Anda di halaman 1dari 14

EKSTENSI PANCASILA DALAM KONTEKS MODEREN

DAN GLOBAL PASCA REFORMASI

MATA KULIAH : PENDIDIKAN PANCASILA

Disusun oleh :
Nama
NIM
Kelompok
Kelas
Dosen

: Andhika Harya C.P.


: 11.12.6143
:J
: 11-S1SI-11
: JUNAIDI S.Ag, M.Hum

JURUSAN SISTEM INFORMASI

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN


INFORMATIKA
Dan KOMPUTER
AMIKOM YOGYAKARTA
Tahun 2011

ABSTRAK
Pancasila sebagai dasar falsafah dan pandangan hidup serta sumber dari semua
sumber hukum adalah warisan hukum yang digali dari nilai budaya, adat serta
kepribadian bangsa. tidak ada yang salah dalam pancasila hanya saja penjabaran
pelaksanaan pada masa pemerintahan sebelumnya hanya menjadi topeng dan kedok
pembenaran kekuasaan saja. seiring dengan semangat reformasi dalam perubahan
menuju tatanan masyarakat yang madani adalah menjadi tonggak sejarah dimana
keberhasilan reformasi justru pada keberhasilan mengembalikan kemurnian dan
keutuhan serta kekuatan pancasilaisme disetiap warga negara indonesia
Pada masa reformasi ini sesuai dengan maknanya maka tidak salah dan tepat
bila kita harus kembali pada nlai-nilai pancasila yang telah sekian lama menjadi asing
dan jauh dari kehidupan kita sebagai bangsa untuk meningkatkan Wawasan
Kebangsaan yang mempunyai komitmen untuk selalu mengutamakan bangsa dan
negara

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Eksistensi Pancasila Dalam Konteks
Globalisasi dan Modern Pasca Reformasi ini dengan lancar. Penulisan makalah ini
bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen matakuliah
Pancasila bapak Junaidi S.Ag, M.Hum
Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang penulis
peroleh dari buku panduan yang berkaitan dengan Pancasila, serta infomasi dari
media massa yang berhubungan dengan sejarah mulai dari orde lama sampai orde
baru tak lupa penyusun ucapkan terima kasih kepada pengajar matakuliah Pancasila
atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini. Juga kepada rekan-rekan
mahasiswa yang telah mendukung sehingga dapat diselesaikannya makalah ini.
Penulis mengharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat
bagi kita semua, dapat menambah wawasan kita mengenai Pancasila yang ditinjau
dari aspek perumusan bagi kehidupan, khususnya bagi penulis. Memang makalah ini
masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.

Yogyakarta, 28 Oktober 2011

Penulis

BAB I
PANCASILA MODERN DAN GLOBAL PASCA REFORMASI

1. LATAR BELAKANG
Pada masa sekarang arah tujuan reformasi secara birokratis, rezim orde baru
telah tumbang namun, mentalitas orde baru masih nampak disana-sini. Sedangkan
pancasila adalah sebagai ideologi bangsa Indonesia yang merupakan hasil dari
penggabungan dari nilai-nilai luhur yang berasal dari akar budaya masyarakat
Indonesia. Sebagai sebuah ideologi politik, Pancasila bisa bertahan dalam
menghadapi perubahan masyarakat, tetapi bisa pula pudar dan ditinggalkan oleh
pendukungnya.
Maka dari itu pancasila sebagai ideologi haruslah mempunyai dimensibilitas
agar substansi-substansi pokok yang dikandungnya tidak lekang dimakan waktu. Pada
masa reformasi yang dimulai dari tahun 1998 hingga masa sekarang, orang-orang
mulai menanyakan revelansi dari pancasila untuk menjawab segala tantangan zaman
terlebih lagi di era globalisasi seperti sekarang ini. Maka Pancaila menurut saya
mutlak masih diperlukan.
2. RUMUSAN MASALAH
Sejauh mana relevansi untuk pengamalan nilai-nilai pancasila di era Reformasi ini,
apakah bisa menjadi tolak ukur untuk kita kembali atau bahkan meninggalkan nilai
luhur bangsa Indonesia.
3. LANDASAN TEORI
Tampaknya kita perlu bercermin pada kehidupan bangsa-bangsa yang taat
dan konsisten terhadap ideologi yang diciptakannya. Bagaimana masyarakat Jepang
masih menjunjung tinggi semangat dan nilai-nilai restorasi Meiji, sehingga mereka
selalu bekerja keras dalam membangun harga diri bangsanya. Rakyat AS
mengaplikasikan ideologi kebebasan sebagai spirit masyarakat, sehingga terwujud
kompetisi yang sehat dalam membangun bangsanya.

BAB II
PENDEKATAN
Kondisi objektif negeri besar yang bernama Indonesia ini, sesungguhnya amat
rentan. Ini perlu dicamkan, bukan untuk menggalang rasa chauvinistis atau
kesombongan, tetapi justru untuk membangun kesadaran bertanggungjawab yang
rendah hati bagi seluruh rakyatnya. Indonesia besar bukan hanya dalam angka-angka
statistik, seperti jumlah penduduk. Atau luas negara yang meliputi hampir seluruh
Eropa, atau pantai terpanjang di dunia, dan seterusnya. Artinya, sewaktu-waktu bisa
muncul, bahkan meletup dalam besaran yang sulit diduga, yang mengancam
persatuan-kesatuan bangsa. Indonesia, terutama para elitenya, sangat peka terhadap
masalah ideologi sehingga seringkali terpenjara dalam polemik tak berkesudahan.
Namun, meski permasalahan elementer itu begitu besarnya, sejarah telah
membuktikan bangsa ini mampu mengatasinya dengan tangan sendiri. Falsafah kita
Pancasila

dan

selalu

ingin

memelihara

semangat

gotong-

royong

serta

mengedepankan mufakat dalam musyawarah, tetapi kita seringkali suka melakukan


rekayasa. Setelah hampir 62 tahun merdeka, telah muncul tantangan terhadap
Pancasila, karena kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sudah semakin
kompleks.
. Karena Pancasilalah yang harus menjadi sumber sekaligus landasan dan
perspektif dari persatuan-kesatuan bangsa. Dengan landasan Pancasila itu pula, maka
usaha untuk lebih memperkokoh rasa persatuan-kesatuan bangsa memperoleh
landasan spiritual, moral dan etik, yang bersumber pada kepercayaan kepada
Ketuhanan Yang Maha Esa. Sejalan dengan paham kebangsaan, kita juga menentang
segala macam bentuk eksploitasi, penindasan oleh satu bangsa terhadap bangsa
lainnya, oleh satu golongan terhadap golongan lain, dan oleh manusia terhadap
manusia lain, bahkan oleh penguasa terhadap rakyatnya. Sebab Sila Kemanusiaan
yang Adil dan Beradab mengajarkan untuk menghormati harkat dan martabat manusia
dan menjamin hak-hak azasi manusia. Semangat untuk tetap bersatu juga berakar
pada azas Kedaulatan yang berada di tangan Rakyat, serta menentang segala bentuk
feodalisme dan kediktatoran oleh mayoritas maupun minoritas. Jiwa persatuankesatuan juga mencita-citakan perwujudan masyarakat yang adil dan makmur, karena
dituntun oleh Sila Keadilan Sosial bagi seluruh RakyatIndonesia.

BAB III
PEMBAHASAN MASALAH

Reformasi bergulir di Indonesia dengan di motori oleh mahasiswa dan tokohtokoh bangsa ini yang merasa bahwa krisis yang melanda negara ini di awali dari
krisis ekonomi ternyata telah membawa kita pada krisis yang lebih besar seperti krisis
politik, kepemimpinan dan akhirnya pada suksesi atau pergantian kepemimpinan
secara nasional. Semangat dan jiwa reformasi yang digulirkan menjadi kacau dan
tidak tentu arah dan justru malah menodai nilai dan tujuannya sendiri. Salah satu
tujuan reformasi dibidang politik dan hukum adalah mengembalikan UUD 1945 dan
pancasila sebagai falsafah dasar kehidupan bangsa dan negara. Kita dapat mengetahui
dengan seksama bahwa dalam pelaksanaan UUD 1945 dan pancasila dalam masa
orma dan orba terjadi deviasia/ penyimpangan oleh oknum-oknum penyelenggara
pemerintah. Sehingga dalam pelaksanaan berpolitik dan berpemerintahan hanya
menjadi senjata dan dalil pembenaran dari semua tujuan penguasa untuk
melanggengkan dan menikmati kekuasaan sehingga muncul pemerintahan yang lalu
seperti otoliter obsolud, terpimpin dan kolusi untuk korupsi dan nepotisme dalam
kekuasaan.
Butuh waktu dan sebuah generasi yang solid untuk dapat menempatkan
kembali roh dan semangat pancasilaisme terutama pada generasi yang sekarang ini.
Lebih lagi jumlah materi dan pedoman tentang pancasila sudah sangat jauh terkurang
baik dimasyarakat umum maupun lembaga lembaga pendidikan yang sebenarnya
mempunyai peranan penting dan vital dalam menanamkan doktrin ideologi pancasila
serta nilai nilai yang terkandung untuk dapat di amalkan dalam kehidupan sehari
hari. Hanya saja satu materi dan doktrinisasi yang harus dibuat lagi seperti yang dulu
yang hanya untuk tujuan dan kapentingan penguasa negara dengan single mayority
atau stabilitas nasional dalam arti semu.

1.1. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi


Negara Indonesia ingin mengadakan suatu perubahan, yaitu menata kembali
kehidupan berbangsa dan bernegara demi terwujudnya masyarakat madani yang
sejahtera, masyarakat yang bermartabat kemanusiaan yang menghargai hak-hak asasi
manusia, masyarakat yang demokratis yang bermoral religius serta masyarakat yang
bermoral kemanusiaan dan beradab.
Pada hakikatnya reformasi adalah mengembalikan tatanan kenegaraan kearah
sumber nilai yang merupakan platform kehidupan bersama bangsa Indonesia, yang
selama ini diselewengkan demi kekuasaan sekelompok orang, baik pada masa orde
lama maupun orde baru. Reformasi itu harus memiliki tujuan, dasar, cita-cita serta
platform yang jelas dan bagi bangsa Indonesia nilai-nilai Pancasila itulah yang
merupakan paradigma reformasi total tersebut.
1.1.1 Gerakan Reformasi

Sistem politik dikembangkan kearah sistem Birokratik Otoritarian dan


suatu sistem Korporatik. Sistem ini ditandai dengan konsentrasi kekuasaan dan
partisipasi didalam pembuatan keputusan-keputusan nasional yang berada hampir
seluruhnya pada tangan penguasa negara, kelompok militer, kelompok cerdik
cendikiawan dan kelompok pengusaha oligopolistik dan bekerjasama dengan
mayarakat bisnis internasional.
Awal keberhasilan gerakan reformasi tersebut ditandai dengan mundurnya
Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998, yang kemudian disusul dengan
dilantiknya Wakil Presiden Prof. Dr. B.J. Habibie menggantikan kedudukan Presiden.
Kemudian diikuti dengan pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan. Yang lebih
mendasar reformasi dilakukan pada kelembagaan tinggi dan tertinggi negara yaitu
pada susunan DPR dan MPR, yang dengan sendirinya harus dilakukan melalui Pemilu
secepatnya.

1.1.2 Gerakan Reformasi dan Ideologi Pancasila


Secara harfiah reformasi memiliki arti suatu gerakan untuk memformat ulang,
menata ulang atau menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk dikembalika pada
format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan rakyat.
1.1.3 Pancasila sebagai Dasar Cita-cita Reformasi
Reformasi dalam perspektif Pancasila pada hakikatnya harus berdasarkan
pada nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia, Berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila sebagai sumber nilai memiliki sifat yang reformatif artinya
memiliki aspek pelaksanaan yang senantiasa mampu menyesuaikan dengan dinamika
aspirasi rakyat. Dalam mengantisipasi perkembangan jaman yaitu dengan jalan
menata kembali kebijaksanaan- kebijaksanaan yang tidak sesuai dengan aspirasi
rakyat.
1.2. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Hukum
Setelah peristiwa 21 Mei 1998 saat runtuhnya kekuasaan orde baru, salah satu
subsistem yang mengalami kerusakan parah adalah bidang hukum. Produk hukum
baik materi maupun penegaknya dirasakan semakin menjauh dari nilai-nilai
kemanusiaan, kerakyatan serta keadilan.
Kerusakan atas subsistem hukum yang sangat menentukan dalam berbagai
bidang misalnya, politik, ekonomi dan bidang lainnya maka bangsa Indonesia ingin
melakukan suatu reformasi, menata kembali subsistem yang mengalami kerusakan
tersebut.

1.2.1. Pancasila sebagai Sumber Nilai Perubahan Hukum

Fungsi regulative Pancasila menentukan apakah suatu hukum positif sebagai


produk yang adil ataukah tidak adil. Sebagaistaatfundamentalnorm, Pancasila
merupakan pangkal tolak derivasi (sumber penjabaran) dari tertib hukum di Indonesia
termasuk UUD 1945. Dalam pengertian inilah menurut istilah ilmu hukum disebut
sebagai sumber dari segala peraturan perundang-undangan di Indonesia.

1.2.2. Dasar Yuridis Reformasi Hukum


UUD 1945 beberapa pasalnya dalam praktek penyelenggaraan Negara
bersifat multi interpretable (penafsiran ganda), dan memberikan porsi kekuasaan yang
sangat besar kepada presiden (executive heavy). Akibatnya memberikan kontribusi
atas terjadinya krisis politik serta mandulnya fungsi hukum dalam negara RI.
Berdasarkan isi yang terkandung dalam Penjelasan UUD 1945, Pembukaan
UUD 1945 menciptakan pokok-pokok pikiran yang dijabarkan dalam pasal-pasal
UUD 1945 secara normatif. Pokok-pokok pikiran tersebut merupakan suasana
kebatinan dari UUD dan merupakan cita-cita hukum yang menguasai baik hukum
dasar tertulis (UUD 1945) maupun hukum dasar tidak tertulis (Convensi).
1.3. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Pelaksanaan Hukum
Dalam era reformasi pelaksanaan hukum harus didasarkan pada suatu nilai
sebagai landasan operasionalnya. Reformasi pada dasarnya untuk mengembalikan
hakikat dan fungsi negara pada tujuan semula yaitu melindungi seluruh bangsa dan
seluruh tumpah darah Indonesia. Negara pada hakikatnya secara formal harus
melindungi hak-hak warganya terutama hak kodrat sebagai suatu hak asasi yang
merupakan karunia Tuhan YME. Oleh karena itu pelanggaran terhadap hak asasi
manusia adalah sebagai pengingkaran terhadap dasar filosofis negara misalnya
pembungkaman demokrasi, penculikan, pembatasan berpendapat berserikat, berunjuk
rasa dan lain sebagainya.

Pelaksanaan hukum pada masa reformasi harus benar-benar dapat


mewujudkan negara demokrasi dengan suatu supremasi hukum. Artinya pelaksanaan
hukum harus mampu mewujudkan jaminan atas terwujudnya keadilan (sila V) dalam
suatu negara yaitu keseimbangan antara hak dan kewajiban bagi setiap warga negara
tidak memandang pangkat, jabatan, golongan, etnisitas maupun agama. Setiap warga
negara bersamaan kedudukannya di muka hukum dan pemerintah (pasal 27 UUD
1945). Jaminan atas terwujudnya keadilan bagi setiap warga negara dalam hidup
bersama dalam suatu negara yang meliputi seluruh unsur keadilan baik keadilan
distributif, keadilan komulatif, serta keadilan legal.
1.4. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik
Arus reformasi yang terjadi di Indonesia telah membawa cakrawala baru
dalam sistem politik dan pemerintahan di Indonesia yang cenderung bersifat stagnan.
Secara internal, tuntutan reformasi muncul akibat terjadinya peningkatan berbagai
aspek kehidupan masyarakat yang ditandai oleh meningkatnya tingkat pendidikan
masyarakat, terbukanya berbagai isolasi serta akses informasi yang mudah diperoleh.
Kondisi ini telah menyebabkan masyarakat semakin kritis dalam mencermati
pengelolaan kekuasaan Negara yang dianggap telah menyimpang.
Jika dikaitkan dengan makna alinea II tentang cita-cita negara dan
kemerdekaan yaitu demokrasi (bebas, bersatu, berdaulat, adil dan makmur). Dasar
politik ini menunjukkan kepada kita bahwa bentuk dan bangunan kehidupan
masyarakat yang bersatu (sila III), demokrasi (sila IV), berkeadilan dan
berkemakmuran (sila V) serta negara yang memiliki dasar-dasar moral ketuhanan dan
kemanusiaan. Nilai demokrasi politik sebagaimana terkandung dalam Pancasila
sebagai fondasi bangunan negara yang dikehendaki oleh para pendiri negara kita
dalam

kenyataannya

tidak

dilaksanakan

berdasarkan

suasana

kerokhanian

berdasarkan nilai-nilai tersebut.


Prinsip-prinsip demokrasi tersebut bilamana kita kembalikan pada nilai
esensial yang terkandung dalam Pancasila maka kedaulatan tertinggi Negara adalah di
tangan rakyat. Rakyat adalah asal mula kekuasaan negara, oleh karena itu paradigma
ini harus merupakan dasar pijakan dalam reformasiAtas dasar inilah maka
pertimbangan realistik sebagai unsur yang sangat penting yaitu dinamika kehidupan

masyarakat, aspirasi serta tuntutan masyarakat yang senantiasa berkembang untuk


menjamin tumbuh berkembangnya demokrasi di Negara Indonesia. Dengan
sendirinya kesemuanya ini harus diletakkan dalam kerangka nilai- nilai yang dimiliki
oleh masyarakat itu sendiri sebagai filsafat hidupnya yaitu nilai-nilai Pancasila.

1.5. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Ekonomi


Kebijaksanaan yang selama ini diterapkan hanya mendasarkan pada
pertumbuhan dan mengabaikan prinsip nilai kesejahteraan bersama seluruh bangsa,
dalam kenyataannya hanya menyentuh kesejahteraan sekelompok kecil orang bahkan
penguasa. Pada era ekonomi global dewasa ini dalam kenyataannya tidak mampu
bertahan. Krisis ekonomi yang terjadi di dunia dan melanda Indonesia mengakibatkan
ekonomi Indonesia terpuruk, sehingga kepailitan yang diderita oleh para pengusaha
harus ditanggung oleh rakyat.
Dalam kenyataannya sektor ekonomi yang justru mampu bertahan pada masa
krisis dewasa ini adalah ekonomi kerakyatan, yaitu ekonomi yang berbasis pada usaha
rakyat. Oleh karena itu subsidi yang luar biasa banyaknya pada kebijaksanaan masa
orde baru hanya dinikmati oleh sebagian kecil orang yaitu sekelompok konglomerat,
sedangkan bilamana mengalami kebangkrutan seperti saat ini rakyatlah yang banyak
dirugikan. Sementara untuk mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah,
maka pemerintah harus secara konsisten menghapuskan KKN, serta mengadili bagi
oknum pemerintah masa orde baru yang melakukan pelanggaran.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN
1. bahwa pancasila sebagai dasar falsafah dan pandangan hidup serta sumber

dari semua sumber hukum adalah warisan hukum yang digali dari nilai
budaya, adat serta kepribadian bangsa.
2. tidak ada yang salah dalam pancasila hanya saja penjabaran pelaksanaan

pada masa pemerintahan sebelumnya hanya menjadi topeng dan kedok


pembenaran kekuasaan saja.
3.

pada masa reformasi ini sesuai dengan maknanya maka tidak salah dan
tepat bila kita harus kembali pada nlai-nilai pancasila yang telah sekian
lama menjadi asing dan jauh dari kehidupan kita sebagai bangsa.

4.

Pengamalan nilai pancasila harus seiring dengan semangat reformasi


dalam perubahan menuju tatanan masyarakat yang madani adalah menjadi
tonggak sejarah dimana keberhasilan reformasi justru pada keberhasilan
mengembalikan kemurnian dan keutuhan serta kekuatan pancasilaisme
disetiap warga negara indonesia

SARAN
Berdasarkan kesimpulan di atas ada beberapa saran yang dapat diberikan
guna mewujudkan upaya pembinaan masyarakat dalam menghayati dan mengamalkan
nilai-nilai Pancasila yang meliputi paham kebangsaan, rasa kebangsaan dan semangat
kebangsaan, antara lain:
Untuk meningkatkan Wawasan Kebangsaan bagi segenap komponen bangsa
diperlukan perhatian dan penanganan pihak-pihak terkait secara integratif.
Untuk itu, perlu diwujudkan adanya suatu wadah atau lembaga yang akan
menangani masalah Wawasan Kebangsaan serta perlunya buku pedoman
nasional yang dapat digunakan baik melalui pendidikan formal maupun
nonformal.

Peran para elit pemerintah, elit politik dan tokoh masyarakat LSM serta media
massa sangat diperlukan untuk meningkatkan Wawasan Kebangsaan. Untuk
itu para tokoh tersebut harus mempunyai komitmen untuk selalu
mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas
kepentingan pribadi dan golongan dengan mengeyampingkan pemikiran
sempit yang
menguntungkan hanya sekelompok orang
Perlunya pengamalan Pancasila secara nyata dalam kehidupan sehari-hari
melalui penataran atau sertifikasi Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (P4), di seluruh lembaga pendidikan, baik formal maupun
nonformal, agar lebih tertanam rasa cinta tanah air, bangsa dan negara bahkan
selalu siap dalam usaha bela negara.
Perlunya penyelengaran di seluruh elemen masyarakat tentang pembinaan
dalam menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila yang meliputi
paham kebangsaan, rasa kebangsaan dan semangat kebangsaan, di setiap
Kabupaten atau Kota dengan melibatkan instansi terkait secara bertahap dan
berlanjut.

REFERENSI

Samad Riyanto,Bibit. Orasi Ilmiah. Jakarta.2009.


Buku Kewarganegaraan. Penerbit Yudhistira. Jakarta. 2005.
Joko Siswanto. 2006. P. J. Suwarno, 2008,
Hisyam, Muhammad, 2003, Krisis masa kini dan orde Baru, Yayasan Obor Indonesia,
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai