Anda di halaman 1dari 13

I.

II.

IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. Ab
Umur
: 1 tahun 1bulan
Jenis kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Desa Soluve
Agama
: Islam
Tanggal pemeriksaan : 1 Mei 2015
Ruangan
: Poliklinik
ANAMNESIS
Heteroanamnesis
Keluhan utama: gatal-gatal pada seluruh badan.
Riwayat penyakit sekarang:
Seorang anak umur 1 tahun 1 bulan datang ke polik kesehatan kulit
dan kelamin oleh ibunya, dengan keluhan gatal-gatal dan kemerahan pada
seluruh badan sejak 1minggu. Awalnya anak ini merasa gatal pada dada
dan punggug yang didahului demam, ibunya memberikan bedak kunyit,
gatal yang dirasakan hilang timbul, digaruk yang semakin lama semakin
menyebar muncul kemerahan dan bintil-bintil pada kedua pipi, telinga
yang makin parah, pada kedua tangan dan kaki juga muncul bintil-bintil
kemerahan yang membuat anaknya semakin gelisah, susah tidur, sering
menangis dan beringus, lalu anaknya di bawah ke puskesmas dan diberi
salep, lukanya sempat kering tapi kemudian kambuh lagi.
Ibunya mengakui bahwa anaknya ini tidak diberikan asi selama ini.
Riwayat Penyakit dahulu:
Riwayat menderita hal yang sama 1 bulan yang lalu dan di
rawat di RS sampai sembuh.
Riwayat Keluarga:
Dalam keluarga ibu bapak dan kedua saudaranya tidak ada
megeluhkan

hal

yang

sama.

hanya

saja

neneknya

mempunyai riwayat alergi yang sama seperti anak ini.


Riwayat Imunisasi:
Imunisasi lengkap, sudah sebanyak 4 kali imunisasi dan
terakhir bulan 9 imunisasi campak.
III.

PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Generalisata

Keadaan umum
: sakit sedang
Kesadaran
: kompos mentis
Status gizi
: gizi cukup
b. Vital Sign : tidak dilakukan
c. Berat badan : 8,4 kg.
d. Ujud kelaianan kulit: eritema difus, banyak vesikel
dengan erosi, ekskoriasi dan skuama.
e. Lokalisasi:
1. Kepala: Terdapat eritema difus dengan erosi
dan ekskoriasi pada kedua pipi dan dahi
2. Telinga:
terdapat
eritema
difus,

erosi,

ekskoriasi dan eksudatif


3. Leher: terdapat eritema

difus

dan

banyak

vesikel
4. Dada: terdapat

difus

dan

banyak

eritema

vesikel
5. Punggung: terdapat eritema difus dan banyak
vesikel
6. Perut: terdapat

eritema

difus

dan

banyak

vesikel
7. Genitalia: Tidak terdapat Ujud Kelaina Kulit (UKK)
8. Selangkangan: Tidak terdapat Ujud Kelaina Kulit
(UKK)
9. Bokong: Tidak terdapat Ujud Kelaina Kulit (UKK)
10.
Ekstremitas atas: terdapat eritema difus
dengan banyak vesikel, dan erosi.
11.
Ekstremitas bawah: terdapat
difus, erosi, ekskoriasi.
IV.

GAMBAR
Gambar 1. kepala dan telinga

eritema

Gambar 2. terdapat eritema difus dan banyak vesikel


pada abdomen

Gambar 3. terdapat eritema difus dengan banyak


vesikel, dan erosi.

V.

RESUME
Anak

1,1

tahunke

polik

kesehatan

kulit

dan

kelamin

(heteroanamnesis) keluhan gatal-gatal dan kemerahan pada seluruh badan


sejak 1minggu. Awalnya anak ini merasa gatal pada dada dan punggug
yang didahului demam, digaruk yang semakin lama semakin menyebar
pada kedua pipi, telinga yang makin parah, pada kedua tangan dan kaki
disertai anak gelisah, susah tidur, sering menangis dan beringus, tidak
diberiak asi (+) Riw. pengobatan puskesmas tapi kambuh lagi. Riw.
dalam keluarga, neneknya menderita hal yang sama.
Riwayat Imunisasi lengkap. Status dermatologis eritema
difus, banyak vesikel dengan erosi, ekskoriasi dan skuama.
VI. DIAGNOSIS BANDING
a. dermatitis atopik
b. dermatitis kontak alergi
c. dermatitis seboroik
d. skabies
VII. ANJURAN PEMERIKSAAN
a. skin prick test
b. pemeriksaan serum IgE
c. uji provokasi
VIII. DIAGNOSIS KERJA
Dermatitis Atopik
IX. PENATALAKSANAAN
1. Non Medikamentosa
a. karena kulit penderita DA cenderung lebih rentan terhadap iritan,
oleh karena itu penting untuk mengidentifikasi kemudian
menghindari faktor yang memperberat atau memicu kekambuhan

b. memakai pakaian yang bersih dengan bahan yang mudah


menyerap keringat. bahan katun lebih baik
c. jika memakai sabun saat mandi hendaknya berdaya larut minimal
terhadap lemak dan pH netral, jangan terlalu sering dimandikan
d. jangan menggaruk area yang luka
e. menjaga kebersihan pokok, segera diganti bila basah dan kotor
f. kulit anak dijaga dan tetap tertutup pakaian yang menghindari
pajanan iritan atau trauma garukan.
2. Medikamentosa
a. pengobatan topikal
a) kompres luka dengan cairan NaCl 4 kali sehari selama 5
hari atau selama lesi masih berlanjut.
b) betametason cream 0,1% diaplikasikan tiap 12-24 jam
c) asam fusidat cream 5 g 3 kali sehari
b. pengobatan sistemik
a) prednison 5mg tab
b) interhistin 50mg tab
dibuat dalam puyer sirup 5ml
c) cefadroxil 125 mg
diminum 2 kali 1 sehari selama 7 hari.
PROGNOSIS
a.
b.
c.
d.

Qua
Qua
Qua
Qua

ad vitam
at fungtionam
at sanationam
at cosmetikam

:
:
:
:

ad bonam
dubia ad bonam
dubia ad bonam
dubia ad bonam

PEMBAHASAN

Dermatitis Atopik (DA) adalah Dermatitis atopik (DA) adalah peradangan kulit
kronis residif disertai gatal yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak,
sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada
penderita atau keluarganya, Istilah lain adalah ekzema atopik, ekzema konstitusional,
ekzema fleksural, neurodermatitis diseminata, prurigo Besnier 1. Meskipun patogenesis
gangguan ini tidak sepenuhnya dipahami, tampaknya hasil dari interaksi yang kompleks
antara kerusakan pada fungsi sawar kulit, lingkungan dan agen infeksius, maupun
kelainan kekebalan tubuh. Tidak ada tes diagnostik khusus untuk AD oleh karena itu,
diagnosis didasarkan pada kriteria klinis tertentu yang mempertimbangkan riwayat pasien

dan manifestasi klinis2, berikut merupakan sebuah refleksi kasus yang ditemukan saat di
polik kesehatan kulit dan kelamin mengenai dermatitis atopik.

Anak umur 1,1 tahun datang ke polik kesehatan kulit dan kelamin oleh
ibunya, dengan keluhan gatal-gatal dan kemerahan pada seluruh badan sejak
1minggu. Awalnya anak ini merasa gatal pada dada dan punggug yang didahului
demam, ibunya memberikan bedak kunyit, gatal yang dirasakan hilang timbul,
digaruk yang semakin lama semakin menyebar muncul kemerahan dan bintilbintil pada kedua pipi, telinga yang makin parah, pada kedua tangan dan kaki juga
muncul bintil-bintil kemerahan yang membuat anaknya semakin gelisah, susah
tidur, sering menangis dan beringus, lalu anaknya di bawah ke puskesmas dan
diberi salep, lukanya sempat kering tapi kemudian kambuh lagi. Ibunya mengakui
bahwa anaknya ini tidak diberikan asi selama ini, pernah hal yang sama 1
bulan yang lalu dan di rawat di RS sampai sembuh.
Dalam keluarga ibu bapak dan kedua saudaranya tidak ada
megeluhkan hal yang sama. hanya saja neneknya mempunyai
riwayat alergi yang sama seperti anak ini. Riwayat Imunisasi
sudah sebanyak 4 kali imunisasi dan terakhir bulan 9 imunisasi
campak. Status dermatologis eritema difus, banyak vesikel
dengan erosi, ekskoriasi dan skuama.
Sekitar 70% anak dengan DA mempunyai riwayat atopi dalam keluarganya seperti
asma bronkial, rinitis alergi, atau dermatitis atopik. Sebagian besar anak dengan DA
(sekitar 80%), terdapat peningkatan kadar IgE total dan eosinofil di dalam darah. Anak
dengan DA terutama yang moderat dan berat akan berlanjut dengan asma dan/atau rinitis
alergika di kemudian hari (allergic march), dan semuanya ini memberikan dugaan bahwa
dasar DA adalah suatu penyakit atopi3.
Belakangan ini prevalensi DA makin meningkat dan hal ini merupakan masalah
besar karena terkait bukan saja dengan kehidupan penderita tetapi juga melibatkan
keluarganya. Di Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Australia dan Negara-negara industri
lainnya, prevalensi DA pada anak mencapai 10 20 persen, sedangkan pada dewasa 1 3
persen. Di Negara agraris, prevalensi ini lebih rendah. Perbandingan wanita dan pria

adalah 1,3:1. DA cenderung diturunkan. Bila seorang ibu menderita atopi maka lebih dari
seperempat anaknya akan menderita DA pada 3 bulan pertama. Bila salah satu orang tua
menderita atopi maka lebih separuh anaknya menderita alergi sampai usia 2 tahun dan
bila kedua orang tua menderita atopi, angka ini meningkat sampai 75 persen 1.
Penyakit ini dipengaruhi multifaktorial, seperti faktor genetik, imunologik,
lingkungan, sawar kulit dan farmakologik. Konsep dasar terjadinya DA adalah melalui
reaksi imunologik1. Penyakit ini dinamakan dermatitis atopik oleh karena kebanyakan
penderitanya memberikan reaksi kulit yang didasari oleh IgE dan mempunyai
kecenderungan untuk menderita asma, rinitis atau keduanya di kemudian hari yang
dikenal sebagai allergic march. Walaupun demikian, istilah dermatitis atopik tidak selalu
memberikan arti bahwa penyakit ini didasari oleh interaksi antigen dengan antibodi 3.
Patogenesis DA tidak sepenuhnya dipahami, Namun, gangguan tersebut muncul
akibat dari kompleks interaksi antara imunologik dan nonimunologik. Multifaktor DA
mempunyai penyebab multi faktorial antara lain faktor genetik, emosi, trauma, keringat,
imunologik 1,3. Sampai saat ini etiologi maupun mekanisme yang pasti DA belum
semuanya diketahui, demikian pula pruritus pada DA. Tanpa pruritus diagnosis DA tidak
dapat ditegakkan. Rasa gatal dan rasa nyeri sama-sama memiliki reseptor di taut
dermoepidermal, yang disalurkan lewat saraf C tidak bermielin ke saraf spinal sensorik
yang selanjutnya diteruskan ke talamus kontralateral dan korteks untuk diartikan.
Rangsangan yang ringan, superfisial dengan intensitas rendah menyebabkan rasa gatal,
sedangkan yang dalam dan berintensitas tinggi menyebabkan rasa nyeri 3.
Respon Imun Sistemik Terdapat IFN-g yang menurun. Interleukin spesifik alergen
yang diproduksi sel T pada darah perifer (interleukin IL-4, IL-5 dan IL-13) meningkat.
Juga terjadi Eosinophilia dan peningkatan IgE3.
Imunopatologi Kulit Pada DA, sel T yang infiltrasi ke kulit adalah CD45RO+. Sel
T ini menggunakan CLA maupun reseptor lainnya untuk mengenali dan menyeberangi
endotelium pembuluh darah. Di pembuluh darah perifer pasien DA, sel T subset CD4+
maupun subset CD8+ dari sel T dengan petanda CLA+CD45RO+ dalam status teraktivasi
(CD25+, CD40L+, HLADR+). Sel yang teraktivasi ini mengekspresikan Fas dan Fas
ligand yang menjadi penyebab apoptosis. Sel-sel itu sendiri tidak menunjukkan apoptosis
karena mereka diproteksi oleh sitokin dan protein extracellular matrix (ECM). Sel-sel T
tersebut mensekresi IFN g yang melakukan upregulation Fas pada keratinocytes dan

menjadikannya peka terhadap proses apoptosis di kulit. Apoptosis keratinocyte diinduksi


oleh Fas

ligand yang

diekspresi

di

permukaan

sel-sel

atau

yang

berada

di microenvironment3.
Respon imun kulit Sel-sel T baik subset CD4+ maupun subset CD8+ yang diisolasi
dari kulit (CLA+ CD45RO+ T cells) maupun dari darah perifer, terbukti mensekresi
sejumlah besar IL-5 dan IL-13, sehingga dengan kondisi ini lifespan dari eosinofil
memanjang dan terjadi induksi pada produksi IgE. Lesi akut didominasi oleh ekspresi IL4 dan IL-13, sedangkan lesi kronik didominasi oleh ekspresi IL-5, GM-CSF, IL-12, dan
IFN-g serta infiltrasi makrofag dan eosinofil3.
Genetik Pengaruh gen maternal sangat kuat. Ada peran kromosom 5q31-33,
kromosom 3q21, serta kromosom 1q21 and 17q25. Juga melibatkan gen yang independen
dari mekanisme alergi. Ada peningkatan prevalensi HLA-A3 dan HLA-A9. Pada
umumnya berjalan bersama penyakit atopi lainnya, seperti asma dan rhinitis. Resiko
seorang kembar monosigotik yang saudara kembarnya menderita DA adalah 86% 3.
Ada 3 fase klinis DA yaitu DA infantil (2 bulan 2 tahun), DA anak (2 10 tahun)
dan DA pada remaja dan dewasa. DA infantil (2 bulan 2 tahun) DA paling sering
muncul pada tahun pertama kehidupan yaitu pada bulan kedua1,4.
Lesi mula-mula tampak didaerah muka (dahi-pipi) berupa eritema, papul-vesikel
pecah karena garukan sehingga lesi menjadi eksudatif dan akhirnya terbentuk krusta. Lesi
bisa meluas ke kepala, leher, pergelangan tangan dan tungkai. Bila anak mulai
merangkak, lesi bisa ditemukan didaerah ekstensor ekstremitas. Sebagian besar penderita
sembuh setelah 2 tahun dan sebagian lagi berlanjut ke fase anak 1.
DA pada anak (2 10 tahun). Dapat merupakan lanjutan bentuk DA infantil
ataupun timbul sendiri (de novo). Lokasi lesi di lipatan siku/lutut, bagian fleksor
pergelangan tangan, kelopak mata dan leher. Ruam berupa papul likenifikasi, sedikit
skuama, erosi, hiperkeratosis dan mungkin infeksi sekunder. DA berat yang lebih dari
50% permukaan tubuh dapat mengganggu pertumbuhan 1.
DA pada remaja dan dewasa. Lokasi lesi pada remaja adalah di lipatan siku/lutut,
samping leher, dahi, sekitar mata. Pada dewasa, distribusi lesi kurang karakteristik, sering
mengenai tangan dan pergelangan tangan, dapat pula berlokasi setempat misalnya pada
bibir (kering, pecah, bersisik), vulva, puting susu atau skalp. Kadang-kadang lesi meluas

dan paling parah di daerah lipatan, mengalami likenifikasi. Lesi kering, agak menimbul,
papul datar cenderung berkonfluens menjadi plak likenifikasi dan sedikit skuama. Bisa
didapati ekskoriasi dan eksudasi akibat garukan dan akhirnya menjadi hiperpigmentasi 1.
Diagnosis DA dibuat secara klinis dan berdasarkan riwayat, morfologi dan
distribusi lesi kulit, yang terkait manifestasi klinis. Set formal kriteria telah
dikembangkan oleh berbagai kelompok untuk membantu dalam klasifikasi. Salah satu
yang paling awal dan paling diakui set kriteria diagnostik adalah pada tahun1.980 kriteria
Hanifin dan Rajka, yang mengharuskan 3 dari 4 kriteria utama dan 3 dari 23 kriteria
minor harus dipenuhi. Beberapa kriteria minor didapatkan tidak spesifik dan tak dapat
didefinisikan secara jelas, seperti pitiriasis alba, sementara yang lain, seperti bibir atas
dan cheilitis bibir atas dan eksim pada puting, cukup spesifik untuk DA tapi. Beberapa
kelompok internasional uncommon, memiliki modifikasi yang diusulkan untuk mengatasi
keterbatasan ini (Misalnya, Kang dan Tian kriteria, Studi Internasional Asma dan Alergi
in Childhood [ISAAC] Kriteria) 0,13-16 The United Kingdom (UK), khususnya,
sistematis suling Hanifin dan Rajka kriteria ke satu set inti yang cocok untuk studi
epidemiologi / berbasis populasi dan yang dapat digunakan oleh nondermatologists. Ini
terdiri dari 1 wajib dan 5 kriteria utama dan tidak memerlukan pengujian laboratorium.
Kedua Hanifin skema diagnostik dan Rajka dan UKWorking Partai telah divalidasi dalam
studi dan diuji di beberapa populasi yang berbeda2.
Sebuah konferensi pada tahun 2003 konsensus ini dipelopori oleh American
Academy of Dermatology menyarankan kriteria Hanifin dan Rajka kriteria merevisi dan
tambahan yang berlaku penuh untuk semua usia. Sementara set ini belum dinilai dalam
studi validasi2.

Dengan melembabkan kulit, diharapkan sawar kulit


menjadi lebih baik dan penderita tidak menggaruk dan lebih
impermeabel terhadap mikroorganisme/bahan iritan. Berbagai
jenis pelembab dapat dipakai antara lain krim hidrofilik urea
10%, pelembab yang mengandung asam laktat dengan
konsentrasi kurang dari 5%. Pemakaian pelembab
beberapa kali sehari, setelah mandi1,4.
Kortikosteroid topikal. Walau steroid topikal sering diberi
pada pengobatan DA, tetapi harus berhati-hati karena efek
sampingnya yang cukup banyak. Kortikosteroid potensi rendah
diberi pada bayi, daerah intertriginosa dan daerah genitalia.
Kortikosteroid potensi menengah dapat diberi pada anak dan
dewasa. Bila aktifitas penyakit telah terkontrol. kortikosteroid
diaplikasikan intermiten, umumnya dua kali seminggu4.

Antihistamin topikal tidak dianjurkan pada DA karena


berpotensi kuat menimbulkan sensitisasi pada kulit. Pemakaian
krim doxepin 5% dalam jangka pendek (1 minggu) dapat
mengurangi gatal tanpa sensitisasi, tapi pemakaian pada area
luas akan menimbulkan efek samping sedatif1.
Pengobatan sistemik, Kortikosteroid, hanya dipakai untuk
mengendalikan DA eksaserbasi akut. Digunakan dalam waktu
singkat, dosis rendah, diberi selang-seling. Dosis diturunkan
secara tapering. Pemakaian jangka panjang akan menimbulkan
efek samping dan bila tiba-tiba dihentikan akan timbul rebound
phenomen1.
Antihistamin, diberi untuk mengurangi rasa gatal. Dalam
memilih anti histamin harus
diperhatikan berbagai hal seperti penyakit-penyakit sistemik,
aktifitas penderita dll. Anti histamin yang mempunyai efek
sedatif sebaiknya tidak diberikan pada penderita dengan aktifitas
disiang hari (seperti supir). Pada kasus sulit dapat diberi doxepin
hidroklorid 10- 75 mg/oral/2 x sehari yang mempunyai efek anti
depresan dan blokade reseptor histamin H1 dan H2. Anti infeksi
Pemberian anti biotika berkaitan dengan ditemukannya
peningkatan koloni S. aureus pada kulit penderita DA4.

Daftar Pustaka
1. Chairiyah tanjung. 2011. Dermatitis Atopik. program studi
Department Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Universitas
Sumatra Utara.
2. Watson wade & kapuur sandeep. 2011. Atopic Dermatitis. Watson and Kapur
Allergy,

Asthma

&

Clinical

Immunology

2011.

http://www.aacijournal.com/content/7/S1/S4

3. Chair co, et.al,. 2013. Guidelines of care for the management of atopic
dermatitis Section 1. Diagnosis and assessment of atopic dermatitis . Hospitals
NHS Trust, Nottingham; Department of Dermatology, University of Alabama at
Birmingham; National Eczema Association,p San Rafael; American Academy of
Dermatology,q Schaumburg; and the Department of Dermatology,r Seattle
Childrens

Hospital.

American

Academy

of

Dermatology,

http://dx.doi.org/10.1016/j.jaad.2013.10.010

Inc.

4. Djuanda, Adhi, at al. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi


Keenam. Jakarta: badan Penerbit FKUI; 2011.

Anda mungkin juga menyukai