Anda di halaman 1dari 14

KOMPLEKSIOMETRI

Titrasi kompleksometri adalah penetapan kadar zat berdasarkan atas


pembentukkan senyawa kompleks yang larut, yang berasal dari reaksi antara
ion logam / kation (komponen zat uji) dengan zat pembentuk kompleks
sebagai ligan (pentiter).

Jenis Ligan
1.

Unidentat

Ligan yang mempunyai 1 gugus donor pasangan elektron.


Contoh : NH3, CN.
2.

Bidentat

Ligan yang mempunyai 2 gugus donor pasangan elektron.


Contoh : Etilendiamin.
3.

Polidentat

Ligan yang mempunyai banyak gugus donor pasangan elektron.


Contoh : asam etilendiamintetraasetat (EDTA).

Pengaruh pH
1.

Suasan terlalu asam

Proton yang
dimana jika
terdisosiasi
bergeser ke
asam.

dibebaskan pada reaksi yang terjadi dapat mempengaruhi pH,


H+ yang dilepaskan terlalu tinggi, maka hal tersebut dapat
sehingga kesetimbangan pembentukkan kompleks dapat
kiri, karena terganggu oleh suasana system titrasi yang terlalu

Pencegahan : sistem titrasi perlu didapar untuk mempertahankan pH yang


diinginkan.

2.

Suasana terlalu basa

Bila pH system titrasi terlalu basa, maka kemungkinan akan terbentuk


endapan hidroksida dari logam yang bereaksi.

Mn+

n(OH)

M(OH)n

Sehingga jika pH terlalu basa, maka reaksi kesetimbangan akan bergeser ke


kanan, sehingga pada suasana basa yang banyak akan terbentuk endapan.

Indikator Logam
Senyawa yang dapat membentuk kompleks dengan suatu ion logam, dan
larutan indikator bebas yang mempunyai warna yang berbeda dengan
larutan kompleks indikator.

Syarat-syarat indikator logam


1.
Stabilitas dari ikatan kompleks indikator-logam harus lebih rendah
daripada ikatan kompleks logam-EDTA.
2.
Terjadi perubahan warna pada range pH yang ditetapkan, dimana
terjadi pembentukan kompleks stabil.
3.
Perubahan warna terjadi oleh adanya indicator bebas dari kompleks
logam dalam larutan, karena sejumlah eqivalen EDTA ditambahkan untuk
membentuk kompleks logam-EDTA.

Beberapa indikator
kompleksometri.
1.

yang

paling

banyak

digunakan

dalam

titrasi

Eriochrom Black-T (EBT)

Merupakan asam lemah, tidak stabil dalam air karena senyawa organic ini
merupakan gugus sulfonat yang mudah terdisosiasi sempurna dalam air dan
mempunyai 2 gugus fenol yang terdisosiasi lambat dalam air.

Penggunaan :
Penentuan kadar Ca, Mg, Cd, Zn, Mn, Hg.

2.

Murexide

Merupakan indikator yang sering digunakan untuk titrasi Ca2+, pada pH=12.

3.

Jingga Xylenol

Kompleks dengan logam memberikan warna merah.


4.

Calmagite

5.

Tiron

6.

Violet cathecol

Beberapa indikator logam sering menglami penguraian apabila dilarutkan


dalam air. Sehingga stabilitas di dalam larutan rendah sekali. Oleh karena itu,
dalam prakteknya sering dibuat pengenceran dengan NaCl atau
KNO3 dengan perbandingan 1:500.

Titrasi Langsung
a.

Prinsip :

Ion logam yang berada dalam larutan dititrasi langsung oleh EDTA dengan
menggunakan indikator yang sesuai.
b.

Perhatian :

Perlu dilakukan titrasi blanko untuk memeriksa adanya senyawa pengotor


logam dalam pereaksi, karena pengotor logam dapat bereaksi dengan EDTA
sehingga dikhawatirkan dapat membentuk kompleks logam-EDTA, karena
sifat EDTA yang tidak spesifik.

Titasi Kembali
a.

Prinsip :

Dilakukan jika penentuan TA secara titrasi langsung tidak mungkin.


b.

Penggunaan :

Digunakan untuk penentuan logam yang mengendap sebagai


hidroksida/senyawa yang tidak larut pada pH kerja titrasi. Seperti : Pb-sulfat
dan Ca-oksalat.
Digunakan untuk logam yang bereaksi lambat dengan EDTA, dimana
pembentukan kompleks logam-EDTA terjadi sangat lambat dan labil pada pH
titrasi.
Tidak ada indikator yang sesuai.

c.

Cara titrasi kembali :

Larutan yang mengandung logam ditambah EDTA berlebih, lalu system titrasi
didapar pada pH yang sesuai, kemudian dipanaskan (untuk mempercepat
terbantuknya kompleks). Setelah dingin, kelebihan EDTA dititrasi kembali
dengan larutan baku Zn2+ (ZnCl2, ZnSO4, ZnO) atau larutan baku logam
Mg2+ (MgO, MgSO4).

Titrasi Subtitusi
Prinsip :
a)
Dipilih titrasi substitusi jika cara titrasi langsung dan titrasi kembali
tidak dapat memberikan hasil yang baik.
b)

Dipilih jika ion logam tidak bereaksi sempurna dengan indikator logam.

c)
Stabilitas kompleks logam-EDTA lebih besar dibandingkan dengan
stabilitas kompleks logam lain, seperti : Mg2+ atau Zn2+ (Mg-EDTA dan ZnEDTA).
Argentometri merupakan titrasi pengendapan sample yang dianalisis dengan
menggunakan ion perak. Biasanya, ion-ion yang ditentukan dalam titrasi ini
adalah ion halida (Cl-, Br-, I-) (Khopkar,1990).
Hasil kali konsentrasi ion-ion yang terkandung suatu larutan jenuh dari garam
yang sukar larut pada suhu tertentu adalah konstan. Misalnya suatu garam
yang sukar larut AmBn dalam larutan akan terdisosiasi menjadi m kation dan
n anion (Khopkar,1990).
AmBn Ma++ NbHasil kali kelarutan = (CA+)M (CB-)N titrasi argentometri adalah titrasi
dengan menggunakan perak nitrat sebagai titran dimana akan terbentuk
garam perak yang sukar larut. Jika larutan perak nitrat ditambahkan pada
larutan kalium sianida maka mula-mula akan terbentuk endapan putih yang
pada pengadukan akan larut membentuk larutan kompleks yang stabil
(Harrizul.1995).
Titik akhir ditandai dengan terbentuknya endapan putih yang permanent.
salah satu kesulitan dalam menentukan titik akhir ini terletak pada fakta
dimana perak sianida yang diendapkan oleh adanya kelebihan ion perak yang
agak lebih awal dari titik ekuivalen, sangat lambat larut kembali dan titrasi ini
makan waktu yang lama (Underwood.1992).
Larutan jenuh dapat dicapai dengan penambahan zat ke dalam pelarut
secara terus menerus hingga zat tidak melarut lagi dengan cara menaikkan
lagi konsentrasi ion-ion tertentu hingga terbentuk endapan (Khopkar.1990).

Faktor yang mempengaruhi kelarutan yaitu suhu, sifat pelarut, ion sejenis,
aktivitas ion, pH, hidrolisis, hidroksida logam, dan pembentukan senyawa
kompleks (Skogg.1965).
Pada kebanyakan garam anorganik, kelarutan meningkat jika suhu naik.
Sebaiknya proses pengendapan, penyaringan dan pencucian endapan
dilakukan dalam keadaan larutan panas kecuali untuk endapan yang dalam
larutan panas memiliki kelarutan kecil cukup disaring setelah terlebih dahulu
didinginkan
di
lemari
es.
Kebanyakan
garam
anorganik larut dalam air dan tidak
arut
dalampelarut organik. Air
memiliki momen dipol yang
besar dan tertarik olehkation dan anion membentuk ion
hidrat
(Underwood.1995).
Teknik penambahan ion sejenis dilakukan oleh analis untuk
tujuan (Harizul.1995) :
1) Menyempurnakan pengendapan
2)
mengandung ionsejenis

Pencucian endapan dengan larutan yang


dengan endapan

Untuk larutan yang mengandung Ag, jika ditambahkan NaCI maka mula-mula
terbentuk suspensi yang kemudian terkoagulasi (membeku). Laju terjadinya
koagulasi
menyatakan
mendekamya
titik
ekivalen.
Penambahan
NaCI ditersukan sampai titik akhir tercapai. Perubahan ini dilihat dengan
tidak terbentuknya endapan AgCI pada cairan supernatan. Akan tetapi sedikit
NaCI harus ditambahkan untuk menyempurnakan titik akhir. Penentuan Ag
sebagai AgCI dapat dilakukan dengan pengukuran turbidimetri yaitu dengan
pembauransinar (Underwood,1986).
Jika AgNO3 ditambahkan ke NaCI yang mengandung zat berpendar fluor, titik
akhir ditentukan dengan berubahnya warna dari kuning menjadi
merah jingga. Jika didiamkan, tampak endapan berwarna, sedangkan larutan
tidak berwarna disebabkan adanya adsorpsi indikator pada endapan AgCI.
Warna zat yang terbentuk dapat berubah akibat adsorpsi pada penukaan
(Khopkar, 1990).
Semua indikator adsorpsi bersifat ionik. Selain indikator adsorpsi tersebut
terdapat pula indikator-indikator adsorpsi yang digunakan dalam
titrasi pengendapan, yaitu turunan krisodin. Indikator tersebut merupakan
indikator
asam basa dan indikatorreduksi oksidasi dan memberikan
perubahan warna yang reversibel dengan brom. Indikator ini berwarna merah
pada suasana asam clan kuning pada suasana basa. Indikator ini juga
digunakan untuk titrasi ion I" dengan ion Ag+. Kongo merah adalah indikator
asam basa lainnya (Khopkar, 1990).
Selain
kelemahan,
indikator
adsorpsi
mempunyai
beberapa
keunggulan. Indikator ini memberikan kesalahan yang kecil pada penentuan

titik akhir titrasi. Perubahan warna yang disebabkan adsorpsi indikator


biasanya tajam. Adsorpsi pada permukaan berjalan baik jika endapan
mempunyai luas permukaan yang besar. Warna adsorpsi tidak begitu jelas
jika endapan terkoagulasi. Kita tidak dapat menggunakan indikator tersebut
karena koagulasi. Koloid pelindung dapat mengurangi masalah tersebut.
Indikator-indikator tersebut bekerja pada batasan daerah-daerah pH tertentu
juga pada konsentrasi tertentu saja, yaitu pada keadaan yang sesuai dengan
peristiwa adsorpsi dan desorpsi saja (Svehla,1985).
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kelarutan (Svehla,1985) :
a. Kelarutan bertambah dengan naiknya temperatur. Kadangkala
endapan yang baik terbentuk pada larutan panas, tetapi jangan dilakukan
penyaringan terhadap larutan panas karena pengendapan dipengaruhi oleh
faktor temperatur. Garam-garam anorganik lebih larut dalam air.
Berkurangnya kelarutan di dalampelarut organik dapat digunakan sebagai
dasar pemisahan dua zat. Kelarutan endapan dalam air berkurang jika lanitan
tersebut mengandung satu dari ion-ion penyusun endapan, sebab
pembatasan Ks.p (konstanta hasil kali kelarutan). Baik kation atau anion yang
ditambahkan, mengurangi konsentrasi ion penyusun endapan sehingga
endapan garam bertambah. Pada analisis kuantitatif, ion sejenis ini
digunakan untuk mencuci larutan selama penyaringan.
b. Beberapa endapan bertambah kelarutannya bila dalam lanitan
terdapat garam-garam yang berbeda dengan endapan. Hal ini disebut
sebagai efek garam netral atau efek aktivitas. Semakin kecil koefesien
aktivitas dari dua buah ion, semakin besar hasil kali konsentrasi molar ion-ion
yang dihasilkan. Kelarutan garam dari asam lemah tergantung pada pH
larutan. Jika garam dari asam lemah dilarutkan dalam air, akan menghasilkan
perubahan(H). Kation dari spesies garam mengalami hidrolisis sehingga
menambah kelarutannya
c. Kelarutan garam yang sedikit larut merupakan fungsi konsentrasi zatlain
yang membentuk kompleks dengan kation garam tersebut. Beberapa
endapan membentuk kompleks yang larut dengan ion pengendap itu sendiri.
Mula-mula kelarutan berkurang (disebabkan ion sejenis) sampai melalui
minuman. Kemudianbertambah akibat adanya reaksi kompleksasi
Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yang dibedakan
berdasarkan indikator yang digunakan pada penentuan titik akhir titrasi,
antara lain (Harizul,1995) :
a.

Metode Mohr

Metode Mohr biasanya digunakan untuk menitrasi ion halida seperti NaCl,
dengan AgNO3 sebagai titran dan K2CrO4 sebagai indikator. Titik akhir titrasi
ditandai dengan adanya perubahan warna suspensi dari kuning menjadi
kuning coklat. Perubahan warna tersebut terjadi karena timbulnya Ag2CrO4,

saat hampir mencapai titik ekivalen, semua ion Cl- hamper berikatan menjadi
AgCl. Larutan standar yang digunakan dalam metode ini, yaitu AgNO3,
memiliki normalitas 0,1 N atau 0,05 N.
Indikator menyebabkan terjadinya reaksi pada titik akhir dengan titran,
sehingga terbentuk endapan yang berwarna merah-bata, yang menunjukkan
titik akhir karena warnanya berbeda dari warna endapan analat dengan Ag+ .
b.

Metode Volhard

Metode Volhard menggunakan NH4SCN atau KSCN sebagai titrant, dan


larutan Fe3+ sebagai indikator. Sampai dengan titik ekivalen harus terjadi
reaksi antara titrant dan Ag, membentuk endapan putih.
Konsentrasi indikator dalam titrasi Volhard juga tidak boleh sembarang,
karena titrant bereaksi dengan titrat maupun dengan indikator, sehingga
kedua reaksi itu saling mempengaruhi.
Penerapan terpenting cara Volhard ialah untuk penentuan secara tidak
langsung ion-ion halogenida: perak nitrat standar berlebih yang diketahui
jumlahnya ditambahkan sebagai contoh, dan kelebihannya ditentukan
dengan titrasi kembali dengan tiosianat baku. Keadaan larutan yang harus
asam sebagai syarat titrasi Volhard merupakan keuntungan dibandingkan
dengan cara-cara lain penentuan ion halogenida karena ion-ion karbonat,
oksalat, dan arsenat tidak mengganggu sebab garamnya larut dalam
keadaan asam.

c.

Metode Fajans

Dalam titrasi Fajans digunakan indikator adsorpsi. Indikator adsorpsi ialah zat
yang dapat diserap pada permukaan endapan (diadsorpsi) dan menyebabkan
timbulnya warna. Penyerapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekivalen,
antara lain dengan memilih macam indikator yang dipakai dan pH.
Cara kerja indikator adsorpsi ialah sebagai berikut: indikator ini ialah asam
lemah atau basa lemah organik yang dapat membentuk endapan dengan ion
perak. Misalnya fluoresein yang digunakan dalam titrasi ion klorida. Dalam
larutan, fluoresein akan mengion (untuk mudahnya ditulis HFl saja).
HFl(aq) H+(aq) +Fl-(aq)
Ion Fl- inilah yang diserap oleh endapan AgX dan menyebabkan endapan
berwarna merah muda. Karena penyerapan terjadi pada permukaan, dalam
titrasi ini diusahakan agar permukaan endapan itu seluas mungkin supaya
perubahan warna yang tampak sejelas mungkin, maka endapan harus
berukuran koloid. Penyerapan terjadi apabila endapan yang koloid itu

bermuatan positif, dengan perkataan lain setelah sedikit kelebihan titrant (ion
Ag+).
Suatu kesulitan dalam menggunakan indikator adsorpsi ialah, bahwa banyak
diantara zat warna tersebut membuat endapan perak menjadi peka terhadap
cahaya (fotosensifitasi) dan menyebabkan endapan terurai.
Titrasi menggunakan indikator adsorpsi biasanya cepat, akurat dan
terpercaya. Sebaliknya penerapannya agak terbatas karena memerlukan
endapan berbentuk koloid yang juga harus dengan cepat.

KOMPLEKSOMETRI
A. PEMBAHASAN
Kompleksometri adalah suatu cara untuk penetapan kadar zat zat (kation) yang
dapat membentuk senyawa kompleks dengan suatu komplekson. Prinsipnya adalah pembentukan
senyawa kompleks antara ion logam dengan EDTA.
Titrasi kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan senyawa kompleks
antara kation dengan zat pembentuk kompleks. Salah satu zat pembentuk kompleks yang banyak
digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah garam dinatrium etilendiamina tetraasetat
(dinatrium EDTA).(Khopkar, 1990).
Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengkompleks,
membentuk hasil berupa kompleks. Reaksireaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut
kompleks banyak sekali dan penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu
perlu pengertian yang cukup luas tentang kompleks, sekalipun disini pertama-tama akan
diterapkan pada titrasi. (Khopkar, 1990)
Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukan
ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan.
Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain
titrasi komplek biasa seperti di atas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi
kelatometri, seperti yang menyangkut penggunaan EDTA. (Khopkar, 1990)
Titrasi kompleksometri atau kelatometri adalah suatu jenis titrasi dimana reaksi antara
bahan yang dianalisis dan titrat akan membentuk suatu kompleks senyawa. Kompleks senyawa
ini dsebut kelat dan terjadi akibat titran dan titrat yang saling mengkompleks.
ligand perion Zn karena bilangan koordinasi Zn mencapai 4), maka terbentuk ikatan
ikatan yang mempunyai bentuk cincin atau lingkaran (ring). Lingkaran demikian lingkaran kelat
(chelat ring) dari kata yunani chele yang berarti cakar. Jenis Ligan :
1.
Unidentat, yaitu ligan yang mempunyai 1 gugus donor pasangan elektron. Contoh : NH3, CN.
2.
Bidentat, yaitu ligan yang mempunyai 2 gugus donor pasangan elektron.

Contoh : Etilendiamin
3.
Polidentat, yaitu ligan yang mempunyai banyak gugus donor pasangan elektron. Contoh : asam
etilendiamintetraasetat (EDTA).
Kompleks yang berisi lingkaran kelat dinamakan kelat (chelate) dan ligand yang
bersangkutan disebut suatu pembentuk kelat (pengkelat, chelating agent).
Pada tahun 1945 SCHWARRENAACH menemukan asam amino polikarboksilat dan
garam garamnya ternyata adalah komplekson yang sangat baik. Komplekson yang terpenting
dalam titrimetri adalah EDTA, singkatan dari Ethylenadiaminetetraacetic acid, dengan rumus
molekul :
HOOCCH2
CH2COOH
N CH2 CH2 N
HOOCCH2
CH2COOH
EDTA ialah suatu ligand yang heksadentat (mempunyai enam buah atom donor
pasangan elecron), yaitu melalui kedua atom N dan keempat atom O (dari OH). Karena asam
diatas sukar larut dalam air, maka digunakan garam natriumnya, yaitu : Natrium tetra asetat.
HOOCCH2
CH2COONa
N CH2 CH2 N
NaCOOCH2
CH2COOH

Nama lainnya : - Tri ion


Complekson
Squesterine
Dinatrium etilen diamin tetra acetat

- NaEDTA
- Titriplex III

- Chelaton III

B. TITRASI KOMPLEKS DENGAN EDTA


Kelatometri dalam perkembangan analisis kimia sempat mengalami kemunduran
karena kelemahan-kelemahannya serta karena adanya cara-cara baru yang lebih baik. Akan tetapi
hal ini diperbaiki dengan berkembangnya penelitian-penelitian tentang pengkelat polidentat.
Perhatian baru terhadap kompleksiometri ini diawali oleh Schawazenbach tahun 1954, ia
menyadari bahwa potensi pengkelat dalam analisis volumetrik sangat baik. Ahli kimia asal Swiss
in mengkhususkan perhatiannya pada penggunaan asam-asam aminopolikarboksilat, salah
satunya Ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA).
Untuk praktisnya, EDTA ditulis dengan H4Y dan garam natriumnya NaHY atau
anionya (HY)= . Pada penggunaan EDTA sebagai titran akan membentuk 4 atau 6 atom yang
terikat secara koordinasi dengan kation logam. Tidak tergantung dari valensi kation, H 4Y selalu
membentuk kompleks dengan perbandingan 1 : 1. Kestabilan senyawa komplek dengan EDTA,
berbeda antara satu logam dengan logam yang lain.

1.
2.
3.
4.
5.

1.

Faktor-faktor yang mempbuat EDTA ampuh sebagai pereaksi titrimetri antara lain:
Selalu membentuk kompleks ketika direaksikan dengan ion logam.
Kestabilannya dalam membentuk kelat sangat konstan sehingga reaksi berjalan sempurna
(kecuali dengan logam alkali)
Dapat bereaksi cepat dengan banyak jenis ion logam telah dikembangkan indikatornya secara
khusus
Mudah diperoleh bahan baku primernya
digunakan baik sebagai bahan yang dianalisis maupun sebagai bahan untuk standardisasi.
Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan sejumlah
besar ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif. Dalam larutan yang agak
asam, dapat terjadi protonasi parsial EDTA tanpa pematahan sempurna kompleks logam, yang
menghasilkan spesies seperti CuHY. Ternyata bila beberapa ion logam yang ada dalam larutan
tersebut maka titrasi dengan EDTA akan menunjukkan jumlah semua ion logam yang ada dalam
larutan tersebut. (Harjadi, 1993).
Pengaruh pH :
Suasan terlalu asam
Proton yang dibebaskan pada reaksi yang terjadi dapat mempengaruhi pH, dimana jika H+ yang
dilepaskan terlalu tinggi, maka hal tersebut dapat terdisosiasi sehingga kesetimbangan
pembentukkan kompleks dapat bergeser ke kiri

C. MENENTUKAN TITIK AKHIR TITRASI


Untuk menentukan titik akhir titrasi digunakan indikator ion logam atau metal
indikator atau metal ion indikator, yaitu zat warna yang bersifat sebagai komplekson, sehingga
dapat membentuk kompleks dengan ion logam yang mempunyai warna yang berbeda dengan
warna indicator itu sendiri.

D. INDIKATOR
Indikator dalam titrasi kompleksometri tidak berubah karena perubahan pH, tidak juga
karena daya oksidasi titrat berubah, akan tetapi karena perubahan pM (M adalah khelat logam).
(Roth 1988). Syarat-syarat indikator logam, yaitu:
1.
Reaksi warnanya harus sensitif, dengan kepekaan yang besar terhadap logam.
2.
Perubahan warna pada titik ekivalen tajam
3.
Perbedaan warna dari indikator bebas dengan indikator kompleks harus mempunyai kestabilan
yang
efektif dimana pH titrasi tidak boleh tidak teroksidasi dan tereduksi.

4.
5.

1.

Kestabilan kompleks logam indikator harus cukup.


Ikatan senyawa logam EDTA harus lebih kuat dari pada logam-logam indikator. Artinya ikatan
logam
Logam indikator logamnya harus dapat direbut oleh EDTA.
Beberapa indikator yang paling banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri.

Eriochrom Black-T (EBT)


Didunakan pada daerah pH 7 11. Suatu kelemahan dari EBT bahwa larutannya tidak stabil, bila
disimpan akan terjadi peruraian secara lambat,sehingga setelah janka waktu tertentu indikator
tidak berfungsi lagi. Suatu kesulitan yang dialami indikator metalokromik adalah pembentukan
kelat dengan logam yang tidak reversibel atau terlalu kuat. Bila hal ini terjadi maka tidak dapat
terjadi perubahan warna dan indikator kehilangan fungsinya. Kejadian ini disebut blocking
indikator. Mengalami blocking dengan Fe. Merupakan asam lemah, tidak stabil dalam air
karena senyawa organik ini merupakan gugus sulfonat yang mudah terdisosiasi sempurna dalam
air dan mempunyai 2 gugus fenol yang terdisosiasi lambat dalam air.
Penggunaan : Penentuan kadar Ca, Mg, Cd, Zn, Mn, Hg.

2.

Murexide
Merupakan indikator yang sering digunakan untuk titrasi Ca2+, pada pH=12.

3.

Jingga Xylenol
Kompleks dengan logam memberikan warna merah.

4.

Calmagite
Dapat digunakan sebagai pengganti EBT, karena calmagite lebih stabil, daerah terjadinya pada
pH 8,1-12,4 dan warna indikator bebasnya biru. Mengalami blocking dengan Cu, Ni, Fe, dan
Al.

5.

Arzenazo
Digunakan untuk Ca maupun Mg, juga baik untuk titrasi Pb(IV) dengan EDTA. Keuntungan
menggunakan indikator ini adalah :
Tidak mengalami blocking oleh Cu(II) dan Fe(III) dalam jumlah kecil.
Bereaksi cepat sehingga terjadinya perubahan warna juga lebih cepat.

6.

NAS
Digunakan pada daerah pH 3-9. Dalam larutan yang sangat asam NAS berwarna merah violet
pada pH 3,5 keatas berwarna merah jingga. Penggunaan NAS cukup luas dan dianjurkan untuk
titrasi Cu, Co(II), Cd, Ni, Zn, Al dengan EDTA.

7.

Calcon

Calcon merupakan garam natrium dari Eriochrome Blue Black R, yang disebut juga Pontachrome
Blue Black R. Molekul indikator berwarna hijau dan hanya terdapat dalam larutan asam kuat.
Pada pH 7 sampai 10 berwarna merah, kemudian biru sampai pH 13,5 dan diatasnya jingga. Kelat
Calcon dengan logam berwarna merah dan ternyata sangat cocok untuk titrasi Ca pada pH 12,5
13 tanpa terganggu oleh Mg. Perubahan warna dari merah menjadi biru. Dengan indikator ini
maka dapat ditentukan kesadahan air yang disebabkan oleh Ca saja tidak termasuk kesadahan
oleh Mg.

8.
9.
10.
11.
12.
13.

Tiron
Violet cathecol
Fast sulphon black F
Varjamin blue B
Bromopirogalol merah
Timolftalekson

E. CARA CARA TITRASI DENGAN EDTA


1.

Cara titrasi langsung (Direct titration)


Larutan yang mengandung ion logam yang ditetapkan ditambah dengan larutan bufer
(dapar) sehingga didapat pH tertentu (misalnya pH=10 dengan Amonia), kemudian dititrasi
dengan larutan standar NaEDTA dengan indikator logam. Untuk mencegah terjadinya endapan
logam hidroksida atau garam basanya ditambahkan complexing agent (bahan pembentuk
kompleks pembantu) misalnya : sitrat, tartrat atau tri etanol amine. Pada titik akhir titrasi dapat
ditunjukan dengan perubahan warna dari indikator logam yang bebas (EBT) yaitu dari larutan
yang berwarna merah anggur menjadi biru. Selain itu juga dapat ditetapkan secara amperometrik,
spektrofotometri atau potensiometrik. Cara ini dapat untuk menentukan garam-garam dari Ca,
Mg, Zn, Pb, dan Pb.

2.

Titrasi kembali (Back titration = Recidual titration)


Beberapa kation tidak dapat dititrasi secara langsung, antara lain disebabkan karena :
Kation yang mengendap sebagai hidroksida dengan logam pada pH yang ditentukan untuk titrasi
Pembentukan kompleks sangat lambat
Tidak adanya indikator yang sesuai.

3.

Titrasi subtitusi
Cara ini digunakan untuk penetapan kadar :
Kation yang tidak dapat bereaksi dengan indikator logam
Kation yang membentuk kompleks EDTA yang kurang stabil dari pada kompleks EDTA dengan

logam-logam lain, misalnya : Ca dan Mg.


4.

Titrasi alkalimetri
Bila larutan EDTA ditambah larutan kation, disamping terbentuk kompleks juga
terbentuk ion H. Ion H+ yang dilepaskan kemudian dititrasi dengan larutan estndar alkali
dengan indikator asam basa yang sesuai atau secara potensiometrik. Larutan logam yang
ditetapkan dengan metoda ini sebelum dititrasi harus dalam suasana netral terhadap indikator
yang digunakan. Dapat juga larutan KI ditambahkan kedalam larutan EDTA dan Iodium yang
bebas dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat.

5.

Cara penggeseran (Displacement Titration)


Cara ini baik untuk kalium yang membentuk kelat EDTA yang lebih kuat dari Mg
EDTA atau Zn EDTA. Dalam cara ini, larutan kation diberi larutan baku kelat Mg- atau ZnEDTA. Ion Mg2+ yang terbebaskan itu ditentukan jumlahnya dengan menitrasinya dengan
EDTA. Teknik ini berguna jika tidak terdapat indikator yang baik untuk kation yang dianalisa
tersebut.

F. TITRASI CAMPURAN KATION

EDTA adalah pelarut yang yang sangat tidak selektif, sebab EDTA membentuk
kompleks dengan hampIr semua logam yang bervalensi 2, 3, dan 4. Sehingga kotoran logam juga
ikut ditetapkan bersama dengan logam yang ditetapkan kadarnya.
Untuk menaikan selektifitasnya, maka pada penetapan campuran kation, digunakan
cara-cara sebagai berikut :
1. Dengan pengaturan pH larutan
Dasrnya adalah perbedaan stabilitas dari kompleks EDTA dalam larutan Yang berlainan
pH-nya. Misalnya :
Bi dan Th dapat dititrasi dalam larutan asam pada pH = 2-3 dengan indikator pirokatekol
violeta tau xilenol jingga. Untuk titrasi Bi dengan EDTA, pH dijadikan = 2, dengan demikian
logam-logam lain tidak akan mengganggu, karena pada pH=2 logam lain tidak dapat membentuk
kompleks dengan EDTA.
2. Dengan masking agent atau dimasking agent
Masking atau penutup adalah suatu proses diamana suatu zat dapat dirubah sedemikian
rupa sehingga tidak dapat lagi ikut dalam suatu reaksi. Dimasking adalah suatu peristiwa dimana
zat yang dimasking dikembalikan dalam keadaan semula. Beberapa kation dalam campuran
sering dimasking sehingga dapt lagi bereaksi dengan EDTA atau indicator.

Sebagai masking yang terkenal adalah ion CN yang memberi kompleks sianida yang stabil
dengan kation Cd, Zn, Mg2+, Cu, Ni, Ag atau Pt. Kompleks sianida dengan Zn dapat dimasking
dengan larutan formal dehida, asam asetat, atau kloral hidrat.

STANDARD EDTA

Baik asam bebas H4Y mauoun garam dinatrium dihidrat NaHY-2HO, dapat
diperoleh dengan mutu pereaksi. H4Y dapat digunakan sebagai larutan standar primer setelah
pengeringan selama beberapa jam pada 130-145c lalu dilarutkan dalam basa sesedikitmungkin
sampai larut sempurna. Lebih baik digunakan garam dinatrium EDTA, karena :
Kelarutanya dalam air lebih besar
Tidak higroskopis
Stabil

Anda mungkin juga menyukai