Anda di halaman 1dari 5

Take Home Test

Banjir Kanal Timur Waterfront Concept Plan


Disusun untuk Memenuhi Ujian Mata Kuliah Perancangan Kota
(TKP 433)
Dosen Pengampu:
Ir. Retno Widjajanti, MT

Disusun oleh:
Izzah Khusna

21040113140123

Kelompok 4- A

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
2016

Lokasi kawasan perancangan

: Bantaran Sungai Banjir Kanal Timur (Jl.Barito) Kelurahan Karang


Tempel, Kecamatan Semarang Timur, Semarang

Judul kawasan perancangan

: Banjir Kanal Timur Watefront Concept Plan

Jelaskan bagaimana perhitungan kebutuhan ruang berdasar karakteristik aktivitas kawasan


perancangan dikaitkan dengan perhitungan ketinggian bangunan, GSB (Garis Sempadan Bangunan,
dan Building Coverage?
Berdasarkan pengertinnya, kebutuhan ruang merupakan analisis yang berperan dalam
perhitungan antara jumlah keseluruhan lahan dengan luas ruang yang dibutuhkan. Analisis ini
menghitung kebutuhan luas ruang pada setiap aktivitas yang akan diwadahi di kawasan perancangan
berdasarkan jumlah penduduk pendukungnya. Setiap aktivitas memiliki ukuran yang berbeda-beda
berpedoman pada Standard Nasional Indonesia, meskipun seringkali standard tersebut tidak sesuai
dengan kebutuhan ruang pada umumnya. Oleh karena terkadang luas ruang aktivitas dapat
berpedoman pada best practice yang diikuti.
Lokasi perancangan kelompok 4A terletak di bantaran Sungai Banjir Kanal Timur, tepatnya
sepanjang Jalan Barito seluas 14,2 Ha. Adapun aktivitas-aktivitas yang direncanakan pada lokasi
tersebut terdiri dari empat aktivitas yang berisi beragam jenis aktivitas, antara lain aktivitas utama,
penunjang, pelayanan, dan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Berikut ini adalah salah satu perhitungan
yang dilakukan pada aktivitas utama.

Aktivitas

Aktivitas
Utama

Tabel 1
Perhitungan Kebutuhan Ruang Aktivitas Perdagangan dan Jasa
Juml
Jenis
Jenis
Standard
Luas
Penduduk
Jumlah
Aktivitas
Ruang
(m2/jiwa) bangunan
Pendukung
PKL
250
0,4
50
100
Mushola
250
0,36
45
1
Kantin
250
0,4
50
1

Perdagangan
dan Jasa
(PKL)

makanan
MCK

250

umum
Parkir

2500

mobil
Parkir
motor
Parkir

Luas

Luas

lahan

bangunan

total
10000
100
100

total
5000
45
50

21

42

21

0,04

72

500

360

2500

0,04

36

500

180

2500

0,04

36

500

180

11.472

5.836
1.750,8
7.586,8

sepeda
Total
Sirkulasi (30% luas bangunan total)
Total luas bangunan Perdagangan dan Jasa (PKL)

Sumber: Analisis Kelompok 4A Perancangan Kota, 2015

Jumlah penduduk pendukung 250 jiwa memiliki ruang sesuai SNI adalah 0,4

250 0,4 , maka luas lahan untuk satu PKL adalah


100 m
Luas lahan untuk satu bangunan PKL adalah 100m2, dibutuhkan 100 jumlah PKL

100 100 , maka luas lahan total keseluruhan untuk 100 PKL adalah

10.000
Luas satu bangunan PKL adalah 50 dengan luas lahan satu PKL-nya adalah 100

50 100 , maka luas bangunan totalnya adalah

5 .00 0 m
Salah satu aktivitas utama di kawasan perancangan adalah Perdagangan dan Jasa dalam bentuk
Pedagang Kali Lima (PKL). Jalan Barito dikenal sebagai pusat PKL sparepart di Kota Semarang.
Usaha yang direncanakan adalah merapikan tatanan bangunan PKL yang saat ini sama sekali tidak
memerhatikan aspek estetika. Setiap satu PKL diberikan satu bangunan dengan luas lahan dan luas
bangunan sesuai dengan perhitungan diatas.
Diketahui bahwa luas bangunan total adalah 5.836 m2, kemudian terdapat sirkulasi sebesar
30% (ketentuan PP No. 26 tahun 2007) dari luas bangunan total yaitu seluas 1.750,8 m 2. Dengan
demikian luas bangunan peruntukan aktivitas PKL adalah sebesar 7.586,8 m2. Sirkulasi diperlukan
sebagai ruang terbuka untuk kegiatan non komersil dan kepentingan lingkungan. Melalui luas
sirkulasi inilah salah satunya kita dapat memanfaatkannya sebagai Jarak Antar Bangunan dan Garis
Sempadan Bangunan (GSB). Hal ini membuktikan bahwa perhitungan kebutuhan ruang sangat
berkaitan dengan perhitungan Jarak Antar Bangunan dan Garis Sempadan Bangunan. Adapun
hasil perhitungan Jarak Antar Bangunan dan Garis Sempadan Bangunan adalah sebagai berikut:

Garis Sempadan Bangunan

Jarak antar Bangunan berdasarkan ALO (Angle of Light Obstruction)


Jarak antar Bangunan

tinggi bangunan
tan ALO

Jarak antar Bangunan

24
tan 45

Jarak antar Bangunan = 24 meter

Berdasarkan perhitungan Jarak antar bangunan, diketahui bahwa terdapat analisis ketinggian
bangunan (diketahui nilai ALO). Adapun perhitungan ketinggian bangunan menggunakan 3
perhitungan dimana hasil terendahlah yang digunakan, yaitu Ketinggian Bangunan berdasarkan
Jalur Lintasan Pesawat Terbang, Ketinggian Bangunan berdasarkan FAR (Floor Area Ratio),
Ketinggian Bangunan berdasarkan ALO (Angle of Light Obstruction). Perhitungan ALO dilakukan
terhadap kawasan perancangan yang memiliki jarak ke Bandar udara maksimal 9 kilometer. Bantaran
Sungai Banjir Kanal Timur memiliki jarak 6 kilometer dengan Bandar udara Ahmad Yani.
Tabel 2
Analisis Ketinggian Bangunan
JALUR LINTASAN PESAWAT TERBANG
FAR

ALO

148,5 meter (37 lantai)

606,5 meter (151 lantai)

24 m (6 Lantai)

Melalui analisis ketinggian bangunan, dipilih rumus FAR sebagai patokan tinggi maksimal bangunan
di kawasan perancangan. Dengan demikian, secara langsung hal ini membuktikan bahwa
perhitungan kebutuhan ruang sangat berkaitan dengan perhitungan ketinggian bangunan
melalui perantara perhitungan Jarak Antar Bangunan.

Garis Sempadan Bangunan (GSB)


Selanjutnya adalah perhitungan GSB pada kawasan perancangan. Perhitungan GSB dilakukan

dua kali karena pada kawasan perancangan mempunyai dua jenis jaringan jalan, yaitu Jalan Kolektor
Sekunder (Jalan Barito sebagai jalan utama) dan jalan lokal (jalan perumahan):
1. Garis Sempadan Jalan Barito = a
a = a1 + a2
= 5 meter + 0,83 meter
= 5,83 meter anggap 6 meter
2. Garis Sempadan Jalan Lokal = b
b = b1 + b2
= 2 meter + 0,073 meter
= 2,0073 meter anggap 3 meter
Berdasarkan perhitungan GSB, setiap bangunan yang direncanakan pada kawasan perancangan dan
terletak di sepanjang Jalan Barito harus memiliki jarak sepanjang 6 meter sebelum mencapai Jalan
Barito itu sendiri. Sedangkan untuk setiap bangunan yang direncanakan pada kawasan perancangan
dan terletak di sepanjang Jalan lokal (perumahan) harus memiliki jarak sepanjang 3 meter sebelum
mencapai Jalan lokal tersebut.
Kebutuhan luasan GSB inilah yang menjadi bagian dari sirkulasi (30%) yang disediakan
pada setiap aktivitas yang ada, baik aktivitas utama, penunjang, maupun pelayanan. Dengan demikian,
hal ini membuktikan bahwa perhitungan kebutuhan ruang sangat berkaitan dengan
perhitungan GSB.

Koefisien Dasar Bangunan (KDB)


Koefisen Dasar Bangunan (KDB) merupakan perbandingan antara luas bangunan dengan luas

lahan. Nilai KDB di suatu kawasan menentukan berapa persentase luas bangunan yang dapat
dibangun dalam suatu kawasan. Penentuan KDB ditinjau dari aspek lingkungan dengan tujuan untuk
mengendalikan luas bangunan di suatu lahan pada batas-batas tertentu sehingga tidak mengganggu
penyerapan air hujan ke tanah. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) yang terdapat di Kelurahan
Karangtempel, bantaran Sungai Banjir Kanal Timur dengan luas lahan total sebesar 14,2 Ha memiliki
kemiringan lahan sebesar 0-5%. Adapun hasil perhitungan pada KDB di kawasan perancangan adalah
sebesar 90%. Hal ini menandakan bahwa bantaran Sungai Kanal Timur dan Jalan Barito memiliki
infiltrasi yang cukup rendah.
KDB sebesar 90% mengartikan bahwa luas total lahan terbangun yang diperbolehkan
mencapai 90% dari luas lahan yang dimiliki. Hal ini juga mengartikan bahwa luas total lahan
terbangun kapling yang diperbolehkan adalah 90% dari luas kapling yang ada. Jika luas lahan total
pada kawasan perancangan seluas 14,2 Ha atau 142.000 meter persegi, maka luas total lahan
terbangun yang diperbolehkan adalah seluas 127.800 meter persegi. Besaran ini memiliki nilai yang
lebih kecil dari sirkulasi total yang dipergunakan. Luas terbangun pada kawasan terbangun adalah
113.600 meter persegi (70% dari 142.000 meter persegi), sedangkan luas non terbangun adalah
28.400 meter persegi (30% dari 142.000 meter persegi). Luas non terbangun inilah yang kemudian
memuat besaran KDB yang ditetapkan:

luas non terbangunbesar KDB


28.400 m2 14.200 m2
14.200 m2
Luas lahan sebesar 14.200 meter persegi inilah yang memuat kawasan non-terbangun dan sirkulasi
pada setiap aktivitas yang diwadahi pada kawasan perancangan. Hal ini membuktikan bahwa
perhitungan kebutuhan ruang sangat berkaitan dengan analisis KDB (building coverage).

Anda mungkin juga menyukai