Bab I
Bab I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
HIV terus menjadi masalah kesehatan masyarakat global , setelah terdapat
lebih dari 34 juta jiwa terkena HIV. Pada tahun 2014 , secara global 1,2 juta orang
meninggal karena penyebab terkait HIV. Ada sekitar 36,9 juta orang yang hidup
dengan HIV pada akhir 2014 dengan 2 juta orang baru terinfeksi HIV. Sub - Sahara
Afrika adalah wilayah yang paling terkena dampak , dengan 25,8 juta orang yang
hidup dengan HIV pada tahun 2014.
virus HIV menginfeksi sel yang berperan membentuk antibodi pada sistem
kekebalan tersebut, yaitu sel Limfosit T4. Setelah virus HIV mengikatkan diri pada
molekul CD4, virus masuk ke dalam target dan melepaskan bungkusnya kemudian
dengan enzim reverse transkriptase virus tersebut merubah bentuk RNA
(Ribonucleic Acid) agar dapat bergabung dengan DNA ( Deoxyribonucleic Acid) sel
target. Selanjutnya sel yang berkembang biak akan mengandung bahan genetik virus.
Infeksi HIV dengan demikian menjadi irreversibel dan berlangsung seumur hidup
(Djoerban,2006).
Pada awal infeksi, virus HIV tidak segera menyebabkan kematian dari sel
yang diinfeksinya, tetapi terlebih dahulu mengalami replikasi sehingga ada
kesempatan untuk berkembang dalam tubuh penderita tersebut dan lambat laun akan
merusak limfosit T4 sampai pada jumlah tertentu. Masa ini disebut dengan masa
inkubasi. Masa inkubasi adalah waktu yang diperlukan sejak seseorang terpapar
virus HIV sampai menunjukkan gejala AIDS. Dari penelitian pada sebagian besar
kasus dikatakan masa inkubasi rata-rata 5-10 tahun, dan bervariasi sangat lebar, yaitu
antara 6 bulan sampai lebih dari 10 tahun. rata-rata 21 bulan pada anak-anak dan 60
bulan pada orang dewasa walaupun belum ada gejala, tetapi yang bersangkutan telah
dapat menjadi sumber penularan (Murati,1996).
Cara penularan HIV terjadi melalui tiga jalur transmisi utama, yaitu transmisi
vertikal dari ibu ke janin (intrauterine, intrapartum dan post partum), transmisi
langsung ke peredaran darah melalui transfusi atau jarum suntik dan transmisi
melalui mukosa genital yang merupakan cara paling dominan dari semua cara
penularan (Murati,1996).
Perilaku dan kondisi yang menempatkan individu pada risiko yang lebih
besar tertular HIV meliputi berhubungan badan dengan pasien terinfeksi baik melalui
anal atau vagina tanpa kondom, memiliki infeksi menular seksual ,berbagi jarum
suntik terkontaminasi , menerima suntikan yang tidak aman , transfusi darah ,
prosedur medis yang melibatkan pemotongan atau penusukan tidak steril dan resiko
pada petugas kesehatan seperti mengalami luka tusuk dari alat yang terkontaminasi
(WHO,2015).
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah menetapkan sebanyak
278 rumah sakit rujukan Odha ( Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 780/MENKES/SK/IV/2011 tentang Penetapan Lanjutan Rumah
Sakit Rujukan Bagi Orang dengan HIV yang tersebar di hampir semua provinsi di
pencegahan penularan HIV melalui transmisi seksual dan alat suntik, pencegahan di
lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan, pencegahan HIV dari ibu ke bayi
(Prevention Mother to Child Transmission,PMTCT), pencegahan di kalangan
pelanggan penjaja seks, dan lain-lain. Perawatan, dukungan dan pengobatan (PDP)
yang meliputi penguatan dan pengembangan layanan kesehatan, pencegahan dan
pengobatan infeksi oportunistik, pengobatan antiretroviral dan dukungan serta
pendidikan dan pelatihan bagi ODHA. Program PDP terutama ditujukan untuk
menurunkan angka kesakitan dan rawat inap, angka kematian yang berhubungan
dengan AIDS, dan meningkatkan kualitas hidup orang terinfeksi HIV (berbagai
stadium). Pencapaian tujuan tersebut dapat dilakukan antara lain dengan pemberian
terapi antiretroviral (ARV). Mitigasi dampak berupa dukungan psikososio ekonomi. Penciptaan lingkungan yang kondusif (creating enabling environment)
yang meliputi program peningkatan lingkungan yang kondusif adalah dengan
penguatan kelembagaan dan manajemen,manajemen program serta penyelarasan
kebijakan dan lain lain (Depkes,2011).
Banyak penelitian dilakukan bertujuan untuk mendapatkan penatalaksanaan
yang baku dan menyeluruh dari pencegahan dan penularan horizontal maupun
vertikal, seperti pemakaian kombinasi antiretrovirus (ARV) bagi orang dengan HIV
AIDS (ODHA), pencegahan dan pengobatan infeksi oportunistik (IO) dan
pencegahan post exposure (PPE) (Djoerban dkk,2006).
Di beberapa negara , penelitian menunjukkan bahwa 5 % -78 % dari pasien
yang terinfeksi HIV - 1 virus yang dirawat menerima terapi antiretroviral setidaknya
terdapat salah satu obat yang tersedia telah resisten (vercauteren,2006) . Untuk
alasan-alasan ini, ada kebutuhan untuk agen anti-HIV baru yang berfungsi untuk
pengobatan dan pencegahan HIV / AIDS. Nanoteknologi menawarkan kesempatan
untuk kembali mengeksplorasi sifat biologis dari senyawa antimikroba yang telah
diketahui dengan memanipulasi ukurannya . Perak telah lama dikenal untuk sifat
antimikroba, tetapi applikasi medis menurun seiring dengan perkembangan
antibiotik (Lara,2010).
Nanopartikel perak telah dipelajari sebagai anti mikroba potensial dan telah
terbukti merupakan agen antibakteri terhadap bakteri gram-negatif dan gram-positif,
dan agen antivirus terhadap HIV-1, virus hepatitis B, respiratory syncytial virus,
virus herpes simpleks tipe 1 dan virus monkeypox. Perkembangan produk
nanopartikel perak semakin luas. Saat ini digunakan sebagai bagian dari pakaian,
kontainer makanan, wound dressings, salep, pelapis implan, dan barang-barang
lainnya .Dalam pencegahan HIV nanopartikel perak saat ini digunakan sebagai
pelapis kondom dan juga dalam bentuk cream (Fayaz,2012).
Nanopartikel perak mengerahkan aktivitas anti - HIV pada tahap awal
replikasi virus , yang paling mungkin sebagai agen virucidal atau sebagai inhibitor
masuknya virus . nanopartikel perak mengikat gp120 dengan cara mencegah CD4 dependent mengikat virion, berfusi , dan infektivitas , bertindak sebagai agen
virucidal efektif. Selain itu, nanopartikel perak menghambat tahap pasca -masuknya
siklus hidup HIV 1 (Jose,2005).
Dalam pandangan Islam, hakikat penimpaan HIV/AIDS yang banyak diderita
orang, dapat merupakan musibah atau dapat pula merupakan cobaan atau ujian.
Sebagai siksaan,azab dan kutukan Allah atas manusia jika penyakit tersebut
menimpanya akibat dari perbuatan dosa yang dikerjakannya. Sebagai cobaan atau
ujian Allah terhadap keimanan jika menimpa orang-orang yang baik (Zuhroni,2012).
Sejalan dengan pernyataan para pakar kesehatan, bahwa HIV/AIDS akibat
adanya perilaku seksual menyimpang. Dalam perspektif fiqih Islam dapat dikaitkan
dengan pengaturan Islam terhadap kesehatan secara umum, khususnya soal
hubungan seksual dan perzinaan. Berzina, baik secara heteroseksual maupun
homoseksual sangat dilarang dalam Islam, termasuk dosa besar, diancam azab di
dunia dan akhirat. Zina merupakan perbuatan keji dan seburuk-buruknya jalan
kehidupan (Zuhroni, 2012).
Islam menekankan agar memperlakukan dengan baik orang-orang sakit,
meliputi segala jenisnya, termasuk sakit terkena virus HIV/AIDS. Namun demikian,
perlakuan yang baik itu tidak sampai harus mengorbankan dirinya atau orang lain
yang tidak terkena HIV/AIDS. Karenanya diperlukan upaya-upaya bijak agar para
pasien HIV/AIDS dapat dirawat, diobati, dan diperlakukan secara manusiawi tetapi
tidak mengorbankan pihak lain sehingga menjadi pasien baru. Kebijakan ini akan
lebih diperlukan karena sebagai manusia, pasien akan selalu berhubungan dengan
orang lain dan terikat oleh berbagai etika dan hukum (Zuhroni,2012).
Ajaran
Islam
sangat
menekankan
agar
menghindari
hal-hal
yang
3.
1.4.
1.
Manfaat
Bagi penulis
Untuk memenuhi persyaratan kelulusan sebagai dokter pada fakultas