Anda di halaman 1dari 4

Marifatullah, Puncak Aqidah Islam

Juli 3, 2007 oleh ari2abdillah


KARAKTERISTIK AQIDAH ISLAM

Aqidah Islam adalah Aqidah Rabbaniy (berasal dari Allah) yang bersih dari pengaruh
penyimpangan dan subyektifitas manusia. Aqidah Islam memiliki karakteristik berikut
ini:
Al Wudhuh wa al Basathah ( jelas dan ringan) tidak ada kerancuan di dalamnya seperti
yang terjadi pada konsep Trinitas dsb.
Sejalan dengan fitrah manusia, tidak akan pernah bertentangan antara aqidah salimah
(lurus) dan fitrah manusia. Firman Allah : Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu, tidak ada perubahan pada fitrah Allah.. (QS. 30:30).
Prinsip-prinsip aqidah yang baku, tidak ada penambahan dan perubahan dari siapapun.
Firman Allah :Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan lain selain Allah yang
mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah ? (QS. 42:21).
Dibangun di atas bukti dan dalil, tidak cukup hanya dengan doktrin dan pemaksaan seperti
yang ada pada konsep-konsep aqidah lainnya. Aqidah Islam selalu menegakkan :
Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar (QS 2:111).
Al Wasthiyyah (moderat) tidak berlebihan dalam menetapkan keesaan maupun sifat Allah
seperti yang terjadi pada pemikiran lain yang mengakibatkan penyerupaan Allah dengan
makhluk-Nya. Aqidah Islam menolak fanatisme buta seperti yang terjadi dalam slogan
jahiliyah Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan
sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan mengikuti jejak mereka
(QS. 43:22).
PENGERTIAN MARIFATULLAH

Marifatullah (mengenal Allah) bukanlah mengenali dzat Allah, karena hal ini tidak mungkin
terjangkau oleh kapasitas manusia yang terbatas. Sebab bagaimana mungkin manusia yang
terbatas ini mengenali sesuatu yang tidak terbatas?. Segelas susu yang dibikin seseorang tidak
akan pernah mengetahui seperti apakah orang yang telah membuatnya menjadi segelas susu.
Menurut Ibn Al Qayyim : Marifatullah yang dimaksudkan oleh ahlul marifah (orang-orang
yang mengenali Allah) adalah ilmu yang membuat seseorang melakukan apa yang menjadi
kewajiban bagi dirinya dan konsekuensi pengenalannya.
Marifatullah tidak dimaknai dengan arti harfiah semata, namun mariaftullah dimaknai
dengan pengenalan terhadap jalan yang mengantarkan manusia dekat dengan Allah,
mengenalkan rintangan dan gangguan yang ada dalam perjalanan mendekatkan diri kepada
Allah.
CIRI-CIRI DALAM MARIFATULLAH
Seseorang dianggap marifatullah (mengenal Allah) jika ia telah mengenali:
asma (nama) Allah
sifat Allah dan
afal (perbuatan) Allah, yang terlihat dalam ciptaan dan tersebar dalam kehidupan alam ini.

Kemudian dengan bekal pengetahuan itu, ia menunjukkan :


sikap shidq (benar) dalam ber -muamalah (bekerja) dengan Allah,
ikhlas dalam niatan dan tujuan hidup yakni hanya karena Allah,
pembersihan diri dari akhlak-akhlak tercela dan kotoran-kotoran jiwa yang membuatnya
bertentangan dengan kehendak Allah SWT
sabar/menerima pemberlakuan hukum/aturan Allah atas dirinya
berdawah/ mengajak orang lain mengikuti kebenaran agamanya
membersihkan dawahnya itu dari pengaruh perasaan, logika dan subyektifitas siapapun. Ia
hanya menyerukan ajaran agama seperti yang pernah diajarkan Rasulullah SAW.
Figur teladan dalam marifatullah ini adalah Rasulullah SAW. Dialah orang yang paling
utama dalam mengenali Allah SWT. Sabda Nabi : Sayalah orang yang paling mengenal
Allah dan yang paling takut kepada-Nya. HR Al Bukahriy dan Muslim.
Hadits ini Nabi ucapkan sebagai jawaban dari pernyataan tiga orang yang ingin mendekatkan
diri kepada Allah dengan keinginan dan perasaannya sendiri.
Tingkatan berikutnya, setelah Nabi adalah ulama amilun ( ulama yang mengamalkan
ilmunya). Firman Allah : Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hambaNya, hanyalah ulama (QS. 35:28).
Orang yang mengenali Allah dengan benar adalah orang yang mampu mewarnai dirinya
dengan segala macam bentuk ibadah. Kita akan mendapatinya sebagai orang yang rajin
shalat, pada saat lain kita dapati ia senantiasa berdzikir, tilawah, pengajar, mujahid, pelayan
masyarkat, dermawan, dst. Tidak ada ruang dan waktu ibadah kepada Allah, kecuali dia ada
di sana. Dan tidak ada ruang dan waktu larangan Allah kecuali ia menjauhinya.
Ada sebagian ulama yang mengatakan : Duduk di sisi orang yang mengenali Allah akan
mengajak kita kepada enam hal dan berpaling dari enam hal, yaitu : dari ragu menjadi yakin,
dari riya menjadi ikhlash, dari ghaflah (lalai) menjadi ingat, dari cinta dunia menjadi cinta
akhirat, dari sombong menjadi tawadhu (randah hati), dari buruk hati menjadi nasehat.
URGENSI MARIFATULLAH
Marifatullah adalah puncak kesadaran yang akan menentukan perjalanan hidup manusia
selanjutnya. Karena marifatullah akan menjelaskan tujuan hidup manusia yang
sesungguhnya. Ketiadaan marifatullah membuat banyak orang hidup tanpa tujuan yang jelas,
bahkan menjalani hidupnya sebagaimana makhluk hidup lain (binatang ternak). (QS.47:12).
Marifatullah adalah asas (landasan) perjalanan ruhiyyah (spiritual) manusia secara
keseluruhan. Seorang yang mengenali Allah akan merasakan kehidupan yang lapang. Ia
hidup dalam rentangan panjang antara bersyukur dan bersabar.
Sabda Nabi : Amat mengherankan urusan seorang mukmin itu, dan tidak terdapat pada
siapapun selain mukmin, jika ditimpa musibah ia bersabar, dan jika diberi karunia ia
bersyukur (HR.Muslim)
Orang yang mengenali Allah akan selalu berusaha dan bekerja untuk mendapatkan ridha
Allah, tidak untuk memuaskan nafsu dan keinginan syahwatnya.

Dari Marifatullah inilah manusia terdorong untuk mengenali para nabi dan rasul, untuk
mempelajari cara terbaik mendekatkan diri kepada Allah. Karena para Nabi dan Rasul-lah
orang-orang yang diakui sangat mengenal dan dekat dengan Allah.
Dari Marifatullah ini manusia akan mengenali kehidupan di luar alam materi, seperti
Malaikat, jin dan ruh.
Dari Marifatullah inilah manusia mengetahui perjalanan hidupnya, dan bahkan akhir dari
kehidupan ini menuju kepada kehidupan Barzahiyyah (alam kubur) dan kehidupan akherat.
SARANA MARIFATULLAH
Sarana yang mengantarkan seseorang pada marifatullah adalah :
1. Akal sehat
Akal sehat yang merenungkan ciptaan Allah. Banyak sekali ayat-ayat Al Quran yang
menjelaskan pengaruh perenungan makhluk (ciptaan) terhadap pengenalan al Khaliq
(pencipta) seperti firman Allah : Katakanlah Perhatikanlah apa yang ada di bumi. Tidaklah
bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang
yang tidak beriman. (QS 10:101 atau QS 3: 190-191).
Sabda Nabi : Berfikirlah tentang ciptaan Allah dan janganlah kamu berfikir tentang Allah,
karena kamu tidak akan mampu HR. Abu Nuaim
2. Para Rasul
Para Rasul yang membawa kitab-kitab yang berisi penjelasan sejelas-jelasnya tentang
marifatullah dan konsekuensi-konsekuensinya. Mereka inilah yang diakui sebagai orang
yang paling mengenali Allah. Firman Allah:
Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti nyata
dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan ) supaya manusia
dapat melaksanakan keadilan.. QS. 57:25
3. Asma dan Sifat Allah
Mengenali asma (nama) dan sifat Allah disertai dengan perenungan makna dan pengaruhnya
bagi kehidupan ini menjadi sarana untuk mengenali Allah. Cara inilah yang telah Allah
gunakan untuk memperkenalkan diri kepada makhluk-Nya. Dengan asma dan sifat ini
terbuka jendela bagi manusia untuk mengenali Allah lebih dekat lagi. Asma dan sifat Allah
akan menggerakkan dan membuka hati manusia untuk menyaksikan dengan seksama
pancaran cahaya Allah. Firman Allah:
Katakanlah : Serulah Allah atau serulah Ar Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu
seru, Dia mempunyai al asma al husna (nama-nama yang terbaik) (QS. 17:110).
Asma al husna inilah yang Allah perintahkan pada kita untuk menggunakannya dalam
berdoa. Firman Allah :

Hanya milik Allah asma al husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma al
husna itu (QS. 7:180).
Inilah sarana efektif yang Allah ajarkan kepada umat manusia untuk mengenali Allah SWT
(marifatullah). Dan marifatullah ini tidak akan realistis sebelum seseorang mampu
menegakkan tiga tingkatan tauhid, yaitu : tauhid rububiyyah, tauhid asma dan sifat. Kedua
tauhid ini sering disebut dengan tauhid al marifah wa al itsbat (mengenal dan menetapkan)
kemudian tauhid yang ketiga yaitu tauhid uluhiyyah yang merupakan tauhid thalab (perintah)
yang harus dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai