Referat Anak
Referat Anak
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Malnutrisi
protein energi dan nutrien lain yang dapat menyebabkan gangguan fungsi pada tubuh 1 .
Secara umum malnutrisi terbagi atas dua bagian yaitu undernutrisi dan overnutrisi.
Undernutrisi atau keadaan defisiensi terdiri dari marasmus, kwashiorkor, serta marasmic
kwashiorkor.
Gizi buruk masih merupakan masalah kesehatan utama di banyak negara di dunia,
terutama di negara-negara yang sedang berkembang di Asia, Afrika, Amerika Tengah,
dan Amerika Selatan. Salah satu klasifikasi dari gizi buruk adalah marasmikkwashiorkor. Di seluruh dunia, diperkirakan terdapat 825 juta orang yang menderita gizi
buruk pada tahun 20002002, dan 815 juta diantaranya hidup di negara berkembang.
Prevalensi yang tinggi terdapat pada anak-anak di bawah umur 5 tahun (balita).
Prevalensi balita yang mengalami gizi buruk di Indonesia masih tinggi. Berdasarkan
laporan propinsi selama tahun 2005 terdapat 76.178 balita mengalami gizi buruk dan
data Susenas (Survei Sosial dan Ekonomi Nasional) tahun 2005 memperlihatkan
prevalensi balita gizi buruk sebesar 8,8%. Pada tahun 2005 telah terjadi peningkatan
jumlah kasus gizi buruk di beberapa propinsi dan yang tertinggi terjadi di dua propinsi
yaitu Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat.1,2
Untuk Provinsi Sumatera Selatan, berdasarkan riskesdas 2010, angka kejadian gizi
kurang pada balita sebesar 14.4% dan buruk sebanyak 5.5% dengan indikator berat
badan per umur. Sebagai perbandingan berdasarkan laporan yang ada dalam profil
kesehatan Kota Palembang tahun 2007 dijelaskan bahwa angka gizi buruk tahun 2007
adalah 1,4% menurun bila dibanding tahun 2006 yaitu 2,21%, angka KEP total tahun
2007 adalah 15% meningkat dibanding tahun 2006 yaitu 12,9%, sedangkan gizi lebih
tahun 2007 adalah 2,8% menurun dibanding dengan tahun 2006 yaitu 4% dan balita
yang gizi baik tahun 2007 adalah 82,12% bila dibanding tahun 2006 terdapat penurunan
dimana tahun 2006 berjumlah 84%. Pada tahun 2008 dari 144 ribu balita dikota
Palembang, 400 diantaranya mengalami kurang gizi atau berada dibawah garis merah
dalam Kartu Menuju Sehat hasil pantauan di 889 posyandu aktif. Hal tersebut
1
menunjukkan bahwa untuk Kota Palembang, angka kurang gizi pada balita juga masih
tegolong tinggi. Pada tahun 2010, angka kejadian gizi buruk berjumlah 24 kasus dengan
prevalensi gizi buruk tertinggi terjadi di wilayah Kecamatan Seberang Ulu 1 sejumlah 8
kasus (33,3%). Angka kejadian gizi kurang berjumlah 876 kasus, dengan prevalensi gizi
kurang tertinggi terjadi di wilayah Kecamatan Ilir Timur 1 sebanyak 143 kasus.
Banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya gizi buruk dan faktor tersebut saling
berkaitan. Secara langsung penyebab terjadinya gizi buruk yaitu anak kurang mendapat
asupan gizi seimbang dalam waktu cukup lama dan anak menderita penyakit infeksi.
Anak yang sakit, asupan zat gizi tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh secara optimal
karena adanya gangguan penyerapan akibat penyakit infeksi. Secara tidak langsung
penyebab terjadinya gizi buruk yaitu tidak cukupnya persediaan pangan di rumah
tangga, pola asuh kurang memadai, dan sanitasi / kesehatan lingkungan kurang baik,
serta akses pelayanan kesehatan terbatas. Akar masalah tersebut berkaitan erat dengan
rendahnya tingkat pendidikan, tingkat pendapatan dan kemiskinan keluarga.3
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa anak gizi buruk dengan gejala klinis
(marasmus, kwashiorkor, marasmus kwashiorkor) umumnya disertai dengan penyakit
infeksi seperti diare, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), tuberculosis (TB), serta
penyakit infeksi lainnya. Data dari WHO menunjukkan bahwa 54% angka kesakitan
pada balita disebabkan karena gizi buruk, 19% diare, 19% ISPA, 18% perinatal, 7%
campak, 5% malaria, dan 32% penyebab lainnya.4
Mengingat banyaknya masalah serta tingginya angka morbiditas dan mortalitas anak
dengan gizi buruk, maka kami menulis referat yang berjudul Patogenesis, Diagnosis,
dan Penatalaksanaan Marasmik-Kwashiorkor pada Anak.
1.2.
Tujuan Penulisan
Referat ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang
patogenesis, diagnosis, dan penatalaksanaan marasmik kwashiorkor pada anak.
1.3.
Manfaat Penulisan
Melalui penulisan referat ini diharapkan bermanfaat dalam memberikan
informasi dan pengetahuan mengenai patogenesis, diagnosis, dan penatalaksanaan
marasmik kwashiorkor pada anak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Marasmus adalah keadaan gizi buruk yang ditandai dengan tampak sangat kurus,
iga gambang, perut cekung, wajah seperti orang tua dan kulit keriput. Kwashiorkor
adalah keadaan gizi buruk yang ditandai dengan edema seluruh tubuh terutama di
punggung kaki, wajah membulat dan sembab, perut buncit, otot mengecil,
pandangan mata sayu dan rambut tipis / kemerahan. Marasmik-kwashiorkor adalah
keadaan gizi buruk dengan tanda-tanda gabungan dari marasmus dan kwashiorkor.1
Sedangkan menurut Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit Departemen
Kesehatan RI 2003 marasmik-kwashiorkor adalah gizi buruk dengan gambaran
klinik yang merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan
marasmus dengan BB/U < 60 % baku median WHO-NHCS disertai edema yang
tidak mencolok.5
2.2. Klasifikasi
Penentuan prevalensi KEP diperlukan klasifikasi menurut derajat beratnya KEP,
klasifikasi demikian yang sering dipakai adalah sebagai berikut:
2.1.1.
BB/U
70-80%
60-70%
<60%
BB/TB
80-90%
70-80%
<70%
2.1.2.
Mild
Moderate
Severe
BB/TB
TB/U
tipenya. Gejala klinis edema disertai dermatosis, perubahan pada rambut, dan
pembesaran hati diberi nilai bersama-sama dengan menurunnya kadar albumin
atau total protein serum.6
Angka
3
2
6
1
1
7
6
5
2,00-2,49
2,50-2,99
3,00-3,49
3,50-3,99
>4,00
4,75-5,49
5,50-6,24
6,25-6,99
7,00-7,74
>7,75
4
3
2
1
0
= marasmus
4-8 angka
= marasmic-kwashiorkor
9-15 angka
= kwashiorkor
ini diterapkan pada penderita yang sudah beberapa hari dirawat dan mendapat
pengobatan diet, maka akan dapat dibuat diagnose yang salah. Seperti pada
penderita kwashiorkor (edema, berat >60%, gejala klinis khas kwashiorkor yang
lain) yang sudah dirawat selama satu minggu, edema pada tubuh pasien sudah
tidak terlihat lagi dan berat badan bisa turun sampai 60%, dengan gejala yang
seperti itu akan didiagnosis sebagai penderita marasmus.6
Berat badan %
Edema
Tidak ada
Ada
dari baku
>60%
Gizi kurang
Kwashiorkor
<60%
Marasmus
Marasmik-Kwashiorkor
Tabel 5. Klasifikasi KEP menurut Wellcome Trust Party6
2.1.6.
Stunting (BB/U)
>95%
95-90%
89-85%
<85%
Wasting(BB/TB)
>90%
90-80%
80-70%
<70%
2.1.7.
BB/U (% baku)
90 80
80 70
70 60
<60
gizi buruk. Dari anak yang menderita gizi buruk tersebut ada 150.000 menderita gizi
buruk tingkat berat yang disebut marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-kwashiorkor,
yang memerlukan perawatan kesehatan yang intensif di Puskesmas dan Rumah Sakit.
Masalah gizi kurang dan gizi buruk terjadi hampir di semua Kabupaten dan Kota. Pada
saat ini masih terdapat 110 Kabupaten / Kota dari 440 Kabupaten / Kota di Indonesia
yang mempunyai prevalensi di atas 30% (berat badan menurut umur). Menurut WHO
keadaan ini masih tergolong sangat tinggi. Berdasarkan hasil surveilans Dinas
Kesehatan Propinsi dari bulan Januari sampai dengan bulan Desember 2005, total kasus
gizi buruk sebanyak 76.178 balita.
Untuk Provinsi Sumatera Selatan, berdasarkan riskesdas 2010, angka kejadian
gizi kurang pada balita sebesar 14.4% dan buruk sebanyak 5.5% dengan indikator berat
badan per umur. Sebagai perbandingan berdasarkan laporan yang ada dalam profil
kesehatan Kota Palembang tahun 2007 dijelaskan bahwa angka gizi buruk tahun 2007
adalah 1,4% menurun bila dibanding tahun 2006 yaitu 2,21%, angka KEP total tahun
2007 adalah 15% meningkat dibanding tahun 2006 yaitu 12,9%, sedangkan gizi lebih
tahun 2007 adalah 2,8% menurun dibanding dengan tahun 2006 yaitu 4% dan balita
yang gizi baik tahun 2007 adalah 82,12% bila dibanding tahun 2006 terdapat penurunan
dimana tahun 2006 berjumlah 84%. Pada tahun 2008 dari 144 ribu balita dikota
Palembang, 400 diantaranya mengalami kurang gizi atau berada dibawah garis merah
dalam Kartu Menuju Sehat hasil pantauan di 889 posyandu aktif. Hal tersebut
menunjukkan bahwa untuk Kota Palembang, angka kurang gizi pada balita juga masih
tegolong tinggi. Pada tahun 2010, angka kejadian gizi buruk berjumlah 24 kasus dengan
prevalensi gizi buruk tertinggi terjadi di wilayah Kecamatan Seberang Ulu 1 sejumlah 8
kasus (33,3%). Angka kejadian gizi kurang berjumlah 876 kasus, dengan prevalensi gizi
kurang tertinggi terjadi di wilayah Kecamatan Ilir Timur 1 sebanyak 143 kasus.
2.4. Etiologi
Penyebab KEP berdasarkan / bagan sederhana yang disebut sebagai model
hirarki yang akan terjadi setelah melalui lima level seperti yang tertera sebagai
berikut:7
10
anak yang tidak memperoleh cukup makan, maka daya tahan tubuhnya akan
melemah dan akan mudah terserang penyakit.
2. Penyebab tidak langsung
Ada 3 penyebab tidak langsung yang menyebabkan gizi kurang yaitu :
keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu gizinya.
Pola pengasuhan anak kurang memadai. Setiap keluarga dan mayarakat
diharapkan dapat menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan terhadap
anak agar dapat tumbuh kembang dengan baik baik fisik, mental dan sosial.
Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai. Sistim pelayanan
kesehatan yang ada diharapkan dapat menjamin penyediaan air bersih dan
sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang
membutuhkan.
Ketiga faktor tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan
langsung.
4. Akar Masalah
Kurangnya pemberdayaan wanita dan keluarga serta kurangnya pemanfaatan
sumber daya masyarakat terkait dengan meningkatnya pengangguran, inflasi
dan kemiskinan yang disebabkan oleh krisis ekonomi, politik dan keresahan
sosial yang menimpa Indonesia sejak tahun 1997. Keadaan tersebut telah
memicu munculnya kasus-kasus gizi buruk akibat kemiskinan dan ketahanan
pangan keluarga yang tidak memadai.
11
12
rendah, ibu pekerja, tingkat pendidikan orang tua yang rendah, jumlah anggota
keluarga yang besar dan lain- lain.8
Hal ini berarti bahwa penyebab terjadinya KEP pada balita adalah sebagai
berikut:
Penyakit Infeksi
Tingkat Pendapatan Orang Tua yang rendah
Konsumsi Energi yang kurang
Perolehan Imunisasi yang kurang
Konsumsi Protein yang kurang
Kunjungan Ibu ke Posyandu, hal ini berkaitan dengan pengetahuan ibu.
Selain itu besarnya masalah gizi di Indonesia disebabkan oleh beberapa
faktor penting, yaitu karena ketidaktahuan serta karena bagitu lekatnya tradisi
dan kebiasaan yang mengakar di masyarakat khususnya dibidang makanan, cara
pengolahan makanan, dan cara penyajian serta menu masyarakat kita dengan
segala tabu-tabunya. Salah satu penyebab malnutrisi (kurang gizi) diantaranya
karena faktor ekonomi yaitu daya beli yang rendah dari para keluarga yang
kurang mampu. Nampaknya ada hubungan yang erat antara pendapatan keluarga
dan status gizi anak-anaknya. Pengetahuan ibu juga merupakan salah satu faktor
terjadinya kurang gizi
Patogenesis
Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan
makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai dengan
pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein dengan
melalui proses katabolik. Kalau terjadi stres katabolik (infeksi) maka kebutuhan
akan protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein yang
relatif, kalau kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih diatas -3 SD (-2SD-3SD),
maka
terjadilah
kwashiorkor
(malnutrisi
akut
decompensated
malnutrition). Pada kondisi ini penting peranan radikal bebas dan anti oksidan. Bila
stres katabolik ini terjadi pada saat status gizi dibawah -3 SD, maka akan terjadilah
marasmik-kwashiorkor. Kalau kondisi kekurangan ini terus dapat teradaptasi
13
14
Manifestasi Klinis
15
16
bahwa banyak sel hati terisi dengan lemak. Pada kwashiorkor yang relatif ringan
infiltrasi lemak itu terdapat terutama di segi tiga Kirnan, lebih berat penyakitnya
lebih banyak sel hatiyang terisi dengan lemak, sedangkan pada yang sangat berat
perlemakanterdapat pada hampir semua sel hati. Adakalanya terlihat juga adanya
fibrinosis dan nekrosis hati. Anemia ringan selalu ditemukan pada penderita
demikian.
Bilamana
kwashiorkor
disertai
oleh
penyakit
lain,
terutama
ankylostomiasis, maka dapat dijumpai anemia yang berat. Jenis anemia pada
kwashiorkor
bermacam-macam,
seperti
normositik
normokrom,
mikrositik
Kwshiorkor
Pertumbuha
n berkurang atau
berhenti
Terlihat
Obesitas
Perubahan
sangat kurus
Penampilan
dicabut / rontok
Gangguan
sistem gastrointestinal
Pembesara
mental
Cengeng
Kulit
kering, dingin,
mengendor, keriput
Lemak
subkutan menghilang
rambut, mudah
dagu rangkap
leher relatif
pendek
dada
membusung dengan
payudara membesar
n hati
wajah bulat
Perubahan
-
kulit
Atrofi otot
Edema
18
berkurang
- pubertas dini
- genu valgum (tungkai
berbentuk X) dengan
terlihat jelas
Vena
superfisialis tampak
jelas
bagian dalam
Ubun
menyebabkan laserasi
kulit
menonjol
mata
terdapat bradikardi
Tekanan
darah lebih rendah
dibandingkan anak
sebaya
a. Marasmus4
Secara garis besar sebab-sebab marasmus ialah sebagai berikut:
-
19
b. Kwashiorkor5
Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake protein
yang berlangsung kronis. Faktor yang dapat menyebabkan kwashiorkor
antara lain.
1. Pola makan
Protein (dan asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk
tumbuh dan berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori
yang cukup, tidak semua makanan mengandung protein/ asam amino yang
memadai. Bayi yang masih menyusui umumnya mendapatkan protein dari
ASI yang diberikan ibunya, namun bagi yang tidak memperoleh ASI protein
dari sumber-sumber lain (susu, telur, keju, tahu dan lain-lain) sangatlah
dibutuhkan. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nutrisi
anak berperan penting terhadap terjadi kwashiorkhor, terutama pada masa
peralihan ASI ke makanan pengganti ASI.
2. Faktor sosial
Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi,
keadaan sosial dan politik tidak stabil ataupun adanya pantangan untuk
menggunakan makanan tertentu dan sudah berlangsung turun-turun dapat
menjadi hal yang menyebabkan terjadinya kwashiorkor.
3. Faktor ekonomi
Kemiskinan keluarga/ penghasilan yang rendah yang tidak dapat
memenuhi kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak
terpenuhi, saat dimana ibunya pun tidak dapat mencukupi kebutuhan
proteinnya.
4. Faktor infeksi dan penyakit lain
Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara MEP dan
infeksi. Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Dan
20
Diagnosis
Diagnosis
untuk
marasmus-kwashiorkor
dapat
ditegakkan
berdasarkan
21
umumnya timbul adalah gagal tumbuh kembang. Di samping itu terdapat pula
satu atau lebih manifestasi klinis marasmus dan kwashiorkor lainnya.
2. Pemeriksaan penunjang: pemeriksaan laboratorium darah tepi yaitu Hb
memperlihatkan anemia ringan sampai sedang. Pada pemeriksaan faal hepar,
kadar
2.8.
Penatalaksanaan
Berikut ini adalah bagan langkah rencana pengobatan anak gizi buruk:4
22
23
24
2. Lanjutkan dengan glukosa atau larutan gula pasir 10% melalui NGT
sebanyak 50ml
3. 2 jam pertama
berikan ReSoMal secara Oral/NGT setiap 30 menit, dosis : 5ml/kgBB
setiap pemberian
catat nadi, frekuensi nafas dan pemberian ReSoMal setiap 30 menit
Kondisi III
Jika ditemukan: muntah dan atau diare atau dehidrasi. Lakukan Rencana III, dengan
tindakan segera, yaitu:4
1. Berikan 50ml glukosa atau larutan gula pasir 10% (oral/NGT)
2. 2 Jam pertama
berikan ReSoMal secara oral / NGT setiap 30 menit, dosis 5ml/kgBB
setiap pemberian
catat nadi, frekuensi nafas dan beri ReSoMal setiap 30 menit
Kondisi IV
Jika ditemukan: letargis. Lakukan Rencana IV, dengan tindakan segera, yaitu:4
1. Berikan bolus glukosa 10% intravena, 5ml/kgBB
2. Lanjutkan dengan glukosa atau larutan gula pasir 10% melalui NGT
sebanyak 50ml
3. 2 jam pertama
berikan F 75 setiap 30 menit, . dari dosis untuk 2 jam sesuai dengan berat
badan (NGT)
catat nadi, frekuensi nafas
Kondisi V
Jika tidak ditemukan: renjatan (syok), letargis, muntah dan atau diare atau dehidrasi.
Lakukan Rencana V, dengan tindakan segera, yaitu:4
1. Berikan 50ml glukosa atau larutan gula pasir 10% oral
2. Catat nadi, pernafasan dan kesadaran
Menurut Depkes RI pada pasien dengan gizi buruk dibagi dalam 4 faseyang
harus dilalui yaitu fase stabilisasi (Hari 1-7), fase transisi (Hari 8 14),
faserehabilitasi (Minggu ke 3 6), fase tindak lanjut (Minggu ke 7 26). Dimana
tindakan pelayanan terdiri dari 10 tindakan pelayanan sbb:4
25
*) Pada fase tindak lanjut dapat dilakukan di rumah, dimana anak secara berkala (1
minggu/kali) berobat jalan ke Puskesmas atau Rumah Sakit
Bagan 5. 10 Langkah Utama Tatalaksana Anak Gizi Buruk
A. Prinsip Dasar Pengobatan Rutin Marasmus Kwashiorkor (10 Langkah
utama)
Langkah Ke-1: Pengobatan/Pencegahan Hipoglikemia
Hipoglikemia dan hipotermia biasanya terjadi bersama-sama, seringkali
sebagai tanda adanya infeksi. Periksa kadar gula darah bila ada hipotermia
( suhu ketiak <36C/suhu dubur <36C). Pemberian makanan yang sering
penting untuk mencegah kedua kondisi tersebut.4,15
Bila kadar gula darah dibawah 50 mg/dl, berikan:
26
Bila kadar glukosa darah rendah, ulangi pemeriksaan gula darah dengan darah
sampai stabil.
Ulangi pemeriksaan gula darah bila suhu aksila <36C dan/atau kesadaran
menurun.
Pencegahan :
Mulai segera pemberian makan setiap 2 jam (langkah 6), sesudah dehidrasi
Catatan :
Bila tidak dapat memeriksa kadar glukosa darah, anggaplah setiap anak KEP
berat/gizi buruk menderita hipoglikemia dan atasi segera dengan ditatalaksana
seperti tersebut di atas.
Langkah Ke-2: Pengobatan / Pencegahan Hipotermia
Bila suhu ketiak <36C :
Periksalah suhu dubur dengan menggunakan termometer suhu rendah. Bila
tidak tersedia termometer suhu rendah dan suhu anak sangat rendah pada
pemeriksaan dengan termometer biasa, anggap anak menderita hipotermia.4,15
Bila suhu dubur <36C :
Segera beri makanan cair/formula khusus (mulai dengan rehidrasi bila perlu)
Hangatkan anak dengan pakaian atau selimut sampai menutup kepala,
letakkan dekat lampu atau pemanas (jangan gunakan botol air panas) atau
peluk anak di dada ibu, selimuti (metoda kanguru).
27
Pemantauan:
Periksa suhu dubur setiap 2 jam sampai suhu mencapai >36,5C, bila
hari
Raba suhu anak
Bila ada hipotermia, periksa kemungkinan hipoglikemia.
Pencegahan:
Segera beri makan / formula khusus setiap 2 jam (lihat langkah 6).
Sepanjang malam selalu beri makan
Selalu diselimuti dan hindari keadaan basah (baju, selimut, alas tempat tidur)
Hindari paparan langsung dengan udara (mandi atau pemeriksaan medis
terlalu lama).
28
Selama pengobatan, pernafasan cepat dan nadi lemah akan membaik dan anak
mulai kencing.
Pemantauan
Lakukan penilaian atas kemajuan proses rehidrasi setiap -1 jam selama 2
jam pertama, kemudian setiap jam untuk 6-12 jam selanjutnya.dengan memantau:
denyut nadi, pernafasan, frekwensi kencing, frekwensi diare / muntah.
Adanya air mata, mulut basah, kecekungan mata dan ubun-ubun besar yang
berkurang, perbaikan turgor kulit, merupakan tanda bahwa rehidrasi telah
berlangsung, tetapi pada KEP berat/gizi buruk perubahan ini seringkali tidak
terlihat, walaupun rehidrasi sudah tercapai. Pernafasan dan denyut nadi yang
cepat dan menetap selama rehidrasi menunjukkan adanya infeksi atau kelebihan
cairan.4,15
Tanda kelebihan cairan: frekwensi pernafasan dan nadi meningkat, edema dan
pembengkakan kelopak mata bertambah. Bila ada tanda-tanda tersebut, hentikan
segera pemberian cairan dan nilai kembali setelah 1 jam.
Pencegahan:
29
Catatan:
Beberapa ahli memberikan metronidazol (7.5 mg/kg, setiap 8 jam selama
7 hari) sebagai tambahan pada antibiotik spektrum luas guna mempercepat
perbaikan mucosa usus dan mengurangi resiko kerusakan oksidatif dan infeksi
sistemik akibat pertumbuhan bakteri anaerobik dalam usus halus.
Pilihan antibiotik spektrum luas:
1. Bila tanpa komplikasi:Kotrimoksasol 5 ml suspensi pediatri secara oral, 2
x/hari selama 5 hari (2,5 ml bila berat badan < 4 Kg),Atau
2. Bila anak sakit berat (apatis, letargi) atau ada komplikasi (hipoglikemia:
hipotermia, infeksi kulit, saluran nafas atau saluran kencing), beri :
secara oral.Dan
Gentamicin 7.5 mg /Kg/BB/i.m./i.v. sekali sehari, selama 7 hari.
30
Porsi kecil tapi sering dengan formula laktosa rendah dan hipo/iso-osmolar.
Berikan secara oral/nasogastrik
Energi : 80 100 kal/kgBB/hari
Protein : 1 1.5 g/kgBB/hari
Cairan : 130 ml/kgBB/hari (100 ml/kgBB/hari bila terdapat edema)
Bila masih mendapat ASI, tetap diberikan tetapi setelah pemberian formula.
Formula khusus seperti F-WHO 75 yang dianjurkan dan jadwal pemberian
makanan harus disusun sedemikian rupa agar dapat mencapai prinsip tersebut di
atas: (lihat tabel 2 halaman 24). Berikan formula dengan cangkir/gelas. Bila
anak terlalu lemah, berikan dengan sendok / pipet.4,15
Pada anak dengan selera makan baik dan tanpa edema, jadwal pemberian
makanan pada fase stabilisasi ini dapat diselesaikan dalam 2-3 hari saja (1 hari
untuk setiap tahap). Bila asupan makanan tidak mencapai dari 80 Kkal/kg
BB/hari, berikan sisa formula melalui pipa nasogastrik. Jangan beri makanan
lebih 100 Kkal/kgBB/hari pada fase stabilisasi ini.4,15
Pantau dan catat:Jumlah yang diberikan dan sisanya, Muntah, Frekwensi
buang air besar dan konsistensi tinja, BB (harian).
Selama fase stabilisasi, diare secara perlahan berkurang dan BB mulai naik,
tetapi pada penderita dengan edema BB-nya akan menurun dulu bersamaan
dengan menghilangnya edema, baru kemudian BB mulai naik.
31
Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per 100 ml)
dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9 gram per
100 ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi bubur/makanan keluarga
dapat digunakan asalkan dengan kandungan energi dan protein yang sama.
Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula
tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgBB/kali (=200
ml/kgBB/hari).
Pemantauan pada masa transisi: frekwensi nafas, frekwensi denyut nadi. Bila
terjadi peningkatan detak nafas >5x/menit dan denyut nadi >25x/menit dalam
pemantauan setiap 4 jam berturutan, kurangi volume pemberian formula.Setelah
normal kembali, ulangi menaikkan volume seperti di atas.
Setelah periode transisi dilampaui, anak diberi:
kecepatan pertambahan berat badan : timbang anak setiap pagi sebelum diberi
makan, evaluasi kenaikan BB setiap minggu. Bila kenaikan BB:
32
Suplementasi multivitamin
Asam folat 1 mg/hari (5 mg pada hari pertama)
Seng (Zn) 2 mg/kgBB/hari
Tembaga (Cu) 0.2 mg/kgBB/hari
Bila BB mulai naik : Fe 3 mg/kgBB/hari atau sulfas ferrosus 10
mg/kgBB/hari
Vitamin A oral pada hari I : umur > 1 tahun : 200.000 SI, 6-12 bulan :
100.000 SI, < 6 bulan : 50.000 SI, kecuali bila dapat dipastikan anak sudah
mendapat suplementasi vitamin A pada 1 bulan terakhir. Bila ada tanda /
gejala defisiensi vitamin A, berikan vitamin dosis terapi.
Kasih sayang
Lingkungan yang ceria
Terapi bermain terstruktur selama 15 30 menit/hari
Aktifitas fisik segera setelah sembuh
Keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain dsb).
33
orangtua tentang pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan
nutrien yang padat dan terapi bermain terstruktur.4,15
Nasehatkan kepada orang tua untuk :
Puskesmas
Pelayanan di PPG (lihat bagian pelayanan PPG) untuk memperoleh PMTPemulihan selama 90 hari. Ikuti nasehat pemberian makanan (lihat lampiran
5) dan berat badan anak selalu ditimbang setiap bulan secara teratur di
posyandu / puskesmas.
pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrien yang
padat
penerapan terapi bermain dengan kelompok bermain atau Posyandu
Pemberian suntikan imunisasi sesuai jadwal
Anjurkan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI atau 100.000
matatetrasiklin, setiap 2-3 jam selama 7-10 hari, teteskan tetes mata atropin,
1 tetes 3 kalisehari selama 3-5 hari, tutup mata dengan kasa yang dibasahi
larutan garam faal.4,15
2. Dermatosis
Dermatosis ditandai adanya: hipo / hiperpigmentasi, deskuamasi (kulit
mengelupas), lesi ulcerasi eksudatif, menyerupai luka bakar, sering disertai
infeksisekunder, antara lain oleh Candida.4,15
34
Tatalaksana :
a. kompres
bagian
kulit
yang
terkena
dengan
larutan
KmnO4
yang terlambat atau tidak terdeteksi, atau proses rehidrasi kurang tepat.
dalam 72 jam: cek apakah volume formula terlalu banyak atau pemilihan
cepat.
2. Kenaikan berat-badan tidak adekuat pada fase rehabilitasi. Penilaian
kenaikan BB:
35
Baik : 50 gram/kgBB/minggu
Kurang
: <50 gram/kgBB/minggu.
Kemungkinan penyebab kenaikan BB <50 gram/kgBB/minggu antara lain:
pemberian makanan tidak adekuat
defisiensi nutrien tertentu; vitamin, mineral
infeksi yang tidak terdeteksi, sehingga tidak diobati.
masalah psikologik.
D. Penanganan Pasien Pulang Sebelum Rehabilitasi Tuntas
Rehabilitasi dianggap lengkap dan anak siap dipulangkan bila gejala klinis
sudah menghilang, BB/U mencapai minimal 70% atau BB/TB mencapai
minimal 80%.4,15
Anak KEP berat yang pulang sebelum rehabilitasi tuntas, di rumah harus
diberi makanan tinggi energi (150 Kkal/kgBB/hari) dan tinggi protein (4-6
gram/kgBB/hari):
beri anak makanan yang sesuai (energi dan protein) dengan porsi paling
E. Tindakan Kegawatan
1. Syok (renjatan)
Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan sulit
membedakan keduanya secara klinis saja. Syok karena dehidrasi akan
membaik dengan cepat pada pemberian cairanintravena, sedangkan pada
sepsis tanpa dehidrasi tidak. Hati-hati terhadap terjadinya overhidrasi.4,15
Pedoman pemberian cairan :
a. Berikan larutan Dekstrosa 5% : NaCl 0.9% (1:1) atau larutan Ringer
dengan kadar dekstrosa 5% sebanyak 15 ml/KgBB dalam satu jam
pertama. Evaluasi setelah 1 jam.
b. Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi nadi dan pernapasan)
dan status hidrasi syok disebabkan dehidrasi. Ulangi pemberian
cairan seperti di atas untuk 1 jam berikutnya, kemudian lanjutkan
36
2. Anemia berat
Transfusi darah diperlukan bila:Hb < 4 g/dl, atau Hb 4-6 g/dl disertai
distress pernapasan atau tanda gagal jantung. Transfusi darah :
2.9.
Pencegahan KEP
Prevalensi KEP ringan seperti pendek dan kurus kering adalah 40-50 %
sementara KEP berat mencapai 5-10 % pada negara yang sedang berkembang. Jika
kasus KEP ini bisa dideteksi awal dengan pengukuran berat badan dan tinggi badan
serta langkah yang tepat maka KEP berat dapat dicegah dengan mudah. Tidaklah
bijaksana jika hanya mengobati malnutrisi berat yang datang ke sarana layanan
kesehatan. Seolah-olah seperti fenomena gunung es. Oleh karena itu diperulkan
pendekatan kepada masyarakat terutama masyarakat level ekonomi menengah ke
bawah. Di bawah ini adalah beberapa pendekatan penanganan nutrisi yang bisa
dilakukan di masyatakat :
37
ditujukan agar ibu bisa mengolah bahan makanan dari kebun dan hasil pertanian.
Pendidikan gizi ini berfokus pada :
Mengubah pola pikir ibu yang salah tentang pemberian makan dan
proses menyusui, serta paparan sinar matahari, yang sering dipengaruhi
praktis dan tepat jika terjadi gangguang status gizi pada anak.
Pentingnya ASI eksklusif.
Meningkatkan higiene (hygiene personal, makanan, dan lingkungan).
Pentingnya imunisasi.
Pentingnya menanam buah-buahan dan sayur-sayuran yang bisa
makanan
di
rumah
pelayanan kesehatan.
2.9.2.
Pendekatan Ekonomi
Pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan komunitas target
sebagai solusi terhadap masalah gizi mereka. Beberapa metode yang bisa
digunakan adalah :
Food for work
Menawarkan sejumlah pekerjaan kepada masyarakat miskin atau yang
pemerintah.
Income generating project
Metode ini telah dipraktikkan di beberapa daerah di Ethiopia dengan
menggunakan cara mengumpulkan dana dari masyarakat untuk dibelikan
makanan.
Metode
ini
melibatkan
lembaga-lembaga
swadaya
masyarakat.
2.10.
Komplikasi
Pada anak dengan gizi buruk dapat ditemukan penyakit penyerta antara lain :
Masalah pada mata
Anemia berat
Lesi kulit pada kwashiorkor
38
Penyakit penyerta yang dapat terjadi pada obesitas adalah antara lain:
2.11.
39
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Gizi buruk masih merupakan masalah kesehatan utama di banyak negara di dunia,
terutama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Salah satu
klasifikasi dari gizi buruk adalah tipe marasmik-kwashiorkor, yang diakibatkan defisiensi
protein berat dan pemasukan kalori yang sedikit atau tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan gizi.
Manifestasi klinis marasmik-kwashiorkor yang sering ditemui antara lain hambatan
pertumbuhan, hilangnya jaringan lemak bawah kulit, atrofi otot, perubahan tekstur dan
warna rambut, kulit kering dan memperlihatkan alur yang tegas dalam, pembesaran hati,
anemia, anoreksia, edema, dan lain-lain.
Diagnosis marasmik-kwashiorkor ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik
(gejala klinis dan abnormalitas pada pemeriksaan antropometrik) dan laboratorium yang
memperlihatkan penurunan kadar albumin, kolesterol, glukosa, gangguan keseimbangan
elektrolit, hemoglobin, serta defisiensi mikronutrien yang penting bagi tubuh.
3.2. Saran
Diperlukan anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik dan penunjang yang tepat
sehingga dapat dilakukan penatalaksanaan marasmik-kwashiorkor secara optimal.
Penanganan penyakit ini harus dilakukan dengan tepat dalam waktu sedini mungkin
untuk mencegah komplikasi yang menurunkan kualitas hidup bahkan kematian.
40
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Kesehatan
Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLBGizi Buruk. Departemen Kesehatan RI, 2008.
2. Muller O, Krawinkel M. Malnutrition and Health in Developing Countries. CMAJ
173:279-86
3. Perkembangan Penanggulangan Gizi Buruk Di Indonesia Tahun 2005. Diakses dari
http://www.gizi.net/busung-apar/Laporan%20Gizi%20Buruk%20sampai%20Des2005Final.pdf tanggal 3 Maret 2011.
4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Kesehatan
Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Buku Bagan Tatalaksana Anak Gizi
Buruk. Departemen Kesehatan RI, 2007.
5. Pusat Data dan Informasi Departemen Kesehatan RI. Glosarium Data dan Informasi
Kesehatan. Departemen Kesehatan RI. 2006.
6. Pudjiadi, S. Penyakit KEP (Kurang Energi Protein). Dalam Ilmu Gizi Klinis pada Anak.
Edisi 4 2000. Hal 97-190.
7. Admin.Program
Perbaikan
Gizi
Makro.
Diakses
dari
http://www.gizi.net/kebijakangizi/download/GIZI%20MAKRO.doc, 2004.
8. Simanjuntak,E. Faktor Resiko Kurang Energi Protein Pada Balita Di Kota Medan.
Diakses
dari
http://library.usu.ac.id/index.php/component/journals/index.php?
option=com_journalreview&id=3197&task=view, 2008.
9. Marizza, Nofelia.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Kurang Energi Protein
(KEP)
Pada
Balita
Di
URJ
RSU
Dr.
Soetomo
Surabaya.
Diakses
http://ojs.lib.unair.ac.id/index. php/bprsuds/article/view/1439/1438.
10. Boerhan
H,
Roedi.
Kurang
Energi
Protein
(KEP).
dari
Diakses
dari:http://www.pediatrik.com/isi03.php?
page=html&hkategori=ePDT&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110rswg255.htm.
11. Heird, WC. Food Insecurity, Hunger, and Undernutrition In Nelson Textbook of
Pediatrics, 19th ed. P. 167-73. Philadelphia: Sauders Elsevier.
12. Shetty, P. Malnutrition and Undernutrition. Medicine, 2006. 34:524-29.
13. Gulden, MHN. Malnutrition. In Textbook of Pediatric Gastroenterology and Nutrition.
2004. USA: Taylor and Franchis. P.489-523.
14. Braun TV, McComb J, et al. Urban Food Inseconts and Malnutrition in Developing
Countries. 1993. USA: International Food Policy Research Institute. P. 12-16.
15. World Health Organization. Gizi Buruk. Dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak
di Rumah Sakit. 2009. Hal 193-222.
41
42