Anda di halaman 1dari 6

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
HIV terus menjadi masalah kesehatan masyarakat global , setelah terdapat

lebih dari 34 juta jiwa terkena HIV. Pada tahun 2014 , secara global 1,2 juta orang
meninggal karena penyebab terkait HIV. Ada sekitar 36,9 juta orang yang hidup
dengan HIV pada akhir 2014 dengan 2 juta orang baru terinfeksi HIV. Sub - Sahara
Afrika adalah wilayah yang paling terkena dampak , dengan 25,8 juta orang yang
hidup dengan HIV pada tahun 2014.

Juga secara global Sub - Sahara Afrika

menyumbang hampir 70 % dari total infeksi HIV baru (WHO,2015).


Di Indonesia, HIV/AIDS pertama kali ditemukan di provinsi Bali pada
tahun 1987. Hingga saat ini HIV/AIDS sudah menyebar di 386 kabupaten/kota di
seluruh provinsi di Indonesia. Sejak pertama kali dilaporkan kasus HIV/AIDS
memperlihatkan adanya kecenderungan peningkatan jumlah dari tahun ke tahun.
Dari tahun 1987 sampai september 2014 jumlah kumulatif penderita HIV sebanyak
150.296 orang, paling banyak terjadi pada kelompok laki-laki dibandingkan
perempuan. Berdasarkan faktor resiko, infeksi HIV dominan terjadi pada
heteroseksual, diikuti kelompok lain-lain, pengguna napza suntik (penasun) dan
kelompok lelaki berhubungan seks dengan lelaki (LSL). Berdasarkan laporan
provinsi, jumlah kasus infeksi HIV yang terbanyak adalah Provinsi DKI Jakarta
(32.782 kasus),diikuti dengan Jawa Timur, Papua, Jawa Barat dan Bali
(Depkes,2015).
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan penyakit yang
menunjukkan adanya sindrom defisiensi imun selular sebagai akibat infeksi human
immunodeficiency virus (HIV) yang termasuk famili retroviridae. AIDS merupakan
tahap akhir dari infeksi HIV. Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan
patogen yang menyerang sistem imun manusia, terutama semua sel yang memiliki
penanda CD4+ di permukaannya seperti makrofag dan limfosit T (Corry,1996).
Dasar utama terinfeksinya HIV adalah berkurang nya jenis Limfosit T helper
yang mengandung marker CD4 (Sel T4). Limfosit T4 adalah pusat dan sel utama
yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam menginduksi fungsi
imunologik. Menurun atau menghilangnya sistem imunitas seluler, terjadi karena

virus HIV menginfeksi sel yang berperan membentuk antibodi pada sistem
kekebalan tersebut, yaitu sel Limfosit T4. Setelah virus HIV mengikatkan diri pada
molekul CD4, virus masuk ke dalam target dan melepaskan bungkusnya kemudian
dengan enzim reverse transkriptase virus tersebut merubah bentuk RNA
(Ribonucleic Acid) agar dapat bergabung dengan DNA ( Deoxyribonucleic Acid) sel
target. Selanjutnya sel yang berkembang biak akan mengandung bahan genetik virus.
Infeksi HIV dengan demikian menjadi irreversibel dan berlangsung seumur hidup
(Djoerban,2006).
Pada awal infeksi, virus HIV tidak segera menyebabkan kematian dari sel
yang diinfeksinya, tetapi terlebih dahulu mengalami replikasi sehingga ada
kesempatan untuk berkembang dalam tubuh penderita tersebut dan lambat laun akan
merusak limfosit T4 sampai pada jumlah tertentu. Masa ini disebut dengan masa
inkubasi. Masa inkubasi adalah waktu yang diperlukan sejak seseorang terpapar
virus HIV sampai menunjukkan gejala AIDS. Dari penelitian pada sebagian besar
kasus dikatakan masa inkubasi rata-rata 5-10 tahun, dan bervariasi sangat lebar, yaitu
antara 6 bulan sampai lebih dari 10 tahun. rata-rata 21 bulan pada anak-anak dan 60
bulan pada orang dewasa walaupun belum ada gejala, tetapi yang bersangkutan telah
dapat menjadi sumber penularan (Murati,1996).
Cara penularan HIV terjadi melalui tiga jalur transmisi utama, yaitu transmisi
vertikal dari ibu ke janin (intrauterine, intrapartum dan post partum), transmisi
langsung ke peredaran darah melalui transfusi atau jarum suntik dan transmisi
melalui mukosa genital yang merupakan cara paling dominan dari semua cara
penularan (Murati,1996).
Perilaku dan kondisi yang menempatkan individu pada risiko yang lebih
besar tertular HIV meliputi berhubungan badan dengan pasien terinfeksi baik melalui
anal atau vagina tanpa kondom, memiliki infeksi menular seksual ,berbagi jarum
suntik terkontaminasi , menerima suntikan yang tidak aman , transfusi darah ,
prosedur medis yang melibatkan pemotongan atau penusukan tidak steril dan resiko
pada petugas kesehatan seperti mengalami luka tusuk dari alat yang terkontaminasi
(WHO,2015).
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah menetapkan sebanyak
278 rumah sakit rujukan Odha ( Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 780/MENKES/SK/IV/2011 tentang Penetapan Lanjutan Rumah
Sakit Rujukan Bagi Orang dengan HIV yang tersebar di hampir semua provinsi di

Indonesia. Program penanggulangan AIDS di Indonesia mempunyai 4 pilar, yang


semuanya menuju pada paradigma Zero new infection, Zero AIDS - related death
dan Zero discrimination. Empat pilar tersebut adalah pencegahan,perawatan, mitigasi
dampak, dan penciptaan lingkungan yang kondusif.

Pencegahan yang meliputi

pencegahan penularan HIV melalui transmisi seksual dan alat suntik, pencegahan di
lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan, pencegahan HIV dari ibu ke bayi
(Prevention Mother to Child Transmission,PMTCT), pencegahan di kalangan
pelanggan penjaja seks, dan lain-lain. Perawatan, dukungan dan pengobatan (PDP)
yang meliputi penguatan dan pengembangan layanan kesehatan, pencegahan dan
pengobatan infeksi oportunistik, pengobatan antiretroviral dan dukungan serta
pendidikan dan pelatihan bagi ODHA. Program PDP terutama ditujukan untuk
menurunkan angka kesakitan dan rawat inap, angka kematian yang berhubungan
dengan AIDS, dan meningkatkan kualitas hidup orang terinfeksi HIV (berbagai
stadium). Pencapaian tujuan tersebut dapat dilakukan antara lain dengan pemberian
terapi antiretroviral (ARV). Mitigasi dampak berupa dukungan psikososio ekonomi. Penciptaan lingkungan yang kondusif (creating enabling environment)
yang meliputi program peningkatan lingkungan yang kondusif adalah dengan
penguatan kelembagaan dan manajemen,manajemen program serta penyelarasan
kebijakan dan lain lain (Depkes,2011).
Banyak penelitian dilakukan bertujuan untuk mendapatkan penatalaksanaan
yang baku dan menyeluruh dari pencegahan dan penularan horizontal maupun
vertikal, seperti pemakaian kombinasi antiretrovirus (ARV) bagi orang dengan HIV
AIDS (ODHA), pencegahan dan pengobatan infeksi oportunistik (IO) dan
pencegahan post exposure (PPE) (Djoerban dkk,2006).
Di beberapa negara , penelitian menunjukkan bahwa 5 % -78 % dari pasien
yang terinfeksi HIV - 1 virus yang dirawat menerima terapi antiretroviral setidaknya
terdapat salah satu obat yang tersedia telah resisten (vercauteren,2006) . Untuk
alasan-alasan ini, ada kebutuhan untuk agen anti-HIV baru yang berfungsi untuk
pengobatan dan pencegahan HIV / AIDS. Nanoteknologi menawarkan kesempatan
untuk kembali mengeksplorasi sifat biologis dari senyawa antimikroba yang telah
diketahui dengan memanipulasi ukurannya . Perak telah lama dikenal untuk sifat
antimikroba, tetapi applikasi medis menurun seiring dengan perkembangan
antibiotik (Lara,2010).

Nanopartikel perak telah dipelajari sebagai anti mikroba potensial dan telah
terbukti merupakan agen antibakteri terhadap bakteri gram-negatif dan gram-positif,
dan agen antivirus terhadap HIV-1, virus hepatitis B, respiratory syncytial virus,
virus herpes simpleks tipe 1 dan virus monkeypox. Perkembangan produk
nanopartikel perak semakin luas. Saat ini digunakan sebagai bagian dari pakaian,
kontainer makanan, wound dressings, salep, pelapis implan, dan barang-barang
lainnya .Dalam pencegahan HIV nanopartikel perak saat ini digunakan sebagai
pelapis kondom dan juga dalam bentuk cream (Fayaz,2012).
Nanopartikel perak mengerahkan aktivitas anti - HIV pada tahap awal
replikasi virus , yang paling mungkin sebagai agen virucidal atau sebagai inhibitor
masuknya virus . nanopartikel perak mengikat gp120 dengan cara mencegah CD4 dependent mengikat virion, berfusi , dan infektivitas , bertindak sebagai agen
virucidal efektif. Selain itu, nanopartikel perak menghambat tahap pasca -masuknya
siklus hidup HIV 1 (Jose,2005).
Dalam pandangan Islam, hakikat penimpaan HIV/AIDS yang banyak diderita
orang, dapat merupakan musibah atau dapat pula merupakan cobaan atau ujian.
Sebagai siksaan,azab dan kutukan Allah atas manusia jika penyakit tersebut
menimpanya akibat dari perbuatan dosa yang dikerjakannya. Sebagai cobaan atau
ujian Allah terhadap keimanan jika menimpa orang-orang yang baik (Zuhroni,2012).
Sejalan dengan pernyataan para pakar kesehatan, bahwa HIV/AIDS akibat
adanya perilaku seksual menyimpang. Dalam perspektif fiqih Islam dapat dikaitkan
dengan pengaturan Islam terhadap kesehatan secara umum, khususnya soal
hubungan seksual dan perzinaan. Berzina, baik secara heteroseksual maupun
homoseksual sangat dilarang dalam Islam, termasuk dosa besar, diancam azab di
dunia dan akhirat. Zina merupakan perbuatan keji dan seburuk-buruknya jalan
kehidupan (Zuhroni, 2012).
Islam menekankan agar memperlakukan dengan baik orang-orang sakit,
meliputi segala jenisnya, termasuk sakit terkena virus HIV/AIDS. Namun demikian,
perlakuan yang baik itu tidak sampai harus mengorbankan dirinya atau orang lain
yang tidak terkena HIV/AIDS. Karenanya diperlukan upaya-upaya bijak agar para
pasien HIV/AIDS dapat dirawat, diobati, dan diperlakukan secara manusiawi tetapi
tidak mengorbankan pihak lain sehingga menjadi pasien baru. Kebijakan ini akan
lebih diperlukan karena sebagai manusia, pasien akan selalu berhubungan dengan
orang lain dan terikat oleh berbagai etika dan hukum (Zuhroni,2012).

Ajaran

Islam

sangat

menekankan

agar

menghindari

hal-hal

yang

membahayakan, apalagi penyakit berbahaya yang berpotensi untuk menular.


Tuntunan agama dalam memelihara kesehatan, sejalan dengan pola ajaran Islam
secara menyeluruh yakni mncegah terjadinya sesuatu yang berakibat buruk atau
mengambil langkah preventif seperti yang diungkapkan dalam kaidah mencegah
lebih baik dibanding mengobati (Mahfudh,2009).
Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk membahas peranan nano
partikel perak dalam mencegah penularan HIV/AIDS ditinjau dari kedokteran dan
Islam.
1.2. Permasalahan
1. Bagaimana kerja nanopartikel perak dalam mencegah penularan HIV/AIDS?
2. Bagaimana manfaat penggunaan nanopartikel perak dalam mencegah
penularan HIV/AIDS ditinjau dari kedokteran?
3. Bagaimana pandangan agama Islam tentang penggunaan nanopartikel perak
dalam mencegah penularan HIV/AIDS?
1.3. Tujuan
1.3.1. Umum
Memahami pengaruh dari penggunaan nanopartikel perak untuk mencegah
penularan HIV/AIDS ditinjau dari sudut kedokteran dan agama Islam.
1.3.2. Khusus
1.
mengetahui mekanisme nanopartikel perak dalam mencegah penularan
2.

HIV/AIDS ditinjau dari kedokteran.


Mengetahui pengaruh penggunaan nanopartikel perak dalam mencegah

3.

penularan HIV/AIDS ditinjau dari kedokteran.


Mengetahui pandangan Islam tentang penggunaan nanopartikel perak dalam
mencegah penularan HIV/AIDS.

1.4.
1.

Manfaat
Bagi penulis
Untuk memenuhi persyaratan kelulusan sebagai dokter pada fakultas

kedokteran Universitas YARSI dan menambah pengetahuan mengenai penggunaan


nanopartikel perak dalam mencegah penularan HIV/AIDS. Serta menemukan titik
temu antara pandangan Islam dengan ilmu kdokteran mengenai topik yang dibahas.
2.
Bagi Universitas YARSI
Menambah pembendaharaan karya ilmiah di perpustakaan, sehingga dapat
dimanfaatkan oleh civitas akademika Universitas YARSI, khususnya mahasiswa
kedokteran.
3.
Bagi Masyarakat

Memberikan informasi kepada masyarakat luas,khususnya kelompok


beresiko tinggi terkena HIV dalam mengenai peranan nanopartikel perak dalam
mencegah penularan HIV/AIDS dditinjau dari kedokteran dan Islam.

Anda mungkin juga menyukai