PENDAHULUAN
gambar 1.1 di bawah ini ditunjukan salah satu contoh sepeda statis yang
digunakan di dalam ruangan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Static muscular
work
Penelitian lain yang dilakukan oleh Astrand dan Christensen menyebutkan bahwa
terdapat hubungan langsung antara pengeluaran energi dari tingkat detak jantung,
sehingga tingkat pulsa dan detak jantung per menit dapat digunakan untuk
menghitung pengeluaran energi [Retno Megawati, 2003]..
Pengukuran detak jantung dapat dilakukan dengan berbagai cara
1. Merasakan detak jantung yang ada pada arteri radial pada pergelangan
tangan
2. Mendengarkan detak jantung dengan stethoscope.
3. Menggunakan ECG ( Electrocardiograph ), yaitu mengukur sinyal l
elektrik yang diukur dari otot jantung pada permukaan kulit dada
4. Menggunakan cyclometer, yaitu alat yang digunakan untuk mengetahui
kecepatan dan jarak ketika sepeda dikendarai namun bisa juga digunakan
untuk mengetahui detak jantung pengendara sepeda dengan hasil
pengeluaran berupa kalori.
Cara yang lebih mudah untuk mengetahui detak jantung dapat dilakukan
dengan perhitungan denyut nadi nadi dapat diketahui dengan menggunakan
metode 15 atau 30 detik. Penggunaan denyut nadi kerja untuk menilai berat
ringanya beban kerja memiliki beberapa keuntungan, yaitu mudah, cepat, murah,
tidak memerlukan peralatan yang mahal, dan tidak menggangu aktivitas obyek
yang dilakukan pengukuran. Selain itu kepekaan denyut nadi akan segera berubah
dengan perubahan pembebanan. [Muller,1962] mendefinisikan jenis-jenis. Denyut
nadi untuk mengestimasi index beban kerja, antara lain :
1. Detak jantung pada saat istirahat (resting pulse) adalah rata-rata denyut
jantung sebelum suatu pekerjaan dimulai.
2. Detak jantung selama bekerja (working pulse) adalah rata-rata denyut
jantung pada saat seseorang bekerja.
3. Detak jantung untuk bekerja (work pulse) adalah selisish antara detak
jantung selama bekerja dan selama istirahat.
4. Detak jantung selama istirahat total (recovery cost or recovery cost) adalah
jumlah aljabar detak jantung dan berhentinya detak pada suatu pekerjaan
selesai dikerjakannya sampai dengan detak berada pada kondisi
istirahatnya.
5. Detak jantung kerja total (total work pulse or cardiac cost) adalah jumlah
detak jantung dari mulainya suatu pekerjaan sampai dengan detak berada
pada kondisi istirahatnya (resting level ).( Nurmianto, 2004)
Setelah besaran kecepatan detak jantung dikonversi dalam bentuk energi, maka
konsumsi energi untuk kegiatan kerja tertentu dapat diketahui menggunakan
persamaan :
KE = Et - Ei .( 2.1)
Dimana :
KE = Konsumsi energi (kkal/menit)
Et = Pengeluaran energi pada saat melakukan kerja (kkal/menit)
Ei = Pengeluaran energi pada saat istirahat (kkal/menit)
2.2 Biomekanika
Biomekanika menggunakan hukum-hukum fisika dan konsep-konsep
teknik untuk mendeskripsikan gerakan yang dialami oleh berbagai segmen tubuh
dan gaya-gaya pada bagian-bagian tubuh selama melakukan aktivitas [Frankel dan
Nordin (1980) dalam Chaffin and Andersson (1984)]. Biomekanika dapat dibagi
lagi ke dalam dua bagian utama yaitu biostatika dan biodinamika. Biostatika
adalah metode analisis yang memfokuskan pada besarnya gaya dan momen yang
terjadi pada bagian tubuh tertentu saat tubuh dalam kondisi tanpa gerakan,
sedangkan biodinamika adalah metode analisis yang memfokuskan besarnya gaya
dan momen yang terjadi pada bagian-bagian tubuh tertentu saat tubuh dalam
kondisi bergerak.
Gambar 2.2 Tubuh sebagai sistem enam Link (Eko Nurmanto, 2004)
Setelah ditetapkan link-link tubuh mana saja yang akan dianalisa, maka
harus diketahui gaya-gaya yang terjadi pada link-link tubuh tersebut dan
(a)
(b)
Gambar 2.3 Otot pada kaki [Muscles of the leg (a); Back of the leg (b)]
(http://hippie.nu)
IMT =
.(2.5)
(m)2
Klasifikasi indek massa tubuh (IMT) berdasarkan WHO seperti tabel 2.5 berikut
Tabel 2.1 Klasifikasi IMT (WHO,2004)
Klasifikasi
IMT ( kg/m2)
Kurus
< 18.50
< 18.50
Sangat Kurus
< 16.00
< 16.00
Kurus
16.00 - 16.99
16.00 - 16.99
Agak Kurus
17.00 18.49
17.00 18.49
Normal
18.50 24.99
Kegemukan
25.00 29.99
Pra- obesitas
25.00 29.99
18.50 22.99
23.00 24.99
25.00 27.49
25.00 27.49
27.50 29.99
Obesitas
>=30.00
Obesitas kelas I
30.00 34.99
>=30.00
30.00 32.49
32.50 34.99
Obesitas kelas II
35.00 39.99
35.00 37.49
37.50 39.99
>=40.00
>=40.00
Keterangan :
Ukuran IMT untuk pengayuh/responden yang bisa dimasukan/dikatagorikan boleh
mengayuh adalah berkisar antara 19 25
2.6.1
Kegagalan suatu material terjadi bila tegangan normal maksimum mencapai suatu
harga tegangan luluh atau tegangan patahnya, tanpa memperhatikan tegangan
utama (principal stress) lainnya. Kriteria ini cocok untuk material getas (brittle
materials).
Secara sederhana, kegagalan terjadi apabila :
dimana
1 2 3 = tegangan normal utama
Sut = kekuatan ultimate material terhadap tarik
Suc = kekuatan ultimate material terhadap tekan
2.6.2
di mana Su adalah Kekuatan material pada saat uji tarik. Jadi kegagalan akan
terjadi jika salah satu persamaan di atas terpenuhi.
2.6.3
1 =
+ (
) + 2xy
2
2
2 =
x + y
x y 2
(
) + 2xy
2
2
FaktorKeamanan
Tegangan Maksimum
Tegangan Kerja atau Desain
Pada kasus material yang ulet misalnya baja lunak dimana tegangan luluhnya
telah diketahui maka dibagi dengan tegangan kerja. Sedangkan pada material yang
getas misalnya besi tuang dimana tegangan luluhnya sulit diprediksi maka faktor
keamanannya diambil dari tegangan maksimum (Ultimate Strength) material
dibagi dengan tegangan kerja. Rumus tersebut di atas hanya berlaku pada
pembebanan statis.
BAB 3
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah, merancang sepeda
untuk pasien pasca stroke sebagai alat bantu terapi fisik yang diharapkan dapat
digunakan untuk membantu proses pemulihan penderita pasca stroke.
3.2 Manfaat
Manfaat yang ingin dicapai dalam melakukan penelitian ini adalah untuk
mengetahui apakah sepeda yang dirancang dan dibuat dapat membantu penderita
pasca stroke meningkatkan kesehatan tubuhnya, sehingga dapat menjadi sehat
kembali seperti orang normal.
BAB 4
METODE PENELITIAN
c) Leg dynamometer
d) Camera digital
e) Goneoset
Responden
Kecepatan
(Km/H)
Heart rate
(detak/menit)
Enegi kayuh
Keterangan
(kkal/menit)
No
Responden
Enegi kayuh
Heart rate
(kkal/menit)
Kecepatan
(Km/H)
Keterangan
(detak/menit)
Uji tegangan otot pengayuh dilakukan dengan bantuan batuan alat leg
dynamometer dan hasilnya ddicatat ke tabel berikut
Tabel 4.3 Uji Tegangan Otot Kaki Pengayuh Orang Sehat
Waktu
No
Responden
(menit)
Sebelum
Sesudah
Percobaan
Percobaan
Keterangan
Tegangan
Leg dynamometer
Tahapan uji
1. Siapkan leg dynamometer
2. Lakukan uji tegangan otot kaki masing-masing responden
3. Catat hasil uji (kg)
4.1.3.3 Pengambilan Gambar dengan Video Gambar
Peralatan yang digunakan
-
Kamera digital
Uji fungsi
Pengukuran posisi risiko cedera anggota tubuh saat
mengayuh (RULA)
Uji kayuh
Pengambilan Data
- Denyut nadi
- Tegangan otot kaki
- Gambar anggota tubuh pengayuh yang bergerak
Evaluasi Rancangan
Kesimpulan dan saran
Selesai
BAB 5
HASIL YANG DICAPAI
No
Nama
Responden
Umur
Indek Masa
(kg)
Badan (m)
Tubuh
Fuad
49
81
1,63
20,78
Surya
51
84
1,59
21,91
Nasru
43
70
1,64
20,4
Afkan
52
54,4
1,69
20,1
secara umum makin banyak penderita stroke melakukan gerakan kaki atau tangan
dan semakin tinggi kecepatan, makin besar energi kayuh yang dibutuhkan oleh
responden. Energi kayuh diukur dengan alat ukur heart rate. Disamping itu heart
rate bisa dipakai untuk mengukur detak jantung pengayuh. Hal tersebut
dimanfaatkan untuk mengevaluasi sekaligus membandingkan, bagaimana
hubungan kecepatan kayuh dengan energi kayuh dan intensitas jantung pengayuh
sepeda. Pengukuran energi kayuh dilakukan untuk mendapatkan besar jumlah
komsumsi energi (kkal/menit) yang dibutuhkan oleh masing-masing penderita
pasca stroke saat mengayuh sepeda, mulai dari kecepatan 3 km/h, 5 km/h, 8
Km/h, 10 km/h hingga kecepatan 11 km/h. Dengan standar uji lama waktu
pengayuhan pada masing-masing kecepatan adalah 6 menit. Hasil lengkap uji
kayuh dan perhitungan energi kayuh dapat dilihat pada gambar 5.1.
Komsumsi energi
(kkal/menit)
Kecepatan (Km/H)
170
160
150
Respondents A
140
Respondents B
130
Respondents C
Respondents D
120
110
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Velocity (Km/h)
8 km/h
kecepetan
putar
(kecepatan
mengayuh)
dimaksudkan
untuk
mengetahui efek langsung (efek positif) dari latihan mengayuh penderita pasca
Percobaan ke
1
10
stroke)
Jumlah kayuhan (putaran/menit)
A
10
12
14
17
20
21
22
24
26
32
12
15
16
18
20
21
23
26
29
31
13
14
17
19
20
21
22
24
25
26
21
22
25
26
31
32
33
41
44
46
Cycle/Minute
40
35
30
Respondents A
25
Respondents B
20
Respondents C
15
Respondents D
10
5
0
0
5 6
Day
10
No
Nama
Umur
Responden
Berat
Tinggi
Badan
Badan
(kg)
(m)
Indek
HR
Masa
max
Tubuh
(220-
(IMT)
umur)
Batas
Bawah
Intensitas
Batas Atas
Intensitas
(80%*HR
(50%*HR
Max)
max)
Fuad
49
81
1,63
20,78
171
85.5
136,8
Surya
51
84
1,59
21,91
169
84.5
135,2
Nasru
43
70
1,64
20,4
177
88.5
141,6
Afkan
52
54,4
1,69
20,1
168
84
134,4
INTENSITAS RESPONDEN A
170
160
150
140
130
120
110
100
90
80
bottom limit
upper limit
heart rate
Velocity (km/h)
10
12
INTENSITAS RESPONDEN B
130
bottom limit
upper limit
80
0
10
15
heart rate
Velocity (km/h)
Heart Rate
(pulse/minute)
INTENSITAS RESPONDEN C
130
bottom limit
upper limit
80
0
10
15
heart rate
Velocity (km/h)
Heart Rate
(pulse/minute)
INTENSITAS RESPONDEN D
bottom limit
80
0
10
Velocity (km/h)
15
upper limit
heart rate
(a)
(b)
Gambar 5.5. Dimensi dan Geometri Sepeda Konsep Baru (a) saat membuka (b)
saat terlipat
Keterangan Gambar:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
Rangka Depan
Engsel lipat samping kanan
Pengunci samping kiri
Engsel lipat samping kiri
Pengunci samping kanan
Rangka samping kiri
Rangka samping kanan
Engsel roda kanan
Engsel roda kiri
Roda kanan
Roda kiri
Engsel kemudi
Batang penghubung
Kepala kemudi
Stang kemudi
Sarung kemudi
Pengunci kepala kemudi
Rumah kayuh tangan
Kayuh tangan independent
Pedal pengayuh kayuh
tangan
Pelindung rantai
Rantai penghubung kayuh
tangan dengan kayuh kaki
Sproket utama
Rumah kayuh kaki
5.2.3
Mekanisme Lipat
Sepeda ini dirancang bisa dilipat agar mudah dipindahkan dan diangkat serta
ditaruh di bagasi mobil. Langkah-langkah untuk melipat sepeda ini dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Buka pengunci lipatan belakang dan lipat lipatan ke atas
Setelah sadel dan rantai belakang dilepas, buka pengunci belakang rangka. Sambil
memegang rangka utama, lipat rangka belakang ke depan atas seperti terlihat pada
gambar 4.8.
5.2.5
Selain mengevaluasi ke-ergonomian dari rancangan sepeda, pada tahap ini dapat
juga diketahui fungsi beberapa mekanisme penting seperti mekanisme kayuh baik
dengan tangan maupun dengan kaki. Ada lima mode kayuhan yang bisa
dilakukan, yaitu: steering, alternate, synchron, left side dan right side. Ergonomi
rancangan dievaluasi dengan metode RULA dengan bantuan software CATIA
V5R20.
Sistem kayuh tangan yang awalnya menggunakan kemudi untuk mengayuh
diganti dengan sistem pedal yang dapat diputar secara Independent. Pada sistem
pedal tangan diberi One-way baring yang bertujuan agar pedal pada tangan kanan
dan kiri tidak saling mempengaruhi (Independent). Mode kayuhan pada sepeda ini
bermacam-macam, tujuannya untuk memudahkan pasien untuk memilih mode
atau jenis terapi mana yang diinginkan. Berikut macam-macam mode kayuhan
dengan nilai ergonominya:
1. Steering
Pada mode ini pasien mengayuh dengan kaki dan melakukan kemudi seperti
sepeda pada umumnya. Kemudi diatur tepat dengan posisi tubuh pengendara.
Kursi dari sepeda dapat diatur maju dan mundur sesuai jangkauan tangan dari
pengendara, sehingga memudahkan bagi pasien yang jangkauan tangannya masih
belum terlalu jauh. Nilai RULA pada mode ini adalah 3. Artinya masih desain
sepeda khususnya pada mode steering dapat diterima, seperti terlihat pada gambar
4.10.
2. Alternate
Seperti terlihat pada gambar 4.11. Mode ini disebut juga bergantian (alternate),
artinya antara tangan kiri dan kanan mengayuh secara bergantian seperti yang
biasa dilakukan pada kayuh kaki. Kayuhan ini bisa dilakukan bersamaan dengan
kayuhan kaki (full body alternate) maupun hanya kayuhan tangan saja. Pada mode
ini melatih otot-otot tangan dan punggung pasien untuk bergerak bergantian
secara periodik dan juga menyelaraskan gerakan tangan dan kaki. Gerakan dari
sepeda diatur cenderung lurus saat berjalan, sehingga tangan pada kemudi dapat
dilepas untuk mengayuh. Nilai RULA pada mode ini adalah 3, artinya rancangan
sepeda saat mode alternate dapat diterima.
3. Synchron
Posisi pada mode ini tangan mengayuh pedal secara bersamaan (synchron) antara
kanan dan kiri. Pada mode ini juga bisa dilakukan dengan kayuhan tangan saja
atau besamaan dengan kayuhan kaki (syncrhon full body). Mode ini juga bisa
dilakukan dengan posisi tubuh yang berbeda. Posisi yang pertama adalah tubuh
stabil, artinya gerakan tangan tidak diikuti gerakan tubuh, sedangkan posisi tubuh
yang kedua adalah dinamis, artinya gerakan tangan diikuti gerakan tubuh. Tujuan
dari mode ini adalah untuk membantu pasien menyelaraskan antara bagian tubuh
yang kanan dengan yang kiri, juga dengan seluruh tubuh. Nilai RULA pada mode
ini seperti terlihat pada gambar 4.12 adalah 3, artinya rancangan sepeda dapat
diterima.
4. Left Side
Mode ini menggunakan tangan kiri untuk mengayuh dan tangan kanan untuk
mengemudikan sepeda/dilepas. Hal ini memudahkan bagi pasien yang masih
kesulitan untuk menggerakkan separuh anggota tubuhnya. Nilai RULA pada mode
ini adalah 3, hal itu menunjukkan desain dapat diterima.
5. Right Side
Mode ini sama dengan left side hanya saja menggunakan tangan kanan untuk
mengayuh dan tangan kiri untuk mengemudi/dilepas. Nilai RULA pada mode ini
juga 3, artinya desain sepeda masih dapat diterima.
5.2.6
(a)
(b)
Gambar 5.15 (a) Sepeda Berdiri (b) Sepeda Terlipat di dalam bagasi
BAB 6
UJI PERFORMANSI
6.1 Uji Keselamatan
Sepeda pasca stroke yang dirakit telah dilakukan uji keselamatan. Uji
keselamatan merupakan pengecekan seluruh komponen sepeda. Pengecekan
dilakukan dari segi fisik maupun performance. Uji keselamatan dilakukan
berdasarkan Standard Nasional Indonesia (SNI) 1049:2008 dan 7519:2009.
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui keamanan sepeda yang dirancang saat
digunakan oleh pasien pasca stroke. Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian
rem kering dan basah, uji kekuatan statis dan dinamis, dan pengujian kestabilan.
Hasil uji yang telah dilakukan dapat dilihat pada Lampiran 1.
6.1.1 Uji Pengereman
Menurut SNI tahun 2008, uji pengereman sepeda dapat dilakukan dengan
dua cara yaitu uji rem kering dan uji rem basah. Uji rem kering ialah pengujian
rem yang dilakukan dengan mengkondisikan sepeda dalam keadaaan kering atau
tidak terkena hujan. Sedangkan uji rem basah adalah pengujian rem yang
dilakukan dengan mengkondisikan sepeda dalam keadaan basah seperti terkena
hujan.
Uji rem kering dilakukan dengan mengayuh sepeda pada kecepatan
konstan 25 km/jam. Pengujian dinyatakan berhasil apabila sepeda mampu
berhenti dengan wajar dan aman pada jarak tidak lebih 7 m dari saat awal
pengereman. Setelah dilakukan pengujian pada sepeda pasca stroke lipat, sepeda
mampu berhenti dengan wajar dan aman. Jarak awal pengereman hingga sepeda
berhenti bergerak adalah 262 cm atau 2,62 m. Uji rem kering dapat dilihat pada
Gambar 6.1
sepeda mampu berhenti dengan mulus dan aman. Jarak awal hingga akhir
pengereman yang terjadi adalah sebesar 145 cm atau 1,45 m. Uji rem basah dapat
dilihat pada Gambar 6.2 berikut ini
(a)
(b)
(c)
Gambar 6.4 Pengujian Kestabilan Sepeda (a) Posisi Menghadap ke Bawah (b)
Posisi Menghadap ke Atas Dan (c) Posisi Menghadap ke Samping.
Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan menurut SNI tahun 2009,
sepeda pasca stroke yang dibuat telah memenuhi syarat. Sepeda pasca stroke
mampu menahan beban 50 kg dalam kondisi yang telah ditentukan tanpa
terguling. Namun berdasarkan pengembangan sepeda yang dirancang, sepeda
ditargetkan mampu menahan beban sebesar 100 kg. Sehingga pengujian dilakukan
lagi dengan beban seberat 100 kg. Sepeda terguling ketika posisi menghadap ke
samping. Hal ini dikarenakan posisi tempat duduk yang tinggi sehingga beban 100
kg yang diletakkan diatas sepeda menimbulkan adanya momen yang cukup besar
dan menyebabkan sepeda terguling. Jadi sepeda tidak aman digunakan oleh
seseorang dengan beban 100 kg pada kemiringan 100.
a)
b)
c)
Nama
Umur
(th)
Berat
(kg)
Endah
23
48
1,58
19,22769 Normal
Gallih
22
72
1,74
23,78121 Normal
Dani
23
47,5
1,58
19,0274
Dini
22
53
1,61
20,44674 Normal
Raisa
23
54
1,61
20,83253 Normal
Kondisi
Normal
120
96
100
80
72
64
76
64
84
80
76
64
64
64
84
64
64
60
40
20
0
6
10
12
14
16
18
sesudah
a)
120
100
80
76
68
100
96
88
76
68
76
100
68
104
100
64
64
60
40
20
0
6
10
12
14
16
18
sesudah
b)
120
100
80
68
96
92
88
72
68
96
72
100
96
64
64
100
64
60
40
20
0
6
10
12
14
sesudah
16
18
c)
120
100
80 84
80 84
100
96
88 92
84
84
106
100
88
84
80
60
40
20
0
10
12
14
16
18
sesudah
d)
120
100
80
72
64
84
76
84
92
76
72
100
96
94
92
72
64
60
40
20
0
6
10
12
14
16
18
sesudah
e)
Gambar 6.10 Diagram Perubahan Detak Jantung Sebelum dan Sesudah Mengayuh
a) Responden A, b) Responden B, c) Responden C, d) Responden D, dan e)
Responden E terhadap Kecepatan Kayuh
Kecepatan denyut jantung seseorang akan mempengaruhi konsumsi energi
yang dikeluarkan. Semakin cepat denyut jantung seseorang saat berolahraga maka
energi yang dikeluarkan pun juga akan semakin besar. Kecepatan detak jantung
saat berolahraga bergantung pada beban kerja yang diterima. Dalam uji kayuh
yang dilakuakan oleh responden sehat, detak jantung semakin meningkat seiring
dengan bertambahnya kecepatan. Detak jantung yang semakin meningkat seiring
bertambahnya kecepatan menyebakan energi yang dikeluarkan untuk mengayuh
juga semakin besar. Hal tersebut dapat terlihat pada trendline grafik yang
ditunjukkan pada Gambar 6.11 berikut ini
2.5
Responden A
Responden B
Responden C
1.5
Responden D
Responden E
Linear (Responden A)
0.5
Linear (Responden B)
Linear (Responden C)
0
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Linear (Responden D)
Linear (Responden E)
No Responden
1
A
2
B
3
C
4
D
5
E
Konsumsi enrgi
kayuhan tangan
(kkal/menit)
1,960574832
2,40484832
2,25389376
1,2401628
2,096433936
2.6
2.4
2.2
2
1.8
1.6
1.4
1.2
1
A
RESPONDEN
Kayuhan Kaki
Kayuhan Tangan
kaki yang tegang dan kaku semakin meregang setelah melakukan kayuhan sepeda.
Hal tersebut dapat dilihat pada gambar 6.14 dibawah ini.
80 80
80 80
80 90
80 90
80 90
80 90
10
12
14
16
80
100
18
Sesudah
a)
220 230
220 240
230 250
240 260
240 260
240 260
10
12
14
16
250
280
18
Sesudah
b)
120 120
120 130
120
140
120
10
140
12
150
120
14
c)
Sesudah
180
160
130
16
130
18
40 40
6
60 70
8
80 90
70
10
90
90
60
12
90
60
14
16
100
70
18
Sesudah
d)
80 80
80 80
80 90
80
10
100
12
80
100
14
90
110
16
90
110
18
Sebelum
Sesudah
Gambar 6.14 Grafik Perubahan Kekuatan Otot Kaki Sebelum dan Sesudah
Kayuhan (a) Responden A, (b) Responden B, (c) Responden C, (d) Responden D
dan (e) Responden E terhadap Kecepatan
Berdasarkan kenaikan kekuatan otot kaki yang terjadi pada responden
sehat setelah melakukan kayuhan, diharapkan responden pasca stroke yang
menggunakan sepeda pasca stroke akan mengalami peregangan dan kenaikan
kekuatan otot kaki setelah mengayuh sepeda pasca stroke. Kenaikan kekuatan otot
kaki akan membantu proses penyembuhan pasca stroke karena otot-otot kaki
semakin meregang.
6.3.4 Pengaruh Detak Jantung Terhadap Konsumsi Energi Responden Pasca
Stroke
Pada penelitian ini, responden pasca stroke yang bersedia untuk mengikuti
terapi ini berjumlah tiga orang. Dua orang perempuan dan satu orang laki-laki.
Berikut ini merupakan penjabaran kondisi ketiga pasien pasca stroke tersebut
Sugianto
57 tahun
65 kg
165
23,87 (normal)
Anggota
tubuh
bagian
kanan
mengalami lumpuh, tangan sudah
membaik dan dapat digerakkan namun
kaki kanan masih agak sulit untuk
digerakkan. Rutin berolahraga dan
mengikuti terapi di Rumah Sakit Anwar
Medika
konsumsi energi responden pasca stroke dapat dilihat pada Lampiran 11. Set up
uji kayuh responden pasca stroke dapat dilihat pada Gambar 6.15
DETAK JANTUNG
(PULSE/MENIT)
Sebelum
Sesudah
150
100
84
64
96
72
104
68
104
64
108
64
112
64
116
64
50
0
10
12
14
16
18
116
124
a)
Sebelum
Sesudah
DETAK JANTUNG
(PULSE/MENIT)
150
100
104
80
108
84
112
84
112
84
112
76
72
80
50
0
10
12
14
16
18
b)
DETAK JANTUNG
(PULSE/MENIT)
Sebelum
120
100
80
60
40
20
0
84
64
84
64
Sesudah
96
76
96
76
10
12
100
76
14
104
80
16
104
72
18
c)
Gambar 6.16 Diagram Perubahan Detak Jantung a) Responden A, b) Responden
B, dan c) Responden C terhadap Kecepatan
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
5
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Responden B
Responden C
jantung akan semakin meningkat dan konsumsi energi juga akan semakin
meningkat. Grafik perbandingan kenaikan detak jantung responden sehat dan
pasca stroke dapat dilihat pada Gambar 6.18
3.5
3
Responden Sehat A
2.5
Responden Sehat B
Responden Sehat C
1.5
Responden Sehat D
Responden Sehat E
0.5
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
saat berolahraga bagi seseorang. Apabila pada saat berolahraga kenaikan detak
jantung tidak melebihi batas minimum intensitas, maka olahraga yang dilakukan
sia-sia karena hasil yang didapatkan kurang optimal (tidak ada efek/manfaat
latihan). Namun sebaliknya apabila melebihi batas maksimum detak jantung yang
disarankan dapat membahayakan kesehatan jantung.
Contoh Perhitungan
Umur
= 75
Detak Jantung Maksimum
= 220 umur
= 145
Intensitas
Batas Bawah Detak Jantung
= 50% x 145 = 72,5
Batas Bawah Detak Jantung
= 80% x 145 = 116
140
130
120
110
100
90
80
70
60
Batas Atas
Batas Bawah
Detak Jantung
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Kecepatan (km/h)
a)
140
130
120
110
100
90
80
70
60
Batas Atas
Batas Bawah
Detak Jantung
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Kecepatan (km/h)
b)
120
Batas Atas
100
Batas Bawah
80
Detak Jantung
60
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Kecepatan (km/h)
c)
Gambar 6.19 Grafik Intensitas Responden Pasca Stroke a) Responden A, b)
Responden B, dan c) Responden C
Berdasarkan grafik diatas dapat ditarik suatu kesimpulan. Responden
Pasca Stroke A sangat berbahaya apabila melakukan kayuhan dengan kecepatan
melebihi 18 km/h. Setelah mengayuh dengan kecepatan 18 km/h, detak jantung
Responden Pasca Stroke A sudah mencapai batas maksimum yang disarankan.
Begitu pula Responden Pasca Stroke B, setelah mengayuh dengan kecepatan 18
km/h sudah mulai mendekati batas maksimum detak jantung yang disarankan.
Sehingga juga disarankan untuk mengayuh tidak melebihi kecepatan 18 km/h.
Sedangkan Responden Pasca Stroke C, detak jantung setelah mengayuh pada
kecepatan 18 km/h masih berada jauh dibawah batas maksimum. Sehingga untuk
melakukan kayuhan dengan kecepatan lebih dari 18 km/h masih tergolong aman.
6.3.6 Perkembangan Putaran Kayuh Responden Pasca Stoke
Untuk mengetahui dan memantau perkembangan kesehatan responden
pasca stroke, telah dilakukan perekaman perkembangan jumlah putaran kayuh
sebanyak 5 kali pengambilan data dalam waktu 2 minggu. Proses pengkayuhan
sepeda oleh responden pasca stroke dapat dilihat pada Gambar 4.20
a)
b)
c)
Gambar 6.20 Responden a) Salfiah b) Suliati dan c) Sugianto Melakukan
Kayuhan saat Terapi
Perekaman dilakukan dengan menggunakan bantuan kamera digital.
Setelah hasil rekaman didapatkan, putaran kayuh masing-masing responden pasca
stroke dihitung untuk mengetahui besarnya peningkatan yang terjadi. Berikut ini
merupakan tabel hasil perhitungan putaran kayuh masing masing reponden seperti
yang ditunjukkan pada Tabel 6.6
Tabel 6.6 Jumlah Putaran Kayuh Responden Pasca Stroke
No
Nama
Salfiah
Suliati
Sugianto
I
28
V
55
42
45
48
49
53
29
34
37
39
42
Putaran kayuh
60
55
50
45
40
35
30
25
20
0
Rekaman
Responden A
Responden B
Responden C
Gambar 6.21 Uji Lapangan Penggunaan Sepeda Pasca Stroke oleh Responden
Pasca Stroke B (Outdoor)
Sepeda rancangan Syifa 2015 memiliki sudut camber negatif pada roda
bagian depan. Sudut yang dibentuk antara kemiringan roda dan garis vertikal
tersebut berfungsi untuk mengutamakan kendaraan agar dapat berjalan lurus dan
stabil. Namun pada saat sepeda diberikan beban (pengemudi) dan dikayuh
dilapangan, sudut camber negatif bertambah besar sehingga mengakibatkan
kemudi menjadi berat dan sulit untuk digerakkan saat berbelok. Sudut camber
negatif terlalu besar mengakibatkan keausan roda terjadi pada bagian dalam roda.
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian sepeda pasca stroke dan analisa yang
dilakukan dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut
1. Berdasarkan uji keselamatan yang dilakukan menurut SNI 1049:2008 dan
SNI 7519:2009, sepeda dinyatakan aman digunakan. Sepeda pasca stroke
tidak diperuntukkan bagi pasien pasca stroke dengan berat 100 kg ke atas,
karena setelah dilakukan pengujian pada lintasan miring dengan beban 100
kg sepeda terguling.
2. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada saat penggunaan sepeda
oleh responden pasca stroke, didapatkan beberapa evaluasi desain sepeda
pasca stroke antara lain.
Aksessibilitas penggunaan sepeda masih kurang, karena responden
pasca stroke yang mengalami lumpuh pada bagian kaki masih kesulitan
ketika menaiki sepeda maupun turun dari sepeda.
Letak kayuhan tangan yang kurang tepat menyebabkan posisi punggung
membungkuk. Sehingga kurang nyaman untuk digunakan oleh
responden pasca stroke.
Sepeda sulit digunakan untuk berbelok karena camber negatif yang
semakin membesar saat sepeda diberikan beban (pengendara), selain itu
radius belok roda bagian depan yang cukup besar sehingga tidak dapat
digunakan berbelok pada tikungan yang tajam.
3. Berdasarkan pengukuran posisi anggota tubuh responden sehat dengan
metode Rapid Upper Limb Assessment (RULA) saat mengayuh
menggunakan kaki maupun tangan didapatkan nilai akhir 3. Sehingga
menurut McAtamney sepeda cukup aman digunakan (resiko cidera kecil).
Tetapi masih diperlukan investigasi dan pengembangan.
4. Hasil pengukuran kekuatan otot kaki responden sehat dengan
menggunakan leg dynamometer semakin naik sesudah mengayuh sepeda.
Sehingga dapat diprediksi bahwa responden pasca stroke nantinya juga
akan mengalami peregangan otot kaki setelah mengayuh sepeda pasca
stroke.
5. Besarnya energi yang dikeluarkan oleh responden pasca stroke lebih besar
jika dibandingkan dengan responden sehat. Konsumsi energi responden
pasca stroke berada pada rentang 0,9 - 3,2 kkal/menit sedangkan
responden sehat berada pada rentang 0,2 2,2 kkal/menit. Energi yang
dikeluarkan oleh responden sehat dan responden pasca stroke tergolong
level sangat ringan-ringan (very low-low). Sehingga dapat disimpulkan
sepeda ringan untuk dikayuh.
6. Perubahan putaran kayuh responden pasca stroke dari hasil 5 kali
pengambilan rekaman selama 2 minggu semakin meningkat. Hal ini
DAFTAR PUSTAKA