Anda di halaman 1dari 8

KRISIS HIPERTENSI, METODE BARU PENGOBATAN

(Sunday, 06 July 2008) - Kontribusi dari dr. Edial Sanif - Terakhir diperbaharui (Thursday, 02 April 2009)

Hipertensi adalah salah satu faktor resiko utama penyakit vaskular jantung, saraf dan ginjal, dimana lebih dari setengah
penyebab angka kematian pada negara maju. Prevalensi hipertensi pada populasi masih cukup tinggi dan diperkirakan 1-
2 % penderita hipertensi dapat terjadi kirisis hipertensi.

KRISIS HIPERTENS

Hipertensi adalah salah satu faktor resiko utama penyakit vaskular jantung, saraf dan ginjal, dimana lebih dari setengah
penyebab angka kematian pada negara maju. Prevalensi hipertensi pada populasi masih cukup tinggi dan diperkirakan 1-
2 % penderita hipertensi dapat terjadi kirisis hipertensi.

Dari populasi Hipertensi (HT), ditaksir 70% menderita HT ringan , 20% HT sedang dan 10% HT berat. Pada setiap jenis
HT ini dapat timbul krisis hipertensi dimana tekanan darah (TD) diastolik sangat meningkat sampai 120-130 mmHg yang
merupakan suatu kegawatan medik dan memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa
penderita. Angka kejadian krisis HT menurut laporan dari hasil penelitian dekade lalu di negara maju berkisar 2 -7% dari
populasi HT, terutama pada usia 40-60 tahun dengan pengobatan yang tidak teratur selama 2-10 tahun. Angka ini
menjadi lebih rendah lagi dalam 10 tahun belakangan ini karena kemajuan dalam pengobatan HT, seperti di Amerika
hanya lebih kurang 1% dari 60 juta penduduk yang menderita hipertensi. Di Indonesia belum ada laporan tentang angka
kejadian ini.
Berbagai gambaran klinis dapat menunjukkan keadaan kritis HT dan secara garis besar, The Fifth Report of The Join
National Comitte on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNCV) menbagi HT ini menjadi 2
golongan yaitu: hipertensi emergensi (darurat) dan hipertensi urgensi (mendesak).
Membedakan kedua golongan krisis HT ini bukanlah dari tingginya TD, tapi dari kerusakan organ sasaran. Kenaikan TD
yang sangat pada seorang penderita dipikirkan suatu keadaan emergensi bila terjadi kerusakan secara cepat dan
progrsif dari sistem syaraf sentral, miokardinal, dan ginjal HT emergensi dan urgensi perlu dibedakan karena cara
penanggulangan keduanya berbeda.
Gambaran klinis HT berupa TD yang sangat tinggi (umumnya TD diastolik > 120 mmHg) dan menetap pada nilai- nilai
yang tinggi dan terjadi dalam waktu yang singkat dan menimbulkan keadaan klinis gawat. Seberapa besar TD yang
dapat menyebabkan krisis HT tidak dapat dipastikan, sebab hal ini juga bisa terjadi pada penderita yang sebelumnya
nomortensi atau HT ringan/sedang. Walaupun telah banyak kemajuan dalam pengobatan HT, namun para klinisi harus
tetap waspada akan kejadian krisis HT, sebab penderita yang jatuh dalam keadaan ini dapat membahayakan jiwa
/kematian bila tidak ditaggulangi dengan cepat dan tepat . Pengobatan yang cepat dan tepat serta intensif lebih
diutamakan daripada prosedur diagnostik karena sebagian besar komplikasi krisis HT bersifat reversibel. Dalam
menanggulangi krisis HT dengan obat anti hipertensi, diperlukan pemahaman mengenai autoregulasi TD dan aliran
darah, pengobatan yang selectif dan terarah terhadap masalah medis, yang menyertai, pengetahuan mengenai obat
parenteral dan oral anti hipertensi, variasi regimen pengobatan untuk mendapatkan hasil pengobatan yang memadai dan
efek samping yang minimal.

1.Definisi dan Klasifikasi


Secara praktis krisis hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan prioritas pengobatan, sebagai berikut:
· Hipertensi emergensi (darurat) ditandai dengan TD Diastolik > 120mmHg, disertai kerusakan berat dari org
yang disebabkan oleh satu atau lebih penyakit/ kondisi akut. Keterlambatan pengobatan akan menyebabkan timbulnya
sequele atau kematian. TD harus diturunkan sampai batas tertentu dalam satu sampai beberapa jam. Penderita perlu
dirawat diruangan intensive care unit atau (ICU). Merupakan kedaan yang jarang dijumpai, yang memerlukan penurunan
tekanan darah sesegera mungkin untuk membatasi atau menghindari kerusakan organ target lebih lanjut.
· Hipertensi urgensi (mendesak), TD diastolik > 120mmHg dan dengan tanpa kerusakan/ klomplikasi minimu
sasaran. TD harus diturunkan dalam 24 jam sampai batas yang aman memerlukan terapi parenteral. Merupakan
peningkatan tekanan darah yang berat, tanpa gejala-gejala dan disfungsi organ target.
Dikenal beberapa istilah berkaitan dengan krisis hipertensi antara lain:

- Hipertensi refrakter : respons pengobatan tidak memuaskan dan TD > 200/110 mmHg, walaupun telah diberikan
pengobatan yang efektif (triple drug) pada penderita dan kepatuhan pasien.

- Hipertensi akselerasi : TD meningkat (Diastolik) > 120 mmHg disertai dengan kelainan funduskopi KW III. Bila tidak
diobati dapat berlanjut ke fase maligna.

- Hipertensi maligna: penderita hipertensi akselerasi dengan TD diastolik > 120-130 mmHg dan kelainan funduskopi KW
IV disertai papiledema, peninggian tekanan intrakranial kerusakan yang cepat dari vaskular, gagal ginjal akut, ataupun
kematian bila penderita tidak mendapat pengobatan. Hipertensi maligna, biasanya pada penderita dengan riwayat
hipertensi essensial ataupun sekunder dan jarang terjadi pada penderita yang sebelumnya mempunyai TD normal.

- Hipertensi ensefalopati: kenaikan TD dengan tiba-tiba disertai dengan keluhan sakit kepala yang sangat, perubahan
kesadaran dan keadaan ini dapat menjadi reversible bila TD diturunkan.
Krisis hipertensi adalah suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan darah sistemik yang sangat tinggi (Tekanan
http://www.jantunghipertensi.com - Jantung Hipertensi Powered by Mambo Generated: 10 March, 2010, 12:54
darah diastolik > 120mmHg) dengan potensial mengakibatkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki pada organ target
(Jantung, sistem saraf pusat dan ginjal) dan mengancam kehiupan penderita.

Klasifikasi Hipertensi
Sistole
Diastole
Normal
< 120 mmHg
and
< 80 mmHg
Prehipertensi
120-139 mmHg
or
80-89 mmHg
Hipertensi stage 1
140-159 mmHg
or
90-99 mmHg
Hiprtensi stage 2
> 160 mmHg
or
> 100 mmHg

3.Faktor Predisposisi Krisis Hipertensi


Krisis hipertensi dapat terjadi peda hipertensi primer atau hipertensi sekunder. Faktor predisposisi tejadinya krisis
hipertensi oleh karena:

1. Hipertensi yang tidak terkontrol


2. Hipertensi yang tidak diobati
3. Penderita hipertensi yang minum obat: MAO inhibitor, dekongestan, kokain.
4. Kenaikan TD tiba-tiba pada penderita hipertensi kronis essensial (tersering).
5. Hipertensi renovaskular.
6. Glomeluronefritis akut.
7. Sindroma withdrawal anti hypertensi.
8. Cedera kepala dan ruda paksa susunan syaraf pusat.
9. Renin-secretin tumors
10. Penyakit parenkhim ginjal
11. Pengaruh obat: kontrasepsi oral, anti depressant trisiklik, MAO inhibitor, simpatomimetik (pil diet, sejenis
Amphetamin), kortikosteroid, NSAID.
12. Luka bakar.
13. Progresif sistematik sklerosis, SLE.
Tingginya TD yang dapat menyebabkan kerusakan organ sasaran tidak hanya dari tingkatan TD aktual, tapi juga dari
tingginya TD sebelumnya, cepatnya kenaikan TD, bangsa seks, usia penderita. Pendeita hipertensi kronis dapat
mentolelir kenaikan TD yang lebih tinggi dibanding dengan normotensi, sebagai contoh: pada penderita hipertensi
kronis, jarang terjadi hipertensi ensefalopati, gangguan ginjal dan kardiovaskular dan kejadian ini di jumpai bila TD
diastolik > 140mmHg. Sebaliknya pada pendeita normotensi ataupun pada penderita hipertensi baru dengan
penghentian obat yang tiba-tiba, dapat timbul hipertensi ensefalopati demikian juga pada eklampsi, hipertensi
ensefalopati dapat timbul walaupun TD 160/110mmHg.

4. Patofisiologi Krisis Hipertensi


Arteri normal pada individu normotensi akan mengalami dilatasi atau kontriksi dalam merespon terhadap perubahan
tekanan darah untuk mempertahankan aliran (mekanisme autoregulasi) yang tetap terhadap vascular beeds sehingga
kerusakan arteriol tidak terjadi. Pada krisis hipertensi terjadi perubahan mekanisme autoregulasi pada vascular beeds
(terutama jantung, SSP, dan ginjal) yang mengakibatkan terjadinya perfusi. Akibat perubahan ini akan terjad efek lokal
dengan berpengaruhnya prostaglandin, radikal bebas dan lain-lain yang mengakibatkan nekrosis fibrinoid arteriol,
disfungsi endotel, deposit platelet, proliferasi miointimal, dan efek siskemik akan mempengaruhi renin-angiotensin,
katekolamin, vesopresin, antinatriuretik kerusakan vaskular sehingga terjadi iskemia organ target.
Jantung, SSP, ginjal dan mata mempunyai mekanisme autoregulasi yang dapat melindungi organ tersebut dari iskemia
yang akut, bila tekanan darah mendadak turun atau naik. Misalkan individu normotensi, mempunyai autoregulasi untuk
mempertahankan perfusi ke SSP pada tekanan arteri rata-rata.

Mean Arterial Pressure (MAP) = Diastole + 1/3 (Sistole - Diastole)


Pada individu hipertensi kronis autoregulasi bergeser kekanan pada tekanan arteri rata-rata (110-180mmHg).
Mekanisme adaptasi ini tidak terjadi pada tekanan darah yang mendadak naik (krisis hipertensi), akibatnya pada SSP
akan terjadi endema dan ensefalopati, demian juga halnya dengan jantung, ginjal dan mata.
http://www.jantunghipertensi.com - Jantung Hipertensi Powered by Mambo Generated: 10 March, 2010, 12:54
Ada 2 teori yang dianggap dapat menerangkan timbulnya hipertensi ensefalopati yaitu :
1. Teori "Over Autoregulasi"
Dengan kenaikan TD menyebabkan spasme yang berat pada arteriole mengurangi aliran darah ke otak (CDF) dan
iskemi. Meningginya permeabilitas kapiler akan menyebabkan pecahnya dinding kapiler, udema di otak, petekhie,
pendarahan dan mikro infark.
2. Teori: Breakthrough of Cerebral Autoregulation" bila TD mencapai threshold tertentu dapat mengakibatkan transudasi,
mikoinfark dan oedema otak, petekhie, hemorhanges, fibrinoid dan arteriole.
Aliran darah ke otak pada penderita hipertensi kronis tidak mengalami perubahan bila Mean Arterial Pressure (MAP) 120
mmHg - 160 mmHg, sedangkan pada penderita hipertensi baru dengan MAP diantara 60 - 120 mmHg. Pada keadaan
hiperkapnia, autoregulasi menjadi lebih sempit dengan batas tertinggi 125 mmHg, sehingga perubahan yang sedikit saja
dari TD menyebabkan asidosis otak akan mempercepat timbulnya oedema otak.
5. Manisfestasi Klinis
Manisfestasi klinis krisis hipertensi diklasifikasikan dalam dua kelompok:
1. Hipertensi emergensi: Krisis hipertensi yang disertai dengan kerusakan akut target organ (jantung, SSP, ginjal,
hemotologi) yang memerlukan penurunan tekanan darah segera secara intravena dan perawatan intensif.
TD diastolik > 120 mmHg disertai dengan satu atau lebih kondisi akut.
· Pendarahan intra pranial, ombotik CVA atau pendarahan subarakhnoid.
· Hipertensi ensefalopati.
· Aorta diseksi akut
· Odema paru akut.
· Eklampsi.
· Feokhromositoma.
· Funduskopi KW III atau IV.
· Insufisiensi ginjal akut.
· Infark miokard akut, angina unstable.
· Sindroma kelebihan Katekholamin yang lain: Sindrome withdrawal obat anti hipertensi, cedera kepala, luka bakar,
interaksi obat.

2. Hipertensi urgensi: Krisis hipertensi tanpa disertai kerusakan akut pada organ target, dan memerlukan penurunan
tekanan darah secara bertahap dalam waktu 12-24 jam secara oral.
Hipertensi berat dengan TD diastolik > 120 mmHg , tetapi dengan minimal atau tanpa kerusakan organ sasaran dan
tidak dijumpai keadaan hipertensi emergensi.
· KW I atau II funduskopi.
· Hipertensi post operasi.
· Hipertensi tak terkontrol/ tanpa diobati pada perioperatif.

6. Diagnosis
Diagnosa krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil terapi tergantung kepada tindakan yang cepat
dan tepat. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan yang menyeluruh walaupun dengan data-data yang minimal kita
sudah dapat mendiagnosa suatu krisis hipertensi.
A. Anamnesis
· Riwayat hipertensi: lama dan beratnya.
· Obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya.
· Usia : sering pada usia 40 - 60 tahun.
· Gejala sistem syaraf (sakit kepala, perubahan mental, ansietas).
· Gejala sistem ginjal (gross hematuri, jumlah urine berkurang).
· Gejala sistem kardiovaskular ( adanya payah jantung, kongestif dan oedem paru, nyeri dada).
· Riwayat penyakit: glomerulonefrosis, pyelonefritis.
· Riwayat kehamilan: tanda eklampsi

B.Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran TD ( baring dan berdiri) mencari kerusakan organ sasaran (retinopati,
gangguan neurologi, payah jantung kongestif, altadiseksi). Perlu dibedakan komplikasi krisis hipertensi dengan
kegawatan neurologi ataupun payah jantung, kongestif dan oedema paru. Perlu dicari penyakit penyerta lain seperti
penyakit jantung koroner.
C.Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu:

- Pemeriksaan yang segera seperti :


a. Darah : rutin, BUN, creatinine, elektrolit, KGD.
b. Urine : Urinalisa dan kultur urine.
c. EKG : 12 Lead, melihat tanda iskemi.
d. Foto dada : apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah pengobatan terlaksana).
2. Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan yang pertama):
a. Sangkaan kelainan renal : IVP, Renald angiography (kasus tertentu), biopsi renald (kasus tertentu).
http://www.jantunghipertensi.com - Jantung Hipertensi Powered by Mambo Generated: 10 March, 2010, 12:54
b. Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : Spinal tab, CT Scan.
c. Bila disangsikan Feokhromositoma : urine 24 jam untuk Katekholamine, metamefrin, venumandelic Acid (VMA).

7. Diferensial Diagnosis
Krisis hipertensi harus dibedakan dari keadaan yang menyerupai krisis hipertensi seperti :

· Hipertensi berat
· Emergensi neurologi yang dapat dikoreksi dengan pembedahan.
· Ansietas dengan hipertensi labil.
· Oedema paru dengan payah jantung kiri.

8. Pengobatan Krisis Hipetensi


A. Dasar Pengobatan Krisis Hipertensi
Tekanan darah yang sedemikian tinggi haruslah segera diturunkan karena penun daan akan memperburuk penyakit
yang akan timbul baik cepat maupun lambat. Tetapi dipihak lain, penurunan yang terlalu agresif juga dapat menimbulkan
berkurangnya perfusi dan aliran darah ke organ vital terutama ke organ otak, jantung, dan ginjal. Sampai sejauh mana
tekanan darah diturunkan? Untuk menurunkan TD sampai ke tingkat yang diharapkan perlu diperhatikan berbagai faktor
lain keadaan hipertensi sendiri. TD segera diturunkan atau bertahap, pengamatan problema yang menyertai krisis
hipertensi perubahan dari aliran darah dan autoregulasi TD pada organ vital dan pemilihan obat anti hipertensi yang
efektif untuk krisis hipertensi dan monitoring efek samping obat.

Autoregulasi
Yang dimaksud autoregulasi adalah penyesuaian fisiologis organ tubuh terhadap kebutuhan dan pasokan darah dengan
mengadakan perubahan data resistensi terhadap aliran darah dengan berbagai tingkatan perubahan kontriksi/ dilatasi
pembuluh darah.
Dengan pengetahuan autoregulasi dalam menurunkan TD secara mendadak dimaksudkan untuk melindungi organ vital
dengan tidak terjadi iskemi. Autoregulasi otak telah cukup luas diteliti dan diterangkan.
Bila TD turun, terjadi vasodilatasi, jika TD naik timbul vasokontriksi. Pada individu normotensi, aliran darah otak masih
tetap pada fluktuasi Mean Arterial Pressure (MAP) 60-70 mmHg. Bila MAP turun dibawah batas autoregulasi, maka otak
mengeluarkan oksigen lebih banyak dari darah untuk kompensasi dari aliran darah yang berkurang. Bila mekanisme ini
gagal, maka dapat terjadi iskemi otak dengan manifestasi klinik seperti mual, menguap, pingsan dan sinkope.
Autoregulasi otak ini kemungkinan disebabkan oleh mekanisme miogenic yang disebabkan oleh strech receptors pada
otot polos arteriol otak, walaupun oleh Kontos dkk. Menganggap bahwa hipoksia mempunyai peranan dalam perubahan
metabolisme diotak. Pada cerebrovaskuler yang penurunan TD yang cepat sampai batas hipertensi, masih dapat ditolelir.
Pada penderita hipertensi kronis, penyakit cerebrovaskular dan usia tua, batas ambang autoregulasi ini akan berubah
dan bergeser ke kanan pada kurva, sehingga pengurangan aliran darah terjadi pada TD yang lebih tinggi.
Straagaard pada penelitiannya mendapatkan MAP rata-rata 113 mmHg pada 13 penderita hipertensi tanpa pengobatan
dibandingkan dengan 73 mmHg pada orang normotensi.
Penderita hipertensi dengan pengobatan mempunyai nilai diantar group normotensi dan hipertensi tanpa pengobatan
dan dianggap bahwa TD terkontrol cenderung menggeser autoregulasi keadaan normal.
Dari penelitian didapatkan bahwa baik orang yang normotensi maupun hipertensi, ditaksir bahwa batas terendah dari
autoregulasi otak adalah kira-kira 25% dibawah resting MAP. Oleh karena itu dalam pengobatan krisis hipertensi,
pengurangan MAP sebanyak 20-25% dalam beberapa menit/ jam, tergantung dari apakah emergensi atau urgensi
penurunan TD pada penderita aorta diseksi akut ataupun oedema paru akibat payah jantung kiri dilakukan dalam tempo
15-30 menit dan bisa lebih rendah lagi dibandingkan hipertensi emergensi lainnya. Penderita hipertensi ensefalopati,
penurunan TD 25% dalam 2-3 jam. Untuk pasien dengan infark cerebri akut atupun pendarahan intrakranial,
pengurangan TD dilakukan lebih lambat (6-12 jam ) dan harus dijaga agar TD tidak lebih rendah dari 170-180/100 mmHg.

Gangguan Hemodinamik pada Krisis Hipertensi


Tekanan darah ditentukan oleh 2 faktor utama yaitu Cardiac Output (CO) dan systemic vasculer resistance (SVR) .
Cardiac output ditentukan oleh Stroke Volume (SV) dan Hearth Rate (HR). Resistensi perifer terjadi akibat peripheral
vascular resistensi (PVRB) dan renal vascular resistence (RVR).
TD = CO x SVR
Pada HT primer, CO berkurang 25% dan VR bertambah 20-25%. Pada hipertensi maligna, SVR bertambah akibat
sekunder dari perubahan struktur hipertensi kronis dan perubahan perubahan vasekonstriksi akut.
Secara logika disukai obat anti hipertensi yang dapat memperbaiki gangguan he modinamik pada krisis hipertensi . Obat
yang mengurangi SVR tanpa mengurangi CO lebih disukai oleh sebagian besar penderita krisis hipertensi dengan
kekecualian bagi disecting aneurysma aorta.
Obat yang menambah SVR dan mengurangi CO seperti blocker tanpa intrinsic sympathomimetic activity (ISA) haruslah
dihindari karena akan menyebabkan eksaserbasi gangguan hemodinamik seperti payah jantung, kongestive dan oedem
paru.

Status Volume Cairan


Umunya kebanyakan penderita krisis hipertensi mempunyai intravaskuler volume depletion, oleh karena itu jangan diberi
http://www.jantunghipertensi.com - Jantung Hipertensi Powered by Mambo Generated: 10 March, 2010, 12:54
terapi diuretika, kecuali bila secara klinis dibuktikan adanya volune overload seperti payah jantung kongestif atau
oedema paru. Perlu diketahui bahwa pembatasan cairan dan garam (natrium) serta diuretika pada hipertensi maligna
akan menyebabkan bertambahnya volume depletion sehingga bukannya menurunkan TD malah meningkatkan TD.
Pemberian diuretika dapat dilakukan bila setelah diberikan obat anti hipertensi non-diuretikal beberapa hari dan stelah
terjadi reflex volume retention.

B. Penanggulangan Hipertensi Emergensi


Bila diagnosa hipertensi emergensi telah ditegakkan maka TD perlu segera diturunkan. Langkah -langkah yang perlu
diambil adalah :

· Rawat di ICU, pasang femoral intraarterial line dan pulmonari arterial cateter (bila ada indikasi). Untuk mene
fungsi kordiopulmonar dan status volume intravaskuler.
· Anamnese singkat dan pemeriksaan fisik.
· Tentukan penyebab krisis hipertensi
· Singkirkan penyakit lain yang menyerupai krisis HT.
· Tentukan adanya kerusakan organ sasaran.

Penggunaan Obat-obatan
Obat anti hipertensi oral atau parenteral yang digunakan pada krisis hipertensi tergantung dari apakah pasien dengan
hipertensi emergensi atau hipertensi. Jika hipertensi emergensi dan disertai dengan kerusakan organ sasaran maka
penderita dirawat diruangan intensive care unit (ICU) dan diberi salah satu dari obat antihipertensi intravena (i.v).
1. Sodium Nitroprusside: Merupakan vasodelator direkuat baik arterial maupun venous. Secara i.v mepunyai konsep of
action yang cepat yaitu : 1 - 2 dosis 1-6 ug/kg/menit.
Efek samping : mual, muntah, keringat, foto sensitif, hipotensi.
2. Nitroglycerini : Merupakan vasodilator vena pada dosis rendah tetapi bila dengan dosis tinggi sebagai vasodilator
arteri dan vena. Onset of action 2 -5 menit, duration of action 3 - 5 menit.
Dosis : 5 - 100 ug/ menit., secara infus i.v.
Efek samping : Sakit kepala, mual, muntah, hipotensi.
3. Diazolxide: merupakan vasodilator arteri direk yang kuat diberikan secara i.v bolus.
Onset of action 1-2 menit, efek puncak pada 3 -5 menit, duration of action 4-12 jam.
Dosis permulaan : 50 mg bolus, dapat diulang dengan 25 -75 mg setiap 5 menit sampai TD yang diinginkan.
Efek samping: hipotensi dan shock, mual, muntah, distensi abdomen, hiperuricemia, aritmia, dan lain- lain.
4. Hydralazine : merupakan vasodilator direk arteri.
Onset of action: oral 0,5 - 1 jam, i.v : 10 -20 menit duration of action : 6 - 12 jam.
Dosis : 10 -20 mg i.v bolus: 10-40 mg i.m
Pemberiannya bersama dengan alpha agonist central ataupun Beta Blocker untuk mengurangi refleks takhikardi dan
diuretik untuk mengurangi volume intravascular.
Efek samping : refleks takhikardi, meningkatkan stroke volume dan cardiac out put, eksaserbasi angina, MCI akut dll.
5. Enalapriat : merupakan vasodelator golongan ACE inhibitor. Onsep on action 15 - 60 menit.
Dosis 0,625 -1,25 mg tiap 6 jam i.v.
6. Phentilamine (regitine): termasuk golongan alpha andrenergic blocker. Terutama untuk mengatasi kelainan akibat
kelebihan ketekholamin.
Dosis 5 - 20 mg secara i.v bolus atau i.m.
Onset of action 11 -12 menit, duration of action 3 -10 menit.
7. Trimethaphan camsylate : Termasuk ganglion blocking agent dan menginhibisi sistem simpatis dan parasimpatis.
Dosis : 1 - 4 mg/ menit secara infus i. V.
Onset of action : 1- 5 menit.
Duration of action : 10 menit.
Efek samping : opstipasi ileus, retensia urine, respiratori arrest, glaukoma, hipotensi, mulut kering.
8. Labetalol : Termasuk golongan beta dan alpha blocking agent.
Dosis ; 20 - 80 mg secara i.v. bolus setiap 10 menit ; 2 mg/ menit secara i.v.
Onset of action 5 - 10 menit
Efek samping :Hipotensi orthostatik, somnolen, sakit kepala, bradikardi, dan lain- lain.
Juga tersedia dalam bentuk oral dengan onset of action 2 jam, duration of action 10 jam dan efek samping hipotensi,
respons unpredictable dan komplikasi lebih sering dijumpai.
9 Methyldopa : termasuk golongan alpha agonist sentral dan menekan sistem syaraf simpatis.
Dosis ; 250 -500 mg secara infus i.v/ jam.
Onset of action : 30- 60 menit, duration of action kira-kira 12 jam.
Efek samping : Combs test (+) demam, gangguan gastrointestino, withdrawal sindrome dll. Karena onset of actionnya
bisa tak terduga dan khasiatnya tidak konsisten, obat ini kurang disukai untuk terapi awal.
10. Clonidine : Termasuk golongan alpha agonist sentral.
Dosis : 0,15 mg i.v pelan -pelan dalam 10 cc dektrose 5 % atau i.m. 150 ug dalam 100cc dektrose dengan titrasi dosis.
Onset of action 5-10 menit dan mencapai maksimal setelah 1 jam atau beberapa jam.
Efek samping: Rasa ngantuk, sedasi, mulut kering, rasa sakit pada parotis. Bila dihentikan secara tiba-tiba dapat
menimbulkan sindroma putus obat.
http://www.jantunghipertensi.com - Jantung Hipertensi Powered by Mambo Generated: 10 March, 2010, 12:54
Dari berbagai jenis hipertensi emergensi, obat pilihan yang dianjurkan maupun sebaiknya dihindari adalah sebagai
berikut:
1. Hipertensi ensefalopati
Anjuran : Sodium nitroprusside, Labetalol, diazoxide.
Hindarkan; B - antagonist, Methydopa, Clonidine.
2. Cerebral infark
Anjuran : Sodium nitropusside, Labetalol.
Hindarkan ; B - antagonist, Methydopa, Clonidine.
3. Perdarahan intracerebral, pendarahan subarakhoid
Anjuran : Sodium nitropusside, Labetalol
Hindarkan : B - antagonist, Methydopa, Clonodine
4. Miokard iskemi, miokard infark
Anjuran: Nitroglycerine., Labetalol, Ca-antagonist, Sodium Nitroprusside dan Ioopdiuretik.
Hindarkan : Hyralazine, Diazoxide, Minoxidil.
5. Edem paru akut
Anjuran : Sodium nitroprusside dan Ioopdiuretik.
Hindarkan: Hydralacine, Diazoxide, B - antagonist, Labetalol.

6. Aorta disseksi
Anjuran: Sodium nitroprusside dan B - antagonist, Trimethaohaan dan B - antagonist, Labetalol.
Hindarkan: Hydralazine, Diazoxide, Minoxidil.
7. Eklamsi
Anjuran: Hydralazine, Diazoxide, Labetalol, Ca-antagonist, Sodium nitroprusside.
Hindarkan : Trimethaphan, Diuretik, B - antagonist
8. Renal insufisiensi akut
Anjuran : Sodium nitroprusside, Labetalol, Ca-antagonist.
Hindarkan : B - antagonist, Trimethaphan.
9.KW II-IV
Anjuran: Sodium nitroprusside, Labetalol, Ca-antagonist.
Hindarkan: Sodium nitroprusside, Clonidine, Methyldopa.
10.Mkroangiopati hemolitik anemia
Anjuran : Sodium nitroprusside, Labetalol, Ca-antagonist.
Hindarkan : B- antagonist.

Dari berbagai sediaan obat anti hipertensi parenteral yang tersedia, Sodium nitropusside merupakan drug of choice pada
kebanyakan hipertensi emergensi. Karena pemakaian obat ini haruslah dengan cara tetesan intravena dan harus
dengan monitoring ketat, penderita harus dirawat di ICU karena dapat menimbulkan hipotensi berat.
Alternatif obat lain yang cukup efektif adalah Labetalol, Diazoxide yang dapat memberikan bolus intravena.
Phentolamine, Nitroglycerine Hidralazine diindikasikan pada kondisi tertentu.
Nicardipine suatu calsium channel antagonist merupakan obat baru yang diperlukan secara intravena, telah diteliti untuk
kasus hipertensi emergensi _(dalam jumlah kecil) dan tampaknya memberikan harapan baik.
Captorial 25 mg atau Nifedipine 10 mg digerus dan diberikan secara sublingual kepada pasien. TD dan tanda Vital
dicatat tiap 5 menit sanpai 60 menit dan juga dicatat tanda-tanda efek samping yang timbul. Pasien digolongkan
nonrespons bila penurunan TD diastolik < 10 mmHg setelah 20 menit pemberian obat. Respons bila TD diastolik
mencapai < 120 mmHg atau MAP < 150 mmHg dan adanya perbaikan simptom pemberian obat. Inkomplit respons bila
setelah 60 menit pemberian obat. Inkomplit respons bila setelah 60 menit TD masih > 120 mmHg atau MAP masih > 150
mmHg, tetapi jelas terjadi perbaikan dari simptom dan sign dari organ sasaran.

C. Penaggulangan Hipertensi Urgensi


Penderita dengan hipertensi urgensi tidak memerlukan rawat inap di rumah sakit. Sebaiknya penderita ditempatkan
diruangan yang tenang, tidak tenag danTD diukur kembali dalam 30 menit. Bila TD tetap masih sangat meningkat, maka
dapat dimulai pengobatan. Umunya digunakan obat-obat oral anti hipertensi dalam mengulangi hipertensi urgensi ini dan
hasilnya cukup memuaskan.
Obat-obat anti hipertensi yang digunakan antara lain:
1. Nifedipine: pemberian bisa secara sublingual (onset 5 - 10 menit). Buccal (onset 5-10 menit), oral (onset 15-20 menit),
duration 5 - 15 menit secara sublingual/buccal).
Efek samping : sakit kepala, takikardi, hipotensi, flushing, hoyong.
2. Clonidine : Pemberian secara oral dengan onset 30 -60 menit Duration of Action 8 - 12 jam. Dosis : 0,1-0,2 mg.
Dilanjutkan 0,05-0,1 mg setiap jam s/d 0,7 mg.
Efek samping ; sedasi,mulut kering. Hindari pemakaian pada 2 nd degree atau 3 nd degre, heart block, bradikardi, sick
sinus syndrome. Over dosis dapat diobati dengan tolazoline.
3. Captopril ; pemberian secara oral/ sublingual. Dosis 25 mg dan dapat diulang setiap 30 menit sesuai kebutuhan.
Efek samping ; angio neurotik oedema, rash, gagal ginjal akut pada penderita bilateral renal arteri sianosis.
4. Prazosin: Pemberian secara oral dengan dosis 1 - 2 mg dan diulang per jam bila perlu
http://www.jantunghipertensi.com - Jantung Hipertensi Powered by Mambo Generated: 10 March, 2010, 12:54
Efek samping: hipotensi orthostatik, palpitasi, sakit kepala.
Dengan pemberian Nifedipine ataupun Clonidine oral dicapai penurunan MAP sebanyak 20% ataupun TD < 120 mmHg .
Demikian juga Captopril, Prazosin terutama digunakan pada penderita hipertensi urgensi akibat dari peningkatan
katekholamine.
Perlu diingat bahwa pemberian obat anti hipertensi oral/ sublingual dapat mengakibatkan penurunan TD yang cepat dan
berlebihan bahkan sampai kebatas hipotensi (walaupun hal ini jarang terjadi).
Dikenal adanya "fist dose" effek dari Prozosin. Dilaporkan bahwa reaksi hipotensi akibat pemberian oral Nifedipine dapat
menyebabkan timbulnya infark miokard dan stroke.

Dengan pengaturan titrasi dosis Nifedipine ataupun Clonidin biasanya TD dapat diturunkan bertahap dan mencapai
batas aman dari MAP.
Penderita yang telah mendapat pengobatan anti hipertensi cenderung lebih sensitive terhadap penambahan terapi.
Untuk penderita ini dan pada penderita dengan riwayat penyakit cerebrovaskular dan koroner, juga pada pasien umur
tua dan pasien dengan volume depletion maka dosis obat Nifedipine dan Clonidine harus dikurangi. Seluruh penderita
diobservasi paling sdikit selama 6 jam setelah TD turun untuk mengetahui efek terapi dan juga kemungkinan timbulnya
orthotatis. Bila TD penderita yang diobati tidak berkurang maka sebaiknya penderita dirawat di rumah sakit.

OBAT HIPERTENSI ORAL YANG DIPAKAI DI INDONESIA


Obat
Dosis
Efek
Lama
Kerja
Perhatian khusus
Nifedipin
5-10 mg
Diulang
/15 menit
5-15 menit
4-6 jam
Gangguan koroner
Kaptopril
12,5-25 mg
Diulang
/1/2 jam
15-30 menit
6-8 jam
Stenosis A.Renalis
Klonidin
78-100ug
Diulang
/jam
30-60 menit
8-16 jam
Mulut kering,
ngatuk
Propanolol
10-40 mg
Diulang
½ jam
15-30 menit
3-6 jam
Bronkokonstriksi,
Blok jantung

OBAT HIPERTENSI PARENTERAL YANG DIPAKAI DI INDONESIA


Obat
Dosis
Efek
Lama Kerja
Perhatian Khusus
Klonidin IV
150ug
6 amp per250 cc glukosa 5 % mikrodrip
30-60 menit
http://www.jantunghipertensi.com - Jantung Hipertensi Powered by Mambo Generated: 10 March, 2010, 12:54
24 jam
Ensefalopti denagn gangguan koroner
Nitrogliserin IV
110-50 ug 100 ug/cc per 500 cc
2-5 menit
5-10 menit
Nikardipin IV
0,5- 6 ug/kg/ menit
1-5 menit
15-30 menit
Diltiazem IV
5-15 ug/kg/menit lalu sama 1-5 ug/kg/menit
Sama
Nitroprusid IV
0,25 ug/kg/menit
langsung
2-3 menit
Selang infus lapis perak
9. Prognosis
Sebelum ditemukannya obat antihipertensi yang efektif survival penderita hanyalah 20% dalam 1 tahun. Kematian
sebabkan oleh uremia (19%), payah jantung kongestif ( 13%), cerebro vascular accident (20%), payah jantung kongestif
disertai uremia (48%), infark Miokard ( 15), diseksi aorta (1%).
Prognose menjadi lebih baik berkat ditemukannya obat yang efektif dan penanggulangan penderita gagal ginjal dengan
analysis dan transplanta ginjal.
Whitworth melaporkan dari penelitiannya sejak tahun 1980, survival dalam 1tahun berkisar 94% dan survival 5 tahun
sebesar 75%. Tidak dijumpai hasil perbedaan diantara retinopati KW III dan IV. Serum creatine merupakan prognostik
marker yang paling baik dan dalam studinya didapatkan bahwa 85% dari penderita dengan creatine < 300 umol/l
memberikan hasil yang baik dibandingkan dengan penderita yang mempunyai fungsi ginjal yang jelek yaitu : 9%.

10. Kesimpulan:
Hipertensi urgensi perlu dibedakan dengan hipertensi emergensi agar dapat memilih pengobatan yang memadai bagi
pendrita.
Hipertensi emergernsi disertai dengan kerusakan organ sasaran, sedangkan hipertensi urgensi tanpa kerusakan organ
sasaran/ kerusakan minimal. Pada kebanyakan penderita krisis hipertensi, TD diastolik > 120 mmHg.
Dalam memberikan terapi perlu diperhatikan beberapa faktor:
· Apakah penderita dengan hipertensi emergensi atau urgensi.
· Mekanisme kerja dan efek hemodinamik obat.
· Cepatnya TD diturunkan, TD yang diinginkan dan lama kerja, dan obat.
· Autoregulasi dan perfusi dari vital organ (otak, jantung, dan ginjal) bila TD diturunkan.
· Faktor klinis lain : obat lain yang diberikan, status volume dan lain-lain.
· Efek samping obat,
Besarnya penurunan TD umumnya kira-kira 25% dari MAP ataupun tidak lebih rendah dari 170-180/100 mmHg.
Pemakaian obat parenteral untuk hipertensi emergensi lebih aman karena TD dapat diatur sesuai dengan keinginan,
sedangkan dengan obat oral kemungkinan penurunan TD melebihi diingini sehingga dapat terjadi hipoperfusi organ.
Drug of choice untuk hipertensi emergensi adalah Sodium Nitroprusside, Nifedipine, Clonidine, merupakan oral anti
hipertensi yang terpilih untuk hipertensi urgensi.

http://www.jantunghipertensi.com - Jantung Hipertensi Powered by Mambo Generated: 10 March, 2010, 12:54

Anda mungkin juga menyukai