BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hipertensi telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama di
negara-negara maju serta di beberapa negara-negara berkembang. 1 Indonesia
sebagai salah satu negara berkembang juga menghadapi masalah ini. Semakin
meningkatnya arus globalisasi di segala bidang, telah membawa banyak
perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat di Indonesia, termasuk
dalam pola konsumsi makanan keluarga. Perubahan tersebut tanpa disadari
telah memberi pengaruh terhadap terjadinya transisi epidemiologi dengan
semakin meningkatnya kasus-kasus hipertensi di Indonesia.2
Hipertensi merupakan masalah kesehatan global yang memerlukan
penangulangan yang baik. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
prevalensi hipertensi seperti ras, umur, obesitas, asupan garam yang tinggi,
dan adanya riwayat hipertensi dalam keluarga.12
Prevalensi hipertensi tergantung dari komposisi ras populasi yang
dipelajari dan kriteria yang digunakan. Pada populasi kulit putih suburban
seperti pada penelitian Framingham, hampir seperlima populasi memiliki
tekanan darah > 160/95 mmHg, sementara hampir setengah populasi
memiliki tekanan darah > 140/90 mmHg. Prevalensi yang lebih tinggi
ditemukan
pada
populasi
kulit
hitam.
Pada wanita,
prevalensinya
Sampai saat ini, data hipertensi yang lengkap sebagian besar berasal dari
negara-negara yang sudah maju. Data dari The National Health and Nutrition
Examination Survey (NHNES) menuinjukkan bahwa dari tahun 1999-2000,
insiden hipertensi pada orang dewasa adalah sekitar 29-31%, yang berarti
terdapat 58-65 juta orang hipertensi di Amerika, dan terjadi peningkatan 15
juta dari data NHANES III tahun 1988-1001. Hipertensi essensial sendiri
merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi.13
Di Indonesia, sampai saat ini belum terdapat penyelidikan yang bersifat
nasional, multisenter, yang dapat menggambarkan prevalensi hipertensi
secara tepat. Banyak penyelidikan dilakukan secara terpisah dengan
metodologi yang belum baku. Mengingat prevalensi yang tinggi dan
komplikasi yang ditimbulkan cukup berat, diperlukanlah penelitian
epidemiologi yang bersifat nasional dengan rancangan penelitian yang baku.12
Hipertensi dilihat dari segi klinis, merupakan penyakit yang umum,
asimptomatis, mudah dideteksi dan mudah ditangani jika dikenali secara dini.
Namun,
hipertensi
dapat
menyebabkan
komplikasi-komplikasi
yang
mengenai
hipertensi
(definisi,
etiologi,
epidemiologi,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
tekanan
darah
arteri
yang
umumnya
menggunakan
Alat yang digunakan dalam pengukuran tekanan darah ada bermacammacam, namun yang paling sering digunakan adalah sphygmomanometer dan
stetoskop. Tipe sphygmomanometer yang digunakan dapat berupa tipe aneroid
atau tipe merkuri. Tipe aneroid lebih sering menjadi kurang akurat dengan
semakin seringnya penggunaan, oleh karena itu perlu dilakukan rekalibrasi
secara rutin.6
3.1 Teknik Pengukuran Tekanan Darah
Pemilihan pembalut lengan (cuff) dari sphygmomanometer merupakan
hal yang patut diperhatikan untuk mendapatkan hasil pengukuran tekanan
darah yang akurat. Pembalut lengan yang terlalu pendek baik panjangnya
maupun lebarnya, akan menghasilkan nilai yang terlalu tinggi. Sebagai
contoh, penggunaan pembalut lengan dengan ukuran sedang, pada
penderita obesitas dapat menimbulkan diagnosis hipertensi yang salah.6
Panduan dalam memilih pembalut lengan yang baik adalah sebagai
berikut :6
Lebar dari pembalut lengan sebaiknya sekitar 40% dari lingkar lengan
atas (pada orang dewasa, lebar pembalut lengan yang dipakai adalah
sekitar 12-14 cm).
Panjang dari kantung udara pada pembalut lengan sebaiknya sekitar 80%
dari lingkar lengan atas (hampir melingkupi lingkar lengan).
Sebelum melakukan pengukuran tekanan darah ada beberapa persiapan
yang harus diperhatikan, yaitu :6
Pasien tidak merokok dan mengkonsumsi makanan atau minuman yang
mengandung kafein 30 menit sebelum pengukuran dilakukan.
Pasien duduk beristirahat selama 5 menit sebelum pengukuran
dilakukan.
Suasana di tempat pemeriksaan harus tenang.
Lengan yang akan diukur terbebas dari pakaian, tidak ada fistula
arteriovenula (untuk dialisis), tidak ada luka parut oleh karena luka
pada arteri brakialis, serta tidak ada tanda-tanda limfedema.
terlalu banyak.
Fase I
Fase II
Fase III : Fase yang ditandai dengan kembalinya suara keras yang
bahkan melebihi intensitas fase I.
Fase IV : Fase dengan suara yang menjadi lemah sesaat sebelum
menghilang.
Fase V
inilah
yang
terkadang
menyulitkan
para
klinisi
dalam
10
yang
mempengaruhi
sistem-sistem
tersebut
erat
11
12
13
pada
meningkatnya
volume
cairan
intravaskular.
hipertensi
yang
diakibatkan
kelainan
parenkim
ginjal.
14
15
16
17
18
Semua obat antihipertensi bekerja pada salah satu atau lebih tempat
pengaturan tekanan darah berikut:10
1. Resistensi arteriol
2. Kapasitansi venule
3. Pompa jantung
4. Volume darah
Obat-obat antihipertensi
tersebut
juga
dapat
diklasifikasikan
19
a. Thiazide diuretic
b. Loop diuretic
c. Potassium sparing diuretic
2. Agen-agen simpatoplegia yang menurunkan tekanan darah dengan
mengurangi resistensi pembuluh darah perifer, menghambat kerja
jantung dan meningkatkan kapasitansi darah dengan memvasodilatasi
vena
a. Beta-blocker
b. Alpha-1 blocker
c. Central alpha-2 agonist
3. Vasodilator direk yang menurunkan tekanan darah dengan merelaksasi
otot polos pembuluh darah, sehingga menurunkan resistensi dan
meningkatkan kapasitansi pembuluh darah.
a. Calcium channel blocker
b. Hydralazine
c. Minoxidil
4. Agen yang menghambat produksi atau kerja dari angiotensin sehingga
menurunkan resistensi pembuluh darah perifer dan juga volume darah.
a. Angiotensin Converting Enzyme inhibitor
b. Angiotensin II antagonist
c. Aldosterone receptor blocker
Kenyataan bahwa obat-obat dari golongan yang berbeda ini bekerja
dengan mekanisme yang berbeda pula, membuat kombinasi obat-obat
yang berbeda golongan tersebut dapat meningkatkan efektifitas dan juga
dalam beberapa kasus menurunkan toksisitas dari terapi farmakologis.10
6.4 Algoritma Penanganan Hipertensi5
20
beberapa
indikasi
tertentu
dalam
pemilihan
obat-obatan
21
hipertensi
terdiri
dari
hipertensi
emergensi
(emergency
22
23
24
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Penderita
Nama
: Tn. SMA
25
Umur
: 65 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Alamat
Pekerjaan
: Swasta
: Jawa
Agama
: Islam
Tanggal MRS
: 11 Januari 2016
3.2 Anamnesis
: sendiri
1. Keluhan Utama
: orang lain
: Pusing
26
Anamnesis Sistemik
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
27
8.
9.
Pemeriksaan Fisik
1.
Keadaan Umum
Tampak lemah, kesadaran compos mentis (GCS 456), status gizi kesan
cukup.
2.
Tanda Vital
Tensi
: 180/90 mmHg
Nadi
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu
3.
Kepala
: 36,3oC
28
Bentuk mesocephal, luka (-), rambut tidak mudah dicabut, keriput (-),
atrofi m. temporalis (-), makula (-), papula (-), nodula (-), kelainan
mimik wajah/bellspalsy (-).
4.
Mata
Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
5.
Hidung
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-).
6.
Mulut
Bibir pucat (-), bibir cianosis (-), gusi berdarah (-), lidah kotor (putih
kecoklatan) (-).
7.
Telinga
Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-).
8.
Tenggorokan
Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-).
9.
Leher
JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-)
clavicularis sinistra
: SIC IV linea para sternalis dekstra
: SIC III linea para sternalis sinistra
29
Perkusi
Oedem
Motorik
5
Hasil pemeriksaan
Hemoglobin
14,2
12-16
g/dl
Hematokrit
46
35-47
Eritrosit
4,0
4,0-5,5
juta/mm3
Leukosit
5.360
4-10
ribu/mm3
LED
35
<=20
mm/jam
Trombosit
140.000
150-400
ribu/mm
30
1-5
0-1
62
50-70
21
20-35
3-8
Diagnosis
Hipertensi Grade II
3.8
Penatalaksanaan
1.
31
2.
Medikamentosa
- Ranitidin 1 x 1 ampul (iv)
- Ondansetron 1x1 ampul (iv)
- Captopril 1 x 12,5 (po)
Motorik
DAFTAR PUSTAKA
1. Whelton PK. Epidemiology and the prevention of hypertension. J Clin
Hypertens. 2004; 6(11):636-42.
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia
2001. Jakarta : 2002.
3. Fisher NDL, Williams GH. Hypertensive vascular disease. In : Kasper DL,
Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, et all, editors. Harrisons
32
33