MANAGEMENT
STUDI KASUS PASIEN DENGAN CHEST PAIN
PRE TO IN HOSPITAL MANAGEMENT
Oleh:
ANISSA CINDY NURUL AFNI
126070300111015
diantaranya nyeri dada yang dirasakan akibat penyakit kardiovaskuler (LaSalvia, Nadkarni,
Bal, 2010).
Didapatkan hasil yang berbeda dalam epidemiologi nyeri dada pada unit rawat jalan dan
unit emergensi. Kondisi kardiovaskular seperti infark miokard, angina, pulmonary embolism,
dan gagal jantung ditemukan lebih dari 50% pasien yang datang ke unit emergensi dengan
nyeri dada. Sedangkan pada unit rawat jalan di pelayanan primer penyebab nyeri dada pada
pasien antara lain kondisi pada musculoskeletal, penyakit gastrointestinal, coronary artery
disease (CAD) yang stabil, gangguan panic atau kondisi psikologis lainnya dan penyakit
pernafasan (William, 2005).
Angka kematian di Indonesia yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler juga masih
tinggi. Menurut survey rumah Tangga Depkes RI tahun 2008 angka kematian mencapai 25%.
Data yang dikumpulkan dari Unit Gawat Darurat (UGD) Pusat Jantung dan Pembuluh Darah
Nasional Harapan Kita Jakarta pada tahun 2009 terdapat 3862 dan tahun 2010 sejumlah 2529
pasien yang didiagnosis sebagai sindrom koroner akut (SKA) (Ed: Irmalita, Nani, Ismoyono,
Indriwanto, Hananto, Iwan, Daniel, Dafsah, Surya, Isman, 2009).
Keluhan nyeri dada yang di rasakan pasien dapat disebabkan oleh berbagai macam
kondisi antara lain: penyakit jantung (cardiac cause) dan penyebab selain penyakit jantung
(non cardiac cause). Untuk penyebab penyakit jantung sendiri terdiri dari coronary artery
disease, aortic stenosis, coronary artery spasm dan hypertropic cardiomyopath, pericarditis,
dissecting aortic aneurysm dam mitral valve prolapsed. Sedangkan untuk penyebab selain
penyakit jantung terdiri dari penyakit pernafasan, penyakit pencernaan (gastroesophageal),
penyakit muskuloskeletal, penyakit dermatologis dan kondisi psikologis. Masing-masing
penyebab dari nyeri dada mempunyai karasteristik yang berbeda satu sama lain, oleh karena
itulah di sini pentingnya bagi seorang perawat atau dokter mengenali tipe dan penyebab nyeri
dada pada pasien (Ed: Irmalita, Nani, Ismoyono, Indriwanto, Hananto, Iwan, Daniel, Dafsah,
Surya, Isman, 2009).
Pengkajian dan penilaian yang tepat akan menghasilkan diagnose yang tepat. Diperlukan
pengkajian yang komprehensif terkait keluhan nyeri dada, pemeriksaan fisik dan serangkaian
tes diagnostik lain sebagai penunjang. Meskipun penyebab keluhan nyeri dada pada pasien
dapat disebabkan oleh banyak hal dan ada yang tiak mengancam jiwa, namun penanganan
yang diberikan di ruang UGD harus menggunakan prinsip respon time dan melakukan
penilaian dengan time risk SKA (myocard infrak atau angina) (Mayo Foundation for Medical
Education and Research, 2010). Dengan melakukan langkah-langkah tersebut, diharapkan
perawat atau dokter dapat menegakkan diagnosa dengan cepat dan segera memberikan
penanganan secara tepat untuk menghindari kemungkinan terjadinya kecacatan atau kematian
pada pasien. Sehingga dalam essay ini penulis tertarik untuk membahas kasus pasien dengan
chest pain dan penanganannya.
Pada kasus didapatkan data bahwa terdapat seorang pasien laki-laki 45 tahun tiba-tiba
mengeluh nyeri dada pada saat menunggu antrian pada dokter umum. Pasien dalam kondisi
pasien pucat dan berkeringat dingin. Nyeri muncul 10 menit yang lalu dan saat ini masih
nyeri. Saat ini pasien tersebut sedang dibawa ke rumah sakit.
Berdasarkan kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami keluhan nyeri
dada (chest pain) pada waktu menunggu antrian dokter praktik. Nyeri yang dirasakan lebih
dari 10 menit, dan gejala yang menyertai keluhan adalah pucat dan berkeringat dingin dan
pasien dalam kondisi sadar. Sedangkan tanda-tanda vital pasien tidak didapatkan data yang
jelas.
Selama fase transport, penyebab nyeri harus ditanyakan pada pasien. Apakah selama
menunggu atau mengantri pasien melakukan aktivitas lain atau hanya duduk. Apakah ada
sebab pemicu yang menyebabkan nyeri muncul. Pasien harus ditanyakan dengan jelas apa
penyebab nyerinya agar dapat memberikan tindakan selanjutnya.
Keluhan nyeri dada yang di rasakan pasien dapat disebabkan oleh berbagai macam
kondisi antara lain: penyakit jantung (cardiac cause) dan penyebab selain penyakit jantung
(non cardiac cause). Untuk penyebab penyakit jantung sendiri terdiri dari coronary artery
disease, aortic stenosis, coronary artery spasm dan hypertropic cardiomyopath, pericarditis,
dissecting aortic aneurysm dam mitral valve prolapsed. Sedangkan untuk penyebab selain
penyakit jantung terdiri dari penyakit pernafasan, penyakit pencernaan (gastroesophageal),
penyakit muskuloskeletal, penyakit dermatologis dan kondisi psikologis. Masing-masing
penyebab dari nyeri dada mempunyai karasteristik yang berbeda satu sama lain, oleh karena
itulah di sini pentingnya bagi seorang perawat atau dokter mengenali tipe dan penyebab nyeri
dada pada pasien (Ed: Irmalita, Nani, Ismoyono, Indriwanto, Hananto, Iwan, Daniel, Dafsah,
Surya, Isman, 2009).
Keluhan nyeri dada yang disebabkan oelh penyakit kardiovaskuler dan dicurigai SKA,
umumnya dirasakan di substernal dan bias menjalar ke lengan kiri atau kanan, rahang, bahu.
Keluhan biasanya berupa sensasi terbakar, tertekan, terhimpit benda berat, sesak napas,
seperti diremas, atau hanya berupa keluhan nyeri di dada kanan. Keluhan sering disertai
keringat dingin, mual, muntah atau pingsan (Priyanto, 2011).
Selain itu, selama proses transport pasien juga dilakukan pengukuran dan pemantauan
tanda-tanda vital pasien. Selama kondisi pasien masih sadar, pasien dapat dikaji lebih lanjut
mengenai PQRST nyeri yang di rasakan untuk menentukan penyebab dan diagnosis
sementara. Pasien dapat dibantu dengan pemberian oksigen 4 liter permenit guna mencukupi
suplai oksigen ke jaringan dan mengurangi nyeri yang di rasakan. Jika memungkinkan
dilakukan perekaman EKG selama proses transportasi untuk mempertegas diagnosis. Dan
kemudian dilakukan penanganan apakah dengan pemberian medikasi.
Dalam melakukan pengkajian nyeri, menggunakan pedoman pengkajian PQRST
(provokative/palliative, quality/quantity, region/radiation, severity dan timing). Dalam
pengkajian nyeri ini, ada beberapa pertanyaan yang diajukan oleh perawat atau dokter untuk
mengkaji lebih jauh tentang nyeri dada yang dialami pasien dan mengetahui penyebab dari
nyeri dada tersebut (Orlolo and Albarran, 2010). Pertanyaan-pertanyaan tersebut di antaranya:
Provocative atau palliative (P), Quality atau quantity (Q), Region atau radiation (R),
Severity (S), dan Timing (T). Pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan pada Provocative atau
palliative adalah; Apa saja yang bisa menyebabkan nyeri dada terjadi?, Apa saja yang bisa
membuat nyeri dada mereda? (istirahat, postur, nitrat, oksigen atau analgesia), Apa saja yang
membuat nyeri dada yang dirasakan semakin memburuk? (aktivitas, bernafas, bergerak atau
batuk).
Pada tahap pertanyaan Quality atau quantity, yang perlu ditanyakan adalah; Nyeri dada
yang dirasakan seperti apa? (seperti ditekan, diremas, tertindih beban, tajam, tumpul, seperti
rasa terbakar), Apakah sampai saat ini nyeri dada masih dirasakan? jika iya, apakah rasanya
lebih berat atau lebih ringan dari biasanya?, Sampai seberapa besar nyeri dada yang dirasakan
mengganggu aktivitas sehari-hari pasien?. Pada tahap Region atau radiation yang perlu
ditanyakan adalah; Di daerah mana nyeri dada itu terjadi?, Apakah nyeri dada yang dirasakan
dijumpai di tempat yang lain?, Sampai seberapa jauh penjalaran nyeri yang dirasakan?
(lengan, punggung, tenggorokan, rahang, gigi atau abdomen).
Pada tahap Severity, yang perlu ditanyakan adalah; Seberapa parah nyeri dada yang
dirasakan?, Semisal digunakan skala 0 sampai 10 dengan skala 10 sebagai angka tertinggi
untuk menunjukkan nyeri yang paling parah maka skala berapa yang dipilih untuk nyeri yang
dirasakan oleh pasien?, Apakah rasa nyeri dada tersebut semakin berkurang, bertambah atau
menetap?.Terakhir adalah Timing; Kapan nyeri dada itu terjadi?, Apakah nyeri dada yang
dirasakan mendadak atau bertahap?, Seberapa sering nyeri dada terjadi?, Berapa lama nyeri
dada yang dirasakan?.
Setelah pasien tiba di ruang UGD rumah sakit, pengkajian PQRST dapat dilakukan jika
selama proses transport kondisi pasien belum memungkinkan, atau jika sudah dilakukan
pengkajian riwayat kesehatan pasien dan pemerikasaan fisik. Hal-hal yang perlu dikaji
menurut Knut Schroeder (2008) antara lain apakah pasien pernah menjalani terapi
pembedahan sebelumnya, penyakit yang pernah diderita pasien, riwayat kesehatan keluarga,
faktor resiko untuk penyakit kardiovaskular (hipertensi, diabetes mellitus, hiperlipidemia,
angina), dan juga tentang gaya hidup pasien (kebiasaan merokok, obesitas, kurangnya
exercise, pola diet yang salah dan stres).
Setelah mengkaji riwayat kesehatan pasien, dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik
pasien. Menurut Michael (2010) pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan untuk mengkaji
tingkat resiko pada pasien dan menentukan penyebab dari nyeri dada tersebut. Temuan
penting untuk identifikasi pasien dengan resiko tinggi adalah adanya gagal jantung kronis dan
ketidakstabilan hemodinamika (penurunan tekanan darah, peningkatan denyut jantung).
Pemeriksaan juga harus menargetkan potensi penyebab selain penyakit jantung (non cardiac
causes), seperti adanya prominent murmur (endocarditis), friction rub (pericarditis), adanya
demam dan suara paru yang abnormal (pneumonia), dan adanya nyeri dada yang timbul
setelah dilakukan palpasi (penyebab muskuloskeletal).
Selain dari data anamnesa dan hasil pemeriksaan fisik, penegakan diagnosa dapat
ditunjang dengan melakukan beberapa pemeriksaan diagnostik. Pemeriksaan diagnostik yang
bisa dilakukan pada pasien tersebut untuk membantu mengetahui penyebab nyeri dada antara
lain (Priyanto, 2011; Orlolo, 2010 dan Knut, 2008):
a) Tes darah yang meliputi : pemeriksaan darah lengkap untuk mengabaikan terjadinya anemia
dan memeriksa apakah terjadi infeksi, pemeriksaan kadar urea dan elektrolit, pemeriksaan
kadar glukosa darah, pemeriksaan lipid profil.
b) Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG)
Rekaman EKG dapat berupa perubahan segmen ST baik elevasi maupun depresi atau adanya
inverse gelombang T dapat memberikan gambaran kejadian SKA. Namun demikian, EKG
bukansatu-satunya alat diagnostic untuk menegakkan diagnosa sehingga dapat dilakukan
dengan pemeriksaan enzim jantung.
c) Foto thorax dada untuk mengkaji ukuran jantung dan melihat adanya pneumonia atau
pneumothoraks.
d) Penanda Jantung (Cardiac Biomarkers)
Pemeriksaan enzyme jantung pada kejadian injury di miokard akan terdapat perubahan yang
signifikan, namun demikian pemeriksaan enzyme ini harus dilakukan secara periodic atau
serial 4-6 jam karena enzyme jantung akan terakumulasi dalam aliran darah apabila otot-otot
jantung mengalami kerusakan/infark. Enzyme yang spesifik sebagai penanda adanya
kerusakan miokard adalah CKMB dan Troponin T. CKMB akan mulai meningkat 3-4 jam
Karakteristik nyeri
Durasi
Angina
pektoris
Nyeri
substernal
atau 5-15 menit
retrosternal yang menyebar di
atas dada, menyebar ke lengan
bagian dalam, leher atau dagu
Infark
miokardial
Kejadian
pencetus
Tindakan
yang
mengurangi
Biasanya
Istirahat,
berhubungan
nitrogliserin,
dengan aktivitas, oksigen
emosi, makan,
dingin
Terjadi
secara Morfin,
spontantapi
reperfusi yang
dapat berakibat berhasil dari
pada
angina arteri koronaria
yang tidak stabil yang tersekat
Perikarditis
Nyeri
pulmonis
Nyeri
esophageal
dan lengan
Tajam, nyeri substernal berat Intermitten
atau nyeri pada bagian kiri
sternum, dapat terasa di
sebelah kiri epigastrik dan
dapat menjalar ke leher, lengan
dan punggung
Nyeri timbul dari bagian 30 menit
pleura, dapat menjalar ke batas
iga atau abdomen bagian atas,
pasien
mungkin
mampu
melokalisasi nyeri
Nyeri
substernal,
dapat 5-60 menit
diproyeksikan sekitar dada
Nyeri
Tajam, terlokalisasi secara Beberapa
muskuloskel spesifik pada area di dada, jam-minggu
etal
adanya tender points pada
dada bagian atas
Ansietas
(psikologis)
Awitan tiba-tiba,
nyeri meningkat
saat
inspirasi,
menelan, batuk,
rotasi badan
Duduk tegak,
pengobatan
analgesik,
antiinflamasi
Biasanya terjadi
secara spontan,
nyeri terjadi atau
meningkat saat
inspirasi
Posisi rekumben,
cairan
dingin,
latihan,
dapat
terjadi
secara
spontan
Nyeri
timbul
pada
waktu
palpasi
pada
dada, diperburuk
dengan bergerak,
nafas
dalam,
pergerakan pada
lengan
Stres, takipnea,
emosional
Istirahat,
penanganan
penyebab yang
mendasari,
bronkodilator
Makanan,
antasida,
nitrogliserin,
pereda spasme
Penanganan
penyebab
Menghilangka
n
stimulus,
relaksasi
Penatalaksanaan pasien dengan akut chest pain baik dalam pre hospital maupun in
hospital yang terpenting adalah mengetahui penyebab nyeri yang dirasakan. Nyeri yang
dirasakan timbula secara tiba-tiba ataukahnada penyakit lain sebelumnya yang menyebabkan
atau kondisi psikologis pasien yang menyebabkan nyeri dada. Penilaian berdasarkan kondisi
pasien seperti riwayat kesehatan, gejala aktulam tanda klinis yang tampak, penemuan hasil
EKG, dan pemeriksaan lab lainya untuk melengkapi data-data penegakan diagnosa adalah
sangat penting (Erhardt, Herlitz, Bossaert, Halinen, Keltai, Koster, Marcassa, Quinn, and
Weert, 2002).
Evaluasi dan perawatan pasien selama transport di ambulan bertujuan mengkaji dan
memberikan perawatan pertama kali pada pasien oleh tim ambulan (tim pre hospital).
Tindakan yang dappat diberikan selama di ambulan adalah: mengkoreksi tanda-tanda vital,
menstabilkan kondisi, memulai diagnostic kerja dengan pengkajian PQRST yang dapat
digunakan dan penyebab nyeri, memberikan tindakan berdasar pada gejala yang muncul, dan
terakhir mencegah komplikasi dan menetapnya gejala (Erhardt, Herlitz, Bossaert, Halinen,
Keltai, Koster, Marcassa, Quinn, and Weert, 2002).
Selama tahap pre hospital, jika kondisi pasien dapat dipastikan bahwa nyeri disebabkan
penyakit jantung terutama miokard infrak, maka secepat mungkin tim pre hospital harus
segera memberikan penganan guna meningkatkan harapan hidup pasien dan mengurangi
risiko kematian. Dalam waktu yang singkat tim harus mampu memberikan keputusan dan
mempertimbangkan baik buruknya tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien. Salah
satunya adalah dengan pemberian terapi fibrinolitik. Generasi terbaru dengan rapid action
fibrinolitik, sebagai trombolitik akan memberikan kemungkinan hidupp pasien lebih besar
(Erhardt, Herlitz, Bossaert, Halinen, Keltai, Koster, Marcassa, Quinn, and Weert, 2002).
Isu yang terkadang muncul dalam pemberian firbinolitik pre hospital adalah harus
dilakukan perekaman EKG 12 lead sebelumnya dan setelahnya. Jika tim yang ada dalam pre
hospital mampu menganalisa EKG, perekaman EKG dapat dipertimbangkan untuk dilakukan.
Namun jika tim tidak mampu menganalisis, maka perekaman EKG tetap dapat dilakukan dan
pemberian fibrinoliti juga tetap dapat diberikan. Hal ini lebih baik dibandingkan dengan tidak
memberikan pertolongan kepada pasien. Sehingga untuk mensiasati agar tim pre hospital
mampu memberikan penanganan yang terbaik kepada pasien, maka dibutuhkan pelatihan
terhadap tim terutama kompetensi yang dibutuhkan dalam penanganan prehospital (Erhardt,
Herlitz, Bossaert, Halinen, Keltai, Koster, Marcassa, Quinn, and Weert, 2002).
Setelah pasien tiba di rumah sakit, penatalaksanaa chest pain yang paling penting adalah:
mengetahui gejala actual dan penyerta, mengontrol pernafasan, mengontrol sirkulasi,
perekaman dan pemantauan EKG dan terakhir mempertahankan saturasi oksigen > 90%.
Penggunaan klinikal pathway untuk manajemen pasien chest pain akan sangat membantu.
Pasien chest pain yang di dinilai memiliki risiko rendah untuk mengalami akut miokard
infrak dapat bertahan di rumah sakit maksimal 6 jam untuk pemantauan. Setelah dirasa tidak
terjadi nyeri dan komplikasi lainnya, pasien dapat diarahkan untuk melakukan exercise test.
Empat puluh persen pasien akan menunjukkan tanda-tanda klinis setelah dilakukan exercise
test. Jika pasien dalam kondisi baik, pasien dan keluarga dapat diberikan perencanaan
pemulangan dengan dibekali panduan penanganan awal ketika merasakan nyeri dada muncul
kembali. Namun jika hasil yang didapatkan ternyata mendukung adanya penyakit
kardiovaskuler, maka dapat diberikan perawatan dan pemeriksaan lanjutan dapat dengan
perfusion tomography dan bertahan di rumah sakit beberapa waktu untuk mendapatkan
perawatan (Erhardt, Herlitz, Bossaert, Halinen, Keltai, Koster, Marcassa, Quinn, and Weert,
2002).
Indikator kualitas dalam manajeman penanganan chest pain pre to in hospital dilihat
berdasarkan evaluassi struktur dan evaluasi proses. Indikasi evaluasi struktur antaralain:
penanganan berdasarkan clinical practice guidelines, memonitor perawatan dan hasil dari
tindakan pada passion chest pain, dan terakhir kelengkapan peralatan penanganan dan
pengobatan. Sedangkan indikasi evaluasi proses antara lain: kemampuan tim dalam mengkaji
gejala dan penyebab yang muncul, kemampuan menanganai gejala dalam waktu 24 jam
dimana waktu tunggu pelayanan tidak terlalu lama, penampilan pelayanan yang diberikan
(waktu sejak informasi diberikan hingga ambulan datang, penanganan dan tiba di rumah sakit
dengan cepat serta kondisi pasien stabil), pelayana ambulan yang baik, terakhir
pengorganisasian emergency department yang mampu menangani gejala ketidaknyamanan
nyeri dada, pemantauan EKG yang tepat hingga pemberian terapi door to nidle time untuk
trombilitik. Kesemuanya menjadi acuan evaluasi keberhasilan penanganan pasien dengan
chest pain (Erhardt, Herlitz, Bossaert, Halinen, Keltai, Koster, Marcassa, Quinn, and Weert,
2002).
Nyeri dada merupakan gejala yang timbul akibat adanya cedera, tidak hanya akibat
cedera atau penyakit kardiovaskuler, damun juga akibat penyakit lain. Penanganan pasien
nyeri dada, dapat dilakukan sejak pasien di temukan, selama transport ke rumah sakit dan
setelah tiba di ruang emergensi. Pasien chest pain baik dalam pre hospital dan di ruang UGD
harus segera dilakukan pengkajian yang tepat pada gejala nyeri yang di rasakan. Karena hal
ini akan berdampak positif pada hasil yang diharapkan terhadap kondisi pasien.
Kemampuan mengkaji secara komprehensif, mengenali penyebab, gejala dan
mengumpulkan data-data lain, melakukan pemeriksaan fisik sangat membantu penanganan
selama pre hospital. Selama fase prehospital jika memungkinkan pengkajian penyebab dan
PQRST nyeri dapat dilakukan, dan jika tidak memungkinkan pemberian oksigen 4 liter
permenit dapat memberikan pertolongan pertama jika penyebab nyeri belum jelas. Setelah
tiba di UGD rumah sakit, penanganan lanjutan dapat dilakukan dengan melengkapi
pengkajian riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan lab lain penunjang sangat
membantu menentukan diagnosis medis pasien sehingga penatalaksanaan yang diberikan
tepat.
Untuk mendapatkan hasil maksimala dalam penangan pasien chest pain pre to in
hospital dibutuhkan kerjasama berbagai pihak baik penemu korban pertama kali, tim
transport (tim pre hospital) dan tim di ruang emergensi. Bagi tim pre hospital dan tim
ambulan, perlu diberikan pelatihan-peltihan terkait penanganan pasien dengan chest pain agar
dapat memberikan pertolongan yang tepat bagi pasien. Hal ini diharapkan mampu
menurunkan angak kejadian kematian dan kecacatan akibat chest pain terutama yang
berhubungan dengan penyakit kardiovaskuler.
Daftar Pustaka
Erhardt, L., Herlitz, J., Bossaert, L., Halinen, M., Keltai, M., Koster, R., Marcassa, C., Quinn, T.,
and Weert, H. (2002). Task force on the management of chest pain. European Heart Journal.
23: 1153-1176.
Irmalita, Nani, H., Ismoyono, Indriwanto, S., Hananto, A., Iwan, D., Daniel, P. L. T., Dafsah, A. J.,
Surya, D., Isman, F. (Ed). (2009). Standar Pelayanan Medik (SPM) Rumah Sakit Jantung
dan Pembuluh Darah Harapan Kita Edisi III. Jakarta: RS Jantung dan Pembuluh Darah
Harapan Kita Jakarta.
Knut Schroeder. (2008). Assesment of chest pain in primary care. Oxford University Press on
behalf of the RCGP. doi:10.1093/innovait/inm011.
LaSalvia, L., Nadkarni, P., Bal, T., A. (2010). Chest Pain Triage in The Emergency Department: An
Integrated Diagnostic Approach. USA: Perspectives. www.slemens.com/diagnostic
Mayo Foundation for Medical Education & Research. (2010). Emergency Department Assesment
of Acute-Onset Pain: Contemporary Approaches and Their Consequences. Mayo Clinical
Proceding. 85(4): 309-313.
Michael C. Kontos., Deborah B. Diercks., & J. Douglas Kirk. (2010). Emergency department and
office-Based Evaluation of patients with chest pain. Mayo Clin Proc,March 2010:85(3):284299. doi:0.4O65/mcp.2009.0560.
Orlolo, V., and Albarran J., W. (2010). Assesment of Acute Chest Pain. British Journal of Cardiac
Nursing. 5(12): 587-593.
Priyanto Ade. (2011). The Role of Nurse in Acute Coronary Syndrome. Jakarta: Univeritas
Muhamadiyah Jakarta.
William E. Cayley, Jr., M.D. (2005). Diagnosing the cause of chest pain. American Family
Physician, Volume 72, Number 10.