Anda di halaman 1dari 20

Fototerapi untuk Bayi Kuning

Telah tersedia sebuah peralatan NICU untuk bayi baru lahir yaitu FOTOTERAPI, guna
penyembuhan bagi bayi yang menderita BILIRUBINEMIA (bayi kuning).
Digunakan bersama dengan inkubator karena prinsipnya alat ini merupakan terapi kulit dengan
sinar jadi bayi harus dalam keadaan telanjang hanya menggunakan pampers saja. Supaya tidak
kedinginan maka bayi ditaruh di inkubator, sinar bluelite bisa menembus lapisan transparan atau
akrilik sehingga sinar bluelite bisa sampai menyentuh kulit bayi kuning. Mata bayi juga harus
ditutup dengan kain warna gelap.
Inkubator Fototerapi ini disediakan untuk
DIPINJAMKAN SECARA GRATIS
kepada ibu bayi untuk digunakan di rumah. Pelayanan Pengabdian Masyarakat dari Universitas
Indonesia ini sementara hanya bisa mencakup daerah JABODETABEK saja. (2014 sdh ada di
Yogyakarta).
https://koestoer.wordpress.com/maksa-pulang-bayi-prematur/

BAYI KUNING
Pigmen bernama bilirubin adalah faktor penyebab dari bayi kuning (ikterus) yang harus di kenali
dan waspadai. Sebetulnya, setiap orang memiliki bilirubin dalam sel darah merahnya. Setiap
jangka waktu tertentu sel darah merah akan mati dan menguraikan sel-selnya diantaranya
menjadi bilirubin. Normalnya yang bertugas menguraikan bilirubin tersebut adalah hati, untuk
kemudian dibuang lewat BAB. Saat bayi masih dalam kandungan, hati sang ibulah yang
mengambil tugas menguraikan bilirubin dalam sel darah merah bayi. Ketika bayi lahir,
perkembangan hatinya belum sempurna sehingga belum dapat menjalankan fungsinya dengan
baik. Akibatnya terjadi penumpukan bilirubin yang kemudian menyebabkan timbulnya warna
kuning pada kulit bayi.
Sebagian lainnya karena ketidak-cocokan golongan darah ibu dan bayi. Peningkatan
kadar bilirubin dapat diakibatkan oleh pembentukan yang berlebih atau adanya gangguan
pengeluarannya.
Ikterus pada bayi baru lahir dapat merupakan bentuk fisiologik dan patologik. Yang bersifat
patologik dikenal sebagai hiperbilirubinemia yang dapat mengakibatkan gangguan saraf pusat
atau

kematian.

Sampai saat ini ikterus masih merupakan masalah pada bayi baru lahir, terjadi sekitara 25%
50% pada bayi lahir cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada bayi lahir kurang bulan. Pemeriksaan
adanya ikterus pada bayi muda dapat dilakukan di rumah dan pada waktu kunjungan neonatal.
Untuk pemeriksaan gejala kuning di rumah adalah dengan membawa bayi ke dalam ruangan
yang memiliki penerangan yang jelas atau dengan lampu fluorescent. Bila kulit bayi tergolong
putih, tekanlah jari anda secara perlahan-perlahan ke bagian dahi, dada, telapak tangan dan
telapak kaki. Kemudian angkat tangan anda dan perhatikan adakah semburat warna kuning pada
bagian tubuh bayi yang ditekan tadi. Bila kulit bayi tergolong hitam, paling jelas bisa diteliti
pada gusi atau bagian putih di area mata. Sedangkan pemeriksaan di klinik, dokter anak akan
memeriksa kesehatannya. Kadar bilirubin sendiri baru bergerak pada hari ke 3 atau ke 5 setelah

kelahiran. Jadi apakah tingkat bilirubin bayi anda normal atau tidak, baru diketahui 3 atau 5
hari. Untuk mengetahuinya, perlu dilakukan pemeriksaan dalam. Bayi akan diambil darahnya
sedikit, biasanya di ujung jari kaki, kemudian diteliti dan diperiksa di laboratorium.
Hal ini normal terjadi pada bayi jika:

Warna kuning muncul setelah 224 jam kelahiran.

Derajat bilirubin sekitar 10 mg%

Jika bayi mendapat susu formula, warna kuning akan mencapai puncaknya yakni sekitar
6-8mg% pada hari ketiga.

Jika bayi diberikan ASI, kadar bilirubin puncak dapat mencapai 7-14 mg%.

Bayi tetap aktif menangis dan kuat menyusu.

Urin bayi tidak berwarna kuning tua atau cokelat.

Untuk bayi dalam keadaan yang normal, warna kuning ini akan hilang bila fungsi organ
hatibayi sudah benar-benar matang. Karena pada saat itu hati sudah mampu mengubah bilirubin
menjadi larut dalam air dan membuangnya dari tubuh. Normalnya, warna kuning itu akan hilang
di hari ke-7.Tidak normal. Orang tua perlu waspada jika warna kuning itu muncul:

Sebelum 24 jam pertama setelah bayi lahir.

Melalui pemeriksaan laboratorium, peningkatan kadar bilirubin terjadi sangat cepat,


melebihi 5 mg% per hari.

Warna urin kuning tua atau cokelat.

Warna kuning atau tingkat bilirubin yang tinggi ini bisa disebabkan karena berbagai hal, antara
lain:

perbedaan golongan darah

kekurangan enzim GPO

infeksi besar

Hb darah tingi

sumbatan sistim empedu

gangguan metabolic atau endokrin

faktor ras

kelainan genetic.

Atau bisa juga dikarenakan usia ibu yang sudah lanjut, ibu dengan diabetes atau tekanan darah
tinggi, ibu yang kekurangan zat seng,obat-obatan tertentu, proses persalinan dengan
menggunakan alat, bayi prematur, atau pemotongan tali pusat yang terlambat.
Perlu Fototerapi? Jika kadar bilirubin bayi tinggi, maka fototerapi (terapi sinar biru) perlu
dilakukan. Karena kadar bilirubin yang tinggi dapat menyebabkan keracunan pada otak bayi,
yang akhirnya dapat menyebabkan retardasi mental atau palsi serebral.Dan jika kadar bilirubin
sudah pada tahap yang membahayakan, bisa dilakukan transfusi tukar, yaitu menukar
darah bayi dengandarahgolongan

Odengankadartertentu

dansebelumnyatelahdilakukanujisilang.Namun jika kadar bilirubin masih tidak terlalu tinggi,


pemberian ASI bisa sangat membantu. Dengan memberikan ASI sesering mungkin, maka proses
transportasi bilirubin ke sel hati bayi menjadi lancar.
Selain itu bila ada matahari, Anda bisa menjemur bayi sekitar 15-30 menit pada pukul 07.00
09.00

Fototerapi
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Fototerapi pada bayi yang baru lahir


Fototerapi atau terapi cahaya adalah bentuk pengobatan untuk kulit dengan menggunakan
panjang gelombang cahaya buatan dari ultraviolet (cahaya biru), bagian dari spektrum matahari.
[1]

Dengan cara ini, cahaya dari panjang gelombang tertentu dapat disampaikan dengan intensitas

yang lebih tinggi.[1] Fototerapi pertama kali digunakan dalam pengobatan psoriasis, eksim

(eksema), vitiligo (sel-sel pigmen yang rusak sehingga menimbulkan bercak putih), limfoma di
kulit dan beberapa kasus kulit gatal (terutama karena ginjal atau penyakit hati).[1] Akan tetapi,
fototerapi tidak cocok digunakan untuk semua bentuk psoriasis dan eksema. Fototerapi bahkan
dapat memperburuk penyakit tersebut.[1]
Terdapat dua jenis fototerapi, yaitu UVA dan UVB.[1] Fototerapi UVA biasanya diberikan
bersamaan dengan tablet kepekaan cahaya yang disebut psoralen (terapi PUVA). [1] UVA adalah
bagian dari spektrum UV terkait dengan pigmentasi.[1] UVB adalah jenis fototerapi yang paling
umum.[2] UVB merupakan bagian yang paling menguntungkan dari sinar matahari untuk
mengobati penyakit kulit.[2]
Orang yang dilarang melakukan fototerapi

Orang dengan kulit terbakar[1]

Penderita lupus[1]

Penderita kanker kulit[1

PARAMETERBAYIDINYATAKANKUNING
Bayi yang lahir cukup bulan, batas aman kadar bilirubinnya adalah 12,5 mg/dl
(miligram perdesiliter darah).
Bayi yang lahir kurang bulan, batas aman kadar bilirubinnya adalah 10 mg/dl.
J i k a k e m u d i a n k a d a r b i l i r u b i n d i k e t a h u i m e l e b i h i a n g k a - a n g k a t e r s e b u t ,
m a k a i a dikategorikan hiperbilirubin.
Berat badan bayi kurang dari 1000gr
Kadar bilirubin 7 9 mg pada berat badan bayi 1000 1500 gr
Kadar bilirun tidak langsung 10 12 pada berat badan 1500 2000 gr
Kadar bilirun tidak langsung 12 15 pada berat badan 2000 2500 g
Jenis Alat fototerapi
Fototrapi standart
Fototerapi tegak dengan Bed
Fototerapi Lite spot

Fototerapi circle
Efekdarifototerapi
Kehijauan pada Tinja
Kemerahan pada kulit
Hiperpigmentasi pada bayi berkulit gelap
Dehidrasi
Bayi kuning tidaklah sama dengan hepatitis , meskipun pada bayi dengan hepatitis
salah satugejalanya adalah kuning. Pada bayi dengan hepatitis selain gejala kuning tidak biasa
terjadi padaminggu pertama kelahiran juga yang terjadi adalah peningkatan kadar 'bilirubin direk'
(langsung).Secara klinis warna kuning ini sulit dibedakan.
PENGOBATAN
1. Terapi Sinar (fototerapi)
Dilakukan selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar bilirubin dalam darah kembali keambang
batas normal.
Bilirubin dalam tubuh bayi dapat dipecahkan dan menjadi mudah larut dalam air tanpaharus
diubah dulu oleh organ hati.
Berupaya menjaga kadar bilirubin agar tak terus meningkat sehingga menimbulkan risikoyang
lebih fatal.
Sinar yang digunakan pada fototerapi berasal dari sejenis lampu neon dengan panjanggelombang
tertentu. Lampu yang digunakan sekitar 12 buah dan disusun secara paralel. Di b a g i a n b a w a h l a m p u
a d a s e b u a h k a c a y a n g d i s e b u t f l e x y g l a s s y a n g b e r f u n g s i meningkatkan
energi sinar sehingga intensitasnya lebih efektif. Sinar yang muncul darilampu tersebut
kemudian diarahkan pada tubuh bayi. Seluruh pakaiannya dilepas, kecualimata dan alat
kelamin harus ditutup dengan menggunakan kain kasa. Tujuannya untuk mencegah efek
cahaya berlebihan dari lampu-lampu tersebut.
Pada saat dilakukan fototerapi, posisi tubuh bayi akan diubah-ubah; telentang
lalutelungkup agar penyinaran berlangsung merata.
Rata-rata dalam jangka waktu dua hari si bayi sudah boleh dibawa pulang.

Efek

samping bayi

mengalami

dehidrasi

karena

malas

minum.

Sementara,

proses pemecahan bilirubin justru akan meningkatkan pengeluarkan cairan empedu ke organ usus.Gerakan
peristaltik usus meningkat dan menyebabkan diare.
Terapi Sinar Matahari
Merupakan terapi tambahan.
Caranya, bayi dijemur selama setengah jam dengan posisi yang berbeda-beda. Seperempat jam dalam keadaan
telentang, misalnya, seperempat jam kemudian telungkup.
Lakukan antara jam 7.00 sampai 9.00. Inilah waktu dimana sinar surya efektif mengurangikadar bilirubin.
Hindari posisi yang membuat bayi melihat langsung ke matahari karena dapat merusak matanya.
Perhatikan pula situasi di sekeliling, keadaan udara harus bersih.

Neonatal hiperbilirbnemide youn fototerapi ile standart ikili konvansiyonel fototerapinin


karlatrlmas
Ama: Youn fototerapi ile ikili standart konvansiyonel tedavinin etkinliini ve rebound bilirubin
dzeyine etkisini fototerapi alan yenidoanlarda karlatrmak.
Yntem ve Gere: Hemolitik olmayan hiperbilirbinemisi olan ve gestasyonel yalar 35 hafta ve
zerinde olan 123 bebek bu almaya alnd. Btn bebeklerin gestasyonel yalar, beslenme
ekilleri, fototerapi almaya baladklarnda ka gnlk olduklar, fototerapi balangcnda ve
bitiminde total bilirbin dzeyleri, fototerapi alma sreleri, rebound total serum bilirubin
dzeyleri ve hangi fototerapi eklini aldklar kaydedildi.

Bu hastalarn 54 ikili standart

konvansiyonel fototerapi (Grup I) almken 69u da youn fototerapi (Grup II) ald. Her iki

grupta da tedaviden 24-48 saat sonra rebound total serum bilirubin dzeyleri karlatrld. Eer
bebeklerin rebound serum bilirubin dzeyleri fototerapi ncesi bilirbin dzeylerine eit ya da
fazlaysa tekrar fototerapi verildi.
Bulgular: Grup I de 54, Grup IIde 69 hasta vard. Btn bebeklerde serum bilirbin dzeyleri
derken youn fototerapi alan hastalarda bu d daha belirgindi. Her iki grupta da rebound
serum bilirubin dzeyleri arasnda fark yoktu.
Sonu: Bu almada non-hemolitik hiperbilirubinemisi olan yenidoanlarda youn fototerapinin
ikili standart konvansiyonel fototerapiye gore daha etkin olduu bulunmutur.
Anahtar Szckler: Youn fototerapi, yenidoan, rebound bilirubin, ikili standart konvansiyonel
fototerapi
Nurdan URA1 Ahmet KARADA1 Alparslan TONBUL1 Msemma KARABEL1 Gzide
DOAN2 M. Mansur TATLI1
1
Neonatology Unit, Department of Pediatrics, Fatih University School of Medicine, Ankara TURKEY
2
Department of Pediatrics, Fatih University School of Medicine, Ankara - TURKEY
Received: February 20, 2008 Accepted: December 30, 2008
Correspondence Ahmet KARADA Division of Neonatology, Department of Pediatrics, Faculty
of Medicine, Fatih University, Ankara - TURKEY
ahmetkaradag@gmail.com
Turk J Med Sci 2009; 39 (3): 337-341 TBTAK E-mail: medsci@tubitak.gov.tr
doi:10.3906/sag-0802-37
Introduction Phototherapy is the accepted method of treating neonatal jaundice, its clinical
efficacy having been confirmed in many studies (1,2). Although phototherapy is highly

efficacious in the majority of infants presenting with neonatal jaundice, it is well known that
phototherapy using daylight lamps is occasionally not effective, especially in cases of severe or
rapidly increasing jaundice. In such situations, the use of high-intensity phototherapy to ensure
greater effectiveness and a faster rate of decrement in bilirubin levels would be useful (1). Since
this type of phototherapy produces a more rapid decline in the total serum bilirubin (TSB) level
than conventional phototherapy, it is possible that a greater rebound might occur (3). Although
intensive phototherapy has been used in Turkey since 2005, most centers do not have it.
Therefore, double standard conventional phototherapy (DSCP) is the choice of treatment in
severe hyperbilirubinemia in some centers to maximize the efficacy of phototherapy. However,
no study in the literature has compared the efficacy of high-intensity phototherapy and DSCP.
For this reason, in this study we aimed to compare efficacy in infants who received light emitting
diode (LED) phototherapy and DSCP.
Materials and Methods Patients One hundred twenty-three healthy term and near term (35
weeks) infants requiring phototherapy for non-hemolytic hyperbilirubinemia were enrolled in the
study. All infants were appropriate for gestational age (assumed to be the time measured from the
first day of the mothers last menstrual cycle to the day of birth), with normal Apgar scores and
normal findings on physical examination. Infants with normal blood counts and peripheral blood
smears, no evidence of blood group iso-immunization, negative result of a direct Coombs test,
normal reticulocyte count, and normal glucose-6-phosphate dehydrogenize activity were eligible
for the study. Patients with any congenital malformation, direct hyperbilirubinemia, enclosed
hemorrhage, positive
direct Coombs test, or infection were excluded. In every patient, clinical assessment of
gestational age was performed using the Ballard scoring system. Phototherapy Criteria for
phototherapy for healthy term and near-term neonates were based on those of the 1994 American
Academy of Pediatrics Practice Parameter, as follows: <24 h: PTB 10 mg/dl (170 mol/l); 24-48
h: 15 mg/dl (205 mol/l); 49-72 h: 17 mg/dl (256 mol/l); >72 h: 17 m/dl (291-308 mol/l) (4,5).
All infants were exposed, completely unclothed with their eyes and genital regions covered, to
continuous phototherapy, which was interrupted only for feeding, cleaning, and blood sampling.
The infants weights and temperatures were monitored. All infants gestational age, type of
feeding, age at phototherapy, TSB level at initiation and termination of phototherapy, duration of

phototherapy, rebound TSB levels, and type of phototherapy were recorded. The type of
phototherapy used was largely determined by the neonatal staff, who tended to prefer LED for
those with rapidly increasing or with more severe jaundice and standard phototherapy for the
more usual standard cases. Fifty-four patients received DSCP (Group I) and 69 patients
received LED (Group II). In the DSCP group, 2 standard 25 W daylight fluorescent lamps and 2
special blue fluorescent lamps (Philips TL 20 W/52) were placed 35 cm over the infants and a
phototherapy mattress was placed under the infants (Bilibed, Medela Medical Technology, Baar,
Switzerland). Light intensity was measured by a Minolta 451 Fluoro-lite meter. The lamps were
changed regularly after 2000 h of use, by which time the irradiance was 80% of the original. In
the intensive phototherapy the LED system (Neoblue LED phototherapy system, Natus
Medical Inc. San Carlos, CA, USA, intensity: 35 W/cm2/nm, spectrum 450-470 nm) was used.
The system was placed 30 cm over the infants. The intensity was checked every 6 months by
Ohmeda Biliblanket. Laboratory measurements Venous blood sampling was performed at the
start of phototherapy and 4 h thereafter, with the lights switched off. Phototherapy was stopped
when bilirubin concentrations had decreased to <205
338
URA, N et al. Intensive and conventional phototherapy in jaundiced newborns Turk J Med Sci
mol/l (12 mg/dl). The duration of phototherapy was recorded. The rebound protocol included
rebound bilirubin level determination 36 h (between 24 and 48 h) after the discontinuation of
phototherapy. Those neonates whose post-phototherapy TSB concentrations were lower than
those at the discontinuation of phototherapy were discharged from follow up. Rebound bilirubin
level was measured in patients followed up for 24-48 h intervals until either stabilization or a
decrease in the TSB concentrations, if repeat TSB levels 239 mol/l (14 mg/dl). Phototherapy
was recommenced at the discretion of the attending neonatologist, but not usually at TSB values
<256 mol/l (15 mg/dl) (5). Infants with rebound bilirubin values greater than or equal to
concentrations before phototherapy were again exposed to phototherapy, following the same
guidelines as in the first exposure. Failure of phototherapy was defined as continued increase in
bilirubin concentration in 2 consecutive determinations beyond the starting bilirubin value. The
efficacy of phototherapy was assessed by the duration of phototherapy (h), and the overall
decrease in bilirubin concentration related to the total exposure time.

Statistical analysis Statistical analysis was carried out using Students t-test and chi-square test
and data are expressed as mean SD. Study ethics The study was approved by the Fatih
University Ethics Committee and was conducted in accordance with the ethical principles
described by the Declaration of Helsinki. Informed consent was obtained from the infants
parents before the study commenced.
Results Group I consisted of 54 patients (32 male and 22 female), whereas Group II included 69
patients (39 male and 30 female). There was no significant difference in age distribution between
the groups (P > 0.05). The Table lists the clinical data and results of the patients. All the infants
remained well during and after exposure. All the infants were able to maintain normothermia
during phototherapy. Increased fluid intake was needed to ensure adequate hydration in Group II.
During the study 3 newborns in the DSCP group, and 2 newborns in the LED group had
339
Vol: 39 No: 3 Intensive and conventional phototherapy in jaundiced newborns June 2009
Table. Clinical and laboratory data of study groups.
Group I Group II P value n = 54 n = 69
Gestational age, weeks 37.7 1.48 37.4 4.1 NS Birth weight, grams 3064 416 3011 453
NS Age at phototherapy, hours 113 26 117 38 NS Hematocrit, at the start of phototherapy 51
6.3 52 5 NS Reticulocyte 2.1 1.6 2 1.1 NS TSB level at initiate of phototherapy, mol/l
(mg/dl) 317.9 20.4 (18.7 1.2) 340 52.7(20 3.1) .001 After 4 h of phototherapy, mol/l
(mg/dl) 295.8 30.6 (17.4 1.8) 301 42.5 (17.7 2.5) NS TSB level at termination of
phototherapy, mol/l (mg/dl) 222.7 22 (13.1 1.3) 207.4 27.2 (12.2 1.6) .002 Duration of
phototherapy 26.6 9.3 27.5 15 NS Rebound TSB level, mol/l (mg/dl) 239.7 20.4 (14.1
1.2) 233 34 (13.7 2) NS Breastfed exclusively, number, (%) 37(69) 49(71) NS Breastfed plus
formula, number, (%) 17(31) 20(29) NS
NS: Nonsignificant
transient erythema, and 2 newborns in each group had mild watery defecation not leading to
dehydration. No serious complications or side effects were observed during the study.

During the study period the average spectral irradiances in the DSCP group were 18.7 0.8
W/cm2/nm and 30.1 5.5 W/cm2/nm in the LED system.
No phototherapy failure was observed during treatment in either group and phototherapy was
effective in decreasing bilirubin levels in both groups, but the response was greater to the LED
(P= 0.002). Although TSB level at the initiation of phototherapy in Group II was higher than that
in Group I, duration of phototherapy was similar in the groups (P > 0.05). TSB level at the
initiation of phototherapy in Group I was lower than that in Group II, while it was higher in
Group I than in Group II at the termination of phototherapy [at the initiation and 222.7 22.1
mol/l (13.1 1.3 mg/dl) and 207.4 27.2 (12.1 1.6 mg/dl) mol/l at the termination,
respectively] (P = 0.002). However, there was no significant difference in rebound TSB levels
between the 2 groups. A decrease in bilirubin concentration occurred in all infants but was
especially marked in the infants exposed to LED (Figure); by the discontinuous of phototherapy
the bilirubin concentration in Group II had decreased to below the bilirubin concentration of
Group I [71.4 mol/l/24 h (4.2 mg/dl/24 h), 118.32 mol/l/24 h (6.9 mg/dl/24 h), respectively] (P
< 0.05). After the termination of the phototherapy, 4 newborns in the conventional phototherapy
group and 6 newborns in the LED group had increased rebound bilirubin values 256 mol/l (15
mg/dl). This difference was not statistically significant but the response was greater in the LED
group (P > 0.05).
The infants tolerated the blue light well and no behavioral difference was observed between the
infants exposed to white or blue light. Feeding was well tolerated and no vomiting or irritability
was observed in either group.
Discussion In this study of 123 infants LED was more effective than DSCP in the treatment of
nonhemolytic hyperbilirubinemia. This occurred despite lower initial bilirubin levels in the
DSCP group. Moreover, rebound bilirubin levels were similar in the 2 groups. There is no
previously reported study that has specifically compared LED phototherapy and DSCP in the
clinical setting. The DSCP system used in our study was similar to the one used by Sarici et al.
(6). They used a combination of fiberoptic phototherapy plus conventional phototherapy with a
special blue light that was found to be more effective in reducing serum bilirubin levels than
single conventional phototherapy. Tan et al. found DSCP very efficacious in preterm babies, and
claimed that this resulted from the skin properties of preterm babies (7). Tan et al. also

demonstrated that the maximum average spectral irradiance level required to eliminate bilirubin
effectively by reaching a saturation point occurs at doses of 40 W/cm2/nm or higher (8).
Although the total average spectral irradiance of LED
340
URA, N et al. Intensive and conventional phototherapy in jaundiced newborns Turk J Med Sci
20
initial 4 h terminal
10
TSB levels (mg/dl)
Total serum bilirubin levels under double conventional and intensive phototherapies
Light emitting diode phototherapy
Double conventional
Figure.Total serum bilirubin levels under double conventional and intensive phototherapies.
was 30 W/cm2/nm in our LED group, which was below the reported level, we obtained a
satisfactory and safe bilirubin reduction in the given time period. Although DSCP was applied to
a wider surface area, LED was more effective. The greater efficacy of phototherapy in this group
was due to increases in average spectral irradiance. As the average spectral power increased
consequently, it must have provided effective bilirubin elimination by causing much more
lumirubin production (9). More rebound was observed after LED, resulting in a need for rephototherapy that was about 5 times more frequent than that in the daylight group (8). This
phenomenon is probably due to the duration of LED being significantly shorter, with cessation of
phototherapy occurring at a period when the rate of bilirubin accumulation was still appreciable;
a level still capable of reducing the efficacy of standard daylight phototherapy ensured cessation
at a later stage when the rate of bilirubin accumulation was probably already declining; hence the
lower rebound and need for a second exposure. Our study showed that the post-phototherapy

rebound was also mild in LED; repeat treatment for those few needing a second exposure was
equally effective compared with the conventional phototherapy.
In our clinic we often prefer LED for those with rapidly increasing or more severe jaundice and
standard phototherapy for the more usual standard cases. Therefore there was a significant
difference between initial TSB levels. There was no phototherapy failure in this study. This may
be due to the non-hemolytic nature of the hyperbilirubinemia of our patients and the greater
efficacy of LED lamps in this study (1,10). We observed no acute and severe side-effects, or
complications with LED. This was in agreement with the study reported by Granati et al. (11).
They investigated whether high-dose phototherapy given to newborns during the neonatal period
would cause any long-term negative effects on visual functions, hearing, growth, and
neurological developments of patients at 6 year of age, and reported no difference between the
patients receiving high-dose phototherapy and the control group receiving no phototherapy (11).
In conclusion, light emitting diode phototherapy should be considered for infants with especially
severe hyperbilirubinemia. This should also be the case for those infants not responding to
conventional phototherapy lamps.

Standart Operational Procedur (SOP)FOTOTERAPI PADA BAYI


1.PengertianPemberian terapi sinar pada bayi baru lahir dengan pajanan sinar berintensitas
tinggi dan berspektrum terlihat untuk mengurangi kadar billirubin indireks2.Tujuan Mengurangi
kadar billirubin3.Indikasi Anak dengan kadar billirubin indireks melebihi batas normal (normal
0.0!10."0 mg#dl$%.Persiapan pasiena.Pastikan identitas pasien b.&aji kondisi anak (adanya
hambatan' riayat perdarahan' )raktur$*.+aga pri,asi pasiend.+elaskan maksud dan tujuan pada
anak#keluargae.-ibatkan orang tua#pengasuh".Persiapan alata.Penutup mata b.Penutup plastik *.ampu )luorensed.o/ bayie.Alas bo/ bayi.Persiapan peraata.-akukan pengkajian umur'
prematuritas' ba*a *atatan keperaatan dan medis b.umuskan diagnosa terkait*.uat
peren*anaan tindakan (inter,ensi$d.&aji kebutuhan tenaga peraat' minta peraat lain
membantu jika perlue.u*i tangan dan siapkan alat.ara kerja1$erikan salam' perkenalkan
nama dan tanggung jaab peraat2$+elaskan prosedur' tujuan dan lamanya tindakan pada

keluarga3$erikan kesempatan keluarga untuk bertanya%$erikan petunjuk alternati)


komunikasi jika keluarga merasa tidak nyaman dengan prosedur yang dilakukan

"$+aga pri,asi pasien$u*i tangan dengan air mengalir dan keringkan tangan dengan
handuk $4iapkan bo/ dengan penutup plastik dibaahnya untuk menghindari *edera apabila
lampu pe*ah5$6angatkan ruangan bo/ dengan menyalakan lampu sehingga suhu dibaah sinar
lampu hingga suhu 25!30

7$8yalakan lampu dan pastikan semua lampu )luorense menyala10$9anti tabung lampu yang
sudah terbakar' pemakaian 2000 jam atau 3 bulan alaupun lampu masih bekerja11$Pasang
sprei putih#alas kasur pada pelbet' tempat tidur bayi atau in*ubator dan letakkan tirai putih
disekitarnya untuk memantulkan kembali sinar ke bayi sebanyak mungkin12$-etakkan bayi
dibaah sinar )ototerapi13$ahaya diberikan pada jarak 3"!"0 *m di atas bayi.1%$+ika berat
bayi diatas 2 kg' letakkan bayi telanjang1"$Tutupi mata bayi dengan penutup mata1 $:bah
posisi bayi setiap 3 jam1$Pastikan bayi juga diberi makan#minum15$:kur suhu bayi' bila lebih
dari 3." hentikan sementara

17$ek kadar billirubin setelah 12 jam20$6entikan bila selama 3 hari billirubin tidak
terukur 21$apikan

alat22$u*i

tangan5.;,aluasi

a.;,aluasi

respon

klien b.erikan

rein)or*ement positi) *.-akukan kontak untuk tindakan selanjutnyad.Akhiri pertemuan dengan


*ara yang baik 7.<okumentasi a.atat tindakan yang sudah dilakukan' tanggal dan jam
pelaksanaan

pada

*atatan

keperaatan

b.atat

pemeriksaan*.<okumentasikan e,aluasi tindakan 4=AP

respon

klien

dan

hasil

Jaundis Neonatal (penyakit kuning bayi juga


disebut demam kuning)
Submitted by zain-ys2 on Sat, 30/01/2010 - 6:14pm

Oleh DR ASMUNNI YAHYA Pakar Perunding Paediatrik


JAUNDIS NEONATAL atau penyakit kuning bayi (juga disebut demam kuning) adalah perkara yang biasa terjadi di
kalangan bayi pada minggu pertama kelahiran.
Lebih kurang 60 peratus bayi matang (lahir selepas genap 37 minggu kehamilan) dan 80 peratus bayi pramatang
mengalami masalah ini. Jaundis pada bayi terjadi disebabkan pemendapan pigmen bilirubin di dalam tisu,
menyebabkan kulit dan mata putih bayi kelihatan kuning.
Pada keadaan biasa, ada sedikit kuantiti bilirubin di dalam darah, tetapi apabila kuantiti bilirubin ini melebihi satu
tahap (akibat sebab tertentu) pemendapan bilirubin ke tisu badan dan kulit akan berlaku.
Penyakit kuning bayi boleh dibahagikan kepada dua jenis, iaitu penyakit kuning berkonjugat dan kuning tak
berkonjugat.
Bilirubin tak berkonjugat adalah antara produk akhir yang terhasil melalui pemecahan sel darah merah yang tamat
tempoh hayatnya. Bilirubin tak berkonjugat seterusnya akan diproses kepada bilirubin berkonjugat di hati dan
kemudian akan disingkirkan dari badan melalui najis.
Bayi baru lahir mempunyai jumlah sel darah merah yang banyak. Tambahan pula, hati bayi baru lahir belum matang
dan tidak dapat memproses bilirubin sepenuhnya, menyebabkan paras bilirubin di dalam darah meningkat dan
seterusnya pemendapan berlaku di dalam kulit yang menyebabkan kekuningan.
Penyakit kuning tak berkonjugat
Sebilangan bayi sihat mengalami masalah kekuningan pada hari kedua dan menjadi nyata menjelang hari ketiga dan
keempat selepas kelahiran.
Fenomena ini adalah masalah fisiologi tubuh badan bayi dan kuning ini dipanggil jaundis fisiologikal.

Masalah jaundis fisiologikal tidak berlaku dalam masa 24 jam pertama kelahiran dan tidak melebihi jangka masa
dua minggu dalam bayi matang atau tiga minggu dalam bayi pramatang. Tahap bilirubin dalam darah juga tidak
tinggi (iaitu kurang dari 250 mmol/L atau 12 mg/dL).
Beberapa punca boleh menyebabkan peningkatan paras bilirubin dalam tisu, antaranya:

Penyakit kekurangan enzim G6PD di dalam darah.

Ketidaksesuaian kumpulan darah antara ibu dan bayi - iaitu faktor rhesus atau ABO

Terlalu banyak sel darah merah (polycythemia)

Masalah kecederaan ketika lahir. Bayi yang lahir melalui kaedah vakum atau forsep mungkin mengalami masalah
pendarahan di bawah bahagian kepala, sama ada di bawah selaput yang menutupi tulang tengkorak
(cephalhaematoma) atau di bawah tisu lembut kepala (pendarahan subaponeurosis)
Semua masalah di atas akan menyebabkan pemecahan sel darah merah dan seterusnya jaundis. Penyakit kuning tak
berkonjugat juga boleh berlaku kerana keadaan luar biasa seperti hypothyroidism, jangkitan kuman, ibu menyusu
yang memakan jamu atau ubat tradisional tertentu, anak yang tidak menyusu secukupnya dan breast milk
jaundice.
Breast milk jaundice boleh terjadi disebabkan kandungan susu ibu yang luar biasa dan mungkin
mengandungi komponen beta glukoronidase yang boleh merencatkan pemprosesan bilirubin tak berkonjugat
kepada berkonjugat.
Penyakit kuning berkonjugat
Antara punca paling penting menyebabkan penyakit kuning berkonjugat adalah masalah biliary atresia, di mana
saluran hempedu tidak normal dan tersekat.
Ini menyebabkan paras bilirubin berkonjugat meningkat di dalam darah. Tambahan pula, bilirubin berkonjugat yang
terhasil tidak dapat disingkirkan melalui najis, seterusnya menyebabkan najis bayi kelihatan pucat keputihan dan air
kencing berwarna gelap. Penyakit biliary atresia memerlukan rawatan pembedahan.
Kesan-kesan jaundis
Apabila tahap bilirubin tak berkonjugat tinggi, ia boleh melepasi lapisan darah-otak (blood brain barrier) dan
termendap di sel-sel otak. Jika jaundis tidak dirawat, bayi boleh mengalami masalah pendengaran atau lebih teruk
lagi masalah terencat akal (kernicterus).
Rawatan jaundis
Jika bayi anda kelihatan kuning, jumpalah doktor untuk pemeriksaan. Pemeriksaan darah akan dilakukan untuk
menilai paras bilirubin di dalam darah. Berdasarkan keadaan bayi dan pemeriksaan darah, doktor kanak-kanak anda
akan menilai sama ada rawatan susulan diperlukan.

Rawatan yang biasa dilakukan untuk bayi


jaundis adalah rawatan fototerapi.
Fototerapi adalah rawatan cahaya biru
yang boleh menukar struktur bilirubin tak
berkonjugat kepada lumirubin, di mana ia
senang dikumuhkan di hati dan
disingkirkan melalui najis.
Fototerapi perlu dilakukan berterusan;
bayi didedahkan kepada cahaya biru ini
tanpa pakaian dan mata bayi akan ditutup
dengan penutup mata khas.
Rawatan fototerapi ini akan dihentikan
apabila tahap bilirubin darah menurun ke
tahap selamat. Rawatan fototerapi boleh
dilakukan di hospital atau jika paras
bilirubin tidak terlalu tinggi melalui home phototherapy; di rumah anda.
Rawatan penukaran darah akan dilakukan apabila paras bilirubin tak berkonjugat dalam darah terlampau tinggi, iaitu
melebihi 340mmol/L, walaupun setelah diberi rawatan fototerapi.
Jika anak anda sudah menerima rawatan fototerapi, pemeriksaan susulan perlu diadakan untuk memastikan tahap
bilirubin tidak melambung semula.
Berbincanglah dengan doktor anda sama ada rawatan fototerapi masih diperlukan.
Bayi yang mempunyai paras bilirubin terlampau tinggi atau menerima rawatan penukaran darah perlu mendapat
pemeriksaan susulan untuk pemeriksaan perkembangan dan ujian pendengaran

Anda mungkin juga menyukai