Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari
rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami
kekambuhan keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada
(heartburn) dan regurgitasi asam lambung kini tidak lagi termasuk dispepsia .
Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas
tepat dibawah diafragma. Dalam keadaan kosong lambung berbentuk tabung
J, dan bila penuh berbentuk seperti buah alpukat raksasa. Kapasitas normal
lambung 1 sampai 2 liter. Secara anatomis lambung terbagi atas fundus,
korpus dan antrum pilorus. Sebelah atas lambung terdapat cekungan kurvatura
minor, dan bagian kiri bawah lambung terdapat kurvatura mayor. Sfingter
kedua ujung lambung mengatur pengeluaran dan pemasukan. Sfingter kardia
atau sfingter esofagus bawah, mengalirkan makanan yang masuk kedalam
lambung dan mencegah refluks isi lambung memasuki esofagus kembali.
Daerah lambung tempat pembukaan sfingter kardia dikenal dengan nama
daerah kardia. Disaat sfingter pilorikum berelaksasi makanan masuk kedalam
duodenum, dan ketika berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjadinya
aliran balik isis usus halus kedalam lambung.
Pola makan yang normal dan teratur, pilih makanan yang seimbang
dengan kebutuhan dan jadwal makan yang teratur, sebaiknya tidak
mengkomsumsi makanan yang berkadar asam tinggi, cabai, alkohol, dan
pantang rokok, bila harus makan obat karena sesuatu penyakit, misalnya sakit
kepala, gunakan obat secara wajar dan tidak mengganggu fungsi lambung.

B. RUMUSAN MASALAH

1.
2.
3.
4.

Apa itu penyakit dispersia?


Apa saja Klasifikasi dispersia?
Apa saja penyebab dari penyakit dispersia?
Bagaimana manajemen diet penyakit dispersia?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi dispepsia
Dispepsia berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (buruk) dan peptein
(pencernaan). Istilah dispepsia mulai gencar dikemukakan sejak akhir tahun 1980- an,
yang menggambar keluhan atau kumpulan gejala (sindrom) yang terdiri dari nyeri
atau rasa tidak nyaman di epigastrum, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa

penuh, sendawa, regurgitasi, dan rasa panas yang menjalar di dada. Sindrom atau
keluhan ini dapat disebabkan atau didasari oleh berbagai penyakit, termasuk juga
didalamnya penyakit yang mengenai lambung atau yang dikenal sebagai penyakit
maag.

Gejala biasanya sudah berlangsung bertahun-tahun. Faktor gaya hidup


seperti merokok, alkohol, berat badan dan stres relevan dengan terjadinya
refluks. Insidensi kanker meningkat dengan bertambahnya usia, dan signifikan
hanya pada usia diatas 45 tahun. Adanya disfagia dan penurunan berat badan
merupakan indikasi untuk dilakukan pemeriksaan segera.
Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinis yang sering di jumpai
sehari-hari. Istilah dispepsia mulai gencar di kemukakan sejak akhir tahun 80an. Dispepsia merupakan istilah yang digunakan untuk suatu sindrom atau
kumpulan gejala. Banyak definisi tentang dispepsia, berdasarkan kriteria
Rome II tahun 1999-2000 dispepsia bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan
suatu sindrom yang harus dicari penyebabnya.
Keluhan-keluhan ini tidak selalu semua ada pada setiap pasien, bahkan
pada satu pasien pun keluhan dapat bervariasi dari waktu ke waktu dari segi
jenis keluhan maupun kualitasnya. Definisi dispepsia di atas menunjukkan
bahwa penyebab timbulnya gejala-gejala berasal dari Saluran Cerna Bagian
Atas (SCBA) khususnya lambung dan duodenum.
1. Etiologi
Penyebab dari sindrom dispepsia adalah (Djojoningrat, 2006) :
1) Adanya gangguan atau penyakit dalam lumen saluran cerna
seperti tukak gaster/duodenum, gastritis, tumor, infeksi
Helicobacter pylori.
seperti Obat Anti Inflamasi Non Steroid

2) Obat-obatan:

(OAINS), aspirin, beberapa jenis antibiotik, digitalis, teofilin


dan sebagainya.
3) Penyakit pada hepar, pankreas, sistem billier: hepatitis,

pankreatitis, kolesistitis kronik.


4) Penyakit sistemik seperti: diabetes melitus, penyakit tiroid, dan
penyakit jantung koroner.

5) Bersifat fungsional, yaitu: dispepsia yang terdapat pada kasus

yang tidak didapat adanya kelainan/gangguan organik yang


dikenal sebagai dispepsia funsional atau dispepsia non ulkus.
2. Epidemiologi

Dispepsia merupakan keluhan umum yang dalam waktu


tertentu dapat dialami oleh seseorang. Berdasarkan penelitian pada
populasi umum didapat bahwa 15-30% orang dewasa pernah
mengalami dispepsia dalam beberapa hari. Dari data di negara barat
didapat angka prevalensinya berkisar antara 7-41% tetapi hanya 1020% yang mencari pertolongan medis. Angka insidensi dispepsia
diperkirakan antara 1-8%. Dan belum ada data epidemiologi di
Indonesia.
B. Gejala klinis

Keluhan berupa nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung,
mual, muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, dan perut terasa penuh atau
begah. Keluhan ini tidak selalu semua ada pada setiap pasien, dan bahkan
pada beberapa pasien pun keluhan dapat berganti atau bervariasi dari hari ke
hari baik dari segi jenis keluhan maupun kualitasnya .
C. Klasifikasi

Berdasarkan ada tidaknya penyebab dan kelompok gejala maka


dispepsia terbagi atas dispepsia organik dan dispepsia fungsional. Dikatakan
dispepsia organik bila penyebab dispepsia sudah jelas misal adanya ulkus
peptikum, karsinoma lambung dan kholelithiasis yang bisa ditemukan dengan
mudah. Dan dikatakan dispepsia fungsional bila penyebabnya tidak diketahui
atau tidak didapati kelainan pada pemeriksaan gastroenterologi konvensional,
atau tidak ditemukannya kerusakan organik dan penyakit-penyakit sistemik.
1. Dispepsia organik
Dispepsia organik baru bisa dipastikan bila penyebabnya sudah
jelas. Yang dapat digolongkan dispepsia organik, yaitu:
a) Dispepsia tukak (ulcer-like dispepsia)

Keluhan yang sering dirasakan ialah rasa nyeri pada ulu


hati. Berkurang atau bertambahnya nyeri ada hubungannya
dengan makanan, sering terbangun saat tengah malam karena
nyeri pada ulu hati. Hanya dengan endoskopi dan radiologi
baru bisa dipastikan tukak di lambung atau duodenum.
b) Dispepsia bukan tukak
Keluhannya mirip dengan dispepsia tukak, biasa
ditemukan

pada

gastritis

dan

duodenitis,

tetapi

pada

pemeriksaan endoskopi tidak ditemukan tanda-tanda tukak.


c) Refluks gastroesofageal

Gejala yang sering ditemukan adalah rasa panas di dada


dan regurgitasi masam, terutama setelah makan. Bila seseorang
mempunyai keluhan ini disertai keluhan sindroma dispepsia
lainnya maka dapat disebut dispepsia refluks gastroesofageal.
d) Penyakit saluran empedu

Sindroma dispepsia biasa ditemukan pada penyakit


saluran empedu. Rasa nyeri dari perut kanan atas atau ulu hati
yang menjalar ke punggung dan bahu kanan.
e) Karsinoma
Karsinoma saluran cerna (esofagus, lambung, pankreas
dan kolon) sering menimbulkan keluhan sindrom dispepsia.
Keluhan yang sering dijumpai yaitu rasa nyeri di perut,
keluhan bertambah berkaitan dengan makanan, anoreksia dan
berat badan menurun.
f) Pankreatitis

Rasa nyeri timbul mendadak dan menjalar ke


punggung. Perut terasa makin tegang dan kembung. Dan
didapat juga keluhan lain dari sindroma dispepsia.
g) Dispepsia pada sindroma malabsorpsi
Pada penderita ini selain menderita nyeri perut, nausea,
anoreksia, sering flatus dan kembung juga didapat diare profus
yang berlendir.
h) Dispepsia akibat obat-obatan

Banyak obat-obatan yang bisa menimbulkan rasa nyeri


atau tidak enak pada ulu hati tanpa atau disertai mual dan
muntah, misalnya obat golongan NSAID (non steroidal anti
inflammatory

drugs),

teofilin,

digitalis,

antibiotik

oral

(terutama ampisilin dan eritromisin), alkohol dan lain-lain.


Oleh karena itu perlu ditanyakan obat yang dikonsumsi
i)

sebelum timbul keluhan dispepsia.


Gangguan metabolisme
Diabetes melitus dengan neuropati sering timbul
komplikasi pengosongan lambung yang lambat sehingga
timbul nausea, vomitus dan rasa cepat kenyang.
Hipertiroidi mungkin menimbulkan keluhan nyeri di
perut dan vomitus, sedangkan hipotiroidi menyebabkan
timbulnya hipomotilitas lambung. Hiperparatiroidi mungkin

j)

disertai nyeri di perut, nausea, vomitus dan anoreksia.


Penyakit lain
Penyakit jantung iskemik sering didapat keluhan perut
kembung dan rasa cepat kenyang. Penderita infark miokard
dinding inferior juga sering memberi keluhan nyeri perut pada
bagian atas, mual dan kembung. Kadang penderita angina
memiliki keluhan menyerupai refluks gastroesofageal.
Penyakit vaskuler kolagen terutama pada skleroderma
di lambung atau usus halus sering memberi keluhan sindrom
dispepsia. Rasa nyeri perut sering ditemukan pada penderita
SLE terutama yang banyak mengkonsumsi kortikosteroid.

2. Dispepsia fungsional

Dispepsia fungsional atau dispepsia non-organik, merupakan


dispepsia yang tidak ada kelainan organik tetapi merupakan kelainan
fungsi dari saluran makanan. Penderita dengan dispepsia fungsional
biasanya sensitif terhadap produksi asam lambung. Kelainan psikis,

stres dan faktor lingkungan juga dapat menimbulkan dispepsia


fungsional.
D. Penyebab penyakit dispepsia

Penyebab dispepsia terdiri dari beberapa hal. berikut ini akan saya
paparkan beberapa penyebab dari dispepsia.
1. Intoleransi Makanan atau Obat
Intoleransi makanan merupakan penyebab dari dispepsia. pada
kondisi akut, dispepsia mungkin disebabkan oleh makan berlebihan,
makan yang terlalu cepat, makan makanan berlemak, makan saat
keadaan stress, atau minum alcohol atau kopi terlalu banyak. Selain
makakan, banyak juga obat-obatan yang menyebabkan dyspepsia,
seperti aspirin, NSAID, antibiotic (metronidazol, makrolid), obat
diabetes (metformin, penghambat alfa glukosidase, analog amylin,
antagonis reseptor GLP-1), obat antihipertensi (ACE inhibitor,
angiotensin reseptor bloker), agen penurun kolesterol (niasin, fibrat),
obat-obat

neuropsikiatrik

(penghambat

kolinestrasedonepezil,

rivastigmine), SSRIs (fluoxetine, sertraline), penghambat serotoninnorepinefrin-reuptake (venlafaxine, duloxetine), obat Parkinson
(agonis

dopamine,

monoamine

oxidase

(MAO-B)

inhibitor),

kortikosteroid, estrogen, digoxin, zat besi, dan opioids.


2. Dyspepsia Fungsional

Dispepsia fungsional Ini adalah penyebab utama dyspepsia


kronik. Pada 3-4 dari 10 pasien tidak ditemukan kelainan organik
setelah di evaluasi. Gejala mungkin timbul dari interaksi yang
kompleks dari peningkatan sensitivitas visceral aferen, pengosongan
lambung yang terlambat atau sistem akomodasi makanan yang
terganggu, atau stress psikososial. Walaupun jinak, gejala ini bisa
menjadi kronik dan susah untuk disembuhkan apabila tidak ditangani
dengan tepat.
3. Disfungsi Lumen dari Traktus Gastrointestinal

Dispepsia juga dapat terjadi akibat disfungsi lumen saluran


cerna. keadaan keadaan berikut ini dapat menyebabkan disfungsi
lumen saluran cerna: Ulkus peptik terjadi pada 5-15% pasien
dyspepsia. Gastro Esofageal Refluks Desease (GERD) terjadi pada
20% pasien dengan dyspepsia, walaupun tanpa rasa terbakar di dada.
Kanker lambung atau esophagus teridentifikasi pada 0.25-1% tapi ini
sangat jarang pada orang di bawah 55 tahun dengan dyspepsia yang
tidak berkomplikasi. Penyebab lainnya termasuk gastroparesis
(terutama pada DM), intoleransi laktosa atau kondisi malabsorpsi, dan
infeksi parasit (Giardia, Strongyloides, Anisakis).
4. Infeksi Helicobacter pylori
Walaupun infeksi lambung kronis karena H. pylori adalah
penyebab utama dari penyakit ulkus peptic, infeksi ini bukan penyebab
pada dyspepsia yang tidak ada penyakit ulkus peptiknya. Prevalensi
dari H. pylori berhubungan dengan gastritis kronik pada pasien dengan
dyspepsia tanpa penyakit ulkus peptic sekitar 20-50%, sama pada
sebagian besar populasi.
5. Penyakit Pankreas

Karsinoma pancreas dan pancreatitis kronik sering bergejala


dispepsi.
6. Penyakit Saluran Empedu
Nyeri epigastrik atau nyeri pada kuadran kanan atas karena
kolelitiasis atau koledokolitiasis harus dibedakan dari dyspepsia.
7. Kondisi Lainnya
DM, penyakit tiroid , peyakit ginjal kronik, iskemik miokard,
keganasan intraabdomen, volvulus gaster atau hernia paraesofageal,
dan kehamilan kadang-kadang disertai dyspepsia.
E. Manajemen Diet Penderita Dispepsia

Diet dyspepsia diberikan untuk penyakit yang berhubungan dengan


saluran cerna. Gangguan pada saluran cerna umumnya berupa sindroma

dyspepsia yaitu kumpulan gejala yang terdiri dai mual, muntah, nyeri
epigastrum, kembung, nafsu makan berkurang dan rasa cepat kenyang.
Tujuan diet adalah untuk memberikan makanan dan cairan secukupnya
yang tidak memberatkan lambung serta mencegah dan menetralkan sekresi
asam lambung yang berlebihan.
Syarat diet penyakit dyspepsia (diet lambung) adalah:
1) Mudah dicerna, porsi kecil dan sering diberikan
2) Energy dan protein cukup, sesuai kemampuan pasien untuk
menerimanya.
3) Lemak rendah, yaitu 10-15% dari kebutuhan energy total yang
ditingkatkan secara bertahap hingga sesuai kebutuhan.
4) Rendah serat, terutama serat tidak larut air yang ditingkatkan secara

bertahap.
5) Cairan cukup, terutama bila ada muntah.
6) Tidak mengandung bahan makanan atau bumbu yang tajam, baik
secara termis, mekanis, maupun kimia (disesuaikan dengan daya terim
perorangan)
7) Laktosa rendah bila ada gejala intoleransi laktosa, umumnya tidak

dianjurkan minum susu terlalu banyak.


8) Makan secara perlahan di lingkungan yang tenang.
9) Pada fase akut dapat diberikan makanan parenteral saja 24-48 jam
untuk member istirahat pada lambung.
Ada berbagai jenis pilihan terapi untuk dispepsia yang tersedia. Secara
umum, pilihan terapi dispepsia dapat dibagi menjadi golongan antasida,
golongan H2-receptor antagonist, proton pump inhibitor, dan pelindung
mukosa lambung. Di luar empat golongan tersebut, ada beberapa obat lain
yang juga digunakan untuk dispepsia.
1. Antasida
Antasida adalah suatu garam basa anorganik lemah yang
bekerja menetralkan asam lambung yang sudah dihasilkan. Jadi,
antasida baru efektif pada saat asam lambung sudah keluar. Jenis
antasida yang sering digunakan adalah garam aluminium hidroksida
dan magnesium hidroksida; namun dapat juga berupa garam kalsium

atau kombinasi beberapa jenis garam. Antasida sebaiknya diminum


sebelum makan atau 1 jam setelah makan.
Keunggulan antasida adalah onset kerjanya yang pendek
(segera). Kelemahan antasida adalah tidak dapat diberikan pada
penderita gangguan fungsi ginjal.
2. H2-receptor antagonist

H2-receptor antagonist bekerja sebagai inhibitor kompetitif


terhadap histamin di reseptor H2 yang terdapat di sel parietal lambung.
Dengan mekanisme ini, H2-receptor antagonist dapat menekan
produksi asam lambung. Karena secara klinis obat golongan ini sudah
kalah unggul daripada proton pump inhibitors dalam mengatasi
keluhan terkait asam lambung, H2-receptor antagonist hanya
diindikasikan untuk meredakan gejala dispepsia saja. Diduga dapat
timbul toleransi terhadap H2-receptor antagonist dengan sebab yang
belum jelas. Contoh-contoh: cimetidine, ranitidine, famotidine.
3. Proton Pump Inhibitors

Proton pump inhibitors atau PPI adalah salah satu obat


gastrointestinal yang paling banyak mendapat perhatian saat ini. PPI
merupakan derivat benzimidazol yang bekerja pada bagian sekretori
sel-sel parietal lambung dan berikatan dengan saluran ion H+/K+ATPase (pompa proton). Bagian ini berperan pada tahap akhir
produksi asam lambung. Oleh karena itulah obat ini mampu
menghasilkan penekanan asam lambung lebih kuat dan lebih lama
daripada obat-obat gastritis lainnya. PPI sebaiknya diberikan sebelum
makan agar fungsinya dapat dioptimalkan. Mengenai profil obatobatan golongan PPI, akan dibahas dalam artikel tersendiri. Contohcontoh:

PPI

yaitu

omeprazole,

lansoprazole,

esomeprazole,

pantoprazole, rabeprazole, dan dexlansoprazole.


4. Pelindung Mukosa

Misoprostol adalah suatu analog prostaglandin E1 sintetik yang


menghambat produksi asam lambung dan meningkatkan pertahanan

mukosa lambung dari serangan asam. Oleh karena itu, misoprostol


dapat melindungi lambung dari perdarahan dan tukak. Meskipun
demikian pada kenyataannya misoprostol tidak memperbaiki gejala
nyeri perut secara signifikan. Karena efek terhadap prostaglandin ini,
misoprostol juga dapat bermanfaat pada beberapa kasus terkait
obstetrik (persalinan).
Rebamipide adalah suatu analog prostaglandin yang sebagian
mekanisme kerjanya mirip dengan misoprostol. Selain itu ada
mekanisme lainnya yaitu merangsang produksi cyclooxigenase-2
(COX-2) yang juga berfungsi untuk perlindungan mukosa lambung.
Dulu sempat ada anggapan bahwa COX-1 saja yang melindungi
lambung; namun belakangan diketahui bahwa keseimbangan COX-1
dan COX-2-lah yang harus dipertahankan untuk perlindungan mukosa
lambung yang optimal.
Bismuth digunakan utnuk mengatasi berbagai saluran cerna,
seperti mual, diare, dan gastritis. Mekanisme kerjanya diduga lewat
proteksi terhadap lambung dan stimulasi produksi prostaglandin.
Bismuth juga memiliki efek antimikroba terhadap bakteri Helicobacter
pylori sehingga digunakan sebagai salah satu komponen regimen
terapi kombinasi untuk eradikasi bakteri tersebut. Tidak dianjurkan
untuk anak. Efek samping utamanya yaitu perubahan lidah dan tinja
menjadi hitam; tetapi hanya bersifat sementara.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Dispepsia adalah semua jenis kondisi yang ditandai gangguan
pencernaan di saluran cerna bagian atas, yang ditandai dengan keluhan
pada perut bagian atas dan perasaan cepat kenyang setelah makan.
Dispepsia umum ditemukan pada penyakit saluran cerna bagian atas,

misalnya pada penyakit refluks asam lambung ke esofagus


(gastroesophageal reflux disease atau GERD), gastritis (sakit maag),
dan peptic ulcer (ulkus peptik atau tukak saluran cerna). Di kalangan
awam rata-rata orang menyatakan dispepsia dalam istilah sakit maag.
2. Manajemen diet penyakit Dispepsia :
a) Mudah dicerna
b) Energy dan protein cukup
c) Lemak rendah
d) Rendah serat
e) Cairan cukup
f) Tidak mengandung bahan makanan atau bumbu yang tajam
g) Laktosa rendah
h) Dll

DAFTAR PUSTAKA
Adi P, Wasiati N, Soeroso Y, Oesman N. 1997. Terapi Penderita Dispepsia Pemakai
Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS). Pertemuan Ilmiah Nasional IX
PPHI, Kongres Nasional VIII PGI, PEGI. Surabaya.
Doengoes, marilyin, 1987, rencana asuhan keperawatan: Jakarta.
Mansjoer, arif. 2001.kapita selekta kedokteran. Jakarta : media Aesculapius fakultas
kedokteran universitas Indonesia.

Suzani, Cherry. (2007). Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia. Depok :
SMK Raflesia

Anda mungkin juga menyukai