Frekuensi penggunaan
30-60
1 x sehari
Amlodipin
2,5-10
1 x sehari
Nicardipin
60-120
2 x sehari
Verapamil
80-320
2-3 x sehari
Diltiazem
90-180
3 x sehari
lebih rendah dari antihipertensi lainnya. Batuk sangat jarang terjadi. Seperti
inhibitor ACE mereka dapat mengakibatkan insufisiensi ginjal, hiperkalemia dan
hipotensi ortostatik. ARB tidak boleh digunakan pada ibu hamil (Sukandar dkk,
2008).
Beberapa obat golongan ARB diantaranya:
Obat
Frekuensi penggunaan
Lasartan
25-100
1-2 x sehari
Valsartan
80-320
1 x sehari
Irbesartan
150-300
1 x sehari
Telmisartan
20-80
1 x sehari
Diuretik
Diuretik juga dikenal sebagai pil air yang berfungsi untuk membuang
sisa air dan garam dari dalam tubuh melalui urine Obat-obatan antihipertensi
golongan diuretik memiliki mekanisme kerja menurunkan tekanan darah dengan
cara memicu pengeluaran urin (dieresis) yang akan menimbulkan reduksi volume
plasma darah dan kemudian menyebabkan curah jantung dan tekanan darah
menurun (Sukandar dkk, 2008).
Menurut Dipiro, et.al terdapat beberapa jenis diuretik yang umum
digunakan dalam mengobati hipertensi, obat-obat tersebut adalah: Thiazid,
diuretik hemat kalium, dan antagonis aldosteron. Anti diuretik golongan thiazid
merupakan tipe diuretic yang digunakan untuk mengobati hipertensi dan cukup
efektif dalam mengurangi tekanan darah. Diuretik hemat kalium merupakan
antihipertensi yang lemah apabila digunakan secara tunggal, tetapi dapat
menambah efek hipoitensif ketika dikombinasikan bersama thiazid atau loop
diuretics. Antagonis aldosteron seperti spironolakton dan eplerenon merupakan
diuretic hemat kalium yang lebih potensial danb memiliki onset of action yang
cukup lama, yaitu sekitar 6 minggu.
Apabila diuretik dikombinasikan dengan obat antihipertensi lain, akan
timbul efek hipotensi yang disebabkan oleh mekanisme aksi. Banyak
antihipertensi lain yang menginduksi retensi garam dan air, yang akan dilawan
aksinya oleh penggunaan bersama diuretik.(Sukandar dkk, 2008)
Berikut beberapa obat golongan diuretik beserta dosis dan frekuensi
penggunaannya:
Obat
Dosis (mg/hari)
Pemberian
Contoh
nama
dagang
a. Diuretik Thiazide
Hidroklortiazid
12,5-25
1 x sehari
(generik)
Indapamid
1,25-2,5
1 x sehari
Natrilix
Klortalidon
12,5-25
1 x sehari
Hygroton, Tenoret
Metolazon
2,5-5
1 x sehari
Zaroxolyn
b. Diuretik kuat
Furosemid
20-80
2-3 x sehari
Arsiret, Farsix
Torsemid
1-2 x sehari
Unat
1-2 x sehari
(generik), Putritid
Spironalakton
1 x sehari
(generik),
2,5-10
25-100
Beta-blockers
Beta-blocker memblok betaadrenoseptor. Reseptor ini diklasifikasikan menjadi
reseptor beta1 dan beta2. Reseptor beta1 terutama terdapat pada jantung
sedangkan reseptor beta2 banyak ditemukan di paruparu, pembuluh darah
perifer, dan otot lurik. Reseptor beta2 juga dapat ditemukan di jantung,
sedangkan reseptor beta1 juga dapat dijumpai pada ginjal. Reseptor beta juga
dapat ditemukan di otak. Stimulasi reseptor beta pada otak dan perifer akan
memacu penglepasan neurotransmitter yang meningkatkan aktivitas system saraf
simpatis. Stimulasi reseptor beta1 pada nodus sinoatrial dan miokardiak
meningkatkan heart rate dan kekuatan kontraksi. Stimulasi reseptor beta pada
ginjal akan menyebabkan pelepasan renin, meningkatkan aktivitas system rennin
angiotensinaldosteron. Efek akhirnya adalah peningkatan cardiac output,
peningkatan tahanan perifer dan peningkatan sodium yang diperantarai aldosteron
dan retensi air. Terapi menggunakan betablocker akan mengantagonis semua efek
tersebut sehingga terjadi penurunan tekanan darah. Betablocker yang selektif
(dikenal juga sebagai cardioselective betablockers), misalnya bisoprolol, bekerja
pada reseptor beta1, tetapi tidak spesifik untuk reseptor beta1 saja oleh karena
itu penggunaannya pada pasien dengan riwayat asma dan bronkhospasma harus
hati hati. Betablocker yang nonselektif (misalnya propanolol) memblok
reseptor beta1 dan beta 2 (Gomer, B., 2007).
Betablocker yang mempunyai aktivitas agonis parsial (dikenal sebagai
aktivitas simpatomimetik intrinsic), misalnya acebutolol, bekerja sebagai
stimulanbeta pada saat aktivitas adrenergik minimal (misalnya saat tidur) tetapi
akan memblok aktivitas beta pada saat aktivitas adrenergik meningkat (misalnya
saat berolah raga). Hal ini menguntungkan karena mengurangi bradikardi pada
siang hari. Beberapa betablocker, misalnya labetolol, dan carvedilol, juga
memblok efek adrenoseptor alfa perifer. Obat lain, misalnya celiprolol,
mempunyai efek agonis beta2 atau vasodilator. Betablocker diekskresikan lewat
hati atau ginjal tergantung sifat kelarutan obat dalam air atau lipid. Obatobat
yang diekskresikan melalui hati biasanya harus diberikan beberapa kali dalam
sehari sedangkan yang diekskresikan melalui ginjal biasanya mempunyai waktu
paruh yang lebih lama sehingga dapat diberikan sekali dalam sehari. Betablocker
tidak boleh dihentikan mendadak melainkan harus secara bertahap, terutama pada
pasien dengan angina, karena dapat terjadi fenomena rebound (Gomer, B., 2007).
Alpha-blockers
Prazosin, terazosin, dan doxazosin adalah penyekat reseptor 1 selektif.
Bekerja pada pembuluh darah perifer dan menghambat pengambilan katekolamin
pada sel otot halus, menyebabkan vasodilasi dan menurunkan tekanan darah. Pada
studi ALLHAT doxazosin adalah salah satu obat yang digunakan, tetapi di stop
lebih awal karena secondary end point stroke, gagal jantung, dan kejadian
kardiovaskular terlihat dengan pemberian doxazosin dibanding chlorthalidone.
Tidak ada perbedaan pada primary end point penyakit jantung koroner fatal dan
infark miokard nonfatal. Data ini menunjukkan kalau diuretik tiazid superior dari
doxazosin (dan barangkali 1-blocker lainnya) dalam mencegah kejadian
kardiovaskular pada pasien dengan hipertensi. Jadi penyekat alfa adalah obat
alternatif kombinasi dengan obat antihipertensi primer lainnya. Penyekat alfa1
memberikan keuntungan pada laki-laki dengan BPH (benign prostatic
hyperplasia). Obat ini memblok reseptor postsinaptik alfa1 adrenergik ditempat
Agonis 2 sentral4
Klonidin dan metildopa menurunkan tekanan darah terutama dengan
merangsang reseptor 2 adrenergic di otak. Perangsangan ini menurunkan aliran
simpatetik dari pusat vasomotor di otak dan meningkatkan tonus vagal. Penurunan
aktivitas simpatetik, bersamaan dengan meningkatnya aktivitas parasimpatetik,
dapat menurunkan denyut jantung, cardiac output, total peripheral resistance,
aktifitas plasma rennin, dan reflex baroreseptor. Klonidin sering digunakan untuk
hipertensi yang resistan, dan metildopa adalah obat lini pertama untuk hipertensi
pada kehamilan (Nafrialdi dkk, 2009).
Penggunaan agonis 2 sentral secara kronis menyebabkan retensi natrium
dan air, paling menonjol dengan penggunaan metildopa. Penggunaan klonidin
dosis kecil dapat digunakan untuk mengobati hipertensi tanpa penambahan
diuretik. Tetapi, metildopa harus diberikan bersama diuretik untuk mencegah
tumpulnya efek antihipertensi yang terjadi dengan penggunaan jangka panjang,
kecuali pada kehamilan
Seperti dengan penggunaan obat antihipertensi yang bekerja sentral
lainnya, depresi dapat terjadi. Kejadian hipotensi ortostatik dan pusing lebih tinggi
dari pada dengan obat antihipertensi lainnya, jadi harus digunakan dengan hati-
hati pada lansia. Klonidin mempunyai kejadian efek samping antikolinergik yang
cukup banyak seperti sedasi, mulut kering, konstipasi, retensi urin, dan kabur
penglihatan.
Dosis
Obat
Klonidin
0,1-0,8
2 x sehari
Klonidin patch
0,1-0,3
1 x seminggu
Metildopa
250-1000
2 x sehari
Frekuensi Penggunaan
Hidralazin
10-40
1 atau 2 x sehari
Minoksidil
20-100
2-4 x sehari
Daftar Pustaka
Dipiro, JT et al. 2006. Pharmacotherapy Handbook 7th. New York: Mc Graw Hill
Companies, Inc.
Sukandar, E.Y., Andrajati, R., Sigit, J.I dan Kusnandar., 2008. ISO Farmakoterapi.
ISFI, Jakarta.