Anda di halaman 1dari 17

Evaluasi Pengaruh Obat Anti Tuberkulosis Kombinasi Dosis

Tetap terhadap Kadar Asam Urat


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah praktikum rancangan percobaan

Oleh :
Dhita Jamilatul Wahidah
31113117

PROGRAM STUDI FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATANes
BAKTI TUNAS HUSADA
TASIKMALAYA
2016

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.

Latar
Belakang
Tuberkulosisadalah penyakit bakteri menular yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis, yang paling umum mempengaruhi paru-paru.Pada


orang sehat, infeksi Mycobacterium tuberculosis sering tidak menimbulkan gejala,
karena sistem kekebalan tubuh seseorang bertindak sebagaipelindung dari bakteri.
Gejala TB aktif paru-paru adalah batuk, kadang-kadang dengan sputum atau
darah, nyeri dada, kelemahan, penurunan berat badan, demam dan berkeringat di
malam hari (WHO).
Tuberkulosis

merupakan

masalah

kesehatan

yang

penting

di

Indonesia.Indonesia menjadi negara dengan prevalensi tuberkulosis tertinggi ke-5


di dunia setelah Bangladesh, China, Korea, dan India.Jumlah pasien tuberkulosis
di Indonesia adalah sekitar 5,8% dari total jumlah pasien tuberculosis di dunia.
Setiap tahunnya diperkirakan terdapat 528.000 kasus tuberkulosis baru, dengan
angka kematian sekitar 91.000 orang. Prevalensi tuberkulosis di Indonesia tahun
2009 adalah 100/100.000 penduduk dan 70% diantaranya merupakan pasien
dalam usia produktif (WHO, 2010). Sejak tahun 1995, Indonesia menerapkan
strategi pengobatan yang direkomendasikan WHO, yaitu strategi Directly
Observed Treatment Shortcourse (DOTS).Implementasi strategi DOTS ini
terbukti

dapat

menurunkan

angka

kematian

tuberkulosis

(Depkes,

2010).Meskipun pengobatan tuberkulosis yang efektif sudah tersedia, namun


kasus tuberkulosis masih menjadi fokus perhatian dunia, ditunjukkan dengan

dideklarasikannya tuberkulosis sebagai Global Health Emergency (Pramastuti,


2011).
Terapi tuberkulosis pada umumnya adalah dengan metode multidrug yang
menggunakan

isoniazid,

rifampisin,

etambutol,

pirazinamid,

dan

streptomisin.Obat Anti Tuberkulosis (OAT) mempunyai efek samping terhadap


hepar, kulit, saraf, dan dapat menyebabkan kelainan gastrointestinal.Efek serius
yang menjadi fokus saat ini adalah efek obat anti tuberkulosis terhadap hepar,
yaitu menyebabkan hepatotoksik, yang dikenal dengan istilah Antituberculosis
Drug-induced Hepatotoxicity (ATDH) (Tostmann dkk, 2008).
Selain itu efek samping lain dari penggunaan pirazinamid yaitu dapat
menghambat ekskresi asam urat dari ginjal sehingga menimbulkan hiperurikemia.
Efek samping ini terutama muncul pada pasien yang pernah atau sedang
mengalami kadar asam urat yang cukup tinggi. Meskipun presentase pasien
penyakit asam urat yang diakibatkan penggunaan pirazinamid tidak terlalu tinggi,
namun pengawasan terhadap efek samping yang serius dari penggunaan obat
harus ditiingkatkan demi kelancaran proses pengobatan.
Berdasarkan uraian diatas mengenai efek samping yang ditimbulkan oleh
penggunaan obat pirazinamid maka penulis bertujuan untuk melakukan penelitian
mengenai pengaruh penggunaan obat antiberkulosis terhadap kadar asam urat
pasien.
1.2.

Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh penggunaan obat antituberkulosis kombinasi dosis tetap

terhadap kadar asam urat pasien ?


1.3.
Tujuan
- Untuk mengetahui pengaruh penggunaan obat antiberkulosis terhadap kadar
asam urat pasien.
1.4.
Manfaat
- Tenaga medis terutama apoteker dapat menginformasikan efek samping yang
-

ditimbulkan obat antituberkulosis terhadap kadar asam urat pasien.


Masyarakat dapat memahami efek samping yang dialami dari penggunaan
obat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyakit Tuberkulosis


Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh berbagai
strain mikobakteria,

umumnyaMycobacterium

tuberculosis.

Tuberkulosis

biasanya menyerang paru-paru, namun juga bisa berdampak pada bagian tubuh
lainnya.Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang menyebabkan masalah
kesehatan terbesar kedua di dunia setelah HIV. Indonesia sendiri termasuk lima
besar negara dengan jumlah pengidap TB terbanyak di Asia Tenggara dengan
jumlah pengidap yang mencapai 305.000 jiwa pada tahun 2012.
2.1.1. Epidemiologi
TB merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia.Pada
tahun 1993 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan TB sebagai
Global Emergency.WHO dalam Annual Report on Global TB Control 2011
menyatakan bahwa terdapat 22 negara dikategorikan sebagai high burden
countries terhadap TB, termasuk Indonesia. Pada tahun 2010 diperkirakan
terdapat 8,8 juta kasus TB, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam)
positif serta 1,4 juta orang meninggal di seluruh dunia akibat TB termasuk 0,35
juta orang dengan penyakit HIV.
Tahun 2010, Indonesia menempati peringkat ke-4 negara dengan insidensi
TB tertinggi di dunia sebanyak 0,37 0,54 juta setelah India (2,0 2,5 juta), Cina
(0,9 1,2 juta), Afrika Selatan (0,40 0,59 juta) (WHO 2011). Pada tahun 2004,
diperkirakan angka prevalensi kasus TB di Indonesia 130/100.000 penduduk,
setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan jumlah kematian sekitar 101.000 orang
pertahun serta angka insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110/100.000
penduduk.

2.1.2. Etiologi
Mycobacterium tuberculosismerupakan bakteri yang menyebabkan penyakit
tuberculosis dengan gejala bervariasi.Tidak hanya Mycobacterium tuberculosis
yang dapat menginfeksi, namun Mycobacterium bovis dan Mycobacterium
africanum yang ketiganya merupakan anggota ordo Actinomisetales dan famili
Microbacteriasese.Tempat masuk kuman ini adalah melalui saluran pernapasan,
saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit.Kebanyakan infeksi TB terjadi
melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman
basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi (Amin, 2006; Mudihardi,
2005).
2.1.3. Patofisiologi
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respons imunitas
diperantarai sel. Sel efektor adalah makrofag dan limfosit.Respons ini merupakan
raksi hipersensitivitas tipe IV (selular atau lambat).Awalnya, infeksi kuman dalam
wujud droplet nuklei terhirup masuk saluran nafas dan menuju paru-paru. Di paruparu, mereka akan bertemu makrofag jaringan dan neutrofil sebagai garis
pertahanan pertama. Sebagian dari mereka mati akibat difagosit netrofil, terkena
sekret makrofag dan terkena sekret saluran nafas. Bila kuman difagosit oleh
makrofag, ia akan tetap hidup karena kuman TB bersifat intraseluler. M.
tuberculosis merupakan basil tahan asam (BTA) karena ia memiliki banyak lipid
yang membuatnya tahan terhadap asam, gangguan kimia dan fisik. Kandungan
lipid yang banyak dalam makrofag, dimanfaatkan kuman untuk memperkuat
dirinya (Amin, 2006; Mudihardi, 2005).
Setelah infeksi tuberkulosis primer, ada kemungkinan infeksi ini akan sembuh
sama sekali tanpa meninggalkan cacat, sembuh dengan meninggalkan sedikit
bekas berupa garis fibrotik, kalsifikasi hilus dan di antaranya dapat kambuh
kembali menjadi tuberkulosis sekunder karena kuman yang dormant ataupun akan
menimbulkan komplikasi dan menyebar baik dapat secara perkontinuitatum,
bronkogen, limfogen atau hematogen.

Kuman yang dormant pada tuberkuloisis primer akan muncul bertahun-tahun


kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis sekunder. Tuberkulosis
sekunder ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru (Pendit,
2007).
2.1.4. Gejala dan Jenis Tuberkulosis
Penyakit ini paling sering menyerang paru-paru dengan gejala utama berupa
batuk berdahak yang berlangsung selama lebih dari 21 hari.Batuk juga terkadang
dapat mengeluarkan darah. Selain batuk, pengidap TB biasanya juga akan
kehilangan nafsu makan sehingga mengalami penurunan berat badan yang disertai
demam dan kelelahan.Ketika bakteri TB masuk ke dalam tubuh, bakteri tersebut
bisa bersifat tidak aktif untuk beberapa waktu sebelum kemudian menyebabkan
gejala-gejala TB. Pada kasus ini, kondisi tersebut dikenal sebagai tuberkulosis
laten. Sedangkan TB yang langsung memicu gejala dikenal dengan istilah
tuberkulosis aktif.
2.1.5. Penyebab dan Faktor Risiko Tuberkulosis
Penyebab tuberkulosis adalah bakteri yang menyebar di udara melalui
semburan air liur dari batuk atau bersin pengidap TB.Nama bakteri TB adalah
Mycobacterium tuberculosis.Berikut ini adalah beberapa kelompok orang yang
memiliki risiko lebih tinggi tertular TB:
-

Orang dengan sistem kekebalan tubuh yang menurun, misalnya pengidap

HIV/AIDS, diabetes atau orang yang sedang menjalani kemoterapi.


Orang yang mengalami malanutrisi atau kekurangan gizi.
Pecandu narkoba.
Perokok
Para petugas medis yang sering berhubungan dengan pengidap TB.

2.1.6. Diagnosis Tuberkulosis

Tuberkulosis termasuk penyakit yang sulit untuk dideteksi, terutama pada


anak-anak. Dokter biasanya menggunakan beberapa cara untuk mendiagnosis
penyakit ini, antara lain:
-

Rontgen dada.
Tes Mantoux.
Tes darah.
Tes dahak.

2.2. Terapi Tuberkulosis


Tahap awal / intensif adalah 2HRZE : Lama pengobatan 2 bulan, masing
masing OAT (HRZE) diberikan setiap hari. Tahap lanjutan adalah 4H3R3 : Lama
pengobatan 4 bulan, masing masing OAT (HR) diberikan 3 kali seminggu.
KATEGORI 1

2HRZE/4H3R3
2HRZE/4HR

KATEGORI 2

2HRZE/6HE
2HRZES/HRZE/5H3R3E3

KATEGORI 3

2HRZES/HRZE/5HRE
2HRZ/4H3R3
2HRZ/4HR

2HRZ/6HE
Tabel 1. Paduan pengobatan standar yang direkomendasikan oleh WHO dan
IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease).
Pengendalian atau penanggulangan TB yang terbaik adalah mencegah agar
tidak terjadi penularan maupun infeksi. Pencegahan TB pada dasarnya adalah :
1) Mencegah penularan kuman dari penderita yang terinfeksi
2) Menghilangkan atau mengurangi faktor risiko yang menyebabkan terjadinya
penularan.
Tindakan mencegah terjadinya penularan dilakukan dengan berbagai cara,
yang utama adalah memberikan obat anti TB yang benar dan cukup, serta dipakai
dengan patuh sesuai ketentuan penggunaan obat. Pencegahan dilakukan dengan
cara mengurangi atau menghilangkan faktor risiko,

pada dasarnya adalah

mengupayakan kesehatan perilaku dan lingkungan, antara lain dengan pengaturan


rumah agar memperoleh cahaya matahari, mengurangi kepadatan anggota

keluarga, mengatur kepadatan penduduk, menghindari meludah sembarangan,


batuk sembarangan, mengkonsumsi makanan yang bergizi yang baik dan
seimbang. Dengan demikian salah satu upaya pencegahan adalah dengan
penyuluhan..Penyuluhan TB dilakukan berkaitan dengan masalah pengetahuan
dan perilaku masyarakat.Tujuan penyuluhan adalah untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan peranserta masyarakat dalam penanggulangan TB. Terapi
atau Pengobatan penderita TB dimaksudkan untuk;
1) menyembuhkanpenderita sampai sembuh
2) mencegah kematian
3) mencegah kekambuhan
4) menurunkan tingkat penularan.
Sesuai dengan sifat kuman TB, untuk memperoleh efektifitas pengobatan
maka prinsip-prinsip yang dipakai adalah :
- Menghindari penggunaan monoterapi. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) diberikan
dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis
tepat sesuai dengan kategori pengobatan.Hal ini untuk mencegah timbulnya
kekebalan terhadap OAT.
- Untuk menjamin kepatuhan penderita dalam menelan obat, pengobatan
dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment)
oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
- Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.Pada
tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.Bila pengobatan tahap
intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak
menular dalam kurun waktu 2 minggu.Sebagian besar penderita TB BTA positif
menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.Pada tahap lanjutan penderita
mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama
.Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister (dormant) sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.
2.2.1. REGIMEN PENGOBATAN

Penggunaan Obat Anti TB yang dipakai dalam pengobatan TB adalah


antibotik

dan

anti

infeksi

sintetis

untuk

membunuh

kuman

Mycobacterium.Aktifitas obat TB didasarkan atas tiga mekanisme, yaitu aktifitas


membunuh bakteri, aktifitas sterilisasi, dan mencegah resistensi.Obat yang umum
dipakai

adalah

Isoniazid,

Etambutol,

Rifampisin,

Pirazinamid,

dan

Streptomisin.Kelompok obat ini disebut sebagai obat primer.Isoniazid adalah obat


TB yang paling poten dalam hal membunuh bakteri dibandingkan dengan
rifampisin dan streptomisin.Rifampisin dan pirazinamid paling poten dalam
mekanisme sterilisasi. Sedangkan obat lain yang juga pernah dipakai adalah
Natrium Para Amino Salisilat, Kapreomisin, Sikloserin, Etionamid, Kanamisin,
Rifapentin dan Rifabutin. Natrium Para Amino Salisilat, Kapreomisin, Sikloserin,
Etionamid, dan Kanamisin umumnya mempunyai efek yang lebih toksik, kurang
efektif, dan dipakai jika obat primer sudah resisten. Sedangkan Rifapentin dan
Rifabutin digunakan sebagai alternatif untuk Rifamisin dalam pengobatan
kombinasi anti TB.
Regimen pengobatan TB mempunyai kode standar yang menunjukkan
tahap dan lama pengobatan, jenis OAT, cara pemberian (harian atau selang) dan
kombinasi

OAT

dengan

dosis

tetap.

Contoh

2HRZE/4H3R3

atau

2HRZES/5HRE. Kode huruf tersebut adalah akronim dari nama obat yang
dipakai, yakni :
H = Isoniazid
R = Rifampisin
Z = Pirazinamid
E = Etambutol
S = Streptomisin
Sedangkan angka yang ada dalam kode menunjukkan waktu atau
frekwensi. Angka 2 didepan seperti pada 2HRZE, artinya digunakan selama 2
bulan, tiap 26 hari satu kombinasi tersebut, sedangkan untuk angka dibelakang
huruf, seperti pada 4H3R3 artinya dipakai 3 kali seminggu ( selama 4 bulan).
Sebagai contoh, untuk TB kategori I dipakai 2HRZE/4H3R3, artinya :
Tahap awal/intensif adalah 2HRZE : Lama pengobatan 2 bulan, masing masing

OAT (HRZE) diberikan setiap hari. Tahap lanjutan adalah 4H3R3 : Lama
pengobatan 4 bulan, masing masing OAT (HR) diberikan 3 kali seminggu.
Paduan

pengobatan

yang

digunakan

oleh

Program

Nasional

Penanggulangan TB oleh Pemerintah Indonesia :


a. Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3.
Tahap intensif terdiri dari HRZE diberikan setiap hari selama 2

bulan.Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari HR


diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan. Obat ini diberikan untuk:

b.

Penderita baru TB Paru BTA Positif.


Penderita baru TB Paru BTA negatif Rontgen Positif yang sakit berat.
Penderita TB Ekstra Paru berat
Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3.
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan
dengan HRZES setiap hari.Dilanjutkan 1 bulan dengan HRZE setiap hari.
Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE
yang diberikan tiga kali dalam seminggu.Obat ini diberikan untuk penderita
TB paru BTA(+) yang sebelumnya pernah diobati, yaitu:

- Penderita kambuh (relaps)


- Penderita gagal (failure)
- Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default).
c. Kategori 3 : 2 HRZ/4H3R3.
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan
(2HRZ), diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan
diberikan 3 kali seminggu. Obat ini diberikan untuk:

- Penderita baru BTA negatif dan rntgen positif sakit ringan


- Penderita TB ekstra paru ringan
d. Disamping ketiga kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE).
Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan
kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil
pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari
selama 1 bulan.

2.2.2. Obat Anti Tuberkulosis Kombinasi Tetap


Saat ini tersedia obat TB yang disebut Fix Dose Combination(FDC). Obat
ini pada dasarnya sama dengan obat kompipak, yaitu rejimen dalam bentuk
kombinasi, namun didalam tablet yang ada sudah berisi 2, 3 atau 4 campuran OAT
dalam satu kesatuan. WHO sangat menganjurkan pemakaian OAT-FDC karena
beberapa keunggulan dan keuntungannya dibandingkan dengan OAT dalam
bentuk kombipak apalagi dalam bentuk lepas.
Keuntungan penggunaan OAT FDC:
a. Mengurangi kesalahan peresepan karena jenis OAT sudah dalam satu kombinasi
tetap dan dosis OAT mudah disesuaikan dengan berat badan penderita.
b. Dengan jumlah tablet yang lebih sedikit maka akan lebih mudah pemberiannya
dan meningkatkan penerimaan penderita sehingga dapat meningkatkan kepatuhan
penderita.
c. Dengan kombinasi yang tetap, walaupun tanpa diawasi, maka penderita tidak
bisa memilih jenis obat tertentu yang akanditelan.
d. Dari aspek manajemen logistik, OAT-FDC akan lebih mudah pengelolaannya
dan lebih murah pembiayaannya.
Beberapa hal yang mungkin terjadi dan perlu diantisipasi dalam pelaksanaan
pemakaian OAT-FDC diantaranya salah persepsi, petugas akan menganggap
dengan OAT-FDC juga kepatuhan penderita dalam menelan obat akan terjadi
secara otomatis, karenanya pengawasan minum obat tidak diperlukan lagi. Tanpa
jaminan mutu obat, maka bio-availability obat, khususnya Rifampisin akan
berkurang.
Jika kesalahan peresepan benar terjadi dalam OAT-FDC, maka akan terjadi
kelebihan dosis pada semua jenis OAT dengan risiko toksisitas atau kekurangan
dosis (sub-inhibitory concentration) yang memudahkan berkembangnya resistensi
obat. Bila terjadi efek samping sulit menentukan OAT mana yang merupakan
penyebabnya. Karena paduan OAT-FDC untuk kategori-1 dan kategori-3 yang ada
pada saat ini tidak berbeda maka dapat menurunkan nilai pentingnya pemeriksaan
dahak mikroskopis bagi petugas. Pemakaian OAT-FDC tidak berarti mengganti
atau meniadakan tatalaksana standar dan pengawasan menelan obat.

2.3. Mekanisme Peningkatan Kadar Asam Urat yang Diinduksi Pirazinamid


Peningkatan kadar asam urat atau disebut juga hiperurisemia dapat
disebabkan oleh peningkatan metabolisme asam urat atau penurunan sekresi asam
urat. Dalam penelitian ini disebutkan hiperurisemia disebabkan salah satu obat
anttuberkulosis yaitu pirazinamid. Mekanisme terjadinya hiperurisemia oleh
pirazinamid yaitu ketika asam pirazinoat yang merupakan metabolit dari
pirazinamid mengurangi sekresi asam urat melalui ginjal sehingga kadar asam
urat meningkat karena sekresinya dihalangi oleh asam pirazinoat tersebut.
2.43. Penyakit Asam Urat
Pengertian penyakit asam uratsecara medis adalah penyakit yang diakibatkan
penumpukan kristal kristal asam urat pada persendian yang berasal dari kelebihan
kadar asam urat dalam darah. Ini juga bisa disebabkan karena proses yang tidak
seimbang dari ginjal. Bila pengeluaran zat makanan yang dikeluarkan ginjal
mengandung kadar asam urat berlebih maka juga akan diedarkan kepada bagian
sendi yang menyebabkan keluhan nyeri tersebut.
Penyakit asam urat digolongkan menjadi penyakit gout primer dan penyakit
gout sekunder.Pada penyakit gout primer, 99% penyebabnya belum diketahui
(idiopatik).Diduga berkaitan dengan kombinasi faktor genetic dan faktor
hormonal yang menyebabkan gangguan metabolisme yang dapat mengakibatkan
meningkatnya produksi asam urat atau bisa juga diakibatkan karena berkurangnya
pengeluaran asam urat dari tubuh.Penyakit gout sekunder disebabkan antara lain
karena meningkatnya produksi asam urat karena nutrisi, yaitu mengonsumsi
makanan dengan kadar purin yang tinggi. Purin adalah salah satu senyawa basa
organic yang menyusun asam nukleat (asam inti dari sel) dan termasuk dalam
kelompok asam amino, unsur pembentuk protein.
2.54. Parameter Dalam Pemeriksaan Asam Urat
Pemeriksaan asam urat di laboratorium dilakukan dengan dua cara, Enzimatik
dan Teknik Biasa. Kadar asam urat normal menurut tes enzimatik maksimum 7
mg/dl.Sedangkan pada teknik biasa, nilai normalnya maksimum 8mg/dl. Bila hasil
pemeriksaan menunjukkan kadar asam urat melampaui standar normal itu,

penderita dimungkinkan mengalami hiperurisemia.Kadar asam urat normal pada


pria dan perempuan berbeda. Kadar asam urat normal pada pria berkisar 3,5 7
mg/dl dan pada perempuan 2,6 6 mg/dl. Kadar asam urat diatas normal disebut
hiperurisemia.
Perjalanan penyakit yang klasik biasanya dimulai dengan suatu serangan atau
seseorang memiliki riwayat pernah cek asam uratnya tinggi di atas 7 mg/dl, dan
makin lama makin tinggi.Jika demikian, kemungkinannya untuk menjadi penyakit
gout itu makin besar.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian


Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasiv. Peneliti melakukan
observasi terhadap pasien-pasien yang menjalani pengobatan tuberculosis di
rumah sakit selama jangka waktu tertentu.

3.2. Desain Penelitian


Desain penelitian yang digunakan yaitu crosectional atau jangka waktu.
Penelitian dilakukan dalam batasan jangka waktu. Dalam penelitian ini
waktu yang digunakan selama 3 bulan pengobatan pasien.
3.3. Cara Pengambilan Data
Data yang digunakan dalam penelitian yaitu pengambilan data dengan cara
prospektif. Peneliti mengikuti jangka pengobatan pasien dari awal
pengobatan sampai akhir pengobatan dan mengumpulkan seluruh data
yang diperlukan, meliputi jenis obat anti tuberculosis yang digunakan, dan
kadar asam urat pasien selama pengobatan tuberculosis.
3.4. Tempat dan Waktu Penelitian
3.4.1. Tempat Penelitian
Penelitian

dilakukan

di Rumah

Sakit Umum Dr.Soekardjo Kota

Tasikmalaya yang bertempat di Jl. Rumah Sakit No. 33 Tasikmalaya, Jawa Barat.
3.4.2. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan selama 3 bulan dimulai pada bulan Maret sampai bulan
Mei 2016.

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi


3.5.1. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian dapat mewakili
dalam sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel (Notoatmodjo,
2002) yaitu :
-

Pasien TB paru baru


Laki-laki atau perempuan dewasa (usia 18 60 tahun)
Tidak mempunyai kebiasaan makan dengan asupan purin tinggi,

Bersedia mengikuti penelitian


Menandatangani informed consent

3.5.2. Kriteria Eksklusi


Kriteria eksklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian tidak
dapat mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel
penelitian (Notoatmodjo, 2002) yaitu :
-

Hiperurisemia
Sedang menderita: penyakit ginjal kronik (PGK) (eLFG < 60
ml/menit/1,73 m2 dengan rumus Cockcroft-Gault), diabetes melitus
(DM) menurut ADA 2005, hipertensi menurut JNC-7 2003 , obesitas
(IMT 30 kg/m2), sindrom metabolik (SM)

menurut IDF 2005,

goutmenurut kriteria ARA


Sedang menggunakan obat diuretika (tiazid, furosemid), asam

asetilsalisilat, asam nikotinat


Aktif mengkonsumsi alcohol
Sedang hamil.

3.6. Prosedur Penelitian


Persiapan (permohonan izin penelitian)
Mengumpulkan data pasien penderita
tuberkulosis yang akan menjalani pengobatan
Mengidentifikasi kriteria sampel
Pencatatan Data Selama 3 bulan dengan
rentang : minggu ke-0 , 4,8,dan 12

Pengolahan Data
Menganalisis Data

3.7. Analisis Data


Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Analisis statistik
Shapiro-Wilk untuk uji distribusi data dan uji komparasi dengan uji tberpasangan.

Anda mungkin juga menyukai