Anda di halaman 1dari 18

BAB 2.

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ABSES OTAK
2.1.1 DEFINISI
Abses otak adalah proses supurasi fokal pada parenkim otak, serebrum
maupun serebelum, yang disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungus
atau protozoa.1 Terbentuknya abses terjadi melalui beberapa tahapan, yang diawali
dengan serebritis pada area yang terlokalisir, dan selanjutnya berkembang menjadi
kumpulan pus yang terbungkus dalam kapsul. Meskipun potensi kurabilitasnya
cukup baik, kasus inimembutuhkan modalitas alat diagnostik dan terapi di atas
rata-rata, sehingga cukup menyulitkan bagi penderita dengan kondisi sosial
ekonomi rendah atau berada di daerah dengan fasilitas kesehatan kurang
memadai, yang akan berdampak pada tingginya mortalitas dan morbiditas.2 Akibat
risiko kematian yang tinggi, abses otak tergolong dalam penyakit infeksi yang
mengancam kehidupan masyarakat (life threatening infection).3
2.1.2 EPIDEMIOLOGI
Meskipun penyakit ini tergolong jarang, abses otak merupakan
penyakit infeksi yang cukup serius. Insidensi terhadap penyakit ini mencapai 810% dari seluruh lesi desak otak intrakranial di negara berkembang. 4 Sedangkan
faktor risiko yang mempengaruhi tingginya insidensi abses otak berhubungan
dengan kemiskinan, tingkat pendidikan, dan rendahnya higiene dan sanitasi.3
Menurut Miranda, et al, abses otak lebih banyak dijumpai pada laki-laki
dibanding perempuan, dengan perbandingan 3:1. Pada studi 5 tahun terakhir di
neurosurgery centre of Sir J. J. Hospital, Mumbai, India menunjukkan distribusi
usia penderita abses otak berkisar antara usia 6-65 tahun, dengan distribusi
terbanyak pada usia 11-20 tahun (33%) (Gambar 1). Pada 75 kasus pada studi ini,
abses soliter ditemukan pada 66 pasien, sedangkan abses multipel ditemukan pada
7 pasien (9,3%), dimana 5 diantaranya adalah anak-anak dan dua yang lain adalah
dewasa.12

Gambar 1. Distribusi usia dan jenis kelamin penderita abses otak

Adapun faktor predisposisi sebagai penyakit primer pada komplikasi abses


otak ditemukan pada 70,67% penderita. Otitis media supuratif kronik merupakan
penyakit primer terbanyak yang bermanifestasi terhadap komplikasi intrakranial
berupa abses otak (49,33%). Periode laten sejak adanya serumen pada telinga
hingga menjadi abses otak bervariasi antara 6 bulan hingga bertahun-tahun
kemudian. Pada studi di neurosurgery centre of Sir J. J. Hospital, Mumbai, India
ini menunjukkan 8% pasien memiliki penyakit jantung kongenital, 29,33%
merupakan kriptogenik. Distribusi faktor predisposisi adanya abses otak terdapat
pada tabel di bawah ini : 12

Gambar 2. Faktor predisposisi abses otak dan distribusi lokasi yang berkaitan

Tingginya morbiditas pada penderita abses otak berhubungan dengan


manifestasi klinis yang ditimbulkan, seperti kejang (80%), perubahan status
mental yang persisten, dan defisit motorik fokal. 5 selain itu, mortalitas pada
penderita juga berhubungan dengan usia dan tingkat kesadarannya. Berikut ini
adalah hubungan usia dan derajat kesadaran yang dihubungkan dengan mortalitas
penderita abses otak :

Gambar 3. Hubungan mortalitas penderita abses otak dengan usia dan derajat kesadaran

2.1.3 ETIOLOGI
Pada umumnya, abses otak merupakan komplikasi intrakranial akibat
infeksi fokal pada bagian tubuh yang lain. Predileksi abses intrakranial mayoritas
berada pada frontal-temporal, frontal-parietal, serebelar, dan lobus oksipital.2
Mekanisme infeksi intrakranial dapat terjadi melalui 3 rute,yaitu : fokus supuratif
kontigous/dekat (40-50%), trauma atau postoperasi (10%), dan penyebaran
hematogen dari fokus yang jauh (25%). Pada 15% kasus, sumber infeksi tidak
diketahui (kriptogenik).5 Urgensi diferensiasi etiologi ini berhubungan dengan
prinsip eradikasi sumber infeksi serta menentukan jenis terapi yang paling tepat
bagi abses otak yang ditimbulkan.11

Gambar 4. Distribusi rute infeksi penyebab abses otak

Fokus supuratif kontigous


Pada fokus supuratif kontigous, abses yang diakibatkan dari perluasan
infeksi secara langsung mengakibatkan abses otak tunggal, dengan etiologi
terbanyak akibat otitis media subakut dan kronik serta mastoiditis, kemudian
disusul oleh nekrosis pada osteomielitis di dinding posterior sinus frontalis,
sfenoidalis dan etmoidalis, serta infeksi pada gigi daerah mandibular. Keberadaan
kolesteatoma pada infeksi otitis media dapat meningkatkan risiko abses otak.
Predileksi abses otak bergantung oleh penyakit yang mendasarinya. Otitis media
subakut dan kronik serta mastoiditis berkembang pada lobus temporal inferior dan
serebelum. Mekanisme tersering dari abses otak otogenik ini berkembang dari
phlebitis dari tulang Petrous yang menuju otak melalui sinus petrosa baik superior
ataupun inferior.
Sinusitis ethmoidal atau frontalis mayoritas berkomplikasi intrakranial
pada lobus frontal. Khususnya pada sinusitis frontalis, selain berkembang ke lobus
frontal otak, infeksi dapat pula berkembang menjadi empiema subdural ataupun
epidural. Infeksi odontogenik dapat berkembang ke ruang intrakranial melalui
perluasan secara langsung ataupun hematogen. Infeksi odontogenik mandibular
akan berkembang meluas ke lobus frontal. Perluasan ke SSP dapat menyebabkan
trombosis sinus kavernosa, meningitis retrograd, abses otak epidural dan subdural.

Pada anak-anak dan remaja, komplikasi intrakranial dapat muncul setelah


adanya sinusitis akut, sedangkan pada populasi dewasa, komplikasi lebih banyak
muncul akibat sinusitis kronis. Komplikasi ini lebih banyak terjadi pada anakanak dan remaja dibanding dewasa. Mekanisme infeksi terjadi akibat perluasan
melalui vaskular (vena) pada sinus sagitalis anterior atau perluasan langsung
akibat osteomielitis ke niding sinus posterior. Osteomielitis sering diikuti dengan
abses epidural pada sebagian besar kasus. Penyebab abses kranial epidural ini
iatrogenik, yang banyak terjadi setelah kraniotomi. Setelah adanya trauma, benda
asing sering berhubungan sebagai penyebab abses. Pada awalnya, infeksi
terlokalisir di tulang, dan akan berlanjut dengan adanya jaringan granulasi dan
material purulen yang terdapat pada celah epidural.

Gambar 5. Perbandingan distribusi lokasi predileksi abses akibat otitis media dan sinusitis

Mekanisme lain pada infeksi kontigous relatif jarang terjadi. Adanya


osteomielitis, infeksi fasial, dental, meningitis dapat pula sebagai sumber
penyebaran intrakranial. Predileksi dari infeksi ini lebih banyak berkembang pada
lobus frontalis.

Gambar 6. A left parietal brain abscess developed in a 4-month-old infant after


Citrobacter meningitis. It responded to computerized imageguided aspiration and
antibiotic therapy.

Trauma
Trauma dengan fraktur kepala terbuka, terutama pada daerah orofasial,
dapat menyebabkan mikroorganisme patogen bersarang di otak. Selain itu,
mikroorganisme ini juga dapat berkembang menjadi abses otak diakibatkan oleh
tindakan bedah intrakranial dan benda asing. Manifestasi perluasan intrakranial
dapat berlangsung 3-5 minggu setelah adanya trauma, meskipun manifestasi ini
juga dapat terjadi setelah 47 tahun dari adanya trauma. Trauma kranioserebral
tertutup dapat menyebaban fraktur basal kranii, terutama apabila disertai dengan
adanya kebocoran cairan serebrospinal. Terapi adekuat terhadap kebocoran ini
cukup penting guna mencegah komplikasi lebih lanjut seperti meningitis. Abses
kranioserebral akibat tindakan pembedahan biasanya berhubungan dengan
kontaminasi intraoperatif. Periode laten atas munculnya abses tidak jauh berbeda
dengan periode akibat trauma.10 Berikut ini adalah salah satu contoh adanya abses
otak yang berkembang 4 tahun setelah glue embolization pada malformasi

arterivena splenial. Abses ini dieksisi bersama dengan malformasi trombosis


vaskular.

Gambar 7. A left parietal abscess abuts an embolized splenial arteriovenous


malformation, which had been treated 4 years previously

Hematogen
Berbeda dengan infeksi yang menyebar melalui pembuluh darah vena pada
infeksi kontigous, penyebaran secara hematogen dapat berkembang melalui
pembuluh darah arteri. Lokasi dari abses hematogen berhubungan dengan daerah
perfusi. Pembuluh darah yang sering berhubungan dengan perluasan infeksi
intrakranial adalah A. serebri Media, sehingga banyak bermanifes pada abses
multipel yang banyak dijumpai di daerah basal ganglia, talamus, dan batang otak.
Pada anak-anak, penyebab terbanyak akibat perluasan hematogen adalah akibat
penyakit jantung sianotik, seperti pada tertalogi fallot dan malformasi arteri vena.
Manifestasi ini biasanya muncul pada usia awal pertumbuhan gigi. Bakteremia
transien setelah melalui paru-paru, akan berada di otak. Hipoksia kronis dan
minimnya perfusi menyebabkan polisitemia sekunder yang berkembang menjadi
lingkungan anaerob pada jaringan otak.
Mekanisme berkembangnya abses di atas juga ditemui pada penderita
malformasi arteri vena paru-paru, endokarditis, infeksi paru kronis (bronkiektasis,
abses paru, empiema), infeksi kulit, infeksi abdomen atau pelvik, neutropenia,
transplantasi organ, dilatasi esofagus, penggunaan obat injeksi, dan infeksi HIV. 10

Gambar 8. (A) A left thalamic brain abscess in a 25-year-old patient with OslerWeber
Rendu syndrome. (B) Computed tomography scan of the chest showing multiple
arteriovenous pulmonary fistulae. Two brothers had died of brain abscess in childhood.

Jenis patogen sebagai agen penyebab abses otak menentukan perjalanan


klinis abses. Jenis patogen penyebab abses otak bila ditinjau dari penyakit yang
mendasari dapat dilihat pada tabel berikut ini :5

Gambar 9. Distribusi persebaran mikroorganisme patogen penyebab abses otak

Beberapa hal yang perlu dicari dari pasien sebagai faktor risiko terjadinya
abses otak atas penyakit yang telah ada adalah penggunaan kortikosteroid,
imunosupresan, alkohol, dan pasien dengan defisit neurologis seperti pada
penderita Alzheimer, Parkinson, serta HIV/AIDS. Seseorang dengan faktor risiko
tersebut di atas rentan terhadap abses otak oportunistik yang dapat terjadi melalui
jalur hematogen atau metastatik.5
2.2 ABSES OTAK OTOGENIK
2.2.1 DEFINISI
Abses otak otogenik adalah proses pengumpulan pus dalam serebrum atau
serebelum akibat komplikasi otitis media. Penyebab Abses Otak Otogenik lebih
sering diakibatkan oleh otitis media supuratif dibandingkan otitis media akut. Di
Whalton Hospital, sekitar 1,5% otitis media akut dan 3% OMSK akan
berkembang menjadi abses otak, dengan angka kematian sebesar 47,2% akibat
keterlambatan pengobatan.6 Hal ini disebabkan oleh penderita dengan manifestasi
klinis minimal pada fase laten, seperti keluhan nyeri kepala yang berkurang,
tampak lemah dan sedikit sensitif sehingga sering diduga sebagai mastoiditis
kronis tanpa komplikasi.2
2.2.2 ETIOLOGI
Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) adalah proses inflamasi pada
telinga tengah yang berhubungan dengan kerusakan jaringan yang irreversibel.
OMSK muncul akibat adanya infeksi kronis di telinga tengah (lebih dari 2 bulan)
dengan perforasi mempran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah
dapat terus menerus atau hilang timbul. OMSK diklasifikasikan menjadi 2
menurut kelainan patologinya, yaitu :
1.

OMSK tipe benigna


OMSK akibat peradangan atau sumbatan tuba eustachius akibat
penyebaran infeksi dari nasofaring, sinus atau hidung. Tipe ini ditandai

dengan perforasi sentral atau subtotal pars tensa. Sekret mukoid tidak
berbau dan gangguan pendengaran ringan hingga sedang
2. OMSK tipe maligna
Tipe ini ditandai dengan adanya perforasi total, marginal atau atik dengan
sekret berbau busuk akibat nekrosis jaringan telinga tengah. Terdapat
kolesteatoma dan jaringan granulasi. Gangguan pendengaran biasanya
bervariasi darituli ringan hingga total.
Berdasarkan proses keradangannya, OMSK dibagi menjadi 2, yaitu :
1. OMSK aktif
Adanya infeksi dengan pengeluaran sekret telinga akibat perubahan
patologidasar seperti kolesteatoma atau jaringan granulasi
2. OMSK inaktif
OMSK dengan sekuele dari infeksi aktif yang dahulu telah selesai, dan
tidak dijumpai adanya otorrhea.pasien seringkali mengeluh adanya
gangguan pendengaran
Mikroorganisme penyebab OMSK aerob disebabkan oleh S. pyogenes, S.
albus, Proteus vulgaris, Pseudomonas aeruginosa, sedangkan mikroorganisme
anaerob tersering disebabkan oleh Bacteroides sp.
Beberapa faktor yang menyebabkan adanya infeksi berulang dari otitis
media supuratif akut adalah faktor eksogen (infeksi yang berasal melalui perforasi
membran timpani), rinogen (dari rongga hidung), dan endogen (alergi, Diabetes
Melitus, dan TBC paru).
Komplikasi berupa OMSK dapat terjadi apabila barrier pertahanan telinga
tengah yang normal dilewati, sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke
struktur di sekitarnya. Komplikasi ini dapat terjadi pada fase akut dari suatu
infeksi seperti otitis media akut atau akibat destruksi dari aktivitas kronik
bioenzim seperti pada kolesteatoma.
OMSK akan bermanifestasi secara aktif dengan adanya supurasi yang
berkelanjutan, atau inaktif dengan terbentuknya sekuele dari infeksi lampau.
Menurut lokasinya, komplikasi OMSK terdiri dari : 1.) komplikasi intrakranial
berupa jaringan granulasi ekstradural dengan atau tanpa abses ekstradural,
trombofebitis sinus sigmoid, abses otak, otits, hidrosefalus, meningitis dan abses
subdural, 2.) komplikasi ekstrakranial berupa mastoiditis, petrositis, labirinitis,

dan paralisis nervus fasialis. Abses otak merupakan komplikasi intrakranial kedua
(25%) setelah meningitis (34%), yang kemudian disusul dengan hidrosefalus otitis
12%, trombosis sinus dura 10%, abses ekstra dura 3% dan abses sub dura 1%.2
Predileksi abses otak otogenik hampir selalu terjadi di lobus temporalis
atau serebelum sisi yang sama dengan sisi telinga yang terinfeksi, dengan
predileksi di lobus temporal (15% )lebih banyak dibanding serebelum (10%).
Faktor risiko yang memudahkan terjadinya komplikais intrakranial OMSK adalah
virulensi kuman, terapi yang tidak adekuat, daya tahan tubuh, pneumatisasi yang
kurang sempurna, penyakit sistemik kronik, dan otitis media yang sering residif.7
2.2.3 PATOGENESIS
Komplikasi otitis media didefinisikan sebagai penyebaran infeksi
melewati batas ruang pneumatisasi tulang temporal dan mukosa yang
berhubungan. Patogenesis dari komplikasi merupakan interaksi yang kompleks
antara organisme yang spesifik dan keadaan host. Respon host yang berperan
dalam berkembangnya komplikasi adalah terbentuknya jaringan granulasi yang
menyebabkan obstruksi untuk drainase dan aerasi dan destruksi struktur tulang
sehingga selanjutnya terbentuk lingkungan yang anaerob. Rute perjalanan abses
otak otogenik berasal dari 2 rute, yang dikeal dengan direct route dan indirect
route. Pada direct route, infeksi meluas melalui jaringan intervena, meliputi tulang
(osteomielitis) dan meninges. Indirect route berasal dari tromboflebitis retrograd
atau implantasi infeksi metastatik yang memancar dari infeksi mukosa.7

Gambar 10. Komplikasi otitis media

Infeksi yang berasal dari rongga mastoid dapat menyebar intrakranial melalui
beberapa jalan yaitu :
1. Erosi pada tulang akibat proses infeksi akut atau resoprsi oleh kolesteatom
atau osteitis pada infeksi kronik telinga tengah
2. Tromboflebitis retrograd, emlalui vena emisaria yang berjalan menembu
tulang dan dura ke sinus venosus, yang selanjutnya mengenai struktur
intrakranial
3. Jalan anatomis dari tingkap lonjong dan bulat, meatus akustikus internus,
kloaka, akuaduktus vestibularis dan diantara struktur temporal
4. Defek tulang akibat trauma maupun erosi tumor
5. Defek akibat pembedahan kavum timpani

Gambar 11. Patogenesis abses otak otogenik

Proses pembentukan abses terjadi melalui 4 tahap, yaitu :


1. Tahap invasi (initial encephalitis) : abses di subkorteks akan menembus
substansia alba sehingga akan terjadi tromboflebitis, edema dan akhirnya
ensefalitis
2. Tahap lokalisasi abses (tahap laten) : nekrosis fokal dan pencairan yang
secara cepat menimbulkan abses, kemudian mikroglial dan elemen-elemen
mesoblastik vaskuler dimobilisasi ntuk membentuk kapsul yang dapat
terdeteksi dalam 2 minggu dari onset absesnya dan dalam 5-6 minggu
kapsul terbentuk sempurna dengan ketebalan 2 mm, ketika kapsul
terbentuk edema di sekitar akan berkurang
3. Tahap perbesaran abses : aktifitas ulang dalam abses yang berakibat
meningkatnya ukuran abses dan menekan struktur sekitarnya
4. Tahap terminasi (ruptur abses) : abses mendesak dinding kapsul sehingga
terbentuk abses multilokuler atau pecah ke dalam sistem ventrikuler dan
rongga subarakhnoid.8

2.2.4 MANIFESTASI KLINIS


Gejala umum abses otak adalah gejala proses desak ruang ditambah
dengan gejala infeksi. Gejala infeksi lokal di teliga lebih sering ditemukan berupa
peningkatan otore dan adanya kolesteatoma atau jaringan granulasi. Selain itu
akan didapatkan adanya trias berupa demam, sakit kepala dan defisit neurologis.
Nyeri kepala merupakan keluhan terbanyak yang dialami pernderita (70-100%),
diikuti dengan adanya demam (40-84,6%), mual atau muntah (22-72%), kejang
(22-38,5%), penurunan kesadaran (36,6%) dan gangguan penglihatan (15,4-25%).
Berdasarkan patogenesisnya yang dijelaskan oleh Neely dan Mawson,
gejala dan tanda klinis dibagi menjadi empat stadium, yaitu :
1. Stadium inisial
Stadium ini diawali dengan adanya ensefalitis yang disebabkan invasi
jaringan otak. Hal ini menyebabkan edema otak dan peningkatan tekanan
intrakranial, sehingga gejala yang ditimbulkan adalah : demam yang tidak
terlalu tinggi, anoreksia, mual, nyeri kelapa, muntah non proyektil,
somnolen, bingung yang kadang disertai dengan delusi dan halusinasi.
Bila penyakit bertambah berat dapat terjadi stupor dan koma.
2. Stadium laten
Pada tahap ini kapsul mulai terbentuk setelah 10-14 hari. Kapsul fibrosis
terbentuk dalam 5-6 minggu. Pembentukan kapsul tersebut diikuti dengan
menurunnya gejala karena berkurangnya edema dan ensefalitis di sekitar
abses. Oleh sebab itu, gejala pada tahap ini secara klinis tidak jelas karena
gejala berkurang, dengan manifestasi berupa malaise, anoreksia nervosa,
dan nyeri kepala hilang timbul.
3. Stadium manifes
Abses yang telah berkapsul pada tahap ini akan pecah, sehingga
menyebabkan terbentuknya bses satelit, hal ini dapat terjadi walaupun
telah terbentuk dinding abses fibrosis yang kuat. Manifestasi yang muncul
akibat peningkatan tekanan intrakranial, iritasi, dan tekanan di tempat
khusus di otak adalah nyeri kepala hebat (70-90%), mual dan muntah
proyektil (25-50%), kejang (30-50%), perubahan visus akibat paralisis
okuler atau defek lapang pandang karena lesi pada temporal. Gejala fokal

apabila abses di temporal adalah hemiparesis dan afasia, sedangkan abses


pada serebelum mengakibatkan gejala tremor dan ataksia, sehingga pasien
cenderung jatuh pada sisi sakit.
4. Stadium akhir
Pada kondisi terminal, abses akan pecah dan masuk ke dalam ventrikel
atau ruang subarakhnoid, sehingga bermanifestasi pada penurunan
kesadaran dari sopor hingga koma dan akhirnya meninggal.9
Pada abses serebelum dengan jumlah sekitar 10-18% dari abses intrakranial,
gejala yang sering ditimbulkan adalah nistagmus, ataksia, dan muntah. Pada abses
yang berlokasi di lobus frontal, gejala yang sering ditimbulkan adalah nyeri
kepala, kurang perhatian, mengantuk, dan adanya gangguan mental. Sedangkan
pada abses lobus temporal, gejala yang muncul pertama kali adalah nyeri kepala
ipsilateral, dan bila abses dominan di hemisfer maka akan timbul afasia ataupun
disfasia.
Pada dasarnya, dalam menentukan lokasi abses seperti di atas dapat
dipermudah dengan melakukan pemeriksaan neurologis. Afasia berhubungan
dengan abses di lobus temporal, dimana pasien tidak dapat memberi nama pada
satu objek tetapi dapat menunjukkan cara menggunakannya. Defek lapang
pandang biasanya hemianopsia homonim quadratik yang lebih sering melibatkan
kuadran atas daripada bawah. Pemeriksaan motorik akan menunjukkan kelemahan
sisi kontralateral. Pasien dengan abses di serebelum menunjukkan dismetria dan
disdiadokinesis ipsilateral dan nistagmus spontan, yang meingkat saat pasien
memandang ke ipsilateral.
Pemeriksaan laboratorium rutin dapat membantu menegakkan diagnosis
abses otak, dimana pada hasil laboratorium leukosit akan dijumpai meningkat
ringan atau normal pada 40% kasus. Pemeriksaan lumbal pungsi biasanya
abnormal tetapi tidak spesifik, dan heriniasi transtentorial dilaporkan apabila
prosedur ini dilakukan. Kuman gram negatif dan gram positif aerob dan anaerob
berperan ada OMSK dengan insidensi yang berbeda-beda. Fitria yang dikutip oleh
Helmi melaporkan Pseudomonas aeruginosa merupakan kuman tersering yang
ditemukan pada biakan sekret OMSK tanpa kolesteatom, sedangkan kuman yng
paling sering ditemukan pada OMSK dengan kolesteatom adalah Proteus

mirabilis (58,5%), diikuti Pseudomonas (31,5%), Difteroid, Streptococcus


hemoliticus dan Enterobacter.10

1. Widodo, Slamet, et al. Karakteristik Abses Otak Otogenik (Tinjauan 14


kasus). CDK 185. Mei-Juni 2011; 38(4):267-9
2. A.Lu, et al. Bacterial brain abscess: microbiological

features,

epidemiological trends and therapeutic outcomes. QJ Med. April 2002; 95:


501-509
3. B.Sidram, Vishwanath, et al. Spectrum of Intracranial Abscess: Option and
Outcome. April 2012; 2(1):157-167
4. Kao, P.T. et al. Brain Abscess: Clinical Analysis of 53 Cases.J. Mocrobiol
Immunol Infect. 2003; 36:129-136
5. C. Miranda, Hernando Alvis, et al. Brain Abscesss: current Management.
Journal of Neurosciences in Rural Practice. Agustus 2013; 4(1): 67-81
6. F. Sucipta, W, et al. Abses Otak Ototgenik Berulang. CDK 185. Mei-Juni
2011. 38 (4): 275-277
7. E. Couloigner, Vincent, et al. Brain Abscess of Ear, Nose, and Throat
Origin : Comparison Between Otogenic and Sinogenic Etiologies. Skull
Base Surgery. 1998. 8 (4): 163-168
8. G. Ghanie, Abla. Abses Otak Otogenik di RSUP dr. Mohammad Hoesin
Palembang. Simposium Otologi 2 PITO 4 Perhati-KL di Palembang.
Oktober 2009. 1-19
9. Hakim, Adril Arsyad. Abses Otak. Departemen Bedah Fakultas
Kedokteran USU/SMF Bedah Saraf RSUP H. Adam Malik Medan.
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 38. Desember 2005; 4: 324-7
10. Helmi, Otitis Media Supuratif Kronik,In L Otitis Media Supuratif Kronik
Pengetahuan Dasar, Terapi Medik, Mastoidektomi, Timpanoplasti. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta: 2005; 55-72
11. Rappaport, Zwi, et al. Intracranial Abscess : Current Concepts in
Management. Neurosurgery Quarlerky. Philadelphia. 2002; 12 (3) : 238250
12. Menon, Sarala, et al. Current Epidemiology of Intracranial Abscesses : A
Prospective 5 Year Study. Journal of Medical Microbiology. 2008. 57:
1259-1268

MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi terhadap abses otak dapat dikenali melalui 4 hal berikut ini :
1.
2.
3.
4.

Pendesakan massa
Hipertensi intrakranial
Destruksi difus
Defisit neurologis fokal
Dalam mengenali adanya abses otak, perlu diketahui adanya faktor
predisposisi dan penyakit primer yang mendasari. Faktor predisposisi yang
mungkin adalah : penyakit jantung kongenital, imunokompromis, adanya
fokus sepsis,
Manifestasi spesifik berantung pada lokasi abses seperti berikut :
- Lobus frontal L tidak spesifik, demam, mual,pusing, peningkatan
tekanan intrakranial, seperti penurunan kesadaran, kejang, adanya
-

refleks primitif (graps, suck and snout reflexes)


Lobus oksipital : ventrikulitis atau ependimitis, atau hipertensi vena,

edema, kejang, peningkatan tekanan intrakranial.


Lobus temporal : afasia Wernicke, homonymous

superior

quadranopsia, kelemahan pada otot yang diinervasi oleh nervus


-

Fasialis kontralateral
Lobus parietal : gangguan fungsi luhur (posisi, diskriminasi dua titik,
stereognosis), kejang fokal morotik atau sensorik, hemianopsia

homonim, nistagmus
Serebelum : ataksia, nistagmus, inkoordinasi ipsilateral pada

pergerakan ekstremitas dengan tremor


Batang otak : kelemahan fasial dan disfagi, kelumpuhan beberapa
nervus kranialis multipel, hemiparesis kontralateral

Anda mungkin juga menyukai