Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KEPANITERAAN RADIOLOGI

ANALISIS BITEMARK

Disusun Oleh:
Dewinta Lastri Ningrum
10/297193/KG/8633
Dessy Pratiwi Saputry
10/298811/KG/8651
Indria Kusuma Wardhani
10/298974/KG/8665
Khasanah Lusi Daniati
10/299317/KG/8692
Gilang Jati Pamungkas
11/311746/KG/8812

BAGIAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016

BAB I
LATAR BELAKANG
Kedokteran

gigi

forensik

merupakan

bagian

dari

ilmu

kedokteran

forensik.Definisi dari ilmu kedokteran gigi forensik adalah ilmu yang mempelajari
dan mengevaluasi barang bukti yang berasal dari gigi geligi dalam membantu proses
penyidikan dalam bidang hukum untuk kepentingan keadilan. Saat ini kedokteran gigi
forensik termasuk dalam bagian forensik (Mahajan dkk., 2012).Kedokteran Gigi
forensik adalah ilmu yang mencakup tiga profesi yaitu Kedokteran Gigi, Ilmu
Forensik dan Profesi Hukum. Dokter gigi dalam kedokteran gigi forensik bertanggung
jawab untuk memberikan kesaksian yang dapat memiliki konsekuensi pada individu
terutama berlaku ketika bukti Bitemark adalah satu-satunya bukti fisik(Hemalatha
dkk., 2014).Istilah Bitemarkdidefinisikan sebagai pola luka pada kulit atau pada
permukaan lainnya yang disebabkan oleh gigitan manusia atau hewan dengan
kekuatan minimum. Menurut ABFO, Bitemark (bekas gigitan) muncul karena terdapat
perubahan fisik pada media yang disebabkan oleh kontak gigi geligi dan sebuah pola
representatif dengan struktur gigi geligi manusia atau hewan yang tertinggal pada
objek atau jaringan (Rai dan Kaur, 2013).Jejak Bitemarkdapat di temukan pada kulit,
permen karet, pensil, pena dan juga dapat ditemukan pada alat musik, rokok, cerutu,
bahan makanan seperti keju, buah, kentang, dan cokelat dll (Kaur dkk, 2013).
Analisis Bitemarkmerupakan salah satu metode yang digunakan dalam
kedokteran gigi forensik. Analisis Bitemark merupakan suatu teknik identifikasi yang
menggunakan cetakan pola sebagai hasil kontak suatu obyek atau gigitan (Verma
dkk., 2013).Analisis Bitemark didasarkan pada prinsip bahwa gigi dari setiap individu
tidak mungin sama dengan gigi individu lainnya. Bitemark dapat digunakan sebagai
alternatif apabila analisis sidik jari tangan dan DNA tidak memungkinkan untuk
dilakukan (Mahajan dkk., 2012).Teknik dasar untuk pemeriksaanBitemarkdidasarkan
pada interpretasi buktifotografi Bitemark dibandingkan dengan model dari gigi
tersangka. Kualitas dan ketepatan Bitemarktergantung pada banyak faktor, yang
meliputi perubahan oleh waktu, lokasi ditemukannya Bitemark, kerusakan pada
jaringan lunak, kemiripan gigi antar individu, serta kualitas hasil fotografi, cetakan,
dan pengukuran. Jika hasil analisis Bitemarkbenar dan sesuai dengan model gigi yang
ada, maka hal itu dapat menjadi tanda bukti keterlibatan seseorang dalam kasus (Kaur
dkk, 2013).

I.

Klasifikasi Bitemark
Bitemarksecara luas diklasifikasikan sebagai Bitemarknon-manusia (bekas
gigitan hewan) dan Bitemark yang ditimbulkan oleh manusia. Berdasarkan cara
penyebab, Bitemark dapat menjadi non-kriminal (seperti love bites); dan kriminal
yang dapat diklasifikasikan menjadi Bitemark ofensif (pada korban oleh
penyerang) dan Bitemarkdefensif (pada penyerang oleh korban) (Kaur dkk.,
2013).
Menurut Shamim dkk. (2006) terdapat tujuh jenis Bitemark: 1. Hemoragi (spot
perdarahan kecil), 2. Abrasi (tanda pada kulit), 3. Memar (pecah pembuluh darah),
4.Laserasi (dekat tusuk kulit), 5. Insisi (luka rapi tertusuk atau robek kulit), 6.
Avulsion (pengangkatan kulit), dan 7. Artefact (digigit oleh sepotong tubuh).
Selanjutnya menurut Kaur dkk. (2013) dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat
kejelasan dari Bitemark, yaitu:
1.
Clearly defined atau jelas terdefinisi, dihasilkan dari aplikasi
2.

tekanan yang signifikan.


Obviously defined atau nyata terdefinisi, efek dari derajat tekanan

3.
4.

pertama.
Quite noticeable atau cukup dikenali, tekanan kekerasan.
Lacerated, ketika kulit ditekan secara keras dari tubuh

Menurut Kaur dkk. (2013) klasifikasi Bitemark pada aplikasi praktik dibedakan
menjadi 4 kelas, yaitu:
a. Kelas I, termasuk kelas ini adalah bekas gigitan difus yang memiliki
karateristik kelas terbatas dan sedikit karakteristik individual seperti
memar, smocking ring, bekas gigitan yang samar ataupun difus.
b. Kelas II, pola bekas gigitan sebagai lengkung tunggal atau bekas gigitan
parsial yang memiliki beberapa karakteristik kelas dan individual.
c. Kelas III, bekas gigitan kelas ini memiliki nilai bukti yang tinggi dan
kebanyakan sebagai pemmbanding. Area utama gigitan adalah pundak,
lengan bagian atas, bokong, dan dada. Tekanan dan penetrasi ke dalam
jaringan secara dalam dilakukan untuk mencetak permukaan lingual gigi
geligi anterior.
d. Kelas IV, terutama avulsi atau laserasi jaringan yang disebabkan oleh
gigitan. Pada kelas ini, karakteristik kelas dan individual tidak tampak.
Klasifikasi Bitemark kelas 4 biasanya ditemukan ketika terdapat avulsi
telinga atau jari.
Sedangkan menurut Lukman (2006) Pola gigitan manusia terdiri atas 6
klasifikasi, yaitu:

1. Kelas I

: pola gigitan terdapat jarak dari gigi insisivus dan kaninus;

2. Kelas II

: pola gigitan seperti Kelas I, tetapi tampak pola gigitan cusp

bukal maupun cups palatal/lingual, namun derajat pola gigitannya masih


sedikit;
3. Kelas III : derajat luka lebih parah dan lebih dalam dari Kelas II,
permukaan gigit gigi insisivus telah menyatu;
4. Kelas IV: terdapat luka pada kulit dan otot di bawah kulit yang sedikit
terlepas sehingga pola gigitannya iregular;
5. Kelas V

: pola gigitan gigi-geligi insisivus, kaninus, dan premolar

menyatu, baik pada rahang atas maupun bawah;


6. Kelas VI: luka terjadi atas gigitan dari seluruh gigi-geligi rahang atas dan
bawah serta jaringan otot terlepas sesuai dengan kekerasan oklusi dan
pembukaan mulut.

Pola gigitan Kelas I

Pola gigitan Kelas II

Pola gigitan Kelas IV Pola gigitan Kelas V

Pola gigitan Kelas III

Pola gigitan Kelas VI

Gambar 1. Pola gigitan manusia


Karakteristik Bitemarks menurut American Board of Forensic Odontology
(ABFO), adalah fitur atau pola yang membedakan Bitemark dari cedera bermotif
lainnya. Ini membantu untuk mengidentifikasi dari mana tanda gigitan berasal. Saat

mengevaluasi Bitemark, langkah pertama adalah mengkonfirmasi karakteristik kelas


yang menggit. Dalam Bitemark, gigi depan yang meliputi pusat gigi seri, gigi
insisivus lateral dan sentralis adalah penggigit utama sesuai dengan karakterstik kelas
Bitemark. Setiap jenis gigi pada gigi-giligi manusia memiliki karakteristik kelas yang
membedakan satu jenis gigi dan lainnya. Dengan demikian, dua gigi insisivus tengah
mandibular dan dua gigi insisivus lateral rahang bawah hampir seragam lebar,
sementara untuk cups gigi mandibular yang berbentuk kerucut dapat membantu dalam
menentukan jika tanda Bitemark berasal dari gigi rahang atas atau gigi rahang bawah.
Sesuai dengan karakteristik gigitan mark, rahang atas yang insisivus sentral dan gigi
insisivus lateral membuat tanda persegi panjang yang setara lebih luas daripada lateral
dan cups menghasilkan bulat atau tanda oval. Pusat mandibular gigi seri dan gigi
insisivus lateral juga memproduksi tanda persegi panjang tetapi hampir sama lebar
dengan gigi seri pada maksila, sedangkan cups mengahasilkan tanda bulat atau oval
(Chairani, 2008).
Pola gigi, fitur, atau ciri-ciri dapat dilihat pada beberapa individu dan tidak
pada orang lain seperti rotasi, versi bukal atau lingual, dan mesial atau distal drifting
gigi karakteristik dll. Gigi setiap individu yang satu berbeda dari yang lain, posisi
gigi, dan bentuk dari lengkung gigi. Perbedaan gigi individu dapat dibentuk oleh
berbagai cedera fisik dan kimia yang mempengaruhi gigi selama bertahun-tahun
seperti gesekan abrasi, erosi. Gigi juga dapat dipengaruhi oleh karies karena
kebersihan mulut yang buruk, dan ada mungkin restorasi gigi karies. Gigi mengalami
cedara olahraga, cedera kimia, serangan biologis, kecelakaan kendraan bermotor,
kecelakaan tempat kerja. Setelah kerusakan tersebut telah terjadi, gigi sering
membutuhkan restorasi. Restorasi ini atau cedera sendiri menghasilkan fitur khas dan
unik dalam gigi. Karakteristik individu gigitan mengkin akan terpengaruh dengan
jenis, jumlah dan kekhasan gigi, oklusi, fungsi otot, pergerakan gigi individu dan TMJ
(Temporo Mandibular Join) (Lessig, 2006; Kaut et all, 2013).

II.

Analisis Bitemark :
i. Menentukan Umur
Analisis Bitemark untuk menentukan umur dapat digunakan bantuan dari

radiologaf dan model gigi. Penggunaan radiograf digunakan untuk observasi

pertumbuhan morfologi gigi geligi dalam berbagai tahap. Selain itu, determinasi usia
dapat menunjukkan derajat pembentukan akar dan mahkota gigi, tahapan erupsi gigi,
dan campuran antara gigi desidui dan permanen (Avon, 2004). Bitemark pada anakanak biasanya menunjukkan jarak intercanina <30 mm sedangkan jarak diatas 30 mm
merupakan Bitemark orang dewasa. Beberapa studi menunjukan bahwa jarak
intercanina pada anak usia 3-6 tahun adalah berkisar sekitar 28-29 mm dan kira-kira
lebih kecil 4.4mm dari orang dewasa. Pada orang dewasa lebar lengkung kira-kira
sekitar 21,3-41 mm (Stavrianis, 2011). Rumus gigi geligi dewasa mempunyai
perbedaan dengan anak-anak yaitu adanya gigi premolar atas dan bawah, serta adanya
gigi molar ketiga. Bitemark anak-anak berusia dibawah enam tahun mempunyai ciri
lengkung kecil yang lebih membulat, gigi yang lebih kecil (gigi insisivus sentral
sekitar 6.5mm, insisivus lateral sekitar 5,3mm, insisivus mandibula 4 4,5mm), dan
jarak antar gigi yang lebih besar. Pada anak usia 7-11 tahun, Bitemark biasanya
memiliki gigitan bercampur antara gigi insisivus yang lebih besar (permanen) dengan
gigi posterior yang lebih kecil (desidui) (Sorin dkk, 2008).
ii.

Ras

Secara tradisional ras manusia oleh para pakar dibedakan atas tiga ras utama yaitu:
(1) ras Kaukasoid; (2) ras Mongoloid dan (3) ras Negroid. Namun setelah diteliti lebih
lanjut ternyata pembagian ras manusia bisa lebih rinci lagi menjadi ras Khoisan, ras
Australoid, ras Kaukasoid, ras Mongoloid dan ras Negroid.
a. Ras Kaukasoid
Gigi-geligi ras Kaukasoid mempunyai ciri lengkung rahang sempit dan
berbentuk paraboloid, gigi-geligi sering crowded, permukaan lingual gigi insisive
permanen pertama dan kedua rahang atas(12, 11, 21, 22) rata(Lukman, 2006), gigi
molar permanen rahang pertama bawah (36, 46) lebih panjang dan bentuk lebih
tapered, mesio-distal gigi premolar permanen kedua rahang atas (15, 25) lebih
besar dari buko-palatal dan sering dijumpai adanya tonjol carabelli (70-90%) di
sisi palatal dari tonjol mesiopalatal gigi molar permanen pertama rahang atas
(Lukman, 2006).
b. Ras Mongoloid
Gigi-geligi ras Mongoloid mempunyai ciri lengkung gigi berbentuk elipsoid,
gigi insisive rahang atas (11, 12, 21, 22) mempunyai perkembangan penuh pada

permukaan palatal bahkan lingual sehingga shovel shaped incisor, cingulumnya


dominan (Lukman, 2006). Bentuk gigi molar lebih dominan segiempat dan
mempunyai fissur-fissur. Prevalensi tonjol carabelli yang rendah (Mavrodisz et al,
2007).
c. Ras Negroid
Gigi-geligi ras Negroid mempunyai ciri rahang yang cendrung bimaxillary
protrusion, lengkung gigi berbentuk U, gigi insisive rahang atas tidak terdapat
cingulum hanya lekuk sedikit saja, premolar permanen pertama rahang bawah (14,
24) terdapat dua atau tiga tonjol, akar premolar rahang atas (14, 15, 24, 25)
terdapat tiga akar (trifurkasi), gigi molar ke empat sering (banyak) ditemukan,
bentuk gigi molar pertama segiempat dan mempunyai fissur seperti sarang labalaba (Lukman, 2006).
Selain ketiga ras utama tadi, ada yang dipisahkan menjadi dua ras yang lain,
yaitu ras Khoisan dan ras Australoid (Iztok et all, 2006). Ras Khoisan (orang
Bushmen, Hottentot), ras yang tergolong khusus ini memperlihatkan lengkung
rahang berbentuk U yang sangat nyata dengan gigi insisive kecil-kecil. Sedangkan
ras Australoid (suku aborigin dan suku-suku di kepulauan kecil Pasifik) yang
hidup di Asia Tenggara, Pasifik dan Australia, memperlihatkan lengkung rahang
berbentuk paraboloid yang lebar dengan gigi insisive yang besar-besar (Lukman,
2006).
d. Ras Indonesia
Ras Indonesia dibagi menjadi dua kelompok yaitu ras Melayu Proto (Batak,
Nias, Talak Mamak, Kubu, Mentawai, Enggano di pulau Sumatera dan sekitarnya,
Dayak di Kalimantan, Toraja di Sulawesi, Badui dan Tengger di Pulau Jawa)dan
ras Melayu Deutro (Aceh, Melayu, Minang Kabau, Minahasa, Bugis, Makasar,
Sasak, Bali, Jawa) (Daldjoeni N, 1991; Anonymous, 2007). Bentuk kepala dari
kelompok Proto Melayu yaitu dolichocephali (kepala panjang) sedangkan
kelompok Deutro Melayu kepala berbentuk bracycephali (kepala pendek)
(Daldjoeni N, 1991).
Menurut Karmakar (2007), perbedaan bekas gigitan (Bitemark) berdasarkan ras
yaitu:
e. Ras primitive, memiliki ukuran yang besar dari gigi molar pertama sampai
ketiga.
f. Mongoloid, gigi incisivus sentral pada umumnya berbentuk sekop.
g. Ras Cina, Eskimo, Indian, Mongol, Amerika, pada gigi premolar pertama
rahang bawah memiliki dua sampai tiga tonjol lingual.

h. Kulit putih, tonjol buko lingual premolar lebih kecil dibandingkan tonjol
mesiodistal.
iii.

Jenis kelamin

Perbedaan bekas gigitan (bitemark) pada pria dan wanita menurut Karmakar (2007)
yaitu :
a. Pria, gigi incisivus centralis dan lateral rahang atas memiliki ukuran yang
relatif sama.
b. Wanita, gigi insisivus centralis dan lateral memiliki ukuran yang bervariasi,
gigi caninus memiliki ukuran lebih kecil dan relatif lebih tajam, molar pertama
rahang bawah memiliki empat tonjol.
III.

Karakteristik Bitemark
American Board of Forensic Odontology (ABFO) menyebutkan bahwa
karakteristik Bitemark adalah ciri, sifat dan pola yang membedakan Bitemark.
Karakteristik Bitemark terdiri dari karakteristik kasar, kelas dan individual
(Holtkotter, 2012).
1. Karakteristik Kasar (gross)
Karakteristik kasar digunakan untuk mengidentifikasi secara umum asal dari
alat, instrumen atau objek yang memberikan gambaran sifat, karakter dan ciri
secara umum. Satu atau dua luka semi-sirkuler dikelilingi oleh area insisi atau
memar dengan ekimosis menunjukkan karakteristik kasar. Diameter luka
biasanya antara 25-40 mm. Ketika Bitemark diperiksa dan dinilai, perhatian
tertuju pada kontinuitas lengkung rahang, tanda-tanda gigi hilang, malrelasi
atau malposisi, dan spacing pada Bitemark. Namun, diketahui bahwa alatalat, seperti perhiasan, palu, mainan anak, monitor elektroradiograf dapat
menghasilkan bentuk sirkuler yang serupa dengan karakteristik kasar
Bitemark (Bush, 2010).
2. Karakteristik Kelas
Pada Bitemark, gigi depan termasuk insisivus sentralis, insisivus lateral dan
kaninus merupakan gigi-geligi gigit pertama dalam karakteristik kelas gigi.
Setiap tipe gigi manusia memiliki karakteristik kelas yang membedakan tipe
satu gigi dengan yang lain. Dua gigi insisivus sentral mandibula dan dua gigi
insisivus lateral mandibula hampir memiliki kesamaan bentuk dan ukuran
sementara gigi kaninus berbentuk konus.Karakteristik Bitemark membantu
menentukan apakah gigitan berasal dari gigi-geligi maksila atau gigi-geligi

mandibula. Berdasarkan karakteristik Bitemark, insisivus sentral dan lateral


maksila membentuk gigitan rektanguler dimana gigi sentral lebih lebar
dibanding lateral dan kaninus memberikan bentuk bulat atau oval. Insisivus
sentral dan lateral mandibula juga membentuk pola rektanguler, dimana lebar
gigi sentral dan lateral hampir sama dan kaninus membentuk bulat atau oval
(Kaur dkk, 2013).
3. Karakteristik Individual
Karakteristik individual merupakan penyimpangan dari karakteristik kelas
standar. Karakteristik individual menggambarkan variasi individual yang
memberikan tanda spesifik. Pola dental pada beberapa orang dan tidak sama
dengan yang lain seperti rotasi, bukal atau lingual versi, drifting distal atau
mesial gigi, dan lain-lain. Gigi geligi tiap individu dibedakan dari yang lain
berdasarkan ukuran, posisi dalam lengkung rahang serta bentuknya.
Perbedaan individu ini dapat terjadi akibat berbagai macam trauma fisik
maupun kimia berkepanjangan yang berefek pada gigi seperti atrisi, erosi
akibat karies disebabkan buruknya status oral hygiene, dan restorasi pada gigi
yang mengalami karies. Gigi-geligi yang mengalami trauma seperti adanya
jejas olahraga, jejas kimia, jejas biologis, kecelakaan kendaraan bermotor,
kecelakaan di tempat kerja, dan karies. Setelah terpapar trauma tersebut, gigi
membutuhkan restorasi. Restorasi tersebut yang meberikan perbedaan dan
keunikan gigi. Karakteristik individual Bitemark dipengaruhi oleh tipe,
jumlah, dan peculiarities gigi, oklusi, fungsi otot, pergerakan gigi individual,
disfungsi TMJ pada perpetrator. Bitemark pada kulit manusia (Kaur dkk,
2013).
Selain karakteristik diatas, terdapat perbedaan karakteristik antara gigitan
manusia dengan gigitan hewan. Menurut Sopher pada tahun 1976 bahwa Bitemark,
baik Bitemarkyang ditimbulkan oleh hewan berbeda dengan manusia oleh karena
perbedaan morfologi dan anatomi gigi geligi serta bentuk rahangnya.
Menurut Curran dan kawan-kawan pada tahun 1680 bahwa Bitemarkpada
hewan buas yang dominan membuat luka adalah gigi caninus atau taring yang
berbentuk kerucut. Menurut Levine pada tahun 1976 bahwa Bitemarkbaik pola
permukaan kunyah maupun permukaan hasil gigitan yang mengakibatkan putusnya
jaringan kulit, dan dibawahnya baik pada jaringan tubuh manusia maupun pada buahbuahan tertentu misalnya buah apel dapat ditemukan baik korban hidup maupun yang

sudah meninggal.Gigitan dari hewan jarang menjadi objek dari identifikasi Bitemark.
Gigi hewan meninggalkan motif cedera yang berbeda dengan Bitemarkoleh gigi
manusia. Hal ini berlaku pada anjing, yang merupakan penyebab dominan dalam
gigitan manusia. Anjing menggigit manusia delapan kali lebih sering daripada
manusia yang saling menggigit. Namun gigitan tersebut mungkin perlu di analisis
untuk membedakan apa spesies hewan yang telah penyerang.
Bitemarkhewan umumnya terjadi sebagai akibat dari penyerangan hewan
peliharaan kepada korban yang tidak disukai dari hewan tersebut. Apabila korban
hidup mengalami kejadian yang tersebut di atas biasanya tanpa instruksi dari
pemeliharanya. Bila instruksi dari pemeliharaanya maka hal ini sering terjadi pada
hewan khususnya anjing yang berjenis herder atau doberman yang memang special
dipelihara pawang anjing dijajaran kepoisian, khususnya untuk menangkap pelaku
atau tersangka.
a. BitemarkAnjing
Bitemarkanjing biasanya terjadi pada serangan atas perintah pawangnya atau induk
semangnya. Hal ini terjadi pada jajaran kepolisian demi mengejar pelaku atau
tersangka, dan selalu Bitemarkterjadi pada hewan buas lainnya antara lain harimau,
singa, kucing, serigala.
b. BitemarkHewan Pesisir Pantai
Bitemarkini terjadi apabila korban meninggal ditepi pantai atau korban meninggal
dibuang di pesisir pantai sehingga dalam beberapa hari atau beberapa minggu korban
tersebut digerogoti oleh hewan laut, antara lain kerang, tiram.
c. BitemarkHewan Peliharaan
Bitemarkini terjadi sebagai akibat dari tidak adanya makanan yang dikonsumsi oleh
hewan peliharaan dalam beberapa waktu yang agak lama sehingga sangatlah lapar
sedangkan pemeliharanya sangat sayang akan hewan peliharaannya sehingga ia siap
mengorbankan tubuhnya jadi santapan hewan tersebut.
IV. Metode Analisis Bitemark
1. Mengumpulkan Semua Bukti-Bukti Bitemark
Dua aspek forensik yang penting dalam identifikasi Bitemarkadalah lokasi
anatomi dan kerasnya gigitan yang dilakukan. Pengaruh lain agar jejas
mampu dinilai adalah kualitas dari bukti yang terkumpul. Bukti

Bitemarkterkumpul dari korban dan orang yang dicurigai atau tersangka


(Bhargava dkk.,2012).
2. Mengumpulkan Bukti-Bukti Bitemarkdari Bekas Gigitan pada Korban.
Beberapa informasi penting yang harus dicatat baik pada korban yang
masih hidup atau yang telah meninggal adalah:
Demografik.Nama, umur, jenis kelamin, ras, nomor kasus, tanggal

pengujian dan nama penguji harus dicatat.


Lokasi Bitemark. Jelaskan lokasi anatomi, tunjukkan bentuk
permukaan gigitan (datar, membulat, atau tidak teratur) dan keadaan
bentuk permukaannya. Jelaskan pula keadaan jaringan tulang,

kartilago, otot atau lemak yang mendasari pada Bitemark.


Keadaan bentuk Bitemark. Jelaskan apakah bentuk gigitan tersebut

bulat, oval, atau tidak teratur.


Warna dan ukuran gigitan. Baik dimensi vertical atau horizontal

harus tercatat pada metric system(Gambar 2).


Jenis jejas.Bitemarkyang ditemukan bisa berbentuk petechial
haemorrhage, memar, abrasi, laserasi, insisi, avulsi, artefak, dan lainlain (Bhargava dkk.,2012).

Gambar 2. Contoh dimensi vertikal dan horizontal Bitemark yang


tercatat pada metric sysitem
3. Tahap-Tahap dalam Pemeriksaan Korban
Bukti terpenting dari Bitemarkpada korban adalah fotografi. Foto-foto
mengenai jejas pada korban harus segera didokumentasikan. Pengambilan
foto harus mencakup:
a. Dengan dan tanpa skala ABFO no 2 (Gambar 3),
b. Foto berwarna dan hitam putih,
c. Foto dengan flash dan tanpa flash,
d. Foto seluruh badan yang menunjukkan lokasi Bitemark,
e. Foto close up dengan skala 1:1,
f. Foto UV jika Bitemark memudar,

g.

Jika gigitan terletak pada bagian tubuh bergerak, maka posisi tubuh spesifik
juga didokumentasikan (Bhargava dkk.,2012).
Gambar 3. Skala ABFO no. 2

Seluruh foto yang didokumentasikan diambil pada sudut 90 dari lokasi


injuri, dan direkomendasikan untuk diambil sesegera mungkin dengan
jangka waktu interval 24 jam. Pencahayaan saat pengambilan foto diatur
pada sudut sebaik mungkin agar foto memiliki hasil yang maksimal.
Secara umum metode foto merupakan cara teraman dalam dokumentasi
Bitemark.

Penggunaan

fotografi

stereoskopik

dianjurkan

untuk

mendapatkan detail yang lebih baik, penggunaan metode UV dan


inframerah mungkin diperlukan pada kasus tertentu untuk mendapatkan
detail yang mungkin tidak nampak secara jelas pada foto normal
(Bhargava dkk.,2012).
4. Pencetakan pada Area Gigitan.
Pencetakan gigitan dilakukan apabila bekas Bitemarktelah terpenetrasi ke
dalam kulit. Bahan yang biasanya digunakan adalah bahan berbasis karet
atau bahan berbasis silikon. Ada 2 metode pencetakan gigitan yang dapat
dilakukan:
Metode I: Tuangkan bahan cetak hingga menutupi area gigitan.

Letakan ayakan kawat dan tambahkan bahan cetak diatasnya.


Metode II: Buat sebuah nampan khusus yang dibuat menggunakan
kuring dingin sampai dengan batas bagian Bitemark, kemudian

cetakan dibuat dengan nampan tersebut (Bhargava dkk.,2012).


5. Mengumpulkan Bukti-Bukti Bitemarkdari Tersangka.
Pengumpulan bukti-bukti dari tersangka juga dimulai lagi dengan
dokumentasi foto-foto. Pengambilan foto harus termasuk:
Pengambilan foto seluruh wajah,
Foto close-up gigi dengan posisi oklusi normal dan posisi gigitan

edge-to-edge,
Foto tersangka dengan mulut terbuka selebar mungkin,

Foto tersangka dengan tampak samping.

Setelah dilakukan pengambilan foto, pemeriksaan individual secara


lengkap harus dilakukan. Status TMJ, asimetri wajah, tonus otot,
pembukaan mulut dengan maksimal, deviasi antara pergerakan buka dan
tutup mulut harus dicatat dalam pemeriksaan ekstraoral. Pemeriksaan
intraoral yang dilakukan termasuk pergerakan lidah, status periodontal,
dan pemeriksaan gigi geligi (Bhargava dkk.,2012).
Tahap selanjutnya adalah mencetak rahang atas dan rahang bawah
tersangka. Alginat dapat digunakan untuk membuat cetakan, tetapi bahan
cetak berbahan dasar silikon atau karet lebih disukai karena keakuratan
dimensi dan dapat dituangkan beberapa kali jika dibutuhkan(Bhargava
dkk.,2012).
Tahap selanjutnya pencetakan menggunakan dental wax pada posisi oklusi
sentrik, gigitan edge-to-edgedan pada saat posisi rahang menyimpang
protusif dan lateral. Cetakan gigi pada posisi-posisi tersebut diperbanyak
dan satu pasang cetakan digunakan untuk mengatur oklusi studi model
terhadap artikulator, sedangkan satu set yang lain digunakan untuk
perbandingan pada cetakan Bitemark yang telah didapatkan (Bhargava
dkk.,2012).
6. Analisis Bitemark, Perbandingan dan Evaluasi
The American Board of Forensic Odontology membandingkan urutan
kesimpulan-kesimpulan untuk menjelaskan benar atau tidak sebuah jejas
yang didapat merupakan Bitemark. Urutan tersebut adalah:
a. Exclusion, jejas yang didapatkan bukan Bitemark.
b. Possible Bitemark, jejas menunjukkan pola yang mungkin atau tidak
mungkin disebabkan oleh gigi yang bisa disebabkan oleh faktor lain
tetapi dalam bentuk gigitan yang tidak bisa dikesampingkan.
c. Probable Bitemark, pola mengarah atau mendukung dengan kuat asal
jejas tersebut adalah dari gigi tetapi dapat juga disebabkan oleh
sesuatu yang lain.
d. Definite Bitemark, tidak ada alasan yang meragukan bahwa gigi
tersebut yang menyebabkan pola gigitan pada korban (Bhargava
dkk.,2012).
Tehnik perbandingan dalam analisis Bitemarkbisa diklasifikasikan
menjadi metode langsung dan metode tidak langsung. Pada metode

langsung, model gigi dari tersangka dapat diletakan langsung diatasfoto


Bitemarkuntuk menunjukkan titik-titik yang sesuai (Gambar 4). Metode
tidak langsung membutuhkan pembuatan permukaan oklusal dan insisal
gigi di atas lembaran trasnparan seperti mika yang kemudian diletakan di
atas skala perbandingan 1:1 terhadap foto jejas gigitan dan perbandingan
kemudian dilakukan (Bhargava dkk.,2012).
Gambar 4. Metode langsung pola analisis Bitemark

Metode Prakiraan Usia melalui Gigi


Gigi digunakaan sebagai media yang bermanfaat dalam prakiraan usia karena
berbagai keunggulannya. Gigi mengalami tahap pertumbuhan dan perkembangan,
Berbagai metode prakiraan usia melalui gigi
a. Metode Radiografis
i). Atlas asli tahap perkembangan gigi oleh Schour and Masseler.
Rentang usia 5 bulan intrauterin 35 tahun (22 diagram), gigi sulung
dan permanen regio kanan rahang atas dan rahang bawah, bagian yang
diperiksa meliputi kalsifikasi, erupsi dan resorpsi akar. Cara aplikasi dengan
membandingkan radiograf panoramik atau oblik lateral dengan atlas.
ii). Atlas kalsifikasi dan erupsi gigi geligioleh Alqahtani.
Rentang usia 28 minggu intrauterin 23 tahun (31 diagram), gigi
sulung dan permanen regio kanan rahang atas dan rahang bawah, bagian yang
diperiksa meliputi kalsifikasi, resorps akari dan erupsipsi gigi. Cara aplikasi
dengan membandingkan radiograf panoramik atau oblik lateral dengan atlas.

Gambar 1. Atlas Alqahtani


iii). Atlas kalsifikasi dan erupsi gigi geligioleh Alqahtani.
Rentang usia prenatal 25 tahun (18 diagram), gigi sulung dan
permanen regio kanan rahang atas dan rahang bawah, bagian yang diperiksa
meliputi kalsifikasi, resorps akari dan erupsipsi gigi. Cara aplikasi dengan
membandingkan radiograf panoramik atau oblik lateral dengan atlas.
b. Metode Diagram Gustafon dan Koch
Rentang usia intrauterin 16 tahun (31 diagram), gigi sulung dan permanen
regio kanan rahang atas dan rahang bawah, bagian yang diperiksa meliputi
kalsifikasi,

erupsipsi

gigi

dalam

tahap.

Cara

aplikasi

dengan

membandingkan tahap kalsifikasi gigi dari radiograf panoramik atau


periapikal dengan diagram.
c. Scoring Demirjian
Scoring Demirjian berupa delapan tahap kalsifikasi gigi pada sistem
Demirjian. Rentang usia 5-15 tahun, 7 gigi rahang bawah permanen kiri,
bagian yang diperiksa meliputi kalsifikasi, resorps akari dan erupsipsi gigi.
Cara aplikasi dengan L = Panjang gigi (L1,L2), A = Jarak antarbagian dalam
apikterbuka (A1, A2). Menentukan tahap kalsifikasi gigi dari radiograf
panoramik atau periapikal dengan gambar tahap kalsifikasi gigi yang
dikonversi menjadi skor maturitas untuk mendapatkan usia dental dari skala
horizontal atau tabel usia.

BAB II
CARA KERJA
A. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang dipergunakan:
1. Alat tulis
2. Apel hijau/ apel malang
3. Penggaris atau sliding calliper dengan skala 0,02mm
4. Model gigi rahang atas dan rahang bawah
5. Spatula dan rubber bowl
6. Kawat strimming 10 x 15 cm
7. Alginat dan dental stone
8. Plastik mika
9. Spidol transparan ukuran F
10. Glassplat
B. Tahapan Kerja
Studi analisis Bitemarkini dilakukan dengan tahap-tahap kerja sebagai
berikut :
1. Model gigi rahang atas dan rahang bawah milik semua anggota
kelompok dikumpulkan terlebih dahulu pada pembimbing.
2. Dua anggota kelompok melakukan gigitan pada apel hijau yang telah
disediakan, satu gigitan dangkal dan satu gigitan dalam.
3. Lakukan pencetakan hasil gigitan tersebut dengan alginat, perluasan
tepi area gigitan 1 cm.
4. Identifikasikan pola gigitan dan ciri-ciri gigi geligi yang terlibat pada
(selengkap-lengkapnya).
5. Lakukan penapakan (tracing) pada cetakan gigitan menggunakan
plastik transparan.
6. Bandingkan ciri-ciri yang telah diidentifikasi pada cetakan gigitan tadi
dengan model gigi rahang atas dan rahang bawah milik semua anggota
kelompok.
7. Tentukan anggota kelompok sebagai pelaku gigitan yang sesuai dengan
identifikasi yang telah dilakukan.
8. Lakukan penapakan (tracing) pada model studi orang yang dianggap
sebagai pelaku gigitan tersebut.
9. Bandingkan dengan hasil penapakan pada cetakan gigitan yang telah
dibuat dan catatlah distorsi yang diperoleh.
10. Buatlah laporan singkat tentang analisis Bitemarkyang telah dilakukan
pada loog book.

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Hasil Tracing
a.Model 1

b.

Model 2

c.

Model 3

d.

Model 4

a.
Model 5

e.

Gigitan Lengan

f. Gigitan Dangkal

g.

Gigitan Dalam

2. Analisis Model
a. Model 1
Mesiodistal gigi geligi:
Gigi
1
2
3
Malposisi:

Rahang Atas
Kanan
8,2
7,1
8,3

Kiri
8,0
6,4
8,3

Rahang Atas

Rahang Bawah
Kanan
Kiri
5,7
5,3
5,9
6,4
7,2
6,8
Rahang Bawah
31 labioversi
41 mesiolinguo torsiversi

Midline : tidak segaris


b. Model 2
Mesiodistal gigi geligi:
Gigi
1
2
3
Malposisi:

Rahang Atas
Kanan
8,3
7,1
8,4

Kiri
8,1
7,2
8,4

Rahang Bawah
Kanan
Kiri
5,4
5,3
5,5
6,1
7,3
7,2

Rahang Atas

Rahang Bawah
31 distolabio torsiversi
41 distolabio torsiversi

Midline : segaris
c. Model 3
Mesiodistal gigi geligi:
Gigi
1
2
3
Malposisi:

Rahang Atas
Kanan
8,4
7,8
7,9

Kiri
8,3
7,0
7,8

Rahang Atas
13 mesiolabio torsiversi

Rahang Bawah
Kanan
Kiri
5,5
5,6
6,3
5,4
7,0
6,7
Rahang Bawah
31labioversi
32 distolabio torsiversi
42 labioversi

Midline : tidak segaris


d. Model 4
Mesiodistal gigi geligi:
Gigi
1
2
3

Rahang Atas
Kanan
8,0
6,4
7,8

Kiri
8,0
7,7
7,8

Rahang Bawah
Kanan
Kiri
5,3
5,3
5,9
5,7
6,7
6,6

Malposisi:
Rahang Atas
12mesiolabio torsiversi
Midline : tidak segaris.

Rahang Bawah
33 mesiolabio torsiversi

e. Model 5
Mesiodistal gigi geligi:
Gigi
1
2
3
Malposisi:

Rahang Atas
Kanan
7,6
5,7
7,8

Rahang Atas
13 mesiolabio torsiversi
Midline : segaris,.

Kiri
7,4
5,4
7,7

Rahang Bawah
Kanan
Kiri
5,0
5,0
5,2
5,2
6,5
6,7
Rahang Bawah
43 labioversi

a. Gigitan Lengan, Gigitan Dangkal dan Gigitan Dalam


Gigitan

13

12

11

21

22

Elemen
23 33

32

31

41

42

43

Lengan

6,3

7,8

7,6

6,6

5,2

4,9

5,5

5,6

Dalam

8,7

9,1

8,9

7,5

6,7

6,3

5,9

6,3

Dangkal

7,3

8,7

8,9

7,6

5,5

6,9

6,4

5,9

6,4

3. Distorsi Gigitan dari Kondisi Asli


a. Pada Bitemark gigitan lengan RA terdapat 4 catatan gigitan sempurna,
yaitu gigi 11, 12, 21, dan 22.
b. Pada Bitemarkgigitan lengan RB terdapat 4 catatan gigitan sempurna
yaitu gigi 31, 32, 41, dan 42.
c. Pada Bitemark gigitan dangkal RA terdapat 4 catatan gigitan sempurna,
yaitu gigi 11, 12, 21 dan 22
d. Pada Bitemarkgigitan dangkal RB terdapat 4 catatan gigitan sempurna
yaitu gigi 31, 32, 41 dan 42 serta terdapat satu catatan gigi tidak
sempurna pada gigi 33.
e. Pada gigitan dangkal, gigitan lebih mudah diidentifikasi karena
penapakan lebih jelas. Hal ini dikarenakan kulit apel tidak mengalami
kerusakan sehingga catatan gigitan terlihat lebih jelas pada cetakan
positif.
f. Pada Bitemark gigitan dalam RA terdapat 4 catatan gigitan sempurna,
yaitu gigi 11, 12, 21, dan 22.
g. Pada Bitemarkgigitan dalam RB terdapat 4 catatan gigitan sempurna
yaitu gigi 31,32, 41, dan 42.
h. Pada gigitan dalam, gigitan lebih sulit diidentifikasi karena penapakan
gigitannya tidak begitu jelas. Hal ini dikarenakan oleh kerusakan pada
apel sehingga catatan gigitan tidak terlihat jelas pada cetakan positif.
i. Pada catatan gigitan dalam, terlihat gigitan RB lebih jelas daripada RA
karena adanya perbedaan tekanan antara RA dan RB.
j. Midline RA dan RB tampak tidak segaris. Rahang bawah bergeser ke kiri
sebesar 1,7 mm. Bentuk lengkung RA pada Bitemark terlihat membentuk
lengkung yang ideal, berbentuk parabola. Tidak terlihat adanya malposisi
gigi pada rahang atas. Bentuk lengkung RB pada Bitemark terlihat
membentuk lengkung yang ideal, berbentuk parabola. Terlihat adanya
malposisi pada gigi 31 dan 41 dimana bagian mesial gigi 31 dan 41
berada lebih ke lingual.

k. Pengukuran hasil tracing model gigi dan Bitemark menunjukkan adanya perbedaan panjang mesiodistal gigi pada model gigi dengan
hasil tracing Bitemark. Perbedaan ini disebabkan adanya distorsi.
Gigitan

Eleme

Gigitan

Gigitan

Lengan

Dalam

11

7.8

9.1

l
8.7

12

6.3

8.7

13

21

Dangka

Model 1

Model 2

Model 3

Model 4

Model 5

MD

D1

D2

D3

MD

D1

D2

D3

MD

D1

D2

D3

MD

D1

D2

8.2

-0.4

0.9

0.5

8.3

-0.5

0.8

0.4

8.4

-0.6

0.7

0.3

-0.2

1.1

D3
0.7

7.3

7.1

-0.8

1.6

7.1

-0.8

1.6

7.8

-1.5

0.9

6.4

-0.1

2.3

8.3

8.4

7.9

7.8

7.6

8.9

8.9

-0.4

0.9

0.9

8.1

-0.5

0.8

0.8

8.3

-0.7

0.6

0.6

22

6.6

7.5

7.6

6.4

0.2

1.1

7.2

-0.6

0.3

-0.4

0.5

23

8.3

8.4

7.8

31

4.9

6.3

6.4

5.3

-0.4

1.1

5.3

-0.4

1.1

5.6

-0.7

32

5.2

6.7

6.9

6.4

-1.2

0.3

6.1

-0.9

0.6

5.4

33

5.5

6.8

-1.3

7.2

-1.7

41

5.5

5.9

5.9

5.7

0.2

0.2

5.4

0.1

0.5

5.6

6.3

6.4

5.9

-0.2
-

-0.9

5.5

-1.1

0.5
-

7.2

7.3

0.42

-5

42
43

0.34
0.6

Ket: D1= Distorsi 1 (Gigitan Lengan Mesiodistal gigi)


D2= Distorsi 2 (Gigitan Dalam Mesiodistal gigi)
D3= Distorsi 3 (Gigitan Dangkal Mesiodistal gigi)

1.66
-

MD

D1

D2

7.6

0.2

1.5

D3
1.1

5.7

0.6

7.8

-0.4

0.9

0.9

7.4

0.2

1.5

1.5

7.7

-1.1

-0.2

5.4

1.2

2.1

7.8

7.7

0.7

0.8

5.3

-0.4

1.1

-0.1

1.3

1.4

-0.2

1.3

5.7

-0.5

5.2

1.5

6.7

-1.2

6.6

-1.1

6.7

-1.2

5.5

0.4

0.4

5.3

0.2

0.6

0.6

0.5

0.9

0.9

6.3

-0.7

5.9

-0.3

0.4

5,2

6.7

6,5

Model 1

Model 2

Model 3

Model 4

Model 5

Elemen

Panorami
k

MD

DP

MD

DP

MD

DP

MD

DP

MD

DP

11

5,1

8,2

-3,1

8,3

-3,2

8,4

-3,3

-2,9

7,6

-2,5

12

4,8

7,1

-2,3

7,1

-2,3

7,8

-3

6,4

-1,6

5,7

-0,9

13

5,6

8,3

-2,7

8,4

-2,8

7,9

-2,3

7,8

-2,2

7,8

-2,2

21

5,5

-2,5

8,1

-2,6

8,3

-2,8

-2,5

7,4

-1,9

22

4,4

6,4

-2

7,2

-2,8

-2,6

7,7

-3,3

5,4

-1

23

5,8

8,3

-2,5

8,4

-2,6

7,8

-2

7,8

-2

7,7

-1,9

31

3,1

5,3

-2,2

5,3

-2,2

5,6

-2,5

5,3

-2,2

-1,9

32

3,9

6,4

-2,5

6,1

-2,2

5,4

-1,5

5,7

-1,8

5,2

-1,3

33

6,8

-2,8

7,2

-3,2

6,7

-2,7

6,6

-2,6

6,7

-2,7

41

3,5

5,7

-2,2

5,4

-1,9

5,5

-2

5,3

-1,8

-1,5

42

3,6

5,9

-2,3

5,5

-1,9

6,3

-2,7

5,9

-2,3

5,2

-1,6

43

4,2

7,2

-3

7,3

-3,1

-2,8

6,7

-2,5

6,5

-2,3

Keterangan:
DP: Distorsi Panoramik (Mesiodistal panoramik mesiodistal gigi)

B. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan antara model gigi 1 dengan Bitemark,
terdapat persamaan yaitu midline yang tidak segaris.Jika dilihat padaBitemark, terlihat adanya
malposisi gigiyaitu gigi 31 yang mengalami labioversi dan 41 yang mengalami mesiolinguo
torsiversi.
Berdasarkan ciri-ciri yang ditemukan dicurigai 2 model gigitan pelaku penggigit apel yakni
pada model 1 dan model 2 dimana keduanya memiliki pola lengkung rahang atas dan malposisi
gigi pada rahang bawah yang hampir sama. Tetapi keduanya memiliki perbedaan midline,
dimana midline model 1tidak segaris, sedangkan midline model 2 segaris. Oleh karena itu, model
2 tidak dicurigai sebagai pelaku penggigit apel.Model 1, terdapat malposisi pada gigi 31 yang
mengalami labioversi dan gigi 41 yang mengalami mesiolinguo torsiversi yang sesuai dengan
gigitan lengan pada Bitemark.
Dari tabel pengukuran hasil penapakan model gigi dan Bitemark, ditemukan adanya
distorsi antara lebar mesiodistal gigi dengan Bitemark. Distorsi tersebut disebabkan karena
ukuran gigi pada Bitemark ada yang lebih kecil dan ada yang lebih besar daripada lebar
mesiodistal gigi, selain itu distorsi pada gigitan dalam lebih besar daripada gigitan dangkal
karena pada gigitan dangkal tapakan gigi terlihat lebih tegas dibandingkan dengan gigitan
dalam. Distorsi ukuran mesiodistal pada cetak gigitan dalam pada apel secara garis besar lebih
besar dibandingkan ukuran mesiodistal gigi, hal ini kemungkinan karena kekuatan gigit terlalu
besar.Distorsi ukuran mesiodistal pada cetak gigitan lengan secara garis besar relatif lebih kecil
dibandingkan ukuran mesiodistal gigi, hal ini kemungkinan karena kekuatan gigit tidak terlalu
besar.
Untuk menentukan perkiraan usia tersangka dengan cara metode Alqahtani. Metode ini
mencakup pengembangan dan erupsi urutan gigi dari usia 1-23 tahun, dengan ilustrasi yang
menggambarkan titik tengah dari setiap tahun kronologis. Erupsi gigi pada atlas Alqahtani ini
mengacu pada munculnya gigi dari tulang alveolar, berbeda halnya dengan erupsi nya gigi pada
permukaan gingival. Dilihat dari radiograf panoramic tersangka dan disamakan dengan atlas
Alqahtani, perkiraan usia tersangka adalah 23 tahun, karena pada gigi molar terakhir bawah
sudah tumbuh sempurna dan mencapai tulang alveolar.

Jika dilihat dari cetakan gigi, tersangka merupakan perempuan karena bentuk dari gigi
incisivus dan lateral memiliki ukuran yang bervariasi, dan gigi tersangka termasuk dalam ras
mongoloid karena lengkung gigi berbentuk ellipsoid.

BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis Bitemark yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Pelaku yang memiliki pola lengkung dan malposisi gigi yang sama antara model dan
cetakan gigitan adalah model nomor 1.
2. Distorsi ukuran mesiodistal pada cetak gigitan dalam pada apel secara garis besar lebih besar
dibandingkan ukuran mesiodistal gigi, hal ini kemungkinan karena kekuatan gigit terlalu
besar.
Distorsi ukuran mesiodistal pada cetak gigitan lengan secara garis besar relatif lebih kecil
dibandingkan ukuran mesiodistal gigi, hal ini kemungkinan karena kekuatan gigit tidak terlalu
besar.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. Ras manusia. 2007. http://ww1.id.wikipeda.org/w/index.php?title=Ras (06 Februari


2016).
Avon, S.L., 2004, Forensic Odontology: The Roles and Responsibilities of the Dentist. J Can
Dent Assoc, 70(7): 453-458
Bhargava K, Bhargava D, Rastogi P, Paul M, Paul R, Jagadeesh HG, dan Singla A. 2012. Review
research paper: An overview of Bitemark analysis. J Indian Acad Forensic Med. 34(1): 616.
Chairani S. Auerkari E. Pemanfaatan rugae palatal untuk identifikasi forensik. indonesian journal
of dentistry 2008; 15 (3):261-269.
Daldjoeni N. Ras-ras umat manusia. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991: 189-03 18.
Hemalatha, V.T., Manisundar, N., Aarthi N. V., dan Sarumathi, T., 2014, Identification of
Bitemark Perpetrators in Forensic Dentistry,A Review.Research Journal of Pharmaceutical,
Biological and Chemical Sciences, 5(2) 1890-1893
Holtktter, H., Sheets, H.D., Bush, P.J., dan Bush, M.A., 2013, Effect of Systematic Dental
Shape Modification in Bitemarks, Forensic Science International, 228:61-69
Iztok, Marija, Ga D, Chetko E. Carabellis trait in contemporary sloves and inhabitants of
medieval settlement (sredi{e by the drava river). Coll Antropol 2006; 2: 421-8
Karmakar, R.N. 2007 .Forensic Medicine and Toxicology, Oral, Practical & M.C.Q.Academic
Publisher : India
Kaur, S., Krishan, K., Chatterjee, P.M., dan Kanchan, T., 2013, Analysis and Identification of
Bitemarks in Forensic Casework, OHDM, 12(3):127-131
Kaut S, Krishan K, Chatterjee PM, Kanchan T. Analysis and identification of bite mark in
forensic casework. OHDM J. 2013;12 (3): 127-8
Lessig R, Wenzel V, dan Weber M. 2006. Bitemark Analysis in Forensic Routine Case Work.
EXCLI Journal. 5: 93-102.
Lukman, D, 2006,Buku Ajar Ilmu Kedokteran Gigi Forensik, jilid 2, .Sagung Seto: Jakarta
Mahajan, A., Batra, A.P.S., Khurana, B.S., Seema., dan Kaur, J., 2012, Role of BitemarkAnalysis
in Identification of APerson, GJMEDPH, 1(1):56-59
Mavrodisz K et al. Prevalence of accessory tooth cusps in contemporary and ancestral hungarian
population. European J of Orthodontic. 2007
Putri, A. D., Benindra, N., dan Soedarsono, N., 2013. Age estimation through dental examination
in forensic denstistry. Jurnal PDGI, 62 (3):55-63 .
Rai, B., dan Kaur, J., 2013, Evidence-Based Forensic Dentistry, Springer: London
Shamim T, Varghese VI, Shameena PM, et al. Human Bitemarks: The Tool Marks of The Oral
Cavity,Journal of Indian Academy of Forensic Medicine 2006; 28: 52-54.
Stavrianos, C., Tatsis, P., Stavrianou, A., Karamouzi, G.,Mihail, G., Mihailidou, D., 2011,
Intercanice distance as a recognition Method of bitemarks induced at cases of child
abuse,Research Journal of Biological Scienc, 6(1)
Verma K, Joshi B, Joshi CH, dan Paul R. 2013. Bitemark as Physical Evidence From The Crime
Scene: An Overview, Open Access Scientific Reports. 2(1).

Anda mungkin juga menyukai