Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN KASUS

HYPERTENSION HEART DISEASE

Disusun oleh:
Dyah Fitri Aprilina
112011101075

Dokter Pembimbing:
dr. Dandy Harihartono, SP. JP

Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya


SMF Ilmu Penyakit Dalam di RSUD dr.Soebandi Jember

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015

DAFTAR ISI
Judul..............................................................................................................i
Daftar Isi......................................................................................................ii
BAB I. Pendahuluan..................................................................................1
Identitas........................................................................................................2
Anamnesis....................................................................................................2
Pemeriksaan Fisik........................................................................................4
Pemeriksaan Penunjang...............................................................................8
Diagnosis....................................................................................................10
Planning.....................................................................................................10
Prognosis....................................................................................................11
Follow Up..................................................................................................12
BAB II. Pembahasan...............................................................................12
Hipertensi..................................................................................................12
Definisi Hipertensi............................................................................12
Epidemiologi.....................................................................................12
Klasifikasi ........................................................................................13
Patogenesis........................................................................................14
Manifestasi Klinis.............................................................................15
Faktor Resiko....................................................................................16
Komplikasi........................................................................................16
Pemeriksaan Fisik.............................................................................17
Diagnosis...........................................................................................17
Evaluasi.............................................................................................18
Penatalaksanaan................................................................................19
Hipertensive Heart Disease.....................................................................22
Definisi HHD....................................................................................22
Epidemiologi.....................................................................................22
Etiologi..............................................................................................23
Faktor Resiko....................................................................................24
Patogenesis........................................................................................24

Diagnosis...........................................................................................26
Penatalaksanaan................................................................................30
Prognosis...........................................................................................33
BAB III. Kesimpulan...............................................................................35
Daftar Pustaka............................................................................................37

BAB I
PENDAHULUAN
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah yang sama atau melebihi 140
mmHg sistolik dan atau sama atau melebihi 90 mmHg diastolik pada seseorang
yang tidak sedang mengkonsumsi obat antihipertensi.
Sampai saat ini, prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar antara 5-10%,
sedangkan tercatat pada tahun 1978 proporsi penyakit jantung hipertensi sekitar
14,3% dan meningkat menjadi sekitar 39% pada tahun 1985 sebagai penyebab
penyakit jantung di Indonesia.
Bila tidak diatasi, tekanan darah tinggi akan mengakibatkan jantung
bekerja keras hingga pada suatu saat akan terjadi kerusakan yang serius. Otot
jantung akan menebal (hipertrofi) dan mengakibatkan fungsinya sebagai pompa
menjadi terganggu, selanjutnya jantung akan berdilatasi dan kemampuan
kontraksinya berkurang, yang pada akhirnya akan terjadi gagal jantung. Gagal
jantung adalah keadaan ketidakmampuan jantung sebagai pompa darah untuk
memenuhi secara adekuat kebutuhan metabolisme tubuh.

I.

IDENTITAS

Nama

: Tn. I

Jenis kelamin

: Laki-laki

Umur

: 55 tahun

Status

: Menikah

Agama

: Islam

Alamat

: PB Sudirman VIII/9, Jember Lor

Pekerjaan

: Petani

Tanggal MRS

: 10 Juni 2015

Pemeriksaan

: 10 Juni 2015

II. ANAMNESIS

Keluhan umum

Riwayat Penyakit Sekarang

: Sesak nafas

Pasien datang ke IGD RSD Soebandi dengan keluhan sesak nafas yang dirasakan
sejak 1 tahun yang lalu dan memberat sejak 3 hari ini. Awal Sesak bertambah
berat jika digunakan beraktifitas. Ketika berjalan sebentar pasien sudah kelelahan
dan sesak nafas, dan 3 hari ini saat istirahat pun pasien juga merasa sesak,
sehingga pasien sulit tidur. Awalnya sesak dirasakan saat sore hari dan bertambah
sesak saat malam hari. Pasien juga mengatakan kakinya pernah bengkak namun
sudah berkurang. Pasien juga mengeluhkan nyeri dada terasa berat dan
mengeluhkan dada berdebar-debar dan disertai batuk berdahak hilang timbul
terutama pada malam hari sejak 2 minggu ini. BAB dan BAK pasien dalam batas
normal. Dalam 2 hari terakhir pasien mengeluhkan mual, rasa tidak enak di ulu
hati dan nafsu makan menurun. Sebelum keluhan tersebut, pasien tidak pernah
merasakan sering pusing, hanya terasa berat di tengkuk belakang kepala. Pasien
tidak pernah memeriksakan keadaannya ke pelayanan kesehatan terdekat

Riwayat Penyakit Dahulu :


HT(+). DM(-) PJK(-)

Riwayat Penyakit Keluarga :


HT(-) DM(-) PJK(-)

Riwayat Pengobatan : Anti HT(-)

Riwayat Sosial
Riwayat Sosial: Pasien merupakan petani. Pasien mengaku sering makan
jeroan serta kurang konsumsi banyak sayur dan buah, pasien
cenderung memiliki emosi yang tinggi, sehingga mudah marah. Pasien
merupakan perokok berat selama 15 tahun. Sehari merokok 10-15
batang dan sering minum kopi.

Anamnesis Sistem (Review of System)


Kulit

:Kuning -, pucat -, gatal -, kering -, ruam -

Kepala

: Pusing -, nyeri kepala -, trauma kepala -, tengkuk


belakang kepala terasa berat +

Mata

: Kuning -, penglihatan kabur -, kacamata -

Telinga

: Gangguan pendengaran -, keluar cairan telinga -

Hidung dan sinus

: Perdarahan -, sering pilek -, bersin -, napas cuping


hidung +

Mulut

: Perdarahan gusi -, mulut kering -, sariawan -

Leher

: Kaku leher -, tumor -, pembesaran getah bening

-Jantung

: Berdebar +, nyeri dada -, sesak +

Paru

: Sesak -, batuk +

Alat pencernaan

: Mual +, muntah -, muntah darah -, BAB hitam -,


BAB merah segar -, hemoroid -, nafsu makan
berkurang +, gangguan menelan -

Saluran kencing

: Kencing seperti teh -, nyeri pinggang -, nyeri


kencing -, sering kencing -

Alat kelamin

: Tidak dievaluasi

Alat gerak

: Nyeri sendi -, kaku sendi -, kemerahan sendi -,


bengkak-, luka -

Sistem saraf

: Kejang -, rasa tebal pada kedua kaki -, kesemutan Kelumpuhan -

Endokrin

: Nafsu makan berkurang , penurunan berat badan


- , keringat malam -, demam -

II.PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan umum

: lemah

Kesadaran

: compos mentis

Tekanan darah

: 185/90 mmHg

Nadi

: 124x/menit, reguler, lemah

Pernafasan

: 32x/menit, thoracoabdominal, reguler

Suhu

: 36,7 o C

Tinggi Badan

: 160 cm

Berat Badan

: 51 Kg

IMT

51
(1,6)2

: 19,92 kg/m2
Kesan status gizi cukup
B. Kepala Leher
Umum
Anemis (-), ikterus (-), sianosis (-), dyspnea (+)
Mata
Alis
Bola mata
Kelopak
Konjungtiva
Sclera
Pupil
Lensa

: normal
: normal
: normal
: normal
: normal, tidak ikterus
: bulat, isokor, refleks cahaya +/+
: normal

Telinga

Bentuk

: normal

Procesus mastoideus

: tidak nyeri

Lubang telinga

: tidak ada kelainan

Can.audit.ext
Pendengaran

: tidak ada kelainan


: tidak ada kelainan

Hidung
Penyumbatan
Daya penciuman
Cuping Hidung

: tidak ditemukan penyumbatan


: normal
: ditemukan pernapasan cuping hidung

Mulut
Bibir
Gusi
Lidah
Mukosa
Palatum

: tidak ada tanda sianosis


: tidak didapat perdarahan
: tidak kotor
: normal
: normal

Leher
Kel.limfe
Trakea
Tiroid
Vena Jugularis
Arteri Carotis

: tidak didapatkan pembesaran


: deviasi : tidak didapatkan pembesaran kelenjar
: tidak terdapat distensi
: teraba pulsasi

C. Thorax
Umum
Bentuk
Payudara

: normal
: simetris, ginekomasti -

Kulit

: normal, spider nevi -, vena kolateral -

Axilla

: tidak ditemukan kelainan, tidak ada pembesaran


kelenjar getah bening

Paru
Dextra

Sinistra

I : simetris, retraksi -

I: simetris, retraksi -

P : fremitus raba + normal

P: fremitus raba + normal

P : sonor +

P: sonor +

A:

Vesikuler

+,

Rhonki

-, A: Vesikuler +, Rhonki -, Wheezing -

Wheezing Jantung
Cor:
Inspeksi
Palpasi

: Iktus tidak tampak


: Iktus tidak teraba

Perkusi
batas kiri atas : ICS II Linea Para Sternalis Sinistra
batas kanan atas
: ICS II Linea Para Sternalis Dextra
batas kiri bawah
: ICS V medial anterior axila Sinistra
batas kanan bawah
Auskultasi

: ICS VI Linea Para Sternalis Dextra


: S1, S2, murmur -, gallop -, ekstrasistole

D. Abdomen
Inspeksi

Bentuk:
Supel, tak tampak massa, umbilicus masuk
kedalam

Auskultasi
Palpasi

Kulit: turgor normal


Bising usus: positif, normal
Tugor normal, tonus normal.
Lien tidak teraba
Nyeri tekan(-)
Ginjal tidak teraba

Perkusi

Nyeri ketok ginjal (-)


Meteorismus (-), Shifting dullness (-)

E. Inguinal Genitalia Anus


Tidak dievaluasi
F. Extremitas

Atas

Akral hangat dan kering

Bawah

Tidak didapatkan petechiae, purpura dan echimosis


Tidak didapat deformitas
Sendi: tidak didapatkan nyeri sendi
Kuku: tidak didapat kelainan
Jari: tidak didapat kelainan
Edema: tidak didapatkan
Tidak didapatkan kelumpuhan
Akral hangat dan kering
Tidak didapatkan petechiae, purpura dan echimosis
Tidak didapat deformitas
Sendi: tidak ada nyeri
Kuku: tidak didapat kelainan
Jari: tidak didapat kelainan
Edema: tidak didapatkan
Tidak didapatkan kelumpuhan

III.

JENIS PEMERIKSAAN

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
HASIL PEMERIKSAAN

NILAI NORMAL

Hemoglobin

11,3

12,0-16,0 gr/dl

Lekosit

15,4

4,5-11,0 x 109

Hematokrit

31,4

36-46 %

Trombosit

387

150-450 x 109

24

10-31

HEMATOLOGI

FAAL HATI

SGOT

10

SGPT

13

9-36

Albumin

4,2

3,4-4,8

GDA

99

<200

JENIS PEMERIKSAAN

HASIL PEMERIKSAAN

NILAI
NORMAL

ELEKTROLIT
Natrium

137,1

135-155
mmol/L

Kalium

4,17

3,5-5,0
mmol/L

Chlorida

105,9

90-110
mmol/L

Calcium

2,15

2,15-2,57
mmol/L

Magnesium

0,75

0,77-1,03
mmol/L

Fosfor

1,31

0,85-1,60
mmol/L

FAAL GINJAL
K. serum

1,2

0,5-1,1
mg/dL

BUN

16

6-20 mg/dL

11

Urea

35

26-43
gr/24jm

Asam Urat

5,6

2-5,7 mg/Dl

Foto Thorax

Kesan : Cor

: pinggang jantung menghilang, tampak pelebaran jantung bagian


kiri

Pulmo : tak tampak infiltrat


Sinus phrenicocostalis: kanan dan kiri tajam

12

Elektrokardiografi

Kesan: Left ventricle hypertrophy


Atrial fibrilasi
IV. DIAGNOSIS

Etiologi : Hipertensi primer

Anatomis : Left Ventrikel Hypertrophy

Fungsional : Hypertension Heart Failure

Sekunder: Atrial Fibrilasi

V. PLANNING

Diagnostik

o Echocardiography

Terapi

O2 10 lpm

Inf. PZ 500 cc/ 24 jam, minum 1000 cc/ 24 jam

Inj. Digoxin 1 amp IV pelan

13

Inj. Furosemide 2 amp lanjut furosemide pump 3 mg/ Jam

Inj. Ceftazidine 3x1 gr

Candesartan 8 mg 1-0-0

Miniaspi 1-0-0 (PC)

Bisoprolol 5 mg -0-

Spironolacton 20 mg 1-0-0

Monitoring

o Gejala klinis
o Vital Sign
o EKG

Edukasi

o Menjelaskan tentang penyebab penyakit, pemeriksaan yang perlu


dilakukan dan tindakan medis kepada pasien serta keluarga.
o Menjelaskan kemungkinan komplikasi dan prognosis kepada
pasien dan keluarga
o Menjelaskan tentang faktor risiko yang perlu dihindari nantinya
VI.

PROGNOSIS
Quo ad vitam

: dubia

Quo ad functionam

: dubia

14

BAB II
PEMBAHASAN
HIPERTENSI
I. DEFINISI
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah secara abnormal sehingga
terjadi gangguan pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi
yang dibawa oleh darah terhambat mencapai jaringan tubuh yang membutuhkan.
Kemudian terjadi pengerasan pembuluh darah akibat dari gangguan tekanan darah
yang tidak normal.
Tekanan darah yang meningkat dan terus-menerus dalam beberapa kali
pemeriksaan dapat disebabkan oleh satu atau beberapa faktor resiko. Hipertensi
berkaitan dengan tekanan darah sistolik, diastolik, ataupun keduanya.
Sepanjang hari tekanan darah dapat berubah-ubah tergantung keadaan
pasien dan waktu pengukuran. Ketika sedang melakukan aktifitas fisik seperti
berolahraga, tekanan darah naik. Sebaliknya pada saat istirahat atau tidur, tekanan
darah menurun. Jadi sebaikanya sebelum mendiagnosa seseorang dengan
hipertensi, ada baiknya dilakukan pengulangan pada pemeriksaan tekanan darah.
II. EPIDEMIOLOGI
Data epidemilogi menunjukkan bahwa dengan semakin meningkatnya
populasi usia lanjut, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar
juga akan bertambah. Baik hipertensi sistolik maupun kombinasi sistlik dan
diastolik sering timbul pada lebih dari separuh orang yang berusia >65 tahun.
Sampai saat ini, data hipertensi yang lengkap sebagian besar berasal dari
negara yang sudah maju. Data dari The National Health and Nutrition
Examination Survey (NHNES) menunjukkan bahwa dari tahun 1999-2000,
insiden hipertensi pada orang dewasa adalah sekitar 29-31%, yang berarti terdapat

15

58-65 juta orang hipertensi di Amerika, dan terjadi peningkatan 15 juta dari data
NHANES III tahun 1988-1991. 95% dari kasus hipertensi tersebut adalah
hipertensi primer.

III. KLASIFIKASI
Berdasarkan etiologi, hipertensi dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Hipertensi primer/esensial
Merupakan sebagian besar dari kasus hipertensi yang ada, dan tidak
diketahui penyebabnya.
Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure
(JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa dibagi menjadi :

Klasifikasi Tekanan TDS (mmHg)

TDD (mmHg)

Darah
Normal
< 120
Dan
<80
Prehipertensi
120-139
Atau
80-89
Hipertensi derajat 1 140-159
Atau
90-99
Hipertensi derajat 2 160
Atau
100
Tabel I.1 klasifikasi hipertensi menurut JNC VII 2003
Klasifikasi Tekanan Darah

TDS (mmHg)

TDD (mmHg)

Optimal

< 120

<80

Normal
Normal Tinggi
Hipertensi derajat 1

<130
130-139
140-159

<85
85-89
90-99

(ringan)
Hipertensi derajat 2

160-179

100-109

(sedang)
Hipertensi derajat 3

180

110

(berat)
16

Hipertensi

sistolik 140

<90

terisolasi
Tabel I.2 klasifikasi hipertensi menurut WHO/ISH 2003
Keterangan: TDS=Tekanan Darah Sistolik, TDD=Tekanan Darah
Diastolik.
2. Hipertensi sekunder
Terdapat sebab dan patofisiologi yang jelas yang menyebabkan hipertensi
ini.
1. Hipertensi sistolik sekunder, penyebabnya antara lain adalah a).
Penurunan kapasitas vaskular, b). Peningkatan curah jantung, seperti
pada aorta regurgitasi, tirotoksikosis, sindrom jantung hiperkinetik,
demam, fistula arteriovenous, dan patent ductus arteriosus.
2. Hipertensi sistolik dan diastolik sekunder dapat disebabkan karena
penyakit ginjal, endokrin, neurogenik, kehamilan, porfiria atau
penyakit pembuluh darah lainnya.

IV. PATOGENESIS
Perangsangan simpatis
Tekanan darah ditentukan oleh curah jantung (volume sekuncup x
frekuensi denyut jantung) dan tahanan perifer total. Peningkatan tekanan darah
disebabkan karena curah jantung meningkat yang terjadi karena peningkatan
frekuensi denyut jantung, perangsangan simpatis (epinefrin dan norepinefrin)
dan/atau peningkatan respon terhadap katekolamin (seperti hormon kortisol atau
tiroid).
Resistensi perifer
Akibat kontraksi otot polos yang berkepanjangan akibat peningkatan
kalsium intraseluler menginduksi perubahan struktural dan penebalan arteri yang
dapat dipengaruhi karena sistem renin-angiotensin-aldosteron.

17

Sistem renin-angiotensin-aldosteron
Renin merupakan hormon yang disekresi oleh sel-sel juxtaglomerular di
ginjal dan masuk ke dalam darah sebagai respon terhadap penurunan Nacl/volume
Cairan Ekstrasel (CES)/tekanan darah. Peningkatan sekresi renin mengakibatkan
peningkatan reabsorbsi Na+ oleh distal tubulus. Cl- selalau mengikuti Na+ secara
pasif. Retensi garam ini diikuti oleh retensi H2O secara osmotis yang membantu
pemulihan volume plasma dan tekanan darah.
Setelah disekresikan dalam darah, renin bekerja sebagai enzim untuk
mengaktifkan angiotensinogen (yang disintesis oleh hati) menjadi angiotensin I.
Pada saat melewati sirkulasi paru, angiotensin I diubah oleh angiotensinconverting enzyme (ACE) yang banyak terdapat di kapiler paru, menjadi
angiotensin II. Angiotensin II adalah stimulus utama untuk hormon aldosteron
dari kelenjar adrenal. Salah satu efek aldosteron adalah meningkatkan reabsorbsi
Na+ oleh tubulus distal dan tubulus kolektifus.
Dengan demikian, sistem renin-angiotensin-aldosteron mendorong retensi
garam yang akhirnya menyebabkan retensi H2O dan peningkatan tekanan darah
arteri. Melalui mekanisme umpan-balik negatif, sistem ini menghilangkan faktorfaktor yang memicu pengeluaran awal renin, yaitu deplesi garam, penurunan
volume plasma, dan penurunan tekanan darah arteri.
Selain merangsang sekresi aldosteron, angiotensin II juga merupakan
konstriktor kuat bagi arteriol, sehingga zat ini secara langsung meningkatkan
tekanan darah dengan meningkatkan retensi perifer total.
V. MANIFESTASI KLINIS
Kebanyakan pasien hipertensi tidak menunjukkan keluhan atau gejala
yang spesifik. Hanya peningkatan tekanan darah yang dapat ditemukan dari
pemeriksaan fisik. Apabila pasien datang dengan keluhan terhadap hipertensinya,
maka ada 3 kemungkinan yang terjadi pada pasien ini, antara lain 1). Tekanan
darah yang terlalu tinggi. Hal ini dapat terjadi pada hipertensi berat dan sering
menimbulkan keluhan seperti, nyeri kepala yang terlokalisir di daerah oksipital,
dirasakan terutama pada pagi hari ketika bangun tidur dan pasien harus duduk

18

beberapa lama sebelum akhirnya bisa berdiri, pusing berputar, palpitasi, lemas,
gangguan vaskular, epistaksis, hematuria, penglihatan kabur / gangguan
penglihatan, cepat lelah, pusing, angina pektoris, sesak nafas karena gagal
jantung. 2). Penyakit pembuluh darah karena hipertensi, dan 3). Adanya penyakit
yang menyebabkan hipertensi / hipertensi sekunder.
VI. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko yang tidak dapat diubah, antara lain : 1). Usia, bertambahnya
usia sebanding dengan meningkatnya tekanan darah karena berkurangnya
elastisitas pembuluh darah. Individu berusia 55 tahun memiliki 90% resiko
mengalami hipertensi. Hipertensi pada pria umumnya terjadi pada usia <55 tahun
dan wanita <65 tahun. 2). Jenis kelamin, wanita cenderung lebih banyak yang
terkena hipertensi daripada pria. 3). Ras, di Amerika Serikat ras kulit hitam
memiliki resiko dua kali lebih bersar terkena hiperensi daripada ras kulit putih. 4).
Genetik, adanya riwayat hipertensi dan penyakit kerdiovaskuler dalam keluarga
memiliki kemungkinan terkena hipertensi lebih besar daripada yang tidak.
Faktor yang dapat diubah, antara lain : Konsumsi garam berlebih,
merokok, obesitas, kurang aktivitas fisik, dislipidemia, diabetes melitus,
mikroalbuminuria atau perhitungan LFG <60 ml/menit.
Pasien prehipertensi beresiko mengalami peningkatan tekanan darah
menjadi hipertensi. Mereka yang tekanan darahnya 130-139/80-89 mmHg dalam
sepanjang hidupnya akan memiliki resiko dua kali lebih besar menjadi hipertensi
dan mengalami penyakit kardiovaskular daripada yang tekanan darahnya rendah.
VII. KOMPLIKASI
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Kerusakan target organ yang umum ditemui
adalah :
1. Jantung : Hipertrofi ventrikel kiri, angina pektoris (infark miokard), gagal
jantung
2. Otak : Sroke, tansient Ischemic Attack (TIA).

19

3. Penyakit ginjal kronis


4. Penyakit arteri perifer
5. Retinopati hipertensi
VIII. PEMERIKSAAN FISIK
Pada

pemeriksaan

fisik

dilakukan

pemeriksaan

tekanan

darah

menggunakan tensimeter, dilakukan dengan benar, dan dilakukan sebanyak 2-3


kali dengan selang waktu istirahat selama 5 menit. Dalam 2 atau 3 kali
pengukuran didapatkan peningkatan tekanan darah dari normal atau optimalnya.
Harus dicari juga kelainan-kelainan yang timbul sesuai dengan kerusakan
organ akibat komplikasi hipertensi. Misalnya mencari apakah ada pembesaran
jantung yang ditujukan pada hipertrofi ventrikel kiri dan tanda-tanda gagal
jantung. Bunyi S2 yang meningkat akibat kerasnya penutupan katup aorta.
Kadang ditemukan murmur diastolik alibat regurgitasi aorta. Bunyi S4 (gallop
atrial atau presistolik) dapat ditemukan akibat dari peninggian tekanana trium kiri.
Sedangkan bunyi S3 (gallop ventrikel atau protodiastolik) ditemukan bia tekanan
akhir diastolik ventrikel kiri meningkat akibat dari dilatasi ventrikel kiri. Bila S3
dan S4 ditemukan bersamaan disebut summation gallop. Perlu diperhatikan
apakah ada suara nafas tambahan seperti ronki basah atau ronki kering/mengi.
Pemeriksaan perut ditujukan untuk mencari aneurisma, pembesaran hati, limpa,
ginjal, dan asites. Auskultasi bising sekitar kiri kanan umbilikus (renal artery
stenosis). Arteri radialis, femoralis, dan dorsalis pedis harus diraba. Tekanan darah
di betis harus diukur minimal sekali pada hipertensi umur muda (kurang dari 30
tahun).
IX. DIAGNOSIS
Diagnosis hipertensi ditegakkan apabila pada anamnesis terdapat faktor
resiko hipertensi dan pada pemeriksaan didapatkan tekanan darah diatas normal,
yaitu bila tekanan darah sistolik 140 mmHg atau tekanan darah diastolik 90
mmHg,
Berdasarkan kriteria JNC VII, seseorang dikatakan hipertensi derajat I jika
tekanan darah sistolik 140-159 mmHg atau tekanan darah diastolik 90-99 mmHg

20

dan hipertensi derajat II juka tekanan darah sistolik 160 mmHg atau tekanan
darah diastolik 100 mmHg. Sedangkan jika tekanan darah sistolik 120-139
mmHg atau tekanan darah diastolik 80-89 mmHg, maka seseorang tersebut
memiliki resiko menjadi penderita hipertensi (prehipertensi).
Apabila berdasarkan kriteria WHO/ISH, seseorang dikatakan hipertensi
derajat I jika tekanan darah sistolik 140-159 mmHg dan tekanan darah diastolik
90-99 mmHg, hipertensi derajat II jika tekanan darah sistolik 160-179 mmHg dan
tekanan darah diastolik 100-109 mmHg, hipertensi derajat III jika tekanan darah
sistolik 180 mmHg dan tekanan darah diastolik 110 mmHg.
X. EVALUASI
Evaluasi dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Anamnesis meliputi: lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah;
indikasi adanya hipertensi sekunder; faktor resiko seperti riwayat penyakit
kardiovaskular pada pasien dan dalam keluarga, riwayat hiperlipidemia pasien dan
keluarga, riwayat diabetes melitus pasien dan keluarga, kebiasaan merokok, pola
makan, kegemukan, aktivitas dan intensitas olahraga, serta kepribadian pasien itu
sendiri; gejala kerusakan organ pada otak, mata, jantung, ginjal dan arteri perifer;
pengobatan antihipertensi sebelumnya; dan faktor pribadi, keluarga dan
lingkungan.
Pemeriksaan fisik meliputi: pengukuran rutin di kamar periksa;
pengukuran 24 jam (Ambulatory Blood Pressure Monitoring/ABPM); pengukuran
sendiri oleh pasien; dan pemeriksaan untuk mengevaluasi adanya kerusakan organ
target.
Dapat juga ditambahkan pemeriksaan penunjang, seperti urin untuk
protein, darah dan glukosa; makroskopik urinalisis; hematokrit; kalium serum;
kreatinin serum dan/atau BUN; gula darah puasa; kolesterol total; dan EKG.
Selain itu juga ada pemeriksaan yang dianjurkan, seperti TSH, hitung jenis
leukosit, HDL, LDL dan trigliserid, kalsium serum dan phosphate, foto rontgen
thorax, dan ekokardiogram.

21

XI. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah untuk mengendalikan tekanan darah dengan
target tekanan darah <140/90 mmHg, dan <130/80mmHg untuk individu dengan
penyakit penyerta (diabetes, gagal ginjal, gagal jantung, dan lain-lain). Prinsip
penatalaksanaan hipertensi sendiri ada 2 yaitu mengubah pola hidup menjadi pola
hidup yang lebih sehat dan penggunaan obat-obat antihiperensi.
Nonmedikamentosa
Terapi nonmedikamentosa diindikasikan untuk semua pasien hipertensi
dan yang memiliki faktor resiko menjadi hipertensi. Terapinya meliputi 1).
Menghindari stress, 2). Mengatur diet dengan mengurangi konsumsi garam,
rendah kalori, rendah kolesterol serta lemak untuk mencegah komplikasi
aterosklerosis,

dan

pendekatan

DASH

(Dietary

Approaches

to

Stop

Hypertension), 3). Olahraga teratur, 4). Menurunkan berat badan (bila diperlukan),
5). Mengontrol faktor resiko yang ikut berperan dalam perkembangan
aterosklerosis.
Medikamentosa
Diberikan pada pasien hipertensi derajat I, II (JNC 7) dan hipertensi
dengan

indikasi

penyakit

penyerta

yang

memberatkan

(compelling

indications) seperti orang yang baru terdiangnosis hipertensi, gagal jantung,


miokard infark, diabetes melitus, stroke, resiko tinggi penyakit kardiovaskular
lain dan gagal ginjal kronis.
Secara umum terdapat tujuh golongan obat antihipertensi, diantaranya
adalah diuretik, ACE inhibitor, agonis reseptor angiotensin, calcium channel
blocker, antiadrenergik, vasodilator, dan antagonis reseptor mineralokortikoid.
1. Diuretik, terutama golongan thiazide (seperti hydrochlorthiazide)
karena efeknya cepat untuk diuresis kalium dan menurunkan volume
cairan. Penggunaan jangka panjang dapat menurunkan tahan perifer.
Efek samping dari golonga thiazide adalah hipokalemia, hiperurisemia,
hioerkalsemia, toleransi glukosa terganggu, dan disfungsi erektil.

22

Golongan loop diuretik, seperti furosemid jarang digunakan karena


durasi kerjanya singkat. Tetapi golonga ini efektif digunakan pada
pasien dengan gangguan fungsi ginjal (LFG <30-50 ml/menit/m 2),
CHF,

dan

hipertensi

resisten.

Diuretik

golongan

hemat

kalium/penghambat reseptor aldosteron (seperti spironolakton dan


eplerenone), menghambat aktivasi aldosteron di jantung, ginjal dan
pembuluh darah uang dapat memperbaiki cardiac output pada pasien
post MI dan gagal jantung. Spironolakton juga bisa diberikan bersama
dengan thiazide untuk meminimalkan renal potassium loss.
2. ACE-inhibitor, menghambat enzim Angiotensin Converting Enzyme
yang mengubah angiotensi I menjadi angiotensin II, menghambat
degradasi vasodilator kuat (bradykinin), memperbaiki aktivitas sistem
saraf adrenergik, efektif untuk pasien dengan diabetes dan gangguan
ginjal, efek samping sedikit, hanya 5-10% pasien yang mengeluhkan
batuk, dapat juga terjadi hiperkalemia pada pasien insufisiensi ginjal,
dan reaksi idiosinkrasi angioedema.
3. Angiotensin Receptor Agonist (ARB), penghambat selektif reninangiotensin dan reseptor AT1, yang memiliki efek vasokonstriksi. Efek
sampingnya antara lain angioedema (jarang sekali), hiperkalemia dan
gagal ginjak akut.
4. Calcium Channel Blocker (CCB), ada 2 golongan : dihydropyridine
dan nondihydropyridine. Golongan dihydropyridine seperti amlodipin
dan nifedipin dapat mengontrol tekaan darah dengan baik karena
secara langsung menyebabkan relaksasi pembuluh darah arteri.
Golongan nondihydropyridine seperti verampamil dan diltiazem dapat
menurunkan tekanan darah dengan cara vasodilatasi pembuluh darah
dan menurunkan kontraktilitas jantung. CCB efektif diberikan untuk
pasien hipertensi dengan aritmia, seperti supraventrikel takikardi atau

23

fibrilasi atrium. Efek sampingnya adalah bradikardi (terutaman jika


diberikan bersama beta blocker), odem, dan konstipasi.
5. Antiadrenergik : adrenergic reseptor blocker (propanolol, bisoprolol,
atenolol) yang memhambat efek simpatetik ke jantung dan efektif
menurunkan curah jantung, dan adrenergic receptor blocker
(prazosin, doxazosin, terazosin) yang menghambat norepinefrin.
6. Vasodilator (hydralazine dan minoxidil) biasanya tidak digunakan pada
terapi awal dan biasanya digunakan untuk kondisi yang berat.
Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat dan dalam dosis rendah
tapi target tekanan darah tidak tercapai, makan selanjutnya adalah
meningkatkan dosis obat tersebut, atau pindah ke antihipertensi lain
dengan dosis rendah, atau kombinasi obat dalam dosis rendah.
Untuk
antihipertensi

hipertensi
yang

dengan

compelling

diberikan disesuaikan

indications

dengan penyakit

terapi
yang

menyertai.
Compelling
indications
Gagal
jantung
Post-MI
Resiko
tinggi CVD
CKD
Stroke
Diabetes

Diuretik

mellitus
Baru
terdiagnosis

Beta-

ACE

blocker

inh

ARBs

CCB

Aldosterone
blockers

hipertensi
Tabel I.3 terapi hipertensi degan compelling indications (diambil dari
JNC 7,2003)

24

HIPERTENSIVE HEART DISEASE


2. 1. Definisi
Penyakit jantung hipertensi adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh
tidak terkontrolnya tekanan darah tinggi dalam waktu yang lama, yang ditandai
adanya hipertrofi ventrikel kiri (HVK) sebagai akibat langsung dari tingginya
tekanan darah tersebut. Hipertrofi ventrikel kiri pada penyakit jantung hipertensi
juga dipengaruhi oleh faktor neurohormonal.5
2. 2. Epidemiologi
Jumlah penderita penyakit jantung hipertensi masih belum diketahui
secara pasti. Namun, berdasarkan hasil studi yang ada, kebanyakan kasus
hipertensi akan bermanifestasi sebagai penyakit jantung. Hasil studi tersebut di
antaranya menyebutkan angka kejadian hipertrofi ventrikel kiri menurut hasil
EKG adalah sebanyak 2.9% pada pasien pria dan 1.5% pada pasien wanita.
Sedangkan menurut hasil ekokardiogram, hipertrofi ventrikel kiri terjadi pada 1520% pasien hipertensi. Pada pasien tanpa HVK didapatkan 33% di antaranya
mengalami disfungsi diastolik ventrikel kiri yang asimtomatik. Secara umum,
risiko kejadian HVK mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat pada pasien
dengan obesitas. Sekitar 50-60% penderita hipertensi akan mengalami risiko
untuk gagal jantung dengan risiko kejadian yang meningkat dua kali lipat pada
pria dan tiga kali lipat pada wanita.8

2. 3. Etiologi
Sebab utama penyakit jantung hipertensi adalah tekanan darah yang
meningkat dan berlangsung kronik. Sedangkan penyebab hipertensi sendiri sangat
beragam, pada orang dewasa sebab-sebab tersebut antara lain4:

25

Hipertensi primer/esensial/idiopatik yang terjadi pada 90% kasus


hipertensi pada orang dewasa.

Hipertensi sekunder sebesar 10% dari kejadian hipertensi pada orang


dewasa yang disebabkan oleh:
Penyakit ginjal:
o Stenosis arteri renalis
o Polycystic kidney disease
o Chronic renal failure
o Vaskulitis intrarenal
Kelainan endokrin:
o

Hiperaldosteronisme primer

Feokromositoma

Chusing syndrome

Hiperplasia adrenal kongenital

Hipotiroidisme dan hipertiroidisme

Akromegali

Hormon

eksogen

(kortikosteroid,

estrogen),

simpatomimetik, monoamin oksidase inhibitor, tyramin


dalam makanan
Sebab lain:

Koarktasi aorta

Tekanan intrakranial yang meningkat

Sleep apnea

Hipertensi sistolik terisolasi

2. 4. Faktor Risiko
Faktor-faktor risiko penyakit jantung hipertensi antara lain adalah4:

26

1. Ras
Ras Afrika-Amerika lebih rentan terkena penyakit jantung hipertensi.
Hal ini bahkan menjadi etiologi umum untuk kasus gagal jantung di
Amerika Serikat.
2. Jenis kelamin
Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria yang berusia di bawah 55
tahun, namun pada wanita hipertensi lebih banyak ditemukan pada usia di
atas 55 tahun. Hal ini kemungkinan terjadi karena seiring bertambahnya
usia maka tekanan darah akan semakin meningkat terutama pada pria. Tapi
setelah menopause tiba wanita akan mengalami peningkatan tekanan darah
yang lebih tajam dan mencapai angka tertinggi yang lebih tinggi daripada
pria.
3. Usia
Seiring bertambahnya usia maka tekanan darah akan semakin
meningkat. Hal ini sebanding dengan terjadinya penyakit jantung
hipertensi yang lebih banyak dialami oleh para lanjut usia.
2. 5. Patogenesis
Patofisiologi dari penyakit jantung hipertensi berjalan cukup kompleks,
karena berhubungan dengan berbagai faktor, seperti hemodinamik, struktural,
neuroendokrin, selular, dan molekuler. Di satu sisi, faktor-faktor tersebut saling
berintegrasi dan akhirnya menyebabkan perkembangan dan komplikasi dari
hipertensi, sementara di sisi lain tingginya tekanan darah memodulasi faktorfaktor tersebut. Meningkatnya tekanan darah menyebabkan perubahan struktur
dan fungsi jantung melalui dua cara, yaitu secara langsung oleh peningkatan
afterload atau beban akhir jantung, dan secara tidak langsung oleh perubahan
neurohormonal dan vaskuler terkait.4
Hipertrofi

ventrikel

kiri

(HVK)

merupakan

kompensasi

jantung

menghadapi tekanan darah tinggi ditambah dengan faktor neurohumoral yang


ditandai oleh penebalan konsentrik otot jantung (hipertrofi konsentrik). Fungsi
diastolik akan mulai terganggu akibat dari gangguan relaksasi ventrikel kiri,

27

kemudian disusul oleh dilatasi ventrikel kiri (hipertrofi eksentrik). Rangsangan


simpatis dan aktivasi sistem RAA memacu mekanisme Frank-Starling melalui
peningkatan volume diastolik ventrikel sampai tahap tertentu dan pada akhirnya
akan terjadi gangguan kontraksi miokard (penurunan/gangguan fungsi sistolik).3
HVK terjadi pada 15-20% pasien hipertensi dan angka kejadiannya
meningkat dua kali lipat pada pasien obesitas. HVK adalah peningkatan masa otot
ventrikel kiri yang disebabkan oleh respon miosit pada berbagai stimulus yang
menyertai pada peningkatan tekanan darah. Hipertrofi miosit timbul sebagai
kompensasi dari beban akhir (afterload) yang meningkat. Stimulus mekanis dan
neurohormonal yang menyertai hipertensi dapat mengaktivasi pertumbuhan sel
miokardial dan ekspresi gen yang berakhir pada HVK. Selain itu aktivasi sistem
renin-angitensin-aldosteron melalui aksi angiotensin II pada reseptor angiotensin I
menimbulkan pertumbuhan interstitium dan komponen matriks sel. Intinya
terjadinya HVK disebabkan oleh hipertrofi miosit dan ketidakseimbangan antara
miosit dan interstitium struktur miokard.5
Terdapat beberapa pola HVK, di antaranya remodeling konsentrik, HVK
konsentrik, dan HVK eksentrik. HVK konsentrik adalah penebalan ventrikel kiri
dan massa ventrikel kiri dengan peningkatan tekanan diastolik dan volume
ventrikel kiri yang umumnya terjadi pada pasien hipertensi. Sedangkan HVK
eksentrik adalah penebalan ventrikel kiri tapi lokasinya tidak beraturan, hanya
meliputi beberapa bagian saja. HVK konsentrik menunjukkan prognosis yang
buruk untuk hipertensi. Terjadinya HVK ini memiliki peran protektif pada respon
peningkatan tekanan dinding untuk mempertahankan cardiac output yang adekuat,
yang kemudian akan berkembang menjadi disfungsi miokardial diastolik disusul
sistolik.5
Iskemia miokard (asimtomatik, angina pektoris, infark jantung, dan lainlain) dapat terjadi karena kombinasi akselerasi proses aterosklerosis dengan
peningkatan kebutuhan oksigen miokard akibat dari HVK. HVK, iskemia miokard
dan gangguan fungsi endotel merupakan faktor utama kerusakan miosit pada
hipertensi.3

28

Evaluasi pasien hipertensi atau penyakit jantung hipertensi ditujukan


untuk:

Meneliti kemungkinan hipertensi sekunder

Menetapkan keadaan prapengobatan

Menetapkan faktor-faktor yang mempengaruhi pengobatan atau


faktor yang akan berubah karena pengobatan

Menetapkan kerusakan organ target

Menetapkan faktor risiko PJK lainnya

2. 6. Diagnosis
Diagnosis penyakit jantung hipertensi ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang.
Pada anamnesis ditemukan 3:

Rasa berdebar, melayang, impotensi sebagai akibat dari peninggian


tekanan darah.

Rasa cepat capek, sesak napas, sakit dada, bengkak pada kedua kaki
atau perut.

Terdapat gangguan vaskular seperti epistaksis, hematuria, pandangan


kabur karena perdarahan retina, transient cerebral ischemic.

Terdapat penyakit dasar seperti pada hipertensi sekunder, misalnya:


polidipsi, poliuria, kelemahan otot pada aldosteronisme primer,
peningkatan BB dengan emosi labil pada sindroma cushing. Pada
feokromositoma didapatkan keluhan episode sakit kepala, palpitasi,
banyak keringat, dan rasa melayang saat berdiri (postural dizzy).

Pada pemeriksaan fisik didapatkan3:

Batas-batas jantung melebar

Impuls apeks prominen

Bunyi jantung S2 meningkat akibat kerasnya penutupan katup aorta

29

Kadang-kadang ditemukan murmur diastolik akbat regurgitasi aorta

Bunyi S4 (gallop atrial atau presistolik) dapat ditemukan akibat


peninggian tekanan atrium kiri

Bunyi S3 (gallop ventrikel atau protodiastolik) ditemukan bila


tekanan akhir diastolik ventrikel kiri meningkat akibat dilatasi
ventrikel kiri

Suara napas tambahan seperti ronkhi basah atau kering

Pemeriksaan perut untuk mencari aneurisma, pembesaran hati,


limpa, ginjal, dan ascites

Auskultasi bising sekitar kiri kanan umbilicus (renal artery stenosis)

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan


diagnosis penyakit jantung hipertensi antara lain:

Pemeriksaan laboratorium awal, yang mencakup3:


o

Urinalisis: protein, leukosit, eritrosit, silinder

Hemoglobin/hematokrit

Elektrolit darah/kalium

Ureum/kreatinin

Gula darah puasa

Kolesterol total, trigliserida, HDL dan LDL kolesterol

Kalsium dan fosfor

TSH

Analisis gas darah

Elektrokardiografi untuk menemukan adanya hipertrofi ventrikel kiri


jantung. Pemeriksaan dengan elektrokardiografi menunjukkan HVK
pada sekitar 20-50% kasus, dan metode pemeriksaan ini masih
menjadi metode standard.

Foto thorax untuk menemukan adanya pembesaran jantung atau


tanda-tanda bendungan
Gambaran radiologis :
30

Tanda-tanda radiologis HHD pada foto thorax (PA) adalah


seperti berikut:

Keadaan awal batas kiri bawah jantung menjadi bulat

karena hipertrofi konsentrik ventrikel kiri.


Pada keadaan lanjut, apeks jantung membesar ke kiri dan

ke bawah.
Aortic knob membesar dan menonjol disertai kalsifikasi.
Aorta ascenden dan descenden melebar dan berkelok, ini
disebut pemanjangan/elongatio aorta.

Gagal Jantung Kiri

Pada foto thorax gagal jantung, terlihat perubahan corakan

vaskuler paru
Distensi vena di lobus superior, bentuknya menyerupai

huruf Y, dengan cabang lurus mendatar ke lateral.


Batas hilus pulmo terlihat kabur.
Menunjukkan adanya edema pulmonum keadaan awal.
Terdapat tanda-tanda edema pulmonum, meliputi edema
paru interstisiel

Edema interstisiel
Edema ini menimbulkan septal lines yang dikenal sebagai
Kerleys lines,yang ada 4 jenis, yaitu:

Kerley A: garis panjang di lobus superior paru, berasal dari

daerah hilus menuju ke atas dan perifer.


Kerley B: garis-garis pendek dengan arah horizontal tegak
lurus pada dinding pleura dan letaknya di lobus inferior,
paling mudah terlihat karena letaknya tepat di atas sinus
costophrenicus. Garis ini adalah yang paling mudah

ditemukan pada keadaan gagal jantung.


Kerley C: garis-garis pendek, bercabang, ada di lobus
inferior. Perlu pengalaman untuk melihatnya, karena
hampir sama dengan pembuluh darah.
31

Kerley

D:

garis-garis

pendek,

horizontal,

letaknya

retrosternal. Hanya tampak pada foto lateral.

Edema alveolar

Terjadi pengurangan lusensi paru yang difus mulai dari


hilus sampai perifer bagian atas dan bawah. Gambaran ini
dinamakan butterfly appearance/butterfly pattern, atau bats

wing pattern.
Batas kedua hilus menjadi kabur.

Echocardiografi, dilakukan karena dapat menemukan HVK lebih


dini dan lebih spesifik (spesifisitas sekitar 95-100%).
Indikasi Echocardiografi pada pasien hipertensi adalah3 :
-

Konfirmasi gangguan jantung atau murmur

Hipertensi dengan kelainan katup

Hipertensi pada anak atau remaja

Hipertensi saat aktivitas, tetapi normal saat istirahat

Hipertensi disertai sesak napas yang belum jelas sebabnya


(gangguan fungsi diastolik atau sistolik)

o Echocardiografi-Doppler dapat dipakai untuk menilai fungsi


diastolik (gangguan fungsi relaksasi ventrikel kiri, pseudonormal tipe
restriktif)

2. 7. Penatalaksanaan
Tatalaksana medis untuk pasien dengan penyakit jantung hipertensi dibagi
menjadi 2 kategori, yaitu5:
1. Penatalaksanaan untuk tekanan darah yang meningkat
2. Pencegahan dan penatalaksanaan dari penyakit jantung hipertensi

32

Dalam menatalaksana peningkatan tekanan darah, target tekanan darah


harus <140/90 mmHg pada pasien tanpa diabetes atau gagal ginjal kronik
(chronic kidney disease) dan <130/90 mmHg pada pasien yang memiliki
penyakit tersebut6.
Ada beragam strategi dalam tatalaksana penyakit jantung hipertensi,
misalnya modifikasi pola makan, aerobic exercise secara teratur, penurunan berat
badan, atau penggunaan obat untuk hipertensi, gagal jantung sekunder disfungsi
diastolik dan sistolik ventrikel kiri, coronary artery disease, serta aritmia6.

Modifikasi pola makan5


Penelitian membuktikan bahwa diet dan gaya hidup yang sehat
dengan atau tanpa kombinasi dengan penggunaan obat dapat menurunkan
tekanan darah dan mengurangi simptom dari gagal jantung dan
memperbaiki hipertrofi vetrikel kiri (HVK). Diet khusus yang dianjurkan
adalah diet sodium, tinggi potasium (pada pasien dengan fungsi ginjal
yang normal), makan buah-buahan segar dan sayur-sayuran, rendah
kolesterol dan rendah konsumsi alkohol.
Diet rendah sodium dengan atau tanpa kombinasi dengan
pengunaan obat-obatan mengurangi tekanan darah pada kebanyakan
African Americans. Restriksi sodium tidak menstimulasi kompensasi dari
renin-angiotensin system dan dapat memiliki efek antihipertensi.
Rekomendasi intake sodium per hari adalah 50-100 mmol, setara dengan
3-6 g garam, yang rata-rata mengurangi tekanan darah 2-8 mmHg.
Banyak penelitian epidemiologi menunjukkan, asupan tinggi
potasium diasosiasikan dengan menurunnya tekanan darah. Potasium yang
diberikan secara intravena mengakibatkan vasodilatasi, yang dipercaya
dimediasi oleh nitric oxide pada dinding pembuluh darah. Buah dan
sayuran segar direkomendasikan untuk pasien yang memiliki fungsi ginjal
yang normal.
Asupan rendah kolesterol adalah profilaksis untuk pasien dengan
penyakit jantung koroner.

33

Konsumsi

alkohol

yang

berlebihan

dihubungkan

dengan

peningkatan tekanan darah pada peningkatan massa dari ventrikel kiri.

Aerobic exercise secara teratur5


o Lakukan aerobic exercise secara teratur 30 menit sehari, 3-4 kali
seminggu.
o Olahraga yang teratur, seperti berjalan, berlari, berenang, atau
bersepeda

menunjukkan

penurunan

tekanan

darah

dan

meningkatkan kesehatan dari jantung dan pembuluh darah karena


meningkatkan fungsi endotelial, vasodilatasi perifer, menurunkan
denyut nadi istirahat, dan mengurangi level dari katekolamin.
o Isometric dan strenuous exercise harus dihindari.

Pengurangan berat badan5


Kegemukan banyak dihubungkan dengan hipertensi dan HVK.
Penurunan berat badan secara bertahap (1 kg/minggu) sangat dianjurkan.
Penggunaan obat-obatan untuk mengurangi berat badan harus dilakukan
dengan perhatian yang khusus.

Farmakoterapi5
o Penatalaksanaan dari hipertensi dan penyakit jantung hipertensi
dengan

menggunakan

diuretika

tiazide,

beta-blockers

dan

kombinasi alpha dan beta-blockers, calcium channel blockers,


ACE inhibitors, angiotensin receptor blockers, dan direct
vasodilators seperti hydralazine.
o Kebanyakan pasien membutuhkan 2 atau lebih obat antihipertensi
untuk mencapai target tekanan darah.
o Diuretika tiazide adalah obat pilihan pertama pada pasien dengan
hipertensi tanpa komplikasi.
o Obat-obatan dari kelas yang lain diberikan atas indikasi.
Calcium channel blocke: selektif untuk hipertensi sistolik
pada pasien yang tua

34

ACE inhibitors: pilihan pertama untuk pasien dengan

diabetes dan/atau dengan disfungsi ventrikel kiri


Angiotensin receptor blockers: alternatif untuk pasien yang

memiliki efek samping dari ACE inhibitors.


Beta-blockers: pilihan pertama pada pasien dengan gagal
jantung karena disfungsi sistolik ventrikel kiri, pasien
dengan ischemic heart disease dengan atau tanpa riwayat

myocardial infarction, dan pasien dengan thyrotoxicosis.


Obat-obat intravena pada pasien hipertensi emergensi, yaitu
nitroprusside, labetalol, hydralazine, enalapril, dan betablockers (tidak digunakan untuk pasien dengan gagal
jantung akut ataupun dekompensata).

Tatalaksana untuk HVK5


o

HVK meningkatkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular.


Obat-obatan di atas dapat mengurangi HVK. Data dari
metaanalisis yang terbatas dikemukakan,

ACE inhibitors

memiliki keunggulan yang lebih untuk menangani HVK.

Tatalaksana untuk LV diastolic dysfunction5


o

Kelas-kelas tertentu dari obat antihipertensi (ACE inhibitors, betablockers, dan nondihydropyridine calcium channel blockers)
dapat

meningkatkan

echocardiographic

parameters

pada

disfungsi diastolik yang simptomatik dan asimptomatik serta


simptom dari gagal jantung..
o

Penggunaan diuretik dan nitrat untuk pasien dengan gagal jantung


karena disfungsi diastolik harus dengan hati-hati. Obat ini dapat
menyebabkan hipotensi yang berat dengan menurunkan preload.

Tatalaksana untuk LV systolic dysfunction5

35

Diuretik (biasanya loop diuretics) digunakan untuk tatalaksana LV


systolic dysfunction.

ACE inhibitors untuk mengurangi preload dan afterload dan


mencegah kongesti paru maupun sistemik.

Beta-blockers (cardioselective atau mixed alpha and beta), seperti


carvedilol, metoprolol XL, dan bisoprolol, untuk meningkatkan
fungsi dari ventrikel kiri serta mengurangi angka mortalitas dan
morbiditas dari gagal jantung.

Spironolakton dosis rendah mengurangi angka mortalitas dan


morbiditas NYHA grade III atau IV dari gagal jantung, yang
menggunakan ACE inhibitor.

Tatalaksana dari kardiak aritmia5


Tatalaksana disesuaikan dengan jenis aritmia dan penyebab LV

dysfunction.
o

Antikoagulan dapat digunakan pada pasien dengan atrial fibrilasi.

2. 8. Prognosis
Prognosis pada pasien penyakit jantung hipertensi bermacam-macam
sesuai dengan durasi, tingkat keparahan, dan tipe penyakit yang terjadi. Risiko
komplikasi bergantung pada besarnya hipertrofi yang terjadi pada ventrikel kiri.
Semakin besar kelainan yang diderita oleh ventrikel kiri, maka komplikasi yang
akan timbul juga akan menjadi semakin besar. Mengobati penyakit dasar yaitu
hipertensi akan sangat berpengaruh terhadap progresivitas yang terjadi5.
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa obat-obatan tertentu
seperti ACE-Inhibitor, Beta-blocker, dan diuretik spinorolakton dapat mengatasi
hipertropi ventrikel kiri dan memperpanjang kemungkinan hidup pasien dengan
gagal jantung akibat penyakit jantung hipertensi. Bagaimanapun juga, penyakit
jantung hipertensi adalah penyakit yang serius yang memiliki resiko kematian
mendadak. 5
36

BAB III
KESIMPULAN
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah yang sama atau melebihi 140
mmHg sistolik dan/atau sama atau melebihi 90 mmHg diastolik pada seseorang
yang tidak sedang mengkonsumsi obat antihipertensi.1
Penyakit jantung hipertensi adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh
tidak terkontrolnya tekanan darah tinggi dalam waktu yang lama, yang ditandai
adanya hipertrofi ventrikel kiri (HVK) sebagai akibat langsung dari tingginya

37

tekanan darah tersebut. Hipertrofi ventrikel kiri pada penyakit jantung hipertensi
juga dipengaruhi oleh faktor neurohormonal.6
Hipertrofi

ventrikel

kiri

(HVK)

merupakan

kompensasi

jantung

menghadapi tekanan darah tinggi ditambah dengan faktor neurohumoral yang


ditandai oleh penebalan konsentrik otot jantung (hipertrofi konsentrik). Fungsi
diastolik akan mulai terganggu akibat dari gangguan relaksasi ventrikel kiri,
kemudian disusul oleh dilatasi ventrikel kiri (hipertrofi eksentrik). Rangsangan
simpatis dan aktivasi sistem RAA memacu mekanisme Frank-Starling melalui
peningkatan volume diastolik ventrikel sampai tahap tertentu dan pada akhirnya
akan terjadi gangguan kontraksi miokard (penurunan/gangguan fungsi sistolik).3
Iskemia miokard (asimtomatik, angina pektoris, infark jantung, dan lain-lain)
dapat terjadi karena kombinasi akselerasi proses aterosklerosis dengan
peningkatan kebutuhan oksigen miokard akibat dari HVK. HVK, iskemia miokard
dan gangguan fungsi endotel merupakan faktor utama kerusakan miosit pada
hipertensi.3
Tatalaksana medis untuk pasien dengan penyakit jantung hipertensi dibagi
menjadi 2 kategori, yaitu 5: Penatalaksanaan untuk tekanan darah yang meningkat
dan pencegahan dan penatalaksanaan dari penyakit jantung hipertensi.
Dalam menatalaksana peningkatan tekanan darah, target tekanan darah
harus <140/90 mmHg pada pasien tanpa diabetes atau gagal ginjal kronik
(chronic kidney disease) dan <130/90 mmHg pada pasien yang memiliki penyakit
tersebut5.
Ada beragam strategi dalam tatalaksana penyakit jantung hipertensi,
misalnya modifikasi pola makan, aerobic exercise secara teratur, penurunan berat
badan, atau penggunaan obat untuk hipertensi, gagal jantung sekunder disfungsi
diastolik dan sistolik ventrikel kiri, coronary artery disease, serta aritmia5.
Prognosis pada pasien penyakit jantung hipertensi bermacam-macam
sesuai dengan durasi, tingkat keparahan, dan tipe penyakit yang terjadi. Risiko
komplikasi bergantung pada besarnya hipertrofi yang terjadi pada ventrikel kiri.
Semakin besar kelainan yang diderita oleh ventrikel kiri, maka komplikasi yang

38

akan timbul juga akan menjadi semakin besar. Mengobati penyakit dasar yaitu
hipertensi akan sangat berpengaruh terhadap progresivitas yang terjadi5.

DAFTAR PUSTAKA
Aziz, F. 2014. Coronary Artery Diseas in Women: An Unsolved Dilemma. J Clin
Med Res. Vol 6(2): 86-90
Rilantono, L. A, dkk. 2004. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: FK UI

39

RSUD dr. Soetomo. 2010. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Jantung
dan Pembuluh Darah. Surabaya: RSUD dr. Soetomo
Sharma, K & Gulati, M. 2013. Coronary Artery Disease in Women. Global Heart.
Vol 8(2): 105-112
Shufelt, C. L & Merz. 2009. Contraceptive Hormone Use and Cardovascular
Disease. J Am Coll Cardiol. Vol 53(3): 221-231
Sudoyo, A.W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1&2. Jakarta:
Interna Publishing

40

Anda mungkin juga menyukai