PENDAHULUAN
Fraktur merupakan suatu keadaan disintegritas tulang yang sebagian
besar disebabkan oleh insiden kecelakaan, namun faktor lain seperti proses
degeneratif juga dapat berpengaruh terhadap kejadian fraktur. Fraktur lebih sering
terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan umur <45 tahun dan sering
berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau disebabkan oleh kendaraan
bermotor. Pada orang tua, perempuan lebih sering mengalami fraktur daripada
laki-laki, berkaitan dengan peningkatan insiden osteoporosis yang disebabkan
oleh perubahan hormon saat menopause.
Penyembuhan fraktur dalam era ini harusnya tanpa masalah dan tanpa
adanya penurunan fungsi permanen, mengingat pengobatan-pengobatan dan
teknik-teknik operasi yang modern. Namun, bagaimanapun juga fraktur
berhubungan dengan sejumlah komplikasi. Komplikasi umum fraktur dapat
berupa tetanus, Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS), emboli lemak,
DIC, crush syndrome, gas ganggren.
Risiko komplikasi bervariasi tergantung dari jenis fraktur, tempat fraktur,
kompleksitas, kualitas penanganan, faktor risiko spesifik pasien (umur,
komorbiditas) dan aktivitas setelah fraktur (pergerakan, immobilitas). Pengobatan
dan teknis operasi modern. Menurut penelitian Institut Kedokteran Garvan tahun
2000 di Australia, setiap tahun diperkirakan 20.000 wanita meninggal karena
komplikasi fraktur, terutama komplikasi dari fraktur tulang panggul.
BAB II
PEMBAHASAN
KOMPLIKASI UMUM TRAUMA
A. Tetanus
1. Definisi
menghalangi
neuromuscular
transmission
dengan
cara
1. Toksin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dari melalui sumbu silindrik
dibawa kekornu anterior susunan syaraf pusat
2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah
arteri kemudian masuk kedalam susunan syaraf pusat.
3. Gejala klinis
Tetanus ditandai oleh kontraksi tonik kemudianklonik, terutama pda
bagian otot rahang dan muka (trismus dan risus sardonicus), otot dekat
luka itu sendiri, dan kemudian pada leher dan badan. Pada akhirnya
diafragma dan otot intercostalis dapat kejang dan pasien meninggal karena
asfiksia.
Karekteristik dari tetanus
Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5 7
hari.
Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekwensinya
Setelah 2 minggu kejang mulai hilang.
Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang dari
leher. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus, lockjaw)
karena spasme otot masetter.
Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk ( opistotonus , nuchal rigidity )
Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik
keatas, sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat .
Gambaran Umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus,
tungkai dengan
Eksistensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya kesadaran tetap baik.
Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan
sianosis, retensi urin, bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis
4. Pencegahan
Imunisasi aktif pada seluruh masyarakat dengan TT. Pada pasien yang
sudah diimunisasi, dosis booster toksoid diberikan betapapun ringannya
luka. Pada pasien yang belum diimunisasi, pembersihan luka yang cepat
dan menyeluruh disertai antibiotik mungkin memadai, tetapi jika luka
terkontaminasi, dan terutama jika operasi ditunda.
5. Penatalaksanaan
Tujuan
terapi
ini
berupa
mengeliminasi
kuman
tetani,
dan
membersihkan
luka
sebaik-baiknya,
berupa:
2. Patofisiologi
Emboli lemak lebih sering menyerang kapiler dan pembuluh darah vena,
sehingga paru merupakan organ yang paling sering dipengaruhi. Namun,
globuli lemak dapat mencapai sirkulasi sistemik dan juga berfek pada
jantung, otak, kulit, dan retina. Manifestasi emboli lemak sangat bervariasi
sehingga patofisiologi yang tepat masih merupakan kontroversi. Sampai
saat ini belum dapat dimengerti bagaimana beberapa pasien dapat
mengalami emboli lemak sedangkan yang lain tidak. Gejalanya bisa terjadi
dalam 12 jam sampai 72 jam, namun dapat terjadi pada hari ke-6 sampai
ke-10. Tiga teori mayor sebab terjadinya emboli lemak adalah:
a.
Mechanical theory
Jika emboli lemak cukup besar untuk menyumbat 80% pulmonary
capillary meshwork,gagal jantung kanan akut dapat terjadi. Globuli
lemak pada paru meningkatkan tekanan perfusi, pembuluh darah paru
menjadi lebih bengkak dan paru menjadi kaku, sehingga jantung kanan
b.
Efek
Hiperkalemia
dan
kardiotoksik,
disebabkan
karena
Hiperfosfatemia,
memperburuk
hipokalsemia
dan
Mioglobin
Creatin Kinase
Tromboplastin
Disseminated intravacular coagulation
Sebanyak 4%-33% pasien dengan rhabdomyolysis akan berujung
pada ARF/ Acute Renal Failure dengan tingkat kematian terkait dari 3%
sampai 50%. Ada tiga mekanisme utama rhabdomyolysis dapat
menyebabkan gagal ginjal : menurunkan perfusi ginjal, pembentukan
kristal dengan obstruksi tubular, dan efek langsung dari toksik mioglobin
pada tubulus ginjal.
10
3. Gejala
klinis
Beberapa
berikut
mungkin menjadi
intravaskular
ke
membran
sel
terakumulasi
dan
dalam
kapiler
menyebabkan
jaringan
terluka.
cairan
Hal
ini
11
4. Penatalaksanaan
12
2. Patofisiologi
3. Gejala klinis
Biasanya tanda dan gejala mikrovaskular trombosis terjadi setelah periode
kehilangan darah berat, transfusi, dan kadang sepsis, berupa pucat,
bingung, disfungsi neurologis, kelainan kulit, oliguri dan gagal ginjal.
Abnormalitas hemostasis menyebabkan perdarahan hebat saat operasi,
perdarahan pada luka, perdarahan GIT, dan hematuria. Diagnosis
ditegakkan dengan adanya penurunan Hb, pemanjangan PT dan APTT,
trombositopeni,
hipofibrinogen,
dan
peningkatan
level
degredasi
fibrinogen.
4. Penatalaksanaan
a. Langkah awal adalah mengobati penyakit penyebabnya
b. Strategi pengobatan tambahan
c. Therapi antikoagulan
Pemberian heparin
d. Konsul hematoligis
F. Gas Gangren
1. Definisi
Gas gangren adalah infeksi jaringan subkutan dan otot yang disebabkan
toksin yang dihasilkan oleh spesies Clostridium terutama Clostridium
perfringens (C. Welchii).
2. Patofisiologi
Infeksi gas gangren terjadi karena masuknya spora Clostridium
kedalam luka.
Luka
ke
14
penatalaksanaan
gas
gangren
diperlukan
diagnosis
dan
Pemberian antibiotik
Tindakan debrideman
Trauma sel langsung (dari multiple injury) atau iskemia sel (dari
syok hipovolemik atau hipoksia berkepanjangan) memicu respon inflamasi
yang
secara
umum
berpotensi
membantu
memulainya
proses
kekebalan
tubuh
semua
mulai
gagal.
Pasien
menjadi
BAB III
KESIMPULAN
1. Komplikasi umum fraktur terdiri dari tetanus, ARDS, emboli lemak, crush
syndrome, DIC, gas gangren, dan kegagalan multisistem organ.
2. Monitoring umum untuk komplikasi umum fraktur meliputi vital sign dan
gejala 5 P: pain, pallor, parasthesias, pain with passive movement, dan
pulselessness.
3. Penanganan komplikasi umum fraktur yang tidak adekuat dapat menyebabkan
kematian.
16
DAFTAR PUSTAKA
Apley, A. G. dan Solomon, Louis. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem
Apley. Jakarta: Widya Medika.
Emmy, Hermiyanti. 2015. Basic and Advances in The Management of Acute
Respiratory Syndrome (ARDS). Bandung: FK UNPAD
George J, George R, Dixit R, Gupta RC, Gupta N. 2013. Fat Embolism Syndrome.
Lung India. Vol. 30:47-53.
Gupta A, Reilly CS. 2007. Fat Embolism. Continuing Education in Anasthesia,
Critical Care, and Pain. Vol 7. No 5. Pp 148-151.
Ho H. 2015. Gas gangrene. Diakses dari http://emedicine.medscape.com
Kiking, Ritarwan. 2015. Tetanus. Medan: FK USU
Revis
DR.
2015.
Clostridial
Gas
Gangrene.
Diakses
dari
http://emedicine.medscape.com
Sande M A. 1998. Gas gangrene. In: Internal Medicine. Ed. Stein JH et al.5 th
edition. Mosby Inc, Missouri
Shaikh N. 2009. Emergency Management of Fat Embolism Syndrome. J Emerg
Trauma Shock. Vol. 2(1):29-33.
Sonavane A. 2008. Gas gangrene at tertiary care centre. Bombay hospital
journals. Vol. 50:10-13
17
18