Anda di halaman 1dari 17

UJIAN AKHIR SEMESTER

Mata kuliah

: Perekonomian Indonesia

Tahun akademik

: 2015-A

Kelas

: A & C (Akuntansi), C (Ekonomi Pembangunan)

Soal
1. Jelaskan Indikator-indikator terukur dari kerentanan ekonomi pada tingkat
makro dan tingkat mikro. Buat matriksnya, dan jelaskan secara akademis
dan ilmiah.
2. Perubahan distribusi pendapatan di pedesaan di Indonesia disebabkan
oleh : a. Arus penduduk dari desa ke kota, b. Struktur pasar & besarnya
distorsi desa-kota, c. Dampak positif dari proses pembangunan ekonomi
nasional. Jelaskan.
3. Apa yang membuat Indonesia tidak terlalu berhasil dalam mencapai
beberapa sasaran dari MDGs, dan apa yang sebenarnya harus dilakukan
agar sasaran tersebut bisa tercapai pada waktunya. Carilah data
pencapaian MDGs Indonesia dan buat analisis anda.
Aturan main ujian
1. Waktu pengerjaan ujian ini adalah 24 jam sejak email ini dikirim
2. Berusahalah untuk bekerja semaksimal mungkin, jujur, dan berperilaku
menjunjung nilai-nilai akademis dan kejujuran yang luhur
3. Peserta ujian bebas memakai berbagai sumber literatur
4. Ujian dikumpulkan ke setiap Ketua Tingkat/koordinator kelas. Koordinator
kelas berhak menolak peserta ujian yang mengumpulkan lebih dari batas
waktu yang telah ditentukan.
5. Selamat mengerjakan. Tuhan senantiasa bersama kita semua.

NAMA : KEMAL FAKHRI P


NIM

: F0313044

Jawab
SOAL 1
Indikator Pada Tingkat Makro
1.

Luas ekonomi/pasar
Suatu Negara atau wilayah kecil dalam arti jumlah populasinya sedikit
membatasi kemampuannya untuk mendapatkan keuntungan dari sekala
ekonomis dan menjadi penghambat bagi kemungkinan produksi. Oleh kerena itu,
luas ekonomi atau pasar harus dianggap sebagai salah satu indikator ketahanan
ekonomi terhadap goncangan-goncangan (Guillaumont 2007).
2.

Kepadatan dan Struktur Penduduk

Seperti telah dibahas butir 1 bahwa, total populasi adalah positif bagi ekonomi
perihal sekala ekonomis dan kemungkinan produksi. Semakin banyak jumlah
produk, semakin besar luas pasar domestic atau local. Semakin banyak unit dari
suatu jenis produk yang bisa dibuat, semakin penuh pemakaian kapasitas
produksi yang terpasang dan semakin rendah biaya produksi per satu unit dari
produk tersebut ( sekala ekonomis). Demikian juga, semakin besar populasi, dan
semakin banyak angkatan kerja, atau semakin besar SDM yang tersedia, maka
semakin banyak produksi yang bisa dilakukan. Namundemikian, ada suatu
hambatan terhadap sisi positif dari populasi yang besar.
3.

Lokasi Geograf
Lokasi yang terisolasi seperti pulau-pulau kecil di perbatasan (sering disebut
sebagai pulau-pulau terluar) atau desa-desa diatas pegunungan di papua
membuat biaya transfortasi menjadi sangat mahal dan marjinalisasi dalam
semua aspek (ekonomi, sosisl dan politik) kehidupan dari masyarakatnya.
Derajat keterbukaan ekonomi suatu wilayah juga sangat ditentukan, diantara
factor-faktor lainnya oleh lokasi geografinya. menurut banyak penelitian,
terpencil dari pusat pasar (untuk barang jadi/autfut maupun bahan baku/infut)
merupakan suatu hendikap structural tidak saja Karen hal itu, merupakan juga

salah satu factor kerentanan (bahkan sekalipun biaya transfortasi mengalami


penurunan, misalnya sebagai suatu hasil dari perbaikan sistem dalam alat-alat
transfortasi yang ada yang di dorong oleh kemajuan teknoligi), jarak tetap
merupakan suatu hambatan bagi kegiatan-kegiatan perdagangan dan investasi.
4.

Setruktur Konsumsi Rumah Tangga

Indikator ini terutama relevan untuk krisis pangan di Indonesia, provinsi-provinsi


atau kabupaten-kabupaten dengan rasio konsumsi beras terhadap konsumsi non
beras yang lebih tinggi (dalam total rata-rata per RT atau per orang) atau yang
memiliki presentase dari konsumsi beras didalam total pengeluaran (makanan
dan non makanan) yang lebih besar pada prinsifnya lebih rentan terhadap krisis
tipe ini dibandingkan provinsi-provinsi atau kabupaten-kabupaten dengan rasio
yang lebih rendah. Krisis pangan terjadi di suatu wilayah ketika persediaan atau
produksi makanan lebih rendah dari pada kebutuhsn atau konsumsi makanan di
wilayah itu.
5.

Keterbukaan ekonomi

Suatu wilayah dengan derajat keterbukaan ekonomi yang tinggi menandakan


wilayah tersebut melakukan ekpor dan inpor ( jika wilayah itu berada di suatu
Negara,bisa berarti tidak hanya melakukan perdagangan dengan Negara-negara
lain,tetapi juga dengan wilayah-wilayah lainnya di dalam negeri) secara intensif
dan ini bisa di ukur dengan rasio perdagangan eksternal terhadap PDRB (atau
PDB dalam kasus Negara) menurut Briguglio,DKK (2008), keterbukaan ekonomi
hingga suatu besaran tertentu yang signivikan adalah suatu ciri yang tertanam
di dalam ekonomi (bisa dalam arti suatu Negara atau wilwyah di dalam suatu
Negara),yang terkondisikan ruang dan waktu oleh dua faktor. (1) luas pasar
domestic dari Negara bersangkutan yang mempengaruhirasio eksporterhadap
PDB (atau PDRB dalam kasus prvinsi ) (yang artinya,pasar domestic/local yang
laebih kecil,misalnya singapura, cenderung menambah ekspor.sebaliknya pasar
domestik yang lebih besar,misalnya Indonesia,cenderungmengurangi/membatasi
ekspor,ceteris paribus), dan (2) ketersediaan sumber daya produksi dari Negara
yang bersangkutan dan kemampuan Negara itu untuk memproduksi secara
efisien sejumlah barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan permintaan pasar
domestiknya. Hal ini akan mempengaruhi rasio inpor terhadap PDB/PDRB
(artinya, lebih miskin dalam sumber daya produksi dan kurangnya kapasitas
produksi atau kurangnya kemempuan produksi.
6.

Ketergantungan dan difersifkasi ekspor

Wilayah-wilayah dengan suatu ketergantungan ekspor yang sangat besar, diukur


dengan rasio ekspor terhadap PDB (PDRB untuk kasus provinsi), mempunyai
suatu keterbukaan yang lebih besar terhadap goncangan-goncangan eksogen
dibandingkan wilayah-wilayah yang tidak terlalu tergantung kepada ekspor.
7.

Ketergantungan dan diversivikasi impor

Wilayah-wilayah dengan derajat ketergantungan impor yang tinggi, terutama


impor-impor strategis seperti energi (misalnya minyak bumi atau gas), makanan,
SDA krusial lainnya, dan bahan-bahan industri, diperburuk dengan kemungkinan
substitusi impor yang terbatas sangat rentan terhadap ketidak stabilan suplai
dunia (atau ketersediaan stok dunia), atau dalam harga dunia untuk impor-impor
tersebut.
8.

Deversifkasi ekonomi
Semakin tinggi pangsa output (persentase) dari, industry manufaktur atau sector
pertanian dalam pembentukan PDB (PDRB dalam kasus provinsi), semakin tinggi
tingkat konsentrasi atau semakin rendah tingkat deversifikasi ekonomi,
selanjutnya untuk setiaptingkat permintaan pasar domestic yang ada
(ditentukan oleh besarnya populasi dan pendapatan rill per kapita)tingginya
tingkat konsentrasi ekonomi juga berarti tingginya tingkat ketergantungan impor
untuk barang dan jasa lain yang tidak dibuat di dalam negri atau domestiknya
sedikit (direfleksikan oleh kecilnya sumbangan PDB/PDRB dari industri atau
sektor yang membuat barang dan jasa itu).
9. Pendapatan rill per kapita
Pendapatan rill per kapita sering digunakan sebagai sebuah indicator
kesejahteraan, yang menandakan daya beli dari sebuah ekonomi. Namun
demikian, indicator ini tidak menunjukan total kesejahteraan dari sebuah Negara
atau wilayah sejak data nasional mengenai pendapatan hanya mencakup
pendapatan-pendapatan actual yang diterima oleh pekerja-pekerja dan hasil dari
mengkomersialisasikan asat-aset fisik (tidak termasuk SDM), misalnya, rumah

sendiri yang tidak digunakan untuk disewakan.


10. Rumah tangga menurut kelompok pendapatan
Sebelumnya telah dibahas pendapatan per kapita di suatu wilayah. Namun
demikian, pendapatan atau kekayaan rill yang tinggi di suatu Negara/wilayah
tidak akan berarti sama sekali jika pendapatan tersebut tidak terdistribusikan
relatif merata ke seluruh penduduknya. Hal ini dapat dikatakan bahwa ketika

pendapatan rill per kapita di suatu provinsi tinggi, maka tingkat kemiskinan di
provinsi itu juga bisa tinggi karena kesenjangan pendapatan sangat besar.
11. Kemiskinan
Tingkat kemiskinan di suatu wilayah umumnya diukur dengan proporsi dari
jumlah penduduk di wilayah yang hidup dibawah garis kemiskinan yang berlaku.
Tingkat kemiskinan adalah suatu indikasi untuk tingkat sensitivitas maupun
tingkat ketahanan suatu wilayah terhadap goncangan. Dasar pemikirannya
mengungkapkan bahwa hanya orang atau RT yang tidak miskin (yang memiliki
uang cukup atau aset bernilai tinggi) yang lebih mampu menghadapi suaatu
krisis ekonomi dibandingkan mereka yang miskin. Jadi suatu hipotesisnya
wilayah miskin ( dimana sebagian besar penduduknya hidup dibawah garis
kemiskinan yang berlaku) lebih rentan terhadap suatu krisis ekonomi, atau
wilayah tersebut lebih banyak kesulitan dibandingkan wilayah kaya (dimana
sebagian besar wilayah penduduknya hidup di atas garis kemiskinan yang
berlaku) dalam menghadapi atau menanggulangi efek negative dari sebuah
goncangan ekonomi (baik yang berasal dari sumber-sumber internal maupun
internal), ceteris paribus.
12.
Kemajuan pendidikan
Kemajuan pendidikan biasanya diukur dengan dua indicator modal manusia,
yakni jumlah anak-anak yang bisa membaca dan menulis dan rasio-rasio
mengikuti pendidikan atau pendaftaran sekolah. Alternatifnya, juga di ukur
dengan sebuah indeks yaitu indeks pengembangan manusia (Human
Development Index HDI) dari United Nations Development Program (UNDP).
Kemajuan pendidikan umumnya dianggap sebagai suatu determinan penting dari
kemampuan suatu wilayah/komunitas dalam menghadapi dan menanggulangi
suatu krisis atau bencana. Jadi, dengan asumsi orang berpendidikan biasanya
lebih terbuka dan juga lebih tahan terhadap goncangan.
13. Kondisi kesehatan
Kesehatan merupakan Suatu indikator modal manusia yang krusial,
kemajuan dalam pendidikan atau keberhasilan mencapai pendidikan tinggi tidak
akan pernah tercapai dalam suatu komunitas yang tidak sehat. Dengan kata lain
pendidikan dan kesehatan punya peran yang sama mereka adalah dua faktor
yang bersifat komplementer satu dengan yang lainnya.
14.
Kemampuan teknologi
Teknologi adalah determinan paling penting selain SDM bagi
pembangunan dan kemajuan atau kesejahteraan ekonomi. Jadi wilayah dengan
kemampuan teknologi tinggi memiliki ketahanan lebih besar terhadap

goncangan dibandingkan wilayah dengan kapabilitas rendah dalam


pengembangan atau penguasaan teknologi, ceteris paribus.
15. Infrastruktur sosial-ekonomi
Hipotesis terkait tingkat kerentanan (ketahanan) ekonomi di wilayah yang
infrastruktur social dan ekonominya maju lebih rendah/tinggi dibandingkan
wilayah yang masih terbelakang atau wilayah pertama yang lebih mampu/cepat
untuk pilih kembali dari suatu krisis ekonomi dengan kerugian lebih kecil
dibandingkan dengan wilayah infrastruktur sosial-ekonominya buruk.
16. Modal sosial
Pentingnya modal sosial diakui umum sebagai suatu faktor krusial dalam
membangun dan memelihara kepercayaan yang harus ada untuk kepaduan dan
kemajuan sosial. Di dalam bidang ekonomi, modal sosial penting sebagai suatu
faktor penentu tingkat kelayakan dan produktivitas dari kegiatan-kegiatan
ekonomi (Putman 1993).hal ini memberi kesan adanya suatu keterkaitan positif
antara sifat alamiah dari proses pembangunan ekonomi dan modal sosial.
17. Pertisipasi wanita dalam kesempatan kerja/kegiatan ekonomi
Tingkat partisipasi wanita sudah semakin tinggi dalam segala aspek
kehidupan, baik ekonomi sosial maupun politik.karena banyak hambatan yang
dihadapi oleh sebagian besar wanita di Indonesia seperti kultur, budaya, agama,
norma, tradisi, dan praktek-praktek yang bisa dilakukan lelaki. Tingkat
marjinalisasi wanita di Indonesia seperti diberbagai NB lainnya secara umum
dipercaya masih lebih tinggi daripada di dunia maju.
18.
Stabilitas ekonomi makro
Mengikuti kinerja dari Briguglio dkk. (2008) dalam membuat suatu indeks
ketahanan, stabilitas ekonomi makro di amggap sebagai suatu variable penting
yang menangkap efek dari penyerapan goncangan atau kebijakan-kebijakan anti
goncangan . stabilitas ekonomi makro berhubungn dengan suatu keseimbangan
ekonomi internal (yakni permintaan agragat sama dengan penawaran agregat),
yang dimanifestasikan dalam suatu fiscal atau posisi keuangan dan anggaran
pemerintah (pengeluaran pemerintah relatif terhadap pendapatan pajak dan
pendapatan pemerintah lainnya) yang berkelanjutan, laju pertumbuha PDB yang
lebih tinggi, laju imflasi yang rendah, dan tingkat pengangguran /kesempatan
kerja yang dekat dengan tingkat alaminya maupun dengan suatu keseimbangan
eksternal.
19.
Efsiensi pasar ekonomi mikro
Efisiensi pasar ekonomi mikro juga dianggap sebagai suatu komponen
penting dari indeks ketahanan yang ditawarkan oleh Biuguglio, dkk (2008).
Pembenaran teoritisnya dari pemakaian komponen tersebut adalah sebuah
ekonomi akan mendapatkan lebih banyak keuntungan dari semua sumber daya
produktif yang ada dialokasikan melalui mekanisme harga yang tidak terdistoris.

Pada saat suatu krisis ekonomi terjadi, semakin efisien sebuah ekonomi, semakin
lebih cepat proses penyesuaian pasar untuk mencapai suatu keseimbangan yang
baru, dan semakin sedikit biaya kerugian yang harus dibayar dalam peroses
pemulihan.
b.
Indikator-indikator pada tingkat mikro
Sebelumnya telah dibahas indikator-indikator kerentanan ekonomipada
tingkat makro pengan fokus pada tingkat provinsi, tetapi tentu yang menjadi
masalah adalah kerentanan individu atau RT, terutama dari kelompok miskin. Hal
ini sangat jelas bahwa kerentanan ekonomi dari suatu Negara dari tingkat makro
berasosiasi dengan kerentanan pada tingkat mikro, tergantung pada bagaimana
suatu krisis mempengaruhi ekonomi tersebut dan kehidupan masyarakat secara
individu maupun kelompok, misalnya RT. Kerentanan suatu RT mempunyai tiga
komponen utama :
1.

Goncangan pada pendapatan/penghasilan RT tersebut, yang tergantung pada


besarnya dan sifat dari goncangan itu sendiri, dari keterbukaan serta

2.
3.

ketahanannya terhadap goncangan pada tingkat makro.


Kepekaan dari RT tersebut terhadap goncangan itu.
Kapasitas dari RT tersebut untuk bereaksi, yaitu tingkat ketahanannya.
Apabila di suatu daerah, semua RT ternyata rentan, maka itu akan terrefleksikan
oleh ketahanan yang rendah dari daerah itu (pada tingkat makro).

SOAL 2
Distribusi pendapatan adalah bagaimana tingkat penyebaran pendapatan
disuatu wilayah atau daerah. Permasalahan ekonomi yang umum dalam ekonomi
adalah kemiskinan, pengangguran dan penyediaan kesempatan kerja, serta
inflasi dan lain-lainnya. Di indonesia, kemiskinan merupakan salah satu masalah
yang paling sulit dibenahi, bahkan dari tahun ke tahun angka nominal
kesmiskinan di Indonesia cendrung meningkat. Ada banyak hal yang dapat
menyebabkan terjadinya kemiskinan, salah satunya adalah tidak meratanya
distribusi pendapatan.
Ketidakmerataan distribusi pendapatan juga bisa disebabkan berbagai hal,
salahsatunya dapat disebabkan oleh sistem ekonomi yang di anut oleh suatu
wilayah, atau negara. Suatu negara yang menganut sistem kapitalis murni,
berkemungkinan besar akan bisa mengalami ketimpangan pendapatan. Karena
sifat atau ciri sistem ekonomi kapitalis adalah mengakui adanya private goods.

Setiap orang berhak memiliki apapun sebagai milik pribadi jika ia memiliki
kemampuan untuk mendapatkanny atau memperolehnya. Hal ini lah yang dapat
menyebabkan ketimpangan atau tidak meratanya distribusi pendapatan.
ketidakmerataan

(ketimpangan

pendapatan)

dapat

disebabkan

oleh

keberagaman faktor faktor produksi yang dimiliki oleh setiap orang dalam suatu
daerah/wilayah. Semakin banyak faktor produksi yang dimiliki oleh seseorang,
maka berkemungkinan besar ia akan memiliki pendapatan yang juga semakin
besar. Apabila suatu daerah memiliki ketidakmerataan pendapatan atau
ketimpangan yang besar, maka akan menyebabkan meningkatnya angka
kriminalitas , kesenjangan sosial.
Di Indonesia distribusi pendapatannya tidak merata. Di kota mudah untuk
mendapatkan sesuatu sedangkan berbeda dengan di desa. Sehingga
menyebabkan urbanisasi, Urbanisasi merupakan proses dimana adanya
peningkatan proporsi penduduk yang tinggal diperkotaan.Urbanisasi adalah
perpindahan penduduk dari desa kekota. Urbanisasi merupakan masalah yang
cukup serius bagi kita semua.persebaran penduduk yang tidak merata antara
desa dengan kota akan menimbulkan berbagai permasalahan kehidupan sosial
kemasyarakatan.
Jumlah peningkatan penduduk kota yang signifikan tanpa didukung dan
diimbangi dengan jumlah lapangan pekerjaan, fasilitas umum, aparat penegak
hukum, perumahan, penyediaan pangan dan lain sebagainya tentu adalah
sesuatu masalah yang harus segera dicari jalan keluarnya. Berbeda dengan
perspektif ilmu kependudukan, definisi urbanisasi berarti persentase penduduk
yang tinggal didaerah perkotaan.
Faktor penyebab adanya urbanisasi adalah karena adanya faktor utama yang
klasik yaitu kemiskinan di daerah pedesaan. Faktor utama ini melahirkan dua
faktor penyebab adanya urbanisasi yaitu:
1. Faktor Penarik (Pull Factors)
Alasan orang desa melakukan migrasi atau pindah ke kota didasarkan atas
beberapa alasan, yaitu:

Lahan pertanian yang semakin sempit.

Merasa tidak cocok dengan budaya tempat asalnya. Rasa jenuh atau
merasa tertekan dengan peraturan-peraturan budaya di daerah membuat
imigran memutuskan pindah ke jakarta mengharapkan adanya
keleluasaan dalam menjalani kehidupannya.

Menganggur karena tidak banyak lapangan pekerjaan di desa. Minimnya


lapangan pekerjaan di desa membuat para

Terbatasnya sarana dan prasarana di desa. Kurang tersedianya sarana dan


prasana di pedasaan memaksa orang desa untuk berpindah ke kota agar
mudah mendapakat fasilitas sarana dan prasana yang lebih mudah di
dapat dan lebih lengkap dari pada di desa. Misalnya sarana hiburan yang
belum memadai di desa sedangkan kan di Jakarta banyak Mall dan tempat
hiburan yang dapat di jangkau dengan mudah.

Diusir dari desa asal, sehingga ke kota menjadi tujuan. Diusir dari desa hal
ini biasanya jarang terjadi, walaupun ada tapi hanya sedikit yang
menjadikan alasan urbanisasi karena diusir dari asalnya. Apabila
seseorang/ keluarga di usir biasanya seseorang/keluarge tersebut
melakukan kesalahan yang menyeabkan kerugian terhadap penduduk
desa.

Memiliki impian kuat menjadi orang kaya, karena tingkat upah di kota
lebih tinggi. Penduduk pedesaan selalu dibombardir dengan kehidupan
serba wah yang ada di kota besar sehingga semakin mendorong mereka
meninggalkan kampungnya Ketimpangan pembangunan daerah
perdesaan dengan daerah perkotaan sangat tidak berimbang yang
mengakitbatkan kurangnya peralatan dan perkembangan teknologi di
desa.

Melanjutkan sekolah, karena di desa fasilitas atau mutunya kurang.


Keadaan pembangunan pendidikan di desa yang kurang memadai
membuat para orang tua murid memutuskan untuk mensekolahkan anak
mereka ke kota dengan harapan dapat mendapatkan ilmu dan fasilitas
yang memadai bagi proses belajar pembelajaran anak mereka.

Pengaruh cerita orang atau keluarga bahwa hidup di kota Jakarta mudah
untuk mencari pekerjaan, atau mudahnya membuka usaha kecil-kecilan.

Jakarta sebagai kota besar dan berpenduduk banyak tentunya sangat


menjanjikan untuk orang-orang kecil yang berniat untuk mencari sesuap
nasi dikota ini mulai dari pedagang kaki lima (PKL), pedagang asongan,
tukang ojek, tukang sngat menjanjikan untuk hidup. Padahal tidak
semuanya yang datang ke Jakarta mendapatkan pekerjaan. Para
peruraban harus mempunyai keahlian khusus agar dapat diterima bekerja
di jakarta.

Kebebasan pribadi lebih luas. Kebebasan disini bukannya bebas


melakukan apa saja akan tetapi bebas dalam konteks ini adalah dapat
melakukan aktivitas sesuai dengan keinginan kita tanpa harus manaati
pertaturan-peraturan yang ada di desa. Tetapi masih dalam hal yang wajar
dan mengikuti dari peraturan dari pemerintah.

Adat atau adanya tolenransi antar agama . Jakarta menjadi tempat


berkumpulan para migran yang berpindah dari berbagai daerah, agama,
suku. Karena itu budaya adat dari daerah tersebut tidak begitu kental lagi
di jakarta. Saling menghormati agama orang lain tidak menggangu satu
sama lain merupakan kunci dari toleransi itu sendiri.

2. Faktor Pendorong (Push Factors)


Di sisi lain kota mempunyai daya tarik, di pihak lain keadaan tingkat hidup di
desa umumnya mempercepat proses urbanisasi tersebut, hal ini menjadi faktor
pendorong timbulnya urbanisasi. Faktor pendorong yang dimaksud diantaranya
adalah:

Keadaan desa yang umumnya mempunyai kehidupan yang statis (tidak


mengalami perubahan yang sangat lambat). Hal ini bisa terjadi karena
adat istiadat yang masih kuat atau pun pengaruh agama.

Makin berkurangnya sumber-sumber kehidupan seperti menurunnya daya


dukung lingkungan, menurunnya permintaan atas barang-barang tertentu
yang bahan bakunya makin susah diperoleh seperti hasil tambang, kayu,
atau bahan dari pertanian.

lapangan kerja yang hampir tidak ada karena sebagian besar hidup
penduduknya hanya bergantung dari hasil pertanian pendapatan yang
rendah yang di desa

keamanan yang kurang

Fasilitas pendidikan sekolah atau pun perguruan tinggi yang kurang


berkualitas.

Kebanyakan dari pelajar di desa berpindah sekolah/ kuliah di jakarta karena


fasilitas sarana dan prasarana pendidikan di jakarta lebih baik dan menggunakan
teknologi yang memadai di bandingkan dengan di desa asal mereka.
Struktur pasar dan besar distorsi yang berbeda antara kota dan desa. Desa
memiliki jumlah sektor, output per sektor, dan pendapatan perkapita lebih kecil
daripada kota. Desa cenderung kurang memiliki penduduk yang kreatif sehingga
menghambat pertumbuhan industri kreatif tidak seperti dikota yang cenderung
lebih maju
Dampak Positif Pembangunan Ekonomi
1) Melalui pembangunan ekonomi, pelaksanaan kegiatan perekonomian akan
berjalan lebih lancar dan mampu mempercepat proses pertumbuhan ekonomi.
2) Adanya pembangunan ekonomi dimungkinkan terciptanya lapangan pekerjaan
yang

dibutuhkan

oleh

masyarakat,

dengan

demikian

akan

mengurangi

pengangguran.
3) Terciptanya lapangan pekerjaan akibat adanya pembangunan ekonomi secara
langsung bisa memperbaiki tingkat pendapatan nasional.
4) Melalui pembangunan ekonomi dimungkinkan adanya perubahan struktur
perekonomian dari struktur ekonomi agraris menjadi struktur ekonomi industri,
sehingga kegiatan ekonomi yang dilaksanakan oleh negara akan semakin
beragam dan dinamis.
5) Pembangunan ekonomi menuntut peningkatan kualitas SDM sehingga dalam
hal ini, dimungkinkan ilmu pengetahuan dan teknologi akan berkembang dengan
pesat. Dengan demikian, akan makin meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

SOAL 3
Hal yang membuat Indonesia tidak terlalu berhasil dalam mencapai beberapa
sasaran dari MDGs, dan apa yang sebenarnya harus dilakukan agar sasaran
tersebut bisa tercapai pada waktunya. Disertai data pencapaian MDGs Indonesia
dan analisis nya.
Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals atau
disingkat dalam bahasa Inggris MDGs) adalah Deklarasi Milenium hasil
kesepakatan kepala negara dan perwakilan dari 189 negara Perserikatan
Bangsa-bangsa (PBB) yang mulai dijalankan pada September 2000, berupa
delapan butir tujuan untuk dicapai pada tahun 2015. Targetnya adalah tercapai
kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat pada 2015. Target ini
merupakan tantangan utama dalam pembangunan di seluruh dunia yang terurai
dalam Deklarasi Milenium, dan diadopsi oleh 189 negara serta ditandatangani
oleh 147 kepala pemerintahan dan kepala negara pada saat Konferensi Tingkat
Tinggi (KTT) Milenium di New York pada bulan September 2000 tersebut. Tujuan
Pembangunan Milenium adalah berupa 8 butir tujuan untuk dicapai pada tahun
2015. Ini adalah Deklarasi Milenium hasil kesepakatan kepala Negara dan
perwakilan dari 189 negara PBB yang mulai dijalankan pada bulan September
2000.
Targetnya adalah tercapai kesejahteraan rakyat dan pembangunan
masyarakat pada tahun 2015. Target ini merupakan tantangan utama dalam
pembangunan di seluruh dunia yang terurai dalam Deklarasi Milenium dan
diadopsi oleh 189 negara serta ditandatangani oleh 147 kepala pemerintahan
dan kepala negara pada saat KTT Milenium di New York pada bulan September
2000.
Pemerintah Indonesia turut menandatangani Deklarasi Milenium tersebut
yang berisi komitmen negara masing-masing dan komunitas internasional untuk
mencapai 8 buah tujuan pembangunan dalam MDGs itu sebagai satu paket
tujuan.
8 TUJUAN DEKLARASI MILENIUM
1.
2.
3.
4.
5.

Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan.


Mencapai pendidikan dasar untuk semua.
Mendorong kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan.
Menurunkan angka kematian anak.
Meningkatkan kesehatan ibu.

6.
7.
8.

Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya.


Memastikan kelestarian lingkungan hidup, dan
Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.

TUJUAN PEMBANGUNAN MILENIUM DI INDONESIA


Setiap Negara yang berkomitmen dan menandatangani perjanjian diharapkan
membuat laporan MDGs. Pemerintahan Indonesia melaksanakannya dibawah
koordinasi

Bappenas

dibantu

dengan

Kelompok

Kerja

PBB

dan

telah

menyelesaikan laporan MDG pertamanya yang ditulis dalam Bahasa Indonesia


dan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris untuk menunjukkan kepemilikan
pemerintah Indonesia atas laporan tersebut.
Kini MDGs telah menjadi referensi penting pembangunan di Indonesia, mulai dari
tahap perencanaan seperti yang tercantum pada Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) hingga pelaksanaannya. Walaupun mengalamai kendala,
namun pemerintah memiliki komitmen untuk mencapai tujuan-tujuan ini dan
dibutuhkan kerja keras serta kerjasama dengan seluruh pihak, termasuk
masyarakat madani, pihak swasta, dan lembaga donor. Pencapaian MDGs di
Indonesia akan dijadikan dasar untuk perjanjian kerjasama dan implementasinya
di masa depan. Hal ini termasuk kampanye untuk perjanjian tukar guling hutang
untuk negara berkembang sejalan dengan Deklarasi Jakarta mengenai MDGs di
daerah Asia dan Pasifik.
PENCAPAIAN MDGS 2015 DI INDONESIA
MDG 1 - Indonesia telah berhasil mengurangi kemiskinan ekstrem posisi awal
tahun 1990 sebanyak 20,6 % telah bergeser sebanyak 7,5 % di tahun 2010.
Indonesia terus bertekad dapat mencapai target MDGs pada tahun 2015.

Saat

ini

Indonesia

sudah

dikategorikan

sebagai

negara

berpenghasilan

menengah. Indikatornya adalah karena penghasilan masyarakat Indonesia


berdasarkan Gross National Index (GNI), yang dihitung dari nilai pasar total dari
barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dalam periode tertentu,
penghasilan perkapita Indonesia tahun 2007 adalah US$ 1.650. Nilai ini setara
dengan negara lainnya, maka Indonesia masuk urutan ke -142 dari 209 negara
(UNDP, 2008).

Indonesia telah berhasil menurunkan tingkat kemiskinan, indikator nya US$ 1,00
per kapita perhari menjadi setengahnya. Kemajuan ini telah dicapai untuk
menurunkan tingkat kemiskinan, garis kemiskinan nasional sebesar 13,33%
(2010) menuju target 8-10% pada tahun 2014. Pravalensi kekurangan gizi pada
balita menurun dari 31% pada tahun 1989 menjadi 18,4% pada tahun 2007,
diperkirakan indonesia mencapai target MDGs 15,5% pada tahun 2015.
MDG 2 & 3 - Indonesia dalam mencapai target MDGs mengenai pendidikan dasar
dan melek huruf sudah menuju pencapaian target 2015. Indonesia menetapkan
pendidikan

dasar

melebihi

target

MDGs

dengan

menambahkan

sekolah

menengah pertama sebagai sasaran pendidikan dasar universal. Pada tahun


2008/2009, angka partisipasi kasar (APK) SD/MI termasuk paket A mencapai
116,77% dan angka partisipasi murni (APM) sekitar 95,23%. Kesetaraan gender
dan pemberdayaan perempuan pemerintah telah mendorong meningkatkan
kesetaraan gender di semua jenjang dan jenis pendidikan. Rasio angka
partisipasi murni (APM) perempuan terhadap laki laki di sekolah dasar dan
sekolah menengah pertama berturut turut sebesar 99,73% dan 101,99% pada
tahun 2009, dan rasio melek huruf perempuan terhadap laki laki pada kelompok
usia 15 sampai 24 tahun mencapai 98,85%.
MDG 4 & 5 - Menurunkan angka kematian anak telah menunjukkan angka yang
signifikan sekali dari 68 pada tahun 1991 menjadi 34 per 1000 kelahiran hidup
pada tahun 2007, sehingga target sebesar 23 per 1000 kelahiran hidup pada
tahun 2015 diperkirakan tercapai. Di indonesia, angka kematian ibu melahirkan
(MMR/maternal mortality rate) menurun dari 390 tahun 1991 menjadi 228 per
100.000 kelahiran hidup. Upaya menurunkan angka kematian ibu didukung
dengan meningkatkan angka pemakaian kontrasepsi dan menurunkan unmeet
need yang dilakukan melalui peningkatan akses dan kualitas pelayanan KB dan
kesehatan reproduksi.
MDG 6 - Tingkat prevalensi HIV/AIDS cenderung meningkat di indonesia terutama
pada kelompok resiko tinggi pengguna narkoba suntik dan pekerja seks. Jumlah
kasus HIV/AIDS yang dilaporkan di indonesia meningkat dua kali lipat antara
tahun 2004 dan 2005. Angka kejadian malaria per 1000 penduduk menurun dari
4,68 tahun 1990 jadi 1,85 tahun 2009.
MDG 7 - Tingakt emisi gas rumah kaca di indonesia cukup tinggi walaupun upaya
peningkatan luas hutan, pemberantasan pembalakn hutan, dan komitmen untuk

melaksanakan kebijakan penurunan emisi karbon dioksida dalam 20 tahun


kedepan telah dilakukan. Proporsi rumah tangga dengan akses air minum layak
meningkat dari 37,73 persen tahun 1993 jadi 47,71 persen tahun 2009. Proporsi
rumah tangga dengan akses sanitasi layak meningkat dari 24,81 persen tahun
1993 jadi 51,19 persen tahun 2009.
KONTROVERSI DI INDONESIA
Upaya Pemerintah Indonesia merealisasikan Tujuan Pembangunan Milenium pada
tahun 2015 akan sulit karena pada saat yang sama pemerintah juga harus
menanggung

beban

pembayaran

utang

yang

sangat

besar.

Program-

programMDGs seperti pendidikan, kemiskinan, kelaparan, kesehatan, lingkungan


hidup, kesetaraan gender, dan pemberdayaan perempuan membutuhkan biaya
yang

cukup

besar.

Merujuk

data Direktorat

Jenderal

Pengelolaan

Utang

Departemen Keuangan, per 31 Agustus 2008, beban pembayaran utang


Indonesia terbesar akan terjadi pada tahun 2009-2015 dengan jumlah berkisar
dari Rp97,7 triliun (2009) hingga Rp81,54 triliun (2015) rentang waktu yang
sama untuk pencapaian MDGs. Jumlah pembayaran utang Indonesia, baru
menurun drastis (2016) menjadi Rp66,70 triliun. Tanpa upaya negosiasi
pengurangan jumlah pembayaran utang Luar Negeri, Indonesia akan gagal
mencapai tujuan MDGs.

Menurut Direktur Eksekutif International NGO Forum on Indonesian Development


(INFID) Don K Marut Pemerintah Indonesia perlu menggalang solidaritas
negara-negara Selatan untuk mendesak negara-negara Utara meningkatkan
bantuan pembangunan bukan utang, tanpa syarat dan berkualitas minimal 0,7%
dan menolak ODA (official development assistance) yang tidak bermanfaat untuk
Indonesia.

Menanggapi

pendapat

tentang

kemungkinan

Indonesia

gagal

mencapai tujuan MDGs apabila beban mengatasi kemiskinan dan mencapai


tujuan pencapaian MDG pada tahun 2015 serta beban pembayaran utang
diambil dari APBN pada tahun 2009-2015, Sekretaris Utama Menneg PPN/Kepala
Bappenas Syahrial Loetan berpendapat apabila bisa dibuktikan MDGs tidak
tercapai di 2015, sebagian utang bisa dikonversi untuk bantu itu. Pada tahun
2010 hingga 2012 pemerintah dapat mengajukan renegosiasi utang. Beberapa
negara maju telah berjanji dalam konsesus pembiayaan (monetary consensus)
untuk memberikan bantuan. Hasil kesepakatan yang didapat adalah untuk
negara maju menyisihkan sekitar 0,7% dari GDP mereka untuk membantu

negara miskin atau negara yang pencapaiannya masih di bawah. Namun


konsensus ini belum dipenuhi banyak negara, hanya sekitar 5-6 negara yang
memenuhi sebagian besar ada di Skandinavia atau Belanda yang sudah sampai
0,7%.
Indonesia sudah banyak membuat kemajuan dalam pencapaian MDGs 2015, bisa
dilihat pada poin-poin pada Pencapaian MDGS 2015 di Indonesia. Indonesia
sudah bekerja keras untuk meningkatkan mutu negara dalam mencapai target
dengan menurunkan angka-angka yang tinggi. Namun tetap ada kendala pada
pencapaian target tersebut, yaitu kendala pada utang dengan pihak luar. Karena
masalah ini, pencapaian pun pasti akan terhambat dan bisa menyebabkan
kegagalan pencapaian mdgs 2015. Maka dari itu, sebaiknya dari diri sendiri pun
harus

bisa

membantu

mengembangkan

Negara

kemampuan

kita

ini

dan

dengan

menyiapkan

keterampilan

mental,

pribadi

serta

mempersiapkannya untuk menghadapi pasar bebas yang sebentar lagi akan kita
hadapi,

agar

kita

bisa

bersaing

dengan

pesaing

luar.

Jika

kita

tidak

mempersiapkan itu semua, kita akan tertinggal dibelakang dan bisa kalah dalam
bersaing karena ketidaktahuan akan keterampilan dari diri sendiri. Dengan
begitu Negara Indonesia pasti akan bisa setara dalam menghadapi pesaing dari
Negara berkembang dan Negara maju lainnya.

REFERENSI
https://id.wikipedia.org/wiki/Tujuan_Pembangunan_Milenium
http://kforkindly.blogspot.co.id/2014/08/v-behaviorurldefaultvmlo.html
http://ekonomisku.blogspot.co.id/2014/06/dampak-positif-dan-negatifpembangunan-ekonomi.html
http://perencanaankota.blogspot.co.id/2013/11/dampak-dampakpembangunan.html

Anda mungkin juga menyukai