Anda di halaman 1dari 12

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat Puskesmas adalah
Organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat
menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat,
dengan peran serta aktif masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul
oleh pemerintah dan masyarakat.
Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan dengan menitikberatkan
kepada pelayanan untuk masyarakat luas guna mencapai derajad kesehatan
yang optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan.
Pelayanan Di Puskesmas Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis
kesehatan di bawah supervisi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Secara umum, mereka harus memberikan pelayanan preventif,
promotif, kuratif sampai dengan rehabilitatif baik melalui upaya kesehatan
perorangan (UKP) atau upaya kesehatan masyarakat (UKM). Puskesmas
dapat memberikan pelayanan rawat inap selain pelayanan rawat jalan. Hal ini
disepakati oleh puskesmas dan dinas kesehatan yang bersangkutan. Dalam
memberikan pelayanan di masyarakat, puskesmas biasanya memilinki subunit
pelayanan seperti puskesmas pembantu, puskesmas keliling, posyandu, pos
kesehatan desa maupun pos bersalin desa (polindes).
Sesuai

fungsinya,

Puskesmas

merupakan

lembaga

yang

bertanggungjawab menyelenggarakan layanan kesehatan tingkat pertama


secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Layanan kesehatan
tersebut meliputi Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) dan Upaya Kesehatan
Masyarakat (UKM) sekaligus. Dalam UKP, tujuan utamanya adalah
menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan perorangan. Layanan
perorangan tersebut adalah rawat jalan dan rawat inap. Di UKP lebih
ditekankan pada upaya medis teknis. Sementara untuk UKM, tujuan kegiatan
yang utama adalah memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah

penyakit. Layanan ini bersifat publik (public goods). Yang termasuk dalam
layanan ini antara lain promosi kesehatan, pemberantasan penyakit,
penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga,
keluarga berencana, kesehatan jiwa masyarakat dan berbagai program
kesehatan masyarakat lainnya. Dua tujuan layanan ini apabila tidak dikelola
dengan baik, akan timbul permasalahan di belakang hari.
A. UKM (Upaya Kesehatan Masyarakat)
a. UKM strata pertama
Yang dimaksud dengan UKM strata pertama adalah UKM
tingkat dasar, yaitu yang mendayagunakan ilmu pengetahuan dan
teknologi kesehatan dasar yang ditujukan kepada masyarakat.
Ujung tombak penyelenggara UKM strata pertama adalah
Puskesmas yang didukung secara lintas sektor dan didirikan sekurangkurangnya satu di setiap kecamatan. Puskesmas bertanggung jawab
atas masalah kesehatan di wilayah kerjanya.
Terdapat tiga fungsi utama Puskesmas, yakni sebagai (1) pusat
penggerak

pembangunan

berwawasan

kesehatan,

(2)

pusat

pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan, dan (3) pusat


pelayanan kesehatan tingkat dasar.
Sekurang-kurangnya ada enam jenis pelayanan tingkat dasar
yang harus dilaksanakan oleh Puskesmas, yakni promosi kesehatan;
kesehatan ibu dan anak, dan keluarga berencana; perbaikan gizi;
kesehatan

lingkungan;

pemberantasan

penyakit

menular;

dan

pengobatan dasar.
Peran aktif masyarakat dan swasta dalam penyelenggaraan
UKM strata pertama diwujudkan melalui berbagai upaya yang dimulai
dari diri sendiri, keluarga sampai dengan upaya kesehatan bersama
yang bersumber masyarakat (UKBM). Pada saat ini telah behasil
dikembangkan berbagai bentuk UKBM seperti Posyandu, Polindes,
Pos Obat Desa, Pos Upaya Kesehatan kerja, dan Dokter Kecil dalam
Usaha Kesehatan Sekolah.
b. UKM strata kedua

Yang dimaksud dengan UKM strata kedua adalah UKM


tingkat lanjutan, yaitu yang mendayagunakan ilmu pengaetahuan dan
terknologi kesehatan spesialistik yang ditujukan kepada masYarakat.
Penanggung jawab UKM strata kedua adalah Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota yang didukung secara lintas sektor. Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota mempunyai dua fungsi utama yakni fungsi
menajerial dan fungsi teknis kesehatan.
Fungsi manajerial mencakup perencanaan, pelaksanaan dan
pengendalian,

serta

pengawasan

dan

pertanggungjawaban

penyelenggaraan pem bangunan kesehatan di kabupaten/kota. Fungsi


teknis kesehatan mencangkup penyediaan pelayanan kesehatan
masyarakat tingkat lanjutan, yakni dalam rangka melayani kebutuhan
rujukan Puskesmas.
Untuk dapat melaksanakan fungsi teknis kesehatan, Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dilengkapi dengan berbagai unit pelaksana
teknis seperti: unit pencegahan dan pemberantasan penyakit; promosi
kesehatan; pelayanan kefarmasian; kesehatan lingkungan; perbaikan
gizi ; dan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana. Unit-unit
tersebut di samping memberikan pelayanan langsung juga membantu
Puskesmas dalam bentuk pelayanan rujukan kesehatan masyarakat.
Yang dimaksud dengan rujukan kesehatan masyarakat adalah
pelimpahan wewenang dan tanggung jawab atas masalah kesehatan
masyarakat yang dilakukan secara timbal balik, baik vertikal maupun
horizontal. Rujukan kesehatan masyarakat dibedakan atas tiga aspek,
yakni: rujukan sarana, rujukan teknologi, dan rujukan operasional.
c. UKM strata ketiga
Yang dimaksud dengan UKM strata ketiga adalah UKM
tingkat unggulan, yaitu yang mendayagunakan ilmu pengetahuaan dan
teknologi

kesehatan

subspesialistik

yang

ditujukan

kepada

masyarakat.
Penanggung jawab UKM strata ketiga adalah Dinas Kesehatan
Provinsi dan Departemen Kesehatan yang didukung secara lintas
sektor. Dinas Kesehatan provinsi dan Departemen Kesehatan

mempunyai dua fungsi, yakni fungsi manajerial dan fungsi teknis


kesehatan.
Fungsi manajerial mencakup perencanaan, pelaksanaan dan
pengendalian,

serta

pengawasan

dan

pertanggungjawaban

penyelenggaraan pembangunan kesehatan di provinsi/nasional. Fungsi


teknis

kesehatan

mencakup

penyediaan

pelayanan

kesehatan

masyarakat tingkat unggulan, yakni dalam rangka melayani kebutuhan


rujukan dari kabupaten/kota dan provinsi.
Dalam melaksanakan fungsi teknis

kesehatan,

Dinas

Kesehatan Provinsi dan Departemen Kesehatan perlu didukung oleh


berbagai pusat unggulan yang dikelola oleh sektor kesehatan dan
sektor pembangunan lainnya. Contoh pusat unggulan yang dimaksud
adalah Institut Gizi Nasional, Institut penyakit Infeksi Nasional,
Institut Kesehatan Jiwa Nasional, Institut Ketergantungan Obat
Nasional, Institut promosi Kesehatan Nasional, Institut Kesehatan
Kerja Nasional, dan pusat Laboratorium Nasional, Institut Survailans
dan Teknologi penyakit dan Kesehatan Lingkungan, serta berbagai
pusat

unggulan

lainnya.

Pusat

unggulan

ini

disamping

menyelenggarakan pelayanan langsung juga membantu Dinas


Kesehatan dalam bentuk pelayanan rujukan kesehatan.
B. UKP (Upaya Kesehatan Perorangan)
a. UKP strata Pertama
Yang dimaksud dengan UKP strata pertama adalah UKP
tingkat dasar, yaitu yang mendayagunakan ilmu pengetahuan dan
teknologi kesehatan dasar yang ditujukan kepada perorangan.
Penyelenggara UKP strata pertama adalah pemerintah,
masyarakat, dan swasta yang diwujudkan melalui berbagai bentuk
pelayanan profesional, seperti praktik bidan, praktik perawat, praktik
dokter, praktik dokter gigi, poliklinik, balai pengobatan, praktik
dokter/klinik 24 iam, praktik bersama, dan rumah bersalin.
UKP strata pertama oleh pemerintah juga diselenggarakan oleh
Puskesmas. Dengan demikian Puskesmas memiliki dua fungsi
pelayanan, yakni pelayanan kesehatan masyarakat dan pelayanan

kesehatan perorangan. Untuk meningkatkan cakupan, Puskesmas


dilengkapi dengan Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling, Pondok
Bersalin Desa, dan Pos Obat Desa. Pondok Bersalin Desa, dan Pos
Obat Desa termasuk dalam sarana kesehatan bersumber masyarakat.
Dalam UKP strata pertama juga termasuk pelayanan
pengobatan tradisional dan alternatif, serta pelayanan kebugaran fisik
dan kosmetika. Pelayanan pengobatan tradisional dan alternatif yang
diselenggarakan adalah yang secara ilmiah telah terbukti keamanan
dan khasiatnya.
UKP strata pertama didukung oleh berbagai pelayanan
penunjang seperti toko obat dan apotek (dengan kewajiban
menyediakan obat esensial generik), laboratorium klinik, dan optik.
Untuk menjamin dan meningkatkan mutu UKP strata pertama
perlu dilakukan berbagai program kendali mutu, baik yang bersifat
prospektif meliputi lisensi, sertifikasi, dan akreditasi, maupun yang
bersifat konkuren ataupun retrospektif seperti gugus kendali mutu.
Untuk masa mendatang, apabila sistem jaminan kesehata
nasional telah berkembang, pemerintah tidak lagi menyelenggarakan
UKP strata pertama melalui Puskesmas. Penyelenggaraan UKP strata
pertama akan diserahkan kepada masyarakat dan swasta dengan
menerapkan konsep dokter keluarga, kecuali di daerah yang sangat
terpencil masih dipadukan dengan pelayanan Puskesmas.

b. UKP srata kedua


Yang dimaksud dengan UKP strata kedua adalah UKP tingkat
lanjutan, yaitu yang mendayagunakan ilmu pengetahuan dan teknologi
kesehatan spesialistik yang ditujukan kepada perorangan.
Penyelenggara UKP strata kedua adalah pemerintah,
masyarakat, dan swasta yang diwujudkan dalam bentuk praktik dokter
spesialis, praktik dokter gigi spesialis, klinik spesialis, balai
pengobatan penyakit paru-paru (BP4), balai kesehatan mata
masyarakat (BKMM), balai kesehatan jiwa masyarakat (BKJM),

rumah sakit kelas C dan B non pendidikan milik pemerintah (termasuk


TNI/POLRI dan BUMN), dan rumah sakit swasta.
Berbagai sarana pelayanan ini di samping memberikan
pelayanan langsung juga membantu sarana UKP strata pertama dalam
bentuk pelayanan rujukan medik.
Yang dimaksud dengan pelayanan rujukan medik adalah
pelimpahan wewenang dan tanggung jawab atas kasus penyakit yang
dilakukan secara timbal balik, baik secara vertikal maupunhorizontal.
Rujukan medik terdiri dari tiga aspek, yakni rujukan kasus, rujukan
ilmu

pengetahuan,

serta

rujukan

bahan-bahan

pemeriksaan

laboratorium.
UKP strata kedua ini juga didukung oleh berbagai pelayanan
penunjang seperti apotek, laboratorium klinik, dan optik. Untuk
meningkatkan mutu perlu dilakukan berbagai bentuk program kendali
mutu.
c. UKP strata ketiga
Yang dimaksud dengan UKP strata ketiga adalah UKP tingkat
unggulan, yaitu yang mendayagunakan ilmu pengetahuan dan
teknologi

kesehatan

perorangan.
Penyelenggara

subspesialistik
UKP

strata

yang
ketiga

ditujukan
adalah

kepada

pemerintah,

masyarakat, dan swasta yang diwujudkan dalam bentuk praktik dokter


spesialis konsultan, praktik dokter gigi spesialis konsultan, klinik
spesialis konsultan, rumah sakit kelas B pendidikan dan kelas A milik
pemerintah (termasuk TNI/POLRI dan BUMN), serta rumah sakit
khusus dan rumah sakit swasta. Berbagai sarana pelayanan ini
disamping memberikan pelayanan langsung juga membantu sarana
UKP strata kedua dalam bentuk pelayanan rujukan medik. Seperti
UKP strata kedua, UKP strata ketiga ini juga didukung oleh berbagai
pelayanan penunjang seperti apotek, laboratorium klinik, dan optik.
Untuk menghadapi persaingan global, UKP strata ketiga perlu
dilengkapi dengan beberapa pusat pelayanan unggulan nasional,
seperti pusat unggulan jantung nasional, pusat unggulan kanker

nasional, pusat penanggulangan stroke nasional, dan sebagainya.


Untuk meningkatkan mutu perlu dilakukan berbagai bentuk program
kendali mutu.
2.2 Beban ganda puskesmas sebagai penyelenggara UKM dan UKP
Bila di lihat Puskesmas saat ini semenjak diberlakukannya JKN, dari
segi pembiayaan untuk UKM kalah besar jika dibandingkan dengan UKP,
pemerintah mengucurkan dana yang cukup besar untuk UKP yang dibayarkan
untuk peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), PNS, TNI/POLRI dan ABRI
yaitunya lebih kurang sebesar 20 triliun. Sementara itu untuk dana UKM
tidak lebih dari 10 % dari total alokasi pembiayaan kesehatan (Rijadi,
2014). Sesungguhnya dalam sistem JKN peningkatan program UKM yang
mampu menjadikan masyarakat sadar akan hidup sehat secara langsung
menjadi pengendali dalam besarnya biaya masalah kesehatan masyarakat.
Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan bukan hanya
melayani masyarakat yang berkunjung ke puskesmas, akan tetapi lebih
banyak melakukan kegiatan luar gedung, mengunjungi masyarakat dari
rumah ke rumah, mengadakan penyuluhan di tengah masyarakat.
Kenyataan di lapangan membuktikan, bahwa semakin maju layanan
UKP di dalam gedung Puskesmas, maka layanan UKM banyak yang
terbengkalai. Dari permasalahan ini muncul konsep untuk memisahkan antara
dua jenis layanan tersebut dalam dua institusi yang berbeda.
Jika dilihat dari penghargaan finansial yang mereka peroleh, pada era
JKN ini jasa pelayanan yang didapat dari dana kapitasi hanya tergantung dari
pendidikan dan tugas mereka. Semakin tinggi pendidikan dan bertugas
sebagai tenaga medis, semakin tinggi bobot jasa yang mereka dapatkan.
Tentunya bagi tenaga kesehatan non medis (tenaga promosi kesehatan,
sanitarian, gizi, dan lainnya) hal ini tidak sebanding dengan usaha yang
mereka lakukan dimana harus menjangkau seluruh masyarakat. Selain itu jasa
pelayanan ini tidak membedakan apakah mereka betugas di daerah terpencil

dan kepulauan yang notabanenya susah dijangkau dibandingkan dengan


mereka yang bertugas di perkotaan.
Contoh untuk pemisahan ini adalah Kabupaten Rembang, dimana
untuk pelayanan UKP dan UKM benar-benar terpisah dalam dua lembaga
yang berbeda.
2.3 Sumber pendanaan untuk fungsi UKM dan UKP
Cita-cita besar mewujudkan kesehatan masyarakat yang setinggitingginya semenjak Deklarasi Alma Ata tahun 1978 dengan visi Sehat Untuk
Semua Tahun 2000 (Health for All by The Year 2000) hingga yang terakhir
Deklarasi Milenium dengan program Tujuan Pembangunan Milenium
(Millenium

Development

Goals/MDGs)

Tahun

2015

dinilai

gagal

diwujudkan. Salah satu faktor yang diduga turut menjadi penyebabnya adalah
kurang atau bahkan tidak berpihaknya operasional kebijakan dari tingkat
pusat hingga daerah terhadap upaya kesehatan masyarakat (UKM) dan lebih
mementingkan

upaya

kesehatan

perorangan

(UKP).

Strategi-strategi

kebijakan pembangunan kesehatan yang mengedepankan UKM seperti


Primary Health Care (PHC), gerakan Pembangunan Berwawasan Kesehatan,
atau komitmen pencapaian program MDGs menjadi tidak bermakna karena
lemahnya dukungan penganggaran dan dukungan manajemen dalam
pelaksanaannya.
Situasi ke depan diprediksikan kurang lebih akan tetap sama.
Pemberlakuan kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sejak 1 Januari
2014 lalu merupakan salah satu indikatornya. Program JKN cenderung
menitikberatkan pada UKP dan menafikan UKM sama sekali. Program
tersebut dirancang untuk memberikan perlindungan kesehatan bagi peserta
yang bersifat perorangan, baik di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP)
maupun di fasilitas kesehatan tingkat kedua (FKTK). yang mengatur tentang
penggunaan dana kapitasi JKN pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
(FKTP) milik Pemerintah Daerah dan Permenkes Nomor 27 Tahun 2014 yang
mengatur tentang tarif pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan lanjutan
memperkuat sinyal elemen tersebut.

Bahwa dana kapitasi yang diterima oleh puskesmas sebagai fasilitas


kesehatan tingkat pertama dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Kesehatan dimanfaatkan seluruhnya untuk pembayaran jasa pelayanan
kesehatan dan dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan perorangan.
Sementara pelayanan di rumah sakit selaku fasilitas kesehatan tingkat kedua
dibayar dengan sistem Indonesian Case Base Groups (INA-CBGs) yang
merupakan sistem kodifikasi dari diagnosis akhir dan tindakan/prosedur yang
menjadi out put pelayanan secara perorangan.
Cita-cita besar mewujudkan kesehatan masyarakat yang setinggitingginya semenjak Deklarasi Alma Ata tahun 1978 dengan visi Sehat Untuk
Semua Tahun 2000 (Health for All by The Year 2000) hingga yang terakhir
Deklarasi Milenium dengan program Tujuan Pembangunan Milenium
(Millenium

Development

Goals/MDGs)

Tahun

2015

dinilai

gagal

diwujudkan. Salah satu faktor yang diduga turut menjadi penyebabnya adalah
kurang atau bahkan tidak berpihaknya operasional kebijakan dari tingkat
pusat hingga daerah terhadap upaya kesehatan masyarakat (UKM) dan lebih
mementingkan

upaya

kesehatan

perorangan

(UKP).

Strategi-strategi

kebijakan pembangunan kesehatan yang mengedepankan UKM seperti


Primary Health Care (PHC), gerakan Pembangunan Berwawasan Kesehatan,
atau komitmen pencapaian program MDGs menjadi tidak bermakna karena
lemahnya dukungan penganggaran dan dukungan manajemen dalam
pelaksanaannya. Situasi ke depan diprediksikan kurang lebih akan tetap sama.
Pemberlakuan kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sejak 1 Januari
2014 lalu merupakan salah satu indikatornya. Program JKN cenderung
menitikberatkan pada UKP dan menafikan UKM sama sekali. Program
tersebut dirancang untuk memberikan perlindungan kesehatan bagi peserta
yang bersifat perorangan, baik di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP)
maupun di fasilitas kesehatan tingkat kedua (FKTK). yang mengatur tentang
penggunaan dana kapitasi JKN pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
(FKTP) milik Pemerintah Daerah dan Permenkes Nomor 27 Tahun 2014 yang
mengatur tentang tarif pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan lanjutan

memperkuat sinyalemen tersebut. Bahwa dana kapitasi yang diterima oleh


puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama dari Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dimanfaatkan seluruhnya
untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan dan dukungan biaya operasional
pelayanan kesehatan perorangan. Sementara pelayanan di rumah sakit selaku
fasilitas kesehatan tingkat kedua dibayar dengan sistem Indonesian Case Base
Groups (INA-CBGs) yang merupakan sistem kodifikasi dari diagnosis akhir
dan tindakan/prosedur yang menjadi out put pelayanan secara perorangan.
Indikator lainnya tampak dari minimnya proporsi anggaran kesehatan untuk
membiayai kegiatan UKM, baik dari sumber APBN maupun APBD. Sumbersumber pembiayaan kesehatan dari Pemerintah Pusat berupa Dana Alokasi
Khusus (DAK) atau Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT)
seluruhnya diarahkan untuk mendukung UKP. Permenkes Nomor 84 Tahun
2013 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang
Kesehatan Tahun Anggaran 2014 menyatakan bahwa DAK Bidang Kesehatan
diarahkan untuk kegiatan subbidang pelayanan kesehatan dasar, subbidang
pelayanan kesehatan rujukan, dan subbidang pelayanan kefarmasian. Untuk
kegiatan subbidang Pelayanan Kesehatan Dasar digunakan untuk pemenuhan
sarana, prasarana dan peralatan bagi Poskesdes, Puskesmas dan jaringannya.
Untuk kegiatan subbidang pelayanan kesehatan rujukan digunakan untuk
pemenuhan/pengadaan sarana, prasarana dan peralatan bagi rumah sakit
provinsi/kabupaten/kota. Sedangkan untuk kegiatan subbidang pelayanan
kefarmasian digunakan untuk penyediaan obat dan perbekalan kesehatan
untuk fasilitas pelayanan kesehatan dasar dan penyediaan sarana pendukung
instalasi farmasi kabupaten/kota.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84 Tahun 2008 tentang
Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau dan Sangsi Atas
Penyalahgunaan Alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau mengatur
penggunaan DBHCHT bidang kesehatan adalah untuk penyediaan fasilitas
perawatan kesehatan bagi penderita akibat dampak asap rokok. Di tingkat
kabupaten, ketentuan ini ditafsirkan secara rigid melalui kebijakan DBHCHT

bidang kesehatan hanya boleh digunakan untuk penyediaan sarana dan


prasarana (belanja gedung dan belanja alat kesehatan) penderita penyakit
jantung dan paru.
Proporsi penggunaan anggaran kesehatan bersumber APBD pun tidak
jauh berbeda, mayoritas dialokasikan bagi belanja modal sarana pendukung
kegiatan UKP. Satu-satunya sumber pembiayaan yang diandalkan untuk
membiayai kegiatan UKM di puskesmas adalah Dana Bantuan Operasional
Kesehatan (BOK) yang jumlahnya relatif sangat kecil. Penggunaan dana
tersebut difokuskan pada berbagai kegiatan berdaya ungkit tinggi dan
merupakan upaya pelayanan kesehatan promotif dan preventif yang dilakukan
dalam rangka pencapaian target MDGs di Puskesmas dan jaringannya.
Sesuai dengan kebijakan pemeritah, masyarakat dikenakan kewajiban
membiayai upaya kesehatan perorangan yang dimanfaatkannya, dan besar
biaya (retribusi) ditentukan oleh masing-masing pemerintah daerah. Seluruh
pendapatan Puskesmas disetor secara berkala ke kas negara melalui Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota. Total dana retribusi dari Puskesmas ini kemudian
menjadi bagian dari sejumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Selain dari
retribusi yang dipungut dari kantong pasien sebagai pemanfaat layanan.
Dengan diberlakukannya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
sejak bulan Januari 2014, diharapkan akan terjadi perubahan pada sistem
pembiayaan

Puskesmas.

bertanggungjawab

untuk

Melalui

SJSN

pemenuhan

pemerintah

pembiayaan

hanya

upaya

akan

kesehatan

masyarakat (UKM) sementara upaya kesehatan perorangan (UKP) dibiayai


oleh SJSN sebagai trust fund. Dalam konteks tersebut maka pembiayaan
Puskesmas untuk UKP akan didukung oleh dana kapitasi dari Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS-K). Artinya, Puskesmas
harus siap dan mampu mengelola dana kapitasi tersebut demi pemenuhan
SJSN sekaligus sebagai masukan manfaat bagi Puskesmas.
2.4 Peluang Puskesmas menjadi BLUD

Dalam upaya peningkatan keterjangkauan masyarakat akan akses


pelayanan kesehatan dasar, beberapa puskesmas nonperawatan telah
ditingkatkan statusnya menjadi puskesmas perawatan. Selanjutnya, untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, dibentuk Badan Layanan
Umum Daerah (BLUD) di setiap puskesmas karena puskesmas adalah ujung
tombak dalam pembangunan kesehatan masyarakat. Banyaknya keluhan
masyarakat akan rendahnya kualitas pelayanan di puskesmas menjadi salah
satu alasan dibentuknya puskesmas BLUD. Di era otonomi, pemerintah
daerah khususnya Pemerintah Kabupaten Gianyar memiliki tanggung jawab
moral dalam mengembangkan pelayanan kesehatan dasar melalui pusat
kesehatan masyarakat (puskesmas) karena lebih terjangkau dari segi biaya
dan mudah diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Dari 13 puskesmas
utama yang ada di Kabupaten Gianyar, empat diantaranya adalah puskesmas
yang berstatus sebagai puskesmas perawatan yang menyediakan pelayanan 24
jam.

Anda mungkin juga menyukai