Anda di halaman 1dari 25

Kista Ganglion

Kista Ganglion atau biasa disebut Ganglion merupakan kista yang terbentuk dari
kapsul suatu sendi atau sarung suatu tendo. Kista ini berisi cairan kental jernih yang mirip
dengan jelly yang kaya protein. Kista merupakan tumor jaringan lunak yang paling sering
didapatkan pada tangan. Ganglion biasanya melekat pada sarung tendon pada tangan atau
pergelangan tangan atau melekat pada suatu sendi; namun ada pula yang tidak memiliki
hubungan dengan struktur apapun. Kista ini juga dapat ditemukan di kaki. Ukuran kista
bervariasi, dapat bertambah besar atau mengecil seiring berjalannya waktu dan bahkan
menghilang. Selain itu kadang dapat mengalami inflamasi jika teriritasi. Konsistensi dapat
lunak hingga keras seperti batu akibat tekanan tinggi cairan yang mengisi kista sehingga
kadang didiagnosis sebagai tonjolan tulang. Ganglion timbul pada tempat-tempat berikut ini:
Pergelangan tangan punggung tangan ("dorsal wrist ganglion"), pada telapak tangan ("volar
wrist ganglion"), atau kadang pada daerah ibu jari. Kista ini berasal dari salah satu sendi
pergelangan tangan, dan kadang diperberat oleh cedera pada pergelangan tangan.
Telapak tangan pada dasar jari-jari ("flexor tendon sheath cyst"). Kista ini

berasal dari saluran yang menjaga tendon jari pada tempatnya, dan kadang terjadi akibat
iritasi pada tendon - tendinitis.
Bagian belakang tepi sendi jari ("mucous cyst"), terletak di sebelah dasar

kuku. Kista ini dapat menyebabkan lekukan pada kuku, dan dapat menjadi terinfeksi dan
menyebabkan infeksi sendi walaupun jarang. Hal ini biasanya disebabkan arthritis atau taji
tulang pada sendi.
Anatomi
Ganglion terjadi pada sendi, oleh karena itu perlu diketahui mengenai anatomi sendi.
Ganglion ditemukan pada sendi diartrodial yang merupakan jenis sendi yang dapat
digerakkan dengan bebas dan ditemukan paling sering padawrist joint. Hal ini mungkin
diakibatkan banyaknya gerakan yang dilakukan olehwrist joint sehingga banyak gesekan
yang terjadi antar struktur di daerah tersebut sehingga memungkinkan terjadinya reaksi
inflamasi dan pada akhirnya mengakibatkan timbulnya ganglion. Selain itu wrist
joint merupakan sendi yang kompleks karena terdiri dari beberapa tulang sehingga
kemungkinan timbulnya iritasi atau trauma jaringan lebih besar.
Jenis sendi diartrodial mempunyai unsur-unsur seperti rongga sendi dan kapsul sendi.
Kapsul sendi terdiri dari selaput penutup fibrosa padat serta sinovium yang membentuk suatu

kantung yang melapisi seluruh sendi dan membungkus tendon-tendon yang melintasi sendi.
Sinovium tidak terlalu meluas melampaui permukaan sendi tetapi terlipat sehingga
memungkinkan gerakan sendi secara penuh. Lapisan-lapisan bursa di seluruh persendian
membentuk sinovium. Sinovium menghasilkan cairan yang sangat kental yang membasahi
permukaan sendi. Cairan sinovial normalnya bening, tidak membeku, dan tidak berwarna.
Jumlah yang ditemukan pada tiap sendi relatif sedikit (1-3 ml). Asam hialuronidase adalah
senyawa yang bertanggung jawab atas viskositas cairan sinovial dan disintesis oleh sel-sel
pembungkus sinovial. Bagian cair dari cairan sinovial diperkirakan berasal dari transudat
plasma. Cairan sinovial juga bertindak sebagai sumber nutrisi bagi tulang rawan sendi.
Epidemiologi
Kista ganglion merupakan tumor jaringan lunak yang paling sering ditemukan pada
tangan dan pergelangan tangan. Kista ini dapat terjadi pada berbagai usia termasuk anakanak; kurang lebih 15% terjadi pada usia di bawah 21 tahun. Tujuhpuluh persen terjadi pada
dekade kedua dan keempat kehidupan. Perempuan tiga kali lebih banyak menderita
dibandingkan laki-laki. Tidak ditemukan predileksi antara tangan kanan dan kiri, dan
tampaknya pekerjaan tidak meningkatkan resiko timbulnya ganglion, namun referensi lain
menyebutkan bahwa ganglion banyak ditemukan pada pesenam dimana terjadi tekanan yang
besar pada pergelangan tangan.
Etiologi
Penjelasan yang paling sering digunakan untuk mengungkapkan pembentukan kista
hingga degenerasi mukoid dari kolagen dan jaringan ikat. Teori ini menunjukkan bahwa
sebuah ganglion mewakili struktur degeneratif yang melingkupi perubahan miksoid dari
jaringan ikat. Teori yang lebih baru, yang dipostulasikan oleh Angelides pada 1999,
menjelaskan bahwa kista terbentuk akibat trauma jaringan atau iritasi struktur sendi yang
menstimulasi produksi asam hialuronik. Proses ini bermula di pertemuan sinovial-kapsular.
Musin yang terbentuk membelah sepanjang ligamentum sendi serta kapsul yang melekat
untuk kemudian membentuk duktus kapsular dan kista utama. Duktus pada akhirnya akan
bergabung menjadi kista ganglion soliter yang besar.
Seperti yang telah disebutkan, penyebab ganglion tidak sepenuhnya diketahui, namun
ganglion dapat terjadi akibat robekan kecil pada ligamentum yang melewati selubung tendon
atau kapsul sendi baik akibat cedera, proses degeneratif atau abnormalitas kecil yang tidak
diketahui sebelumnya.

Patofisiologi
Kista ganglion dapat berupa kista tunggal ataupun berlobus. Biasanya memiliki
dinding yang mulus, jernih dan berwarna putih. Isi kista merupakan musin yang jernih dan
terdiri dari asam hialuronik, albumin, globulin dan glukosamin. Dinding kista terbuat dari
serat kolagen. Kista dengan banyak lobus dapat saling berhubungan melalui jaringan duktus.
Tidak terdapat nekrosis dinding atau selularitas epitel atau sinovia yang terjadi.

Normalnya, sendi dan tendon dilumasi oleh cairan khusus yang terkunci di dalam
sebuah kompartemen kecil. Kadang, akibat arthritis, cedera atau tanpa sebab yang jelas,
terjadi kebocoran dari kompartemen tersebut. Cairan tersebut kental seperti madu, dan jika
kebocoran tersebut kecil maka akan seperti lubang jarum pada pasta gigi jika pasta gigi
ditekan, walaupun lubangnya kecil dan pasta di dalamnya kental, maka akan mengalir
keluar- dan begitu keluar, tidak dapat masuk kembali. Hal ini bekerja hampir seperti katup
satu arah, dan akan mengisi ruang di luar area lubang. Ketika kita menggunakan tangan
kita untuk bekerja, sendi akan meremas dan menyebabkan tekanan yang besar pada
kompartemen yang berisi cairan tersebut- ini dapat menyebabkan benjolan dengan tekanan
yang besar sehingga sekeras tulang.

Cairan pelumas mengandung protein khusus yang menyebabkannya kental dan pekat
dan menyulitkan tubuh untuk me-reabsorbsi jika terjadi kebocoran. Tubuh akan mencoba
untuk menyerap kembali cairan tersebut, tapi hanya sanggup menyerap air yang
terkandung di dalamnya sehingga membuatnya lebih kental lagi. Biasanya, pada saat
benjolan cukup besar untuk dilihat, cairan tersebut telah menjadi sekental jelly.

Kadang disebutkan bahwa ganglion berasal dari protrusi dari membran sinovial sendi
atau dari selubung suatu tendo. Namun, kami tidak dapat memperlihatkan adanya hubungan
antara rongga kista dengan selubung tendon atau sendi yang berhubungan. Namun, terdapat
kemungkinan bahwa kista berasal dari bagian kecil membran sinovia yang mengalami
protrusi dan kemudian terjadi strangulasi sehingga terpisah dari tempat asalnya; bagian ini
kemudian berdegenerasi dan terisi oleh materi koloid yang berakumulasi dan membentuk
kista.
G e j a l a d a n Tan d a

Meskipun kista ganglion umumnya asimtomatik, gejala yang muncul dapat berupa
keterbatasan gerak, parestesia dan kelemahan. Kista ganglion umumnya soliter, dan jarang
berdiameter di atas 2 cm. Dapat melibatkan hampir semua sendi pada tangan dan pergelangan
tangan. Dorsal wrist, volar wrist, volar retinakular dan distal interfalangeal merupakan kista
ganglion yang paling sering ditemukan pada tangan dan pergelangan tangan. Ganglion
terbesar terletak di belakang lutut dan biasa disebut Kista Baker.
Ahli bedah tangan yang berpengalaman juga dapat mengenali ganglion dorsal okulta
(tersembunyi), yang dapat timbul dengan tekanan lembut pada regio fossa scapholunate.
Nyeri terjadi dengan gerakan pergelangan tangan yang ekstrim. Temuan radiografik biasanya
normal, dan MRI berguna dalam mengkonfirmasi diagnosis. Eksisi bedah pada ganglion
okulta dapat menghilangkan nyeri dan gejala pada sebagian besar kasus. Sebagian pasien
mengeluhkan benjolan di bawah kulit yang sebagian besar terletak pada bagian belakang
pergelangan tangan, sisi telapak pada pergelangan tangan, di atas tendon pada dasar jari pada
sisi telapak tangan, atau pada sendi jari terdekat ke ujung jari. Ganglion umumnya tidak
nyeri; namun dapat menyebabkan nyeri ketika digerakkan atau menyebabkan masalah
mekanis (terbatasnya ruang gerak) tergantung dari lokasi ganglion tersebut. Kista ganglion
memiliki kecenderungan untuk membesar dan mengecil, kemungkinan karena cairan yang
terdapat dalam kista terserap kembali ke dalam sendi atau tendon untuk kemudian diproduksi
kembali. Masalah terbesar dengan ganglion adalah ketakutan pasien bahwa benjolan tersebut
merupakan sesuatu yang gawat. Diagnosis didasarkan atas riwayat penyakit, pemeriksaan
fisis, dan kemungkinan foto sinar x polos atau USG. Kista dapat dibedakan dari tumor padat
melalui transiluminasi (berkas sinar akan melewati cairan yang memenuhi ganglion, tapi
tidak jika merupakan massa tumor yang padat). Pencitraan USG juga telah digunakan untuk
membedakan massa padat dan kistik di tangan.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis dan kadang
melalui pemeriksaan radiologik. Dari anamesis bisa didapatkan benjolan yang tidak bergejala
namun kadang ditemukan nyeri serta riwayat penggunaan lengan yang berlebihan. Pada
pemeriksaan fisis ditemukan benjolan lunak yang tidak nyeri tekan. Melalui transiluminasi
diketahui bahwa isi benjolan bukan merupakan massa padat tapi merupakan cairan. Pada
aspirasi diperoleh cairan dengan viskositas yang tinggi dan jernih. Sering juga ditemukan
adanya gangguan pergerakan dan parestesia dan kelemahan pada pergelangan tangan ataupun
lengan.

Diagnosis Banding
Ganglion dapat didiagnosis banding dengan benjolan lain yang mungkin didapatkan
di tangan seperti lipoma, kista sebasea dan nodul rheumatoid arthritis.
Penatalaksanaan
Terdapat tiga pilihan utama penatalaksanaan ganglion. Pertama, membiarkan ganglion
tersebut jika tidak menimbulkan keluhan apapun. Setelah diagnosis ditegakkan dan pasien
diyakinkan bahwa massa tersebut bukanlah kanker atau hal lain yang memerlukan
pengobatan segera, pasien diminta untuk membiarkan dan menunggu saja. Jika ganglion
menimbulkan gejala dan ketidaknyamanan ataupun masalah mekanis, terdapat dua pilihan
penatalaksanaan: aspirasi (mengeluarkan isi kista dengan menggunakan jarum) dan
pengangkatan kista secara bedah.
Aspirasi melibatkan pemasukan jarum ke dalam kista dan mengeluarkan isinya
setelah mematirasakan daerah sekitar kista dengan anestesi lokal. Karena diperkirakan bahwa
inflamasi berperan dalam produksi dan akumulasi cairan di dalam kista, obat anti inflamasi
(steroid) kadang diinjeksikan ke dalam kista sebagai usaha untuk mengurangi inflamasi serta
mencegah kista tersebut terisi kembali oleh cairan kista. Penelitian terbaru menunjukkan
bahwa menggunakan substansi lain seperti hialuronidase bersama dengan steroid setelah
aspirasi meningkatkan angka kesembuhan dari 57% (aspirasi dan steroid) menjadi 89%
dengan substansi tambahan.
Jika kista rusak, menimbulkan nyeri, masalah mekanis dan komplikasi saraf
(hilangnya fungsi motorik dan sensorik akibat tekanan ganglion pada saraf) atau timbul
kembali setelah aspirasi, maka eksisi bedah dianjurkan. Hal ini melibatkan insisi di atas kista,
identifikasi kista, dan mengangkatnya bersama dengan sebagian selubung tendo atau kapsul
sendi dari mana kista tersebut berasal. Lengan kemudian dibalut selama 7-10 hari. Eksisi
kista ini biasanya merupakan prosedur minor, tapi dapat menjadi rumit tergantung pada lokasi
kista dan apakah kista tersebut melekat pada struktur lain seperti pembuluh darah, saraf atau
tendon.
Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi tergantung pada lokasi dan ukuran ganglion.
Komplikasi utama adalah keterbatasan gerak pada sendi dimana terdapat ganglion. Tidak
seperti tumor lain, ganglion tidak pernah berubah menjadi ganas.

Komplikasi yang dapat terjadi akibat prosedur bedah yang dilakukan berupa rekurensi
walaupun kemungkinannya tidak besar. Selain itu juga terdapat resiko infeksi, keterbatasan
gerak, kerusakan serabut saraf atau pembuluh darah.
Prognosis
Prognosis penyakit tergantung dari beberapa hal:

Kista yang berasal dari selaput tendon lebih mudah sembuh dengan suntikan
kortikosteroid dbandingkan dengan yang berasal dari sendi

Kista dari pergelangan tangan bagian depan (volar wrist ganglion) akan lebih mudah
kembali setelah pembedahan dibandingkan kista pada bagian dorsal.
Tingkat rekurensi setelah penanganan nonoperatif mencapai 30-60% dibandingkan
dengan yang dioperasi (5-15%). Total ganglionektomi menghasilkan angka kesembuhan 8595% jika kista dan akar diangkat bersamaan dengan pemotongan sedikit dari kapsul tendo.
Rekurensi setelah operasi biasanya diakibatkan oleh pengangkatan kapsul atau membrane
sinovial yang tidak lengkap.

1.1Tenosinovitis Supuratif
-

Keadaan dimana terjepitnya tendon yang sedari awal sudah terkena tendinitis
sebelumnya di area kompartemen dorsal pertama di lengan akan menyebabkan
nyeri ketika ibu jari digerakkan

Etiologi: tendon dari m. abdukto policis longus dan ekstensor policis brevis
terkunci/terdesak dengan sangat ketat terhadap proc. Styloideus radialis oleh
retinaculum ekstensor

Ada penebalan tendon karena kondisi akut atau trauma berulang di karenakan
menahan terpuntirnya tendon melewati selaputnya. Gerakan ibu jari terutama ketika
bersamaan dengan deviasi radial/ulnar akan menyebabkan nyeri dan memicu
inflamasi dan bengkak

Gejala: nyeri saat lengan dan ibu jari digerakkan

Pemeriksaan:

o Palpasi: teraba adanya penebalan dan struktur tulang keras dan tonjolan massa
di kompartemen dorsal I yang sejajar dengan proc. Styloideus radial
o Tes Finkelstein memfleksikan ibu jari akan timbul nyeir tajam
-

Tatalaksana: secara farmakologi bisa diinjeksi dengan kortikosteroid di fascianya di


kompartemen dorsal I akan menurunkan penebalan tendon dan inflamasi

2. Tumor
2.1Tumor Tulang Primer dan Sekunder
Ketika mencurigai adanya tumor di tulang maka yang perlu dilakukan pertama kali
adalah membedakan tumor tersebut merupakan tumor tulang primer atau sekunder.
Definisi :
Tumor Tulang Primer : tumor pada tulang yang disebabkan oleh sel sel tumor yang
berasal dari tulang itu sendiri.
Tumor Tulang Sekunder : tumor pada tulang yang disebabkan oleh sel sel tumor
yang berasal dari metastasis jaringan lain.
Cara membedakan :
1. Usia
Tumor tulang primer menyerang pada usia dekade 1 dan 2, sedangkan tumor tulang
sekunder menyerang pada usia dewasa.
2. Lokasi
Tumor tulang primer sering terdapat pada tulang panjang, baik distal maupun
proksimal. Tumor tulang sekunder sering terdapat pada vertebra, pelvis, costae, femur
proksimal, humerus proksimal, tulang tengkorak
Pada tumor tulang sekunder, lokasi tulang yang terkena tumor relatif dekat dengan
sumber tumor primer.
3. Foto Rontgent
Tumor tulang primer memiliki gambaran lesi soliter, sedangkan tumor tulang
sekunder memiliki gambaran lesi yang multiple.
Beberapa contoh kasus kanker yang metastase ke tulang :
1. Ca mamae

66% kasus ca mamae mengalami metastasis ke tulang. Tulang yang sering terkena
adalah kolumna vertebralis. Sebagian besar tumor tulang sekunder bertipe
osteoblastik (osteoblas dominan, bentukan tulang menjadi menebal, radioopak).
2. Ca prostat
50% kasus mengalami metastasis ke tulang. Tulang yang paling sering terkena adalah
segmen lumbosacral vertebra, pelvis, proksimal femur, coxae. Sebagian besar tumor
tulang sekunder bertipe osteolitik (osteoklas dominan, bentukan beberapa bagian
tulang menjadi radiolusen).
3. Ca paru
33% kasus mengalami metastasis ke tulang. Tulang yang paling sering terkena costae.
Sebagian besar tumor tulang sekunder bertipe osteolitik.
4. Ca ginjal
Sebagian besar tumor tulang sekunder bertipe osteolitik. Sering menyerang pada
bagian pelvis. Gambaran X-fotonya sering soliter sehingga sulit dibedakan dengan
tumor primer.

2.2Osteosarkoma
-

Osteosarkoma adalah tumor ganas primer dari tulang yang ditandai dengan
pembentukan tulang yang immatur atau jaringan osteoid oleh sel-sel tumor.

Insiden dari osteosarkoma paling tinggi pada usia 10-20 tahun

Osteosarkoma biasanya terdapat pada metafisis tulang panjang di mana lempeng


pertumbuhannya (epiphyseal growth plate) yang sangat aktif; yaitu pada distal femur,
proksimal tibia dan fibula, proksimal humerus dan pelvis.

Osteosarkoma mengadakan metastase secara hematogen, paling sering ke paru atau


pada tulang lainnya dan didapatkan sekitar 15%-20% telah mengalami metastase pada
saat diagnosis ditegakkan. Metastase secara limpogen hampir tidak terjadi.

Faktor Resiko
Penyebab pasti dari osteosarkoma tidak diketahui, namun terdapat berbagai faktor
resiko untuk terjadinya osteosarkoma yaitu:
a. Pertumbuhan tulang yang cepat seperti yang terlihat bahwa insidennya meningkat
pada saat pertumbuhan remaja. Lokasi osteosarkoma paling sering pada metafisis,
dimana area ini merupakan area pertumbuhan dari tulang panjang.
b. Faktor lingkungan paparan terhadap radiasi.

c. Predisposisi genetic Kombinasi dari mutasi RB gene (germline retinoblastoma) dan


terapi radiasi berhubungan dengan resiko tinggi untuk osteosarkoma, Li-Fraumeni
syndrome (germline p53 mutation), dan Rothmund-Thomson syndrome (autosomal
resesif yang berhubungan dengan defek tulang kongenital, displasia rambut dan
tulang, hypogonadism, dan katarak).
Gejala Klinis
-

Nyeri, terutama pada saat aktifitas. Nyeri pada ekstremitas bisa menyebabkan
kekauan.

Edema bisa ada atau tidak. Bergantung pada lokasi dan luasnya lesi.

Gejala sistemik misal demam atau keringat malam walupun sangat jarang terjadi.

Jika sudah mengalami metastase ke paru gejala respiratorik menunjukkan


keterlibatan paru yang berat.

Gambar 1 : Pasien dengan osteosarkoma di distal femur.


Pemeriksaan Penunjang :
a. Laboratorium
Beberapa pemeriksaan laboratorium yang penting termasuk :
-

LDH

ALP (kepentingan prognostik)

Hitung darah lengkap

Tes fungsi hati: Aspartate aminotransferase (AST), alanine aminotransferase (ALT),


bilirubin, dan albumin.

Elektrolit : Sodium, potassium, chloride, bicarbonate, calcium, magnesium,


phosphorus.

Tes fungsi ginjal: blood urea nitrogen (BUN), creatinine

b. X-ray

Gambar 2 : Foto polos dari osteosarkoma dengan gambaran Codman triangle (arrow)
dan difus, mineralisasi osteoid diantara jaringan lunak. Perubahan periosteal berupa
Codman triangles (white arrow) dan masa jaringan lunak yang luas (black arrow).

Gambar 3 : Sunburst appearance pada osteosarkoma di femur distal.

c. Angiografi
Angiografi merupakan pemeriksaan yang lebih invasif. Dengan angiografi dapat
ditentukan

diagnose

jenis

suatu

osteosarkoma,

misalnya

pada

High-grade

osteosarcoma akan ditemukan adanya neovaskularisasi yang sangat ekstensif.


d. Biopsi
Biopsi jarum perkutan (percutaneous needle biopsy) dengan berbagai keuntungan
seperti: invasi yang sangat minimal, tidak memerlukan waktu penyembuhan luka
operasi, risiko infeksi rendah dan bahkan tidak ada, dan terjadinya patah tulang post
biopsy dapat dicegah.
Pada gambaran histopatologi akan ditemukan stroma atau dengan high-grade
sarcomatous dengan sel osteoblast yang ganas, yang akan membentuk jaringan
osteoid dan tulang. Pada bagian sentral akan terjadi mineralisasi yang banyak,
sedangkan bagian perifer mineralisasinya sedikit. Sel-sel tumor biasanya anaplastik,
dengan nukleus yang pleomorphik dan banyak mitosis. Kadang-kadang pada beberapa
tempat dari tumor akan terjadi diferensiasi kondroblastik atau fibroblastik diantara
jaringan tumor yang membentuk osteoid.
Tatalaksana
a. Kemoterapi
Kemoterapi merupakan pengobatan yang sangat vital pada osteosarkoma,
terbukti dalam 30 tahun belakangan ini dengan kemoterapi dapat mempermudah
melakuan prosedur operasi penyelamatan ekstremitas (limb salvage procedure)
dan meningkatkan survival rate dari penderita. Kemoterapi juga mengurangi
metastase ke paru-paru dan sekalipun ada, mempermudah melakukan eksisi pada
metastase tersebut.
Regimen
osteosarkoma

standar
adalah

kemoterapi
kemoterapi

yang

dipergunakan

preoperative.

dalam

pengobatan

Kemoterapi

preoperatif

merangsang terjadinya nekrosis pada tumor primernya, sehingga tumor akan


mengecil. Selain itu akan memberikan pengobatan secara dini terhadap terjadinya
mikro-metastase. Keadaan ini akan membantu mempermudah melakukan operasi
reseksi secara luas dari tumor dan sekaligus masih dapat mempertahankan
ekstremitasnya. Pemberian kemoterapi postoperatif paling baik dilakukan secepat
mungkin sebelum 3 minggu setelah operasi.

Obat-obat

kemoterapi

yang

mempunyai

hasil

cukup

efektif

untuk

osteosarkoma adalah: doxorubicin (Adriamycin), cisplatin (Platinol), ifosfamide


(Ifex), mesna (Mesnex), dan methotrexate dosis tinggi (Rheumatrex). Protokol
standar yang digunakan adalah doxorubicin dan cisplatin dengan atau tanpa
methotrexate dosis tinggi, baik sebagai terapi induksi (neoadjuvant) atau terapi
adjuvant.

Kadang-kadang

dapat

ditambah

dengan

ifosfamide.

Dengan

menggunakan pengobatan multi-agent ini, dengan dosis yang intensif, terbukti


memberikan perbaikan terhadap survival rate sampai 60 - 80%.
b. Pembedahan
Tujuan utama dari reseksi adalah keselamatan pasien. Reseksi harus sampai
batas bebas tumor. Semua pasien dengan osteosarkoma harus menjalani
pembedahan jika memungkinkan reseksi dari tumor prmer. Tipe dari pembedahan
yang diperlukan tergantung dari beberapa faktor yang harus dievaluasi dari pasien
secara individual. Batas radikal, didefinisikan sebagai pengangkatan seluruh
kompartemen yang terlibat (tulang, sendi, otot) biasanya tidak diperlukan. Hasil
dari kombinasi kemoterapi dengan reseksi terlihat lebih baik jika dibandingkan
dengan amputasi radikal tanpa terapi adjuvant, dengan tingkat 5-year survival
rates sebesar 50-70% dan sebesar 20% pada penanganan dengan hanya radikal
amputasi.
Pada beberapa keadaan amputasi mungkin merupakan pilihan terapi, namun lebih
dari 80% pasien dengan osteosarkoma pada eksrimitas dapat ditangani dengan
pembedahan limb salvage dan tidak membutuhkan amputasi. Jika memungkinkan,
maka dapat dilakukan rekonstruksi limb-salvage yang harus dipilih berdasarkan
konsiderasi individual, sebagai berikut :

Autologous bone graft: hal ini dapat dengan atau tanpa vaskularisasi. Penolakan tidak
muncul pada tipe graft ini dan tingkat infeksi rendah. Pada pasien yang mempunyai
lempeng pertumbuhan yang imatur mempunyai pilihan yang terbatas untuk fiksasi
tulang yang stabil (osteosynthesis).

Allograft: penyembuhan graft dan infeksi dapat menjadi permasalahan, terutama


selama kemoterapi. Dapat pula muncul penolakan graft.

Prosthesis:

rekonstruksi

sendi

dengan

menggunakan

prostesis

dapat

soliter

atau expandable, namun hal ini membutuhkan biaya yang besar. Durabilitas merupakan
permasalahan tersendiri pada pemasangan implant untuk pasien remaja.

Rotationplasty: tehnik ini biasanya sesuai untuk pasien dengan tumor yang berada pada
distal femur dan proximal tibia, terutama bila ukuran tumor yang besar sehingga
alternatif pembedahan hanya amputasi.
o Selama

reseksi

tumor, pembuluh

darah

diperbaiki

dengan

cara end-to-

end anastomosis untuk mempertahankan patensi dari pembuluh darah. Kemudian


bagian distal dari kaki dirotasi 180 dan disatukan dengan bagian proksimal dari
reseksi. Rotasi ini dapat membuat sendi ankle menjadi sendi knee yang fungsional.
o Sebelum keputusan diambil lebih baik untuk keluarga dan pasien melihat video
dari pasien yang telah menjalani prosedur tersebut.
Resection of pulmonary nodules: nodul metastase pada paru-paru dapat
disembuhkan

secara

total

dengan

reseksi

pembedahan.

Reseksi

lobar

atau pneumonectomy biasanya diperlukan untuk mendapatkan batas bebas tumor.


Prosedur ini dilakukan pada saat yang sama dengan pembedahan tumor primer.
Meskipun nodul yang bilateral dapat direseksi melalui median sternotomy, namun
lapangan pembedahan lebih baik jika menggunakan lateral thoracotomy. Oleh
karena itu direkomendasikan untuk melakukan bilateral thoracotomies untuk
metastase yang bilateral (masing-masing dilakukan terpisah selama beberapa
minggu).

2.3Sarkoma Ewing
DEFENISI
Tumor tulang merupakan kelainan pada sistem muskuloskeletal yang bersifat
neoplastik. Tumor dalam arti yang sempit berarti benjolan, sedangkan setiap pertumbuhan
yang baru dan abnormal disebut neoplasma. Sarkoma Ewing adalah neoplasma ganas yang
tumbuh cepat dan berasal dari sel-sel primitif sumsum tulang pada dewasa muda. Penampilan
secara kasarnya adalah berupa tumor abu-abu lunak yang tumbuh ke retikulum sumsum
tulang dan merusak korteks tulang dari sebelah dalam. Di bawah periosteum terbentuk
lapisan-lapisan tulang yang baru diendapkan paralel dengan batang tulang sehingga

membentuk gambaran serupa kulit bawang. Sarkoma Ewing merupakan tumor maligna yang
tersusun atas sel bulat, kecil yang paling banyak terjadi pada tiga dekade pertama kehidupan,
yang

paling

sering

mengenai

tulang

panjang.

INSIDENS
Tumor ini paling sering terlihat pada anak-anak dalam usia belasan dan paling sering
adalah tulang-tulang panjang. Pada anak-anak, sarkoma ewing merupakan tumor tulang
primer yang paling umum setelah osteosarkoma. Setiap tahun tidak kurang dari 0,2 kasus per
100.000 anak-anak di diagnosis sebagai sarkoma ewing, dan diperkirakan terdapat 160 kasus
baru yang terjadi pada tahun 1993. Di seluruh dunia, insidensinya bervariasi dari daerah
dengan insidensi tinggi, misalnya Amerika Serikat dan Eropa ke daerah dengan insidensi
rendah, misalnya Afrika dan Cina. Sarkoma Ewing sering juga terjadi pada dekade kedua
kehidupan. Jarang terjadi pada umur 5 tahun dan sesudah 30 tahun. Insidensinya sama antara
pria dan wanita. Biasanya sarkoma ewing tidak berhubungan dengan sindroma kongenital,
tetapi banyak berhubungan dengan anomali skeletal, misalnya : enchondroma, aneurisma
kista tulang dan anomali urogenital, misal

PATOFISIOLOGI
Dengan mikroskop cahaya, sarcoma Ewing tampak sebagai massa difus dari sel tumor
yang homogen. Seringkali terdapat populasi bifasik dengan sel yang besar, terang dan kecil,
gelap. Tanda vaskularisasi dan nekrosis koagulasi yang luas merupakan gambaran yang khas.
Tumor akan menginfiltrasi tulang dan membuat destruksi kecil. Tepi tumor biasanya
infiltratif dengan pola fili dan prosesus seperti jari yang kompak disertai adanya sel basofil
yang biasanya berhubungan erat dengan survival penderita yang buruk. Sarcoma Ewing
merupakan tumor maligna dengan gambaran histologis agak uniform terdiri atas sel kecil
padat, kaya akan glikogen dengan nukleus bulat tanpa nukleoli yang prominen atau outline
sitoplasma yang jelas. Jaringan tumor secara tipikal terbagi atas pita-pita ireguler atau lobulus
oleh septum fibrosa, tapi tanpa hubungan interseluler serabut retikulin yang merupakan
gambaran limfoma maligna. Mitosis jarang didapatkan, namun perdarahan dan area nekrosis
sering terjadi.
LOKASI

Sarkoma Ewing terutama terdapat pada daerah diafisis dan metafisis tulang panjang seperti
femur, tibia, humerus dan fibula atau pada tulang pipih seperti pada pelvis dan scapula.
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis sarkoma Ewing dapat berupa manifestasi lokal maupun sistemik.
Manifestasi lokal meliputi : nyeri dan bengkak pada daerah femur atau pelvis, meskipun
tulang lain dapat juga terlibat. Masa tulang dan jaringan lunak di daerah sekitar tumor sering
dan bisa teraba fluktuasi dan terlihat eritema yang berasal dari perdarahan dalam tumor.
Manifestasi sistemik biasanya meliputi: lesu, lemah serta berat badan menurun dan demam
kadang terjadi serta dapat ditemukan adanya masa paru yang merupakan metastase. Durasi
dari munculnya gejala bisa diukur dalam minggu atau bulan dan seringkali memanjang pada
pasien yang mempunyai lesi primer pada aksis tulang. Tanda dan gejala yang khas adalah:
nyeri, benjolan nyeri tekan,demam (38-40oC), dan leukositosis (20.000 sampai 40.000
leukosit/mm3).
DIAGNOSIS
Riwayat panyakit dan pemeriksaan fisik lengkap harus dilakukan pada semua pasien
yang dicurigai sebagai sarkoma Ewing. Perhatian khusus harus ditempatkan pada hal-hal
berikut ini: Keadaan umum dan status gizi penderita. Pemeriksaan Nodus limfatikus,
meliputi: jumlah, konsistensi, nyeri tekan dan distribusinya baik pada daerah servikal,
supraklavikula, axilla serta inguinal harus dicatat. Pada pemeriksaan dada, mungkin
didapatkan bukti adanya efusi pleura dan metastase paru, misal penurunan atau hilangnya
suara napas, adanya bising gesek pleura pada pemeriksaan paru-paru. Pemeriksaan perut,
adanya hepato-splenomegali, asites dan semua massa abdomen harus digambarkan dengan
jelas. Pemeriksaan daerah pelvis, bisa dilakukan palpasi untuk mengetahui adanya massa,
atau daerah yang nyeri bila ditekan. Pemeriksaan ekstremitas, meliputi pemeriksaan skeletal
termasuk test ruang gerak sangat diperlukan. Pemeriksaan sistem saraf menyeluruh harus
dicatat

dengan

baik.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Test dan prosedur diagnostik berikut ini harus dilakukan pada semua pasien yang
dicurigai

sarkoma

Ewing:

1. Pemeriksaan darah : a)Pemeriksaan darah rutin b)Transaminase hati c)Laktat


dehidrogenase. Kenaikan kadar enzim ini berhubungan dengan adanya atau berkembangnya
metastase.

2. Pemeriksaan radiologis : a)Foto rontgen b)CT scan: Pada daerah yang dicurigai neoplasma
(misal : pelvis, ekstremitas, kepala) dan penting untuk mencatat besar dan lokasi massa dan
hubunganya dengan struktur sekitarnya dan adanya metastase pulmoner. Bila ada gejala
neorologis,

CT

scan

kepala

juga

sebaiknya

dilakukan.

3. Pemeriksaan invasif : a)Biopsi dan aspirasi sumsum tulang. Aspirasi dan biopsi sample
sumsum tulang pada jarak tertentu dari tumor dilakukan untuk menyingkirkan adanya
metastase. b). Biopsi. Biopsi insisi atau dengan jarum pada massa tumor sangat penting untuk
mendiagnosis Sarkoma Ewing. Jika terdapat komponen jaringan lunak, biopsi pada daerah ini
biasanya

lebih

dimungkinkan.

RADIOLOGI DIAGNOSTIK
Gambaran radiologis sarkoma Ewing: tampak lesi destruktif yang bersifat infiltratif
yang berawal di medulla; pada foto terlihat sebagai daerah-daerah radiolusen. Tumor cepat
merusak korteks dan tampak reaksi periosteal. Kadang-kadang reaksi periostealnya tampak
sebagai garis-garis yang berlapis-lapis menyerupai kulit bawang dan dikenal sebagai onion
skin appearance. Gambaran ini pernah dianggap patognomonis untuk tuimor ini, tetapi biasa
dijumpai pada lesi tulang lain. Tumor dapat meluas sampai ke jaringan lunak dengan garisgaris osifikasi yang berjalan radier disertai dengan reaksi periosteal tulang yang memberikan
gambaran yang disebut sunray appearance.
STADIUM TUMOR
Hingga sekarang ini belum didapatkan keseragaman dalam penerapan sistem staging
untuk sarkoma Ewing. Sistem yang berdasar pada konsep TNM dianggap lebih sesuai untuk
penyakit dari pada sistem yang berdasar pada perluasan penyakit sesudah prosedur
pembedahan, oleh karena itu maka pendekatan kontrol lokal pada tumor ini jarang dengan
pembedahan. Pengalaman menunjukan bahwa besar lesi sarkoma Ewing mempunyai
prognosis yang cukup penting. Delapan puluh tujuh persen pasien dengan tumor (T) pada
tulang tetap hidup dalam lima tahun dibandingkan dengan 20 % pada pasien dengan
komponen ekstraossea. Nodus limfatikus (N) jarang terlibat. Adanya penyakit metastase (M)
akan menurunkan survival secara nyata. Keterlibatan tulang atau sumsum tulang lebih sering
didapat

dari

pada

hanya

PENATALAKSANAAN

metastase

tumor

ke

paru-paru.

Semua pasien dengan sarkoma Ewing, meskipun sudah mengalami metastase harus
diobati dengan sebaik-baiknya. Untuk keberhasilan pengobatan diperlukan kerja sama yang
erat diantara ahli bedah, kemoterapist dan radiotherapist untuk memastikan pendekatan yang
efektif guna mengendalikan lesi primer dan penyebaran tumor. Protokol pengobatan sarkoma
Ewing sekarang ini sering kali dimulai dengan 3 hingga 5 siklus kemoterapi sebelum radiasi.
Kemoterapi adjuvant adalah suatu kewajiban yang biasa digunakan untuk pengobatan
sarkoma ewing. Secara dua dekade berturut-turut, kemoterapi adalah terapi yang lebih efektif.
Adapun obat kemoterapi yang digunakan sejak 1960 adalah vincristine, actinomycin D dan
cyclophosphamide (regimen VAC) yang memang terbukti secara pemantauan jangka panjang.
Penelitian terbaru, terbukti dengan studi yang memperlihatkan bahwa ada dua jenis obat yang
sangat efektif berikatan dengan sel-sel agen tumor, antara lain alkylating agent dan
anthracycline. Disini dibuktikan bahwa isosfamide dan cyclophosphamide merupakan agen
alkylating dan anthracycline doxorubicin akan menstabilkan dan membuat maksimal jika
digunakan dengan regimen VAC.Sekarang secara universal telah ditemukan adanya terapi
terbaru yang telah difokuskan pada pengobatan lokal dengan strategi yang lebih baik, yang
telah dibuktikan pada berbagai macam pasien untuk tumor ekstremitas.
Dua

strategi

untuk

meningkatkan

hasil

lokalisasi

pada

pasien.

Pertama,

membandingkan efisiensi antara ifosfamide dengan cyclophosphamide, ternyata yang lebih


bagus adalah regimen yang menggunakan ifosfamide karena bisa menginduksi waktu paruh
lebih panjang. Strategi kedua adalah menggabungkan antara ifosfamide dan etoposide di
dalam terapi VDCA (vincristine, doxorubicin, cyclophosphamide dan actinomycin D),
ternyata hasilnya meningkatkan masa hidup yang lebih lama. Studi ini membuktikan bahwa
untuk pasien yang penyakitnya masih terlokalisasi, hasilnya lebih bagus tapi tidak ada hasil
yang memuaskan bila ada metastasis. Terapi radiasi biasanya menggunakan energi tinggi
untuk menghancurkan atau membunuh sel-sel kanker dari kecenderungan untuk tumbuh dan
bermetastasis. Ini termasuk pembedahan kecil. Terapi ini hanya bisa digunakan untuk area
yang spesifik. Radiasi tidak bisa digunakan untuk daerah yang tidak terlokalisasi atau sel-sel
kanker yang sudah menyebar pada bagian-bagian tubuh. Radioterapi bisa dilakukan dengan
dua cara yakni eksternal dan internal. Secara eksternal dengan cara mengirimkan energi
radiasi tingkat tinggi yang berasal dari mesin secara langsung pada tumor. Secara internal
atau brachiterapi, biasanya dengan menanamkan implantasi atau sejenis materil radioaktif
yang lebih kecil, dekat dengan kanker. Sarkoma ewing relatif sensitif terhadap radiasi. Bila
terlokalisasi, terapi radiasi adalah terapi utama tapi akan lebih efektif jika digabungkan
dengan

kemoterapi.

Efek samping bisa timbul dengan berjalannya waktu. Dosis besar dapat menyebabkan
kerusakan pada kulit di area yang langsung menerima radioterapi. Pada pasien sarkoma
ewing bisa menyebabkan kerusakan pembuluh darah vena dan saraf, sedangkan pemberian
pada efek-efek lanjut biasanya muncul pada anak-anak, bisa menyebabkan atropi, fibrosis,
gangguan pertumbuhan tulang, gangguan pergerakan, edem dan kerusakan saraf perifer
DIAGNOSIS BANDING
Penting untuk diingat bahwa usia adalah faktor yang paling penting untuk diagnosis
tumor tulang. Sarkoma Ewing adalah yang paling umum di antara para pasien tumor tulang
dari kelompok usia ini. Gambaran klinis dan radiologis sarkoma ewing mirip dengan
osteomielitis,

osteosarkoma

dan

neuroblastoma

metastatik.

PROGNOSIS
Buruk. Mortalitas pada tahun-tahun pertama setelah diagnosis 95%. Akhir-akhir ini
dengan terapi kombinasai radioterapi, kemoterapi dan operasi, prognosis menjadi lebih baik.
Follow up jangka panjang pada pasien sarkoma ewing adalah sangat penting karena efek
potensiaatan seperti kardiotoksitas antracycline, keganasan sekunder, khususnya dalam
bidang radiasi.

2.4Spondilitis
DEFINISI
Spondilitis

tuberkulosa

atau

tuberkulosis

tulang

belakang

adalah

peradangan

granulomatosa yg bersifat kronisdestruktif olehMycobacterium tuberculosis. Dikenal pula


dengan nama Pottds disease of the spine atau tuberculousvertebral osteomyelitis. Spondilitis
ini paling sering ditemukan pada vertebraT8 L3dan paling jarang pada vertebraC1 2.
Spondilitis tuberkulosis biasanya mengenai korpus vertebra, tetapi jarang menyerang arkus
vertebrae.
ETIOLOGI
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri berbentuk batang yg bersifatacid-fastnonmotile ( tahanterhadap asam pada pewarnaan, sehingga sering disebut juga sebagai
Basil/bakteri Tahan Asam (BTA))dan tidakdapat diwarnai dengan baik melalui cara yg
konvensional. Dipergunakanteknik Ziehl-Nielson untuk memvisualisasikannya.Bakteri tubuh
secara lambat dalam media egg-enriched dengan periode 6-8 minggu. Produksi

niasinmerupakankarakteristik Mycobacterium tuberculosis dan dapat membantu untuk


membedakannnya dengan spesies lainSpondilitis tuberkulosa merupakan infeksi sekunder
dari tuberkulosis di tempat lain di tubuh, 5 95 % disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis
tipik ( 2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovin ) dan 5 10 % oleh mikobakterium
tuberkulosa atipik. Lokalisasi spondilitis tuberkulosa terutama pada daerah vertebra torakal
bawah dan lumbal atas, sehingga didugaadanya infeksi sekunder dari suatu tuberkulosa
traktus

urinarius,

yang

penyebarannyamelalui

pleksus

Batson

pada

vena

paravertebralis.Meskipun menular, tetapi orang tertular tuberculosis tidak semudah


tertularflu.
Penularan penyakit ini memerlukan waktu pemaparan yg cukup lama dan Intensif
dengan sumber penyakit (penular). Menurut Mayoclinic, seseorang yg kesehatan fisiknya
baik, memerlukan kontak dengan penderita TB aktif setidaknya 8 jam sehari selama 6 bulan,
untuk dapat terinfeksi. Sementara masa inkubasi TB sendiri, yaitu waktu yang diperlukan dari
mula terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan. Bakteri TB akan cepat
mati bilaterkena sinar matahari langsung. Tetapi dalam tempat yang lembab, gelap, dan pada
suhu kamar, kuman dapat bertahan hidupselama beberapa jam. Dalam tubuh, kuman ini dapat
tertidur lama (dorman) selamabeberapa tahun.
PATOGENESIS/KLASIFIKASI
Spondilitis tuberkulosa merupakan suatu tuberkulosis tulang yang sifatnya sekunder dari
TBC tempat lain di dalam tubuh. Penyebarannya secara hematogen, diduga terjadinya
penyakit ini sering karena penyebaran hematogen dari infeksi traktus urinarius melalui
pleksus Batson. Infeksi TBC vertebra ditandai dengan proses destruksi tulang progresif tetapi
lambat di bagian depan (anterior vertebral body). Penyebaran dari jaringan yang mengalami
perkejuanakan menghalangi proses pembentukan tulang sehingga berbentuk tuberculos
squestra. Sedang jaringan granulasi TBCakan penetrasi ke korteks dan terbentuk abses
paravertebral yang dapat menjalar ke atas atau bawah lewatligamentum longitudinal anterior
dan posterior.
Sedangkan diskus intervertebralis karena avaskular lebih resisten tetapiakan mengalami
dehidrasi dan penyempitan karena dirusak oleh jaringan granulasi TBC. Kerusakan progresif
bagiananterior vertebra akan menimbulkan kifosis (Savant,2007). Perjalanan penyakit
spondilitis tuberkulosa terdiri dari lima stadium yaitu:

1. Stadium implantasi Setelah bakteri berada dalam tulang, apabila daya tahan tubuh
penderita menurun, bakteri akan berduplikasimembentuk koloni yang berlangsung selama 6-8
minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus danpada anak-anak pada
daerah sentral vertebra.
2. Stadium destruksi awalSelanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra dan penyempitan yang
ringan pada diskus. Proses ini berlangsungselama 3-6 minggu.
3. Stadium destruksi lanjutPada stadium ini terjadi destruksi yang massif, kolaps vertebra,
dan terbentuk massa kaseosa serta pus yangberbentuk cold abses, yang tejadi 2-3 bulan
setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuksekuestrum dan kerusakan diskus
intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama di depan (wedginganterior)
akibat kerusakan korpus vertebra sehingga menyebabkan terjadinya kifosis atau gibbus.
4. Stadium gangguan neurologis Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya
kifosis yang terjadi tetapi ditentukan oleh tekanan abses kekanalis spinalis. Vertebra torakalis
mempunyai kanalis spinalis yang kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudahterjadi di
daerah ini. Apabila terjadi gangguan neurologis, perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia
yaitu:
i. Derajat I : Kelemahan pada anggota gerak bawah setelah beraktivitas atau berjalan
jauh. Pada tahap ini belum terjadigangguan saraf sensoris.
ii. Derajat II : Kelemahan pada anggota gerak bawah tetapi penderita masih dapat
melakukan pekerjaannya.
iii. Derajat III : Kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi gerak atau
aktivitas penderita disertai denganhipoestesia atau anestesia.
iv. Derajat IV : Gangguan saraf sensoris dan motoris disertai dengan gangguan
defekasi dan miksi.TBC paraplegia atau Pott paraplegia dapat terjadi secara dini atau
lambat tergantung dari keadaan penyakitnya.Pada penyakit yang masih aktif,
paraplegia terjadi karena tekanan ekstradural dari abses paravertebral atau kerusakan
langsung sumsum tulang belakang oleh adanya granulasi jaringan. Paraplegia pada
penyakit yang tidakaktif atau sembuh terjadi karena tekanan pada jembatan tulang
kanalis spinalis atau pembentukan jaringan fibrosisyang progresif dari jaringan
granulasi tuberkulosa. TBC paraplegia terjadi secara perlahan dan dapat
terjadidestruksi tulang disertai dengan angulasi dan gangguan vaskuler vertebra.

5. Stadium deformitas residua, Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah stadium
implantasi. Kifosis atau gibbus bersifat permanen karenakerusakan vertebra yang massif di
depan (Savant, 2007)
PATOFISIOLOGI
Kuman yg bangun kembali dari paru-paru akan menyebar mengikuti aliran darah ke
pembuluh tulang belakang dekatdengan ginjal. Kuman berkembang biak umumnya di tempat
aliran darah yg menyebabkan kuman berkumpul banyak (ujung pembuluh). Terutama di
tulang belakang, di sekitar tulang thorakal (dada) dan lumbal (pinggang) kuman
bersarang.Kemudian kuman tersebut akan menggerogoti badan tulang belakang, membentuk
kantung nanah (abses) bisa menyebar sepanjang otot pinggang sampai bisa mencapai daerah
lipat paha. Dapat pula memacu terjadinya deformitas.Gejala awalnya adalah perkaratan
umumnya disebut pengapuran tulang belakang, sendi-sendi bahu, lutut, panggul.Tulang
rawan ini akan terkikis menipis hingga tak lagi berfungsi. Persendian terasa kaku dan nyeri,
kerusakan padatulang rawan sendi, pelapis ujung tulang yang berfungsi sebagai bantalan dan
peredam kejut bila dua ruang tulang berbenturan saat sendi digerakkan.Terbentuknya abses
dan badan tulang belakang yang hancur, bisa menyebabkan tulang belakang jadi kolaps dan
miring kearah depan. Kedua hal ini bisa menyebabkan penekanan syaraf sekitar tulang
belakang yang mengurus tungkai bawah, sehingga gejalanya bisa kesemutan, baal-baal,
bahkan bisa sampai kelumpuhan.Badan tulang belakang yg kolaps dan miring ke depan
menyebabkan tulang belakang dapat diraba dan menonjol dibelakang dan nyeri bila tertekan,
sering sebut sebagai gibbus. Bahaya yang terberat adalah kelumpuhan tungkai bawah, karena
penekanan batang syaraf di tulang belakang yg dapat disertai lumpuhnya syaraf yang
mengurus organ lain, seperti saluran kencing dan anus (saluran pembuangan).
Tuberkulosis tulang adalah suatu proses peradangan yg kronik dan destruktif yg
disebabkan basil tuberkulosis ygmenyebar secara hematogen dari fokus jauh, dan hampir
selalu berasal dari paru-paru. Penyebaran basil ini dapat terjadi pada waktu infeksi primer
atau pasca primer. Penyakit ini sering ter-jadi pada anak-anak. Basil tuberculosis biasanya
menyangkut dalam spongiosa tulang. Pada tempat in infeksi timbul osteitis.
PATOLOGI
Tuberkulosa pada tulang belakang dapat terjadi karena penyebaran hematogen atau
penyebaran langsung nodus limfatikus para aorta atau melalui jalur limfatik ke tulang dari
fokus tuberkulosa yang sudah ada sebelumnya di luar tulang belakang. Pada penampakannya,

fokus infeksi primer tuberkulosa dapat bersifat tenang. Sumber infeksi yang paling sering
adalah berasal dari sistem pulmoner dan genitourinarius.Pada anak-anak biasanya infeksi
tuberkulosa tulang belakang berasal dari fokus primer di paru-paru sementara pada orang
dewasa penyebaran terjadi dari fokus ekstra pulmoner (usus, ginjal, tonsil). Penyebaran basil
dapat terjadi melalui arteri intercostal atau lumbar yang memberikan suplai darah ke dua
vertebrae yang berdekatan, yaitu setengah bagian bawah vertebra diatasnya dan bagian atas
vertebra di bawahnya atau melalui pleksus Batsondsyang mengelilingi columna vertebralis
yang menyebabkan banyak vertebra yang terkena. Hal inilah yang menyebab kan pada
kurang lebih 70% kasus, penyakit ini diawali dengan terkenanya dua vertebra yang
berdekatan, sementara pada 20% kasus melibatkan tiga atau lebih vertebra.Berdasarkan
lokasi infeksi awal pada korpus vertebra dikenal tiga bentuk spondilitis:
1. Peridiskal / paradiskalInfeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (diarea
metafise di bawah ligamentum longitudinal anterior /area subkondral). Banyak
ditemukan pada orang dewasa. Dapat menimbulkan kompresi, iskemia dan nekrosis
diskus.Terbanyak ditemukan di regio lumbal.
2. Sentral Infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga
disalah artikan sebagai tumor. Sering terjadipada anak-anak. Keadaan ini sering
menimbulkan kolaps vertebra lebih dini dibandingkan dengan tipe lain sehingga
menghasilkan deformitas spinal yang lebih hebat. Dapat terjadi kompresi yang
bersifat spontan atau akibat trauma.Terbanyak di temukan di regio torakal.
3. AnteriorInfeksi yang terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari vertebra di
atas dan dibawahnya. Gambaranradiologisnya mencakup adanya scalloped karena
erosi di bagian anterior dari sejumlah vertebra (berbentuk baji).Pola ini diduga
disebabkan karena adanya pulsasi aortik yang ditransmisikan melalui abses
prevertebral dibawahligamentum longitudinal anterior atau karena adanya perubahan
lokal dari suplai darah vertebral.
4. Bentuk atipikal. Dikatakan atipikal karena terlalu tersebar luas dan focus primernya
tidak dapat diidentifikasikan. Termasukdidalamnya adalah tuberkulosa spinal dengan
keterlibatan lengkung syaraf saja dan granuloma yang terjadi di canalis spinalis tanpa
keterlibatan tulang (tuberkuloma), lesi di pedikel, lamina, prosesus transversus dan
spinosus, sertalesi artikuler yang berada di sendi intervertebral posterior. Insidensi
tuberkulosa yang melibatkan elemen posteriortidak diketahui tetapi diperkirakan
berkisar antara 2%-10%.
MANIFESTASI KLINIS

Gambaran klinis spondilitis tuberkulosa yaitu:


a. Badan lemah, lesu, nafsu makan berkurang, dan berat badan menurun.
b. Suhu subfebril terutama pada malam hari dan sakit (kaku) pada punggung. Pada
anak-anak sering disertai denganmenangis pada malam hari.
c. Pada awal dijumpai nyeri interkostal, nyeri yang menjalar dari tulang belakang ke
garis tengah atas dada melaluiruang interkostal. Hal ini disebabkan oleh tertekannya
radiks dorsalis di tingkat torakal.
d. Nyeri spinal menetap dan terbatasnya pergerakan spinale. Deformitas pada
punggung (gibbus)
f. Pembengkakan setempat (abses)
g. Adanya proses tbc (Tachdjian, 2005).Kelainan neurologis yang terjadi pada 50%
kasus spondilitis tuberkulosa karena proses destruksi lanjut berupa:
- Paraplegia, paraparesis, atau nyeri radix saraf akibat penekanan medula spinalis
yang menyebabkan kekakuan padagerakan berjalan dan nyeri.
- Gambaran paraplegia inferior kedua tungkai yang bersifat UMN dan adanya batas
defisit sensorik setinggi tempatgibbus atau lokalisasi nyeri interkostal
DIAGNOSIS SPONDILITIS TUBERKULOSA
Diagnosis pada spondilitis tuberkulosa meliputi:
1. Anamnesis
Anamnesis dilakukan untuk mendapatkan keterangan dari pasien, meliputi keluhan
utama, keluhan sistem badan,riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan
riwayat penyakit keluarga atau lingkungan.
2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi Pada klien dengan spondilitis tuberkulosa kelihatan lemah, pucat, dan pada
tulang belakang terlihat bentukkiposis.
b. PalpasiSesuai dengan yang terlihat pada inspeksi, keadaan tulang belakang terdapat
adanya gibbus pada area tulangyang mengalami infeksi.
c. PerkusiPada tulang belakang yang mengalami infeksi terdapat nyeri ketok.
d. AuskultasiPada pemeriksaan auskultasi, keadaan paru tidak ditemukan kelainan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG SPONDILITIS TUBERKULOSA
Pemeriksaan penunjang pada spondilitis tuberkulosa yaitu:
1. Pemeriksaan laboratoriuma.
2. Pemeriksaan darah lengkap didapatkan leukositosis dan LED meningkat.
3. Uji mantoux positif tuberkulosis.

4. Uji kultur biakan bakteri dan BTA ditemukan Mycobacterium


5. Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional.
6. Pemeriksaan hispatologis ditemukan tuberkel.
7. Pungsi lumbal didapati tekanan cairan serebrospinalis rendah.
8. Peningkatan CRP (C-Reaktif Protein).
9. Pemeriksaan serologi dengan deteksi antibodi spesifik dalam sirkulasi.
10. Pemeriksaan ELISA (Enzyme-Linked Immunoadsorbent Assay) tetapi menghasilkan
negatif palsu pada penderitadengan alergi.
11. Identifikasi PCR (Polymerase Chain Reaction) meliputi denaturasi DNA kuman
tuberkulosis melekatkannukleotida tertentu pada fragmen DNA dan amplifikasi
menggunakan DNA polimerase sampai terbentuk rantaiDNA utuh yang diidentifikasi
dengan gel.
12. Pemeriksaan radiologisa.
13. Foto toraks atau X-ray untuk melihat adanya tuberculosis pada paru. Abses dingin
tampak sebagai suatubayangan yang berbentuk spindle.
14. emeriksaan foto dengan zat kontras.
15. Foto polos vertebra ditemukan osteoporosis, osteolitik, destruksi korpus vertebra,
penyempitan diskusintervertebralis, dan mungkin ditemukan adanya massa abses
paravertebral.
16. Pemeriksaan mielografi.
17. CT scan memberi gambaran tulang secara lebih detail dari lesiirreguler, skelerosis,
kolaps diskus, dan gangguan sirkumferensi tulang.
18. MRI mengevaluasi infeksi diskus intervertebralis dan osteomielitis tulang belakang
serta menunjukkan adanyapenekanan saraf (Lauerman, 2006).
DIAGNOSIS BANDING SPONDILITIS TUBERKULOSA
Diagnosis banding pada spondilitis tuberkulosa yaitu:
1. Fraktur kompresi traumatik akibat tumor medulla spinalis.
2. Metastasis tulang belakang dengan tidak mengenai diskus dan terdapat karsinoma
prostat.
3. Osteitis piogen dengan demam yang lebih cepat timbul.
4. Poliomielitis dengan paresis atau paralisis tungkai dan skoliosis.
5. Skoliosis idiopatik tanpa gibbus dan tanda paralisis.
6. Kifosis senilis berupa kifosis tidak lokal dan osteoporosis seluruh kerangka.
7. Penyakit paru dengan bekas empiema tulang belakang bebas penyakit.

8. Infeksi kronik non tuberkulosis seperti infeksi jamur (blastomikosis).


9. Proses yang berakibat kifosis dengan atau tanpa skoliosis (Currier, 2004).KET:
a. Infeksi piogenik (contoh : karena staphylococcal/suppurative spondylitis). Adanya
sklerosis atau pembentukan tulangbaru pada foto rontgen menunjukkan adanya infeksi
piogenik. Selain itu keterlibatan dua atau lebih corpus vertebrayang berdekatan lebih
menunjukkan adanya infeksi tuberkulosa daripada infeksi bakterial lain.
b. Infeksi enterik (contoh typhoid, parathypoid). Dapat dibedakan dari pemeriksaan
laboratorium.
c. Tumor/penyakit keganasan (leukemia, Hodgkinds disease, eosinophilic granuloma,
aneurysma bone cyst danEwingds sarcoma) Metastase dapat menyebabkan destruksi dan
kolapsnya corpus vertebra tetapi berbedadengan spondilitis tuberkulosa karena ruang
diskusnya tetap dipertahankan. Secara radiologis kelainan karenainfeksi mempunyai bentuk
yang lebih difus sementarauntuk tumor tampak suatu lesi yang berbatas jelas.
d. Scheuermannds disease mudah dibedakan dari spondilitis tuberkulosa oleh karena tidak
adanya penipisan korpusvertebrae kecuali di bagian sudut superior dan inferior bagian
anterior dan tidak terbentuk abses paraspinal.

Anda mungkin juga menyukai

  • Bahan Sken5blok4
    Bahan Sken5blok4
    Dokumen8 halaman
    Bahan Sken5blok4
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • Tulang Ikan
    Tulang Ikan
    Dokumen1 halaman
    Tulang Ikan
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • Soal IKM
    Soal IKM
    Dokumen10 halaman
    Soal IKM
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • Skenario 1
    Skenario 1
    Dokumen1 halaman
    Skenario 1
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • Bahan Sken 1 Blok 18
    Bahan Sken 1 Blok 18
    Dokumen7 halaman
    Bahan Sken 1 Blok 18
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • Sisa
    Sisa
    Dokumen2 halaman
    Sisa
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • Sisa
    Sisa
    Dokumen2 halaman
    Sisa
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • Bahan
    Bahan
    Dokumen5 halaman
    Bahan
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • UAS KWN Edit Full
    UAS KWN Edit Full
    Dokumen14 halaman
    UAS KWN Edit Full
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • Bahan
    Bahan
    Dokumen2 halaman
    Bahan
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • Mamae
    Mamae
    Dokumen16 halaman
    Mamae
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • Spondilitis TB
    Spondilitis TB
    Dokumen9 halaman
    Spondilitis TB
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • Etiologi
    Etiologi
    Dokumen1 halaman
    Etiologi
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • Cara Kerja
    Cara Kerja
    Dokumen1 halaman
    Cara Kerja
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • Anemia Aplastik
    Anemia Aplastik
    Dokumen27 halaman
    Anemia Aplastik
    Faisal M
    96% (24)
  • Labirinitis
    Labirinitis
    Dokumen3 halaman
    Labirinitis
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • Tutorial 2.1
    Tutorial 2.1
    Dokumen5 halaman
    Tutorial 2.1
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • Biokim
    Biokim
    Dokumen1 halaman
    Biokim
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • Tugas Ikm
    Tugas Ikm
    Dokumen14 halaman
    Tugas Ikm
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • Viper
    Viper
    Dokumen1 halaman
    Viper
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • Alat Bahan Prosedur
    Alat Bahan Prosedur
    Dokumen5 halaman
    Alat Bahan Prosedur
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • Erusisme Edit
    Erusisme Edit
    Dokumen2 halaman
    Erusisme Edit
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • MDGs
    MDGs
    Dokumen1 halaman
    MDGs
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • Oma
    Oma
    Dokumen2 halaman
    Oma
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • Priapismus
    Priapismus
    Dokumen5 halaman
    Priapismus
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • EKG Gelombang
    EKG Gelombang
    Dokumen6 halaman
    EKG Gelombang
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • Pembahasan Vitamin B2
    Pembahasan Vitamin B2
    Dokumen1 halaman
    Pembahasan Vitamin B2
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • Asidosis Metabolik
    Asidosis Metabolik
    Dokumen3 halaman
    Asidosis Metabolik
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • Far Mako
    Far Mako
    Dokumen4 halaman
    Far Mako
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat