A. EPIDEMIOLOGI
Keseluruhan insidensi sirosis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000.
penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik.
Hasil penelitian lain menyebutkan perlemakan hati akan mengakibatkan steatohepatis
nonalkoholik (NASH, prevalensi 4%) dan berakhir dengan sirosis hati dengan prevalensi
0,3%. Di Indonesia data prevalensi sirosis hati belum ada, hanya laporan-laporan dari
beberapa pusat pendidikan saja. Di RS. Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hati
berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1
tahun (2004). Di medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis hati
sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien di Bagian Penyakit Dalam. ( Nurdjanah,
2009)
Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan
dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan
umur 30 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 49 tahun. (Maryani, 2003)
B. ETIOLOGI
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis
hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar
dan pembentukan nodulus dregeneratif. Sirosis secara konvensional diklasifikasikan
sebagai makronodular (besar nodul lebih dari 3 mm) atau mikronodular (besar nodul
kurang dari 3 mm) atau campuran mikro dan makronodular. Sebagian besar jenis sirosis
dapat diklasifikasikan secara etiologis dan morfologis menjadi: 1) alkoholik, 2)
kriptogenik dan post hepatitis (pasca nekrosis), 3) biliaris, 4) kardiak, dan 5) metabolik,
keturunan, dan terkait obat. Di negara barat yang tersering akibat alkoholik sedangkan di
Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Hasil penelitian di
Indonesia menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50%, dan virus
hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui dan termasuk
kelompok virus bukan B dan C (non B-non C).)
Kelainan metabolik yang dapat menyebabkan sirosis yaitu Hemakhomatosis
(kelebihan beban besi), Penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga), Defisiensi Alphalantitripsin, Glikonosis type-IV dan Galaktosemia. Etiologi lainnya yaitu Sumbatan
saluran vena hepatica, gangguan Imunitas (Hepatitis Lupoid), toksin dan obat-obatan
(misalnya : metotetrexat, amiodaron, INH, dan lain-lain), operasi pintas usus pada
obesitas, kriptogenik, malnutrisi dan Indian Childhood Cirrhosis. ( Nurdjanah, 2009)
C. PATOGENESIS
1. Proses Sirosis Hepatis Karena Virus
Mekanisme terjadinya proses yang berlangsung terus, mulai dari hepatitis virus
menjadi sirosi hati belum jelas. Ada 2 kemungkinan patogenesis, yaitu : (1) mekanis,
(2) imunologis atau (3) kombinasi keduanya. Pada setiap teori, yang penting harus
terjadi proses aktivasi fibroblas dan pembentukan komponen jaringan ikat.
a. Teori Mekanis
Teori mekanis menerangkan proses kelanjutan hepatitis virus menjadi sirosis hati
dengan mengemukakan bahwa pada daerah dimana terjadi nekrosis confluent, maka
kerangka retikulum lobul yang mengalami collaps akan berlaku sebagai kerangka untuk
terjadinya daerah parut yang luas. Dengan perkataan lain, proses kolagenesis kerangka
retikulum fibrosis hati diduga merupakan dasar proses sirosis. Dalam kerangka jaringan
ikat ini, bagian parenkim hati yang bertahan hidup, berkembang menjadi nodul
regenerasi. Istilah yang dipakai untuk sirosis hati jenis ini ialah jenis pasca nekrotik.
Istilah ini menunjukkan bahwa nekrosis sel hati yang terjadi merupakan penyebab
sirosis. Thaler menegaskan bahwa dalam patogenesis sirosis pasca hepatitis
memperlihatkan bahwa regenerasi parenkim hati sesudah serangan hepatitis virus dan
kelangsungan hidup hepatosit sekitar hepatic venule merupakan hal yang sangat
esensial. Jika hepatosit di daerah tersebut mengalami kerusakan, maka daerah ini akan
menjadi terpecah-pecah (fragmented), sehingga terjadi kerusakan yang sifatnya
confluent dan akhirnya pseudolobulasi berkembang.
b. Teori Imunologis
Walaupun hepatitis akut dengan nekrosis confluent dapat berkembang menjadi sirosis
hati, namun nampaknya proses tersebut harus melalui tingkat hepatitis kronik (agresif
terlebih dahulu). Kelompok hepatitis kronik dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kronik
persisten dan kronik aktif. Kelompok yaitu kronik persisten pada umumnya akan
membaik. Sebaliknya sebagian penderita hepatitis kronik agresif, akan berkembang
menjadi fibrosis dan kemudian sirosis. Tanda yang kira-kira dapat dipakai ialah jika
pada biopsi hati ditemukan tanda-tanda nekrosis bridging. Mekanisme imunologis
agaknya mempunyai peranan penting dalam hepatitis kronik. Ada 2 bentuk hepatitis
kronik : 1) Hepatitis kronik tipe B, 2) Hepatitis kronik autoimun atau tipe NONB.
2. Proses Sirosis Hepatis Karena Alkohol
Sirosis alkohol juga, disebut Sirosis Laennec, terjadi setelah penyalahgunaan
alkohol bertahun-tahun. Produk akhir pencernaan yang dihasilkan dihati pada seorang
pecandu alkohol, bersifat toksik terhadap hepatosit. Nutrisi yang buruk, yang sering
dijumpai pada pecandu alkohol, juga berperan menyebabkan kerusakan hati, mungkin
dengan merangsang hati secara berlebihan untuk melakukan Glokuneogenesis atau
metabolisme protein. Sirosis alkohol ini memiliki 3 stadium, yaitu :
Penyakit perlemakan hati adalah stadium pertama. Kelainan ini bersifat reversibel
dan ditandai oleh penimbunan Trigliserida di hepatosit. Alkohol dapat menyebabkan
penimbunan Trigliserida di hati dengan bekerja sebagai bahan bakar untuk
pembentukan energi sehingga asam lemak tidak lagi diperlukan. Produk-produk
akhir alkohol, terutama Asetaldehida, juga mengganggu fosfolarisasi oksidatif asamasam lemak oleh mitokondria hepatosit, sehingga asam-asam lemak tersebut
terperangkap di dalam hepatosit. Infiltrasi oleh lemak bersifat refersibel apabila
ingesti alkohol dihentikan.
Hepatitis alkohol adalah stadium kedua sirosis alkohol. Hepatitis adalah peradangan
sel-sel hati. Pada para pecandu alkohol, peradangan sebagian sel dan nekrosis yang
diakibatkannya biasanya timbul setelah minum alkohol dalam jumlah besar,
(kemungkinan timbulnya hepatitis alkoholik kecil sekali pada penderita yang minum
kurang dari 60 gram etanol sehari (6 oz whisky atau liter anggur) atau jika
etanol kuarang dari 20% kalori per hari). Lebih dari 80% kasus dengan hepatitis
alkoholik terjadi setelah minum alkohol selama 5 tahun lebih sebelum timbul gejala
dan keluhan.
Sirosis itu sendiri adalah stadium akhir sirosis alkohol dan bersifat ireversibel. Pada
stadium ini, sel-sel hati yang mati diganti oleh jaringan parut. Peradangan kronik
menyebabkan timbulnya pembengkakan dan edema intertisium yang dapat menyebabkan
kolapsnya pembuluh-pembuluh darah kecil dan meningkatkan resistensi terhadap aliran
darah melalui hati. Selain itu, akibat respon peradangan terbentuk pita-pita fibrosa yang
melingkari dan melilit hepatosit-hepatosit yang masih ada. Terjadi hipertensi portal dan
acites. Biasanya timbul varises oesofagus, rektum dan abdomen serta ikterus
hepatoselular. Resistensi terhadap aliran darah yang melintasi hati meningkat secara
progresif dan funsi hati semakin memburuk. (Maryani, 2003)
D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera
makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki
dapat timbukl impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan
seksualitas. Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol
terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya
rambut badan, gangguan tidur, dan demam tak begitu tinggi. Mungkin disertai adanya
gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus
dengan air kemih berwarna seperti air pekat, muntah darah dan/atau melena, serta
perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai
koma. ( Nurdjanah, 2009)
E. PEMERIKSAAN KLINIS & PENUNJANG
Temuan klinis sirosis meliputi, spider angio maspiderangiomata (atau spider
telangiektasi), suatu lesi vaskular dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini sering
ditemukan di bahu, muka dan lengan atas. Eritema palmaris, warna merah saga pada
thenar dan hipothenar telapak tangan. Perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih
horisontal dipisahkan dengan warna normal kuku. Hepatomegali-ukuran hati yang sirotik
bisa membesar, normal atau mengecil. Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan
nodular. Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritonium akibat hipertensi porta dan
hipoalbimunemia. Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta.
Pemeriksaan laboratorium meliputi aspartat aminotransferase (AST) atau serum
glutamil oksalo asetat (SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil
piruvat transminase (SGPT) meningkat tapi tak begitu tinggi. Alkali fosfatase, meningkat
kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas. Gamma-glutamil transpeptidase (GGT),
konsentrasinya seperti halnya alkali fosfatase pada penyakit hati. Pemeriksaan radiologi
barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi adanya hipertensi porta.
Pemeriksaan hati yang bisa dinilai dengan USG meliputi sudut hati, permukaan hati,
ukuran, homogenitas, dan danya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan nodular,
permukaan irregular, dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. ( Nurdjanah, 2009)
F. PENATALAKSANAAN
a. Medikamentosa
Berat
Satuan
Bilirubin (total)
<35>
35-50
>50 (>3)
mol/l
(mg/dL)
Serum albumin
>35
30-35
<30
g/L
Nutrisi
Sempurn
Mudah dikontrol
a
Sulit terkontrol
Ascites
Nihil
Tidak dapat
terkendali
Hepatic
encephalopathy
Nihil
minimal
Berat/koma
(Nurdjanah,2009)
Daftar pustaka :
Nurdjanah, 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. Interna Publishing, Jakarta
Maryani, 2003. Sirosis Hepatis. 2003 Digitized by USU digital library