Anda di halaman 1dari 24

PENDAHULUAN

Kata vitiligo pertama kali digunakan oleh Celsus di buku kedokteran klasik
berbahasa Latin De re medicina pada abad pertama sesudah Masehi. Beberapa ahli
mengatakan berasal dari kata vituli yang berarti: daging anak sapi yang putih berkilauan.
Ahli lainnya berpendapat bahwa vitiligo berasal dari kata Latin vitelius yang berarti anak
sapi (calf) karena ada bagian putih pada bulu anak sapi. Lexicon of the Latin Language karya
Facciolati dan Forcellini yang dipublikasi di Boston tahun 1841 menyatakan: Vitiligo
(vitium) a kind of leprosy or cutaneous eruption consisting of spots, sometimes black,
sometimes white, called morphea, alphus, melas, leuce;also in general a cutaneous eruption
according to Celsus and Pliny (2nd century A.D.) Vitiligo berasal dari kata vituli, vitelius,
atau vitium. Di pertengahan abad ke-16, Hieronymous Mercurialis berpendapat bahwa istilah
vitiligo berasal dari bahasa Latin vitium atau vitellum yang berarti cacat.

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
- Nama
- Usia
- Jenis kelamin
- Alamat
-

Pekerjaan
Status
Agama
No. RM

: An. R
: 5 tahun
: Perempuan
: Kp. Rawa Buluh RT. 05 RW. 08, Desa Cibaregbeg,
Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur
:: Belum Menikah
: Islam
: 66 81 XX

B. ANAMNESIS
Alloanamnesis dan autoanamnesis dilakukan pada Selasa, 10 Februari 2016, pukul
09.30 WIB.
KELUHAN UTAMA
Bercak-bercak putih di daerah tangan kiri, lengan kiri bagian atas, dan leher kiri.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Os datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Cianjur dengan keluhan bercakbercak putih di daerah tangan kiri, lengan kiri bagian atas, dan leher kiri sudah diderita
sekitar 1,5 tahun. Bercak terlihat lebih putih dibandingkan dengan kulit disekitarnya, tidak
kemerahan, batasnya jelas, permukaan tidak tampak menimbul. Ibu os menyangkal
terdapat sisik atau kulit tipis di bercak tersebut. Os tidak merasakan apa-apa pada bercakbercak yang muncul tersebut, tidak gatal, tidak sakit, tidak perih. Rasa baal pada bercak
disangkal oleh os. Ibu os mengatakan os sedang tidak menderita penyakit yang lain. Ibu os
menyangkal adanya uban pada rambut os. Riwayat terkena bahan iritan disangkal, dan
riwayat pernah mengalami luka-luka sebelumnya disangkal.
Ibu os mengatakan, awalnya bercak tersebut muncul di daerah tangan, hanya
berupa bintik kecil <0.5cm, dan tidak dihiraukan. Kemudian muncul kembali bintik yang
lain, dan semakin hari semakin meluas, dan muncul di daerah lengan atas dan leher.
Mengetahui kondisi tersebut ibu os baru membawa os pergi ke dokter. Sekarang os rutin
berobat ke poli setiap bulannya.
2

Setelah menjalani pengobatan 1 tahun ibu os melihat adanya perbaikan pada kulit
anaknya tersebut. Daerah bercak tidak meluas, dan sebagian ada yang sudah berubah
kembali menjadi warna kulit semula.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


- Os tidak pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya.
- Os tidak memiliki riwayat penyakit tiroid.
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
- Menurut ibu os, nenek dari dirinya mengalami hal yang sama dengan anaknya.
- Di keluarga yang tinggal serumah dengan os tidak ada yang mengalami keluhan
yang sama.

RIWAYAT PENGOBATAN
Os tidak pernah dibawa berobat kemanapun sebelum pada akhirnya dibawa berobat ke
dokter.
RIWAYAT ALERGI
Os tidak memiliki riwayat alergi makanan, obat-obatan, debu, maupun udara.
RIWAYAT PSIKOSOSIAL
- Lingkungan sekitarnya tidak ada yang memiliki keluhan yang serupa dengan
-

pasien.
Keseharian os lebih banyak dihabiskan di rumah, dan dilingkungan sekitar rumah,

bermain bersama anak seusianya.


Dalam sehari os mandi 2 kali, menggunakan sabun, dan setiap kali selesai mandi

menggunakan baju bersih.


Sehari-hari os tidak memelihara binatang atau pun berkontak dengan binatang.

C. PEMERIKSAAN FISIK
- Keadaan Umum
: Baik
- Kesadaran
: Composmentis
- Tanda Vital
TD
: - mmHg
Nadi
: 88 kali/menit (reguler)
Respirasi
: 22 kali/menit (reguler)
Suhu
: 36,80C
D. STATUS GENERALIS
3

Kepala
Mata

Hidung
Mulut
Telinga
Leher
Toraks

: Normocephal, rambut hitam, tidak beruban, tidak rontok.


: Sklera ikterik -/-, konjungtiva anemis -/-, pupil bulat isokor diameter
3 mm, refleks cahaya +/+
: Deviasi septum (-), sekret (-)
: Mukosa bibir tidak kering
: Normotia, sekret (-)
: Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)

Paru

Inspeksi

: bentuk dada normochest, pergerakan dinding dada simetris

Palpasi

: vokal fremitus paru kanan dan kiri simetris

Perkusi

: sonor dikedua lapang paru

Auskultasi

: Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Inspeksi

: Iktus cordis tidak terlihat

Palpasi

: Iktus cordis tidak teraba

Perkusi

: Batas jantung dalam batas normal

Auskultasi

: BJ I dan II reguler normal, murmur (-), gallop (-)

Jantung

Abdomen
Inspeksi : Tampak abdomen cembung
Auskultasi: bising usus normal
Perkusi : timpani di seluruh regio abdomen
Palpasi : nyeri tekan epigastrium (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)
Ekstremitas
Superior : Akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-), sianosis (-)
Inferior : Akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-), sianosis (-)

E. STATUS DERMATOLOGIKUS
Distribusi

Unilateral.

Area/Regio

Palmar sinistra, antebrachi sinistra, cervicalis sinistra.

Lesi

Lesi multipel, bentuk tidak teratur, sirkumskrip, lesi tidak timbul.

Efloresensi

Primer : Makula depigmentasi.

F. FOTO PASIEN

G.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan.
H. RESUME
An. R, perempuan, 5 tahun, datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSUD Cianjur
dengan keluhan terdapat bercak-bercak putih di daerah tangan kiri, lengan kiri bagian
5

atas, dan leher kiri sudah diderita sekitar 1,5 tahun. Tidak dirasakan apapun pada bercak.
Awalnya bercak tersebut muncul di daerah tangan, hanya berupa bintik kecil <0.5cm,
kemudian muncul bintik yang lain, dan semakin meluas, dan muncul di daerah lengan
atas dan leher. Sekarang os rutin berobat ke poli setiap bulannya. Setelah menjalani
pengobatan 1 tahun, terdapat perbaikan, daerah bercak tidak meluas, dan sebagian ada
yang sudah berubah kembali menjadi warna kulit semula.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan status dermatologikus yaitu distribusi lesi
unilateral, di area/region palmar sinistra, antebrachi sinistra, cervicalis sinistra, lesi
multipel, bentuk tidak teratur, sirkumskrip, lesi tidak timbul, dengan efloresensi primer
macula depigmentasi.

I. DIAGNOSA BANDING
- Vitiligo
- Pitiriasis Versicolor
- Morbus Hansen
J. DIAGNOSA KERJA
Vitiligo
K. USULAN PEMERIKSAAN
Pemeriksaan dengan lampu wood.
L. PENATALAKSANAAN
Non-Medikamentosa
- Menerangkan kepada pasien mengenai penyakit yang diderita pasien.
- Menyarankan kepada pasien untuk menggunakan tabir surya jika pergi keluar
-

rumah saat siang hari.


Memberikan informasi kepada pasien dan orang tua pasien untuk bersabar karena
pengobatan yang cukup lama.

Medikamentosa
Topikal: Clobetasol propionate ointment 0.05% (super poten) 2x sehari. Selama 12 bulan lalu tappering-off dan mengganti terapi dengan Hydrocortisone butyrate cream,
0,1%.

M. PROGNOSIS
- Quo Ad Vitam
- Qou Ad Functionam
- Quo Ad Sanactionam

: Ad bonam
: Ad bonam
: Dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Vitiligo adalah penyakit akibat proses depigmentasi kulit, disebabkan faktor genetic
dan non genetic yang berinteraksi dengan kehilangan atau ketahanan fungsi melanosit dan
pada kenyataannya merupakan periatiwa autoimun. Keterangan lainnya mencangkup kejadian
kerusakan adesi melanosit, neurogenic, biokimiawi, autotoksisitas. Terkadang mulai setelah
lahir, walaupun dapat pula muncul pada masa anak-anak, awitan rata-rata berusia 20 tahun.
Penyebaran lesi tersering nonsegmental atau generalisata sedangkan jenis lainnya yang tidak
banyakadalah segmental, lesi depigmentasi menyebar asimetris, yaitu hanya pada satu sisi.
Aspek penting pada vitiligo adalah efek psikologis, terutama bila terlihat oleh orang lain.
Pasien sering mengalami efek social dan emosional, misalnya percaya diri yang kurang,
kecemasan social, depresi, stigmatisasi, dan yang paling luar biasa adalah penolakan
lingkungan. Dampak ini sedikit dijumpai pada pasien kulit putih, karena kulit normalnya tidak
berbeda mencolok dengan warna vitiligo.

EPIDEMIOLOGI
Prervalensi vitiligo diperkirakan kurang dari 1%, walaupun data ini dapat
berubah0ubah menurut populasi yang dinilai. Sebenarnya vitiligo dapat menyerang semua
bangsa, namun pada ras kulit gelap hal ini menjadi lebih diperhatikan. Vitilgo tidak mengenal
gender, namun pada umumnya pasien perempuan lebih banyak mengunjungi dokter daripada
laki-laki. Kejadian ini dapat terjadi pada semua umur. Kajian di Belanda 25% muncul
sebelum usia 10 tahun, 50% sebelum usia 20 tahun, dan 95% sebelum usia 40 tahun. Vitiligo
dengan riwayat keluarga berkisar 6.25%%-38% kasus, namun pola genetiknya masih
merupakan silang pendapat.

ETIOPATOGENESIS
Genetik pada Vitiligo
Hampir seluruh studi genetika terfokus pada vitiligo generalisata, telah diidentifikasi
sedikitnya 10 lokus berbeda. Tujuh dari sepuluh yang dijumpai terkait dengan penyakit
autoimun lainnya (antara lain: HLA kelas I dan II, PTPN22, LPP, NALP1, TYR yang
mengkode terosinasi yang merupakan enzim penting dalam sintesis melanin). Pada tipe
segmental diduga adanya mutasi gen mosaic de novo bersifat sporadic.

Hipotesis Autoimun
Ditemukannya aktivitas imunitas humoral berupa antibody anti melanosit yang
mampu membunuh melanosit secara in vitro maupun in vivo. Sekarang aktivitas humoral ini
lebih diduga sebagai respon sekunder terhadap melanosit yang rusak dibandingkan dengan
respon primer penyebab vitiligo generalisata. Pada tepi lesi vitiligo generalisata detemukan
adaya sel T sitotoksik yang mengekspresikan profil sitokin tipe 1.

Hipotesis Neural
Hipotesis ini menunjukkan adanya mediator neurokimia yang bersifat sitotoksik
terhadap sel pigmen dan dikeluarkan oleh ujung saraf didekatnya. Teori ini didukung oleh
kenyataan:
1. Vitiligo lokalisata yang terbatas secara segmental tidak dermatomal
melainkan menyerang beberapa dermatom.
2. Vitiligo segmental tidak berefek dengan

obat-obat

vitiligo

konvensiaonaltetapi membaik terhadap obat-obat yang memodulasi fungsi


saraf.

3. Terjadinya vitiligo dilaporkan sete;ah mengalami tekanan social berat atau


setelah mengalami kejadian neurological, misalnya ensefalitis, multiple
sclerosis, dan jejas saraf perifer.

Hipotesis Biokimia
Kerusakan mitokondria memengaruhi terbentuknya melanocyte growth factors dan
sitokin perugalsi ketahanan melanosit. Kadar antioksidanbiologik pada vitiligo: katalasi dan
glutation peroksidase berkurang, disebabkan kadar H2O2 epidermis yang meningkat. Bukti
histopatologis menunjukkan adanya kerusakan yang diperantarai stress oxidative berupa
degenerasi vakuol.
Beberapa

penulis

menekankan

adanya

sensitivitas

melanosit

terhadap

agenperoksidatif, walaupun melemahnya sifat scavenging radikal bebas pada masa biosintesis
melanin belum jelas, namun ada dua teori yang paling menjanjikan adalah: akumulasi H2O2
di epidermis dan ekspresi abnormal tyrosin related protein (TRP-1).

GAMBARAN KLINIS
Vitiligo non-segmental atau generalisata sering juga disebut dengan vitiligo vulgaris, adalah
depigmrntasi kronis, yang dapat ditandai dengan macula putih susu homogeny berbatas tegas.
Berdasarkan penyebaran dan jumlahnya vitiligo dibagi atas generalisata dan lokalisata (fokal,
segmental, dan mucosal) yang mungkin tidak disadari pasien. Jenis generalisata merupakan
jenis yang paling sering dijumpai, distribusi lesi simetris dan ukuran bertambah luas seiring
waktu. Lesi dapat muncul dimana saja, tetapi umumnya di daerah peregangan dan tekanan,
misalnya: lutut, siku, punggung tangan dan jari-jari. Vitiligo segmental adalah varian yang
terbatas pada satu sisi segmen, dan jenis ini jarang dijumpai. Kebanyakan pasien memiliki
gambaran segmental berupa lesi tunggal yang khas, namun ada juga yang menempati dua atau

10

lebih segmen pada satu sisi, berlawanan atau mengikuti distribusi dermatomal (garis
Blaschko). Daerah yang paling sering terkena adalah wajah, aksila, umbilicus, putting susu,
sacrum dan inguinal.
Vitiligo simetris sering dijumpai bila menyerang jari-jari, pergelangan tangan, aksila,
lipatan-lipatan lain dan daerah sekitar orifisium, misalnya: mulut, hidung dan genitalia. Pada
saat pigmen rusak tampak gambaran trikrom berupa daerah sentral yang putih dikelilingi area
yang pucat. Sangat jarang sekali lesi vitiligo disertai peradangan pada sisi lesi yang sedang
berkembang dan disebut dengan vitiligo inflamatorik.
Vitiligo dapat menyerang folikel rambut, dengan demikian dapat ditemui rambutrambut menjadi putik. Pada pasien berkulit gelap, depigmentasi dapat dilihat pula pada
mukosa, misalnya mulut. Perjalanan penyakit tidak dapat diperkirakan, tetapi sering progresif,
setelah menahun dalam keadaan stabil un dapat mengalami eksaserbasi. Progresifitas sangat
cepat mengakibatkan depigmentasi sempurna dalam 6-12 bulan. Sedangkan repigmentasi
spontan pernah dijumpai pada 6-44% pasien. Bahkan walaupun sangat jarang, pasien yang
telah mengalami depigmentasi sempurna dapat secara spontan warna kulitnya kembali seperti
sedia kala. Penyembuhan atau repigmentasi spontan dapat terlihat dengan munculnya
beberapa macula pigmentasi perifolikuler atau berasal dari pinggir lesi. Keadaan ini
menunjukkan bahwa folikel rambut merupakan sumber melanosit. Repigmentasi juga sebagai
tanda bahwa lesi responsive terhadap terapi.
Terdapat beberapa klasifikasi yang tercatat dalam literature, pembagian terbanyak
berdasarkan distribusi dan lokasi, seperti klasifikasi merurut Ortonne tahun 1983. Trikrom
vitiligo ditetapkan oleh Fitzpatrick tahun 1964, lesi memiliki daerah intermediate
hypochromia, berlokasi di daerah antara lesi akromia dan daerah kulit berwarna normal.
Keadaan ini sering dihubungkan dengan perluasan lesi.

11

Klasifikasi Vitiligo menurut Ortonne, 1983.


No.
1.

Vitiligo Lokalisata
Vitiligo Generalisata
Vitiligo Universalis
Fokalis: hanya satu atau Akrofasial:
distal Depigmentasi >80%.
lebih macula dalam satu ekstremitas dan wajah
area

2.

tetapi

tidak

jelas

segmental

atau

zosteriformis.
Segmentalis: satu

atau Vulgaris: macula tersebar

lebih macula dengan pola pada


quasidermatomal.
3.

dengan

seluruh

tubuh
distribusi

asimetris.
Mukosa: hanya mengenai Mixed akrofasial dan/atau
daerah mukosa.

vulgaris, dan/segmentalis

SKOR VITILIGO
Skor Vitiligo disease activity (VIDA) digunakan untuk mengetahui derajat keparahan vitiligo
dan keperluan terapi. Cara memberi skor VIDA adalah sebagai berikut:
SKOR VIDA
+4
+3
+2
+1
0

AKTIVITAS PENYAKIT
Aktif 6 minggu yang lalu
Aktif 3 bulan yang lalu
Aktif 6 bulan yang lalu
Aktif di tahun yang lalu
Tetap, stabil, atau tidak berubah sekurangnya satu

tahun
-1
Repigmentasi (terbentuk pigmen) secara spontan
Yang dimaksud aktif: penampakan lesi baru atau meluasnya lesi yang sudah ada.

Skor lain yang juga dapat dipakai adalah Vitiligo European Task Force (VETF) dan
Vitiligo Area Scoring Index (VASI). VASI merupakan skor objektif kuantitatif. VASI dan
VETF menawarkan pengukuran yang lebih akurat dibandingkan fotografi klinis (bahkan jika
12

dikombinasikan dengan computerized morphometry) sebaiknya dipakai pada riset. Penilaian


VETF menambahkan dua parameter, yaitu: severity (staging) dan progression (spreading).

DIAGNOSIS BANDING
Pitiriasis versikolor, piebaldisme, hipomelanosis gutata, pitiriasis alba, Von
Wanderburg Syndrome, nevus depigmrntosus, nevus anemikus, tuberous sklerosus,
inkontinensia pigmenti, hipopigmentasi pasca inflamasi, lekoderma pasca infeksi, lekoderma
terinduksi kimia, fisikal, medikamentosa dan scleroderma, serta morfea.
Tiga penyakit yang dapat mengalami kesalahan diagnosis dan dianggal vitiligo adalah
pitiriasis versikolor, piabaldism,dan hipomelanosis gutata. Pitiriasis versikolor adalah
penyakit jamur superfisial yang mengalami kehilangan pigmen pada individu berkulit gelap.
Penyakit ini menyerang bagian atas batang tubh dan dada, berupa macula putih dengan
skuama halus diatasnya. Piebaldisme kelainan pigmen autosomal dominan, yang terlihat
sering pada saat lahir. Daerah yang terkena mengalami ketiadaan pigmen, biasanya berlokasi
di daerah garis tengah tubuh termasuk forelock yang dapat dilihat pada rambut.
Hipomelanosis gutata ideopatik tampil dengan bentuk macula hipopigmentasi multiple di
daerah batang tubuh dan daerah terpajan matahari. Bila vitiligo terdapat di daerah genital sulit
dibedakan denga liken-sklerosus.

ASPEK PSIKOLOGIK
Berbagai uji menunjukkan bahwa vitiligo mempunyai masalah psikologik yang jelas.
Gangguan yang muncul dapat berupa malu, gundah frustasi, depresi, sehingga menimbulkan
rasa kurang percaya diri, ketidaknyamanan kehidupan social, seksual, pekerjaan dan
menjalankan hobi. Gender perempuan, individu dengan kulit tipe IV sampai VI, pengobatan
yang mengecewakan jelas menurunkan kepercayaan diri secara bermakna.

13

Sebagian besar pasien yakin bahwa ini hanya gangguan kosmetik dan mereka
menyatakan harus belajar hidup dengan vitiligo. Petugas kesehatan yang tidak memberikan
dukungan emosional ataupun simpati akan berdampak pada kehidupan pasien yang merasa
tidak diperhatikan oleh dokter.

KELAINAN TERKAIT
Meningkatnya pembuktian vitiligo berkaitan sengan gangguan autoimun. Pada
kelainan tiroid, misalnya hipotiroid, hipertiroid, atau pun tiroiditis.
Keterlibatan meningeal, pendengaran dan penglihatan disebabkan keberadaan pigmen
pada leptomeningeal, uvea, retina, dan striae vaskularis bagian dalam telinga dikenal sebagai
sindrom Vogft Koyanagi Harada. Sindrom Alezzandrini, biasanya dialami oleh orang muda,
terjadi leptoretinal degeneration unilateral diikuti dengan ipsilateral vitiligo dan poliosis pada
wajah kadang-kadang diikuti ketulian. Gangguan pada telinga dapat berupa perubahan
minimal audiometric dan hipoaskusis baik unilateral maupun bilateral.
Gangguan kulit lainnya yang mungkin dijumpai adalah: psoriasis vulgaris,
scleroderma, lupus eritematosus, alopesia areata, dan M Durhing serta melanoma. Masih
merupakan silang pendapat apakah melanoma berhubungan dengan leukoderma. Dalam suatu
penelitian ditemukan prevalensi melanoma meningkat 7-10 kali pengidap vitiligo. Bahkan
pada penelitian lainnya prevalensi melanoma dijumpai adanya peningkatan 180 kali pada
kelompok vitiligo.

DIAGNOSIS
Vitiligo mudah dikenali, sehingga diagnosis ditegakkan cukup secara klinis. Bila
gambaran klinis tidak khas dibutuhkan rujukan pendapat ahli. Mengingat hubungan dengan
tiroid mempunyai prevalensi yang sangat tinggi, maka diperlukan pemeriksaan kadar tiroid.

14

Lampu Wood dapat membantu lebih jelas luas hipopigmentasi ataupun repigmentasi
dibandingkan dengan mata biasa. Cara ini dapat dipakai untuk menilai vitiligo dalam
penelitian. Dalam mengevaluasi perkembangan hasil pengobatan atau keparahan klinis dapat
dibantu dengan fotografi.

FAKTOR PENCETUS
Faktor Endogen
Faktor-faktor endogen:
1. Faktor genetic, sebanyak 18-36% pasien mempunyai pola familial.
2. Tekanan emosional berat: kehilangan orang yang dicintai, kehilangan
pekerjaan, perceraian, masalah sekolah, pemindahan sekolah atau kota.
3. Penyakit-penyakit internal seperti gangguan autoimun, misalnya: tiroid,
anemia pernisiosa, diabetes mellitus, lebih banyak dialami oleh popilasi
vitiligo dibandingkan dengan populasi umum.
4. Penyakit-penyakit kulit, sebanyak 14% kasus vitiligo dimulai dari suati halo
nevus.
Faktor Eksogen
Sebanyak 40% pasien vitiligo diawali dengan trauma fisik yang dialami, misalnya:
garukan, pembengkakkan, benturan, laserasi, dan luka bakar. Mekanisme Kobner mendasari
peristiwa ini. Obat-obatan, misalnya betaadrenergik blocking agent dan 19% berkaitan
dengan zat-zat melanotoksik, seperti devolopers, ruber, kuinon, dan agen pemutih.

HISTOPATOLOGI
Tanda spesifik adalah kehilangan melanin dan melanosit, dalam pemeriksaan
histopatologi yang diwarnai dengan Fontana Masson atau DOPA. Dengan menggunakan
mikroskop electron terlihat pada bagian pinggir macula hipopigmentasi, melanosit dengan inti
piknotik dan sitoplasma bervakuol. Kelainan juga dijumpai pada keratinosit yang berubah.
15

Kelainan ditemui terutama pada kulit yang tampaknormal, yang berdekatan dengan lesi dan
jarang di daerah lesi. Perubahan degenerative juga dijumpai pada kelenjar keringat, dan nerve
ending saraf perifer, dilatasi endoplasmic reticulum.

TATALAKSANA
Psoralen dan UVA (PUVA)
Merupakan pengobatan kombinasi psoralen sebagai photosensitizer kimiawi dengan
ultraviolet A (UVA). Pengobatan gabungan ini bertujuan untuk meningkatkan efek terapi dari
keduanya dibandingkan bila dipakai masing-masing. Psoralen adalah furokumarin yaitu obat
bersifat fotodinamik yang berkemampuan menyerap energi radiasi. PUVA masih merupakan
obat yang dipercaya efektivitasnya untuk vitiligo generalisata. Psoralen yang sering dipakai
adalah metoksalen (8-metoksipsoralen), derivat lainnya bergapten (5 metoksi psoralen),
trioksalen (4,5,8 trimetilpsoralen) dan psoralen tak bersubstitusi. Radiasi ultraviolet yang
dipakai adalah 320-400nm, untuk mencegah efek fototoksik pengobatan dilakukan 2-3 kali
seminggu.
Mekanisme kerja PUVA untuk menstabilkan dan repigmentasi belum jelas, namun
beberapa uji memperkirakan adanya beragam mekanisme rumit. Setelah pajanan UVA di
kulit, terjadi ikatan kovalen antara psoralen dengan satu atau dua strand DNA dan
menghambat sintesis DNA, membentuk mono dan bifunctional photoadduct dengan ikatan
silang interstrand antara lawan pasangan basa timidin. Dengan mikroskop cahaya dan uji
mikroskopik ultra, terlihat PUVA memicu hipertrofik, ploriferasi, adanya aktivitas enzimatik
melanosit pada bagian pinggir lesi depigmentasi. Repigmentasi merupakan hasil migrasi
pigmen dari tempat terpicunya melanosit ke daerah depigmentasi.
Psoralen sediaan oral, seperti metoksalen: 0.3-0.6mg/kgBB, trioksalen: 0.60.9mg/kgBB ataupun bergapten 1.2mg/kgBB dapat diminum 1.5-2 jam sebelum radiasi UVA.

16

Pajanan UVA dimulai dengan dosis 0.5J/cm2 untuk semua tipe kulit dan meningkat 0.51J/cm2.
Dosis awal ini kemudian ditingkatkan 0.5-1.0J/cm2. Pengobatan dapat dilakukan 2-3
kali seminggu, dengan dosis tertinggi 8-12J/cm2.
Kontraindikasi absolut untuk PUVA ialah ibu hamil dan menyusui, riwayat
fotosensitif-fototoksik, pemakaian obat-obat fotosensitif, kulit fototipe I, keganasan, sedang
memakai terapi imunosupresif, klaustrofobia, kumulatif UVA dose 1000mj (PUVA oral),
vitiligo lip-tip dan/ mukosa. Kontraindikasi relatif PUVA, yaitu tidak efektif terhadap
pengobatan PUVA sebelumnya, anak usia kurang dari 12 tahun, kulit fototipe II dan kesulitan
memenuhi jadwal terapi. Efek samping jangka pendek berupa eritema, pruritus, dan kulit
kering. Efek samping jangka panjang belum diketahui.
Efek samping topikal jangka pendek, yaitu perbedaan warna yang kontras antara kulit
normal dan lesi depigmentasi pasca terapi, fototoksisitas, pruritus, serotik, fenomena kobner.
Efek samping oral jangka pendek ialah rasa tidak nyaman epigastrik, nyeri kepala, pusing,
meningkatnya fungsi hati, insomnia, ketakutan, lelah, dan drowsiness, serta katarak. Efek
samping jangka panjang berupa likenifikasi, deskuamasi, talengektasia, lentigen, freckles,
leukoderma punktata, aging, kerutan dan keganasan kulit. Sebelum mendapat psoralen oral
sebaiknya diperiksa terlebih dahulu fungsi hati, ginjal dan mata.

Narrowband UVB
Pada akhir tahun delapan puluhan, terapi ultraviolet B spektrum sempit (narrowbandUVB/Nb-UVB) berhasil mengobati psoriasis dan eksim konstituaional. Akhir-akhir ini, terapi
tersebut juga dipakai dalam mengobati vitiligo generalisata. Mekanisme kerja pengobatan ini
berdasarkan sifat imunomodulator yang mengatur abnormalitas lokal maupun sistemik
imunitas seluler dan humoral. Seperti PUVA, Nb UVB juga menstimulasi melanosit yang

17

terdapat pada lapisan luar helai rambut. Dengan demikian repigmentasi terdapat pada
perifolikuler tidak ditemukan pada lesi putih amelanosis.
Gelombang UVB spektrum sempit (310-315) dan gelombang maksimal adalah 311.
Dosis awal yang dipakai untuk semua tipe kulit 250mj dan ditingkatkan 10-20% setiap kali
pengobatan sampai lesi eritema minimal pada lesi putih depigmentasi dalam 24 jam. Terapi
dilakukan 2 kali seminggu, jangan setiap hari berturut-turut. Keuntungan Nb-UVB tidak ada
perbedaan warna kontras antara kulit normal dan kulit pasca radiasi, aman dipakai anak-anak
dan dewasa.
Kontraindikasi absolut untuk Nb-UVB adalah riwayat fotosensitif-fototoksik, kulit
fototipe I, keganasan, sedang memakai obat-obatan imunosupresi, klaustrofobia, anak yang
berusia kurang dari 6 tahun, vitiligo lip-tip dan/mukosa. Kontraindikasi relatif Nb-UVB ialah
tidak efektif terhadap Nb-UVB sebelumnya atau foto(kemo)terapi lainnya, hamil, menyusui,
kulit fototipe II, dan kesulitan memenuhi jadwal terapi. Efek samping jangka pendek berupa
sensasi hangat 4-6 jam setelah pengobatan, herpes labialis, eksema herpetikum, pruritus dan
kulit kering. Efek samping jangka panjang terhadap keganasan belum pernah dilaporkan.
Diperkirakan radiasi selama kurang lebih 9 bulan untuk menghasilkan repigmentasi
maksimal. Lesi dinyatakan tidak responsif bila dalam tiga bulan tidak ditemukan
repigmentasi.

Kortikosteroid
Pengobatan vitiligo dengan kortikosteroid merupakan pilihan pertama untuk vitiligo
lokalisata, dan sangat dianjurkan untuk lesi kecil daerah wajah, juga pada anak-anak.
Pemakaian preparat ini menguntungkan pasien karena murah, mudah penggunaannya dan
efektif.

Repigmentasi

umumnya

bersifat

difus, potensi

kortikosteroid.

Pemakaian

kortikosteroid topikal dengan potensi sedang maupun kuat.

18

Keberhasilan terapi terlihat dari repigmentasi perifolikuler atau dari tepi lesi. Berbagai
kortikosteroid topikal telah digunakan, misalnya: triamsinolon asetonid 0.1%, flusinolon
asetat 0.01%; betametason valerat 0.1-0.2%; halometason 0.05%; fluticason propionat 0.05%
dan klobetasol propionat 0.05%. Karena pemakaian terapi jangka panjang (dianjurkan tidak
melebihi 3 bulan), maka perlu diperhatikan efek samping kortikosteroid. Pemakaian topikal
ditakutkan terjadi dermatitis perioral, dermatitis kontak, rosea like atau erupsi akneiformis,
reaksi iritatif, pruritus, reaksi terbakar, folikulitis, penyembuhan luka yang memanjang,
infeksi kulit, atrofik, talengektasis, striae, hipertrikusis, purpura dan mudah perdarahan. Efek
samping kortikosteroid oral antara lain: sindroma Cushing, bertambahnya berat badan,
gangguan epigastrium, nyeri abdominal, kehilangan nafsu makan, dizzines, diare, dan
menstruasi tidak teratur.

Terapi Topikal Lain


Takrolimus, adalah macrolide immunosuppressant berasal dari jamur Streptomyces
tsukubaensis merupakan obat relatif baru untuk vitiligo. Obat ini disetujui oleh US Food and
Drug Administration sebagai profilaksis penolakan transplantasi ginjal dan hati pada resipien.
Secara struktural berbeda dengan siklosporin, takrolimus menghambat aktivitas limfosit T.
Takrolimus berikatan dengan imunofilin, suatu FK-binding protein, berlokasi pada sitoplasma
limfosit T. Kompleks ini menghambat kalsineurin fosfatase, mencegah jalur transduksi, yang
pada akhirnya menahan transkripsi berbagai sitokin interleukin (IL): IL-2, IL-3, IL-4, IL-5,
IL-8, tumor necrosis factor alfa, dan inferferon gamma. Kerja lainnya menghambat pelepasan
histamine dari sel mast, melumpuhkan sintesis prostaglandin D2 menurunkan regulasi resptor
sel T pada sel Langerhans dan menghambat migrasi limfosit CD4+ dan CD8+. Kalsineurin
inhibitor ini baik untum pemakaian di wajah dan leher.

19

Melanosit mengekspresikan reseptor 1.25 dihidroksivitamin D3, dengan demikian


diperkirakan analog vitamin D3 memegang peranan dalam regulasi kalsium selanjutnya pada
metabolisme melanogenesis.
Mekanisme kerja antioksidan dalam terapi vitiliho belum diketahui, namun masih
dipakai sebagai terapai tamabahan.

Terapi Depigmentasi
Bila vitiligo lebih dari 80% permukaan tubuh, maka terapi yang dibutuhkanadalah
membuat kulit menjadi seluruhnya putih. Age. Pemutih misalnya mono benziliter hidrokuinon
sudah lama dipakai. Diperlukan pengobatan setiap hari 1-3 bulan untuk memicu reaksi, agen
ini tidak tersedia di Indonesia.

Terapi Laser
Laser Excimer yang menghasilkan radiasi monokromatik 308nm dan monochromatic
excimer light (MEL) merupakan radiasi fototerapi spektrum sempit, mengobati lesi
terlokalisir dan stabil.

Pengobatan Bedah
Pengobatan bedah merupakan terapi alternatif untuk vitiligo, karena memakan waktu
maka hanya ditujukan pada lesi segmental. Stabilitas lesi merupakan faktor indikasi penting,
tidak ada progresifitas dalam minimal dua tahun, tidak ada riwayat kobner, tidak ada respons
repigmentasi spontan dan tidak efektif dengan berbagai terapi konvensional.
Lima dasar metode pembedahan repigmentasi:
1.
2.
3.
4.

Suspensi dermis non-kultur


Dermoepidermal graft epidermis daerah depigmentasi
Tandur isap epidermis (suction epidermal grafting)
Punch minigrafting
20

5. Epidermis dikultur terlebih dahulu sebelum ditandur pada resepien.

Terapi Tambahan
Kamuflase dan self tanning agent: dihidroksi asetan, tatoing, konseling komunikasi
dan terapi antioksidan sistemik.

Uji klinik kontrol tersamar hanya dijumpai pada terapi repigmentasi tetapi tidak
ditemukan pada modalitas depigmentasi, psikoterapi, dan kamuflase. Kebanyakan pengobatan
yang dipakai menurut Cochrane Skin Group menggunakan fototerapi dengan fotosensitizer,
baik di lapangan maupun penelitian. Efek samping yang banyak dijumpai adalah reaksi
fototoksik, hiperpigmentasi di daerah kulit sehat perbatasan dengan lesi depigmentasi.

ALGORITMA TERAPI VITILIGO

21

PROGNOSIS
Perjalanan penyakit vitiligo pada seseorang tidak dapat diduga, dapat stabil selama
beberapa tahun, tetapi dapat pula membesar, sementara lesi lain muncul atau menghilang.
Repigmentasi spontan dapat terjadi terutama pada anak-anak, tetapi juga tidak menghilang
sempurna, terutama pada daerah yang terpajan sinar matahari.
Pada kenyataan repigmentasi berlangsung lambat, tidak sempurna dan tidak permanen,
keadaan ini terutama bila menggunakan fototerapi. Ketiadaan rambut sebagai sumber pigmen
diperkirakan terjadi kegagalan terapi, misalnya pada jari-jari tangan dan kaki.

ANJURAN
1. Klinisi harus menilai efek psikologis dan kualitas hidup pasien.
2. Pada pemakaian kortikosteroid perhatikan efek samping.

22

3. Pada anak-anak terapi kortikosteroid topical harus penuh, lebih aman bila
memakai pimekrolimus atau takrolimus.
4. Nb-UVB ataupun PUVA hanya diperuntukkan bagi pasien anak maupun
dewasa yang tidak efektif dengan terapi konservatif.
5. Nb-UVB ataupun PUVA hanya dipakai untuk pengobatan vitiligo
generalisata atau terlokalisir yang mengalami gangguan pada kualitas
hidupnya. Terapi ini dipakai oleh pasien kulit berwarna (gelap).
6. Sebelum terapi dengan Nb-UVB ataupun PUVA sebaiknya dijelaskan
kepada pasien, pengobatan ini tidak mengubah riwayat alami vitiligo, tidak
semua pasien memberi respons yang baik dengan modalitas ini, dan respons
pada tangan dan kaki tidak baik dan pengobatan dibatasi mengingat efek
samping. Disarankan pemakaian pada kulit putih (I-III) tidak lebih dari 200
kali untuk Nb-UVB dan 150 kali untuk PUVA sedangkan untuk kulit yang
gelap dapat lebih banyak. Sebaiknya lesi dimonitor dengan fotografi setiap
2-3 bulan.
7. Terapi Nb-UVB lebih baik daripada PUVA.
8. Pemakaian deksametason oral untuk menghambat perkembangan penyakit
tidak dapat dianjurkan karena risiko efek samping yang tidak dapat
diterima.
9. Pengobatan bedah hanya utuk daerah kosmetis, yang sudah tidak
berkembang atau membanyak lagi dalam satu tahun dan tidak ada
mekanisme kobner. Pilihan terbaik adalah dengan split skin graft sedangkan
minigraft tidak dianjurkan karena menghasilkan tambilan cobblestone dan
polka dot.
10. Depigmentasi dengan p-(benzoil)fenol hanya boleh untuk pasien dengan
luas diatas 50% atau mengenai wajah atau tangan yang tidak berhasil
dengan berbagai terapi dan yang dapat menerima tidak pernah tanning lagi.

23

DAFTAR PUSTAKA

Anurogo, Dito; Ikrar, Taruna. 2014. Vitiligo, CDK-220/ Vol. 41 No. 9. (Hal: 666-675).

Halder, Rebat M; Taliaferro, Sumayah J. 2008. Vitiligo. Fitzpatricks Dermatology in General


Medicine, Seventh Editon, Volume Two. McGrawHill. (Page: 616-622).

Jacoeb, Tjut Nurul Alam. 2015. Vitiligo, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. FKUI: Jakarta.
(Hal. 352-358).

24

Anda mungkin juga menyukai