Anda di halaman 1dari 6

BAB IV

ANALISIS FOKUS SESUAI TEORI

4. 1 Penghawaan Alami pada Objek (Rumah Tinggal)


Berdasarkan referensiyang didapat :
o

Standart luas ventilasi rumah, menurut Kepmenkes RI No. 829 tahun 1999, adalah
minimal 10% luas lantai bangunan.

Menurut Frick (1993) setiap ruang yang dipakai sebagai ruang kediaman sekurangkurangnya terdapat satu jendela lubang ventilasi yang langsung berhubungan dengan
udara luar bebas rintangan dengan luas 10% luas lantai.

Menurut Dr. Budiman Candra dalam buku Pengantar Kesehatan Lingkungan (2007) luas
bukaan minimal adalah 10 % dari luas lantai

Untuk lantai 1 dengan penghawaan ventilasi dan jendela


Luas elemen penghawaan pada lantai 1 :

4 jendela tipe 1 (J1) = 4 x 0,7224 m2 = 2,89


1 ventilasi tipe 1 (V1) = 0,468 m2
Luas total elemen penghawaan pada lantai 1 = 3,358 m2

Luas lantai 1 = 168,325 m2


10% dari luas lantai 1 adalah 16,8325 m2 sehingga penghawaan untuk lantai 1 masih
kurang memenuhi standar luas bukaan untuk penghawaan alami dari luas lantai yaitu
kurang lebih 2%.

64

.Untuk lantai 2 dengan penghawaan ventilasi dan jendela


Luas elemen penghawaan pada lantai 2 :
4 jendela tipe 1 (J1) = 4 x 0,7224 m2 = 2,89
2 jendela tipe 2 (J2) = 1,7324 m2 = 3,4648 m2
1 ventilasi tipe 1 (V1) = 0,468 m2
Celah angin = 0,4m x 6,25m = 2,5 m2

Luas total elemen penghawaan pada lantai 2 = 9,3228 m2


Luas lantai 2 = 73,8 m2
10% dari luas lantai 1 adalah 7,38 m2 sehingga penghawaan untuk sudah lebih dari
standar minimum yaitu 9,3288 m2 atau sekitar 12% dari luas lantai

Saran :
Penambahan ventilasi ataupun loster atas pintu atau jendela sehingga memungkinnya
bertambahnya kuantitas udara alami yang masuk ke ruang.

Gambar 1 : Penambahan ventilasi di area area atas pintu ataupun jendela

65

Barrier system
Untuk barrier system yang digunakan, kami rasa masih kurang mengingat adanya area
terbuka namun penataan vegetasi yang dilakukan masih kurang sehingga diperlukan
penataan area hijau untuk pengaturan iklim mikro sehingga udara dapat mengalir ke
dalam bangunan.
Saran yang kami berikan adalah sebagai berikut :
o Penambahan vegetasi sehingga adanya aliran udara yang lebih baik dalam
bangunan, tanaman tanaman yang diaplikasikandapat berupa tanaman hias
khas Bali ataupun daerah Jimbaran dimana sekaligus bisa melestarikan
flora setempat sebagai wujud salah satu arsitektur sadar lingkungan
lainnya.

Area

Area

hijau

hijau

Area hijau

66

4.2 Pencahayaan Alami pada Objek (Rumah Tinggal)


Sistem pencahayaan alami pada bangunan gedung, pencahayaan alami pada sebuah
bangunan minimum adala 1/6 dari luas lantai keseluruhan. Maka dari itu analisis berdasarkan
SNI tersebut adalah :

Untuk lantai 1
Luas elemen pencahayaan yang ada
4 jendela tipe 1 (J1) = 4 x 0,5184 m2 = 2,0736 m2
1 jendela tipe 2 (J2) = 0,6832 m2 , terdapat dua kaca = 1,3664 m2
1 ventilasi tipe 1 (V1) = 0,468 m2
3 kaca tipe 1 (K1) = 3 x 0.9 =2.7 m2
1 kaca tipe 2 (K2)dengan 3 ruas = 3 x 1,0176m2 =3,0528m2
3 kaca tipe 3 (K3) = 3x 2.25 = 6.75 m2
Total = 15,0444 m2
Luas lantai 1 = 168,325 m2
1/6 luasnya adalah = 28,054 m2
Sehingga untuk fungsi pencahayaan pada lantai 1 masih kurang yaitu hanya 15,0444 m2
atau sekitar 1/30 dari luas lantai

Untuk lantai 2
Luas elemen pencahayaan yang ada
Luas elemen pencahayaan yang ada
4 jendela tipe 1 (J1) = 4 x 0,5184 m2 = 2,0736 m2
2 jendela tipe 2 (J2) = 0,6832 m2 , terdapat dua kaca = 1,3664 m2 =
2,7328 m2
1 ventilasi tipe 1 (V1) = 0,468 m2
Total = 3,908 m2
Luas lantai 2 = 73,8 m2
1/6 luasnya adalah = 12,3 m2
Sehingga untuk fungsi pencahayaan pada lantai 2 masih kurang yaitu 3,908 m2 atau
sekitar 1/20 dari luas lantai
67

4.3 Bentuk Atap pada Objek (Rumah Tinggal)

Bentuk atap yang cocok untuk rumah yang berada pada daerah dengan iklim tropis basah, yang
hanya memiliki dua musim yaitu hujan dan panas, yaitu desain atap yang curam dengan kemiringan atap
yang cukup tinggi agar lebih cepat mengalirkan air hujan hingga meresap ke permukaan tanah. Pada
objek kasus, bangunan sudah bekerja dengan iklim, dimana penggunaan bentuk atap sudah sesuai dengan
iklim tropis basah. Bentuk atap pada objek kasus berbentuk limasan dengan kemiringan yang cukup
tinggi, dapat dengan cepat mengalirkan air hujan hingga meresap ke permukaan tanah. Jenis genteng yang
digunakan pun merupakan genteng pejaten yang tahan terhadap cuaca.

Gambar : Tampak Depan Bangunan Objek Kasus.

Gambar : Perspektif Bangunan Objek Kasus.

68

4.4 Ruang Terbuka Hijau pada Objek (Rumah Tinggal)


Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, ruang terbuka hijau sangat penting karena area
tersbut dapat digunakan sebagai area sirkulasi udara luar, penyuplai oksigen, dan area peresapan
air hujan pada site. Perbandingan antara wilayah terbangun (built up area) dengan wilayah
terbuka (open space) sebesar 60% : 40%: pengembang harus membagi daerah peruntukkan dan
wilayah terbuka (open space) sebesar 60% dan 40%. Realisasi dari aturan ini adalah pembagian
antara luasan hunian total sebesar 60% dan luasan wilayah terbuka (jalan dan ruang
terbuka/lansekap) sebesar 40%.
Area terbuka pada Objek = 31.675 : 200 x 100%
= 15%
Jadi, ruang terbuka pada objek ini dapat dikatakan kurang karena hanya memenuhi 15%dari
40%, dimana standar yang telah ditetapkan untuk area terbuka.
Saran :
Dengan terbatasnya lahan hijau yang ada hendaknya jumlah lahan yang terbatas ini dimanfaatkan
dengan baik misalya dengan tidak menggunakan perkerasan melainkan grass block dan
penampahan vegetasi sehingga area rumah terlihat lebih asri. Selain lebih asri juga dapat
membantu penghawaan alami pada dalam bangunan.Penataan ruang terbuka hijau juga dapat
diaplikasikan dengan penambahan elemen air yang mampu menyejukkan area sekitar

69

Anda mungkin juga menyukai