Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penggunaan bahan alam sebagai obat-obatan sebetulnya sudah menjadi sejarah
kefarmasian selama berabad-abad yang lalu. Terutama tumbuhan yang merupakan dasar
sistem pengobatan yang mujarab dan menjadi data empiris yang sangat bermakna hingga
sekarang. Hal ini terutama disebabkan karena adanya senyawa-senyawa penting dalam
tumbuhan yang dapat menimbulkan efek obat terhadap tubuh, senyawa senyawa ini adalah
senyawa metabolit sekunder. Terdapat banyak sekali senyawa-senyawa aktif dari metabolit
sekunder tumbuhan yang diisolasi dan dikembangkan menjadi sediaan farmasi, diantaranya
senyawa senyawa antikanker, antibakteri-jamur, antioksidan, hipertensi, antipiretik, berbagai
masalah pencernaan (diare, sembelit, maagh, stomatitis) dan masih banyak lainnya.
Sumberdaya tanaman obat di Indonesia yang varietas nya sangat kaya sebenarnya
sudah menadi perhatian peneliti dalam pengembangan obat-obat baru. Pada abad ke XVII
seorang peneliti botani bernama Jacobus Rontius (1592 1631), membuat sebuah buku yang
isinya mengumumkan khasiat dari 60 tanaman-tanaman obat indonesia yakng sudang ia teliti,
yakni: Untriusquere Naturali et Medica. Hingga sekarang karya tulis tersebut, menjadi
patokan atau dasar bagi peneliti untuk menyelidiki bahan-bahan atau zat-zat yang terdapat
dalam tumbuh-tumbuhan dan akhirnya ilmu pengetahuan dan teknologi tentang tanaman
obatpun menjadi berkembang sangat pesat.
Terkait dengan obat tradisional, peningkatan penggunaan dan sumberdaya Tanaman
Obat diIndonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang paling umum
adalah:
1).

Karena harga obat-obatan pabrik yang sangat mahal, sehingga masyarakat mencari

2).

alternatif pengobatan yang lebih murah.


Karena dimasyarakat telah berkembang paham bahwa obat-obatan buatan pabrik
atau sintesis kimia obat menimbulkan efek samping yang lebih banyak dari pada
oleh obat-obat tradisional.
Salah satu contoh contoh tanaman asli indonesia yang dimanfaat sebagai obat
secara turun temurun adalah tumbuhan tembakau, salah satunya tembakau madura
yang memiliki senyawa aktif nikotin. Tembakau sering digunakan sebagai bahan
rokok dan pemanfaatannya diindonesia atau dimasyarakat sangat banyak. Karena
Keistimewaan dan kebutuhan yang sangat meningkat dari tembakau, maka salah satu

upaya untuk menunjang ketersediaannya adalah dengan adanya budidaya tembakau.


Contoh lain seperti pemanfaatan tanaman sambung nyawa (Gynura Procumbens
Back), yang sering digunakan sebagai penurun panas dan digunakan sebagai obat luka
untuk menghentikan pendarahan serta mempercepat penyembuhan luka. Kemudian
melihat pemakaian tumbuhan ini secara empiris tersebut maka dilakukan penelitian
terhadap tumbuhan ini. Dari penelitian diperoleh bahwa Gynura Procumbens Back
mengandung senyawa flavononoid, steroid, tanin, saponin, triterpenoid, dll. Sebelum
penelitian dilakukan, tumbuhan ini perlu dilakukan kultur jaringan pada bagianbagian yang paling sering dimanfaatkan penggunaanya dan yang memiliki senyawa
aktif paling banyak. Alasan-alasan seperti inilah yang menjadikan pemanfaatan san
pengetahuan teknik kultur jaringan tanaman menjadi sangat penting untuk diketahui
dan dilakukan.

BAB II

KULTUR JARINGAN TANAMAN OBAT


Kultur jaringan
Ditinjau dari segi bahasa, kata kultur dari kultur jaringan berarti suatu teknik
pembudidayaan dengan tujuan perbanyakan atau mencegah pemusnahan atau langkanya
penyediaan sumberdaya suatu objek yang dibudidaya. Kultur jaringan dapat dijadikan
sebagai suatu usaha untuk mempertahan varietas tanaman, terutama tanaman-tanaman langka
atau tanaman yang sulit ditemukan/hanya ditemukan disuatu temapat tertentu. Kultur jaringan
merupakan suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman (seperti sel, jaringan,organ)
kemudian menumbuhkannya dalam kondisi yang aseptik, sehingga bagian-bagian tanaman
tersebut akan bergenerasi dan tumbuh menjadi tanaman yang lengkap. Dengan Menerapkan
teknik kultur jaringan maka akan diperoleh suatu tumbuhan yang memiliki sifat fisiologi dan
morfologi yang sama persis dengan tanaman induknya, sehingga dangat memudahkan
peneliti dalam melakukan pengembangan obat-obat baru dari tumbuhan-tumbuhan yang
punya potensial medicinal.
Tanaman dapat diperbanyak dengan dua cara, yaitu : secara seksual (generatif), yakni
dengan biji ; dan secara aseksual (vegetatif), dengan bagian dari tanaman selain biji.
Perbanyakan tanaman secara aseksual sering disebut dengan istilah kloning, karena hasil
perbanyakan ini nantinya adalah tanaman-tanaman yang mempunyai sifat genetik sama
dengan tumbuhan induknya. Juga, Kultur Jaringan sering dilakukan pada tanaman-tanaman
yang mempunyai kendala dimana perbanyakan generatif tidak mungkin untuk dilakukan,
sehingga perbanyakan vegetatif merupakan alternatifnya. Untuk itu Budidaya dengan Kultur
Jaringan lebih identik secara in-vitro, dari pada secara in-vivo, karena perbanyakan vegetatif
secara in-vivo mempunyai kelemahan, yakni : sangat lambat menghasilkan tanaman dalam
jumlah besar dan dalam waktu yang singkat dan tergantung pada sulit atau tidaknya dapat
dilakukan untuk tanaman-tanaman tertentu.

Mikropropagasi tanaman
Mikropropagasi adalah upaya perbanyakan atau pengembangniakkan tanaman secara
invitro dengan metode kultur jaringan. Tujuannya adalah utnuk memperoleh tanaman yang
banyak dalam waktu singkat dengan sifat yang sama dengan induknya,atau yang varietasnya
lebih unngul dan bebeas penyakit, atau hasil persilangan, atau hasil pemuliaan tanaman.

1). Tahap

persiapan (stage

0)
-

Mempersiapkan bahan

tanaman

yang

akan dipergunakan sebagai eksplan. Ekspalan adalah bagian tumbuhan yang diisolasi
dari tanaman dan digunakan sebagai bahan awal untuk perbanyakan tanaman. Eksplan
dapat berasal dari : daun, tunas, cabang, batang, akar, embrio, kotiledon, hipokotil,
-

epikotil dan sebagainya.


Kemudian sterilisasi ruangan yang akan dipakai untuk kegiatan praktek kultur
jaringan, sterilisasi alat-alat, sterilisasi tempat penanaman (entkas, laminar air

flow / laf) dan sterilisasi bahan tanaman.


2). Penanaman/ induksi (stage 1) = kultur aseptik
Tahap ini eksplan atau kultur ditanam dalam kondisi media atau lingkungan yang
sesuai. kondisi in-vitro yang disukai oleh eksplan adalah media tanam yang mengandung
sukrosa dan unsur hara dalam konsentrasi tinggi, kelembaban tiggi dan suhu yang hangat.
3). Multiplikasi (stage 2) = tahap perbanyakan tanaman.
Jika kultur aseptik telah berhasil diperoleh, tujuan berikutnya adalah untuk
menginduksi multiplikasi. Pada Beberapa spesies, eksplan akan membentuk akar pada
tahap awal pertumbuhan di media yang sederhana. Beberapa spesies lain bahkan ada yang
menghasilkan banyak tunas tanpa perlakuan khusus. Dalam hal ini tingkat multiplikasi

yang diperoleh menentukan pemilihan media yang lebih kompleks. Multiplikasi tunas dapat
diperoleh dengan beberapa cara.
a. Ujung tunas yang sudah ada akan memanjang menghasilkan ruas dan buku
baru yang nantinya dapat dipotong lagi
Tunas lateral yang ada pada eksplan akan menghasilkan tunas yang selanjutnya

b.

akan menghasilkan tunas baru. Seringkali tunas lateral ini sulit dilihat dengan
mata telanjang, tapi sebagian besar titik tumbuh daun (leaf axil) mengandung banyak
calon tunas.
Perkembangan tunas adventif. Pada banyak spesies, organ tanaman seperti akar,

c.

tunas, atau umbi dapat diinduksi untuk membentuk jaringan yang biasanya tidak
dihasilkan pada organ ini. Organogenesis adventif seperti ini lebih berpotensi
dibandingkan induksi tunas aksilar untuk perbanyakan klonal tanaman.
Somatik embryogenesis. Potensi terbesar multiplikasi klon adalah melalui

d.

somatic embryogenesis, dimana 1 sel dapat menghasilkan 1 embrio dan menjadi


tanaman lengkap. Somatic embryogenesis dapat terjadi pada kultur suspensi atau
kadang terjadi pada kalus.
4). Perakaran / Rooting (stage 3)
a.
Tahap persiapan Planlet (hasil perkembangan kalus yang telah nampak seperti
tanaman aslinya) untuk ditanam ditanah untuk itu perakaran planlet harus cukup
mendukung.
Caranya adalah dengan mengakarkan stek mikro diluar kultur. Cara ini tidak

b.

memerlukan media baru namun perlu dikerjakan pada kondisi aseptik. Kelembaban
tinggi juga diperlukan untuk menghindari kekeringan tunas baru yang masih lunak.
Stek mikro dapat diberi perlakuan hormon (tepung auksin atau pencelupan pada
larutan auksin) seperti pada stek biasa.
5). Aklimatisasi (stage 4)
a.
Pada tahap ini dilakukan penanaman ditanah pada kondisi taraf penyesuaian dengan
b.

lingkungan baru.
Stek mikro tau tanaman yang sudah berakar, selanjutnya ditransfer ke tanah, akan
mengalami perubahan lingkungan yang dapat menyebabkan stress

pada

tanaman. Sehingga seringkali tahap ini menjadi tahap paling kritis dari keseluruhan
c.

kegiatan kultur jaringan.


Penyediaan lingkungan dalam kultur invitro meliputi elembaban yang tinggi,
bebas pathogen, suplai hara yang optimal, intensitas cahaya rendah dan suplai
sukrosa dan media cair atau gel. Tanaman yang dihasilkakn dari kultur ini telah
beradaptasi pada kondisi tesebut. Maka ketika terekekspos ke lingkugan luar

tanaman tidak akan mati karena transisinya tidak terlalu keras artinya tanaman
harus dapat beradaptasi pada lingkungan baru.

Perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan (penelitian sejauh ini)


Penelitian kultur jaringan yang sedang dan telah dilakukan di Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) dan Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya
Genetik Pertanian (Balitbiogen) selama beberapa tahun ini dapat dibagi menjadi tiga
kelompok ,yaitu:
1).
2).
3).

Tanaman semusim berdinding lunak


Tanaman tahunan berkayu, dan
Tanaman pangan.

Dari ketiga kelompok tersebut, umumnya tanaman semusim berdinding lunak lebih mudah
dikuasai

regenerasinya.

sistem

Walaupun

demikian, sampai saat ini


masih

banyak

spesies

tanaman yang be-lum dikuasai


sistem regenerasinya. Beberapa spesies tanaman yang sudah
dan sedang diteliti antara lain:
1. Tanaman obat langka puar (Elettaria sumatrana)
- Dilihat secara visual tanaman ini mirip dengan jahe, dan mudah diperbanyak secara
konvensional. Sehingga banyak yang menganggap bahwa tanaman ini akan mudah
-

diperbanyak dengan kultur jaringan.


namun setelah diuji coba, ternyata sistem regenerasinya sangatlah lambat serta masa

pelayuannya sangat cepat. Apabila tumbuh sedikit, maka tunasnya akan cepat mati.
2. Perakaran jambu mete (Anacardium occidentale)
- Tumbuhan ini termasuk tanaman berkayu yang sangat lambat daya regenerasinya
-

dan kesulitan semakin meningkat apabila tunas invitro diakarkan.


Setelah berbagai percobaan dilakukan, telah lebih dari 200 formulasi media yang
dicobakan, dan pada akhirnya akar dapat diinduksii pada media dasar dengan

kandungan total ion yang rendah, diberi NAA dan asam amino tertentu.
3. Perbanyakan vegetatif pepaya hasil persilangan pepaya awai dengan pepaya bangkok
- Upaya perbanyakan pepaya hasil persilangan ini beberapa tahun lalu telah dilakukan
namun hasil yang diperoleh kurang memuaskan.

Masalah yang dihadapi adalah tunasnya tidak dapat tumbuh memanjang, rosette,

daun cepat menguning dan akhirnya gugur.


Uji coba formulasi media telah diujicoba mulai dari media MS,Anderson,
DKW,WPM,GA pada beberapa konsentrasi, dan dengan penambahan berbagai asam

amino tetapi belum menghasilkan hasil yang baik.


4. Perbanyakan abaka (Musa textilis Nee)
- Merupakan salah satu tanaman industri, yang serat batangnya digunakan untuk uang
kertas dollar amerika, tekstil pembungkus teh celup, tisu, pembungkus kabel laut,
-

dan anestatical drug.


Hasil penelitian menunjukkan, tanaman hasil perbanyakan kultur jaringan lebih
seragam pertumbuhannya, komponen pertumbuhan relatif baik dan lebih seragam
pertumbuhannya, begitu pula dengan produksi serat batangnya dibandingkan dengan

bibit asal bonggol atau anakan.


Tumbuhan ini, sangat potensial jika dikembangkan diindonesia. Bahkan pemerintah
sudah mencanangkan perbayakannya dan bahkan memberikan kredit untuk petani
yang akan mengembangkan abaka.

DAFTAR PUSTAKA
Daisy P. Sriyanti Hendaryono dan Ari Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Penerbit:
Kanisius.
Henuhili,Victoria. 2013. KULTUR JARINGAN. Universitas Negri Yogyakarta,Yogyakarta.
Mariska, Ika. 2002. Buletin AgroBio. Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya
Genetik Pertanian, Bogor
K.,Nisak., Tutik Nurhidayati dan Kristanti I.P.,2012. Pengaruh Kombinasi Konsentrasi
ZZPT NAA dan BAP pada Kultur Jaringan Tembakau Nicotina tabakum
Var.Pracak 95.ITS,Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai