Untuk menggambar kurva titrasi argentometri maka perhatikan contoh berikut ini:
50 mL larutan NaCl 0,1 M dititrasi dengan 0,1 M larutan perak nitrat AgNO3,
maka hitunglah konsentrasi Cl- pada saat awal dan pada saat penambahan perak
nitrat sebanyak 10 mL, 49,9 mL, 50 mL, dan 60 mL dan diketahui Ksp AgCl
1,56.10-10
Pada saat awal titrasi belum terdapat AgNO3 yang ditambahkan sehingga
konsentrasi ion klorida adalah sebagai berikut:
[Cl-]

= 10-1 M

pCl = -log [Cl-]


= -log 10-1
= 1
Saat penambahan 10 mL AgNO3 0,1 M ( dengan mengabaikan y)
Reaksi yang terjadi adalah:
Ag+(aq) + Cl-(aq) AgCl(s)

mula mula

1 mmol

5 mmol

reaksi

1 mmol

1 mmol

1 mmol

sisa

0 mmol

4 mmol

1 mmol

Perbandingan mol antara Ag+ dan Cl- adalah


[Cl-]

1:1.

= (500,1)-(100,1) / (50+10)

= 0,067 M
pCl

= -log [Cl-]

= -log 0,067
= 1,17
Saat penambahan 49,9 mL AgNO3 0,1 M (dengan mengabaikan y)
Reaksi yang terjadi adalah:
Ag+(aq) + Cl-(aq) AgCl(s)

mula mula

4,49 mmol

reaksi

4,49 mmol

4,49 mmol

4,49 mmol

0 mmol

0,01 mmol

4,49 mmol

sisa

[Cl-]

5 mmol

= (500,1)-(49,90,1)/(50+49,9)

= 1.10-4
pCl

= -log [Cl-]

= -log 1.10-4
=4
Saat penambahan 49,99 mL AgNO3 0,1 M (dengan tidak mengabaikan y)
Ag+ dalam 49,99 ml = 4,999 mmol; volume total

= 99,99 ml
= 100 ml
(a-n) = 0,001 mmol
Maka
(y) ( 0,001 + y )

= 1,0 x 10-10 + 1002 dan diperoleh

= 0,618 x 10-3

Y
[Cl-]

= 1,618 x 10-5dan [Ag+] = 0,618 x 10-5

pCl

= -log [Cl-]

= -log [1,618 x 10-5]


=

4,79

Saat Titik Ekivalen (saat ditambahkan 50 ml AgNO3 0,1 M)


AgNO3 dan NaCl habis bereaksi membentuk AgCl. Pada saat ini maka tidak ada
ion Ag+ maupun ion Cl- dalam larutan sehingga konsentrasi Cl ditentukan dengan
menggunakan nilai Ksp.
AgCl(s) Ag+(aq) + Cl-(aq)
s

Ksp

= [Ag+][Cl-]

Ksp

= s2

= Ksp1/2

= (1,56.10-10)1/2

= 1,25.10-5

pCl

= -log[Cl-]

= -log 1,25.10-5
= 4,9

Saat penambahan 60 mL AgNO3 0,1 M (dengan mengabaikan y)


Reaksi yang terjadi adalah:
Ag+(aq) + Cl-(aq) AgCl(s)

mula mula

6 mmol 5 mmol

reaksi

5 mmol 5 mmol 5 mmol

sisa

1 mmol 0 mmol 5 mmol

pada saat ini maka terdapat kelebihan Ag+ sebanyak 10 mL sehingga sekarang
kita menghitung jumlah konsentrasi Ag+ yang berlebih
[Ag+] = 10x 0,1/(50+60)
= 9,1.10-3
pAg

= -log[Ag+]

= -log 9,1.10-3
= 2,04
pAg + pCl = 10 (dari harga Ksp)
pCl

= 10 2,04

pCl

= 7,96

Dan kurva titrasinya adalah sebagai berikut:


Kurva titrasi 50 mL NaCl 0,1 M vs AgNO3 0,1 M
Titrasi 50 ml NaCl 0,1 M dengan AgNO3 0,1 M
AgNO3 ml
0,0
10,0

[Cl-]
0,10
0,067

% yg diendapkan
0,0
20,0

pCl
1,00
1,17

20,0
30,0
40,0
49,0
49,9
49,99
50,0
50,1
51,0
60,0

0,043
0,025
0,011
0,0010
110-4
1,618 x 10-5
110-5
110-6
110-7
110-8

40,0
60,0
80,0
98,0
99,8
99,97
100
100
100
100

1,37
1,60
1,96
3,00
4,00
4,79
4,9
6,00
7,00
7,96

Pengaruh kurva nilai Ksp terhadap kurva titrasi dapat dilihat dari gambar
dibawah ini. Gambar dibawah ini menunjukkan kurva titrasi 25 mL larutan MX
(dengan X adalah Cl-, I-, dan Br-) dengan 0,05 M AgNO3. Dapat dilihat bahwa
semakin kecil harga Ksp untuk AgI maka kurvanya akan semakin curam
sedangkan semakin besar harga Ksp untuk AgCl maka kurvanya semakin landai.
Satu hal lagi manfaat dari kurva titrasi adalah selain dapat dipakai untuk mencari
titik ekuivalen maka kurva titrasi juga dapat dipakai untuk mencari konsentrasi
kation dan anion disetiap titik dimana titrasi berlangsung.
Metode argentometri yang lebih luas lagi digunakan adalah metode titrasi
kembali. Perak nitrat (AgNO3) berlebihan ditambahkan ke sampel yang
mengandung ion klorida atau bromida. Sisa AgNO3 selanjutnya ditirasi kembali
dengan menggunakan ammonium tiosianat menggunakan indikator besi(III)
ammonium sulfat. Reaksi yang terjadi pada penentuan ion klorida dengan cara
titrasi

kembali

AgNO3
Sisa

berlebih

AgNO3

adalah
+
NH4SCN

sebagai

Cl-

---------->
---------->

3NH4SCN + FeNH4(SO4)2 ---------->

berikut

:(2:147)

gCl(s)
AgSCN(s)

NO3-

+
+

NH4NO3

Fe(SCN)3 merah + 2(NH4)2SO4

Sebelum dilakukan titrasi kembali, endapan AgCl harus disaring terlebih


dahulu atau dilapisi dengan penambahan dietiftalat untuk mencegah disosiasi
AgCl oleh ion tiosianat. Halogen yang terikat dengan cincin aomatis tidak dapat
dibebaskan dengan hidrolisis sehingga harus dibakar dengan labu oksigen untuk
melepaskan halogen sebelum titrasi.

beberapa metode dalam titrasi argentometri yaitu metode Mohr, metode


Volhard, metode K.Fajans, dan metode Leibig.
1.

Metode Mohr
Metode ini dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida
dalam suasana netral dengan larutan baku perak nitrat dengan penambahan larutan
kalium kromat sebagai indikator. Pada permulaan titrasi akan terjadi endapan
perak klorida dan setelah tercapai titik ekivalen, maka penambahan sedikit perak
nitrat akan bereaksi dengan kromat dengan membentuk endapan perak kromat
yang berwarna merah.
Cara yang mudah untuk membuat larutan netral dari larutan yang asam
adalah dengan menambahkan CaCO3 atau NaHCO3 secara berlebihan. Untuk
larutan yang alkalis, diasamkan dulu dengan asam asetat kemudian ditambah

a.

sedikit berlebihan CaCO3. Kerugian metode Mohr adalah :


Bromida dan KLorida kadarnya dapat ditetapkan dengan metoda Mohr akan
tetapi untuk iodida dan tiosianat tidak memberikan hasil yang memuaskan, karena
endapan perak iodida atau perak tiosianat akan mengadsorbsi ion kromat,

b.
c.
d.

sehingga memberikan titik akhir yang kacau.


Adanya ion-ion seperti sulfida, fosfat, dan arsenat juga akan mengendap.
Titk akhir kurang sensitif jika menggunakan larutan yang encer.
Ion-ion yang diadsorbsi dari sampel menjadi terjebak dan mengakibatkan hasil
yang rendah sehingga penggonjongan yang kuat mendekati titik akhir titrasi
diperlukan untuk membebaskan ion yang terjebak tadi.
Titrasi langsung iodida dengan perak nitrat dapat dilakukan dengan
penambahan amilum dan sejumlah kecil senyawa pengoksidasi. Warna biru akan
hilang pada saat titk akhir dan warna putih-kuning dari endapan perak iodida
(AgI) akan muncul.
Kesalahan titrasi metode Mohr :
-

Koreksi titran

Konsentrasi indikator K2CrO4 5.10-3 M (tersedia 0,0989 M V?)

Titrasi dilakukan dalam suasana netral atau sedikit alkali, bila terlalu asam
kepekaan indikator menurun, bila terlalu basa akan terbentuk AgOH atau
Ag2O sebelum terbentuk endapan AgCrO4

2.

Metode Volhard

Pada prinsipnya, penentuan titik akhir ditandai dengan pembentukan


senyawa berwarna yang larut.
Perak dapat ditetapkan secara teliti dalam suasana asam dengan larutan
baku kalium atau ammonium tiosianat yang mempunyai hasil kali kelarutan 7,1 x
10-13. Kelebihan tiosianat dapat ditetapkan secara jelas dengan garam besi (III)
nitrat atau besi(III) amonium sulfat sebagai indikator yang akan membentuk
warna merah dari kompleks besi(III)-tiosianat dalam lingkungan asam nitrat 0,5
1,5 N. Titrasi ini harus dilakukan dalam suasana asam, sebab ion besi(III) akan
diendapkan menjadi Fe(OH)3 jika suasananya basa, sehingga titik akhir tidak
dapat ditunjukkan. pH larutan harus di bawah 3. Pada titrasi ini terjadi perubahan
warna 0,7-1% sebelum titik ekuivalen. Untuk mendapatkan hasil yang teliti pada
waktu akan dicapai titik akhir, titrasi digojog kuat-kuat supaya ion perak yang
diadsorbsi oleh endapan perak tiosianat dapat bereaksi dengan tiosianat.
Metode ini dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida, bromida, dan
iodida dalam suasana asam. Caranya dengan menambahkan larutan baku perak
nitrat berlebihan, kemudian kelebihan larutan baku perak nitrat dititrasi kembali
3.

dengan larutan baku tiosianat.


Metode K. Fajans
Pada metode ini digunakan indikator adsorbsi, senyawa yang biasa
digunakan adalah fluoresein dan eosin. Pada titik ekivalen, indikator teradsorbsi
oleh endapan. Indikator ini tidak memberikan perubahan warna kepada larutan,
tetapi pada permukaan endapan.
Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam memilih indikator adsorpsi :
1)

Pada TE jangan dibiarkan AgCl menggumpal menjadi partikel besar,


karena akanmenurunkan dengan tajam daya adsorpsi permukaan
endapan terhadap indikator. Jika itu terjadi, diatasi dengan
penambahan dextrin, sebagai koloid pelindung agar endapan
terdispersi lebih banyak. Dengan adanya dextrin maka perubahan
warna menjadi reversibel, dan setelah lewat TE dapat dilakukan titrasi

2)

balik dengan larutan baku Cl-.


Adsorpsi indikator harus mulai terjadi sesaat sebelum TE dan makin
cepat pada TE. Indikator yang jelek performansinya akan teradsorpsi
kuat sehingga mensubstitusi ion-ion yang telah teradsorpsi sebelum
TE.

3)

pH larutan harus terkontrol agar dapat mempertahankan konsentrasi


ion dari indikator asam lemah ataupun basa. Misalnya,fluoresein (Ka
= 10-7) dalam larutan yang lebih asam dari pH 7 melepas fluoreseinat
sangat kecil sehingga perubahan warna tidak dapat diamati. Fluoresein
hanya dapat digunakan pada pH 7-10, sedangan difluoresein (Ka=10 -4)

4)

digunakan pada pH 4-10.


Sebaiknya dipilih ion indikator yang muatannya berlawanan dengan
ion penitrasi. Adsorpsi indikator tidak terjadi sebelum terjadi
kelebihan titran. Pada titrasi Ag+ dengan Cl- dapat digunakan metil
violet (garam klorida dari suatu basa organik) sebagai indikator
adsorpsi. Kation tidak teradsorpsi sebelum terjadi kelebihan Cl- dan
koloid bermuatan negatif. Dalam hal tersebut dapat digunakan
indikator

diklorofluoresein,

tetapi

harus

ditambahkan

sesaat

menjelang TE.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam metode ini, endapan harus dijaga
sedapat mungkin dalam bentuk koloid. Garam netral dalam jumlah besar dan ion
bervalensi banyak harus dihindarkan karena mempunyai daya mengkoagulasi.
Larutan tidak boleh terlalu encer karena endapan yang terbentuk sedikit sekali
sehingga mengakibatkan perubahan warna indikator tidak jelas. Ion indikator
harus bermuatan berlawanan dengan ion pengendap. Ion indikator harus tidak
teradsorbsi sebelum tercapai titik ekuivalen tetapi harus segera teradsorbsi kuat
setelah tercapai titik ekuivalen. Ion indikator tidak boleh teradsorbsi sangat kuat,
seperti misalnya pada titrasi klorida dengan indikator eosin, yang mana indikator
teradsobsi lebih dulu sebelum titik ekuivalen tercapai.
Kesalahan titrasi metode Fajans :
- Penambahan amilum atau dekstrin untuk

mencegah

terjadinya

penggumpalan
-

Titrasi dilakukan dalam suasana netral atau sedikit alkali (pH 7-10), diatur
dengan panambahan NaHCO3 atau borax bebas klorida atau amonium

asetat berlebih
Fluoroscein adalah indikator adsorbsi, oleh karena itu faktor pengocokan
harus diperhatikan

4.

Metode Leibig

Pada metode ini, titik akhir titrasinya tidak ditentukan dengan indikator
akan tetapi ditunjukkan dengan terjadinya kekeruhan. Ketika larutan perak nitrat
ditambahkan kepada larutan alkali sianida akan terbentuk endapan putih, tetapi
pada penggojoan akan larut kembali karena terbentuk kompleks sianida yang
stabil dan larut.
Cara Leibig hanya menghasilkan titik ahir yang memuaskan apabila
pemberian pereaksi pada saat mendekati titik akhir dilakukan perlahan-lahan.
Cara Leibig ini tidak dapat dilakukan pada larutan amoni-akalis karena ion perak
akan membentuk kompleks Ag(NH3)2+ yang larut. Hal ini dapat diatasi dengan
menambahkan sedikit larutan kalium iodida.

Merkurimetri
Merkurimetri adalah titrasi pengendapan yang mengguanakan ion Hg2+
sebagai pentiter dan dapat dipakai untuk menentukan klorida.
Hg2+ + 2 Cl- --> HgCl2 (berlaku untuk halida lain)
Jika ion halida dititrasi dengan merkuri nitrat, pada TE tidak ada [Hg 2+]
karena selama titrasi terbentuk endapan HgCl2, namun setelah TE terjadi kenaikan
[Hg2+] yg segera bereaksi dengan indikator membentuk kompleks Hg-Indikator;
misalnya

indikator

nitroprusid

membentuk

endapan

putih,

indikator

difenilkarbazid atau difenilkarbazon dalam asam membentuk warna ungu intensif.


Diperlukan koreksi dengan titrasi blanko : 0,17 ml Hg(NO3)2 0,1 N untuk 50 ml
HgCl2 0,05 N. Volume titrasi blanko bervariasi sesuai besarnya [HgCl2] TE karena
[Hg2+] berlebih akan beraksi dg HgCl2 :
HgCl2 + Hg2+ --> 2 HgCl+

Titrasi Kolthoff
Penentuan kadar Zn2+ (sebagai titran) diendapkan dengan larutan baku KFerosianida TAT dapat ditentukan dengan indikator eksternal seperti uranil nitrat,
ammonium molibdat, FeCl3, dan lain-lain. Namun diperlukan keterampilan
khusus; sehingga lebih baik menggunakan indikator internal seperti difenilamin,
difenilbenzidin, difenilamin sulfonat, dan lain-lain. Reaksi redoks Fe 2+, Fe3+
mempunyai potensial reduksi (pada 30oC) sebagai berikut :
E = Eo + 0,060 log [Fe(CN)63-] / [Fe(CN)64-]

Campuran fero-ferisianida dalam asam memiliki potensial reduksi jauh


lebih kecil daripada yang diperlukan untuk mengoksidasi indikator, hingga
diperoleh bentuk teroksidasi berwarna intensif. Jika ke dalam campuran tersebut
ditambahkan Zn2+ akan terjadi endapan Zn-ferosianida, diikuti kenaikan potensial
reduksi karena Fe(CN)64- hilang dari larutan. Setelah Fe(CN)64- bereaksi sempurna
akan terjadi kenaikan tajam potensial reduksi dan muncul warna biru (bentuk
indikator teroksidasi) akibat adanya kelebihan Zn2+. Pada TAT akan muncul warna
biru telur asin.

PENUTUP
Simpulan
Titrasi pengendapan merupakan titrasi yang melibatkan pembentukan
endapan dari garam yang tidak mudah larut antara titrant dan analit. Syarat-syarat
titrasi pengendapan, yaitu reaksi zat yang dititrasi dengan pentiter berlangsung
dengan cepat, reaksi sempurna secara kuantitatif, tidak ada reaksi tambahan yang
mempengaruhi stokhiometri antara zat yang dititrasi dengan larutan baku, titrasi
akhirtitrasi jatuh berdekatan dengan titik ekivalen.

Faktor-faktor yang

mempengaruhi kelarutan dalam titrasi pengendapan, diantaranya : suhu, sifat


pelarut, ion sejenis, aktivitas ion, ph, hidrolisis, hidroksida logam, pembentukan
senyawa kompleks. Klasifikasi metode berdasarkan kombinasi ion : titrasi asambasa, pengendapan dan pembentukan komplek atau argentometri ( Metode Mohr,
Metode

Volhard,

Metode

Fajans)

dan

merkurumetri,

kompleksometri.

Berdasarkan pertukaran elektron :reaksi oksidasi-reduksi.


Metode argentometri yang lebih luas lagi digunakan adalah metode titrasi
kembali. Perak nitrat (AgNO3) berlebihan ditambahkan ke sampel yang
mengandung ion klorida atau bromida. Metode Mohr, metode ini dapat digunakan
untuk menetapkan kadar klorida dan bromida dalam suasana netral dengan larutan
baku perak nitrat dengan penambahan larutan kalium kromat sebagai indikator.
Metode Volhard, pada prinsipnya penentuan titik akhir ditandai dengan
pembentukan senyawa berwarna yang larut. Perak dapat ditetapkan secara teliti
dalam suasana asam dengan larutan baku kalium atau ammonium tiosianat yang
mempunyai hasil kali kelarutan 7,1 x 10-13. Metode K. Fajans, pada metode ini
digunakan indikator adsorbsi, senyawa yang biasa digunakan adalah fluoresein
dan eosin. Pada titik ekivalen, indikator teradsorbsi oleh endapan. Indikator ini
tidak memberikan perubahan warna kepada larutan, tetapi pada permukaan
endapan.
Merkurimetri adalah titrasi pengendapan yang mengguanakan ion Hg2+
sebagai pentiter dan dapat dipakai untuk menentukan klorida. Jika ion halida
dititrasi dengan merkuri nitrat, pada TE tidak ada [Hg2+] karena selama titrasi
terbentuk endapan HgCl2, namun setelah TE terjadi kenaikan [Hg2+] yg segera

bereaksi dengan indikator membentuk kompleks Hg-Indikator; misalnya indikator


nitroprusid

membentuk

endapan

putih,

indikator

difenilkarbazid

atau

difenilkarbazon dalam asam membentuk warna ungu intensif.


Penentuan kadar Zn2+ (sebagai titran) diendapkan dengan larutan baku KFerosianida TAT dapat ditentukan dengan indikator eksternal seperti uranil nitrat,
ammonium molibdat, FeCl3, dan lain-lain. Namun diperlukan keterampilan
khusus; sehingga lebih baik menggunakan indikator internal seperti difenilamin,
difenilbenzidin, difenilamin sulfonat, dan lain-lain.

Saran
Dalam praktikum titrasi pengendapan harus memperhatikan bahan yang
akan diendapkan, indikator dan hal-hal sebagainya. Hal tersebut dikarenakan pada
setiap metode memiliki prinsip kerja yang berbeda-beda sehingga tidak dapat
dicampur atau dijadikan satu. Pada saat melakukan titrasi harus memperhatikan
keadaan alat-alat dan bahan yang akan digunakan agar dalam keadaan yang baik
dan siap digunakan. Misalnya memeriksa keadaan buret, buret harus dalam
keadaan baik dan bersih serta dalam keadaan kering sebelum digunakan. Pada saat
praktikum harus dikerjakan secara teliti, perubahan warna yang terjadi jangan
sampai berlebihan karena akan sangat berpengaruh.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2014. Titrasi Pengendapan. (online). Tersedia:
http://bisakimia.com/2014/09/06/titrasi-pengendapan/ (diakses 29
November 2014. 1845)
Anonim. 2009. Titrasi Pengendapan. (online). Tersedia:
http://webcache.googleusercontent.com/search?
q=cache:LSaimxcjQE8J:stfitb2008.files.wordpress.com/2009/10/sd-04titrasi-pengendapan.pdf+&cd=3&hl=id&ct=clnk (Diakses 30 November
2014. 15:30)
Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta : PT. Gramedia
Okta, Yayang. 2010. Titrasi Pengendapan. (online). Tersedia:
https://www.academia.edu/6701785/Titrasi_Pengendapan (diakses 29
November 2014. 18:44)
Sartini. 2012. Titrasi Pengendapan. (online). tersedia:
http://sartinichemistry.blogspot.com/2013/05/titrasi-pengendapan.html
(diakses 29 Novemver 2014. 18:30)

Anda mungkin juga menyukai