Anda di halaman 1dari 14

TAHAP BERPIKIR SISWA DALAM BELAJAR GEOMETRI PADA

POKOK BAHASAN DIMENSI TIGA BERDASARKAN TAHAP BERPIKIR


VAN HIELE DITINJAU DARI KECERDASAN
VISUAL-SPASIAL SISWA KELAS X
SMA N 1 SURAKARTA
Ana Wibawani Prastyaningsih 1), Budiyono 2), Getut Pramesti 3)
1)

Mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika, FKIP, UNS, Surakarta


Dosen Prodi Pendidikan Matematika, FKIP, UNS, Surakarta
1)
anawibawani@gmail.com, 2) bud@uns.ac.id , 3) getutpramesti@staff.uns.ac.id
2), 3)

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tahap berpikir siswa dengan
kecerdasan visual-spasial rendah, sedang dan tinggi dalam menyelesaikan soal
matematika pada pokok bahasan dimensi tiga kelas X SMA Negeri 1 Surakarta
berdasarkan tahapan pembelajaran geometri Van Hiele.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Subyek dalam
penelitian ini diambil dengan teknik purposive sampling dengan metode snowball
sampling. Terdapat 9 subyek penelitian yaitu 3 subyek kategori kecerdasan visualspasial rendah, 3 subyek kategori kecerdasan visual-spasial sedang dan 3 subyek
kategori visual-spasial tinggi. Tiga subyek di masing-masing kategori visualspasial sudah menghasilkan data yang homogen. Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini dilakukan dengan observasi dan wawancara berbasis tugas. Teknik
analisis data meliputi reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Validasi data dilakukan dengan triangulasi waktu, meningkatkan ketekunan dan
diskusi teman sejawat. Langkah-langkah dalam analisis data adalah reduksi data,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Berdasarkan hasil analisis data diperoleh bahwa : (1) pencapaian berpikir
subyek dengan kategori kecerdasan visual-spasial rendah dalam belajar geometri
adalah ketiga subyek sudah mencapai tahap 0 Visualisasi dan tahap 1 Analisis.
Sedangkan tahap 2 Deduksi Informal dan tahap 3 Deduksi belum dapat dicapai
oleh subyek; (2) pencapaian berpikir subyek dengan kategori kecerdasan visualspasial sedang dalam belajar geometri adalah ketiga subyek sudah mencapai tahap
0 Visualisasi, tahap 1 Analisis dan tahap 2 Deduksi Informal. Subyek kategori
visual-spasial sedang belum mencapai tahap 3; (3) pencapaian berpikir subyek
dengan kategori kecerdasan visual-spasial tinggi dalam belajar geometri adalah
ketiga subyek sudah mencapai tahap 0 Visualisasi, tahap 1 Analisis, tahap 2
Deduksi Informal dan tahap 3 Deduksi.
Kata kunci: tahap berpikir Van Hiele, kecerdasan visual-spasial

PENDAHULUAN
Matematika
merupakan
disiplin ilmu yang membutuhkan
pengertian, penguasaan konsep dan
keterampilan
dalam
menerapkan
konsep ke suatu permasalahan untuk
dapat memahami matematika dengan
baik. Hal ini selaras dengan tujuan
pendidikan
nasional
pada
pembelajaran matematika. Tujuan
pembelajaran
matematika
mengembangkan kemampuan berpikir,
pemikiran dan rasa ingin tahu siswa.
Dengan demikian sangat penting untuk
mengembangkan kemampuan berpikir
melalui
aktivitas-aktivitas
dalam
pembelajaran matematika.
Dalam penyelesaian masalah
matematika, siswa melakukan tahap
berpikir sehingga ia dapat menemukan
penyelesaiannya. Tahap berpikir siswa
terbentuk dari tahapan-tahapaan siswa
dalam belajar, dimana setiap belajar
matematika dimulai berpikir sederhana
lalu berkembang ke taraf berpikir
kompleks.
Seiring dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi
aktivitas
hidup manusia
dapat
dilakukan dengan mudah dan praktis,
cepat dan singkat. Begitu juga dengan
siswa saat berpikir siswa tentang
geometri. Geometri merupakan cabang
ilmu matematika yang menempati
posisi khusus dalam kurikulum
matematika,
karena
banyaknya
konsep-konsep yang termuat di
dalamnya yang mana pengenalannya
dimulai dari suatu bentuk konkret
kemudian dikembangkan sampai pada
bentuk abstrak. Berdasarkan teori
belajar geometri yang dikemukakan
oleh Van Hiele terdapat 5 tahapan atau
tingkatan pemikiran anak dalam
belajar geometri, yaitu: level 0
visualisasi, level 1 analisis, level 2

deduksi informal, level 3 deduksi dan


level 4 rigor. Tiap tingkatan
menggambarkan proses pemikiran
yang diterapkan dalam konteks
geometri.
Menurut Van Hiele, idealnya
siswa mulai dari TK sampai dengan
SMA
mengalami
perkembangan
berpikir tentang geometri yang sama.
Siswa yang berada pada TK sampai
dengan kelas 2 berada pada tingkat
visualisasi (level 0), siswa kelas 2-5
berada pada tingkat analisis (level 1),
siswa kelas 5-8 berada pada tingkat
deduksi informal (level 2) dan siswa
SMA berada pada tingkat deduksi
(level 3) [1]. Hal tersebut sesuai
dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Sunardi terhadap 387 siswa dari
10 SMA di Jember. Hasil penelitian
Sunardi, mengindikasikan bahwa
sebanyak 14,47% siswa berada pada
tingkat previsualisasi (belum bisa
diklasifikasikan ke dalam salah satu
tingkat berpikir Van Hiele), 31,52%
siswa berada pada tingkat visualisasi,
40,05% siswa berada pada tingkat
analisis, 13,44% siswa berada pada
tingkat deduksi informal, 0,52% siswa
berada pada tingkat deduksi dan 0%
berada pada tingkat rigor [2].
Selain itu, tahap berpikir siswa
dalam pembelajaran geometri pokok
bahasan
ruang
dimensi
tiga
dipengaruhi oleh kecerdasan bawaan
yang dimiliki oleh siswa, salah satunya
adalah kecerdasan visual-spasial.
Kecerdasan visual-spasial dibutuhkan
siswa untuk membentuk pemahaman
keruangan. Kemampuan visual-spasial
merupakan
kemampuan
untuk
memahami dunia spasial secara akurat
dan melakukan perubahan-perubahan
pada persepsi tersebut [3].
Dalam
penggolongannya,
seorang yang memiliki intelegensi

visual-ruang yang tinggi mampu


menangkap bayangan ruang internal
dan eksternal, untuk penentuan arah
dirinya atau benda yang dikendalikan,
atau mengubah, mengkreasi dan
menciptakan karya-karya tiga dimensi
nyata [4]. Sebaliknya, siswa dengan
kecerdasan
visual-spasial
rendah
cenderung
kesulitan
untuk
mempresentasikan
permasalahan
geometri secara spasial karena susah
untuk berimajinasi.
Dari yang telah disampaikan di
atas, apabila dilihat pada siswa kelas X
SMA N 1 Surakarta didapatkan bahwa
hasil pra survey terhadap 2 siswa kelas
X SMA N 1 Surakarta yaitu BA dan
AS, didapatkan bahwa subyek BA
berada di tahap berpikir 2 deduksi
informal sedangkan AS berada di
tahap 1 deduksi. Hal ini menunjukkan
adanya keragaman pencapaian tahap
berpikir siswa di kelas tersebut. Selain
itu, siswa menuturkan bahwa siswa
mengalami
kesulitan
dalam
mengabstraksi bangun ruang tanpa
harus membuat bentuk konkretnya
untuk menentukan kedudukan yang
selanjutnya
digunakan
dalam
pemecahan masalah berkaitan dengan
geometri ruang. Contoh riilnya pada
saat dilakukan observasi, ditemukan
siswa yang kurang tepat dalam
memperkirakan besar sudut dari dua
garis yang disebabkan karena kurang
mampu dalam berimajinasi spasial.
Hal ini membuktikan bahwa siswa
mengalami kesulitan berpikir pada saat
menentukan kedudukan dan posisi
pada bangun ruang.
Sebagai pendidik, seorang guru
sudah seharusnya mempersiapkan
suatu model, metode ataupun strategi
pembelajaran yang terprogram agar
siswa dapat memperoleh pengalaman
belajar yang baik khususnya di

pembelajaran
materi
geometri.
Informasi mengenai tahap berpikir
siswa yang memiliki kecerdasan
visual-spasial rendah, sedang maupun
tinggi akan memberikan pengetahuan
baru bagi guru mengenai pencapaian
tahap berpikir, kesalahan dan siswa
yang membutuhkan bantuan. Bukan
berarti mereka kurang cerdas, tetapi
karena adanya perbedaan kecerdasan
visual-spasial yang menyebabkan
kesulitan siwa dalam menerima
informasi maupun melakukan analisis
matematis. Oleh karena itu, apabila
guru mengetahui tahap berpikir siswa
dalam mempelajari kedudukan titik,
garis dan bidang, jarak serta sudut
pada dimensi tiga serta kecerdasan
visual-spasialnya maka guru dapat
menentukan strategi pembelajaran
yang akan mengarahkan siswa
mencapai tahap berpikir yang baik dan
memperkecil
kesalahan-kesalahan
yang biasa dilakukan oleh siswa.
Dari hal-hal yang telah
diuraikan di atas muncul pemikiran
untuk mengetahui tahap-tahap tahap
berpikir
siswa
dalam
belajar
matematika khususnya di pokok
bahasan geometri ruang dimensi tiga
yang
tercakup
di
dalamnya
kedudukan, jarak dan sudut antara
titik, garis dan bidang dalam ruang.
Tahapan belajar geometri Van Hiele
sampai dengan level 3 diambil sebagai
acuan dalam menganalisis tahap
berpikir siswa dengan tinjauan
kemampuan visual-spasial siswa.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di
SMA N 1 Surakarta dengan subyek
penelitian 9 siswa kelas X MIA 5
Tahun Pelajaran 2014/2015. Pemilihan
subyek penelitian didasarkan pada
metode snowball sampling. Dengan

mengambil terlebih dahulu 1 subyek di


masing-masing kategori kecerdasan
visual-spasial lalu diteliti lebih lanjut
dengan wawancara berbasis tugas
untuk mengetahui pencapaian tahap
berpikirnya. Selanjutnya dilakukan
analisis dan dimulai lagi pengambilan
1 subyek berikutnya lalu dilakukan
analisis. Pengambilan subyek berhenti
apabila data yang diperoleh sudah
homogen.
Pada
penelitian
ini
didapatkan 3 subyek di masing-masing
kategori visual-spasial yang telah
menghasilkan data yang homogen.
Selain itu pengambilan subyek juga
didasarkan
oleh
kemampuan
komunikasi siswa yang didapatkan
dari
hasil
observasi
proses
pembelajaran saat materi dimensi tiga
berlangsung.
Pengumpulan
data
dalam
penelitian ini dilakukan dengan
observasi, tes dan wawancara berbasis
tugas, yaitu (a) dilakukan observasi
mengenai proses pembelajaran dan
kemampuan komunikasi siswa di
dalam kelas; (b) dilakukan tes
kecerdasan
visual-spasial
untuk
mengkategorikan siswa ke dalam 3
kelompok yaitu visual-spasial rendah,
sedang dan tinggi; (c) memilih siswa
dijadikan subyek penelitian untuk
dilakukan penelitian lebih lanjut yaitu
wawancara berbasis tugas untuk
masing-masing
kategori
sampai
menghasilkan data yang homogen.
Pengambilan data tahap berpikir pada
wawancara
berbasis
tugas
ini
menggunakan instrumen bantu yaitu
lembar tugas geometri. Dalam
pelaksanaannya siswa diberikan waktu
untuk mengerjakan lembar tugas
geometri selama waktu yang sudah
ditentukan selanjutnya baru diberikan
pertanyaan-pertanyaan sesuai dengan

pedoman wawancara dan bersifat


fleksibel dengan jawaban siswa.
Teknik analisis data dalam
penelitian dilakukan dengan cara: (1)
mentranskrip data verbal yang
terkumpul dan menelaah seluruh data
yang tersedia dari berbagai sumber,
seperti dari hasil wawancara dan data
tertulis, kemudian mereduksi data,
yaitu dengan memilih hal-hal pokok
yang sesuai dengan fokus penelitian;
(2) menyajikan data dalam teks
naratif; dan (3) menyimpulkan
pencapaian tahap berpikir siswa
berdasarkan
masing-masing
kecerdasan visual-spasial.
HASIL
PENELITIAN
DAN
PEMBAHASAN
Berdasarkan
hasil
tes
kecerdasan
visual-spasial,
siswa
dikategorikan menjadi 3 yaitu siswa
kategori visual-spasial rendah, sedang
dan tinggi. Pengambilan subyek
dilakukan dengan metode snowball
sampling. Selanjutnya melaksanakan
pengambilan data tahap berpikir siswa
dengan menggunakan cara wawancara
berbasis tugas pada siswa yang terpilih
menjadi subyek.
Diperoleh 3 rekaman dari 3
subyek yang menghasilkan data tahap
berpikir siswa yang homogen untuk
masing-masing ketegori kecerdasan
visual-spasial untuk mendeskripsikan
tahap berpikir siswa dalam belajar
geometri,
selanjutnya
dilakukan
analisis data secara mendalam
terhadap hasil rekaman tersebut
berdasarkan indikator tahap berpikir
Van Hiele yaitu (a) tahap 0 dimana
siswa
memberikan
pengertian,
pendapat dan kesimpulan dalam
menggambar
kubus
dan
mengidentifikasi kedudukan garis
sejajar dan berpotongan; (b) tahap 1

dimana siswa memberikan pengertian,


pendapat dan kesimpulan secara logis
menggunakan sifat kubus dalam
mengidentifikasi garis bersilangan dan
alasan dari masing-masing kedudukan
garis; (c) tahap 2 dimana siswa
memberikan pengertian, pendapat dan
kesimpulan secara logis dalam
mengidentifikasi sudut yang dibentuk
oleh garis dan bidang pada kubus; (d)
tahap 3 dimana siswa memberikan
pengertian, pendapat dan kesimpulan
secara formal berdasarkan konsep
perbandingan dalam membuktikan
pernyataan jarak dua bidang sejajar
pada kubus. Selanjutnya melakukan
pengambilan data yang kedua. Hal ini
dilakukan untuk melihat validitas data
tahap berpikir siswa pada pengambilan
data
pertama
sengan
cara
membandingkan hasil pengambilan
data
pertama
dengan
hasil
pengambilan data kedua. Jika terdapat
data yang berbeda maka akan
direduksi. Sehingga dapat disimpulkan
gambaran hasil tahap berpikir siswa
berdasarkan masing-masing kategori
kecerdasan visual-spasial.
1. Data dan Hasil Tahap berpikir
Siswa Tahap 0 Visualisasi
a. Subyek Visual-Spasial Rendah
(R1, R2, R3)
Subyek R1, R2, R3 sudah
mampu menjelaskan maksud
soal tentang apa yang diketahui
dan ditanyakan oleh soal no 1
yang
menandakan
bahwa
subyek
melakukan
pembentukan pengertian pada
tahap berpikir. Selanjutnya
subyek
telah
mampu
menjelaskan bahwa gambar
kubus yang dibuat sesuai
dengan perintah disoal no 1
yakni tentang alas kubus yang
mengindikasikan
bahwa

subyek
telah
melakukan
pembentukan pendapat. Dalam
hal
ini
subyek
mampu
menemukan informasi tentang
alas kubus sehingga dapat
menggambar kubus dengan
benar. Jawaban subyek berupa
gambar kubus dan garis yang
berkedudukan sejajar dan
berpotongan sudah sesuai
dengan
kriteria
jawaban
sehingga subyek mengalami
pembentukan
kesimpulan
sempurna.
b. Subyek Visual-Spasial Sedang
(S1, S2, S3)
Subyek S1, S2, S3 sudah
mampu menggambarkan kubus
dan mengidentifikasi garis
sejajar dan berpotongan pada
kubus dengan benar. Subyek
dapat menjelaskan dengan
tepat maksud dari soal
sehingga
subyek
telah
melakukan
pembentukan
pengertian terhadap soal no 1.
Subyek menggambar kubus
dengan berbekal informasi
yang terdapat pada soal yaitu
berpedoman pada perintah soal
yakni tentang alas kubus dalam
menggambar
kubus
yang
menandakan bahwa subyek
melakukan
pembentukan
pendapat. Selanjutnya subyek
mengambil keputusan bahwa
kubus yang digambarkan dan
garis yang sudah dipilih
sebagai garis yang sejajar dan
berpotongan sesuai dengan
kriteria jawaban siswa.
c. Subyek Visual-Spasial Tinggi
(T1, T2, T3)
Subyek T1, T2, T3 sudah dapat
menggambarkan kubus dengan
informasi
tertentu
dan

mengidentifikasi
kedudukan
garis sejajar dan berpotongan.
Subyek dapat menjelaskan
maksud dari soal tentang apa
yang diketahui dan yang
ditanyakan. Penjelasan oleh
subyek menggunakan bahasa
mereka
sendiri
yang
menandakan bahwa subyek
melakukan
pembentukan
pengertian dalam berpikirnya.
Selain
itu
subyek
memperhatikan informasi pada
soal tentang alas kubus
sehingga dapat menggambar
kubus dengan benar. Perhatian
informasi pada soal ini
menyebabkan subyek telah
melakukan
pembentukan
pendapat berdasarkan soal
yang selanjutnya melakukan
penarikan kesimpulan berupa
gambar kubus dan garis yang
mempunyai kedudukan sejajar
dan berpotongan sesuai dengan
kriteria jawaban siswa.
2. Data dan Hasil Tahap berpikir
Siswa Tahap 1 Analisis
a. Subyek Visual-Spasial Rendah
(R1, R2, R3)
Subyek R1, R2, R3 dapat
mengidentifikasi
kedudukan
garis
bersilangan
dengan
gambar dan menyebutkan
alasan dari masing-masing
kedudukan garis yaitu sejajar,
berpotongan dan bersilangan.
Dalam tahap berpikirnya,
subyek
dapat
mengetahui
informasi dari soal yaitu
kedudukan di dalam bangun
ruang kubus, sehingga dalam
mengidentifikasi
garis
menyilang, mereka sudah
memandang gambar kubus
sebagai bangun ruang. Hal ini

menandakan bahwa subyek


melakukan
pembentukan
pengertian di awal berpikir.
Dalam menyatakan alasan,
subyek memberikan alasan
berdasarkan
apa
yang
dilihatnya pada gambar. Seperti
subyek
R1
menyebutkan
garis menyilang, subyek R2
menyebutkan terdapat kres
dan memotong pas, subyek
R3
menyebutkan
saling
silang yang menandakan
bahwa subyek belum mampu
memberikan alasan kedudukan
garis dengan menggunakan
informasi-informasi
yang
relevan. Subyek memberikan
pendapatnya sesuai dengan apa
yang ada dalam gambar.
Walaupun di akhir subyek
menarik kesimpulan garis yang
bersilangan dnegan garis lain
dan alasan kedudukan garis
dengan benar.
b. Subyek Visual-Spasial Sedang
(S1, S2, S3)
Subyek S1, S2, S3 dapat
mengidentifikasi
kedudukan
garis
bersilangan
dan
menyebutkan
alasan
dari
masing-masing
kedudukan
garis dalam kubus. Subyek
mengidentifikasi
kedudukan
garis bersilangan dengan benar
berdasarkan
bidangnya,
sehingga
subyek
sudah
melakukan pengertian bahwa
kubus merupakan bangun
ruang
pendapat
yang
diutarakan subyek berdasarkan
apa yang tampak pada gambar.
Subyek S1 memperagakan
dengan tangan dua garis sejajar
dan menyilang dan subyek S2
melakukan penunjukan arah

atas dan bawah yang


mengidikasikan bahwa subyek
kurang
mampu
dalam
menvisualisasikan benda ruang
sehingga membuat peraga
sendiri dalam menjelaskan.
Walaupun pada akhirnya alasan
yang diberikan oleh subyek
menjadi kesimpulan yang
benar.
c. Subyek Visual-Spasial Tinggi
(T1, T2, T3)
Subyek T1, T2, T3 dapat
mengidentifikasi
kedudukan
garis
bersilangan
dan
menyebutkan
alasan
dari
kedudukan garis yaitu sejajar,
berpotongan dan bersilangan.
Subyek
mengalami
pembentukan
pengertian
bahwa
kubus
merupakan
bangun ruang yang terdapat di
dalamnya garis bersilangan.
Pada
pembentukan
pendapatnya
subyek
menyebutkan
alasan
kedudukan
dengan
memperhatikan
sifat
dari
kubus.
Didapati
subyek
menyebutkan
diagonal
bidang dalam wawancara
tahap I. Subyek menggunakan
informasi relevan dalam kubus
untuk
menjelaskan
pendapatnya. Di akhir subyek
memberikan
kesimpulan
berupa garis yang bersilangan
dan alasan-alasan kedudukan
garis sejajar, berpotongan dan
bersilangan dengan benar
3. Data dan Hasil Tahap berpikir
Siswa Tahap 2 Deduksi Informal
a. Subyek Visual-Spasial Rendah
(R1, R2, R3)
Subyek R1, R2, R3 dapat
dikatakan
belum
dapat

mengidentifikasi, menentukan
dan memberikan penjelasan
terkait sudut yang dibentuk
oleh garis dan bidang dengan
menggunakan proyeksi garis.
Pada
tahap
berpikirnya
ditemukan
subyek
R1
dinyatakan
gagal
dalam
pembentukan pengertian dan
pembentukan pendapat dengan
benar. Ini terbukti saat subyek
R1 belum memahami konsep
sudut yang dibentuk oleh garis
dan bidang, setelah diberikan
bimbingan, subyek masih tidak
dapat menentukan sudut yang
dimaksud dengan tepat karena
masih bermasalah dengan
konsep proyeksi. Begitu juga
dengan subyek R2 dan R3.
Ketiga
subyek
tersebut
mengalami
masalah
pada
konsep proyeksi, seperti cara
mencari proyeksi garis ke
bidang dan menentukan hasil
proyeksinya. Yang akibatnya
kesimpulan berupa sudut yang
ditunjuk dan besarnya sudut
juga kurang tepat.
b. Subyek Visual-Spasial Sedang
(S1, S2, S3)
Subyek S1, S2, S3 mampu
mengidentifikasi, menentukan
dan memberi penjelasan terkait
sudut yang dibentuk oleh garis
dan
bidang
dengan
menggunakan konsep proyeksi.
Subyek
mengalami
pembentukan
pengertian
tentang sudut yang dibentuk
oleh garis dan bidang dengan
penggunaan proyeksi. Tetapi
pada pembentukan pendapat
saat mencari proyeksi garis,
ditemukan beberapa istilah
seperti ditidurin, menarik

garis tegak lurus


dan
pemikiran
khusus
yang
digunakan
subyek
untuk
mempermudah
dalam
pengerjaan yang menandakan
subyek cenderung menghafal
dalam pengerjaannya walaupun
diakhir
saat
penarikan
kesimpulan
menghasilkan
jawaban yang benar.
c. Subyek Visual-Spasial Tinggi
(T1, T2, T3)
Subyek T1, T2, T3 dapat
mengidentifikasi, menentukan
dan memberikan penjelasan
terkait sudut yang dibentuk
oleh garis dan bidang dengan
bantuan
proyeksi.
Dalam
pembentukan
pengertiannya
subyek dapat menjelaskan
maksud dari soal dan mengerti
tentang konsep sudut yang
dibentuk oleh garis dan bidang
dengan bantuan proyeksi.
Subyek menjelaskan secara
runtut dengan alur yang baik
mengenai sudut yang dibentuk
oleh
garis
dan
bidang.
Argumen yang diutarakan oleh
subyek sudah bisa dikatakan
logis. Penarikan kesimpulan
oleh subyek juga sudah sesuai
berupa sudut yang dimaksud
dari soal dan besarnya melalui
perhitungan singkat. Selain itu
dalam menvisualisasikan soal
ke gambar, terlihat subyek T1,
T2, T3 mampu membuatnya
dengan jelas dan menggunakan
kemampuan ruang.
4. Data dan Hasil Tahap berpikir
Siswa Tahap 3 Deduksi
a. Subyek Visual-Spasial Rendah
(R1, R2, R3)
Subyek R1, R2, R3 tidak bisa
membuktikan
pernyataan

dengan menggunakan konsep,


informasi di dalam maupun
diluar topik geometri. Dalam
tahap berpikirnya, subyek
sudah membentuk pengertian
bahwa jarak dua bidang sejajar
dapat ditentukan dengan cara
mencari jarak dari garis yang
terletak di bidang tersebut atau
dengan jarak dari dua titik
yang dihubungkan tegak lurus.
Sedangkan
dalam
pembentukan
pendapatnya,
subyek memberikan argumen
yang kurang tepat tanpa bisa
membuktikan kebenarannya.
Selain itu subyek memandang
sekilas bangun kubus yang
telah
digambar
lalu
memberikan
argumentasi
informal terkait apa yang
dilihat pada gambar. Dengan
menggunakan argumen yang
kurang tepat tersebut, subyek
menarik kesimpulan secara
analogis
dengan
benar
walaupun fakta pendukung
argumen kurang tepat
b. Subyek Visual-Spasial Sedang
(S1, S2, S3)
Subyek S1, S2, S3 tidak dapat
memberikan
penjelasan
berkaitan jarak antara bidang
sejajar dengan menggunakan
konsep dan teorema yang
sudah ada. Subyek melakukan
pembentukan
pengertian
tentang jarak bidang TQS dan
URW
pada
kubus
TUVW.PQRS merupakan jarak
titik diantara dua bidang yang
dihubungkan dengan garis
tegak lurus di kedua bidang.
Argumen yang diutarakan oleh
subyek semuanya berpedoman
pada keistimewaan kubus

karena mempunyai rusuk yang


sama panjang. Tetapi terlihat
satu subyek yaitu S1, ia dapat
menemukan segitiga kongruen
dengan memperhatikan bidang
PRVT yang mengakibatkan
PA=BV selanjutnya ia tidak
bisa membuktikan bahwa
PA=AB=BV. Selebihnya baik
subyek S1, S2 maupun S3
memberikan
alasan
dari
pemikirannya dengan tidak
mendasarkannya pada suatu
aturan. Berbekal argumen yang
tanpa konfirmasi kebenarannya
tersebut,
subyek
menyimpulkan bahwa jarak
bidang TQS dan URW adalah
1/3 PV.
c. Subyek Visual-Spasial Tinggi
(T1, T2, T3)
Subyek
T1,
T2,
T3
menggunakan analisa gambar,
perhitungan, perbandingan dan
konsep
kongruen
untuk
membuktikan jarak TQS dan
URW
pada
kubus
TUVW.PQRS adalah 1/3 PV.
Di awalnya, subyek berhasil
membentuk pengertian yaitu
jarak antara bidang sejajar akan
sama dengan jarak dua garis
sejajar yang berada di masingmasing bidang. Ketiga subyek
mengambil garis TL dan RK
sebagai garis yang sejajar.
Mereka berpendapat bahwa
perpotongan PV dengan bidang
TQS dan UR ada pada TL dan
RK karena berpedoman pada
letak garis yang sebidang.
Dengan memandang pada
bidang
PRVT,
subyek
menemukan pasangan segitiga
yang kongruen mengakibatkan
jarak P ke TL sama dengan RK

ke V. Subyek curiga bahwa


jarak TL ke RK juga akan sama
dengan jarak P ke TL dan RK
ke V. Oleh karena itu subyek
T1, T2, T3 melakukan
penyelidikan
lebih
lanjut
dengan
cara
menghitung
panjang P ke TL dengan
memanfaatkan luas segitiga.
Setelah
itu
dibandingkan
dengan panjang PV yang
didapat jarak P ke TL adalah
1/3 PV sehingga jarak RK ke V
juga 1/3 PV yang akibatnya
jarak TL ke RK adalah 1/3 PV
yang merupakan jarak bidang
TQS dan URW. Dari sini di
dapatkan bahwa subyek tidak
hanya
semata-mata
memandang pada gambar dan
menvisualisasikannya ke dalam
pikiran, tetapi ia juga berusaha
untuk menggabungkan dan
memanfaatkan informasi yang
telah ada seperti perbandingan,
kongruen, dan jarak.
Berdasarkan hasil penelitian ini
diketahui bahwa subyek kategori
visual-spasial rendah hanya mencapai
tahap 0 visualisasi dan tahap 1
analisis. Subyek visual-spasial sedang
mampu mencapai tahap 0 visualisai,
tahap 1 analisis dan tahap 2 deduksi
informal. Sedangkan subyek kategori
visual-spasial tinggi sudah mampu
mencapai tahap 0 visualisasi, tahap 1
analisis, tahap 2 deduksi informal dan
tahap 3 deduksi.
Subyek kategori visual-spasial
tinggi sudah sepantasnya mencapai
tahap berpikir tahap 3 deduksi. Hal ini
dikarenakan subyek kategori visualspasial tinggi mampu menerjemahkan
bentuk gambaran dalam pikirannya ke
dalam bentuk dua dimensi maupun

tiga dimensi. Selain itu juga mampu


dengan
mudah
dan
cepatnya
memahami konsep spasial. Kelebihan
dari subyek kategori visual-spasial
tinggi inilah yang menyebabkan
mereka dapat mencapai tahap 3
deduksi. Subyek kategori visualspasial tinggi menggunakan ide dan
memanfaatkan konsep-konsep lama
untuk menyelesaikan permasalahan
yang berkaitan dengan keruangan. Hal
ini juga sesuai dengan teori bahwa
anak-anak dengan kecerdasan visualspasial tinggi cenderung berpikir
visual. Mereka kaya akan khayalan
internal (internal imagery) sehingga
cenderung imajinatif dan kreatif.
Pencapaian tahap berpikir siswa
kategori visual-spasial tinggi telah
sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Mohler mengenai
karakteristik berpikir siswa kategori
visual-spasial yaitu dalam menghadapi
atau menyelesaikan masalah siswa
dengan visual-spasial tinggi sudah
mampu memandang permasalahan
dengan berbagai sudut pandang,
memberikan perhitungan yang teliti
dan ulet, bertipe mengomentari atau
memberikan pendapat dan percaya diri
yang kuat [5].
Sebaliknya, subyek kategori
visual-spasial rendah mempunyai
karakteristik sedikit menggunakan
narasi saat menjelaskan keterangan,
ragu-ragu dan kesulitan dalam
menguraikan
permasalahan
yang
sedang dihadapi. Karakteristik ini
terbukti pada hasil penelitian ini
bahwa siswa kategori visual-spasial
rendah hanya bisa mencapai tahap 0
visualisasi dan tahap 1 analisis.
Subyek kategori visual-spasial rendah
mengalami
kesulitan
dalam
menghadapi masalah yang berkaitan
tentang keruangan. Mereka mengalami

kesulitan dalam memandang dan


menvisualisasikan bentuk geometri
ruang di dalam pikiran. Subyek
kategori
visual-spasial
rendah
ditemukan selalu berorientasi dengan
gambar
yang
dibuatnya
dan
memberikan penjelasan sesuai dengan
apa yang lihat. Subyek visual-spasial
rendah belum bisa mencapai tahap 3
deduksi, karena mereka juga belum
bisa mencapai tahap 2 deduksi
informal. Hasil dari penelitian ini
sesuai dengan teori yang dijelaskan
oleh Van Hiele bahwa tahapan berpikir
dalam geometri itu berurutan yang
berarti bahwa untuk mencapai tahap
yang lebih tinggi, siswa perlu melalui
tahapan berpikir sebelumnya secara
urut [6]. Begitu juga dengan subyek
kategori visual-spasial sedang yang
menurut hasil analisis masih berada
pada tahap 2 Deduksi informal. Pada
tahap 3 Deduksi subyek kategori
visual-spasial sedang masih belum
dapat memahami atau berpikir secara
deduktif dengan memakai teorema,
konsep baik diluar ataupun di dalam
materi
dimensi
tiga
untuk
membuktikan
suatu
pernyataan.
Walaupun apabila perhatikan terdapat
salah satu subyek kategori visualspasial sedang yaitu subyek S1,
dimana subyek S1 menampakkan ciriciri atau tanda-tanda bahwa pemikiran
dari S1 mulai berkembang dan sudah
memulai untuk mampu menganalisis
dan menggunakan konsep terdahulu
namun tidak dilanjutkan. Sehingga
terdapat kemungkinan bahwa subyek
S1 dapat mencapai tahap yang lebih
tinggi yaitu tahap 3 Deduksi apabila
diberikan
bantuan
untuk
mengembangkan pemikirannya.
Ketercapaian berpikir pada
subyek
juga
dipengaruhi
oleh
pemahaman konsep geometri ruang.

Dalam penelitian ini subyek kategori


visual-spasial rendah menuturkan
bahwa mereka belum memahami
konsep yang berkaitan dengan
geometri
dimensi
tiga.
Dalam
berpikirnya siswa yang memiliki
kecerdasan visual-spasial rendah maka
siswa tersebut cenderung berpikir
lambat dan motoriknya cenderung
pasif sehingga akan mengalami
kesulitan belajar tentang keruangan.
Selain itu pencapaian berpikir pada
subyek kategori visual-spasial tinggi
juga didukung oleh pemahaman
konsep geometri yang baik. Dari
penelitian subyek kategori visualspasial tinggi sudah memahami konsep
kedudukan garis, jarak dan sudut pada
ruang dimensi tiga. Hal ini sesuai
dengan yang diungkapkan Habib yang
menyatakan bahwa siswa dengan
kecerdasan
visual-spasial
tinggi
memiliki pemahaman yang tinggi
terhadap sifat keruangan [7].
Pada penelitian ini ditemukan
bahwa tidak semua siswa kelas X
sudah mencapai tahap 3 deduksi
karena masih ditemukan siwa-siswa
yang berada pada tahap 0 visualisasi,
tahap 1 analisis dan tahap 2 deduksi
informal. Hasil penelitian ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh
Alex yang mengungkapkan bahwa
hanya terdapat sekitar 1% dari seluruh
siswa kelas 10 di Afrika Selatan yang
berada pada tahap 3 deduksi informal
selebihnya berada pada tahap 0
visualisasi, tahap 1 analisis dan tahap
2 deduksi informal [8].
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian
tentang tahap berpikir siswa kelas X
SMA N 1 Surakarta berdasarkan teori
van Hiele pada materi dimensi tiga

ditinjau dari kecerdasan visual-spasial


siswa dapat disimpulkan bahwa:
1. Deskripsi pencapaian berpikir
subyek
dengan
kategori
kecerdasan visual-spasial rendah
dalam belajar geometri adalah:
a. Ketiga subyek sudah mencapai
tahap 0 Visualisasi dengan
memberikan
pengertian,
pendapat
dan
kesimpulan
dalam menggambar kubus dan
mengidentifikasi
kedudukan
garis sejajar dan berpotongan,
b. Ketiga subyek sudah mencapai
tahap 1 Analisis dengan
memberikan
pengertian,
pendapat
dan
kesimpulan
secara logis menggunakan sifat
kubus dalam mengidentifikasi
garis bersilangan dan alasan
dari masing-masing kedudukan
garis
c. Ketiga subyek belum mencapai
tahap 2 Deduksi Informal yang
ditandai dengan subyek belum
mampu
memberikan
pengertian,
pendapat
dan
kesimpulan secara logis dalam
mengidentifikasi sudut yang
dibentuk oleh garis dan bidang
pada kubus
d. Ketiga subyek belum mencapai
tahap 3 Deduksi yang ditandai
dengan subyek belum mampu
memberikan
pengertian,
pendapat
dan
kesimpulan
secara formal berdasarkan
teorema
maupun
konsep
terdahulu dalam membuktikan
pernyataan jarak dua bidang
sejajar pada kubus
2. Deskripsi pencapaian berpikir
subyek
dengan
kategori
kecerdasan visual-spasial sedang
dalam belajar geometri adalah

a. Ketiga subyek sudah mencapai


tahap 0 Visualisasi dengan
memberikan
pengertian,
pendapat
dan
kesimpulan
dalam menggambar kubus dan
mengidentifikasi
kedudukan
garis sejajar dan berpotongan
b. Ketiga subyek sudah mencapai
tahap 1 Analisis dengan
memberikan
pengertian,
pendapat
dan
kesimpulan
secara logis menggunakan sifat
kubus dalam mengidentifikasi
garis bersilangan dan alasan
dari masing-masing kedudukan
garis
c. Ketiga subyek sudah mencapai
tahap 2 Deduksi Informal
dengan
memberikan
pengertian,
pendapat
dan
kesimpulan secara logis dalam
mengidentifikasi sudut yang
dibentuk oleh garis dan bidang
pada kubus
d. Ketiga subyek belum mencapai
tahap 3 Deduksi yang ditandai
dengan subyek belum mampu
memberikan
pengertian,
pendapat
dan
kesimpulan
secara formal berdasarkan
teorema
maupun
konsep
terdahulu dalam membuktikan
pernyataan jarak dua bidang
sejajar pada kubus
3. Deskripsi pencapaian berpikir
subyek
dengan
kategori
kecerdasan visual-spasial tinggi
dalam belajar geometri adalah
a. Ketiga subyek sudah mencapai
tahap 0 Visualisasi dengan
memberikan
pengertian,
pendapat
dan
kesimpulan
dalam menggambar kubus dan
mengidentifikasi
kedudukan
garis sejajar dan berpotongan

b. Ketiga subyek sudah mencapai


tahap 1 Analisis dengan
memberikan
pengertian,
pendapat
dan
kesimpulan
secara logis menggunakan sifat
kubus dalam mengidentifikasi
garis bersilangan dan alasan
dari masing-masing kedudukan
garis
c. Ketiga subyek sudah mencapai
tahap 2 Deduksi Informal
dengan
memberikan
pengertian,
pendapat
dan
kesimpulan secara logis dalam
mengidentifikasi sudut yang
dibentuk oleh garis dan bidang
pada kubus
d. Ketiga subyek sudah mencapai
tahap 3 Deduksi dengan
memberikan
pengertian,
pendapat
dan
kesimpulan
secara formal berdasarkan
konsep perbandingan dalam
membuktikan pernyataan jarak
dua bidang sejajar pada kubus.
Saran
Berdasarkan
kesimpulan
dan
implikasi dari penelitian ini, peneliti
memberikan saran sebagai berikut:
1. Bagi Guru
Guru matematika
diharapkan
memberikan pembelajaran materi
matematika khususnya materi
dimensi tiga dengan menyusun
penyampaian
materi
belajar
berdasarkan materi-materi dari
tahap 0 visualisasi sampai ke tahap
3 deduksi secara urut.
2. Bagi Siswa
Siswa dengan kecerdasan visualspasial tinggi diharapkan lebih
fokus dan mengasah kemampuan
berpikirnya
agar
dapat
mempersiapkan ke tahap berpikir

selanjutnya. Sedangkan siswa


dengan kecerdasan visual-spasial
sedang maupun rendah diharapkan
untuk berlatih dan belajar dengan
menggunakan alat peraga visual.
Selain itu berlatih menguraikan
permasalahan,
memperdalam
konsep dalam belajar geometri
khususnya dimensi tiga.
3. Peneliti Lanjut
Peneliti lanjut yang tertarik dengan
penelitian ini dapat melakukan
penelitian lebih lanjut mengenai
penerapan model pembelajaran
yang
dapat
meningkatkan
pencapaian tahap berpikir siswa
salah satunya adalah penerapan
fase pembelajaran Van Hiele yaitu
fase informasi, fase orientasi, fase
eksplisitasi, fase orientasi bebas
dan fase integrasi
DAFTAR PUSTAKA
[1] Malloy, Carol. 2002. Navigating
Through Geometry in Grade 68. The Van Hiele Framework.
NCTM.
[2] Sunardi. 2002. Hubungan Antara
Tingkat Penalaran dan Tingkat
Perkembangan
Konsep
Geometri Siswa. Jurnal Ilmu
Pendidikan. 1, 9 . Diperoleh 9
Maret
2015,
dari
http://journal.um.ac.id/index.ph
p/jip/article/viewArticle/468
[3] Armstrong, Thomas. 2013.
Kecerdasan Multipel di Dalam
Kelas Edisi Ketiga. Jakarta:
Permata Puri Media
[4] Syaodih S., Nana. 2009. Landasan
Psikologi Proses Pendidikan.
Bandung:
PT.
Remaja
Rosdakarya.
[5] Mohler, J. L. 2008. Examining the
Spatial Ability Phenomenon

from the Students Perspective.


Engineering Design Graphics
Journal 72 (3),1-15. Diperoleh
2 Agustus 2015, 13:53 dari
http://polytechnic.purdue.edu/fi
le/jlmohler .
[6] Crowley, Mary L. 1987. The Van
Hiele
Model
of
the
Development
of
GeometricThought. Learning
and Teaching Geometry, K12,
yearbook of the National
Council of Teachers og
Mathematics,1-16. Diperoleh 9
Maret 2015, 23:05 dari
http://cns-eoc.colostate.edu.
[7] Habib, Atmojo.T., Sujadi. I., 2014.
Eksperimentasi
Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe
Jigsaw dengan Pendekatan
CTL Terhadap Prestasi belajar
dan Aspek Afektif Siswa pada
Materi Bangun Ruang sisi
Datar
Ditinjau
dari
Kemampuan Spasial. JMEE,
IV, 2. Diperoleh 5 Juli 2015,
20:47
dari
http://jurnal.fkip.uns.ac.id .
[8] Alex, J. K., Mammen, K. J. 2014.
An Assesment of the Readiness
of Grade 10 Learners for
Geometry in the Context of
Curriculum and Assessment
Policy Statement (CAPS)
Expectation.
International
Journal
Education
and
Science, 7 (1),29-39. Diperoleh
2 Agustus 2015, 13:53 dari
http://researchgate.net

Anda mungkin juga menyukai