Anda di halaman 1dari 11

PERALIHAN HAKHIBAH

NAMA:INDRA A. S.
SIHALOHO
NIM:RRB10014028

Dasar Hibah
Mengenai penghibahan dalam Hukum Perdata Indonesia, telah
diatur dalam beberapa pasal yang terdapat dalam Kitab
Undang-undang Hukum Perdata. Adapun ketentuan tersebut
adalah :
1. Pasal 1667 Kitab Undang-undang Hukum Perdata:
Hibah hanyalah dapat mengenai benda-benda yang sudah
ada, jika ada itu meliputi benda-benda yang baru akan
dikemudian hari, maka sekedar mengenai itu hibahnya adalah
batal .
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka jika dihibahkan barang
yang sudah ada, bersama suatu barang lain yang akan
dikemudian hari, penghibahan mengenai yang pertama adalah
sah, tetapi mengenai barang yang kedua adalah tidak sah.
2. Pasal 1668 Kitab Undang-undang Hukum Perdata :
Si penghibah tidak boleh memperjanjikan bahwa ia tetap
berkuasa untuk menjual atau memberikan kepada orang lain
suatu benda termasuk dalam penghibahan semacam ini
sekedar mengenai benda tersebut dianggap sebagai batal.
Janji yang diminta si penghibah, bahwa ia tetap berkuasa untuk
menjual atau memberikan kepada orang lain, berarti bahwa
hak milik atas barang tersebut, tetap ada padanya karena
hanya seseorang pemilik yang dapat menjual atau memberikan
barangnya kepada orang lain, hal mana dengan sendirinya
bertentangan dengan sifat dan hakekat penghibahan.
Sudah jelas, bahwa perjanjian seperti ini membuat
penghibahan batal, yang terjadi sebenarnya adalah hanya
sesuatu pemberian nikmat hasil.
3. Pasal 1669 Kitab Undang-undang Hukum Perdata :

Adalah diperbolehkan kepada si penghibah untuk


memperjanjikan bahwa ia tetap memiliki kenikmatan atau
nikmat hasil benda-benda yang dihibahkan, baik benda-benda
bergerak maupun benda-benda tidak bergerak, atau bahwa ia
dapat memberikan nikmat hasil atau kenikmatan tersebut
kepada orang lain, dalam hal mana harus diperhatikan
ketentuan-ketentuan dari bab kesepuluh buku kedua kitab
undang-undang ini
Bab kesepuluh dari Buku Kedua Kitab Undang-undang Hukum
Perdata, yang dimaksud itu adalah bab yang mengatur tentang
Hak Pakai Hasil atau Nikmat Hasil. Sekedar ketentuanketentuan itu telah dicabut, yaitu mengenai tanah, dengan
adanya Undang-undang Pokok Agraria (UU No. 5 Tahun 1960),
tetapi ketentuan-ketentuan itu mengenai barang yang bergerak
masih berlaku.
Cara menghibahkan sesuatu
Tentang cara menghibahkan sesuatu telah diatur dalam Kitab
Undangundang Hukum Perdata, sebagaimana diatur dalam
pasal di bawah ini :
1. Pasal 1682 Kitab Undang-undang Hukum Perdata :
Tiada suatu hibah kecuali yang disebutkan dalam Pasal 1687,
dapat atas ancaman batal, dilakukan selainnya dengan akta
notaris, yang aslinya disimpan oleh notaris itu .
2. Pasal 1683 Kitab Undang-undang Hukum Perdata :
Tiada suatu hibah mengikat si penghibah atau menerbitkan
sesuatu akibat yang bagaimanapun, selainnya mulai saat
penghibahan itu dengan kata-kata yang tegas diterima oleh si
penerima hibah sendiri atau oleh seorang yang dengan suatu
akta otentik oleh si penerima hibah itu telah dikuasakan untuk
menerima penghibahan-penghibahan yang telah diberikan oleh
si penerima hibah atau akan diberikan kepadanya dikemudian
hari. Jika penerima hibah tersebut telah dilakukan di dalam
suratnya hibah sendiri, maka itu akan dapat dilakukan di dalam
suatu akta otentik, kemudian yang aslinya harus disimpan, asal

yang demikian itu dilakukan di waktu si penghibah masih


hidup, dalam hal mana penghibahan terhadap orang yang
terakhir hanya berlaku sejak saat penerima itu diberitahukan
kepadanya .
Perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah berupa hibah
adalah suatu persetujuan dengan mana si penghibah diwaktu
hidupnya dengan Cuma-Cuma dan dengan tidak dapat ditarik
kembali, memberikan/menyerahkan suatu benda guna
keperluan sipenerima hibah yang menerima penyerahan itu
(Afandi, 2001:14). Menurut Ketentuan dalam Pasal 37 ayat (1)
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, antara lain
menyebutkan bahwa hibah harus diadakan antara orang yang
masih hidup dan harus dilakukan dengan akta yang dibuat
dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang
menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Hibah Tanah merupakan pemberian seseorang kepada orang
lain dengan tidak ada perggantian apa pun dan dilakukan
secara suka rela, tanpa ada kontraprestasi dari pihak penerima
pemberian, dan pemberian itu dilangsungkan pada saat si
pemberi masih hidup (Sutedi, 2007: 99). Menurut Pasal 1666
KUH Perdata, Hibah ialah suatu perjanjian dengan mana si
penghibah, diwaktu hidupnya, dengan Cuma-Cuma dan dengan
tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu benda guna
keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu.
Undang-undang tidak mengakui lain-lain hibah selain hibahhibah di antara orang-orang yang masih hidup.
Hibah Wasiat sebelum lahirnya Peraturan Pemerintah (PP 24
tahun 1997), bagi mereka yang tunduk kepada KUH Perdata
harus dibuat dalam bentuk tertulis dari notarus, hibah waist
yang tidak dibuat oleh Notaris tidak memiliki kekuatan hukum,
mereka yang tunduk pada hukum adat dapat membuatnya
dibawah tangan, tetapi diproses di Kantor Pertanahan harus
dibuat dengan akta PPAT. Hiabh tanah setelah lahirnya PP
nomor 24 Tahun 1997, harus dilakukan dengan akta PPAT,
selain itu dalam pembuatan akta hibah perlu diperhatikan objek
yang akan dihibahkan, karena dalam PP nomor 10 tahun 1961
ditentukan bahwa untuk objek hibah tanah harus dibuat akta

hibah oleh PPAT akan tetapi apabila objek tersebut selain dari
tanah (objek hibah benda bergerak) maka ketentuan dalam
KUH Perdata digunakan sebagai dasar pembuatan akta hibah,
yaitu dibuat dan ditandatangani Notaris diatur dalam Pasal
1687 KUHPerdata. Perolehan tanah secara hibah dan hibah
wasiat seyogyanya didaftarkan peralihan haknya itu di Kantor
Pertanahan setempat sebagai bentuk pengamanan hibah
tanah.
1. Hal-hal yang membatalkan hibah
Hal-hal yang membatalkan akta hibah telah dijelaskan dalam
Pasal 1688 KUHPerdata, suatu hibah tidak dapat ditarik kembali
maupun dihapuskan karenanya, melainkan dalam hal-hal
berikut:
1. Karena tidak dipenuhi syarat-syarat dengan mana
penghibahan telah dilakukan.
2. Jika si penerima hibah telah bersalah melakukan atau
membantu melakukan kejahayan yang bertujuan
mengambil jiwa si penghibah atau suau kejahatan lain
terhadap si penghibah,
3. Jika menolak memberikan tunjangan nafkah kepada si
penghibah, setelah jatuh dalam kemiskinan.
4. Contoh Kasus
1 Kronologis
(dalam Sutedi, 2007:100-101) Rajkumar membeli rumah dan
tanah dari Elson (seorang pengusaha) dengan Akta Jual Beli
dari Notaris/PPAT Chairani Bustami. Rumah dan Tanah tersebut
sudah bersertifikat No. 858 atas nama Rajkumar yang
kemudian didiami oleh Hardial ibu kandung Rajkumar dan
Djilot. Lalu Djilot meminjam sertifikat Hak Milik tersebut dari
Hardial, dengan maksud untuk memperbaruhi sertifikat itu ke
Badan Peranahan Medan. Dari BPN, Rajkumar mendapat
informasi bahwa sertifikat itu bukan lagi atas nama Rajkumar,

melainkan atas nama Djilot. Proses pemindahan itu terjadi


berdasarkan akta Hibah No. 909/Medan/XII/1997 tanggal 29
Desember 1997 yang diterbitkan dihadapan Notaris/PPAT
Nurdelia Tutopoli di Medan. Berdasarkan penelitian Puslabfor
Bareskrim Polri Medan, tanda tangan atas nama Rajkumar pada
akta hibah diperkuat oleh Notaris Djaidir merupakan tanda
tangan palsu. Namun berdasarkan Putusan pengadilan Negeri
Medan, Djilot dianggap tidak bersalah.
1. Analisis
Dari kasus tersebut, tampaklah ketetapan, kepastian, dan
kebenaran informasi yang tertuang dalam akta hibah tanah
sangat menentukan bagi proses pendaftaran dan pemberian
perlindungan hak atas tanah bagi pemberi hibah, para ahli
waris pemberi hibah dan penerima hibah. Konsekuensinya,
PPAT di samping harus bertanggung jawab terhadap kepastian
dan kebenaran isi akta hibah, juga wajib menyampaikan akta
dan warkah-warkah lainya kepada kantor Pertanahan.
Agar menjadi bukti yang sah, akta hibah harus dibuat dan
ditandatangani oleh pejabat yang berwenang serta para pihak
yang terkait di dalamnya. Selain itu, dalam pembuatan akta
hibah, perlu diperhatikan obyek yang akan dihibahkan, karena
dalam PP Nomor 10 Tahun 1961 ditentukan bahwa untuk objek
hibah tanah harus dibuat akta hibah oleh pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT). Akan tetapi, apabila objek tersebut selain dari itu
( objek hibah benda bergerak), maka ketentuan dalam BW
tersebut tetap digunakan sebagai dasar pembuatan akta hibah,
yakni dibuat dan ditanda tangani oleh Notaris.
Dalam penyelesaian permaslahan ynag terjadi dalam
penghibahan, hendaknya tidak melihat satu pasal tentang
hibah saja, akan tetapi perlu juga melihat pasal lain yang
terkait dengan objek yang dihibahkan dalam BW dan juga
peraturan perundangan lainya, seperti UU No. 1 Tahun 1974.
Selain itu, untuk revisi KUHPerdata mendatang, penyebutan
akta Notaris diganti dengan akta autentik, baik hibah untuk
benda-benda bergerak maupun tidak bergerak. Hal ini
dimaksudkan agar sinkron dengan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

lahirnya Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997


tentang Pendaftaran Tanah (PP 24/1997), bagi mereka
yang tunduk kepada KUHPerdata, akta hibah harus dibuat
dalam bentuk tertulis dari Notaris sebagaimana yang kami
sebutkan di atas. Namun, setelah lahirnya PP 24/1997, setiap
pemberian hibah tanah dan bangunan harus dilakukan dengan
akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 37 ayat (1) PP
24/1997
Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah
susun melalui jual beli, tukar menukar,hibah, pemasukan dalam
perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya,
kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat
didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh
PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Kemudian, berdasarkan Pasal 38 ayat (1) PP 24/1997,
pembuatan akta dihadiri oleh para pihak yang melakukan
perbuatan hukum yang bersangkutan dan disaksikan oleh
sekurang kurangnya 2 (dua) orang saksi yang memenuhi syarat
untuk bertindak sebagai saksi dalam perbuatan hukum itu.
Dari ketentuan di atas dapat diketahui bahwa hibah tersebut
harus dituangkan dalam sebuah akta yang dibuat oleh PPAT,
yakni berupa akta hibah. Jadi, bila seorang kakak ingin
menghibahkan tanah serta bangunannya kepada adik
kandungnya seperti dalam cerita Anda, hibah itu wajib
dibuatkan akta hibah
oleh PPAT. Selain itu, perbuatan penghibahan itu dihadiri oleh
sekurang-kurangnya dua saksi.
Selanjutnya, berdasarkan Pasal 40 PP 24/1997, selambatlambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal ditandatanganinya
akta yang bersangkutan, PPAT wajib menyampaikan akta yang
dibuatnya berikut dokumen-dokumen yang bersangkutan
kepada Kantor Pertanahan untuk didaftar dan PPAT wajib
menyampaikan pemberitahuan tertulis mengenai telah

disampaikannya akta ke Kantor Pertanahan kepada para pihak


yang bersangkutan.
Mengenai bentuk, isi dan cara pembuatan akta-akta PPAT
(termasuk akta hibah) terdapat dalamPeraturan Kepala
Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 8
Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3
Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah dan Anda dapat simak pula penjelasan terakit ini dalam
artikel Perubahan Blangko Akta-akta PPAT (AJB, Akta
Hibah, APHT dll.).
Kemudian, kami akan menjawab pertanyaan Anda lainnya
mengenai bagaimana penghitungan pajak bagi tanah dan
bangunan yang dihibahkan. Hibah atas Tanah dan/atau
Bangunan, bukan merupakan objek Pajak Penghasilan, hal ini
sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (3) huruf a angka
2 Undang-Undang No. 17 Tahun 2000 tentang Perubahan
Ketiga Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan (UU PPh) yang menyatakan:
Yang tidak termasuk Objek Pajak adalah: harta hibahan yang
diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan
pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk
koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang
tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikian,
atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
Mengacu ketentuan di atas, hibah tanah dan bangunan yang
dilakukan oleh kakak kepada adik kandungnya (keluarga
sedarah dalam garis keturunan lurus atau sederajat) dalam
cerita Anda bukan merupakan objek pajak penghasilan. Akan
tetapi, hibah atas tanah dan/atau bangunan ini
merupakan objek pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan (BPHTB).
1.Syarat Materiil

Syarat Materiil sangat menentukan akan sahnya jual beli tanah


tersebut, antara lain sebagai berikut :
a. Pembeli berhak membeli tanah yang bersangkutan
Maksudnya pembeli sebagai penerima hak harus memenuhi
syarat untuk memiliki tanah yang akan dibelinya.untuk
menentukan berhak atau tidaknya si pembeli memperoleh hak
atas tanah yang dibelinya tergfantung pada hak apa yang ada
pada tanah tersebut.Apakah Hak Milik, Hak Guna Bangunan,
atau Hak Pakai. Menurut UUPA yang dapat mempunyai hak
milik atas tanah hanya warga negara Indonesia tunggal dan
badan-badan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah ( pasal
21 UUPA ) jika pembeli mempunyai kewarganegaraan asing
disamping kewarganegaraan Indonesianya atau kepada suatu
badan hukum yang tidak dikecualikan oleh pemerintah, maka
jual beli tersebut batal karena hukum dan tanah tersebut jatuh
pada negara ( pasal 26 ayat 2 UUPA).
b. Penjual berhak menjual tanah yang bersangkutan
Yang berhak menjual suatu bidang tanah tertentu saja si
pemegang yang sah dari hak atas tanah tersebut yang disebut
pemilik. Kalau pemilik sebidang tanah hanya satu orang, maka
ia berhak untuk menjual sendiri tanah tersebut.Akan tetapi
pemilik tanah adalah 2a oarang maka yang berhak menjual
tanah itu adalah kedua orang itu bersama-sama.
c. Tanah hak yang bnersangkutan boleh diperjual belikan dan
tidak sedang dalam sengketa.
Mengenai tanah-tanah hak apa yang boleh diperjual belikan
telah ditentukan dalan UUPA yaitu hak milik ( pasal 20), hak
guna Usaha ( pasal 28), hak guna bangunan ( pasal 35 ), hak
pakai ( pasal 41 ),

2. Syarat formal
Setelah semua persyaratan materiil telah dipenuhi maka PPAT (
Pejabat Pembuat Angka Tanah ) akan membuata akta jual
belinya. Akta jual beli menurut pasal 37 PP 24/1997 harus
dibuat oleh PPAT. Jual beli yang dilakukan tanpa dihadapan PPAT
tetap sah karena UUPA berlandaskan pada hukum adat ( pasal
5 UUPA), sedangkan dalam hukum adat sistem yang dipakai
adalah sistem yang konkrit/nyata/riil.
Sebelum akta jual beli dibuat PPAT, maka disyaratkan bagi para
pihak untuk menyerahkan surat-surat yang diperlukan kepada
PPAT, berupa:
1. Jika tanahnya sudah bersertifikat: sertifikat tanhanya yang
asli dan tanda bukti pembayaran biaya pendaftarannya.
2. Jika tanahnya belum bersertifikat: surat keterangan bahwa
tanah tersebut belum bersertifikat, surat-surat tanah yang ada
yang memerlukan penguatan oleh kepala desa dan camat,
dilengkapi dengan surat-surat yang membuktikan identitas
penjual dan pembelinya yang diperlukan untuk persertifikatan
tanahnya setelah selesai dilakukan jual beli.
Setelah akta dibuat, selambat-lambatnya 7 hari kerja sejak akta
tersebut ditandatangani PPAT menyerahkan akta tersebut
kepada kantor pendafratan tanah untuk pendaftaran
pemindahan haknya.
C. Penghibahan Tanah
Hibah tanah merupakan pemberian seseorang kepada
orang lain dengan tidak ada penggantian apapun dan dilakukan
secara sukarela, tanpa ada kontra prestasi dari pihak penerima
pemberian, dan pemberian itu dilangsungkan pada saat si
pemberi masih hidup. Inilah yang berbeda dengan wasiat, yang
mana wasiat diberikan sesudfah si wasiat meninggal
dunia.Pengertian Hibah juga diatur dalam pasal 1666
KUHPerdata.
Kekuatan huku akta hibah terletak pada fungsi akta autentik itu
sendiri yakni sebagai alat bukti yang sah menurut UU sehingga

hal ini merupakan akibat langsung yang merupakjan keharusan


dari ketentuan per-Undang-Undangan, bahwa harus ada aktaakta autentik sebagai alat pembuktian.
Hal-hal yang membatalkan akta Hibah telah dijelaskan dalam
pasal 1688 BW. Suatu hibah tidak dapat ditarik kembal;i
maupun dihapuskan karenanya melainkan dalam hal-hal
berikut.
a. Karena tidak dipenuhi syarat-syarat dengan mana
penghibahan telah dilakukan.
b. Jika penerima hibah telah bersalah melakukan atau
membantu melakukan kejahatan yang bertujuan mengambil
jiwa si penghibah atau suatu kejahatan lain terhadap si
penghibah.
c. Jika ia menolak memberikan tunjangan nafkah kepada si
penghibah, setelah orang ini jatuh dalam kemiskinan.
Dalam menyelesaikan masalah dalam penghibahan hendaknya
tidak melihat satu pasal tentang hibah saja, akan tetapi nperlu
juga melihat pasal lain yang terkait dengan objek yang
dihibahkan dalam BW dan juga peraturan perundanangan
untuk refisi KUHPerdata mendatang, penyebutan akta notaris
diganti dengan akta autentik, baik hibah untuk benda-benda
bergerak maupun tidak bergerak.

Anda mungkin juga menyukai